Anda di halaman 1dari 5

Siapa Charles Sanders Peirce?

Dibandingkan sebagai seorang ilmuwan dibidang matematika dan fisika, Charles Sanders
Peirce nyatanya lebih terkenal sebagai seorang filsuf dan ahli semiotika. Tulisannya memang
banyak dan bukan hanya mencakup ilmu-ilmu yang bersifat eksak atau ilmu pasti melainkan
juga mencakup ilmu-ilmu sosial. Salah satu tulisannya yang terkenal dengan sistem
filsafatnya, yakni pragmatisme. Konsep inilah yang akhirnya mempengaruhi terhadap
karyanya mengenai semiotika kontemporer.

Peirce lahir di Cambridge, Massachusetts pada tahun 1839. Ia meninggal di Milford,


Pennsylvania pada tanggal 19 April 1914. Peirce lulus sebagai seorang sarjana kimia pada
tahun 1863 di Harvard. Kemudian dia mengajar mengenai logika dan filsafat di Universitas
John Hopkins dan Harvard juga. Kurang lebih dia mengajar selama tiga puluh dua tahun
antara 1859 hingga 1891. Salah satu tugas terakhirnya adalah ia melakukan percobaan dalam
pengukuran intensitas dari medan gravitasi bumi dengan cara menggunakan pendulum
berayun. Tidak hanya itu, ia juga mengembangkan sistem logika yang diciptakan oleh ahli
matematika dari Inggris yaitu George Boole (1815-1864). Terkait semiotika, Charles Sanders
Peirce merupakan tokoh yang mengembangkan ilmu semiotika di Amerika Serikat.

Pragmatisme dan Semiotika Charles Sanders Peirce


Sistem filsafat dari Charles Sanders Peirce mengenai pragmatisme mengungkapkan bahwa
dalam sistem tersebut signifikasi sebuah teori atau model terletak pada efek praktis
penerapannya. Model tanda yang dibangunnya menjadi sangat berpengaruh, dan membentuk
sebagian karya kontemporer mengenai semiotika kontemprorer (Marcel Danesi, 2011). Pierce
menyebut ilmu yang dibangunnya dengan dengan sebutan semiotika (semiotics)

Berbicara mengenai semiotics, maka kita bisa melihat pengertiannya baik secara etimologis
maupun terminologis. Secara etimologis semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang
berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi
sosial yang terbagun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Sedangkan
secara terminologis, semiotics dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan
objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan tanda (Eco, 1979:6 &16, dalam Alex
Sobur, 2002). Tidak berbeda jauh dengan Charles Sanders Peirce yang mendefinisikan
semiotika sebagai studi tentang tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, yakni
cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaanya
oleh mereka yang mempergunakannya (Van Zoest, 1978, dalam Rusmana, 2005 dalam
Nawiroh, 2014).

Jika membandingkan dalam semiotika Saussure yang menawarkan konsep dyadic, maka
dalam konsep Pierce menawarkan model dengan apa yang disebut triadic dan konsep
trikonominya yang terbagi menjadi tiga, yakni sebagai berikut:

1. Representamen, yakni bentuk yang diterima oleh tanda atau berfungsi sebagai tanda
(Saussure menamakannya signifier). Representamen kadang diistilahkan juga menjadi
sign.
2. Interpretant, yakni bukan penafsir tanda, akan tetapi lebih merujuk pada makna dari
tanda.
3. Object, yakni sesuatu yang merujuk pada tanda. Sesuatu yang diwakili oleh
representamen yang berkaitan dengan acuan. Object data berupa representasi mental
(ada dalam pikiran), dapat juga berupa sesuatu yang nyata di luar tanda. (Peirce, 1931
& Silverman, 1983, dalam Cahndler, dalam Nawiroh Vera, 2014).

