Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS WACANA KRITIS MODEL SARA MILLS TENTANG KEKERASAN

DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) PADA BERITA HARIAN KOMPAS

Sri Yunia Sulastri1, Takdiroatun Musfiroh2

1
Program Magister, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta
2
Dosen Program Magister, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri
Yogyakarta
sriyunia.2020@student.uny.ac.id

Abstrak

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) acap kali terjadi, banyak media yang menyorot akan
hal itu baik dari kalangan selebritis maupun regional. Laki-laki mendominasi KDRT pada
perempuan. Penelitain ini difokuskan pada wacana KDRT dalam pemberitaan di media, 1)
bagaimana media massa menampilkan representasi perempuan dalam teks, dan 2)
mendeskripsikan bagaimana teks berita melakukan strategi pemunculan korban KDRT dalam
pemberitaan media. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif
dengan menggunakan pendekatan analitik wacana kritis terhadap teks berita yang berjudul
“Detik-detik Suami Tendang dan Bacok Istrinya Saat Masak, Pelaku Ditangkap” yang ditulis
pada koran digital kompas pada tanggal 09 Mei 2021, 14:36 WIB. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penulis menampilkan bahwa Kompas.com belum menjadikan perempuan sebagai
prioritas dalam teks berita. Penulis berita Kompas.com memposisikan perempuan dalam teks
sebagai objek dan adanya kecenderungan penulis menempatkan dirinya dalam perspektif laki-
laki. Penulis berita mempresentasikan diri sebagai subjek pencerita yang mewakili suara korban
dalam kasus KDRT tersebut, Kode budaya merupakan kode yang dapat digunakan oleh pembaca
untuk memahami nilai terutama yang berkaitan dengan yang mendapat kesepakatan dengan
pembacanya.
Kata Kunci: Analisis Wacana Kritis, Model Sara Mills, KDRT

PENDAHULUAN

Kaum perempuan masih mendominasi ketidakadilan gender dibanding laki-laki, dan


menjadi salah satu topik wacana mengenai perempuan yang banyak dibahas. Lull dalam Eriyanto
menjelaskan bahwa wacana adalah cara ide atau objek diperdebatkan secara terbuka kepada
publik sehingga mengakibatkan pemahaman tertentu yang meluas (Sobur, 2018:11). Wacana
tentang perempuan didominasi laki-laki terhadap perempuan yang banyak dimunculkan pada
media massa, laki-laki menjadikan obyek seksualitas terhadap perempuan, dan melekatnya citra
mahluk yang lemah bagi perempuan. Pada media cetak maupun digital masih sering kita jumpai
Pemberitaan mengenai kekerasan terhadap perempuan juga menjadi salah satu topik pemberitaan
yang sering kita temui pada media massa.

Berdasarkan data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) yang diadukan selama tahun 2019, terdapat 431.471 kasus kekerasan terhadap
perempuan (KTP). KTP meningkat sebanyak 792% dalam kurun waktu 12 tahun yang artinya
KTP di Indonesia mengalami peningkatan hampir 18 kali lipat. Kekerasan terhadap Anak
Perempuan (KTAP) mengalami kenaikan sebanyak 2.341 kasus dibanding tahun sebelumnya
sebanyak 1.417 kasus. Kenaikan ini bertambah sejumlah 65% dan paling banyak adalah kasus
inses dan ditambahkan dengan kasus kekerasan seksual (571 kasus) (Komnas Perempuan, 2020).
Selain itu merujuk data yang diperoleh dari Catatan Tahunan (Catahu) Komisi Nasional
Perempuan Indonesia pada tahun 2017, kekerasan seksual merupakan kekerasan yang sering
dialami perempuan dalam rumah tangga dengan presentase kasus sebanyak 34% atau 3.495
kasus (Nisa, 2018:59).

“Kekerasan terhadap perempuan khususnya KDRT merupakan kasus yang patut menjadi
perhatian mengingat dampak yang terjadi bukan hanya berbentuk luka fisik pada tubuh
perempuan melainkan juga berdampak pada trauma dan gangguan psikologis. Selanjutnya media
sebagai salah satu lembaga sosial yang memberitakan KDRT terhadap perempuan seringkali
justru membuat kebanyakan korban KDRT sebagai korban untuk kedua kalinya”.

