Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS WACANA KRITIS DALAM

PANDANGAN
THEO VAN LEEUWEN

DISUSUN OLEH :
1 Siti Hariyani C. (14020074008)
2 Shovia K. R
(14020074086)
3 Diah Ayu Pitaloka
(14020074050)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut saat ini selain
demokrasi, hak asasi manusia, masyarakat sipil dan lingkungan hidup.
Akan tetapi, seperti umumnya banyak kata, semakin tinggi disebut dan
dipakai kadang bukan makin jelas tetapi makin membingungkan dan
rancu. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih
besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai sebagai
pembicaraan atau diskursus. Kata wacana juga dipakai oleh banyak
kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi,
sastra, dan sebagainya. Banyak ahli memberikan definisi yang berbedabeda mengenai pengertian wacana sesuai
dengan disiplin ilmunya
masing-masing. Luasnya makna ini dikarenakan oleh perbedaan lingkup
dan dsiplin ilmu yang memakai istilah wacana tersebut.
Pengertian wacana di antaranya yang termuat dalam J.S. Badudu
(2000) bahwa wacana adalah 1. rentetan kalaimat yang berkaitan, yang
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya,
membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di
antara kalimat-kalimat itu; 2. Kesatuan bahasa yang terlengkap dan
tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan
kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai
awal dan akhir yang nyata, disampaikan secaa lisan atau tertulis. Dari
berbagai pengertian analisis wacana yang ditimbulkan dari berbagai
disiplin ilmu kemudian muncullah istilah analisis wacana yang juga dipakai
dalam beberapa disiplin ilmu dan dengan beberapa pengertian. Meskipun
ada gradasi yang besar dari berbagai definisi, titik singgungnya adalah
analisis wacana berhubungan dengan sudi mengenai bahasa/pemakaian
bahasa.
Dalam analisis wacana terdapat bermacam-macam teori yang
dibuat oleh beberapa ahli diantaranya Theo Van Leeuwen yang
memperkenalkan model analisis wacana untuk mendeteksi dan meneliti
bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya dalam
suatu wacana. Bagaimana suatu kelompok dominan lebih memegang
kendali dalam menafsirkan suatu peristiwa dan pemaknaannya, semenara
kelompok lain yang posisinya rendah cenderung untuk terus-menerus
sebagai objek pemaknaan dan digambarkan secara buruk.
Analisis Van Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana pihakpihak dan aktor (bisa seseorang atau kelompok) ditampilkan dalam
pemberitaan. Ada dua pusat perhatian. Pertama, proses pengeluaran
(exclusion). Apakah dalam suatu teks berita, ada kelompok atau aktor
yang dikeluarkan dalam pemberitaan, dan strategi wacana apa yang

dipakai untuk itu. Kedua, proses pemasukan (inclusion). Kalau exclusion


berhubungan dengan pertanyaan bagaimana proses suatu kelompok
dikeluarkan dari teks pemberitaan, maka inclusion berhubungan dengan
bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan itu
ditampilkan lewat pemberitaan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1 Bagaimana analisis wacana menurut teori Theo Van Leeuwen?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1 Untuk mengetahui analisis wacana menurut Theo Van Leeuwen.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 ANALISIS WACANA MENURUT THEO VAN LEEUWEN