Sehingga tiga dimensi diatas akan selalu hadir dalam sebuah signifikasi. Itulah yang disebut
dengan struktur triadic bukan biner. Apabila digambarkan, tampak seperti model segitiga
dibawah ini:

Model gambar diatas seringkali disebut juga sebagai teori segitiga makna (triangle meaning
semiotics). Menurut Nawiroh Vera (2014), dalam pandangan Pierce, fungsi tanda merupakan
proses konseptual yang akan terus berlangsung dan tak terbatas. Kondisi tersebut dinamakan
“semiosis tak terbatas”, yaitu rantai makna-keputusan oleh tanda-tanda baru menafsirkan
tanda sebelumnya atau seperangkat tanda-tanda).

Proses tersebut tidak ada awal dan tidak ada akhir karena semuanya saling berhubungan.
Selanjutnya salah satu bentuk tanda (sign) adalah kata. Sedangkan sesuatu dapat disebut
representamen (tanda) apabila memenuhi dua syarat diantaranya adalah pertama, bisa
dipersepsi, baik dengan panca-indera maupun dengan pikiran atau perasan. Kedua, berfungsi
sebagai tanda (mewakili sesuatu yang lain). Disisi lain Interpretant bukanlah penginterpretasi
atau penafsir (walaupun keduanya kadang jala tumpang tindih dalam teori Pierce).
Interpretant adalah apa yang memastikan dan menjamin validitas tanda, walaupun
penginterpretasi tidak ada. Interpretant adalah apa yang diproduksi tanda di dalam kuasa
pikiranlah yang jadi penginterpretasi; namun dia juga dapat dipahami representamen.
Menurut Umberto Eco (2011) hipotesis yang paling baik adalah yang memandang
interpretant sebagai representasi yang lain yang dirujukan kepada objek yang sama. Dengan
kata lain, untuk menentukan apakah yang jadi interpretant sebuah tanda, yang harus
dilakukan adalah menamai interpretant itu dengan tanda lain yang juga memiliki interpretan
lain yang harus dinamai dengan tanda lain dan begitu seterusnya (Umberto Eco, 2011:29).

Masih pada gambar diatas, bahwa objek merupakan sesuatu yang dirujuk oleh
representament (tanda). Hal tersebut bisa berupa materi yang tertangkap panca-indera atau
juga bersfat mental dan imajiner. Sedangkan interpretant merupakan sebuah tanda yang ada
dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk tanda (X=Y). Apabila ketiga elemen
makna itu berinteraksi dalam benak sesorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang
diwakili oleh tanda tersebut (Nawiroh, 2014).

Dua hal yang perlu diperhatikan ketika akan menganalisis dengan menggunakan teori Charles
Sanders Peirce adalah pertama, hendaknya penggunaan teori harus disesuaikan dengan
pemahamannya masing-masing. Kedua, jika hanya menganalisis tanda-tanda yang tersebar
dalam pesan komunikasi maka, dengan tiga jenis dari Pierce, yakni representamen, obyek dan
interpretant sudah bisa diketahui hasilnya. Namun, apabila melakukan analisis yang lebih
mendalam, maka harus menggunakan semua tingkatan tanda dari trikonomi pertama hingga
ketiga. Lantas seperti apa trikonomi dari teori semiotika Pierce ini? Karena sejatinya titik
sentral dari teori pemikiran Pierce tersebut adalah pada trikonomi dengan tiga tingkat dan
sembilan sub-tipe tanda. Berikut tabelnya:

Untuk masing-masing pengertian dari tiga trikonomi diatas adalah sebagai barikut:
(1) Trikotomi pertama:

 Qualisign adalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan sifatnya. Misalnya sifat
warna merah adalah qualisign, karena dapat dipakai tanda untuk menunjukan cinta,
bahaya atau larangan.
 Sinisgn adalah tanda-tanda yang menjadi tanda berdasarkan bentuk atau rupanya di
dalam kenyataan. Semua ucapan yang bersifat individual bias merupakan sinisgn.
Misalnya suatu jeritan,dapat berarti heran, senang, atau kesakitan.
 Legisign adalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan suatu peraturan yang berlaku
umum, suatu konvensi, suatu kode. Misalnya rambu-rambu lalu lintas ketika merah
harus berhenti, kuning harus hatt-hati dan hijau diperkenankan untuk jalan.