Berita-berita yang menginformasikan isu kekerasan terhadap perempuan justru


memproduksi kekerasan itu sendiri melalui penyusunan kalimat, pelabelan, dan pilihan diksi.
Media massa pada praktiknya ikut serta dalam melestarikan, memperkokoh, bahkan
memperburuk ketimpangan gender terhadap perempuan dalam masyarakat. Pemberitaan media
menyajikan sebuah ide atau gagasan mengenai nilai-nilai patriarki dan pemahaman atas
perspektif gender yang keliru secara berkala dan terus menerus. Pada akhirnya fungsi media
adalah agen sosialisasi gender yang melanggengkan praktik-praktik ketidakadilan gender.
Masrshall Mcluhan mengungkapkan bahwa media are extensions of man. Pengertian man disini
bukan dalam pengertian mankind (manusia) namun mengarah kepada man sebagai male-sex
(laki-laki), sehingga media dalam hal ini menjadi alat atau instrumen dominasi kaum laki-laki
atas perempuan (Ratna Noviani, 2013). Ketimpangan gender dalam media massa tidak hanya
tercermin dalam iklan atau film saja, namun juga dalam pemberitaan yang terus dikonstruksi
oleh media.

Fokus perhatian pada penelitian ini yaitu wacana feminisme, bagaimana perempuan
ditampilkan dalam teks. Perempuan cenderung ditampilkan dalam teks sebagai pihak yang
lemah, marjinal dibanding dengan pihak laki-laki. Ketidakadilan dan penggambaran yang buruk
mengenai perempuan inilah yang menjadi sasaran utama penelitian ini. Hal yang sama banyak
terjadi dalam berita, banyak berita yang menampilkan perempuan sebagai objek pemberitaan.
Berita mengenai KDRT pada perempuan merupakan sedikit dari berita yang menampilkan
perempuan sebagai objek pemberitaan.

KAJIAN TEORI

Pengertian kekerasan terhadap perempuan sendiri menurut Pasal 1 Deklarasi Anti


Kekerasan terhadap Perempuan adalah: Setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin
yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan
secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi
(Hasanah, 2013: 164). Berikutnya Harkristuti Harkrisnowo mengungkapkan apa yang dimaksud
kekerasan terhadap perempuan, yaitu setiap bentuk kekerasan yang ditujukan terhadap
perempuan hanya karena mereka adalah perempuan (Muhajarah, 2017:131). Dari pengertian di
atas, perempuan menjadi korban kekerasan karena mereka memiliki jenis kelamin perempuan,
atau dapat disebut kekerasan berbasis gender.

Harkrisnowo kemudian membagi kekerasan dalam berbagai bentuk yaitu: (a). Kekerasan
fisik atau physical abuse seperti tindakan memukul dengan tangan atau menggunakan senjata,
menendang, menusuk, mendorong, menjambak, meludah, menampar, dan menonjok. (b).
Kekerasan emosional atau pskis atau emotional abuse, seperti rasa memiliki yang berlebihan atau
cemburu, mengancam bunuh diri, mengisolasi diri dari lingkungan pertemanan dan sosial,
merusak barang-barang milik pribadi, mengancam kehidupan orang lain dan pasangan atau bisa
melukai serta menganiaya orang disekitar atau orang terdekat, manipulasi serta mencaci maki,
melakukan pengawasan, melukai hewan peliharaan, mengintimidasi hingga muncul perasaan
takut, ingkar janji, berbohong, dan merusak hubungan dengan orang tua, anak, saudara maupun
diri sendiri. (c). Kekerasan ekonomi atau economic abuse yakni membuat seseorang tergantung
terhadap ekonomi yang dilakukan dengan mengontrol penghasilan dan pengeluaran yang tidak
wajar dan mengakibatkan tekanan kepada pasangan. (d). Kekerasan seksual atau sexual abuse,
yakni tindak kekerasan yang melakukan pemaksaan terhadap perempuan agar menjadi pelacur,
memaksa agar melakukan hubungan intim, melakukan penganiayaan ketika berhubungan intim,
memaksa berhubungan intim setelah menganiaya pasangan, serta memakai binatang atau benda
kasar lainnya saat berhubungan intim dan sebagainya (Muhajarah, 2017:132).

Sara Mills menulis mengenai teori wacana terutama wacana seputar feminisme, oleh
sebab itu yang dikemukakan oleh Sara Miils disebut sebagai persepektif feminis. Titik perhatian
dari persepektif wacana feminis adalah menunjukan bagaimana teks bias dalam menampilkan
wanita. Gagasan dari Sara Mills (1992) sedikit berbeda dengan model critical linguistic seperti
yang diuraikan pada bagian terdahulu. Crirical linguistic hanya memusatkan perhatian pada
struktur kebahasaan dan bagaimana pengaruhnya dalam pemaknaan khalayak. Sara Mills (dalam
Eriyanto, 2011, hlm. 206) lebih melihat pada bagaimana peran pelaku ditampilkan dalam teks
dan peran pembaca serta penulis ditampilkan dalam teks. Pada akhirnya gaya pemaparan dan
peran yang ditempatkan dan ditampilkan dalam teks ini akan memebentuk pihak yang legitimate
dan illegitimate yaitu pihak yang berkuasa dan menjadi pihak minoritas yang dikendalikan