Theo Van Leeuwen memperkenalkan model analisis wacana untuk
mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang
dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana. Bagaimana suatu kelompok
dominan lebih memegang kendali dalam menafsirkan suatu peristiwa dan
pemaknaannya, sementara kelompok lain yang posisinya rendah
cenderung untuk terus-menerus sebagai objek pemaknaan, dan
digambarkan secara buruk. Pada teori ini ada keterkaitan antara wacana
dan kekuasaan. Kekuasaan bukan hanya beroperasi lewat jalur formal,
tetapi juga beroperasi lewat serangkaian wacana untuk mendefinisikan
kelompok sebagai benar atau buruk.
Salah satu cara yang terpenting dalam mendefinisikan suatu
kelompok adalah media. Lewat pemberitaan yang terus-menerus
disebarkan, media secara tidak langsung membentuk pemahaman dan
kesadaran masyarakat mengenai sesuatu. Theo Van Leeuwen membuat
suatu model analisis yang bisa kita pakai untuk melihat bagaimana
peristiwa dan aktor-aktor sosial tersebut ditampilkan dalam media, dan
bagaimana suatu kelompok yang tidak punya akses menjadi pihak yang
secara terus-menerus dimarjinalkan.
Analisis Theo Van Leeuwen secara umum menampilkan bagaimana
pihak-pihak dan aktor (bisa seseorang atau kelompok) ditampilkan dalam
pemberitaan. Ada dua pusat perhatian. Pertama, proses pengeluaran
(eksklusi). Apakah dalam suatu berita ada kelompok atau aktor yang
dikeluarkan dalampemberitaan, dan strategi wacana apa yang dipakai
untuk itu. Kedua, proses pemasukan atau inklusi. Proses ini berhubungan
dengan pertanyaan bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu
ditampilkan lewat pemberitaan. Baik proses inklusi maupun eksklusi
tersebut menggunakan apa yang disebut strategi wacana. Dengan
memakai kata, kalimat, informasi atau susunan dalam bentuk kalimat
tertentu,
cara
bercerita
tertentu,
masing-masing
kelompok
direpresentasikan dalam teks.
A.

Exclusion

Ada tiga strategi bagaimana seseorang atau kelompok dikeluarkan dari


teks pemberitaan:
1.

Pasivasi

Pasivasi adalah proses bagaimana satu kelompok atau aktor


tertentu tidak dilibatkan atau dihilangkan dalam suatu wacana untuk
melindungi dirinya. Contoh, dalam wacana mengenai demonstrasi
mahasiswa yang berakhir bentrok dengan aparat kepolisian, dan satu

orang mahasiswa tewas. Disini terdapat dua aktor yaitu mahasiswa dan
polisi, yang salah satu dari aktor tersebut bisa ditampilkan, dan bisa juga
tidak ditampilkan dalam teks. Salah satu cara yang digunakan oleh
Leeuwen untuk mengetahui hal tersebut yaitu dengan membuat kalimat
dalam bentuk pasif.
Aktif: Polisi menembak seorang mahasiwa yang demonstrasi hingga
tewas.
Pasif: Seorang mahasiswa tertembak saat demonstrasi.
Dari dua kalimat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, apabila
sebuah pemberitaan disajikan dalam bentuk aktif, maka aktor atau pelaku
sosial tersebut dapat ditampilkan dalam teks. Akan tetapi, jika perberitaan
disajikan dalam bentuk pasif maka aktor atau pelaku sosial tersebut
hilang. Dapat dikatakan bahwa akibat yang menjadi inti pembicaraan
adalah korban bukan pelaku. Kemudian pembaca tidak kritis, mereka
hanya terpikir kepada korban bukan pelaku, karena sudah diarahkan oleh
media melalui kalimat pasif tersebut.
2.

Nominalisasi

Dengan nominalisasi aktor sosial atau kelompok dapat dihilangkan


dalam sebuah wacana. Strategi ini yaitu mengubah kata kerja (verba)
menjadi kata benda (nomina) yang bermakna peristiwa, biasanya
berimbuhan pe-an. Misalnya kata memperkosa (verba) berupa tindakan
atau kegiatan, kemudian diubah menjadi pemerkosaan (nomina) yang
bermakna peristiwa.
Contoh nominalisasi yang bisa menghilangkan subjek atau pelaku
tindakan:
Verba
tewas.

: Direktur PT Sentosa menganiaya karyawannya hingga

Nomina
:1.
penganiayaan.

Seorang

karyawan

PT

Sentosa

tewas

akibat

2. Penganiayaan karyawan terjadi di PT Sentosa.


3. Lagi-lagi terjadi penganiayaan terhadap karyawan.
Pada kalimat verba, antara subjek dan objek saling melengkapi agar
ia bisa mempunyai arti. Sedangkan pada kalimat nomina 1, 2 dan 3,
kehadiran subjek (direktur PT Sentosa) telah dihilangkan, selanjutnya
tindakan menganiaya sudah berubah makna sebagai peristiwa.

3.

Penggantian Anak Kalimat

Strategi terakhir untuk menghilangkan aktor atau pelaku sosial


dengan menggunkan anak kalimat. Yang pada dasarnya wartawan atau
penulis berita percaya bahwa pembaca sudah tau apa maksud yang ingin
disampaikan, dan sebagai efesiensi kata. Akan tetapi maksud yang
disampaikan oleh penulis itu membuat pelaku itu tersembunyi dalam
kalimat. Contohnya:
Tanpa anak kalimat
: Polisi menembak seorang mahasiswa
yang demonstrasi hingga tewas.
Dengan anak kalimat :
Untuk
mengendalikan
demonstrasi
mahasiswa, tembakan dilepaskan. Akibatnya seorang mahasiswa
tewas.
B.
1.

Inclusion
Diferensiasi-Indiferensiasi

Merupakan strategi wacana bagaimana suatu kelompok disudutkan


dengan menghadirkan kelompok atau wacana lain yang dipandang lebih
dominan atau lebih bagus. Diferensiasi menimbulkan prasangka tertentu
dengan membuat garis batas antara pihak kita dengan pihak mereka.
Contonya:
Indiferensiasi
: Buruh pabrik maspion sampai kemarin masih
melanjutkan mogok kerja.
Deferensiasi
: Buruh pabrik maspion sampai kemarin
masih melanjutkan mogok kerja. Sementara tawaran direksi yang
menawarkan perundingan tidak ditanggapi oleh para buruh.
Dalam kalimat pertama jelas bahwa para buruh itu mogok.
Sedangkan pada kalimat kedua, terdapat fakta bahwa direksi menawarkan
jalan damai kepada para buruh. Secara tidak langsung kalimat kedua ini
terdapat perbedaan antara para buruh yang ngotot mogok kerja dengan
pihak perusahaan (direksi) yang lebih manusiawi dengan menawarkan
perundingan. Hal ini bisa dikatakan memarjinalkan karena teks tersebut
telah memisahkan sedemikian rupa posisi buruh yang masih mogok kerja.
Kemudian fakta mengenai mengapa para buruh
mogok itu tidak
ditampilkan di dalam teks. Selain itu, fakta mengenai perusahaan
menawarkan perundingan ditampilkan di dalam teks.
2.

Objektivitas-Abstraksi

Strategi wacana ini berhubungan dengan pertanyaan apakah


informasi mengenai suatu peristiwa atau aktor sosial ditampilkan dengan
memberikan petunjuk yang konkret (jelas) atau abstraksi (samar-samar).
Misalnya:
Objektivitas: PKI telah 2 kali melakukan pemberontakan
Abstraksi

: PKI telah berulang kali melakukan pemberontakan.

Pada kalimat pertama jelas berapa kali PKI melakukan pemberontakan.


Sedangkan pada kalimat kedua masih samar-samar berulang kali.
Sehingga pembaca akan mempunyai pandangan yang berbeda antara
yang disebut jelas dengan abstraksi. Menurut Teo Van Leeuwen,
penyebutan dalam bentuk abstraksi sering kali disebabkan oleh
ketidaktahuaan wartawan mengenai informasi yang jelas atau bisa
dikatakan kurangnya informasi yang diperoleh, melainkan sebagai strategi
wartawan dalam menampilkan sesuatu.
3.

Nominasi-Katagorisasi

Strategi ini sering kali terjadi pilihan apakah aktor atau pelaku
ditampilkan apa adanya atau dikatagorikan (agama, status, bentuk fisik,
dsb). Sebenarnya kategori itu tidak terlalu penting karena umumnya tidak
akan mempengaruhi arti yang ingin disampaikan kepada pembaca. Akan
tetapi secara tidak langsung akan memberikan cap kepada suatu
golongan tersebut. Contoh:
Nominasi : Seorang laki-laki ditangkap polisi karena kedapatan
membawa obat-obatan terlarang.
Katagorisasi
: Seorang laki-laki kulit hitam ditangkap polisi
karena kedapatan membawa obat-obatan terlarang.
Arti dari kedua kalimat diatas sama yaitu seorang laki-laki ditangkap
polisi karena membawa obat-obatan terlarang. Namun pemberian
katagori kulit hitam, merupakan informasi tambahan mengenai siapa
laki-laki tersebut. Akibatnya pembaca akan memandang bahwa orang
yang berkulit hitam identik dengan kekerasan dan obat-obatan terlarang.
4.

Nominasi-Identifikasi

Strategi ini hampir mirip dengan katagorisasi yaitu bagaimana suatu


kelompok, peristiwa atau tindakan didefinisikan. Hanya saja kalau
identifikasi, proses pendefinisiannya dilakukan dengan memberikan anak
kalimat sebagai penjelas dari kalimat pertama. Biasanya menggunakan
kata penghubung seperti: yang, dimana, dll. Ini merupakan strategi

wacana satu kelompok atau tindakan diberi penjelasan yang buruk


sehingga ketika diterima oleh pembaca akan buruk pula. Contohya:
Nominasi : seorang wanita ditemukan tewas, diduga sebelumnya
diperkosa.
Identifikasi : seorang wanita, yang sering keluar malam, ditemukan
tewas. Diduga sebelumnya diperkosa.
yang sering keluar malam, merupakan anak kalimat dari identifikasi
yang sering kali bisa menjadi penilaian ke arah mana peristiwa tersebut
dijelaskan. Dengan anak kalimat tersebut seorang wanita tidak baik keluar
malam. Sehingga tidak heran kalau mengundang hasrat laki-laki untuk
memperkosanya.
5.

Determinasi-Indeterminasi

Sering kali aktor atau peristiwa dalam pemberitaan digambarkan


secara jelas atau spesifik, tetapi sering pula digambarkan secara universal
karena mungkin wartawan belum mendapatkan bukti yang kuat untuk
ditulis. Contoh:
Indeterminasi
bulog

: Menlu Alwi Shihab disebut-sebut terlibat skandal

Determinasi
dalam skandal bulog.

: Orang dekat gusdur disebut-sebut terlibat

Ketika pada kalimat pertama nama Alwi Shihab disebut secara jelas, maka
arti yang ditunjuk spesifik. Akan tetapi jika disebut dengan orang dekat
gusdur pada kalimat kedua, maka maknanya sudah tidak lagi tunggal
tetapi jamak. Sehingga banyak orang yang dekat gusdur itu terlibat
skandal bulog.
6.

Asimilasi-Individualisasi

Asimilasi terjadi ketika aktor sosial berada dalam komunitas atau


kelompok sosial itu sendiri, bukan sebagai aktos yang spesifik. Misalnya:
Individualisasi
: Adi, Mahasiswa Trisakti, tewas ditembak Parman,
seorang polisi, dalam demonstrasi di cendana kemarin.
Asimilasi
: Mahasiswa tewas
demonstrasi di cendana kemarin.

ditembak

polisi

dalam

Kalimat pertama merupakan bentuk indivualasasi, karena disana Adi


katagori mahasiswa dan Parman seorang polisi disebutkan secara jelas.

Sedangkan pada kalimat kedua dalam bentuk asimilasi, yang mana Adi
tidak disebutkan tetapi mengacu pada komunitas yang disebut
mahasiswa, sedangkan Parman berada di komunitas Polisi. Kesan yang
timbul dari strategi ini adalah banyak mahasiswa yang menjadi korban
tembak. Demikian halnya dengan polisi, semua polisi terkesan semuanya
melakukan penembakan.

7.

Asosiasi-Diasosiasi

Strategi yang berhubungan dengan pertanyaan apakah aktor atau


suatu pihak ditampilkan secara sendiri atau ia dihubungkan dengan
kelompok lain yang lebih besar. Contoh:
Diasosiasi : sebanyak 40 orang muslim meninggal dalam kasu
Tobelo, Galela, dan Jailolo.
Asosiasi
: umat islam dimana-mana selalu menjadi sasaran
pembantaian. Stlah di Bosnia, sekarng di Ambon. Sebanyak 40
orang meninggal dalam kasus Tobelo, Galela, dan Jailolo.
Dalam kasus pertama umat islam tidak dihubungkan dengan kelompok
yang lebih luas. Ia hanya terjadi di Tobelo, Galela, dan Jailalo. Kemudian
kasus ini hanya dipandang sebagai kasus lokal dan berlaku untuk wilayah
ambon saja. Sendangkan kasus kedua, umat islam dihubungkan dengan
umat islam di negera-negara lain. Selanjutnya kasus ini tidak hanya
dianggap sebagai kasus lokal, melainkan kasus umat islam secara
keseluruhan. Sehingga apa yang terjadi di Ambon merupakan gambaran
umum apa yang terjadi di dunia islam secara keseluruhan, dimana umat
islam menjadi korban pembantaian.

BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Analisis teori Theo Van Leeuwen memfokuskan pada dua proses
dalam wacana, yakni (1)proses pengeluaran (exclusion) dan (2) proses
pemasukan/penampilan (inclusion). Eksklusi adalah proses pengeluaran
aktor/kelompok dalam suatu wacana dengan strategi tertentu untuk
mengubah pemahaman publik dan melegitimasi posisi pemahaman
tertentu. Pada proses eksklusi terbagi menjadi tiga strategi wacana, yakni
pasivisasi, nominalisasi, dan penggantian kalimat. Inklusi adalah proses
pemasukan aktor dalam suatu wacana dengan strategi tertentu untuk
menampilkan

sesuatu,

individu/kelompok

tertentu.

Strategi

wacana

tersebut di antaranya, diferensiasiindeferensiasi, objektivasiabstraksi,


nominasikategorisasi,

nominasiidentifikasi,

determinasi

indeterminasi, asimilasiindividualisasi, asosiasidisasosiasi.

3.2 DAFTAR PUSTAKA


Badara, Aris. 2012. Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya
pada Wacana Media. Jakarta: Kencana.
Eriyanto.

2001.

Yogyakarta: LKIS.

Analisis

Wacana:

Pengantar

Analisis

Teks

Media.

ANALISIS WACANA BERDASARKAN PANDANGAN THEO VAN LEEUWEN


Selasa, 04 Oktober 2016 10:23

Bawa Uang Rp 2 Miliar, Tiga Jamaah Gresik Tertahan


di Madinah
Laporan FATHONI P. NANDA dari Madinah

JawaPos.com- Tiga jamaah haji dari Gresik, Jawa Timur, gagal pulang
bersama kelompok terbangnya melalui Bandara Pangeran Muhammad bin
Abdul Aziz, Madinah, Senin siang (3/10). Mereka ditahan polisi bandara
lantaran membawa mata uang dolar AS (USD) dan euro dalam jumlah
banyak. Hasil penghitungan sementara, nilainya Rp 2 miliar.
Dua di antara tiga jamaah itu adalah Ansharul Adhim Abdullah, 47, warga
Tebaloan, Duduksampeyan, Gresik beserta sang istri, Sri Wahyuni Rahayu,
36. Seorang lagi adalah Rochmat Kanapi Podo, 58, warga Dusun Betiring,
Cerme, Gresik.
Kepala Daerah Kerja Airport PPIH Arab Saudi Nurul Badruttamam
mengatakan, tiga jamaah itu tergabung dalam kloter 39 embarkasi
Surabaya. Mereka tiba di bandara pukul 10.00. Setelah satu satu jam
beristirahat di ruang tunggu, satu per satu jamaah menjalani pemeriksaan
mesin pemindai X-ray.
Rochmat, yang baru melewati gate pemeriksaan, langsung dihentikan
oleh petugas. Sebab, di dalam tas jinjing yang dia bawa, terdeteksi uang
dalam jumlah banyak.Dalam pemeriksaan, Pak Rochmat mengaku bahwa
uang itu milik Ansharul Adhim Abdullah. Dia hanya dititipi, terang Nurul.

Sementara itu, Sri Wahyuni kedapatan menyembunyikan uang di pakaian


dalam. Awalnya, Ibu Sri Wahyuni tidak mengaku. Tapi, akhirnya ketahuan
membawa uang dalam jumlah banyak, kata Nurul. Sri Wahyuni mengaku
bahwa uang itu milik suaminya, Ansharul.
Selama menjalani pemeriksaan, tiga jamaah itu hanya boleh didampingi
oleh satu orang. Yakni, Ahmad Mukarom. Dia adalah tenaga musiman
yang direkrut sebagai petugas PPIH dan menguasai bahasa Arab.
Ketua Kloter 39 Embarkasi Surabaya Naryanto kaget saat mendengar tiga
jamaahnya ditahan. Dia sama sekali tidak tahu bahwa di antara jamaah
yang dipimpinnya, ada yang membawa mata uang asing dalam jumlah
banyak. Saya menerima kabar dari ketua rombongan tiga jamaah itu.
Ketua rombongan juga tidak tahu bahwa mereka bawa uang banyak,
katanya.
Sejak manasik di tanah air, kami sebenarnya sudah menyampaikan agar
jamaah tidak membawa uang dalam jumlah banyak. Juga, jangan mau
dititipi barang, ujar pria yang juga ketua KUA Kecamatan Ujung Pangkah,
Gresik, tersebut.
Naryanto berharap masalah tersebut bisa segera diselesaikan oleh
petugas di Arab Saudi. Kasihan juga, keluarganya pasti sudah menunggu
di tanah air. Mudah-mudahan bisa segera dipulangkan, katanya.
(*/c11/ca)

