Anda di halaman 1dari 3

semiotika

25 September 2008 in Tak Berkategori

Semiotika adalah cabang ilmu yang semula berkembang dalam bidang bahasa.Dalam
perkembangannya kemudian semiotika bahkan merasuk pada semua segikehidupan umat manusia.
Semiotika menurut Zoest (1992) adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya;
cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda yang lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh
mereka yang mempergunakannya.
Charles Sanders Peirce (Zoest, 1992), ahli filsafat dan tokoh terkemuka dalam semiotika modern
Amerika menegaskan bahwa manusia hanya dapat berfikir dengan sarana tanda, manusia hanya dapat
berkomunikasi dengan sarana tanda. Tanda yang dimaksud dapat berupa tanda visual yang bersifat non-
verbal, maupun yang bersifat verbal.
Semiotika adalah ilmu tanda, istilah ini berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Winfried
Noth (1993:13) menguraikan asal-usul kata semiotika; secara etimologi semiotika dihubungkan dengan
kata Yunani sign = sign dan signal = signal, sign .
Tanda terdapat dimana-mana : ‘kata’ adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas,
bendera dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur film, bangunan (arsitektur) atau nyanyian
burung dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi tanda.
Dalam kehidupan sehari-hari kita tanpa sadar telah mempraktekkan semiotika atau semiologi dalam
komunikasi. Misalkan saja ketika kita melihat lampu lalu lintas yang menunjukkan warna merah maka
otomatis kita menghentikan kendaraan kita, dan kita memaknai lampu hijau artinya jalan. Atau pada
rambu-rambu lalu lintas tanda P dicoret maka kita tahu bahwa kita tidak boleh memarkirkan kendaraan
di lokasi tersebut. Ketika kita memaknai tanda P dicoret itu, kita telah berkomunikasi, kita telah
melakukan proses pemaknaan terhadap tanda (sign) tersebut.
Dalam komunikasi massa, semua bentuk dan isi media massa pada dasarnya adalah tanda. Iklan adalah
tanda, berita adalah tanda, foto adalah tanda, film adalah tanda, suara penyiar radio adalah tanda,
presenter adalah tanda, bahkan pesawat televisi itu sendiri juga merupakan tanda.
Menurut John Fiske (1990) semiologi memiliki tiga bidang studi utama. Pertama, tanda itu sendiri. Hal
iini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam
menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda
adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya.
Kedua, kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode
dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengekspolitasi
saluran komunikasi untuk mentransmisikannya. Ketiga, kebudayaan atau tempat kode tanda bekerja.
Ini gilirannya tergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan
bentuknya sendiri.
Dalam semiologi, penerima atau pembaca pesan, dipandang memiliki peran yang aktif, dibandingkan
dalam paradigma transmisi di mana mereka dianggap pasif. Semiologi lebih suka memilih istilah
“pembaca” untuk komunikan, karena “pembaca” pada dasarnya aktif dalam menciptakan pemaknaan
teks atau tanda (sign) dengan membawa pengalaman, sikap, emosi terhadap teks atau tanda tersebut
(Fiske, 1990).
Diantara sekian banyak pakar tentang semiotika ada dua orang yaitu Charles Sanders Peirce (1839-
1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913) yang dapat dianggap sebagai pemuka-pemuka semiotika
modern (Noth 1990:39). Kedua tokoh inilah yang memunculkan dua aliran utama semiotika modern :
yang satu menggunakan konsep Peirce dan yang lain menggunakan konsep Saussure. Ketidaksamaan
itu mungkin terutama disebabkan oleh perbedaan yang mendasar : Peirce adalah ahli filsafat dan ahli
logika, sedangkan Saussure adalah cikal-bakal linguistik umum. Pemahaman atas dua gagasan ini
merupakan syarat mutlak bagi mereka yang ingin memperoleh pengetahuan dasar tentang semiotika.
Menurut Peirce kata ‘semiotika’, kata yang sudah digunakan sejak abad kedelapan belas oleh ahli
filsafat Jerman Lambert, merupakan sinonim kata logika. Logika harus mempelajari bagaimana orang
bernalar. Penalaran, menurut hipotesis Pierce yang mendasar dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-
tanda memungkinkan manusia berfikir, berhubungan dengan orang lain dan memberi makna pada apa
yang ditampilkan oleh alam semesta. Semiotika bagi Pierce adalah suatu tindakan (action), pengaruh
(influence) atau kerja sama tiga subyek yaitu tanda (sign), obyek (object) dan interpretan (interpretant).
Di sisi lain, Saussure mengembangkan bahasa sebagai suatu sistim tanda. Semiotik dikenal sebagai
disiplin yang mengkaji tanda, proses menanda dan proses menandai. Bahasa adalah sebuah jenis tanda
tertentu. Dengan demikian dapat dipahami jika ada hubungan antara linguistik dan semiotik. Saussure
menggunakan kata ‘semiologi’ yang mempunyai pengertian sama dengan semiotika pada aliran Pierce.
Kata Semiotics memiliki rival utama, kata semiology. Kedua kata ini kemudian digunakan untuk
mengidentifikasikan adanya dua tradisi dari semiotik. Tradisi linguistik menunjukkan tradisi-tradisi
yang berhubungan dengan nama-nama Saussure sampai Hjelmslev dan Barthes yang menggunakan
istilah semiologi. Sedang yang menggunakan teori umum tentang tanda-tanda dalam tradisi yang
dikaitkan dengan nama-nama Pierce dan Morris menggunakan istilah semiotics. Kata Semiotika
kemudian diterima sebagai sinonim dari kata semiologi (Istanto, 2000).
Ahli-ahli semiotika dari aliran Saussure menggunakan istilah-istilah pinjaman dari linguistik. Pada
masa sesudah Saussure, teori linguistik yang paling banyak menandai studi semiotik adalah teori
Hjelmslev, seorang strukturalist Denmark. Pengaruh itu tampak terutama dalam ‘semiologi
komunikasi’. Teori ini merupakan pendekatan kaum semiotika yang hanya memperhatikan tanda-tanda
yang disertai maksud (signal) yang digunakan dengan sadar oleh mereka yang mengirimkannya (si
pengirim) dan mereka yang menerimanya (si penerima). Para ahli semiotika ini tidak berpegang pada
makna primer (denotasi) tanda yang disampaikan, melainkan berusaha untuk mendapatkan makna
sekunder (konotasi) (Istanto, 2000).
Menurut Saussure, tanda mempunyai dua entitas, yaitu signifier (signifiant / wahana tanda / penanda /
yang mengutarakan / simbol) dan signified (signifie / makna / petanda / yang diutarakan / thought of
reference). Tanda menurut Saussure adalah kombinasi dari sebuah konsep dan sebuah sound-image
yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara signifier dan signified adalah arbitrary (mana suka).
Tidak ada hubungan logis yang pasti diantara keduanya, yang mana membuat teks atau tanda menjadi
menarik dan juga problematik pada saat yang bersamaan (Berger, 1998: 7-8).
Menurut Peirce (dalam Hoed,1992) tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu. Sesuatu itu dapat
berupa pengalaman, pikiran, gagasan atau perasaan. Jika sesuatu, misalnya A adalah asap hitam yang
mengepul di kejauhan, maka ia dapat mewakili B, yaitu misalnya sebuah kebakaran (pengalaman).
Tanda semacam itu dapat disebut sebagai indeks; yakni antara A dan B ada keterkaitan (contiguity).
Sebuah foto atau gambar adalah tanda yang disebut ikon. Foto mewakili suatu kenyataan tertentu atas
dasar kemiripan atau similarity (foto Angelina Jolie, mewakili orang yang bersangkutan, jadi
merupakan suatu pengalaman). Tanda juga bisa berupa lambang, jika hubungan antara tanda itu dengan
yang diwakilinya didasarkan pada perjanjian (convention), misalnya lampu merah yang mewakili
“larangan (gagasan)” berdasarkan perjanjian yang ada dalam masyarakat. Burung Dara sudah diyakini
sebagai tanda atau lambang perdamaian; burung Dara tidak begitu saja bisa diganti dengan burung atau
hewan yang lain, dan seterusnya (Istanto, 2000).
Ketika semua bentuk komunikasi adalah tanda, maka dunia ini penuh dengan tanda. Ketika kita
berkomunikasi, kita menciptakan tanda sekaligus makna. Dalam perspektif semiologi atau semiotika,
pada akhirnya komunikasi akan menjadi suatu ilmu untuk mengungkapkan pemaknaan dari tanda yang
diciptakan oleh proses komunikasi itu sendiri.(Kismiaji, S.Sn. Editor TV Program Jawa Pos Media
Televisi   (JTV) Surabaya )
Daftar Pustaka:
Berger, Arthur Asa, Media Analysis Techniques, 2nd edition, Thousand Oakes: Sage, 1998.
Fiske, John, Introduction to Communication Studies, 2nd edition, London: Routledge, 1990
Istanto, Freddy H., Rajutan Semiotika untuk Sebuah Iklan; Studi Kasus Iklan Long Beach, Jurnal
Nirmana Vol. 2, No. 2, Juli 2000, dikutip dari 

Anda mungkin juga menyukai