Berikut adalah kerangka dengan model analisis Sara Mills:

Tingkat Yang Ingin Dilihat


Posisi Subjek-Objek Bagaimana peristiwa dapat dilihat, dari kacamata
siapa peristiwa itu dilihat. Siapa yang diposisikan
sebagai pencerita (subjek) dan siapa yang menjadi
objek yang diceritakan. Apakah masing-masing
aktor dan kelompok social mempunyai kesempatan
untuk menampilkan dirinya sendiri, gagasannya
ataukah kehadirannya, gagasananya ditampilakan
oleh kelompok/orang lain.

Posisi Penulis-Pembaca Bagaimana posisi pembaca dimunculkan dan


berperan dalam teks. Bagaimana pembaca
menempatkan dirinya dalam teks yang ditampilkan.
Kepada kelompok manakah pembaca menempatkan
dirinya.
METODE

Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma Kritis. Selanjutnya penelitian


ini menggunakan penelitian kualitatif. Creswell (2016) mengungkapkan bahwa penelitian
kualitatif merupakan jenis penelitian yang mengeksplorasi serta memahami makna di sejumlah
individu atau sekelompok orang yang bersumber dari masalah sosial. Selanjutnya penelitian ini
juga menggunakan metode deskriptif kualitatif. Peneltian deskriptif kualitatif merupakan
penelitian yang menelaah isi dari teks sebuah berita, baik berupa simbol-simbol maupun gagasan
pokok yang ada dalam tema suatu pemberitaan (Badara, 2013:63). Peneliti kemudian
menganalisis teks berita menggunakan analisis wacana kritis Sara Mills. Metode wacana kritis
Sara Mills menekankan pada bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan dalam teks. Posisi-posisi
ini terbagi menjadi subjek penceritaan dan siapa yang menjadi objek penceritaan yang akan
menentukan bagaimana struktur teks dan bagaimana makna diberlakukan dalam teks secara
keseluruhan, Disamping itu, Sara Mills juga memberi perhatian pada bagaimana penulis dan
pembaca ditampilkan dalam teks. Subjek pada penelitian ini adalah portal berita online
Kompas.com, adapun objek penelitiannya yakni artikel berita online terkait KDRT yang berjudul
“Detik-detik Suami Tendang dan Bacok Istrinya Saat Masak, Pelaku Ditangkap” yang ditulis
pada koran digital kompas pada tanggal 09 Mei 2021, 14:36 WIB.

Penelitian ini menggunakan sumber data yang terdiri dari dua kategori, yaitu sumber data
primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah pemberitaan
media online yang berjudul “Detik-detik Suami Tendang dan Bacok Istrinya Saat Masak, Pelaku
Ditangkap” yang ditulis pada koran digital kompas pada tanggal 09 Mei 2021, 14:36 WIB.
Adapun sumber data sekunder diperoleh dari literatur baik berupa buku-buku, dokumentasi,
maupun artikel di media massa, yang terkait dengan tulisan ini. Teknik pengumpulan data pada
penelitian ini dilakukan dengan cara observasi yakni dengan cara mengamati dan mencatat
secara sistematis terhadap fenomena yang diselidiki atau diteliti. Teknik yang digunakan
selanjutnya adalah menganalisis berita menggunakan pedekatan Sara Mills beserta literatur
pendukung lainnya yang masih berkaitan dengan tema pembahasan pada penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Detik-detik Suami Tendang dan Bacok Istrinya Saat Masak, Pelaku Ditangkap.

Kompas.com - 09/05/2021, 14:36 WIB

Editor : Setyo Puji

KOMPAS.com - Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terjadi di Kabupaten Kupang,
Nusa Tenggara Timur (NTT). Seorang istri berinisial NK (43), warga Kecamatan Amabi Oefeto
Timur dianiaya suaminya sendiri berinisial YS (39). Peristiwa tersebut terjadi pada Kamis
(6/5/2021) sekitar pukul 21.00 Wita. Saat kejadian itu, pelaku yang baru saja pulang pesta
minuman keras dari rumah tetangganya kemudian mengamuk.

Pelaku langsung menendang korban yang saat itu sedang masak di dapur. Saat korban terjatuh,
pelaku lalu mengambil parang dan membacok lutut kiri korban. Meski mengalami sejumlah luka,
korban saat itu berhasil melarikan diri. Sehingga dapat terhindar dari amukan yang lebih parah
dari pelaku.

