Anda di halaman 1dari 7

REVIEW JURNAL ANALISIS WACANA KRITIS

NAMA JURNAL : Jurnal Ilmiah Komunikasi MAKNA


TAHUN JURNAL : Februari 2011
VOLUME : Vol. 2 no. 1,
PENULIS : Yuliyanto Budi Setiawan
JUDUL : Analisis Wacana Kritis Pemberitaan Kekerasan Berbasis Gender di Surat Kabar Harian Suara Merdeka
REVIEW
NO. ITEM RINCIAN ITEM KEKUATAN DAN KELEMAHAN
PENELITIAN
1. MASALAH Kasus kekerasan terhadap wanita kerap kali muncul setiap KEKUATAN PENELITIAN:
PENELITIAN tahunnya, dalam kehidupan sosial budaya di lingkungan 1. Pada pendahuluan, peneliti memulai dengan
masyarakat. Salah satu penyebab terjadinya kekerasan dan mengungkap fakta-fakta terkait kekerasan
lemahnya perlindungan hukum bagi wanita korban di berbasis gender di Surakarta melalui data di
Indonesia, kemungkinan dikarenakan eksistensi dari adanya media massa cetak harian. Fenomena tersebut
sistem budaya patriarkaldi masyarakat, di mana sistem pranata kemudian dikorelasikan dengan keadaan sosial
sosialini mendasarkan pada relasi yang timpang menurut budaya di Indonesia dan melihat peran atau
kategori kuat-lemah, pihak yang kuat menguasai dan menindas keterlibatan media massa dalam membentuk
pihak yang lemah ataupun sistem budaya sosial yang opini masyarakat terhadap pemberitaan
memarjinalkan posisi wanita secara tetap dimasyarakat. Selain kekerasan berbasis gender di media massa
itu, media massa juga mempunyai potensi sebagai pemicu cetak harian terutama Suara Merdeka. Dari
munculnya bentuk realitas ketimpangan hubungan sosial dalam hasil dugaan awal peneliti, media massa cetak
kehidupan bermasyarakat yakni sosok wanita oleh media harian, dalam hal ini surat kabar harian Suara
massa, baik melalui iklan atau beritanya, selalu dideskripsikan Merdeka, memiliki sikap tidak adil terhadap
secara negative dan sangat tipikal. Pemberitaan di media pemberitaan kekerasan berbasis gender yakni
terutama mengenai kekerasan terhadap wanita mengisyaratkan kecenderungan menyalahkan korban kekerasan
kepada pembaca bahwa media tersebut sangat tahu bagaimana yang umunya adalah wanita. Jadi, pada bagian
proses terjadinya kekerasan dan khalayak sepertinya digiring pendahuluan, peneliti mampu mengorelasikan
oleh media untuk ikut menyalahkan korban sehingga kasus fenomena kekerasan berbasis gender dengan
kekerasan yang dialami oleh korban wanita tersebut adalah pemberitaan di surat kabar harian sehingga

