Anda di halaman 1dari 24

Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

BAB 2

Konsep Gender dalam Kesehatan


ReproduksiPerempuan

A. Gender dalam Kesehatan Reproduksi perempuan

A.1 Pengertian Gender dalam Kesehatan Reproduksi


perempuan

Kesehatan reproduksi digambarkan sebagai feminis


dengan cara neoliberal yang hanya berfokus pada individu.
Asumsi yang berfokus pada berpasangan, cisgender dan
heteroseksual dimana secara umum, tidak dianggap reproduksi.
Kesehatan reproduksi juga memiliki hubungan dengan
infrastruktur kesehatan, ikatan sosial serta masyarakat luas.
Identitas gender bukanlah fitur yang melekat pada tubuh tetapi
muncul dan berubah sebagai respons terhadap lingkungan.
(Evaluation, 2021)
Gender adalah suatu persepsi atau cara pandang manusia
terhadap laki-laki atau perempuan yang tidak berdasarkan pada
perbedaan jenis kelamin secara biologis (Gender et al., 2020).
Gender juga diartikan pembahasan tentang posisi laki-laki dan
perempuan dalam hal akses, peran, kontrol terhadap kontrol

Silvia Nova | 1
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

sumber-sumber kehidupan, tanggung jawab, manfaat, hak-hak


dan lain-lain (Fatmawati, 2020).
Gender memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan
laiki-laki maupun perempuan. Hal ini dapat dirasakan pada ruang
lingkup kesehatan reproduksi yaitu sebagai berikut:
1. Masalah kesehatan reproduksi yang terjadi sepanjang siklus
hidup manusia seperti pergaulan bebas dan kehamilan pada
remaja
2. Rentannya perempuan dalam menghadapi risiko kesehatan
reproduksi seperti kehamilan, melahirkan aborsi dan
pemakaian alat kontrasepsi dikarenakan struktur alat
reproduksi yang rentan secara sosial ataupun biologis
terhadap penyakit infeksi menular seksual termasuk HIV/
AIDS
3. Kesehatan reproduksi yang tidak terpisahkan dari hubungan
laki-laki dan perempuan. Sangat kurangnya keterlibatan dan
motivasi laki-laki dalam keikutsertaan memperhatikan
masalah kesehatan reproduksi perempuan.
4. Masalah kesehatan reproduksi pentingnya laki-laki juga
memiliki peran dalam menyusun strategi untuk memperbaiki
kesehatan reproduksi khususnya yang berkaitan dengan IMS,
HIV dan AIDS sesuai dengan pertimbangan kebutuhan,
kepedulian dan tanggung jawab.
5. Lebih banyak dikaitkan kesehatan reproduksi dengan urusan
perempuan seperti pada progran keluarga berencana (E
Mulyani, D Octaviyanti, 2020)
Kesehatan reproduksi juga dipengaruhi oleh gender, pria
dan wanita sama-sama terpengaruh berdasarkan pada penilaian
atau anggapan sesuai karakteristik perilaku gender masing-
Silvia Nova | 2
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

masing. Isu gender yang dianalisis meliputi empat aspek, yaitu:


1) akses; 2) partisipasi; 3) kontrol terhadap sumber daya; dan 4)
manfaat(Fithriyah, 2017). Dalam isu gender mencakup siklus
kehidupan diantaranya Kesehatan Reproduksi Peka Gender.
Pelayanan Kesehatan Reproduksi yang bersikap “Peka Gender”
yaitu:
1. Memberikan pelayanan berkualiatas dan memiliki berbagai
jenis pelayananan yang disesuaikan dengan kebutuhan
berlaku secara adil tanpa membedakan jenis kelamin dan
status sosial.
2. Memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan kebutuhan
antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan kodratnya.
3. Masyarakat memahami dan menentukan sikap yang baik,
antara laki-laki dan perempuan dalam menghadapi
penyakit.
4. Memahami tentang perbedaan penyakit yang diderita
antara laki- laki dan perempuan
5. Menyesusaikan pelayananan sehingga dapat mengatasi
hambatan yang dihadapi baik laki-laki maupun
perempuan(Farchiyah et al., 2021)

Silvia Nova | 3
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

B. Proses Sosialisasi Gender

Sosiologi gender merupakan bagian dari kajian sosiologi.

D ari tahun 1950 banyak literatur dan naskah akademik

maupun jurnal yang membahas term gender dan

mengidentifikasi maskulinitas dan feminitas. Term ini

dikenalkan oleh Money (1955). Di Indonesia kajian tentang

gender diawali dengan pembahasan perbedaan gender,

ketidakadilan gender, kekerasan gender serta upaya-upaya

penyadaran kesetaraan gender dan pengarus- utamaan gender.

Dalam perspektif sosiologi kajian tentang perbedaan

perempuan dan laki-laki dalam konteks sosial telah

berkembang sejak kurang lebih seabad lamanya.

Sosiologi gender adalah merupakan kajian tentang

gender melalui pertanyaan-pertanyaan berdasarkan perspektif

sosiolog, misalnya bagaimana identitas gender dikonstruksi

secara sosial, interseksi gender dengan ras, etnisitas, kelas,

Silvia Nova | 4
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

seksualitas dan dimensi identitas. Juga bagaimana realitas

gender dalam keluarga, pendidikan, politik dan

ekonomi(Salviana & Soedarwo, 2016).

Agen sosialisasi gender, termasuk keluarga, teman sebaya,

sekolah, media massa, dan agama. Dampak agen-agen ini

terhadap sosialisasi secara umum terhadap sosialisasi peran

gender. Sosiolog harus memandang gender sebagai struktur

sosial yang sama sebagaimana kita memandang ras.

Keluarga merupakan sebagai salah satu agen sosialisasi

seputar gender mulai dari dalam kandungan berdasarkan jenis

kelamin. Perbedaan dari perlakuan dan bersikap terhadap anak

laki-laki dan perempuan juga dilakukan didalam keluarga. Latar

belakang budaya dan agama juga mempengaruhi gender dalam

keluarga.

Teman sebaya juga pendukung sosialisasi gender ketika usia

sekolah, anak-anak memainkan permainan yang berbeda

Silvia Nova | 5
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

berdasarkan jenis kelamin mereka. Anak laki-laki cenderung

bermain olahraga dan permainan tim kompetitif lainnya yang

diatur oleh aturan yang tidak fleksibel. sementara anak

perempuan cenderung memainkan permainan kooperatif yang

lebih kecil seperti permainan jingkat dan lompat tali dengan

aturan yang lebih sedikit dan lebih fleksibel.

Sekolah adalah agen sosialisasi gender lainnya, Pertama

taman bermain sekolah menyediakan lokasi untuk kegiatan

bermain terkait gender. Kedua guru memperlakukan siswa

perempuan dan laki-laki secara berbeda, pengaruh sosial pada

perilaku guru yang menandakan perbedaan kompetensi untuk

anak perempuan dan laki-laki di sekolah.

Media Massa juga merupakan sosialisasi gender dimana

untuk karakter dominan adalah laki-laki. Adanya perbedaan dari

setiap pemaparan dan menggambarkan karakter untuk laki-laki

dan perempuan sesuai dengan maskulin dan feminim. yang

Silvia Nova | 6
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

menunjukkan bahwa tujuan utama wanita untuk terlihat baik

dan menyenangkan, sedangkan laki-laki harus memiliki

keberhasilan dan kehidupan yang mapan.

Peran gender dimasyarakat mengacu pada perilaku dan

sikap serta sifat orang berdasarkan jenis kelamin, namun

diharapkan memahami gender dan ras sesuai dengan kontruksi

sosial dalam mengembangkan identitas gender. Menjelaskan

dan belajar bentuk peran gender mereka sendiri berdasarkan

gender, berpendapat bahwa pembelajar aktif pada dasarnya

mensosialisasikan diri. Melalui penguatan, hukuman, dan

pemodelan (DeJohnette et al., 2022).

C. Kesehatan Reproduksi Perempuan sebagai Hak azasi

Manusia

Konsep Kesehatan Reproduksi Salah satu tujuan dari

program penelitian PBB adalah untuk mendefinisikan bidang

Silvia Nova | 7
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

tindakan untuk kerjasama internasional (Benagiano et al., 2012).

Sentralitas gender dalam menentukan perilaku mencari

kesehatan terutama perempuan sering tidak memprioritaskan

kesehatan mereka sendiri demi kesehatan keluarga (Zivot et al.,

2020).

Hak-hak reproduksi perempuan merupakan

perkembangan dari konsep hak-hak asasi manusia, Masalah

reproduksi juga tidak terlepas dari seksualitas dan tubuh

manusia. Seksualitas tidak semata-mata dorongan naluri, atau

kebutuhan biologis, tetapi merupakan bentuk interaksi sosial

atau bersifat relasional. Banyak perempuan yang tidak

mengetahui haknya, karena dalam kehidupan perempuan

masalah hak sangat langka dibicarakan (Naimah, 2015)

Menurut Igede Manuaba Masalah kesehatan reproduksi

menjadi perhatian bersama dan bukan hanya individu yang

bersangkutan, karena dampaknya luas menyangkut berbagai

Silvia Nova | 8
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

aspek kehidupan dan menjadi parameter kemampuan negara

dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap

masyarakat (Amiruddin, 2003).

Hak kesehatan reproduksi adalah perkembangan dari

konsep hak asasi manusia. Konsep Hak Asasi Manusia

(HAM) menjamin hak wanita atas kedaulatan mental dan

fisiknya, untuk bebas dari diskriminasi serta memperoleh

tingkat kesehatan yang baik. Indonesia sebagai Negara hukum

menjamin hak bagi setiap warga negarana termasuk

perempuan.

Hak warga negara Indonesia atas pelayanan kesehatan

dijamin dalam Undang- undang Dasar Tahun 1945 pasal 28

bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan hidup

yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan

kesehatan (Suratmin, 1945). Hak atas kesehatan reproduksi juga

dijamin dalam Pasal 49 ayat (2) dan (3) Undang-undang

Silvia Nova | 9
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asazi Manusia (HAM)

yang menyebutkan bahwa:

“ (2) Wanita berhak untuk mendapatkan

perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau

profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam

keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan

fungsi reproduksi wanita.”

“ (3) Hak khusus yang melekat pada diri

wanita dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin

dan dilindungi oleh hukum.”

Hak atas pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai

dengan kebutuan fisik, mental, spiritual, dan sosial dijamin

dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlinduang Anak.

Pasal 5 Undang-undamg Nomor 23 tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang

Silvia Nova | 10
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

menyebutkan bahwa: Setiap orang dilarang melakukan

kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup

rumah tangganya, dengan cara:

a. Kekerasan fisik;

b. Kekerasan Psikis;

c. Kekerasan seksual; atau

d. Penelantaran Rumah Tangga.

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

kesehatan Pasal 4 menyebutkan “setiap orang berhak atas

Kesehatan” selanjutnya dalam Pasal 5 menyebutkan “Setiap

orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas

sumber daya di bidang kesehatan” Setiap orang berarti tidak

memperhatikan jenis kelamin oleh karena itu tidak boleh ada

perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara umum.

Peraturan khusus dan terinci tentang kesehatan

reproduksi memang belum diatur di Indonesia tetapi Undang-

Silvia Nova | 11
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, (UU Nomor 25

Tahun 2009, 2009). Undang- undang Nomor 39 Tahun 1999

Tentang Hak Asazi Manusia (HAM) dan Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlinduang Anak serta

Undang-undamg Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT)dalam pasal-

pasalnya telah mengatur masalah kesehatan reproduksi secara

umum.(Tina Marlina et al., 2022)

Meskipun belum diatur secara khusus dan terperinci

namun Pemenuhan hak pelayanan kesehatan reproduksi

perempuan telah dijamin dalam konvensi penghapusan segala

bentuk diskriminasi terhadap perempuan tahun 1979, yang

diratifikasi oleh Indonesia, dengan Undang-undang Nomor 7

Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai

Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita

Silvia Nova | 12
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

(Convention On The Elimination Of All Forms Of

Discrimination Against Women (CEDAW)).

Dalam pasal 12 dari CEDAW (Convention On The

Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women)

1979 disebutkan:

1) Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-

peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi

terhadap wanita dibidang pemeliharaan kesehatan dan

supaya menjamin diperolehnya pelayanan kesehatan

termasuk pelayanan yang berhubungan dengan keluarga

berencana, atas dasar persamaan antara pria dan wanita.

2) Negara-negra peserta wajib menjamin kepada wanita

pelayanan yang layak untuk perempuan dalam

hubungannya dengan kehamilan, persalinan dan periode

pasca persalinan, Apabila perlu menyediakan pelayanan

Silvia Nova | 13
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

gratis, serta pemberian makanan bergizi yang cukup

selama kehamilan dan masa menyusui.

Ketentuan diratifikasinya CEDAW 1979 dengan

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tersebut, menjamin hak

bagi wanita di negara Indonesia untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan khususnya pelayanan kesehatan reproduksi tanpa

adanya diskriminasi. Ketentuan ini menjamin hak perempuan

atas kesehatan reproduksinya, agar terlindungi dari berbagai

bentuk pelanggaran termasuk kekerasan berbasis gender.

(Burrows, 1985)

Kesepakatan dalam konferensi internasional

kependudukan dan pembangunan di Cairo tahun 1994,

menyebutkan hak-hak reproduksi meliputi:

1. Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan

reproduksi;

Silvia Nova | 14
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

2. Hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan

reproduksi;

3. Hak untuk kebebasan berpikir dan membuat

keputusan tentang kesehatan reproduksinya;

4. Hak untuk memutuskan jumlah dan jarak kelahiran anak;

5. Hak untuk hidup dan terbebas dari resiko kematian

karena kehamilan, kelahiran atau masalah jender

6. Hak atas kebebasan dan keamanan dalam pelayanan

kesehatan reproduksi;

7. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk

yang menyangkut kesehatan reproduksi;

8. Hak mendapatkan manfaat dari hasil kemajuan ilmu

pengetahuan di bidang kesehatan reproduksi;

9. Hak atas kerahasiaan pribadi dalam menjalankan kehidupan

reproduksinya;

10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga,

Silvia Nova | 15
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi

dalam politik yang bernuansa kesehatan reproduksi,

12. Hak atas kebebasan dari segala bentuk diskriminasi dalam

kesehatan reproduksi(Wilopo, 2006).

Hak berkaitan erat dengan kewajiban, maka membahas hak

kesehatan reproduksi perempuan akan lebih lengkap apabila

juga membahas kewajiban memenuhinya. Berdasarkan Undang-

undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, yang

mempunyai kewajiban untuk menjaga dan memelihara

kesehatan reproduksi perempuan sebagai berikut:

1. Perempuan itu sendiri

2. Keluarga

3. Masyarakat, dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009

4. Pemerintah, berdasarkan Pasal 14” Pemerintah

bertanggung jawab merencanakan, mengatur,

Silvia Nova | 16
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

menyelenggarakan, membina, dan mengawasi

penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan

terjangkau oleh masyarakat” Upaya kesehatan dalam pasal

ini tentunya termasuk upaya kesehatan reproduksi bagi

perempuan. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 48 ayat

1 poin (e) Undang-undang Kesehatan bahwa

Penyelenggaraan upaya kesehatan salah satunya adalah

kesehatan reproduksi.

D. Upaya Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender

Memprioritaskan pertimbangan gender terkait kesehatan

perlu adanya kebijakan dan program kesehatan masyarakat serta

perawatan kesehatan yang berbasis masyarakat (Zivot et al., 2020).

Kewajiban pemerintah juga terdapat dalam hasil Konferensi

International tentang kependudukan dan pembangunan

(International Conference on Population and Development-

ICPD) di kairo tahun 1994, yang terdiri atas sepuluh


Silvia Nova | 17
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

program kesehatan reproduksi, berupa kesehatan primer yang

harus diperhatikan oleh semua negara, termasuk Indonesia, yaitu

1. Pelayanan sebelum, semasa kehamilan dan pasca kehamilan;

2. Pelayanan kemandulan;

3. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) yang optimal;

4. Pelayanan dan penyuluhan HIV/AIDS;

5. Pelayanan Aborsi;

6. Pelayanan dan pemberian Komunikasi, Informasi dan

Edukasi (KIE) yang berkaitan dengan kesehatan

reproduksi;

7. Pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi remaja;

8. Tanggung jawab keluarga;

9. Peniadaan sunat dan mutilasi anak perempuan dan

10. Pelayanan kesehatan lansia.

Silvia Nova | 18
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

7 Aksi Dalam Millenium Project Task Force in Education

and Gender Equility:

1. Memperkuat akses anak perempuan untuk mendapat

pendidikan dasar sembilan tahun;

2. Menjamin hak-hak dasar reproduksi dan seksual

perempuan;

3. Membangun infrastruktur untuk mengurangi beban kerja

perempuan dan anak perempuan;

4. Menjamin hak waris dan hak kepemilikan properti

perempuan dan anak perempuan;

5. Menjamin tak ada diskriminasi terhadap

perempuan dalam pekerjaan;

6. Menjamin keterwakilan perempuan dalam parlemen dan

pemerintah daerah;

7. Meningkatkan upaya penghapusan kekerasann terhadap

perempuan dan anak perempuan(Grown, 2005).

Silvia Nova | 19
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

E. Daftar Pustaka

Amiruddin, M. (2003). Kesehatan dan hak reproduksi perempuan:


panduan untuk jurnalis (1st ed.). Yayasan Jurnal Perempuan dan
Japan Foundation Indonesia.

Silvia Nova | 20
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

Benagiano, G., D’Arcangues, C., Harris Requejo, J., Schafer, A., Say,
L., & Merialdi, M. (2012). The special programme of research in
human reproduction: Forty years of activities to achieve
reproductive health for all. Gynecologic and Obstetric
Investigation, 74(3), 190–217.
https://doi.org/10.1159/000343067
Burrows, N. (1985). The 1979 Convention on the Elimination of all
Forms of Discrimination Against Women. Netherlands
International Law Review.
https://doi.org/10.1017/S0165070X00011074
DeJohnette, Mi., Harper, M., Porter, N., Romero, L., Ledford, T., &
Stephens, C. (2022). CHILDHOOD Child Family Community :
The Socialization of Diverse Children. LibreTexts.
https://socialsci.libretexts.org/Bookshelves/Early_Childhood_Ed
ucation/Child_Family_Community
%3A_The_Socialization_of_Diverse_Children/
08%3A_Contemporary_Issues_for_Children_and_Families/
8.05%3A_Gender_Socialization
E Mulyani, D Octaviyanti, R. E. S. (2020). Buku Ajar Kesehatan
Reproduksi Wanita (M. AqliRosiful, Ed.; I). literasi Nusantara.
Evaluation, R. (2021). Skills building seminar : How to operationalise
‘ masculinities ’ in gender-transformative reproductive
healthcare ? 8 . M . Round table : The Why , the How , and the
Tensions in the response of European SPHs to the 2020 COVID-
19 pandemic. 1, 223–224.
Farchiyah, F., Sukmawan, R. F., Septika, T., Purba, K., Studi, P.,
Industri, T., Teknik, F., Jakarta, U. S., Dalam, M., & Selatan, J.
(2021). KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN DI
INDONESIA. 73–83.
Fatmawati, B. S. (Ed.). (2020). Sosiologi Gender. Sinar Grafika
Offset.

Silvia Nova | 21
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

Fithriyah, F. (2017). Indonesia’s Experience: Implementing Gender


Responsive Planning and Budgeting. Jurnal Perencanaan
Pembangunan: The Indonesian Journal of Development
Planning, 1(1), 59–75. https://doi.org/10.36574/jpp.v1i1.9
Gender, K., Lingkup, D., Dan, P., & Ponorogo, I. (2020). SOSIAL
Yuni Sulistyowati PENDAHULUAN Berbicara soal gender
tentunya bukan momok yang asing lagi . Maraknya gerakan dan
tuntukan terkait keadilan dan kesetaraan gender antara laki-laki
dan perempun telah divokalkan diseluruh belahan dunia . Di
Indonesia 2 . 1(2), 1–14.
Grown, C. (2005). Answering the skeptics: Achieving gender equality
and the Millennium Development Goals. Development, 48(3),
82–86. https://doi.org/10.1057/palgrave.development.1100170
Naimah, N. (2015). Perlindungan Hukum Terhadap Hak Kesehatan
Reproduksi Perempuan Dari Kekerasan Berbasis Gender.
Egalita, 10(1), 1–10. https://doi.org/10.18860/egalita.v10i1.4538
Salviana, V., & Soedarwo, D. (2016). Pengertian Gender dan
Sosialisasi Gender. Sosiologi.
http://repository.ut.ac.id/4666/1/SOSI4418-M1.pdf
Suratmin. (1945). Undang- undang Dasar Tahun 1945 pasal 28.
105(3), 129–133.
Tina Marlina, Montisa Mariana, & Irma Maulida. (2022). Sosialisasi
Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Abdimas Awang Long, 5(2),
67–73. https://doi.org/10.56301/awal.v5i1.442
UU Nomor 25 Tahun 2009. (2009). ‫ مصادر الطاقة و‬No Title ‫تلوث البيئة‬.
UU Nomor 25 Tahun 2009, 57, 3.
Wilopo, S. A. (2006). Hasil Konferensi Kependudukan Di Kairo:
Implikasinya Pada Program Kesehatan Reproduksi Di Indonesia.
Populasi, 5(2), 1–29. https://doi.org/10.22146/jp.12183
Zivot, C., Dewey, C., Heasley, C., Srinivasan, S., & Little, M. (2020).
Exploring the state of gender-centered health research in the
Silvia Nova | 22
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

context of refugee resettlement in Canada: A scoping review.


International Journal of Environmental Research and Public
Health, 17(20), 1–19. https://doi.org/10.3390/ijerph17207511
 

Silvia Nova | 23
Judul Bab (jenis font Garmond 12 italic)

Tentang Penulis

B. Silvia Nova, lahir di Duri, 21 Maret 1985.


Jenjang Pendidikan D3 Kebidanan ditempuh di
Akademi Kebidanan Deli Husada Deli Tua Medan
lulus tahun 2006. Pendidikan DIV Bidan Pendidik,
lulus tahun 2011 di STIKES Helvetia Medan, S2
Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan
Reproduksi di Institut Helvetia Medan lulus tahun 2015, S1
Profesi Bidan di Institut Helvetia Medan lulus tahun 2021 dan
sedang melanjutkan kuliah di S3 Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga. Saat ini sebagai Dosen Tetap dengan
Tugas Belajar di Akademi Kebidanan Helvetia Pekanbaru.
Beberapa buku yang sudah di terbitkan dengan judul Latihan
Soal Uji Kopetensi DIII dan Profesi Bidan Edisi I, Farmakologi
Dasar, Email: silvianova@helvetia.ac.id, No.Hp 0813656820015

Silvia Nova | 24

Anda mungkin juga menyukai