"Korban berhasil melarikan diri sehingga tidak berlanjut pada tindakan kekerasan yang lebih
fatal," ungkap Pejabat Humas Polres Kupang, Aiptu Lalu Randy Hidayat, Minggu (9/5/2021).

Korban yang merasa ketakutan dengan tindakan pelaku akhirnya memberanikan diri untuk
melaporkannya kepada polisi. Setelah korban dilakukan visum dan dimintai keterangan, polisi
langsung mengamankan pelaku di rumahnya tanpa perlawanan. "Kasus ini sedang ditangani
Polsek Amabi Oefeto Timur. Para saksi dan korban serta pelaku sudah diperiksa polisi. Untuk
penerapan pasal masih dalam didalami," ujar dia.

Penulis : Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere

Analisis wacana Sara Mills dalam pemberitaan teks berita menekankan pada bagaimana
perempuan digambarkan dalam teks. Sara Mills (dalam Eriyanto, 2011, hlm. 200) dengan
menggunakan analisis Althusser lebih mengutamakan peran pelaku pada teks. Peran ini
dikatakan sebagai bentuk memposisikan seseorang yaitu sebagai penafsir dan posisi yang
ditafsirkan. menekankan bagaimana aktor diposisikan dalam teks. Oleh karena itu, ada dua hal
yang harus diutamakan yaitu bagaimana pelaku dalam teks tersebut diposisikan dan bagaimana
pelaku sebagai penafsir atau yang ditafsirkan dalam pemberitaan. Peran pelaku dalam teks baik
sebagi penafsir maupun yang ditafsirkan yaitu untuk memaknai terjadinya peristiwa seperti apa
dan bagaimana. Bahkan akan berdampak pada bagaimana peran pembaca dalam teks yang
merupakan hasil negosiasi antara pembaca dan penulis. Hal ini merupakan gambaran bahwa
pembaca digambarkan oleh penulis sesuai dengan imajinasi penulis.

Tingkat Yang Ingin Dilihat


Posisi Subjek-Objek Wacana dengan isu KDRT pada judul berita Detik-detik Suami
Tendang dan Bacok Istrinya Saat Masak, Pelaku Ditangkap.
09/05/2021. Pemilihan judul mengartikan perempuan sebagai
objek yang bertugas untuk melayani dan menyediakan masakan
bagi suami, pasal suaminya yang tengah mabuk tidak disorot pada
judul, hanya dicertitkan sekilas oleh penulis, berikut kutipannya
“sekitar pukul 21.00 Wita. Saat kejadian itu, pelaku yang baru
saja pulang pesta minuman keras dari rumah tetangganya
kemudian mengamuk”. Perempuan sebagai korban KDRT
diposisikan sebagai objek dimana detail mengenai peristiwa
KDRT, bagaimana proses dan terjadinya KDRT, tidak diketahui
dari korban melainkan dari sudut pandang orang lain. Tidak
terdapat suara perempuan dalam teks berita, maka peristiwa
KDRT dalam berita memarjinalkan posisi korban. Korban tidak
diberi kesempatan untuk berbicara akan dirinya sendiri, ia tidak
hadir dan kehadirannya dimunculkan dalam teks melalui sudut
pandang orang lain. Berikut kuitpannya “Pelaku langsung
menendang korban yang saat itu sedang masak di dapur. Saat
korban terjatuh, pelaku lalu mengambil parang dan membacok
lutut kiri korban”. Teks menceritakan bagaimana mudahnya
memperdayai korban, Penulis melalui berita ini tidak
menghadirkan keterlibatan perempuan untuk berbicara secara
langsung. Pemberitaan menjadikan perempuan (korban) sebagai
objek sehingga tidak memberi kesempatan untuk perempuan
menceritakan dirinya sendiri sebagai narasumber. Teks berita ini
diceritakan dengan sudut pandang laki-laki, lengkap dengan
prasangkanya. Selanjutnya, perempuan bukan hanya tidak
ditampilkan, tetapi kehadirannya diwakili oleh orang lain dan
diposisikan sebagai pihak yang ikut bertanggungjawab atas
kesalahan pelaku.
Penulis mempresentasikan dirinya sebagai subjek yang mewakili
suara korban dalam kasus KDRT tersebut, pemberitaan berusaha
disampaikan seperti pengakuan korban yang disampaikan melalui
pihak kepolisian atas peristiwa yang menimpa dirinya.