Tingkat

Yang ingin dilihat


1. Apakah ada aktor yang dihilangkan atau
disembunyikan dalam pemberitaan ?.

Eksklusi

Inklusi

Hasil Analisis:
1. Eksklusi
Pasivisasi

2.Bagaimana strategi yang digunakan untuk


menyembunyikan aktor sosial tersebut?.
Dari aktor sosial yang disebutkan dalam
berita,
bagaimana
mereka
ditampikan?
Dengan strategi apa pemarjinalan atau
pengucilan itu dilakukan?

Pasivasi adalah proses bagaimana satu kelompok atau aktor tertentu tidak
dilibatkan atau dihilangkan dalam suatu wacana untuk melindungi dirinya.
Dalam berita tersebut dapat diketahui adanya pasivisasi dalam judul
berita yaitu : Bawa Uang Rp 2 Miliar, Tiga Jamaah Gresik Tertahan di
Madinah. Dari judul berita tersebut dapat diketahui bahwa ada aktor yang
dihilangkan yaitu polisi. Hal ini terjadi karena yang lebih dipentingkan
adalah objek, jemaah haji yang gagal pulang ke tanah air. Redaksi dan
pembaca lebih senang memperhatikan korban daripada pelaku sebab
pembaca lebih tertarik membaca koran dari sudut pandang korban
daripada pelaku. Selain itu, adanya pasivisasi membuat pembaca tidak
kritis. Hal itu disebabkan oleh posisi pelaku yang tidak mendapatkan
perhatian yang memadahi. Alasan lain adalah keterbatasan media yang
dibatasi oleh waktu, sehingga proses wawancara hanya didominasi
objek/korban yang terkibat.
2. Inklusi
ObjektivasiAbstraksi penghadiran petunjuk konkret atau abstrak
Tiga jamaah haji dari Gresik, Jawa Timur, gagal pulang bersama kelompok
terbangnya melalui Bandara Pangeran Muhammad bin Abdul Aziz,
Madinah, Senin siang (3/10).
Objektivasi : Tiga jamaah haji dari Gresik, Jawa Timur, gagal pulang
bersama kloter 39 Embarkasi Surabaya melalui Bandara Pangeran
Muhammad bin Abdul Aziz, Madinah, Senin siang (3/10).
Abstraksi : Tiga jamaah haji dari Gresik, Jawa Timur, gagal pulang
bersama kelompok terbangnya melalui Bandara Pangeran Muhammad bin
Abdul Aziz, Madinah, Senin siang (3/10).
Pada strategi objektivasi di atas disebutkan secara jelas yakni jamaah haji
kloter 9 Embarkasi Surabaya gagal pulang. Sementara pada kalimat
kedua, terdapat kalimat abstraksi, seperti kata kelompok terbangnya.
Khalayak akan mempersepsikan lain dengan adanya strategi wacana
penyebutan secara jelas atau abstrak. Tanpa adanya penjelasan yang
gamblang, yakni penyebutan kloter 9 Embarkasi Surabaya, maka
pembaca dapat mengasumsikan kelompok terbang itu dari Indonesia
yang bukan dari Embarkasi, Surabaya pada awalnya. Karena wartawan
ingin mengeneralisasikan persepsi pembaca, yakni jamaah haji. Bukan
berarti wartawan tidak mengetahui kelompok terbang tersebut dari
Surabaya, melainkan wartawan menunjukkan kloter 9 Embarkasi
Surabaya pada redaksi selanjutnya. Kata kelompok terbangnya
menggambarkan jamaah haji Indonesia yang tidak berhasil pulang.

Anda mungkin juga menyukai