Page | 1
sesuatu yang lumrah bahkan tidak jarang kasus kekerasan menjadi hal yang menarik untuk dianalisis
misalnya perkosaan selalu menyudutkan posisi wanita, dengan secara kritis.
mendeskripsikan pelaku sebagai orang yang baik, sementara
korban perkosaannya yaitu wanita yang berperilaku dan 2. Peneliti menggunakan pisau analisis yang tepat
berkepribadian buruk. Pemberitaan tentang kekerasan berbasis untuk membedah pemberitaan kekerasan
gender dengan ketipampangan terhadap korban wanita juga berbasis gender di surat kabar harian Suara
tidak teleakkan pada harian Suara Merdeka seperti pada kutipan Merdeka yakni dengan teknik analisis wacana
berita berikut: kritis model Norman Fairclough. Model
“Pelaku mengaku membunuh korban/PSK yang berusia 30 analisis wacana ini dibagi ke dalam tiga
tahun, dikarenakan korban tidak mampu melayani nafsu pelaku sturktur besar, yakni teks, discourse practice
(19 tahun) sampai tuntas, padahal pelaku sudah menyerahkan dan sociocultural practice. Pada sociocultural
uangnya sebesar 100 ribu (Surat Kabar Harian ’Suara practice didasarkan pada asumsi bahwa
Merdeka’, 18 Agustus 2008)” konteks sosial yang ada di luar media
2. TUJUAN Mendeskripsikan bagaimana konstruksi teks pemberitaan memengaruhi bagaimana wacana muncul
PENELITIAN kekerasan terhadap wanita dihadirkan di Surat Kabar dalam media. Pada pemberitaan kekerasan
Harian‘Suara Merdeka’; mengilustrasikan bagaimana berbasis gender di surat kabar harian Suara
ketidakadilan dijalankan dan diproduksi oleh praktisi media Merdeka, korban sering kali disalahkan dan
melalui teks-teks beritanya; serta mendeskripsikan pertautan disudutkan dan berdasarkan hasil analisis
antara hasil analisis teks tersebut dengan konteks makro yang menggunakan model Norman Fairclough
‘tersembunyi’ di balik teks berdasarkan sociocultural practice ditemukan
3. TEORI YANG Teori yang digunakan peneliti dalam studi ini adalah teori bahwa dari total seratus tiga puluh reporter
DIGUNAKAN Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough. Norman surat kabar harian Suara Merdeka, hanya
Fairclough melihat pemakaian bahasa tutur dan tulisan sebagai sembilan reporter berjenis kelamin wanita, dan
praktik sosial. Praktik sosial dalam analisis wacana dipandang mereka sedikit atau bahkan ada yang tidak
menyebabkan hubungan yang saling berkaitan antara struktur pernah memperoleh workshop bertema gender,
sosial dan proses produksi wacana di mana dalam memahami maka pemahaman tentang keadilan dan
wacana (naskah/teks) kita tak dapat melepaskan dari kesetaraan gender sangat minim.
konteksnya. Untuk menemukan ”realitas” di balik teks
diperlukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi 3. Penelitian ini menggunakan metode dan teknik
teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan analisis data yang tepat.
teks. Fairclough (1989:22-23) berpendapat ada dialektik antara

Page | 2
sosialdan wacana. Wacana mempengaruhi tatanan sosial, 4. Dalam menyampaikan hasil penelitiannya,
demikian juga tatanan social mempengaruhi wacana. Pertama, peneliti tegas dan berani menyebut surat kabar
discourse membentuk dan dibentuk oleh masyarakat. Kedua, harian Suara Merdeka sebagai surat kabar
discourse membantu membentuk dan mengubah pengetahuan yang tidak melek gender dan berlaku tidak adil
beserta objek-objeknya, hubungan sosial, dan identitas sosial. terhadap korban kekerasan berbasis gender
Ketiga, discourse dibentuk oleh hubungan kekuasaan dan yang umumnya adalah perempuan.
terkait dengan ideologi. Keempat, pembentukan discourse
menandai adanya tarik ulur kekuasaan. Dengan demikian,
model analisis wacana yang dikembangkan oleh Fairclough KEKURANGAN PENELITIAN:
disebut dengan Pendekatan Relasi Dialektik (Dialectical- 1. Pada hasil, yakni analisis teks (microlevel),
Relational Approach / DRA) atau biasa juga disebut dengan peneliti hanya membahas pada tingkat judul
pendekatan perubahan sosial. yang dianggap bias gender, tetapi tidak
4. METODE Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan perspektif membahas pada tingkat isi dan tingkat
kritis. Subjek di studi ini adalah berita-berita kekerasan berbasis kebahasaan
gender di surat kabar harian Suara Merdeka, redaktur pelaksana
atau kepala desk atau jurnalis yang menulis topik tersebut, dan 2. Pada hasil, yakni analisis discourse practice
juga pembaca berita kekerasan ini. Teknik analisis data (mesolevel), peneliti tidak menjelaskan siapa
kualitatif yang dipakai dalam penelitian ini adalah Critical konsumen yang menjadi informannya sehingga
Discourse Analysis Norman Fairclough dapat mengurangi tingkat validitas hasil
5. ANALISIS Teknik analisis data kualitatif yang dipakai dalam penelitian ini analisis
DATA adalah Critical Discourse Analysis Norman Fairclough.
Fairclough menyatakan proses analisis texts ini sebagai
microlevel, discourse practice sebagai mesolevel dan proses KESIMPULAN:
analisis sociocultural practice sebagai macrolevel. Pada Secara umum, jurnal dengan judul Analisis
microlevel, setiap teks secara bersamaan memiliki tiga fungsi, Wacana Kritis Pemberitaan Kekerasan Berbasis
yaiture presentasi, relasi, dan identitas. Mesolevel, praktik Gender di Surat Kabar Harian Suara Merdeka
wacana meliputi cara-cara para pekerja media memproduksi dapat dijadikan referensi dalam memahami analisis
teks. Hal ini berkaitan dengan wartawan itu sendiri selaku wacana kritis model Norman Fairclough. Jurnal ini
pribadi; sifat jaringan kerja wartawan dengan sesama pekerja cukup jelas dan cukup lengkap untuk memberikan
media lainnya, pola kerja media sebagai institusi, seperti cara informasi mengenai tahap-tahap analisis wacana
meliput berita, menulis berita, sampai menjadi berita di dalam model Norman Fairclough. Adapun kekurangan

Page | 3
media. macrolevel, praktik sosial-budaya menganalisis tiga hal seperti pada hasil dan pembahasan yang tidak
yaitu ekonomi, politik (khususnya berkaitan dengan isu-isu begitu lengkap bisa saja dikarenakan jurnal ini
kekuasaan dan ideologi) dan budaya (khususnya berkaitan berasal dari tesis/skripsi sehingga jika diubah
dengan nilai dan identitas) yang juga mempengaruhi institusi kedalam bentuk jurnal akan mengalami
media dan wacananya. Pembahasan praktik sosial budaya kekurangan ruang pembahasan. Pemilihan model
meliputi tiga level, yaitu: level situasional, institusional, dan Norman Fairclough dalam menganalisis wacana
sosial. Level situasional berkaitan dengan produksi dan konteks secara kritis oleh peneliti adalah suatu keputusan
situasinya. Level institusional berkaitan dengan pengaruh yang tepat, tetapi bukan berarti model lain dari
institusi secara internal maupun eksternal. Level social analisis wacana tidak dapat digunakan.
berkaitan dengan situasi yang lebih makro, seperti sistem Pemberitaan tentang kekerasan berbasis gender dan
politik, sistem ekonomi, dan sistem budaya masyarakat secara ketimpangan gender juga dapat dibedah
keseluruhan menggunakan pisau analisis model Sara Mills yang
6. HASIL Microlevel: memang berdasar pada perspektif feminisme atau
Untuk memahami konstruksi teks pemberitaan kekerasan dengan pembingkaian yang membandingkan dua
berbasis gender, maka dilakukanlah analisis texts terhadap surat kabar harian di Surakarta dalam mengangkat
tujuh berita, di antaranya berjudul: “Menuntut Nikah, Malah pemberitaan kekerasan berbasis gender.
Dianiaya” (berita kasus KDP);“Foto Seronok Mirip Mahasiswi
Beredar” (berita kasus pelecehan seksual); “Gadis Pabrik
Dikerjai 11 Pemuda” (berita kasus perkosaan);“Suami
Selingkuh, Aniaya Istri” (berita kasus KDRT); “Tak Mau
Bayar, ABK Kapal Malah Hajar PSK” (berita kasus eksploitasi
terhadap prostitut wanita); ”Perjalanan Panjang EksTKI yang
Hilang (1), Lima Tahun Jadi Gelandangan, Hamil dan Kena
Razia” (berita kasus kekerasan terhadap buruh migran wanita);
dan ”Kasus Traffi cking di Sragen (2), Syaratnya Harus Cantik
atau Bahenol” (berita kasus traffi cking). Secara tekstual, teks-
teks berita tentang kasus kekerasan terhadap wanita di atas
menunjukkan bias gender. Hal ini dapat terlihat dari pilihan-
pilihan kata yang dipakai jurnalis, seperti: ‘dipaksa’, ‘digilir’,
‘digarap’, ‘ikut nimbrung mengerjai korban’, ‘tergiur’,
‘mendapat jatah mengerjai korban’, ‘gadis berparas ayu’,

Page | 4
‘dihajar hingga babak belur’,‘dipukuli menggunakan tangan
kosong’,‘tutur Tyas bertubuh bahenol ukuran bra 36B’,
‘perempuan berparas manis tamatan SD’,‘Gunawan merasa
risih selalu diminta pacarnya segera menikahinya’ dan ‘seolah
tidak percaya kalau harus mendekam di jeruji besi lantaran
berurusan dengan seorang Pekerja SeksKomersial (PSK)’.
Mesolevel:
Berdasarkan pengakuan para informan, Suara Merdeka juga
tidak fair, di satu sisi pemberitaan tentang korban kekerasan
diblowup dan direvictimisasi, sementara adanya fakta pelaku
kekerasan yang berasal dari tokoh agama, terkesan ditutupi dan
tidak diangkat oleh jajaran redaksi media. Secara produksi teks
bertema gender, lanjut para informan, jurnalis Suara Merdeka
ternyata tidak sensitif gender dan tidak bisa menciptakan
agenda setting, karena focus strategi perusahaan Suara Merdeka
ke orientasi pasar (market oriented). Berita harus dibuat
sedemikian rupa sehingga dimungkinkan dapat menarik minat
orang-orang untuk beriklan. Pihak pengiklan sendiri dapat
menentukan kelangsungan hidup media. Oleh sebab itu, tegas
Budi Santoso (pemilik media), produk jurnalistik dari institusi
media ini disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan
khalayaknya. Sementara itu, berita-berita yang sejatinya tidak
sensitif gender ini tidak dipersepsikan aneh oleh khalayaknya.
Mereka/informan menganggap sebagai suatu kewajaran/
kelumrahan dan tidak perlu untuk dikritisi. Oleh karena itu,
Suara Merdeka secara kuantitas jarang menerima kritikan/
respon negatif dari pembacanya atas isi teks tersebut.
Macrolevel:
Secara konteks sociocultural, teks yang merendahkan atau
memarjinalkan posisi wanita ini merepresentasikan ideologi
patriarkal yang ada dalam masyarakat. Artinya, ideologi

Page | 5
masyarakat yang patriarkal berperan dalam membentuk/
menginternalisasi teks yang patriarkal pula. Ideologi patriarkal
ini tersebar dan tertanam di tempat kerja jurnalis (divisi
redaksional perusahaan media Suara Merdeka), di saat
mereka/reporter mewawancarai narasumber dan ketika
memproduksi teks berita serta di saat redaktur mengedit teks
berita tersebut. Apalagi jumlah jurnalis Suara Merdeka di
dominasi oleh pria, yang mana dari total seratus tiga puluh
reporter, hanya sembilan reporter berjenis kelamin wanita, dan
mereka sedikit atau bahkan ada yang tidak pernah memperoleh
workshop bertema gender, maka pemahaman tentang keadilan
dan kesetaraan gender perlu dipertanyakan, sehingga situasi
selama proses produksi berita akan cenderung mengikuti
standar/selera pria.
7. KESIMPULAN Kesimpulan:
& SARAN Keberadaan media massa ini sejatinya penting untuk proses
pembelajaran dan pemenuhan informasi yang baik bagi
masyarakat. Beberapa konsumen media yang menjadi informan,
menegaskan bahwa khalayak berhak memiliki informasi yang
mencerahkan, bukan informasi-informasi yang bias gender
(seperti kata: ‘digilir’,‘dikerjai’) yang sejatinya tidak
bermanfaat buat masyarakat, bahkan tergolong berita yang
merugikan korban, sebab termasuk bentuk kekerasan simbolik
terhadap diri korban. Teks-teks yang merendahkan atau
memarjinalkan posisi wanita tersebut, merepresentasikan
ideologi patriarkal yang ada dalam masyarakat. Artinya,
ideologi masyarakat yang patriarkal berperan dalam
membentuk/menginternalisasi teks yang patriarkal pula.
Ideologi patriarkal ini tersebar dan tertanam di tempat kerja
jurnalis (divisi redaksional perusahaan media Suara Merdeka),
di saat mereka/reporter mewawancarai narasumber dan ketika

Page | 6
memproduksi teks berita serta di saat redaktur mengedit teks
berita tersebut, sehingga output dari berita-berita kekerasan
berbasis gender itu akan cenderung mengikuti standar dan
selera pria.
Saran:
Hasil penelitian ini dapat ditindaklanjuti dengan studi
berikutnya melalui penggunaan kerangka berpikir atau
perspektif yang berbeda misalnya dengan menerapkan metoda
fenomenologi yang berupaya mengkaji lebih dalam tentang
pengalaman dan persepsi dari setiap individu/informan
mengenai berita-berita bertema kekerasan berbasis gender di
Suara Merdeka.

Page | 7

Anda mungkin juga menyukai