Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

STILISTIKA DAN RELEVANSI TEORI


Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah : Stilistika

Dosen Pengampu : Drs. Surono ZR, MMLS

Disusun Oleh : Kelompok 6

Widia Astuti 19053061

Nur Fadillah 19053060

PRODI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ASAHAN

T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayahnya, kami dapat
menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang telah ditetapkan. Sholawat beserta salam
semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya hingga
pada umatnya sampai akhir zaman.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Stilistika yang berjudul
“Stilistika dan Relevansi Teori” dan dalam proses penyusunan makalah ini, kami
mendapatkan banyak sekali dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Sehingga dalam
kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut serta
dalam penyusunan makalah ini, terutama dosen pengampu bapak “Drs. Surono ZR, MMLS”
semoga Allah SWT memberi balasan yang setimpal kepada semuanya.

Kami telah berupaya menyusun makalah ini dengan semaksimal mungkin dan sebaik
mungkin, namun kami juga menyadar bahwa makalah yang telah diselesaikan ini memiliki
banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan kepada para pembaca
dan juga pengamat demi kesempurnaan makalah ini.

Kisaran, 11 Desember 2022

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ i


DAFTAR ISI..................................................................................................................................... ii
BAB I ............................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang....................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................. 1
C. Tujuan Penelitian ................................................................................................................... 1
BAB II .............................................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN ............................................................................................................................... 2
A. Pengertian Stilistika ............................................................................................................... 2
B. Stilistika dan Relevansi Teorinya ........................................................................................... 3
1. Stilistika dan Analisis Teks ................................................................................................ 3
2. Stilistika dan hermeneutika................................................................................................. 5
3. Stilistika dan Estetika ......................................................................................................... 6
4. Stilistika dan Semiotika ...................................................................................................... 7
5. Stilistika dan Posmodermisme ............................................................................................ 8
BAB III ............................................................................................................................................. 9
PENUTUP ........................................................................................................................................ 9
A. Kesimpulan............................................................................................................................ 9
B. Saran ..................................................................................................................................... 9
Daftar Pustaka ................................................................................................................................. 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra merupakan wujud dari hasil pemikiran manusia. Karya sastra diciptakan
untuk dinikmati dan diapresiasi. Dalam hal ini setiap penulis memiliki cara dalam
mengemukakan gagasan dan gambarannya untuk menghasilkan efek-efek tertentu bagi
pembacanya. Secara menyeluruh kajian stilistika berperan untuk membantu menganalisis dan
memberikan gambaran secara lengkap bagaimana nilai sebuah karya sastra.

Karya sastra sebagai kajian dari stilistika yang menggunakan gaya bahasa sastra
sebagai media untuk menemukan nilai estetisnya. Aminuddin (1997—67) mengemukakan
terdapat jenis karya sastra yaitu puisi dan prosa fiksi. Dalam hal ini perbedaan karakteristik
karya sastra mengakibatkan perbedaan dalam tahapan pemaknaan dan penafsiran ciri dan
penggambarannya. Pengarang memiliki kreativitas masing-masing dan setiap karya yang
dihasilkan memperhatikan kebaharuan dan perkembangan sosial budaya. Misalnya puisi
sebagai objek kajian yang dianalisis. Setiap orang tentunya pada umumnya memiliki
pendapat dan penafsiran terhadap suatu puisi. Perbedaan itu muncul pula pada pemahaman
seseorang, stilistika akan muncul dengan kekhasan bahasa yang digunakan dan akan sangat
berbeda dengan penggunaan bahasa sehari-hari.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian stilistika ?


2. Bagaimana relevansi stilistika dan teorinya?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengertian stilistika


2. Mengetahui relevansi stilistika dan teorinya

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Stilistika

Stilistika adalah ilmu tentang gaya. Dalam artian luas stilistika adalah cara-cara yang
khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu,sehingga tujuan yang di
maksudkan dapat dicapai secara maksimal, Sedangkan dalam artian sempit stilistika
merupakan gejala bahasa yang menyangkut perubahan (penghilangan, pertukaran) dalam
sebuah kata, seperti singkope, apokope, dan metafisis.

