Anda di halaman 1dari 18

Representasi Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan

(Analisis Semiotika John Fiske pada film Dear Nathan :


Thank You Salma )

Dikumpulkan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Metodologi Penelitian


Kualitatif

Dosen pengampu : Wiwid Adiyanto, S.I.Kom., M.I.Kom

Disusun oleh :
Degina Anglesti - 19.96.1388

Ilmu komunikasi
Fakultas Ekonomi dan Sosial
Universitas Amikom Yogyakarta
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelecehan seksual merupakan tindakan seksual yang tidak diinginkan dan bisa
menyebabkan ketidaknyamanan serta berbahaya secara fisik maupun mental (Annisa,
2022). Korban pelecehan seksual akan merasa terancam, malu bahkan depresi. Pelecehan
seksual bisa terjadi pada siapa saja tidak memandang gender perempuan maupun laki-
laki. Pelecehan seksual juga termasuk permasalahan sosial yang sangat mengancam
kenyamanan hidup masyarakat. Salah satu kasus pelecehan seksual yang menjadi
perhatian publik baru-baru ini yaitu kasus pemerkosaan belasan santri perempuan di
Bandung. Kasus ini dilaporkan pada bulan Mei 2021. Korban dari kasus ini terjadi pada
13 santri perempuan yang berusia 13-16 tahun. Tersangka sendiri atau HW merupakan
pemilik dan pengurus pondok pesantren tersebut dan sudah melakukan perbuatan keji
tersebut dari tahun 2016 sampai 2021. HW sendiri diancam hukuman maksimal 15 tahun
penjara. Akibat dari kejadian ini, delapan santri harus melahirkan anaknya. Kejadian ini
tidak hanya menjadi berdampak bagi korban dan keluarga namun juga menyoroti dunia
pendidikan yang sangat miris (Siswanto, 2021). Hal serupa juga terjadi di Tangerang,
berdasarkan berita yang dirilis Kompas.com pada tangga 21 September 2021. Kasus ini
menimpa gadis yang berusia 13 tahun yang diperkosa sebanyak 10 kali oleh ayah tirinya
sejak tahun 2020. Akibat dari kejadian ini, korban mengalami trauma sehingga harus
dilakukan pendampingan psikologi (Naufal, 2021). Pelecehan seksual banyak sekali
terjadi kehidupan nyata yang membuat perempuan sering dianggap lemah di masyarakat.
Kasus tersebut menunjukkan rendahnya rasa menghargai rasa saling menghormati antar
gender.

Film adalah media komunikasi audio visual yang digunakan untuk menyampaikan
gagasan atau pesan melalui cerita yang dikemas secara menarik. Dibanding media
lainnya, film memiliki keunggulan tersendiri karena memiliki audio yang bisa didengar
dan visual yang bisa dilihat oleh penonton sehingga pesan yang disampaikan akan
diterima secara maksimal. Selain itu, alur cerita yang ditawarkan film sangat beragam.
Dalam film biasanya terdapat simbol dan makna yang merupakan representasi isi pesan
dari suatu film. Oleh karena itu, film biasanya dekat dan berkaitan dengan kehidupan
masyarakat, salah satu nya isu besar yang sering terjadi sehari-hari yaitu pelecehan
seksual pada perempuan.
Film Dear Nathan : Thankyou Salma merupakan salah satu film yang mengangkat
tentang pelecehan seksual terhadap perempuan. Dilansir dari databoks, film bergenre
drama yang rilis pada awal tahun 2022 ini telah sukses menjaring 100.000 penonton
dalam waktu dua hari dan menjadi film terlaris hingga Februari dengan 747.811 penonton
( Dihni, 2022). Film berdurasi 112 menit ini menggambarkan pelecehan seksual terhadap
perempuan dalam berbagai bentuk yang digambarkan melalui adegan-adegan dalam film.
Film ini juga memuat dampak yang terjadi pada perempuan yang mengalami pelecehan
seksual seperti ketakutan, terkucilkan serta frustasi. Selain itu, di akhir film juga
memperlihatkan keberanian dalam menegakkan keadilan pada korban pelecehan seksual
yang sering dipandang sebelah mata.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah pada penelitian ini yaitu
bagaimana representasi pelecehan seksual terhadap wanita dalam film Dear Nathan :
Thank You Salma.

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan representasi pelecehan seksual
terhadap wanita dalam film Dear Nathan : Thank You Salma.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat akademis
Hasil penelitian diharapkan bisa menambah pengetahuan dan wawasan terkait
isu pelecehan seksual terhadap perempuan serta sebagai referensi dalam menganalisis
tentang representasi pelecehan seksual dalam film dengan menggunakan analisis
semiotika di bidang ilmu komunikasi.

1.4.2 Manfaat Praktis


1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu edukasi bagi masyarakat bahwa
perempuan mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki.
2. Penelitian ini mampu berkontribusi untuk peneliti komunikasi lain yang akan
melakukan penelitian dengan objek kajian serupa.
3. Penelitian ini mampu menjadi sebuah masukan untuk kreator film Indonesia agar
bisa terus berinovasi dengan karya yang mengangkat nilai moral.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Penelusuran pustaka berguna agar dapat memberikan informasi yang relevan dan
juga valid untuk penelitian. Hal ini diperlukan untuk memudahkan dalam mendukung
penelitiannya. Selain itu, dengan adanya penelitian terkait dapat menjadi dasar peneliti
agar tidak keluar dari topik pembahasan. Penelitian relevan ini dikumpulkan peneliti
melalui berbagai sumber yang telah dirangkum sebagai berikut :
Penelitian pertama yang dilakukan oleh Wisti (2008) yang berjudul “ Representasi
Kekerasan Seksual Pada Perempuan (Studi Analisis Semiotika dalam Film “7 Hati 7
Cinta 7 Wanita” )”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kasus kekerasan seksual
yang direpresentasikan dalam film “7 Hati 7 Cinta 7 Wanita”. Penelitian ini sendiri
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan teori
semiotika. Dalam penelitian ini didapatkan lima unsur kekerasan seksual terhadap
perempuan, seperti penyiksaan, pelecehan, aborsi, perdagangan perempuan, dan kawin
paksa . Kesamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang ditulis oleh peneliti yaitu
memuat tema yang sama tentang kekerasan seksual pada perempuan, sedangkan
perbedaan yang terdapat dalam penelitian ini terdapat dalam objek yang diteliti.
Penelitian kedua berjudul “ Analisis Perjuangan Perempuan Dalam Menolak Budaya
Patriarki (Analisis Wacana Kritis-Sara Mills Pada Film “ Marlina Si Pembunuh Dalam
Empat Babak”) yang dilakukan oleh Sumakud & Septyana (2020). Penelitian ini
mengangkat topik tentang perjuangan perempuan karena terdapat perilaku bias gender
yang terkandung dalam film tersebut, serta membantu masyarakat untuk lebih sadar akan
keberadaan perempuan di masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan dengan
metode kualitatif dengan menganalisis wacana kritis Sara Mills yang terbagi dalam tiga
bentuk, yaitu posisi dari objek, subjek, dan juga audiens. Dalam Penelitian tersebut
menunjukkan jika terdapat perjuangan yang dilakukan oleh perempuan untuk menolak
adanya budaya patriarki dengan menggunakan analisis yang dikemukakan oleh Sara
Mills. Subjek dalam penelitian ini menunjukkan jika tindakan perjuangan perempuan
dalam menolak budaya patriarki diperlihatkan di dalam film dengan berbagai gerakan
dan wacana yang dilakukan oleh subjek penelitian, dimana perempuan melakukan
tindakan - tindakan anarki seperti pemenggalan kepala, pengancaman dengan parang,
dan makanan yang di racun. objek dalam penelitian digambarkan sebagai aktor yang
bertugas mendukung subjek penelitian, dikarenakan objek penelitian ini merupakan
pihak yang akan dikendalikan oleh subjek. Kesamaan dalam penelitian ini yaitu tema
yang dikaji sedangkan perbedaannya terdapat pada teori yang digunakan.
Selanjutnya, penelitian dengan judul “You Look Disguisting : Kritik atas Citra
Kecantikan Telaah Semiotika John Fiske terhadap Representasi Feminisme Modern”
dilakukan oleh Furkan & Putra (2015). Melalui film ini peneliti menjelaskan secara
detail mengenai kritik terhadap kecantikan feminisme. Dalam penelitian ini juga
menggunakan teori konstruksi realitas sosial pada feminisme modern. Dengan
menggunakan pendekatan kualitatif yang mengacu pada The Television Code Theory of
Semiotics dari Jhon Fiske. Kesamaan penelitian ini yaitu menggunakan teori analisis
semiotika menurut John Fiske sedangkan perbedaannya yang terdapat pada objek yang
akan diteliti.
Kemudian, penelitian terakhir dilakukan oleh Puspita Handayani (2021) dengan
judul “ Analisis Semiotika John Fiske Pada Iklan Kampanye Pemilu Presiden 2019
Jokowi – Ma’ruf Amin di Televisi”. Metode yang digunakan yaitu metode teori
semiotika Code of Television Jhon Fiske dimana akan terdapat tiga bagian level yakni
level realitas, level representasi, dan level ideologi representasi. Hasil dari penelitian ini
menggambarkan sosok Jokowi melalui beberapa scene seperti ketika beliau sedang
memberi makan seorang anak yang terdapat di daerah pelosok dan juga memberikan
pelukan hangat kepada seorang nenek. Hal ini menunjukkan bahwa Jokowi dapat
digambarkan sebagai calon pemimpin memiliki sifat yang peduli terhadap rakyat dan
sangat rendah hati dengan sesama dan sangat dicintai oleh berbagai usia. Kemudian, ada
scene ketika beliau sedang berpidato dengan sangat bersemangat juga menunjukkan
sosok pemimpin yang tegas. Iklan ini selain sebagai sarana memperkenalkan sosok
Presiden Jokowi kepada masyarakat juga untuk mendapatkan suara masyarakat untuk
pemilihan umum Presiden 2019. Penelitian ini mempunyai kesamaan yaitu teori yang
digunakan yakni analisis semiotika John Fiske sedangkan perbedaannya pada objek yang
akan diteliti.

2.2 Kerangka Teori


2.2.1 Teori Representasi
Representasi merupakan istilah yang berasal dari bahasa Inggris yaitu
representation yang memiliki arti gambaran atau penggambaran. Dalam bentuknya
yang paling dasar, representasi adalah gambaran tentang segala sesuatu yang ada
dalam kehidupan dan dideskripsikan melalui suatu media yang menggunakan suatu
tanda.
Menurut Stuart Hall, seorang tokoh kajian budaya dari Inggris, menyatakan bahwa
suatu budaya bisa terbentuk karena adanya representasi. Representasi terbagi menjadi
dua tingkat proses, yaitu :
1. Pertama, representasi mental yaitu proses terkait tentang apapun yang terjadi di
pikiran seseorang (peta konseptual). Dalam proses ini masih berbentuk abstrak.
2. Kedua, pembentukan makna sangat bergantung pada penggunaan bahasa dalam
berbagai konteks. Proses abstrak pada pikiran individu harus ditransformasikan ke
dalam bahasa yang lebih universal sehingga konsep dan gagasan tentang sesuatu
dapat dihubungkan dengan tanda dan simbol tertentu (Wibowo IS, 2011).
Menurut Stuart Hall, teori representasi merupakan proses penjelasan mengenai
makna, pembuatan, dan pengalaman yang dialami oleh masyarakat. Pengalaman
tersebut kemudian memiliki hubungan interaksi dengan teks dan media. Selain itu,
media juga berperan persuasif agar publik memiliki pandangan yang sama terhadap
suatu hal.
Chris Barker berpendapat bahwa representasi adalah konstruksi sosial yang
memaksa kita untuk menyelidiki produksi makna tekstual dan bagaimana makna
terbentuk dalam situasi yang bervariasi. Yasraf Amir juga menyebutkan bahwa
representasi adalah sesuatu yang hadir namun menggambarkan sesuatu di luar dirinya
yang sedang ia coba gambarkan (Vera, 2014: 97).
Sebuah buku yang berjudul Studying Culture yang termuat pada bab 3
menjelaskan bahwa kata ‘to represent’ mengandung 3 jenis definisi, yaitu:
1) stand in for. yaitu dicontohkan pada bendera negara yang berkibar di perlombaan
olahraga dunia, yang melambangkan bahwa negara bendera tersebut ikut serta
dalam ajang lomba tersebut.
2) to speak or act on behalf of, yaitu dicontohkan oleh seorang paus yang berperan
sebagai penceramah serta mengatasnamakan kaum katolik.
3) to represent, yaitu dicontohkan dalam sebuah tulisan sejarah ataupun bangunan
bersejarah yang bisa mengingatkan kembali berbagai kejadian yang terjadi di
masa lalu.
Dalam representasi, sebuah makna yang diciptakan dan digantikan sesama
masyarakat. sehingga bisa disebut bahwa representasi beroperasi pada sebuah sistem
yang merepresentasi. Sistem yang representasi itu bisa memiliki dua komponen yang
utama, yaitu sebuah ide pada penalaran serta pengucapan. Kedua komponen tadi
berhubungan satu sama lainnya. Sehingga, aspek yang diperlukan pada sistem
representasi merupakan golongan yang bisa menciptakan dan membagikan sesuatu
yang bermakna efektif kepada sebuah golongan yang juga mempunyai landasan
penjelasan yang serupa sehingga akan terciptanya sebuah penafsiran yang nyaris
identik. Pada teori representasi ini bisa menggunakan sebuah ancangan
konstruksionis, dengan argumen bahwa arti rekonstruksi pada bahasa.
Bisa disimpulkan bahwa representasi merupakan sebuah metode untuk
menciptakan dan menghasilkan sebuah arti yang berlandaskan atas konsep yang sudah
ada pada otak manusia dengan dijembatani oleh bahasa. Metode produksi konsep itu
bisa memungkinkan apabila ada sistem representasi. Tetapi, proses tersebut sangat
bergantung kepada landasan pemahaman serta kemampuan suatu masyarakat
memaknai simbol atau kode.

2.2.2 Film
A. Definisi film
Film adalah jenis media elektronik yang paling kuno. Baru-baru ini, film
tersebut berhasil membawa ke layar lebar gambar-gambar fantastis yang tampak jauh
dari kenyataan. Film yang dijadikan sebagai salah satu jenis komunikasi massa yang
masih populer hingga saat ini. Dampak film terhadap kemanusiaan selama 70 tahun
terakhir sangat besar. (Liliweri 1991:153)
Film memiliki potensi untuk memiliki dampak positif atau buruk pada setiap
penonton. Film memiliki kemampuan untuk mempengaruhi bahkan mengubah dan
membentuk karakter penonton melalui pesan-pesan yang dikandungnya.
Fungsi terutama untuk hiburan. Namun, dalam film substansi kapasitasnya
bersifat instruktif, sekaligus edukatif dan, yang mengejutkan, memikat. film publik
dapat dimanfaatkan sebagai mekanisme pembelajaran bagi peningkatan usia yang
lebih muda dalam struktur pembangunan dan karakter negara. Kapasitas instruktif
dapat dicapai dengan asumsi bahwa film secara luas menghasilkan film atau narasi
otentik secara objektif pada sebuah film yang selaras pada pandangan masyarakat.

B. Jenis-jenis Film
Menurut Effendy (2003) film dapat dibedakan berdasarkan jenisnya, ada film
cerita, berita, dokumenter, serta kartun.
1) Film Cerita
Pada jenis film yang memuat sebuah kisah sehingga dapat ditampilkan pada
sebuah pergelaran atau beberapa bioskop dengan diperankan oleh berbagai aktor
terkenal. Jenis fim ini sering dikreasikan sehingga akan memiliki sebuah unsur
yang menarik penontonnya.
2) Film Berita
Jenis film ini sering juga disebut dengan newsreel, jenis film ini merupakan
film yang mengangkat dan membahas sebuah fakta ataupun peristiwa yang
memang benar adanya. Sesuai dengan namanya maka film ini saat disuguhkan
kepada masyarakat akan mengandung unsur atau nilai berita.
3) Film Dokumenter
Jenis film ini memfokuskan kepada karya yang diciptakan sesuai dengan
kenyataan yang telah terjadi pada masa lalu dan diangkat menjadi sebuah karya
film. Tetapi film dokumenter berbeda dengan film berita.
4) Film Kartun
jenis film ini dibuat dengan animasi sehingga lebih digemari oleh anak
kecil. Contoh dari film kartun yaitu film snow white, mickey mouse, tom and jerry,
dan masih banyak jenis film kartun yang terkenal di dunia perfilman.

C. Faktor-faktor yang menunjukkan karakteristik film


1) Layar yang Luas/Lebar
kelebaran layar film akan memberikan kebebasan atau keleluasaan kepada
para penonton sehingga dapat melihat seluruh adegan yang disuguhkan dalam film
dengan lebih leluasa.
2) Pengambilan Gambar
Proses pengambilan gambar sangat berpengaruh pada hasil produksi film.
Sehingga pada saat pengambilan gambar pada saat produksi film haruslah disesuaikan
dengan kebutuhan, bisa dengan pengambilan gambar jarak jauh atau extreme long
shot ataupun panoramic shot, yang dimana pengambilan gambar dilakukan dengan
menyeluruh.

3) Konsentrasi penuh
Dalam pengalaman menonton di bioskop film memiliki tujuan utama. Nyaman
dan berkonsentrasi untuk bisa memperhatikan dan menghayati sebuah film.
4) Identifikasi Psikologis
Suasana yang disajikan pada bioskop bisa menyebabkan hati dan pikiran kita
ikut terbawa dengan cerita film yang ditampilkan.

D. Unsur-unsur Film
1) Produser
Unsur yang paling penting dan utama pada sebuah tim produksi film adalah
produser. Karena produser adalah pihak yang memiliki tanggung jawab seutuhnya
kepada hal-hal yang dibutuhkan pada saat produksi film.
2) Sutradara
Pada saat produksi film sutradara bertanggung jawab untuk memberi arahan
akan semua alur jalan cerita film yang akan diproduksi serta saat pemindahan cerita
dari naskah skenario yang kemudian dituangkan kepada proses produksi.
3) Penulis Skenario
Skenario dibutuhkan untuk menggambarkan visualisasi pada cerita yang
ditulis kemudian naskah tersebut menjadi acuan pada proses produksi film.
4) Penata Kamera (Kameramen)
Kameramen memiliki tanggung jawab pada saat proses pengambilan gambar
saat proses produksi film.
5) Penata Artistik
Penata artistik bertanggung jawab untuk menyuguhkan dan menciptakan kesan
artistik dalam film yang sedang diproduksi.
6) Penata Musik
Penata musik memiliki tanggung jawab pada pengisian musik yang akan
dimasukan pada film nantinya.
7) Editor
Editor memiliki tanggung jawab pada pengeditan gambar yang telah diambil
oleh kameramen..
8) Pengisi dan Penata Suara
Pengisi suara bertanggung jawab untuk mengisi suara para pemeran yang ada
di film.
9) Bintang Film (Pemeran)
Bintang film merupakan orang-orang yang membintangi para tokoh-tokoh
pada film tersebut.

2.2.3 Pelecehan seksual


Pelecehan seksual merupakan tindakan seksual melalui sentuhan fisik atau
non fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban. Terdapat lima bentuk
pelecehan seksual yaitu:
1) Perilaku Menggoda
Perilaku menggoda yaitu perilaku seksual yang tidak pantas, dan tidak
disukai oleh korban. Perilaku menggoda juga bisa disebut sebagai pelecehan
karena membuat korban menjadi tidak nyaman, seperti memanggil atau
menggoda korban sampai menjadi risih.
2) Pelanggaran Seksual
Tindakan pelanggaran seksual dilakukan dengan menyentuh, merasakan, atau
meraih korban secara agresif.
3) Pelecehan Gender
Tindakan pelecehan gender merupakan perilaku menghina bahkan
merendahkan yang korban dalam bentuk kata-kata berdasarkan jenis kelaminnya.
Misalnya, lelucon yang vulgar atau tentang topik seksual, komentar yang
meremehkan, foto atau tulisan yang menyinggung, dan sebagainya.
4) Pemaksaan Seksual
Perilaku ini bersifat seksual dan disertai dengan ancaman hukuman. Dengan
kata lain, seseorang dipaksa untuk terlibat dalam tindakan yang bertentangan
dengan preferensinya. Apabila korban menolak, maka akan mendapat hukuman
yang merugikan diri korban bahkan bisa mengancam keselamatan korban dan
keluarganya.
5) Penyuapan Seksual
Perilaku ini berbentuk ajakan untuk melakukan hubungan seksual yang
disertai dengan janji pembayaran secara terbuka. Misalnya, pelaku membujuk
untuk melakukan tindakan seksual dengan menjanjikan iming-iming berupa harta
dengan syarat korban tidak membocorkan hal tersebut kepada siapa pun.

2.3 Kerangka berpikir

Pelecehan Seksual

Film “Dear Nathan : Thank You


Salma”

Analisis Simiotika John Fiske

Level Realitas Level Ideologi Level Representasi

Tanda – tanda Pelecehan Seksual


dalam Film

Teori Representasi

Representasi pelecehan seksual


terhadap perempuan
Pada kerangka tersebut, awalnya penelitian ini diambil dari isu pelecehan seksual
yang sering terjadi di lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, peneliti tertarik
mengambil pelecehan seksual sebagai objek penelitian, dengan meneliti salah satu film di
tahun 2022 yang berjudul “Dear Nathan : Thank You Salma”. Penelitian ini berfokus
pada penggambaran pelecehan seksual yang ada dalam film tersebut serta melihat
ketidakadilan gender pada perempuan korban pelecehan seksual. Berdasarkan realitas
tersebut, film ini, menjelaskan tentang seorang perempuan yang dilecehkan oleh teman
satu universitas. Penelitian ini menyampaikan bentuk-bentuk pelecehan seksual yang
biasa terjadi di lingkungan masyarakat. Peneliti menggunakan jenis penelitian semiotika
pada penelitian ini. Semiotika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tanda dan
makna yang ada dalam suatu teks media. Model analisis yang digunakan yaitu semiotika
John Fiske dengan mengaitkan pelecehan seksual ke dalam 3 level yaitu, realitas,
representasi dan ideologi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Paradigma dan Pendekatan Penelitian
Paradigma merupakan perspektif peneliti terkait bagaimana melihat realitas,
mempelajari suatu fenomena, cara yang digunakan dalam penelitian serta cara yang
digunakan untuk menginterpretasikan suatu temuan (Pujileksono, 2015)
Penelitian ini menggunakan paradigma kritis dimana bertujuan untuk menjelaskan
keadaan sebenarnya dan menuntun opini seseorang ke arah yang lebih baik. Paradigma
ini meninjau kekerasan seksual terhadap wanita pada film Dear Nathan : Thank You
Salma dengan melihat ketidakadilan serta diskriminasi yang dilakukan oleh pihak yang
berkuasa yaitu laki-laki. Paradigma kritis memandang unsur bahasa selalu berhubungan
dengan kekuasaan, seperti membentuk subjek serta tindakan-tindakan representasi yang
ada di masyarakat ( Hikam, 1996:85). Maka, penulis ingin menjelaskan bagaimana suatu
wacana dibentuk melalui dua unsur yaitu kepentingan dan kuasa kemudian melihat
bagaimana makna pelecehan seksual terhadap perempuan dalam film Dear Nathan: Thank
You Salma.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif guna mendapatkan data yang
mendalam serta menemukan suatu makna. Menurut Moleong (2011), penelitian kualitatif
adalah penelitian yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik tetapi penelitian
yang dihasilkan melalui pemahaman tentang fenomena yang terjadi serta berdasarkan
pada usaha membangun perspektif terkait objek yang diteliti dengan rinci. Perspektif
yang dimaksud berupa kata-kata bahasa maupun gambar holistik. Dalam artian, dapat
disimpulkan penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menjelaskan suatu peristiwa
atau fenomena yang terjadi kemudian ditulis dalam bentuk kata-kata sesuai dengan data
yang diperoleh oleh peneliti dalam pengamatan.
Penelitian ini menggunakan metode analisis semiotika yaitu studi mengenai
simbol atau tanda dan hal-hal yang berhubungan dengannya, caranya yang berfungsi
dengan tanda-tanda lainnya, pengiriman dan penerimaan oleh mereka yang
menggunakannya. Penelitian ini menggunakan metode analisis semiotika teori John Fiske
dengan melihat kode-kode sosial dalam televisi yang terbagi dalam tiga level yaitu
realitas, representasi dan ideologi.

3.2 Sumber Data


Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Data Primer
Data utama yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari dokumentasi film
Dear Nathan : Thank You Salma yang berdurasi 112 menit.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapatkan dari berbagai sumber terdahulu.
Data ini berupa artikel, jurnal, buku maupun skripsi yang relevan dengan penelitian
yang akan dilakukan.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu:
1. Observasi
Observasi merupakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang akan
diteliti. Penelitian ini mengamati secara langsung adegan yang terdapat pada film dear
nathan : Thank You Salma, sehingga peneliti dapat menemukan adegan yang
dianggap mempresentasikan pelecehan seksual.
2. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data kualitatif yang
dilakukan dengan menganalisis suatu dokumen baik yang dibuat oleh subjek sendiri
maupun orang lain terkait subjek. Dokumentasi adalah tindakan kualitatif yang
dilakukan peneliti untuk ,mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek dengan
melalui media tertulis yang dibuat langsung oleh subjek yang berkaitan dengan
penelitian (Herdiansyah, 2010). Dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan
mengelompokkan adegan adegan untuk melihat pemaknaan dari simbol dan tanda
yang muncul dalam Film Dear Nathan : Thank You Salma. Kemudian adegan yang
cocok akan di capture dan di analisis menggunakan semiotika John Fiske.

3.4 Teknik Analisis Data


Menurut Moelong (2011), teknik analisis data merupakan teknik analisis yang
dilakukan dengan pendekatan dengan data, mengelola data, serta mengelompokkan data
dengan memilah data yang akan digunakan atau tidak, mencari dan mendapatkan pola,
mendapatkan hal yang penting dan bisa dipelajari serta menyimpulkan tentang data apa
saja yang dapat dibagikan dengan orang lain. Dalam penelitian ini, analisis data yang
dilakukan berupa proses mengelompokkan dan menyusun data secara baik dan benar
terkait data yang diperoleh melalui studi observasi dan dokumentasi serta semua bahan
yang relevan dengan penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan model semiotika John
Fiske. Semiotika John Fiske mengemukakan semiotika melalui berbagai kode yang
terdapat dalam televisi. Menurut pendapat yang dikemukakan John Fiske, kode yang
terdapat di televisi terhubung antara yang satu dengan yang lain sehingga membingkai
menjadi suatu makna. Dalam teori ini, realitas tidak akan hanya muncul melalui kode
yang muncul, namun akan diproses dengan penerimaan berdasarkan referensi dari
penonton, sehingga kode tersebut akan diubah oleh banyak individu. John Fiske menolak
gagasan bahwa penonton berperan pasif dan hanya menerima produk yang ditawarkan
media. Namun, penonton berpikir melalui pengindraan sehingga setiap individu
menghasilkan pemikiran yang berbeda.
Dalam bukunya John Fiske Cultural and Correspondence Studies, semiotika yang
terdapat di dalam film memiliki dua perspektif pada ilmu komunikasi, yaitu perspektif
pertama menganggap komunikasi sebagai transmisi informasi dan yang kedua
memandang komunikasi sebagai makna itu sendiri.
Penelitian yang akan ditulis oleh peneliti sendiri ini menggunakan perspektif
kedua, dimana melihat komunikasi untuk pertukaran makna yang difokuskan pada bahasa
yang digunakan dalam suatu pesan atau teks dalam berinteraksi dengan khalayak agar
terdapat sebuah makna. Seiring berkembangnya zaman, John Fiske ini bukan hanya
digunakan untuk program televisi, akan tetapi juga digunakan untuk membedah teks yang
terdapat dalam media yang berbeda, seperti iklan, film dan sebagainya. Dalam kode -
kode televisi yang dibuat oleh John Fiske, terdapat berbagai peristiwa yang ditampilkan
di televisi dan sudah dikodekan oleh berbagai macam kode sosial yang sudah dibagi
menjadi tiga level diantaranya, yaitu :
1. Level realitas, kode sosial dilihat dari pakaian dan riasan yang dikenakan para
pemain, tingkah laku, isyarat, artikulasi, suara dan sebagainya
2. Level representasi, terdapat komponen-komponen khusus, misalnya representasi yang
dikodekan secara elektronik yang harus ditampilkan dalam kode-kode khusus, seperti
pengambilan gambar, pencahayaan, pengubahan, musik, dan suara. Dalam bahasa
yang tersusun, terdapat kata, kalimat, foto, dan desain. Dalam bahasa gambar ada
kamera, lighting, music altering, dan lain-lain. Komponen-komponen tersebut
kemudian dikirim ke dalam kode ilustratif yang dapat mewujudkan karakter, cerita,
aktivitas, wacana, dan setting.
3. Level ideologis merupakan efek samping dari dunia nyata dan penggambaran yang
dapat menciptakan hubungan sosial dengan kode ideologis, komponen dalam film
diatur dalam kode ideologi, seperti masyarakat yang berpusat pada manusia,
kemandirian, ras, kelas, realisme, perusahaan swasta dan sebagainya.

Berdasarkan penjelasan diatas, Langkah-langkah peneliti dalam menganalisis data adalah:


1. Melakukan pengamatan pada setiap adegan yang ada pada film Dear Nathan:
Thankyou Salma
2. Mengidentifikasi scene yang dianggap dapat mewakili penggambaran pelecehan
seksual terhadap perempuan dalam film Dear Nathan: Thank You Salma
3. Menganalisis dan mendeskripsikan data yang sudah dikumpulkan dengan metode
semiotika John Fiske guna menentukan level realitas, representasi dan ideologis
4. Menyimpulkan hasil temuan-temuan penelitian sesuai dengan rumusan masalah yang
sudah dibuat.

3.5 Rencana Jadwal Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan penulis pada semester 7 atau tepatnya akan diajukan
sebagai judul skripsi sebagai syarat lulus dari Universitas Amikom Yogyakarta. Adapun
rincian kegiatannya sebagai berikut :
No Kegiatan Bulan 2022
Sep Okt Nov Des Jan Feb
1 Pengajuan Dosen
Pembimbing
2 Pengajuan
Judul
3 Penyusunan Bab
I
4 Penyusunan Bab
II
5 Penysunan Bab
III
6 Penyusunan Bab
IV
7 Penyusunan Bab
V
8 Seminar Hasil
Akhir

DAFTAR PUSTAKA
Annisa, F. (2022). Pelecehan Seksual: Definisi, Ciri-ciri, hingga Cara Mencegah.
https://www.idntimes.com/life/inspiration/fajrina-annisa-putri/definisi-pelecehan-
seksual-c1c2
Dihni, V. A. (2022). Film Dear Nathan: Thank You Salma Tembus 700 Ribu Penonton,
Terlaris di Indonesia | Databoks.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/02/08/film-dear-nathan-thank-you-
salma-tembus-700-ribu-penonton-terlaris-di-indonesia
Naufal, M. (2021). Gadis 13 Tahun Jadi Korban Kekerasan Seksual di Kota Tangerang,
Kasus Dilaporkan Sejak 2020.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/09/21/18434821/gadis-13-tahun-jadi-
korban-kekerasan-seksual-di-kota-tangerang-kasus
Siswanto. (2021). Seperti Apa Kasus Dugaan Perkosaan Belasan Santri Perempuan di
Bandung? https://www.suara.com/news/2021/12/13/115003/seperti-apa-kasus-dugaan-
perkosaan-belasan-santri-perempuan-di-bandung
Lusianukita, L. (2020). Representasi Kekerasan terhadap Perempuan pada Film 27 Steps of
May. Interaksi Online, 8(4), 31-43.
Rochmah, S. (2021). Representasi kekerasan dalam Film Midsommar: analisis semiotika
Roland Barthes (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).
Rawung, L. I. (2013). Analisis Semiotika Pada Film Laskar Pelangi. ACTA DIURNA
KOMUNIKASI, 2(1).
Fadilah, U. N. (2021). Representasi body shaming pada Film Imperfect: Karir, Cinta &
Timbangan (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).
Situmeang, I. O. (2017). Representasi Wanita Pada Iklan Televisi Wardah Cosmetic (Analisis
Semiotik Roland Barthes Wardah Inspiring Beauty Versi True). SEMIOTIKA: Jurnal
Komunikasi, 9(1). https://doi.org/10.30813/s:jk.v9i1.11
Surahman, S., Corneta, I., & Senaharjanta, I. L. (2020). Female Violence Pada Film Marlina
Si Pembunuh Dalam Empat Babak (Analisis Semiotika Roland Barthes). SEMIOTIKA:
Jurnal Komunikasi, 14(1). https://doi.org/10.30813/s:jk.v14i1.2198
Sumakud, V. P. J., & Septyana, V. (2020). Analisis perjuangan perempuan dalam menolak
budaya patriarki (Analisis Wacana Kritis–Sara Mills Pada Film “Marlina Si Pembunuh
Dalam Empat Babak”). SEMIOTIKA: Jurnal Komunikasi, 14(1).
https://doi.org/10.30813/s:jk.v14i1.2199
Valerina, W. (2013). Representasi Kekerasan Seksual Pada Perempuan. Jurnal
Komunitas, 2(1)
Furkan, E. B. F., & Putra, D. K. S. (2017). You Look Disguisting: Kritik Atas Citra
Kecantikan Telaah Semiotika John Fiske terhadap Representasi Feminisme
Modern. SEMIOTIKA: Jurnal Komunikasi, 9(2). https://doi.org/10.30813/s:jk.v9i2.19
Moelong, L. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosdakarya.
Moleong, L. (2011). Metodoogi Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosdakarya.
Moleong, L. J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosdakarya.
Herdiansyah, H. (2010). Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu0Ilmu Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika
Pujileksono, S. (2015). Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif. Kelompok Intrans
Publishing.

Anda mungkin juga menyukai