Posisi Penulis-Pembaca Menurut Sara Mills (dalam Eriyanto, 2011, hlm. 202) berita
bukanlah semata sebagai hasil produksi dari awak
media/wartawan dan pembaca tidaklah ditempatkan semata
seabgai sasaran, karena berita adalah hasil kesepakatan antara
keinginan wartawan dengan pembacanya..Oleh karena itu, karena
itu, dalam mempelajari konteks perlu memperhatikan konteks lain
dari sisi pembaca sebagai teks pembanding. Dengan demikian
tidak cukup hanya memperhatikan konteks yang ditulis oleh
seorang wartawan saja dalam memahami suatu konteks.
Pada wacana tersebut teks disampaikan secara tidak langsung
melalui metode kode budaya. Istilah ini diperkenalkan oleh
Ronald Barthes mengacu pada kode atau nilai budaya yang
dipakai oleh pembaca. Posisi penulis di sini sebagai pencerita,
karena tidak ada ungkapan langsung dari korban (perempuan/istri
pelaku). Ketika menafsirkan suatu teks diantaranya dengan
menggunakan kalimat Para saksi dan korban serta pelaku sudah
diperiksa polisi mensugestikan sejumlah informasi yang
dipercayai dan diakui secara bersama dainggap sebagai kebenaran
bersama. Kode budaya merupakan kode yang dapat digunakan
oleh pembaca untuk memahami nilai terutama yang berkaitan
dengan yang mendapat kesepakatan dengan pembacanya.
Pemaparan hasil penelitian di atas, menunjukan bahwa penulis berita Kompas.com
memposisikan perempuan dalam teks masih sebagai objek. Perempuan belum dapat
menghadirkan dirinya sendiri atau menceritakan peristiwa yang terjadi terhadapnya sehingga
kebenaran yang disajikan media tidak diceritakan dari sisi perempuan itu sendiri. Selanjutnya
berdasarkan analisa yang dilakukan terhadap media portal berita online Kompas.com,
menunjukan bahwa media Kompas.com belum menjadikan perempuan sebagai prioritas dalam
teks berita. Kompas.com melalui pemberitannya masih menempatkan perempuan sebagai obyek
dan kecenderungan penulis menempatkan dirinya dalam perspektif laki-laki.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukan bahwa Kompas.com belum menjadikan perempuan sebagai


prioritas dalam teks berita. Penulis berita Kompas.com memposisikan perempuan dalam teks
berita sebagai objek. Perempuan belum dapat menghadirkan dirinya sendiri atau menceritakan
peristiwa yang terjadi terhadapnya sehingga kebenaran yang disajikan media tidak diceritakan
dari sisi perempuan itu sendiri serta adanya kecenderungan penulis menempatkan dirinya dalam
perspektif laki-laki. Penulis berita mempresentasikan diri sebagai subjek pencerita yang
mewakili suara korban dalam kasus KDRT tersebut, Kode budaya merupakan kode yang dapat
digunakan oleh pembaca untuk memahami nilai terutama yang berkaitan dengan yang mendapat
kesepakatan dengan pembacanya.

DAFTAR PUSTAKA

Badara, Aris. (2013). Analisis Wacana: Teori, Metode dan Penerapannya Pada Wacana Media.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Cresswell, John W. (2016). Research Design: Pendekatan Metode Kualitataif, Kuantitatif dan
Campuran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Eriyanto. (2017). Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS Group.
Hasanah, Hasyim. (2013). “Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Dalam Rumah Tangga
Perspektif Pemberitaan Media” dalam dalam Jurnal Universitas Islam Negeri (UIN)
Walisongo.
https://regional.kompas.com/read/2021/05/09/143613678/detik-detik-suami-tendang-dan-bacok-
istrinya-saat-masak-pelaku-ditangkap. Diakses pada 6 Juli 2021 pukul 20.15 WIB.
Mills, Sara. (1992). Knowing Your Place: A Marxist Feminst Stylistic Analysis. Dalam Michael
Toolan (ed.) Language, Text, and Copntext: Essays in Stylistics. London and New York:
Routladge.
Muhajarah, Kurnia, (2017). “Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga Perspektif
Sosio-Budaya, Hukum dan Agama” dalam Jurnal Universitas Islam Negeri (UIN)
Walisongo Semarang.
Nisa, Haiyun, (2018). “Gambaran Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang Dialami
Perempuan Penyintas” dalam Jurnal Gender Equality: International Journal of Child and
Gender Studies Edisi Agustus 2018.
Noviani, Ratna. (2013). “Teknologi Filmik dalam Berita TV dan Konstruksi Monstrous
Feminine” dalam Jurnal Perempuan Vol 18 No 3 Agustus 2013.
Sobur Alex, (2018). Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai