Disusun Oleh :
Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro
Semarang
2021
Penyelesaian Perkara Asusila Terhadap Anak Menggunakan Hukum Adat Bajo
Abstrak
Belakangan ini banyak sekali perbuatan tindak asusila terhadap anak yang
disebabkan banyak faktor. Restorative Justice merupakan cara penyelesaian
masalah yang dilakukan dengan tujuan memulihkan kepada keadaan semula. Anak
yang melakukan tindak pidana kesusilaan diselesaikan dengan hokum adat Bajo.
Tujuan penggunaan hukum adat ini yakni untuk memulihkan dan mengembalikan
kerugian korban sehingga pelaku dapat dipertanggungjawabkan. Dalam penelitian
ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitis, yaitu menggambarkan dan
menguraikan secara sistematika semua permasalahan, kemudian menganalisanya
yang bertitik tolak keadaan yang ada mengenai faktor penyebab tindak asusila dan
hukum adat Bajo dalam cara penyelesaian perkaranya. Penelitian ini menggunakan
metode pendekatan yuridis normatif, karena menggunakan data sekunder sebagai
data utama. Perolehan data dilakukan melalui studi kepustakaan, yaitu suatu teknik
pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan, yaitu suatu teknik
pengumpulan data dengan memanfaatkan berbagai literatur yang dapat memberikan
landasan dalam pembahasan masalah. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa
faktor penyebab terjadinya tindak asusila berasal dari berbagai faktor seperti dari
keluarga, lingkungan, pergaulan, dan media massa. Dalam hal ini faktor yang paling
dominan yaitu penyebab tindak asusila ini yaitu karena media massa yang
menyebabkan rasa ingin tahu anak, sehingga pada masyarakat Bajo tindak asusila
yang dilakukan anak itu meningkat dan semua perkara itu diselesaikan dengan adat
Bajo oleh ketua adat tanpa melibatkan kepolisian.
Kata Kunci: Anak, Restorative Justice, Hukum Adat Bajo, dan Tindak Pidana
Kesusilaan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II
1 M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm. 4.
2
PEMBAHASAN
1. Teori Anomie
Salah seorang tokoh dari teori Anomie adalah ahli sosiologi Perancis
Emile Durkheim. Ia menekankan teorinya pada “normalness, lessenssocial
control” yang berarti mengendornya pengawasan dan pengendalian sosial
yang berpengaruh terhadap terjadinya kemerosotan moral yang
menyebabkan individu sukar menyesuaikan diri dalam perubahan norma,
bahkan kerap kali terjadi konflik norma dalam pergaulan. Anomie dalam
pandangan Durkheim dipandang sebagai kondidi yang mendorong sifat
individualisme yang cenderung melepaskan pengendalian sosial. Keadaan ini
akakn diikuti dengan perilaku menyimpang dalam pergaulan masyarakat. 3
3
dominan. Dengan demikian, pendekatan teori kontrol sosial berbeda dengan
teori kontrol lainnya. Menurut Reiss bahwa ada tiga komponen dari kontrol
sosial dalam menjelaskan kejahatan atau tindak pidana anak. Ketiga
komponen tersebut antara lain :
4 Eva Achjani Zulfa, Pergeseran Paradigma Pemidanaan, Lubuk Agung, Bandung, 2016, hlm. 94.
4
nilai-nilai kelompok anak-anak kelas menengah yang mendominasi nilai
kultural masyarakat. Karena kondisi sosial yang ada dipandang sebagai suatu
kendala untuk mencapai suatu kehidupan yang sesuai dengan trend yang
ada, sehingga mendorong kelompok remaja kelas bawah mengalami konflik
budaya atau dikenal dengan “status frustration”. Akibatnya keterlibatan anak-
anak kelas.
Hukum adat pada hakikatnya merupakan hukum yang tidak tertulis, dan
merupakan hukum kebiasaan yang mana kebiasaan – kebiasaan tersebut
mempunyai akibat hukum tersendiri. Menurut Barend Ter Haar. B.Zn, yang
dimaksud delik adat adalah delik (pelanggaran) itu juga adalah setiap gangguan
dari suatu pihak terhadap keseimbangan dimana setiap pelanggaran itu dari satu
pihak atau dari sekelompok orang berwujud atau tidak berwujud berakibat
menimbulkan reaksi (yang besar kecilnya menurut ketentuan adat) suatu reaksi
adat, dan dikarenakan adanya reaksi adat itu maka keseimbangan harus dapat
dipulihkan kembali (dengan pembayaran uang atau barang). 5
Pada masyarakat adat Bajo, anak yang melakukan tindak asusila dari
tahun ke tahun semakin meningkat. Peningkatan tindak asusila yang dilakukan
oleh anak, hal ini dikarenakan globalisasi yang semakin meluas, sehingga dapat
mengakses video porno dengan mudahnya. Menurut ketua adat Bajo yaitu Bapak
Ndali Minggu, beliau mengatakan bahwa meningkatnya kasus kesusilaan yang
terjadi di kalangan remaja, pada awalnya diakibatkan oleh pengenalan (pacaran)
yang melampaui batas oleh anak-anak suku Bajo itu, kemudian akses media
massa yang masuk begitu cepatnya dalam masyarakat Bajo, dengan adanya
pengaruh dari media massa ini juga mengakibatkan rasa ingin tahu yang besar
oleh anak, seperti halnya video porno, cerita-cerita porno, tontonan televisi yang
ada unsur pornonya, dan sebagainya. Sehingganya menyebabkan kejahatan
kesusilaan yang dilakukan oleh anak terhadap anak. 6
5 Tolib Setiadi, Intisari Hukum Adat Indonesia Dalam Kajian Kepustakaan, Alfabeta, Bandung, 2008,
hlm. 345.
6 Pernyataan Bapak Ndali Minggu selaku Ketua Adat Bajo, (7 Maret 2014), diolah 2021
5
Pada masyarakat adat Bajo, anak yang melakukan tindak pidana tersebut
kesemuanya memiliki pendidikan rendah sehingga mudah terpengaruh oleh
kecanggihan dari teknologi dan pembicaraan yang sering melampaui batas.
Maka, oleh sebab itu harus dilakukan beberapa cara untuk menyelesaikan
permasalahan tindak asusila tersebut yang dilakukan oleh anak terhadap anak.
Dalam hal ini anak yang dibahas adalah yang sedang berusia 13 sampai 18
tahun. Berikut adalah beberapa cara penyelesaian perkara tindak asusila yang
dilakukan oleh anak terhadap anak :
a. Pendekatan Kekeluargaan.
Bapak Dali Minggu selaku Ketua Adat Bajo mengatakan bahwa dalam
pemberian sanksi adat terhadap pelaku tindak pidana kesusilaan yang
dilakukan oleh anak terdapat tiga tahapan: Pertama yaitu Dinikahkan, hal ini
dikarenakan orang tua kedua belah pihak merasa malu atas perbuatan yang
dilakukan oleh anak, dan keputusan yang diambil adalah untuk menikahkan
keduanya sehingga menghilangkan rasa malu yang dihadapi oleh keluarga.
7 Pernyataan Bapak Ndali Minggu, Selaku Ketua Adat Bajo, (8 Maret 2014), diolah 2021
6
Ketiga yaitu dengan dibuang atau diasingkan dari desa, maksud dari
pemberian sanksi adat ini, dikarenakan anak sebagai pelaku di sini sudah
berkeluarga dan melakukan tindak pidana kesusilaan, hal ini tidak dapat
dimaafkan oleh masyarakat dan menjadi suatu keputusan dari para tetua adat
8
untuk mengasingkan anak ke tempat yang telah ditentukan.
BAB III
8 Pernyataan Bapak Ndali Minggu, selaku Ketua Adat Bajo, (7 Maret 2014), diolah 2021
9 Pernyataan wakil Ketua Adat, Bapak Hakim Minggu, pada Tanggal 5 Maret 2014, diolah 2021
10 Arsip sejarah desa Jaya Bhakti, Kecamatan Pagimana, Kabupaten Luwuk Banggai yang ditulis
oleh Bapak Hakim Minggu pada tahun 1998.
7
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Hukum adat pada hakikatnya merupakan hukum yang tidak tertulis, dan
merupakan hukum kebiasaan yang mana kebiasaan – kebiasaan tersebut
mempunyai akibat hukum tersendiri. Pada masyarakat adat Bajo, anak yang
melakukan tindak pidana kesusilaan dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Peningkatan tindak pidana kesusilaan yang dilakukan oleh anak ini terutama
dikarenakan globalisasi yang semakin meluas, sehingga dapat mengakses video
asusila dengan mudahnya. Menurut ketua adat Bajo peningkatan kasus
kesusilaan yang terjadi di kalangan remaja, pada awalnya diakibatkan oleh
pengenalan (pacaran) yang melampaui batas oleh anak-anak suku Bajo itu,
Bentuk penyelesaian hukum adat Bajo terkait dengan tindak pidana kesusilaan
yang dilakukan oleh anak dapat diselesaikan dengan 3 cara, yang pertama
diselesaikan melalui pendekatan kekeluargaan yang melibatkan seluruh anggota
yang terkait dan disaksikan oleh masyarakat setempat lalu dicari penyelesaian
yang terbaik bagi kedua belah pihak. Kedua Pemberian sanksi adat yang
meliputi pernikahan oleh kedua belah pihak, pemberian sejumlah materi kepada
keluarga korban dan pembangunan desa, dibuang atau diasingkan dari desa
karena perbuatannya tidak dapat dimanfaatkan. Ketiga diselesaikan Diarak
keliling kampong menggunakan bendera Ula-Ula, yang mana digunakan oleh
masyarakat bajo tersebut ketika masyarakat lingkungannya terganggu atau
mengalami pencemaran.
B. Saran
Adanya eksistensi hukum adat merupakan salah satu hal yang sepatutnya
dilindungi dan diperhatikan dan dilestarikan oleh masyarakat dan pemerintah
sebagai entitas yang mengayomi dan menyelenggarakan berbagai fungsi-fungsi
pemerintahan. Hukum adat merupakan manifestasi daripada jati diri masyarakat
indonesia yang sepatutnya menjadi suatu refleksi atau inti dari peraturan
perundang-undangan di Indonesia selama masih tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip dasar yang menjadi landasan konstitusional Negara Republik
Indonesia.
Daftar Pustaka
8
Buku
Setiadi, Tolib. 2008. Intisari Hukum Adat Indonesia Dalam Kajian Kepustakaan.
Alfabeta: Bandung.
Djamil, M. Nasir. 2013. Anak Bukan Untuk Dihukum. Sinar Grafika : Jakarta.
E.S. Ardinato. 2008. Mengenal Adat Istiadat Hukum Adat di Indonesia. UNS Press:
Surakarta.
Muhammad Busar. 2013. Pokok – Pokok Hukum Adat. Balai Pustaka : Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan
Lain - Lain
Pernyataan Bapak Mirkan Balolo, Tokoh Masyarakat Adat Bajo, 30 Agustus 2013,
diolah 2021.
Arsip sejarah desa Jaya Bhakti, Kecamatan Pagimana, Kabupaten Luwuk Banggai,
Sulawesi Tengah, ditulis oleh Bapak Hakim Minggu, Wakil Ketua Adat Bajo
pada tahun 1998, diolah 5 Maret 2014.
Pernyataan Bapak Ndali Minggu, Ketua Adat Bajo, (7 Maret 2014), diolah 2021.
Pernyataan wakil Ketua Adat, Bapak Hakim Minggu, pada Tanggal 5 Maret 2014,
diolah 2021.
Arsip sejarah desa Jaya Bhakti, Kecamatan Pagimana, Kabupaten Luwuk Banggai
yang ditulis oleh Bapak Hakim Minggu pada tahun 1998.