Istilah lain yang mungkin muncul dalam kaitanya dengan gaya bahasa, di antaranya:
seni bahasa , estetika bahasa, kualitas bahasa, ragam bahasa, gejala bahasa, dan rasa bahasa.
Dua istilah pertama memiliki pengertian yang hampir sama, bahasa dalam kaitanya dngan
ciri-ciri keindahan sehingga identik dengan gaya bahasa itu sendiri. Kualitas bahasa lebih
banyak berkaitan dengan nilai pengunaan bahasa secara umum, termasuk ilmu pengetahuan.
Ragam bahasa adalah jenis, genre, dikategorikan menurut medium (lisan dan tulisan), topik
yang dibicarakan (ilmiah dan ilmiah populer), pembicaraan (halus dan kasar), semangat
(regional dan nasional).

Menurut shipley (1957:341) stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya (style),
sedangkan style itu sendiri berasal dari akar kata stilus (latin), semula berarti alat berujung
runcing yang digunakan untuk menulis di atas bidang berlapis lilin. Benda runcing sebagai
alat untuk menulis dapat diartikan bermacam-macam. Salah satu diantaranya menggores,
melukai, menembus, menusuk bidang datar sebagai alat yang digunakan untuk menulis.Pada
dasarnya di sinilah terletak makna stilus sehingga kemudian berarti gaya bahasa yang
sekaligus berfungsi sebagai penggunaan bahasa yang khas.

Gaya merupakan salah satu cabang ilmu tertua di bidang kritik sastra, Menurut fowler
(1987:236) makna-makna yang di gunakan sangat kotroversial, relevansinya menimbulkan
banyak perdebatan. Gaya terkandung dalam semua teks, bukan bahasa tertentu, bukan
semata-mata teks sastra. Gaya adalah ciri-ciri, setandar bahasa, gaya bahasa adalah cara
ekspresi. Meskipun demikian, pada umumnya gaya dianggap sebagai istilah khusus, semata-
mata dibicarakan dan di manfaatkan dalam bidang tertentu, bidang akademis yaitu bahasa
dan sastra.

Pada dasarnya gaya ada dan digunakan dalam kehidupan praktis sehari-hari. Hampir
setiap tingkah laku dan perbuatan, sejak bangun pagi hingga tidur di malam harinya, disadari
atau tidak, dilakukan dengan menggunakan cara tertentu. Demikian juga semua hasil aktivitas

2
manusia, yang disebut dengan kebudayaan, diwujudkan dengan cara-cara tertentu, sesuai
dengan minat, selera, dan kemauan penciptanya.

Semua gaya (Murry, 1956:18, 71-72), dalam hubugan ini gaya karya sastra,
khususnya karya sastra yang berhasil adalah artifisial, diciptakan dengan sengaja. g Dengan
demikian gaya adalah kualitas bahasa, merupakan ekspresi langsung pikiran da perasaan.
Tanpa adanya pross hubungan yang harmonis antara kedua gejala tersebut, maka gaya bahasa
tidak ada. Dalam aktivits kreatif komunikasi antara pikiran dan perasaan diproduksi secara
terus menerus sejak awal hingga akhir cerita, sehingga keseluruhan karya dapat dianggap
memiliki gaya bahasa. Perbedaanya ciri-ciri perasaan dominan di dalam puisi, sebaliknya
pikiran dominan dalam prosa. Kalimat “ kamu ini bodoh’’ jelas hanya menampilkan kualitas
pikiran, sebagai kalimat baku dengan ciri denotatif. Dengan adanya peranan perasaan maka
kebodohan diasosiasikan dengan benda lain, dalam hubungan ini binatang, khususnya
kerbau. Seorang anak yang bodoh, secara konotatif pada giliranya dinyatakan dengan kalimat
‘kamu itu kerbau’.

Gaya melahirkan kegairahan sebab gaya memberikan citra baru, gaya membangkitkan
berbagai dimensi stagnasi. Bangun di pagi hari yang dilakukan secara monoton dan
membosankan, diubah dengan cara yang berbeda sedemikian rupa dapat membangkitkan
kegairahan sehingga jadwal kerja menjadi lebih teratur. Tugas-tugas rutin menjelang
berangkat ke tempat bekerja, sejak menyikat gigi hingg berada di atas kendaraan, apabila di
lakukan dengan cara yang sama tidak akan memberikan kepuasan terhadap diri sendiri. Tidak
terhitung banyaknya cara-cara baru yang dapat dilakukan dalam rangka megantisipasi proses
monoton, perasaan jenuh, antipati terhadap situasi, dan berbagai bentuk kebosanan alam
khidupan manusia.

B. Stilistika dan Relevansi Teorinya


Analisis gaya bahasa tidak semata-mata dilakukan atas dasar ilmu gaya bahasa itu sendiri,
melainkan juga perlu melibatkan kompetensi disiplin lain. Artinya, stilistika juga mempunyai
keterkaitan dengan ilmu, teori dan ciri-ciri lain yang dianggap relevan, seperti : teks
(wacana), hermeneutika, estetika, semiotika, dan postrukturalisme.

1. Stilistika dan Analisis Teks


Secara leksikal teks dan wacana dianggap memiliki cirri-ciri yang sama, bersifat
dinamis, sedangkan karya bersifat statis. Pendapat di atas diperkuat oleh Noth (1990: 39-40)
dengan mengatakan bahwa teks dengan wacana memiliki identitas yang sama sehingga
keduanya merupakan sinonim. Teks dan wacana hanya berbeda menurut aliran, tradisi.

3
Dengan singkat (Barthes, 1977: 39-40), teks sama dengan wacana (diskursus), berbeda
dengan karya (naskah). Hanya karya yang dapat dipegang, dihitung, dan ditaruh di rak buku,
sebaliknya teks (wacana) hanya dipegang oleh bahasa. Secara tradisional naskah merupakan
wilayah kajian filologi.

Menurut Umar Junus (1989: 75) teks atau wacana merupakan lapangan penelitian
stilistika yang sebenarnya. Atas dasar pemahaman bahwa teks merupakan satuan bahasa
terlengkap, maka teks juga merupakan objek penelitian hermeneutika dan berbagai cara
penafsiran yang lainnya. Pada dasarnya teks tidak terdiri atas kata-kata dan kalimat,
melainkan makna-makna, yang lebih dikenal dengan struktur makna.

Hakikat wacana ditentukan oleh antarhubungan kalimat, tetapi yang lebih penting adalah
konteks sosial dan system komunikasi secara keseluruhan.

Ciri-ciri ketidakjelasan ambiguitas justru merupakan hakikat karya sastra yang


sesungguhnya. Dalam hubungan inilah wacana harus dipahami dari sudut antarhubungan
penulis dan pembaca, pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, sebagai wacana atau
kominikasi intercultural.

Bahasa dan teks atau wacana tidak dapat dipisahkan. Bahasa disusun dan ditafsirkan
sebagai teks, tetapi kemudian teks diadaptasi kembali menjadi bahasa, ditulis sebagai naskah
atau dibuang ke ranjang sampah, atau dilupakan sama sekali.

Bahasa dan teks adalah proses daur ulang sampai akhir. Meskipun demikian, teks
bukan bahasa, teks terkandung bahkan tersembunyi di dalam bahasa. Identitasnya tampil
melalui penafsiran pembaca.

Secara teoritis pengarang adalah pembawa pesan, sebagai misi posesif sehingga tidak
ada pengarang yang dengan sengaja bermaksud untuk merusak moral masyarakat. Sudah
tentu dalam kaitanya dengan kelas sosial yang diwakilinya.

Dengan membaca karya sastra, khususnya karya-karya yang dikategorikan sebagai


memiliki kualitas, puitika, sebagai sastra serius, adiluhung menurut pemahaman lain,
diharapkan masyarakat dapat bercermin dan kemudian bertanya pada diri sendiri, apakah
sudah melalukan tugas dan kewajiban sesuai dengan pesan dan amanat yang disampaikan
dalam karya.

4
Ambiguitas disebabkan oleh makna ganda sebagai akibat adanya banyak penafsiran,
sebaliknya tenunan disebabkan oleh adanya banyak pesan sebagai akibat banyaknya subyek
(narator) yang terlibat. Di sinilah pluralisme dibangun melalui semesta budaya yang justru
tidak diketahui asal-usulnya, dan tidak perlu dicari.

2. Stilistika dan hermeneutika


Hermeutika berasa dari akar kata herme (Yunani) berarti mengatakan sesuatu. Dalam
bentuk kata kerja (Hermenuein) berarti menafsirkan, dalam bentuk kata benda (Hermeania)
berarti interpretasi itu sendiri, sedangkan orang yang menafsirkan disebut hermeneus.
Sebagai seni interpretasi hermeneutika memperoleh maknanya yang lebih luas melalui
Hermes, dewa pembawa pesan Ilahi dalam mitologi Yunani. Dalam tradisi Romawi disebut
Mercureus, pada umumnya dianggap sebagai dewa ilmu pengetahuan, perekonomian, dan
ahli pidato. Sebagai dewa pembawa pesan Hermes di lukiskan membawa tongkat
(chaduceus) dan mengenakan sepatu bersayap (tataria). Sebagai dewa ilmu pengetahuan di
Bali dikenal nama dewa (i) saraswati sekaligus Hari Saraswati.Oleh karena ilmu
pengetahuan memiliki kaitan erat dengan tulisan, untuk menghormatinya pada hari itu ummat
Hindu pada umumnya tidak melakukan aktivitas yang berkaitan dengan tulis menulis,
melainkan mengisinya dengan berbagai upacara ritual dan spiritual.
Dalam perkembangan berikut, khususnya dalam kaitanya dengan interpretasi Bibel
dan sastra konotasi Hermes berkembang tiga makna. Dengan kalimat lain, pesan takdir lewat
Hermeslah yang dijadikan tolak ukur sekaligus melahirkan interpretasi. Tiga ciri interpretasi
yang dimaksudkan, yaitu: a) mengungkapkan kata-kata secara lisan, b) menjelaskan suatu
situasi sehingga masuk akal, dan c) menterjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain.
Dikaitkan dengan proses penafsiran tersebut, maka dalam keseluruhan proses
komunikasi bentuk bahasalah yang dianggap sebagai wakil yang paling sempurna.
Pada dasarnya mengungkapkan dan menjelaskan merupakan tindakan penerjemahan.
penerjemahan paling kongkrit apabila memahami dua bahasa yang berbeda. Dikaitkan
dengan asal-usul hermeneutika di atas sekaligus perkembanganya dalam teori kontemporer,
Hermes merupakan penerjemah bahasa, dunia, visi tertentu, dan berbagai pesan kemanusiaan
sesuai dengan perkembangan peradabanya. Penerjemahan, lebih-lebih dalam kaitanya dengan
tradisi klasik bukan semata-mata masalah mekanis, seperti menemukan sinonim, kosakata,
dan persamaan strukrur kalimat lainya. Seperti di atas penerjemahan di sini lebih dekat
dengan konotasi Hermes, alih bahasa sebagai akibat perbedaan pandangan dunia, tema, visi,
situasi dan berbagai pengalaman kultural lainya. Oleh karena itulah, penerjemahan kitab

5
Bibel dan kitab suci lainya merupakan contoh yang paling tepat sebab menyembatani konteks
pandangan dunia dengan jarak ribuan tahun sejak disampaikanya pesan pertama hingga masa
kekinian penerjemahan.

3. Stilistika dan Estetika


Karya sastra (Teeuw, 1988: 346) dapat dipahami dengan dua cara, a) karya sastra
sebagai seni bahasa, dan b) karya sastra sebagai karya seni. Karya sastra golongan pertama di
bedakan dengan karya nonsastra, karya sastra golongan kedua dibedakan dengan karya sastra
yang lain. Pada umumnya yang dominan adalah pembicaraan pertama. Alasanya berbeda
dengan karya seni yang lain sebelum digunakan masalah-masalah dalam bahasa, seperti
stilistika, semiotika, teks, dan berbagi kompetesi yang berkaitan dengan hermeneutika sudah
sangat komplek sehingga memerlukan perhatian yang serius.
Sepanjang sejarah (kutha ratna, 2007: 321-321), dalam khazanah indonesia ada empat
jenis estetika, sebagai berikut.
1. Estetika sastra Sansekerta (estetika rasa)
2. Estetika sastra Jawa Kuno (estetika lango)
3. Estetika sastra Melayu Kuno (estetika ekstatis)
4. Estetika sastra Indonesia Modern (estetika oposisi)
Estetika rasa berkaitan dengan emosi (perasaan). Estetika lango bekaitan dengan
pengalaman estetis pengarang, hanyut dalam keindahan, bersatu dalam adikodrati. Estetika
akstatis berkaitan dengan kegembiraan, kegairahan, dan keheranan pengarang yang sedang
mencipta. Terakhir estetika pertentangan berkaitan dengan karya sastra itu sendiri.
Stilistika dan estetika jelas merupakan aspek penting dalam karya sastra. Stilistika
berkaitan dengan medim utama, yaitu bahasa keindahan berkaitan dengan hasil akhir dari
kemampuan medium itu sendiri dalam menampilkan kekhasanya. Benar, pengarang yang
berhasil adalah pengarang yang peka terhadap objek, sehingga permasalahan yang berada
dalam masyarakat dapat disajikan secara keseluruhan sesuai dengan tujuan, tetapi yang juga
harus diingat, pengarang yang baik adalah mereka yang juga peka terhadap eksistensi bahasa.
Isi yang baik akan menjadi lebih baik apabila dibungkus, disajikan dengan cara-
cara penyajian yang juga baik. Dalam karya sastra, karya seni pada umumnya justru cara
penyajian inilah yang penting. Karya seni adalah kebesaran dalam cara penyajianya, sesuai
dengan mediumnya, bukan apa yang disajikan.

6
4. Stilistika dan Semiotika
Secara etimologis (Cobley dan janz, 2002: 4) semiotika barasal dari akar kata seme,
semion (Yunani) tanda pengertian semiotika sudah terkandung dalam karya Plato (428-348
SM), seperti Cratylus demikian juga Aristoteles (384-322 SM) seperti dalam Poetics dan On
Interpretation. Menurut dugaan secara praktis semiotika telah digunakan oleh para ahli ilmu
pengobatan pada Zaman Yunani Kuno untuk menentukan prognosis dan diagnosis suatu
penyakit. Meskipun demikian secara formal istilah semiotika baru digunakan abad ke-17/18
dengan mengacu pada dua pendapat yang berbeda.Semiotika bersinonim dengan logika
sebab pemahaman mengenai tanda-tandalah yang justru memungkinkan manusia untuk
berfikir dan bernalar.

Dalam teori kontemporer pemahaman mengenai gaya berbeda dengan teori modernis
yang semata-mata menunjukan keotentikan, kebaruan, dengan intensitas formalisme dan
fungsionalisme. Dalam teori postmodren yang diutamakan adalah ciri-ciri ironis, hibrid,
sinkretis, dan schizophrenia, sesuai dengan hakikat karya sastra denga problematika
permasalahan yang sangat kompleks. Dalam khazanah karya sastra modern gaya seperti ini
pada dasarnya telah diperkenalkan pada priode Pujangga Baru seperti Belenggu (Armijn
pane) berlanjut pada pengarang lainya yang karya-karyanya serat dengan masalah-masalah
sosial.

Gaya formalisme dan strukturalisme bersifat otonom, lepas dari pengaruh sosial
budaya yang berada di luarnya. Sebaliknya, dalam teori postrkuturalisme gaya justru di
kondisikan, bahkan di tentukan oleh struktur sosial. Menurut pemahaman postmodernisme,
lahirnya gaya kebudayaan memang didukung oleh fegmentasi kultural, segmentasi
kelompok-kelompok sosial, ciri-ciri kemajemukan pada umumnya. Sebagai pencipta jelas
gaya bahasa di tentukan oleh kondisi sosial pengarang sehingga lahirlah gaya pengarang
tertentu seperi Chairil Anwar, gaya angkatan tertentu , seperti balai pustaka, gaya profsi
tertentu seperti jurnalis. Seni postmodern menerima gaya dari berbagai seniman, priode
sehingga menbentuk gaya yang eklektik, hibrid. Bukan makna yang dijunjung tinggi tetapi
kegairahan dan permainan bebas tanda, permainan kode. Melihat karya sastra sebagai
semiotika dngan demikian sama artinya menganggap karya sastra sebagai milik masyarakat,
diproduksi dalam lingkungan tertentu. Dengan kalimat lain (Piliang, 2003: 251), karya sastra
justru dilihat dalam kaitanya dengan kode-kode yang mengaturnya.

7
5. Stilistika dan Posmodermisme
Postmodernisme sering dikacaukan dengan poststruturalisme. Postmodernisme sering
disingkat sekaligus dengan memberikan makna ejekan, sebagai peyoratif, yaitu ’posmo’.
Dalam pembicaraan ini keduanya dibedakan melalui hakikat dan fungsinya masing-masing.
Postmodrenisme adalah abad, zaman, era, generasi, dan periode, atau paham dan aliran
dengan berbagai persoalanya, sedangkan posstrukturalisme adalah tradisi intelektual, teori-
teori yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan
postmodernisme itu sendiri . Secara etimologis storis postmodernisme lahir sesudah
modernisme, postkulturalisme sesudah strukturalisme.
Ciri-ciri utama postmodernisme dan postkulturalisme adalah penolakanya terhadap
adanya satu pusat, narasi besar, dan gerak sejarah monolinier. Postmodernisme dan
poststrukrturalisme mensubversi uniformitas, homogenitas, dan totalisasi dengan
memberikan intensitas terhadap perbedaan, multikulturalisme, pluralisme, bahkan juga
relativisme. Contoh yan sering dikutip sekaligus menimbulkan berbagai perdebatan adalah
kematian subjek pengarang, karya sastra sebagai yatim piatu sebagaimana yang dikemukakan
pertama kali oleh Land Barthes (1977:142).
Perlu dijelaskan postmodernisme dan poststukturalisme besumber dan dengan
demikian didominasi oleh ilmu sastra, alasanya baik posmodernisme dan postsrukturalisme
beranggapan bahwa seluruh kehidupan ini merupakan teks, wacana, atau diskursus,
sedangkan teks itu sendiri merupakan ciri-ciri utama karya sastra. Benar, tingkah laku dan
perbuatan, demikian juga benda-benda budaya hasil kegiatan manusia tidak dapat langsung
disebutkan sebagai teks formal, tetapi perlu diketahui bahwa keseluruhan aktivitas yang di
maksudkan dapat diterjemah dalam bentuk teks dan dengan sendirinya dapat di analisis
sebagai teks, yang pada giliranya juga menampilkan dimemsi-dimensi tertentu mengenai
gaya. Tingkah laku dan perbuatan jelas di lakukan atas gaya tertentu, tampil dalam kaitanya
denan situasi tertentu, dengan maksud tertentu.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Stilistika adalah ilmu tentang gaya. Dalam artian luas stilistika adalah cara-cara yang
khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu,sehingga tujuan yang di
maksudkan dapat dicapai secara maksimal, Sedangkan dalam artian sempit stilistika
merupakan gejala bahasa yang menyangkut perubahan (penghilangan, pertukaran) dalam
sebuah kata, seperti singkope, apokope, dan metafisis.

Dalam bidang akademis terdapat berbagai pendapat mengenai istilah wacana. Dalam
pembicaraan ini pendapat yang di ikuti adalah yang terakhir, teks disamakan dengan wacana
baik lisan maupun tulisan.

Pada dasarnya mengungkapkan dan menjelaskan merupakan tindakan penerjemahan .


penerjemahan paling kongkrit apabila memahami dua bahasa yang berbeda.dikaitkan dengan
asal- usul hermeneutika di atas sekaligus perkembanganya dalam teori kontemporer, Hermes
merupakan penerjemah bahasa, dunia, visi tertentu, dan berbagai pesan kemanusiaan sesuai
dengan perkembangan peradabanya.

Estetika rasa berkaitan dengan emosi (perasaan). Estetika lango bekaitan dengan
pengalaman estetis pengarang, hanyut dalam keindahan, bersatu dalam adikodrati. Estetika
akstatis berkaitan dengan kegembiraan, kegairahan, dan keheranan pengarang yang sedang
mencipta. Terakhir estetika pertentangan berkaitan dengan karya sastra itu sendiri.

Dalam teori kontemporer pemahaman mengenai gaya berbeda dengan teori modenis
yang semata-mata menunjukan keotentikan, kebaruan, dengan intensitas formalisme dan
fungsionalisme.

Ciri-ciri utama postmodernisme dan ostkulturalisme adalah penolakanya terhadap


adanya satu pusat, narasi besar, dan gerak sejarah monolinier.

B. Saran
Dibuatnya makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi mahasiswa sebagai proses
penalaran dan juga sebagai sumber informasi. Penelitian ini memang belum sempurna dan
perlu ditingkatkan untuk keevektifan dan pemanfaatan nilai guna sebagai perbaikan di
makalah selanjutnya.

9
Daftar Pustaka

Eriyanto.2011. “Analisis wacana, pengantar analisis teks media”. Yogyakarta:PT.LkiS


Printing Cemerlang.

http://anggerwithea.blogspot.com/2014/04/stilistika-dan-relevansi-teori.html?m=1 diakses
pukul 10.03 WIB tanggal 11 Desember 2022

http://assyafiudin.blogspot.com/2016/11/stilistika-dan-relevansi-teorinya_1.html?m=1
diakses pukul 10.11 WIB tanggal 11 Desember 2022

10

Anda mungkin juga menyukai