Anda di halaman 1dari 4

JUDUL : “TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN PERLINDUNGAN

HUKUM TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA


KEKERASAN DI POLRES PASAMAN”

A. Latar Belakang Masalah

Anak sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan makhluk sosial mempunyai hak atas
hidup dan merdeka serta mendapatkan perlindungan baik dari orang tua, keluarga, masyarakat,
bangsa dan negara sejak dalam kandungan. Anak wajib dilindungi dari segala bentuk kejahatan
yang sering terjadi di masyarakat karena anak adalah generasi penerus bangsa dan negara. Pada
dasarnya suatu kejahatan atau tindak pidana itu dapat terjadi pada siapapun baik wanita, laki-
laki, maupun pada anak-anak. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Kejahatan terhadap anak sangat rentan
terjadi karena anak masih berada dalam masa dimana belum bisa membedakan mana yang benar
dan salah serta kelemahan baik secara fisik maupun mental. Sehingga anak mudah menjadi
sasaran kejahatan. Perlindungan terhadap anak juga bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM).
HAM merupakan hak-hak yang melekat pada manusia yang mencerminkan martabatnya, yang
harus memperoleh jaminan hukum, sebab hakhak hanya dapat efektif apabila hak-hak itu dapat
dilindungi hukum.

Hukum pada dasarnya merupakan pencerminan dari HAM, sehingga hukum itu
mengandung keadilan atau tidak, ditentukan oleh HAM yang dikandung dan diatur atau dijamin
oleh hukum itu. Hukum tidak lagi dilihat sebagai refleksia kekuasaan semata-mata, tetapi juga
harus memancarkan perlindungan terhadap hak-hak warga negara.Dalam menjalankan
kehidupan bisa terjadi kesenjangan antara kebutuhan dan keadaan yang mengakibatkan
seseorang melakukan tindak pidana dengan berbagai macam alasan. Selain itu kemajuan
masyarakat yang begitu pesat, didalam kehidupan bermasyarakat berdampak pada suatu
kecenderungan dari anggota masyarakat itu sendiri dalam berinteraksi antara satu dengan yang
lainnya, dan dalam interaksi ini sering terjadi suatu perbuatan yang melanggar hukum atau
kaidah-kaidah yang telah ditentukan dalam masyarakat untuk menciptakan rasa aman, tentram,
dan tertib dalam bermasyarakat. Dalam hal ini tidak semua masyarakat mau mentaatinya, dan
masih ada yang menyimpang yang pada umumnya perilaku tersebut kurang disukai oleh
masyarakat. Namun dalam perkembangan zaman saat ini serta diikuti oleh perkembangan
teknologi tidak tertutup kemungkinan anak terlibat didalam tindak pidana, baik itu sebagai
pelaku maupun sebagai korban. Dalam hal ini anak berpotensi menjadi korban tindak pidana,
salah satunya adalah tindak pidana prostitusi online yang semakin sering terjadi di masyarakat.
Istilah prostitusi memang tidak ada ditemukan di dalam KUHP, yang ada hanya istilah perbuatan
cabul. Namun istilah ini yang lazim diketahui masyarakat dan sering digunakan dalam
pemberitaan di berbagai media yang ada di Indonesia.

Dalam konteks hukum yang hidup dalam masyarakat, kegiatan prostitusi adalah kegiatan
yang tercela, kegiatan yang melanggar norma dan agama, kegiatan yang tidak patut, bukan saja
oleh orang yang mengambil keuntungan tetapi juga siapa pun yang terlibat dalam kegiatan ini.
Oleh karena itu, kegiatan ini tidak hanya bertentangan dengan jiwa bangsa tetapi juga
bertentangan dengan harkat dan martabat manusia.

Kekerasan merupakan suatu tindakan yang mengacu pada sikap atau perilaku yang tidak
manusiawi, sehingga dapat menyakiti orang lain yang menjadi korban kekerasan tersebut dan
juga tentu merugikan orang yang berbuat kekerasan karena pasti akan mendapatkan hukuman
sesuai hukum yang berlaku. Masalah tindak kekerasan adalah satu masalah sosial yang selalu
menarik dan menuntut perhatian yang serius dari waktu ke waktu. Terlebih lagi, menurut asumsi
umum serta beberapa hasil pengamatan dan penelitian berbagai pihak, terdapat kecenderungan
perkembangan peningkatan dari bentuk dan jenis tindak kekerasan tertentu, baik secara kualitas
maupun kuantitasnya.berbicara tentang konsep dan pengertian tindak kekerasan itu sendiri,
masih terdapat kesulitan dalam memberikan defenisi yang tegas karena masih terdapat
keterbatasan pengertian yang disetujui secara umum. Kekerasan juga memiliki arti yang berbeda-
beda berdasarkan pendapat para ahli dan para sarjana yang berbeda.