(2) Trikotomi kedua:

 Ikon adalah tanda yang meyerupai benda yang diwakilinya atau suatu tanda yang
menggunakan kesamaan atau cirri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkannya.
Misalnya kesamaan sebuah peta dengan wilayah geografis yang digambarkannya foto,
dan lain-lain.
 Indeks adalah tanda yang sifat tandanya tergantung pada keberadaanya suatu denotasi,
sehingga dalam terminologi Pierce merupakan suatu secondness. Misalnya tanda asap
dengan api, penunjuk jalan, tanda penunjuk angin.
 Simbol adalah suatu tanda, dimana hubungan tanda dan denotasinya ditentukan oleh
suatu peraturan yang berlaku umum atau dtentukan oleh suatu kesepakatan bersama
(konvensi). Misalnya tanda-tanda kebahasaan adalah symbol.

(3) Trikotomi ketiga:

 Rhema, bilamana lambang tersebut interpretannya adalah sebuah first dan makna
tanda tersebut masih dapat dikembangkan.
 Decisign, bilamana antara lambang itu dan interpretannya terdapat hubungan yang
benar adan(merupakan secondness)
 Argument, bilama suatu tanda dan interpretannya mempunyai sifat yang berlaku
umum (merupakan thirdness). (Nawiroh, 2014: 23)
Perkembangan dan Pemanfaatan Teori Semiotika Charles
Sanders Peirce
Antara Peirce dan Saussure, keduanya memang sama-sama tokoh Semiotika. Saussure di
Eropa dan Pierce di Amerika Serikat. Jika Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya,
yakni semiologi (semiology), maka Pierce menyebutnya sebagai semiotika (semiotics).
Namun, pada dasarnya inti dari keduanya memiliki makna kurang lebih sama. Akan tetapi,
dalam perkembangannya istilah semiotika dari Pierce lebih popular jika dibandingkan istilah
semiologi yang di gagas Saussure. Kendati demikian, Saussure memiliki teori yang
dikembangkan oleh Roland Barthes. Teori semiotik Barthes hampir secara harfiah diturunkan
dari teori bahasa menurut Saussure dan hingga sekarang lebih popular.

Selanjutnya Roland Barthes yang memakai pendekatan Saussure telah melakukan modifikasi
dan menerapkannya pada praktek kebudayaan pop dengan maksud dapat menunjukan
bagaimana peristiwa-peristiwa tersebut membentuk makna. Istilah tersebut dikenal dengan
sebutan mitologi Roland Barthes. (Barker, 2004: 72). Walaupun jika dibandingkan dengan
Roland Barthes, teori semiotika Charles Sanders Pierce memang tampak sederhana. Akan
tetapi, teori Roland Barthes lebih popular dibanding Pierce. Pada kenyataanya misalnya di
dunia akademik UGM, teori Roland Barthes lebih banyak digunakan. Hal ini dibuktikan pada
katalog online tesis dan disertasi di Perpustakaan UGM. Teori Charles Sanders Pierce hanya
ada satu yang memanfaatkannya yaitu pada disertasi dengan judul Filsafat Tanda Charles
Sanders Peirce Dalam Perspektif Filsafat Analitis Dan Relevansinya Bagi Budaya
Kontemporer Di Indonesia yang ditulis oleh Rizal Mustansyir. Berbeda dengan Roland
Barthes, kurang lebih ada 18 tesis dan disertasi yang memanfaatkan teorinya.

Menurut Nawiroh (2014) Pierce telah mengidentifikasi 66 tanda yang berbeda, akan tetapi
yang sering digunakan dalam analisis semiotika adalah pada trikotomi kedua yaitu ikon,
indeks dan simbol. Berikut tabel dari ketiganya:

Referensi
 Barker, Chris.2004.Cultural Studies: Teori dan Praktek. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
 Danesi, Marcel.2010. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai
Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra.
 Eco, Umberto.2011.Teori Semiotika: Signifikasi Komunikasi, Teori Kode, serta Teori
Produksi-Tanda.Yogyakarta: Kreasi Wacana.
 Sobur, Alex.2002.Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana ,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing.Bandung: Remaja Rosda Karya.
 Vera, Nawiroh. 2014. Semiotika Dalam Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai