Anda di halaman 1dari 32

Studi Kualitatif: Citra Diri Korban Begal Payudara

Diajukan untuk memenuhi tugas skill lab

Mata kuliah :

Metodologi Penelitian II

Dosen Pengampu :

Ns. Misrawati, M.Kep., Sp.Mat., PhD

Disusun Oleh :

Kelompok 1 Kecil 2 (A 2019 2)

Ayu Febriani (1911155662)

Danu Mangippu Pasaribu (1911113498)

Desyanifransisca Giawa (1911111882)

Dela Andini (1911110547)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini kejahatan dan tindakan kriminalitas telah menjadi masalah sosial tersendiri bagi
hampir seluruh tatanan masyarakat dunia. Tindakan kriminal atau kriminalitas merupakan
suatu tindakan di masyarakat yang bersifat melanggar baik dari segi norma hukum legal atau
formal. Adapun contoh tindakan yang dapat katakan sebagai tindakan kriminal adalah
mencuri, membunuh, mengkonsumsi narkoba, korupsi, menganiaya, dan termasuk pelecehan
seksual (Sulis Rudatin & Nunuk, 2020).
Selama rentang waktu 5 tahun terakhir jumlah kasus kriminalitas berupa pemerkosaan
dan pencabulan mengalami peningkatan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rentang
waktu 2016 hingga 2021 setidaknya terjadi peningkatan pada kasus pemerkosaan dan
pencabulan yang menyentuh angka 31%. Jumlah kasus pada tahun 2016 sebanyak 5.237
kasus, sementara pada 2020 mencapai angka 6.872 kasus. Tren jumlah kasus pemerkosaan
dan pencabulan mengalami peningkatan. Kasus meningkat 5,1% pada tahun 2017 jika
dibandingkan tahun 2016, dan pada tahun 2018 terjadi peningkatan jumlah kasus sebesar
4,6% (Pahlevi, 2021). Tindakan kriminal yang terjadi pada perempuan saat ini telah menjadi
isu yang perlu mendapatkan perhatian lebih, salah satunya tindakan pelecehan seksual.
Pelecehan seksual dapat diartikan sebagai diberikannya suatu tuntutan seksual yang tidak
diinginkan atau diciptakannya suatu lingkungan yang ofensif secara seksual, yang dalam
bahasa sederhana disebut juga dengan perhatian yang tidak diinginkan atau unwelcome
attention (Hermawati & Sofian, 2018). Pelecehan seksual adalah segala tingkah laku seksual
yang tidak diinginkan, permintaan untuk melakukan perbuatan seksual, baik secara lisan atau
fisik, seperti isyarat yang bersifat seksual atau perilaku lain apapun yang bersifat seksual,
yang menjadikan seseorang merasa tersinggung, dipermalukan atau terintimidasi (Fileborn,
2017).
Terdapat berbagai jenis tindakan pelecehan seksual, diantaranya sebagai tindakan
berkonotasi seksual yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang terhadap orang lain yang terdiri atas tiga dimensi yaitu pelecehan seksual di jalan
(street harassment), perhatian seksual yang tidak diinginkan (unwanted sexual attention) dan
pemaksaan seksual (sexual coercion) (Wibowo & Sulistyanta, 2021). Kejahatan pelecehan
seksual itu tidak hanya terbatas pada pemerkosaan dan tindak kekerasan fisik yang dilakukan
oleh seseorang, beberapa tindakan yang dilakukan dan menunjukkan pendekatan-pendekatan
terkait dengan seks yang tidak diinginkan dapat dinyatakan ke dalam suatu bentuk tindak
pelecehan seksual (Rosyidah & Nurdin, 2018).
Street harassment atau pelecehan seksual di jalan merupakan bagian dari bentuk
pelecehan seksual. Street harassment merupakan tindakan-tindakan seperti bersiul, menatap
atau melotot secara berkepanjangan, meraba-raba, mengikuti seseorang dan komentar verbal
yang mengganggu. Menurut laporan yang berjudul “Unsafe and Harassed in Public: A
National Street Harassment Report”, street harassment atau pelecehan jalan diartikan
merupakan suatu interaksi yang tidak diinginkan yang terjadi pada ruang publik yang
melibatkan dua pihak atau lebih yang tidak saling mengetahui satu sama lain dan biasanya
disebabkan oleh gender, orientasi seksual atau ekspresi gender yang mengakibatkan korban
merasa kesal, marah, malu ataupun takut (Holly, 2014). Begal seks adalah salah satu sinonim
lain untuk kejahatan pelecehan seksual di domain public oleh media. Ketidaksenonohan
seksual sama dengan perampokan pada umumnya, yaitu penyitaan barang secara paksa juga
dilakukan oleh para perampok seksual, serta merampas harga diri seseorang yang dilakukan
dengan meraba-raba bagian sensitif seseorang (Pratiwi & H, 2021).
Fenomena begal seks dianggap kejadian tabu oleh masyarakat Indonesia. Kejahatan begal
seks terjadi akibat semakin maju dunia teknologi yang menyebabkan orang semakin mudah
untuk mengakses internet dan situs porno. Dalam implementasinya, pelaku mempunyai
hasrat untuk melampiaskan nafsunya tanpa mengenal tempat, korban dan kondisi. Begal
payudara merupakan suatu bentuk tindakan kejahatan yang dilakukan oleh oknum pelecehan
seksual dengan menyentuh atau meremas payudara perempuan (Alfaris, 2019). Pelaku begal
seks biasanya dilakukan oleh lelaki perorangan atau dua orang, dengan cara mencari korban
yang memakai kendaraan bermotor ataupun yang sedang berjalan dengan kondisi korban
sedang sendiri lalu mengikuti korban dan di dalam kondisi yang tepat pelaku akan
melakukan kejahatan begal seks dengan cara memegang atau meraba bagian sensitif pada
korban seperti payudara (Hamid, 2020). Penderitaan fisik yang dialami para korban street
harrasment mengakibatkan citra diri negatif, konsep diri para korban semakin terpuruk,
kehilangan makna hidup, dan harkat dan martabat para korban menjadi hancur (Engel, 2018).
Para korban kehilangan rasa hormat dan penghargaan dari orang lain maupun kehilangan
kebutuhan untuk menghormati diri sendiri.
Citra diri merupakan suatu bentuk penilaian pribadi terhadap perasaan berharga yang
diekspresikan dalam sikap-sikap yang dipegang oleh individu tersebut (Wijanarko & Xie,
2017). Setiap orang mempunyai gambaran tertentu mengenai dirinya, statusnya, kelebihan
dan kekurangannya. Pada korban pelecehan seksual, berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Izzaturrohmah & Khaerani (2018), terdapat dampak negatif yang dialami oleh korban
pelecehan seksual, yakni depresi, sedih, merasa dirinya kotor, ketakutan, kepercayaan diri
yang rendah, kesulitan mengontrol emosi, takut menikah, tertekan, terpuruk, dan jijik dengan
dirinya sendiri. Tentunya hal ini akan mengganggu kesejahteraan dan keamanan korban
pelecehan seksual. Terdapat efek lain dari pelecehan seksual yakni menimbulkan sedih,
dendam, rasa marah, rasa malu, dan merasa tidak berarti (Trihastuti & Nuqul, 2020).
Dari fenomena kejadian pelecehan seksual yang marak terjadi saat ini, maka peneliti
tertarik untuk mengetahui bagaimana pengalaman, citra diri, serta efeknya bagi kehidupan
perempuan sebagai korban pelecehan seksual khususnya pada kasus begal payudara dengan
judul “Studi Kualitatif: Citra Diri Korban Begal Payudara.”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan penjelasan di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah :
a. Bagaimana pengalaman mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Riau sebagai
korban begal payudara?
b. Bagaimana pelecehan seksual (begal payudara) mempengaruhi konsep citra diri korban
begal payudara?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan ini dibedakan menjadi 2 yaitu sebagai
berikut:
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui pengalaman perempuan korban begal payudara terhadap konsep citra
diri di Pekanbaru.
b. Tujuan khusus
Menggambarkan pengalaman perempuan korban begal payudara terhadap konsep citra
diri di Pekanbaru.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan ini dibedakan menjadi 2 yaitu sebagai
berikut:
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat keilmuan tentang pelecehan
seksual (begal payudara) dan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat keilmuan tentang pelecehan
seksual (begal payudara) dan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Begal Payudara


2.1.1 Definisi Begal Payudara
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, begal diartikan sebagai penyamun. Sedangkan
pembegalan berarti proses, cara, perbuatan membegal, perampasan di jalan atau
penyamunan. Dan ini sering terjadi sehingga penduduk di daerah itu tidak berani
memakai perhiasan jika berpergian. Pembegal atau biasa disebut begal, adalah
tindakan merampas sesuatu dari milik orang lain secara paksa, hampir sama dengan
perampok, hanya saja ia bisa langsung melukai korbannya. Pembegalan dilakukan
oleh seseorang atau beberapa orang terhadap seseorang atau beberapa orang yang
sedang melintas di jalan dengan merampas harta benda miliknya disertai dengan
tindak kekerasan, bahkan tak jarang memakan korban jiwa. Kemudian payudara
adalah bagian dari kelenjar mamaria yaitu tonjolan setengah bola dengan ukuran
bervariasi di anterior dari otot pektoralis mayor dan anterior yang melekat pada otot –
otot tersebut melalui satu lapisan fasia yaitu yang terdiri dari jaringan ikat tak teratur
padat yang memiliki fungsi laktasi pada wanita (Agustina, (2018)). Dari penjelasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa begal payudara adalah proses, cara, perbuatan
membegal, perampasan di jalan penyamunan yang dilakukan oleh seseorang atau
beberapa orang pada payudara korban sebagai sasarannya, dimana tindakan begal
payudara ini dilakukan dengan cara menyentuh maupun meremas payudara
korbannya.
2.1.2 Faktor Penyebab Terjadinya Perilaku Tindakan Begal Payudara
Menurut Utami (2018), penyebab terjadinya kejahatan seksual termasuk begal
payudara ini adalah sebagai berikut :
a. Perbedaan perlakuan pada gender
Dalam masyarakat, anak laki – laki diberi keyakinan untuk selalu kuat, tegas dan
berani dalam hal apapun. Sedangkan perempuan harus berlaku patuh tanpa
membantah. Pola ini menjadi penyebab dari penyimpangan gender antara laki –
laki dengan perempuan.

b. Pergaulan bebas
Pergaulan bebas bisa menyebabkan seseorang teracuni oleh pikiran pornografi.
Pornografi ini menjadi pendorong nafsu seseorang untuk melakukan kejahatan
seksual.
Sedangkan menurut penelitian Moktar (2018) pada kelompok remaja, dikatakan
perilaku begal ini bisa terjadi disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
a. Ketika individu putus sekolah, individu mulai tidak percaya diri, putus asa dan
individu kecenderungan lebih menyandarkan harapannya pada orang lain dan
menjadi diri sendiri dan memilih situasi yang menguntungkan mereka.
b. Kelompok teman sebaya (peer group) sangat mempengaruhi seseorang yang bisa
membuat diri menjadi rasa lebih nyaman yang mengarah kepada hal-hal negatif.
c. Konformitas dalam kelompok teman sebaya sangat mempengaruhi tingkah laku
individu sehingga individu merubah keadaan sesuai norma-norma yang ada di
dalam kelompoknya agar kelompok terlihat lebih akrab salah satunya adalah peran
dalam pembegalan.
d. Peran orang tua sangat penting dalam mendidik anak-anaknya sehingga anak-anak
berkembang sesuai dengan lingkungan keluarga, seperti yang dialami subjek yang
dengan pola asuh neglectful oleh orang tuanya waktu kecil dan diasuh oleh ibunya
dengan neglectful juga sehingga subjek menjadi lebih agresif dan pola asuh ayah
yang neglectful yang membiarkan subjek melakukan hal-hal negatif tanpa kontrol
dari seorang ayah.

2.1.3 Peraturan Tindak Begal Payudara


Dalam Ekaristi (2017), dikatakan mengenai pelecehan seksual bahwa didalam KUHP
tidak menggunakan istilah pelecehan seksual tetapi menggunakan istilah kejahatan
terhadap kesopanan sebagaimana diatur dalam Bab XIV buku kedua tentang
kejahatan. Pada bab XIV adalah kejahatan terhadap kesusilaan yang terdapat dalam
pasal 281-298.
Pertanggungjawaban tindak pidana pelecehan seksual terhadap perempuan bila pelaku
adalah anak dalam undang-undang sistem peradilan pidana anak nomor 11 tahun 2012
ialah yang telah berusia 8 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum menikah
maka anak itu diberi diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari
proses peradilan pidana ke proses diluar pidana yang tujuannya agar tidak memberikan
dampak negatif terhadap jiwa dan perkembangan anak oleh keterkaitannya dengan
sistem peradilan pidana. Tujuan diberikannya diversi adalah mencapai perdamaian
antara korban dan anak, menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan,
menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk
berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggungjawab kepada anak. Sistem
pertanggungjawaban pidana terhadap anak adalah sama dengan orang dewasa hanya
saja ancaman pidananya tidak sama dengan orang dewasa. Berdasarkan Pasal 23
Undang - Undang No. 3 Tahun 1997, anak dapat dijatuhi hukuman berupa pidana
pokok maupun tambahan serta tindakan, tindakan dapat digunakan demi kepentingan
terbaik bagi anak, sedangkan pemidanaan merupakan solusi terakhir yang harus dipilih
dan bila pelaku sudah dewasa maka pertanggungjawabannya ialah terjerat Pasal 289
KUHP mengenai perbuatan cabul dan Pasal 310 mengenai perbuatan tidak
menyenangkan.

2.2 Tinjauan Citra Diri


2.2.1 Definisi Citra Diri
Citra diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri
sebagai makhluk yang berfisik, sehingga citra diri sering dikaitkan dengan
karakteristik fisik termasuk didalamnya penampilan seseorang. Citra diri atau
gambaran diri (self image) merupakan gambaran mengenai diri individu atau jati diri
seperti yang digambarkan atau yang dibayangkan (Chaplin, 2009). Sedangkan menurut
(Holden, 2005) mengatakan citra diri terbentuk dari penilaian yang dibuat oleh diri
sendiri maupun oleh orang lain. Citra diri ini merupakan “diri yang dipelajari” ia
terbentuk dari informasi pengalaman, umpan balik, dan kesimpulan yang buat.
Menurut Sutarno (2006) citra diri seseorang adalah pengakuan, penilaian,
anggapan, dan pendapat orang lain dan masyarakat kepada orang bersangkutan. Hal
tersebut memerlukan proses yang berlangsung lama dan bebas tanpa pengaruh atau
tekanan. Untuk mendapatkan citra yang baik tidaklah mudah. Citra itu sendiri tidak
bisa dipaksakan, tetapi timbul atau muncul dan merupakan dampak dari perilaku di
dalam perikehidupan seseorang di tengah dan bersama-sama anggota masyarakat. Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa citra diri adalah gambaran tentang diri yang
dibuat individu mengenai penampilan diri dan perasaan yang menyertainya
berdasarkan penilaian dari diri sendiri maupun pandangan orang lain terhadap dirinya.

2.2.2 Aspek Citra Diri


Menurut (Brown, 1998) mengungkapkan bahwa ada tiga aspek dalam
pengetahuan akan diri sendiri yaitu:
a. Dunia fisik (physical world)
Realitas fisik dapat memberikan suatu arti yang mana kita dapat belajar mengenai
diri kita sendiri. Sumber pengetahuan dari dunia fisikal memberikan pengetahuan
diri sendiri. Akan tetapi pengetahuan dari dunia fisik terbatas pada atribut yang
bisa diukur dengan yang mudah terlihat dan bersifat subjektif dan kurang
bermakna jika tidak dibandingkan dengan individu lainnya.
b. Dunia Sosial (social world)
Sumber masukan untuk mencapai pemahaman akan citra diri adalah masukan dari
lingkungan sosial individu. Proses pencapaian pemahaman diri melalui
lingkungan sosial tersebut ada dua macam, yaitu:
1) Perbandingan Sosial (social comparison)
Serupa dengan dunia fisik, dunia sosial juga membantu memberi gambaran
diri melalui perbandingan dengan orang lain. Pada umumnya individu
memang cenderung membandingkan dengan individu lain yang dianggap
sama dengannya untuk memperoleh gambaran yang menurut mereka adil.
Akan tetapi tidak jarang individu membandingkan dirinya dengan individu
yang lebih baik (disebut upward comparison) atau yang lebih buruk
(downward comparison) sesuai dengan tujuan mereka masing-masing.
2) Penilaian yang tercerminkan (reflected appraisal)
Pengetahuan akan diri individu tercapai dengan cara melihat tanggapan orang
lain terhadap perilaku individu. Misalnya jika individu melontarkan gurauan
dan individu lain tertawa, hal tersebut dapat menjadi sumber untuk
mengetahui bawa individu lucu.
c. Dunia dalam atau psikologis (inner ata or psychological world)
Sedangkan untuk sumber berupa penilaian dari dalam diri individu, ada tiga hal
yang dapat mempengaruhi pencapaian pemahaman akan citra diri individu, yaitu:
1) Introspeksi (introspection)
Introspeksi dilakukan agar individu melihat kepada dirinya untuk mencari hal-
hal yang menunjang dirinya. Misalnya seseorang yang merasa dirinya pandai,
bila berintrospeksi akan melihat berbagai kejadian dalam hidupnya, misalnya
bagaimana dirinya menyelesaikan masalah, menjawab pertanyaan, dan
sebagainya.
2) Proses mempersepsi diri (self perception process)
Proses ini memiliki kesamaan dengan intropeksi, namun bedanya adalah
bahwa proses mempersepsi diri dilakukan dengan melihat kembali dan
menyimpulkan seperti apa dirinya setelah mengingat-ingat ada tidaknya
atribut yang dicarinya di dalam kejadian-kejadian di hidupnya. Sedangkan
introspeksi dilakukan sebaliknya.
3) Atribusi kausal (causal attributions)
Cara ini dilakukan dengan mencari tahu alasan di balik perilaku. Weiner
(dalam Brown, 1998) mengatakan bahwa atribusi kausal adalah dimana
individu menjawab pertanyaan mengapa dalam melakukan berbagai hal dalam
hidupnya. Atribusi kausal ini juga dapat dilakukan kepada perilaku orang lain
yang berhubungan dengan individu. Dengan mengetahui apa alasan orang lain
melakukan suatu perbuatan yang berhubungan dengan individu, sehingga
individu tahu bagaimana gambaran diri sebenarnya. Atribusi yang dibuat
mempengaruhi pandangan individu terhadap dirinya.

Adapun Menurut Grad (dalam Nurtjahjanti (2016)) citra diri mengandung


beberapa aspek, yaitu:

a. Kesadaran (awareness) adanya kesadaran tentang citra diri keseluruhan baik yang
bersifat fisik maupun non fisik.
b. Tindakan (action) melakukan tindakan untuk mengembangkan potensi diri yang
dianggap lemah dan memanfaatkan potensi diri yang menjadi kelebihannya.
c. Penerimaan (acceptance) menerima segala kelemahan dan kelebihan dalam dirinya
sebagai anugerah dari sang pencipta.
d. Sikap (attitude) bagaimana individu menghargai segala kelemahan dan kelebihan
yang dimilikinya. Berdasarkan aspek-aspek diatas, dapat disimpulkan bahwa ada
tiga aspek dalam pengetahuan akan diri sendiri seperti dunia fisik, dunia sosial dan
dunia dalam psikologi, seperti kesadaran, tindakan, penerimaan dan juga sika,
dimana dari beberapa aspek yang diuraikan memiliki pandangan tersendiri
terhadap individu maupun pandangan orang lain.

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Citra Diri


Menurut Mappiare (dalam Andarwati, 2016) faktor-faktor yang mempengaruhi
self-image, sebagai berikut :
a. Keadaan fisik. Penampilan menyeluruh, fisik dan psikis mempengaruhi
pembentukan pribadi. Remaja akan senantiasa membandingkan keadaan fisiknya
dengan teman-teman sebayanya. Perbedaan keadaan fisik dengan teman sebaya
akan menimbulkan perasaan malu dan rendah diri.
b. Pakaian dan perhiasan adalah standar lain bagi remaja. Keadaan pakaian yang
tidak memuaskan seringkali membuat mereka menghindarkan diri dari pergaulan
kelompok teman sebaya atau peer group.
c. Teman-teman sebaya dalam kelompok sangat berpengaruh terhadap self-image
dan ada atau tidak adanya penilaian diri yang positif. Penerimaan kelompok
terhadap diri seseorang, rasa ikut serta dalam kelompok, memperkuat self-image
dan penilaian diri yang positif, sebaliknya adanya penolakan peer group
mengurangi penilaian diri positif.
d. Selain itu, keadaan keluarga, situasi rumah-tangga, sikap mendidik orang tua,
pergaulan dan pola hubungan antar anggota keluarga merupakan seperangkat hal
lain yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan self-image yang sehat
dan adanya rasa percaya diri.
Adapun pendapat menurut (Brown, 1998) juga mengungkapkan faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Faktor Perilaku
1) Perhatian selektif (selective attention) terhadap masukan yang mendukung citra
diri individu. Individu cenderung memilah-milah, masukan mana yang ingin
diperhatikan.
2) Melumpuhkan diri sendiri, individu memunculkan sendiri perilaku tertentu
yang mengeluarkan kekurangannya.
3) Pemilihan tugas yang memperlihatkan usaha positif. Individu cenderung lebih
melihat masukan yang bersifat menunjukkan kelebihan mereka, daripada
kemampuan mereka sebenarnya (kemampuan yang kurang baik).
4) Bukti yang memperjelas perilaku mencari info strategis, individu cenderung
menghindari situasi dimana kekurangannya dapat terlihat dan individu
cenderung mencari masukan untuk hal yang mudah diperbaiki dari hasil
kemampuan mereka.

b. Faktor Sosial
1) Interaksi selektif, individu bisa memilih dengan siapa ia ingin bergaul.
2) Perbandingan sosial yang bias, individu cenderung membandingkan dirinya
dengan orang lain yang menurutnya lebih rendah kemampuannya dari pada
dirinya.

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa banyak yang mempengaruhi


faktor-faktor citra diri yaitu keadaan fisik, pakaian, teman-teman sebaya, dan keadaan
keluarga adapun juga faktor citra diri seperti faktor perilaku dan juga sosial.

2.3 Kerangka Konsep

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan bentuk penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan


fenomenologi. Penelitian kualitatif menurut Creswell (1998) adalah suatu proses penelitian
untuk memahami masalah masalah manusia atau sosial dengan menciptakan gambaran
menyeluruh dan kompleks yang disajikan dengan kata kata, melaporkan pandangan terinci
yang diperoleh dari sumber informasi, serta dilakukan dalam latar atau setting yang alamiah
(Zakariah et al., 2020). Fenomenologi adalah filsafat tentang fenomena, tetapi bukan
sekadar renungan filsafat. Fenomena dalam cermatan fenomenologis memaksudkan sebuah
peristiwa tentang pengalaman hidup sehari hari (Muhammad Farid, 2018).

Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode purposive sampling untuk


mendapatkan sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian. Purposive sampling adalah
teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu. Menurut Margono (2004),
pemilihan sekelompok subjek dalam purposive sampling, didasarkan atas ciri-ciri tertentu
yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri populasi yang sudah
diketahui sebelumnya. Dengan kata lain unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan
kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian (Mamik, 2015).

Dengan menggunakan pendekatan fenomenologi dengan pengambilan sampel purpose


sampling, peneliti berusaha menggali konsep citra diri seseorang melalui pengalaman dan
kehidupan seorang korban begal payudara.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di kediaman masing-masing responden, yang berlokasi di wilayah


Kota Pekanbaru.

3.2.2 Waktu penelitian

Penelitian ini dimulai sejak awal proses perumusan masalah hingga seminar hasil penelitian
yang berlangsung dari bulan Maret hingga Agustus 2022. Untuk keterangan lebih lengkap
terkait jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:
3.3 Partisipan Penelitian

Partisipan adalah semua orang atau manusia yang berpartisipasi atau ikut serta dalam
suatu kegiatan. Menurut pandangan dari Sumarto (2003), partisipan yaitu:

“Pengambilan bagian atau keterlibatan orang atau masyarakat dengan cara memberikan
dukungan (tenaga, pikiran maupun materi) dan tanggung jawabnya terhadap setiap
keputusan yang telah diambil demi tercapainya tujuan yang telah ditentukan bersama”.
Dapat disimpulkan bahwa partisipan adalah subjek yang dilibatkan di dalam kegiatan mental
dan emosi secara fisik sebagai peserta dalam memberikan respon terhadap kegiatan yang
dilaksanakan dalam proses belajar- mengajar serta mendukung pencapaian tujuan dan
bertanggung jawab atas keterlibatannya.

3.3.1 Pemilihan Partisipan

Penentuan partisipan pada penelitian kualitatif tidak didasarkan pada jumlah tetapi
berdasarkan pada kecukupan dan kesesuaian hingga mencapai saturasi data. Pemilihan
partisipan dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian
berlangsung peneliti memilih orang tertentu yang akan memberikan informasi,
selanjutnya berdasarkan informasi yang didapat dari partisipan sebelumnya, peneliti
dapat menentukan partisipan lain yang akan memberikan informasi yang lengkap.
Penentuan partisipan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu memilih partisipan sesuai tujuan dan kriteria yang ditetapkan
sebelumnya oleh peneliti, sehingga dapat dipastikan data yang didapat akan sesuai
dengan fenomena yang diteliti.

3.3.2 Jumlah Partisipan

Pada penelitian ini, partisipan yang akan diambil oleh peneliti adalah 10 orang. Namun
dalam penelitian kualitatif, penentuan atau penghentian jumlah sampel dalam mencari
data akan dilakukan apabila data yang didapatkan sudah jenuh. Pada artiannya, data
tersebut sudah memiliki hasil yang sama pada setiap partisipan yang dilakukan
wawancara. Jadi jumlah sampel yang tertera diatas dapat berubah sesuai dengan hasil
yang didapatkan nantinya. Peneliti dalam penelitian ini telah menetapkan kriteria
inklusi, yaitu karakteristik umum dari subjek penelitian dari suatu populasi target yang
terjangkau oleh peneliti untuk diteliti (Sujarweni, 2014). Kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah:

1. Perempuan yang bertempat tinggal atau berdomisili di daerah Pekanbaru.


2. Perempuan yang pernah mengalami begal payudara.
3. Perempuan yang pernah mengalami begal payudara dalam kondisi kooperatif.
3.4 Etika Penelitian

Menurut Hidayat (2014), etika penelitian diperlukan untuk menghindari terjadinya


tindakan yang tidak etis dalam melakukan penelitian, maka dilakukan prinsip-prinsip
sebagai berikut (Hidayat, 2014) :

1. Lembar Persetujuan (Informed consent)

Lembar persetujuan berisi penjelasan mengenai penelitian yang dilakukan, tujuan


penelitian, tata cara penelitian, manfaat yang diperoleh responden, dan resiko yang
mungkin terjadi. Pernyataan dalam lembar persetujuan jelas dan mudah dipahami
sehingga responden tahu bagaimana penelitian ini dijalankan. Untuk responden yang
bersedia maka mengisi dan menandatangani lembar persetujuan secara sukarela.

2. Anonimitas

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak mencantumkan nama responden, tetapi


lembar tersebut hanya diberi kode.

3. Confidentiality ( Kerahasiaan )

Confidentiality yaitu tidak akan menginformasikan data dan hasil penelitian berdasarkan
data individual, namun data dilaporkan berdasarkan kelompok.

4. Sukarela

Peneliti bersifat sukarela dan tidak ada unsur paksaan atau tekanan secara langsung
maupun tidak langsung dari peneliti kepada calon responden atau sampel yang akan
diteliti.

3.5 Metode dan Alat Pengumpulan Data

3.5.1 Metode pengumpulan data

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara


dan dokumentasi. Proses pertama adalah observasi. Observasi dilakukan untuk melengkapi
dan memperoleh data tentang hal yang tidak diungkapkan oleh partisipan secara terbuka
dalam wawancara (Creswell, 2009). Dalam penelitian ini, observasi yang dilakukan bersifat
non-partisipatif dan ditulis secara naratif, yaitu observer tidak terlibat dalam melakukan apa
yang dilakukan subjek penelitian. Kemudian yang kedua adalah wawancara, dalam penelitian
ini wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (In-depth interviewing).

Menurut Yin (2000), wawancara mendalam ini merupakan teknik pengumpulan data
yang esensial dalam studi kasus. Wawancara mendalam adalah wawancara fleksibel dan
terbuka, tidak terstruktur dengan ketat, tidak dalam suasana formal. Wawancara ini
dilakukan berulang dengan informan yang sama, dengan pertanyaan terbuka, yaitu
pertanyaan tentang suatu peristiwa atau aktivitas dan opini. Prosedur pengumpulan data
yang ketiga adalah dokumentasi dengan materi audiovisual. Dalam penelitian ini, dokumen-
dokumen tersebut adalah materi audio berupa rekaman suatu objek.

3.5.2 Alat Pengumpulan Data

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara adalah sebuah daftar pertanyaan atau isu yang harus dieksplorasi
oleh peneliti terhadap subjek selama proses wawancara berlangsung (Patton, 1990,
dalam Prayogi, 2016). Bogdan dan Taylor (1992) mengemukakan bahwa daftar
pertanyaan wawancara perlu disiapkan terlebih dahulu, meskipun mungkin jika
pertanyaan ini tidak relevan dengan subjek penelitiannya sehingga perlu disesuaikan.
Pedoman wawancara dapat digunakan untuk menghindari peneliti dari kehabisan
pertanyaan (Bungin, 2001).

2. Alat perekam

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan alat perekam selama proses perekaman
wawancara. Alat perekam yang digunakan penulis adalah aplikasi voice note yang
tersedia di smartphone penulis. Sebelum melanjutkan dengan proses perekaman, penulis
meminta izin kepada subjek terlebih dahulu agar subjek tetap nyaman selama proses
wawancara berlangsung. Rekaman ini untuk membantu penulis untuk mengingat hasil
wawancara dan meminimalkan kesalahan informasi tertulis karena hasil rekaman bisa
diputar berulang-ulang.

3.6 Prosedur Pengumpulan Data

3.6.1. Tahap persiapan

Tahap pertama adalah menemukan dan mengidentifikasi masalah psikologis


serta merumuskan topik penelitian. Kemudian, melakukan tinjauan kepustakaan
terkait penelitian yang relevan dengan penelitian sebelumnya. Setelah itu, penulis
mengumpulkan informasi pada topik yang ditentukan. Sumber informasi diperoleh
dari artikel situs web, buku, jurnal, skripsi terkait, dan data dari hasil praktek kerja
psikologis. Penulis juga mengidentifikasi metode yang akan digunakan dan teknik
pengumpulan data, serta kriteria untuk mengidentifikasi subjek yang akan dijadikan
partisipan penelitian.

Dalam mencari subjek penelitian, penulis mencari subjek penelitian di sekitar


penulis yang memenuhi kriteria penelitian. Selanjutnya penulis menyiapkan
pedoman wawancara dan memberikan kepada dosen pembimbing. Setelah pedoman
wawancara sudah siap, penulis juga menyiapkan lembar informed consent, lembar
informasi partisipan, lembar observasi dan alat bantu rekam sebelum melakukan
wawancara.

3.6.2. Tahap pelaksanaan

Setelah tahap persiapan selesai, tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan


penelitian. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan
observasi. Sebelum melakukan wawancara, penulis menentukan waktu untuk
bertemu dengan para subjek. Penulis meminta kesediaan subjek dan meminta
waktunya untuk diwawancarai. Sebelum melakukan wawancara, penulis terlebih
dahulu mempersiapkan semua peralatan yang dibutuhkan seperti lembar informed
consent, alat bantu rekam, alat tulis.

Pada hari yang telah ditentukan, penulis bertemu dengan subjek penelitian.
Sebelum wawancara dimulai, penulis menjelaskan tujuan wawancara. Kemudian
penulis menyerahkan lembar informed consent kepada subjek penelitian sebagai
bukti bahwa subjek telah menyetujui dengan adanya proses pengambilan data yang
kemudian ditandatangani oleh subjek. Proses pengumpulan data penulis awali
dengan obrolan-obrolan santai serta sedikit candaan untuk membuat suasana yang
nyaman sebagai langkah awal dalam proses wawancara. Tujuannya agar subjek
lebih nyaman sehingga bersedia terbuka selama menjalani wawancara dan tidak
merasa canggung dalam menceritakan kehidupan dan pengalamannya.

Wawancara mendalam dilakukan dalam beberapa kali pertemuan sesuai waktu


dan tempat yang sudah disepakati sebelumnya. Setelah mendapatkan seluruh data
rekaman yang diperlukan, langkah berikutnya mendengarkan kembali rekaman
wawancara tersebut dan membuat transkrip secara verbatim. Transkrip bertujuan
untuk memberikan data yang akurat tentang apa yang dikatakan dan pesan non-
verbal dari subjek penelitian. Selain melakukan wawancara, penulis juga
melakukan pencatatan observasi subjek penelitian dan hal-hal yang berkaitan
dengan subjek. Setelah semua hasil wawancara dalam bentuk rekaman suara di
transkrip secara verbatim, langkah selanjutnya adalah proses analisa data.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data merupakan usaha memilih, memilah, membuang, dan menggolongkan


data untuk menjawab dua permasalahan, meliputi tema apa yang dapat ditemukan, dan
bagaimana data-data ini berkontribusi terhadap tema. (Tripp dalam Basrowi & Suwandi,
2008) menjelaskan bahwa terdapat 3 tahap penting dalam analisis data, yaitu identifikasi apa
yang ada dalam data, melihat pola-pola, dan interpretasi. Setelah data disusun sesuai tema,
kemudian dianalisis, dan ditafsirkan hubungan antara fenomena untuk ditarik
kesimpulannya. Langkah-langkah proses analisis data sebagai berikut:

a. Mencatat peristiwa yang ada di lapangan dalam bentuk catatan lapangan, kemudian diberi
kode sehingga sumber data dapat ditelusuri.
b. Mengumpulkan, memilah, melakukan klasifikasi, mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan
memberi indeks.
c. Berpikir untuk memperjelas kategori data sehingga data yang ada bermakna dengan
mencari dan menemukan pola serta hubungan-hubungan dan membuat temuan-temuan
umum.

Dalam model analisis ini, peneliti dimungkinkan untuk melakukan pencarian kembali
data baru di lapangan, atau menelusuri kembali semua bukti penelitian yang tersimpan,
apabila data yang diperoleh dirasa kurang sebagai dasar penarikan simpulan. Dengan
demikian, selama analisis data dilakukan dalam proses siklus, secara tidak langsung telah
dilakukan triangulasi data untuk kepentingan penarikan simpulan akhir penelitian. Ketiga
langkah dalam komponen analisis interaktif adalah sebagai berikut:

3.7.1 Reduksi Data

Komponen pertama dalam analisis data kualitatif adalah reduksi data. Dalam reduksi
data peneliti melakukan proses pemilihan atau seleksi, pemusatan perhatian atau
pemfokusan, penyederhanaan, dari semua jenis informasi yang mendukung data
penelitian yang diperoleh dan dicatat selama proses penggalian data di lapangan.
Proses reduksi ini dilakukan secara terus menerus sepanjang penelitian masih
berlangsung, dan pelaksanaannya dimulai sejak peneliti memilih kasus yang akan
dikaji. Ketika pengumpulan data berlangsung, reduksi data dilakukan dengan membuat
catatan ringkas tentang isi dari catatan data yang diperoleh di lapangan. Dalam hal ini
peneliti dapat melakukan,mencari dan memusatkan tema, menentukan batas
permasalahan, dan menuliskan catatan peneliti (memo).

3.7.2 Sajian Data

Komponen kedua dalam analisis kualitatif adalah sajian data. Sajian data adalah
sekumpulan informasi yang memberi kemungkinan kepada peneliti untuk menarik
simpulan dan pengambilan tindakan. Sajian data ini merupakan suatu rakitan
organisasi informasi, dalam bentuk deskripsi dan narasi yang lengkap, yang disusun
berdasarkan pokok-pokok temuan yang terdapat dalam reduksi data, dan disajikan
menggunakan bahasa peneliti yang logis, dan sistematis, sehingga mudah dipahami.
Tujuan dalam melakukan atau menyajikan data ini adalah untuk menjawab
permasalahan penelitian melalui proses analisis data. Untuk keperluan itu, sajian data
perlu dikemas dalam bentuk yang sistematik, agar dapat membantu peneliti dalam
melakukan proses analisis. Melalui pemahaman terhadap sajian data ini, peneliti dapat
melakukan analisis data untuk dapat merumuskan temuan-temuan dalam penelitian
dan mengemukakan simpulan akhir penelitian.

3.7.3 Penarikan Simpulan/Verifikasi

Makna adalah hal penting dalam penelitian kualitatif. Peneliti harus berusaha
menemukan makna berdasarkan data yang telah digali secara teliti, lengkap, dan
mendalam. Bagaimana cara menarik simpulan untuk memperoleh makna peristiwa
yang ditelitinya, perlu dipikirkan dengan hati-hati. Penarikan simpulan merupakan
kegiatan penafsiran terhadap hasil analisis dan interpretasi data.

3.8 Keabsahan Data

Triangulasi adalah teknik pengecekan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu


yang lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data
yang bersangkutan (Moleong, 1990). Menurut Denzin (dalam Moleong, 1990) membedakan
empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sumber, metode, penyidik, dan teori yaitu :

a. Triangulasi sumber

Triangulasi sumber merupakan jenis triangulasi yang mengarahkan peneliti untuk


mengumpulkan data dari berbagai sumber yang tersedia, karena data yang sejenis akan
lebih kuat kebenarannya apabila digali dari sumber yang berbeda.

b. Triangulasi metode

Triangulasi metode merupakan jenis triangulasi yang dapat ditempuh dengan menggali
data yang sejenis dengan metode yang berbeda (Sutopo dalam Nugrahani, 2014).
Menurut Patton (dalam Moleong, 1990), dalam triangulasi metode terdapat dua jenis
strategi, yaitu pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian melalui
beberapa teknik, pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode
yang sama.

c. Triangulasi peneliti

Triangulasi peneliti melakukan pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan


peneliti lain untuk mengecek data. Pemanfaatan keahlian peneliti lain sangat membantu
mengurangi ketidakcermatan dalam langkah pengumpulan data. Triangulasi ini juga
dapat ditempuh dengan membandingkan hasil analisis peneliti pertama dengan peneliti
yang lainnya.

d. Triangulasi teori

Triangulasi teori merupakan triangulasi yang dapat ditempuh melalui penggunaan


beberapa teori yang relevan ketika dalam proses analisis data penelitian. Patton (dalam
Moleong, 1990), menyebutnya dengan penjelasan banding.

Berdasarkan empat macam jenis triangulasi diatas, peneliti melakukan triangulasi sumber
data dan triangulasi metode. Triangulasi sumber data yaitu mengambil data dari subjek penelitian
dan dari orang-orang terdekat subjek. Triangulasi metode yaitu mengambil data dengan
wawancara, observasi atau dokumentasi.
Lampiran 1
PERMOHONAN MENJADI PARTISIPAN

Kepada Yth:

Saudara/i Partisipan Penelitian

Di- Tempat

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas
Riau (FKp UNRI) Pekanbaru:

Nama :

NIM :

Alamat :

Dengan ini saya menyampaikan bahwa saya akan mengadakan penelitian dengan judul
“Studi Kualitatif : Citra Diri Korban Begal Payudara”. Penelitian ini tidak akan menimbulkan
akibat yang merugikan bagi saudara/i, kerahasiaan semua informasi yang diberi akan dijaga dan
hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika saudara/i tidak bersedia menjadi partisipan,
maka tidak ada paksaan atau ancaman bagi saudara/i. Apabila saudara/i menyetujui dan bersedia
menjadi partisipan, maka dengan ini saya mohon kesediaannya untuk menandatangani lembar
persetujuan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya sertakan dalam surat ini. Atas
perhatian dan kesediaan saudara/i sebagai partisipan saya ucapkan terima kasih.

Peneliti

(…………………..)

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN PARTISIPAN

Setelah mendengarkan penjelasan yang diberikan oleh peneliti maka saya bersedia untuk
berpartisipasi dalam penelitian dengan judul “Studi Kualitatif : Citra Diri Korban Begal
Payudara”.

Saya mengerti penelitian ini tidak akan membawa akibat merugikan bagi saya. Oleh
sebab itu, saya akan memberi jawaban yang sebenarnya. Dengan ini saya menyatakan bersedia
menjadi partisipan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Pekanbaru,……….. 2022

Partisipan

(…………………………)
Lampiran 3

LEMBAR ISIAN PENELITIAN

STUDI KUALITATIF: CITRA DIRI KORBAN BEGAL PAYUDARA

Nomor Partisipan:................

Data demografi partisipan:

Nama (inisial) : .......................................


Umur : .......................................
Agama : .......................................
Kota tempat tinggal : .......................................
Lampiran 4

PROTOKOL WAWANCARA

STUDI KUALITATIF: CITRA DIRI KORBAN BEGAL PAYUDARA

Waktu wawancara :

Tanggal :

Tempat :

Nama Partisipan (Samaran) :

Pewawancara :

Pertanyaan
No Sub fokus penelitian Pertanyaan Penelitian Informan

1 Pengalaman begal Mahasiswa


payudara 1. Bagaimana awal mula peristiwa begal
payudara yang anda alami?
2. Bagaimana perasaan anda saat itu?
3. Apa yang anda lakukan ketika anda
mendapat perlakuan begal payudara
tersebut?

2 Konsep citra diri Mahasiswa


1. Bagaimana persepsi mengenai diri
anda dahulu dan sekarang setelah
mengalami peristiwa begal payudara
tersebut?

3 Harapan Mahasiswa
1. Apa harapan anda kedepannya untuk
para korban yang mengalami
peristiwa yang sama seperti anda di
kemudian hari?
DAFTAR PUSTAKA

Arti kata begal - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online diakses 14 April 2022

Agustina, Nia Ayuda, dkk. (2022). Anatomi Fisiologi. Jakarta :Yayasan Kita Menulis

Alfaris, M. R. (2019). Seruan Nalar. AE Publishing.

Andarwati, I. (2016). Citra Diri Ditinjau Dari Intensitas Penggunaan Media Jejaring

Basrowi dan Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Bogdan, Robert C., & Taylors, K.B. (1992). Qualitative Research for Education An Introduction
to Theory and Methods. Boston: Ally and Bacon Inc

Bungin, B. (Ed.). (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Brown, J. D. (1998). The Self. New York: Mc Graw Hill.

Chaplin. (2009). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.


Creswell, John W. (2009). Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Approaches
3rd Edition. Thousand Oaks California: Sage Publication

Ekaristy, Novaria. (2017). Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Pelecehan Seksual


Terhadap Perempuan di Muka Umum

Engel, J. D. (2018). Konseling Masalah Masyarakat. Penerbit PT Kanisius.

Fileborn, B. (2017). Justice 2.0: Street harassment victims’ use of social media and online
activism as sites of informal justice. British Journal of Criminology, 57(6), 1482–1501.
https://doi.org/10.1093/bjc/azw093

Hamid, I. A. (2020). Perancangan Informasi Cara Menghindari Begal Seks Melalui Media
Video Animasi 2d Iklan Layanan Masyarakat. Universitas Komputer Indonesia.

Hermawati, I., & Sofian, A. (2018). Kekerasan Seksual oleh Anak terhadap Anak. Jurnal
Penelitian Kesejahteraan Sosial, 17(1).

Holden, R. (2005). Success Intelligence. Terj. Yuliani Liputo. Bandung: PT Mizan Pustaka.

Holly, K. (2014). Unsafe and Harassed in Public Spaces: A National Street Harassment Report.
National SSH.

Moktar, Suwedin & Hasibuan, Wilda Fasim. (2018). Penyebab Perilaku Begal di Batu Aji.
Jurnal KOPASTA

Moleong, Lexy J. (1990). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosda Karya

Pahlevi, R. (2021). Jumlah Kasus Pemerkosaan dan Pencabulan Meningkat 31% dalam Lima
Tahun Terakhir. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/12/15/jumlah-kasus-
pemerkosaan-dan-pencabulan-meningkat-31-dalam-lima-tahun-terakhir

Pratiwi, D. A., & H, I. O. V. (2021). PENOLAKAN TERHADAP PELECEHAN SEKSUAL


PADA WANITA DI RUANG PUBLIK (KHUSUSNYA PADA DAERAH SURABAYA
DAN SEKITARNYA). Jurnal Mimbar Keadilan, 14(2).

Prayogi, A. A. B. (2016). Gambaran Konsep Diri pada Pasangan Suami Istri Pelaku Prostitusi
Online : Sebuah Studi Kasus.

Rosyidah, & Nurdin. (2018). PERILAKU MENYIMPANG: Media Sosial Sebagai Ruang Baru
Dalam Tindak Pelecehan Seksual Remaja. Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Sosiologi, 2(2).

Sani, Nurtjahyanti. (2016). Hubungan Antara Citra Diri Dengan Intensi Membeli Produk Fashion
Bermerek Tiruan Pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Ekonomika Dan Bisnis
Universitas Diponegoro. Vol 5 No 3

Sujarweni, V. Wiratna. 2014. Metode Penelitian: Lengkap, Praktis, dan Mudah Dipahami.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Sulis Rudatin, & Nunuk. (2020). KASUS BEGAL MOTOR SEBAGAI BENTUK
KRIMINALITAS. Jurnal Mitra Manajemen, 7(2).

Sunastiko, K. P., Frieda, N. R. H., & Adriandhy P. (2014). Hubungan Antara Citra Diri (Self
Image) dengan Perilaku Konsumtif Dalam Pembelian Produk Kosmetik Pada Mahasiswi
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang. Jurnal EMPATI. 2(3): 52-59

Sutarno. (2006). Cerminan Dan Citra Diri. Cetakan I. Jakarta: Jala Permata.

Trihastuti, A., & Nuqul, F. L. (2020). MENELAAH PENGAMBILAN KEPUTUSAN


KORBAN PELECEHAN SEKSUAL DALAM MELAPORKAN KASUS PELECEHAN
SEKSUAL. Personifikasi, 11(1).

Utami, Zahirah Noviani, dkk. (2018). Mengatasi dan Mencegah Tindak Kekerasan Seksual pada
Perempuan Dengan Pelatihan Asertif. Jurnal Penelitian dan PPM Vol.5 No.1 hal.50

Wibowo, M. P., & Sulistyanta. (2021). Jenis dan korelasi korban dengan pelaku pada kejahatan
pelecehan seksual di instagram. Jurnal Hukum Pidana Dan Penanggulangan Kejahatan,
10(2), 142–148.

Wijanarko, J., & Xie, F. (2017). Citra Diri. Penerbit Keluarga Indonesia Bahagia.

Yin, Robert K. (2000). Case Study Research: Design and Methods. (Edisi Terjemahan M. Dzauji
Mudzakir). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Hidayat, A.A..(2014). Metode penelitian keperawatan dan teknis analisis data. Jakarta : Salemba
Medika.

Sumarto. 2003. Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia,

Anda mungkin juga menyukai