Dalam pengertian legal tindak kekerasan menurut SueTitus Reid sebagaimana dikutip
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa adalah: Suatu aksi atau perbuatan yang didefenisikan
secara hukum, kecuali jika unsurunsur yang ditetapkan oleh hukum kriminal atau hukum pidana
telah diajukan dan dibuktikan melalui suatu keraguan yang beralasan, bahwa seseorang tidak
dapat dibebani tuduhan telah melakukan suatu aksi atau perbuatan yang dapat digolongkan
sebagai tindak kekerasan. Dengan demikian tindak kekerasan adalah suatu perbuatan yang
disengaja atau suatu bentuk aksi atau perbuatan yang merupakan kelalaian, yang kesemuanya
merupakan pelanggaran atas hukum kriminal, yang dilakukan tanpa suatu pembelaan atau dasar
kebenaran dan diberi sanksi oleh Negara sebagai suatu tindak pidana berat atau tindak
pelanggaran hukum yang ringan.

Kekerasan dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai perihal (yang


bersifat,berciri) keras, perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau
matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Dari uraian diatas
tampaklah bahwa batasan dan pengertian tentang tindak kekerasan yang diberikan adalah
meliputi setiap aksi atas perbuatan yang melanggar undang-undang hal ini adalah hukum pidana.
Batasan tindak kekerasan tidaklah hanya tindakan melanggar hukum atau undang-undang saja,
tetapi juga merupakan tindakan yang bertentangan dengan conduct norms, yang tindakan-
tindakan bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat walaupun tindakan itu
belum dimasukkan atau diatur dalam undang-undang. Dalam kaitannya dengan pengertian
tersebut Mannheim menggunakan istilah morally wrong atau deviant behaviors untuk tindakan
yang melanggar atau bertentangan dengan norma-norma sosial, walaupun belum diatur dalam
undangundang (hukum pidana).

Sedangkan istilah legally wrong atau crime untuk menunjuk setiap tindakan yang
melanggar undang-undang atau hukum pidana. Keterbatasan pengertian atau defenisi secara
legal tersebut juga disadari oleh Reid dalam Chazawi dalam uraian-uraian selanjutnya ada
kecenderungan pendapat para pakar ilmu sosial bahwa pembatasan studi tentang tindak
kekerasan dan pelaku terhadap seseorang yang dihukum karena melanggar hukum pidana adalah
tentu terbatas. Jika kita tertarik untuk mengetahui mengapa seseorang cenderung bertingkah laku
merugikan masyarakat, kita harus keluar dari defenisi hukum yang ketat. Kita harus juga
memasukkan tingkah laku yang disebut kekerasan tetapi tidak dihukum jika diperbuat.

Seorang kriminolog Thorsten Sellin dalam Chazawi mengatakan: Ada pendekatan yang
lain yaitu norma-norma tingkah laku yang terbentuk melalui interaksi sosial dalam kelompok.
Norma-norma ini didefenisikan secara sosial, berbeda pada setiap kelompok dan tidak perlu
dijadikan hukum tertulis. Sellin dengan demikian lebih suka untuk menunjukan pelanggaran
norma tingkah laku sebagai tingkah laku yang abnormal dari pada memberikan defenisi tindak
kekerasan. Terlepas dari belum adanya keseragaman konsep tentang tindak pidana kekerasan itu
sendiri pada dasarnya usaha pendefenisian adalah penting dan harus merupakan usaha yang
mendahului studi tentang tindak kekerasan itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Bentuk-bentuk pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi
korban tindak pidana kekerasan di Polres Pasaman?
2. Apa kendala yang dihadapi dalam pelaksaan perlindungan hukum terhadap anak yang
menjadi korban tindak pidana kekerasan di Polres Pasaman?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Bentuk-bentuk pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak
yang menjadi korban tindak pidana kekerasan di Polres Pasaman?
2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksaan perlindungan hukum
terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana kekerasan di Polres Pasaman?

Anda mungkin juga menyukai