Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi rentan,

terbelakang, dan/atau miskin disebabkan masih adanya pembatasan,

hambatan, kesulitan dan pengurangan atau penghilangan hak penyandang

disabilitas. Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang

Disabilitas pasal 1 angka 1 dijelaskan bahwa Penyandang Disabilitas adalah

setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau

sensorik dalam jangka waktu lama yang mengalami hambatan dan kesulitan

untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya

berdasarkan kesamaan hak. Sementara ini di Angka 5 dikatakan bahwa

Perlindungan adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk melindungi,

mengayomi dan meperkuat hak penyandang disabilitas.

Para penyandang disabilitas memiliki kelemahan secara fisik, mental atau

keduanya yang memiliki perbedaan bila dibandingkan dengan orang-orang

normal, sehingga haruslah mendapatkan perlindungan hukum yang lebih

spesifik. Dalam prakteknya, perlindungan disabilitas masih belum

terselesaikan dan belum dilakukan dengan baik. Hal ini disebabkan minimnya

peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur disabilitas yang

berhadapan dengan hukum, terutama menjadi korban kejahatan. Disamping

itu, penyandang disabilitas yang menjadi korban tindak kejahatan tidak dapat

1
2

dijadikan basis pemberat pelaku di kepolisian dan kejaksaan. Usaha

pemerintah belum secara khusus diberikan kepada penyandang disabilitas

yang berurusan dengan hukum. sehingga haruslah ada peraturan bagi

penyandang disabilitaas sebagai korban tindak pidana yang diperlukan untuk

menjamin perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas.1

Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2016 menunjukkan

ada 29 kasus perempuan disabilitas mengalami kekerasan yang ditangani

lembaga-lembaga tersebut sebanyak 29, dengan perincian 27 kasus kekerasan

seksual berupa perkosaan, satu kekerasan ekonomi (terhadap istri) dan satu

kekerasan berlapis. Kasus-kasus perempuan dengan disabilitas banyak

mengalami hambatan dalam penyelesaian kasus karena kekurangan alat bukti,

terutama kesaksian korban. Ke-disabilitas-an perempuan korban ditengarai

“dimanfaatkan” sebagai celah oleh pelaku untuk melakukan

tindak kekerasan.2

Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga

berencana (BP3AKB) Boyolali terus berupaya untuk menekan angka

kekerasan terhadap perempuan dan anak di Boyolali. BP3AKB mencatat sejak

tahun 2014 angka kekerasan terhadap perempuan dan anak terus mengalami

penurunan yang sangat signifikan. Dari 77 kasus pada tahun 2014, tahun 2015

1
Puguh Ari Wijayanto, 2013, “Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Kaum Difabel Sebagai Korban
Tindak Pidan” Jurnal Hukum Fakultas Hukum Universitas Atmajaya, diunduh hari selasa, 03
Oktober 2017 pukul. 13.44 WIB.
2
Catatan Tahunan Komisi Nasional Perempuan Tahun 2016, “Kekerasan terhadap Perempuan
Meluas: Negara Urgen Hadir Hentikan Kekerasan terhadap Perempuan di Ranah Domestik,
Komunitas dan Negara” didownload hari, senin, 4 September 2017, 19.00 WIB
3

menurun menjadi 53 kasus kekerasan dan hingga tri wulan pertama tahun

2016 masih terjadi 6 kasus..3

Salah satu contoh kekerasan seksual terhadap anak Disabilitas yang

terjadi di kabupaten Boyolali adalah tujuh pemuda pekerja proyek Tol Solo-

Kertosono (Soker) di wilayah Banyudono, yang diduga telah memerkosa

seorang gadis desa setempat, Ds, 17, secara bergiliran. Korban yang masih

berusia 17 tahun yang mengalami keterbelakangan mental itu bahkan diduga

telah berulangkali diperkosa sebelum akhirnya pelaku dilaporkan ke pihak

berwajib. Pelaku memanfaatkan kondisi korban yang diduga mengalami

keterbelakangan mental. Empat hari kemudian, pelaku kembali mengulangi

perbuatannya di lokasi dan waktu yang sama selepas bekerja. Lantaran korban

tak melawan, para pelaku kembali melampiaskan nasfu bejatnya untuk kali

ketiga pada Selasa (16/8/2016) malam.4

Selama ini, dalam proses peradilan yang telah berjalan, penyandang

disabilitas seolah tersudutkan. Proses penyidikan, penuntutan, dan

persidangan kerap tidak melalui assessement ahli. Belum lagi tidak

tersedianya juru bahasa yang tepat. Persoalan lain adalah sarana dan prasarana

di pengadilan tidak bisa diakses oleh penyandang disabilitas. Dalam konteks

3
https://www.jawapos.com/radarsolo/archive/read/2016/05/17/1376/kekerasan-perempuan-dan-anak-
di-boyolali-menurun, diunduh hari selasa, 12 September 2017, pukul 18.35 WIB
4
http://www.solopos.com/2016/08/18/pencabulan-boyolali-duh-7-pekerja-tol-soker-perkosa-gadis-17-
tahun-dan-alami-keterbelakangan-mental-745710 di unduh pada hari selasa, 5 September 2017, pukul
18.00 WIB
4

hak asasi manusia, pemenuhan sarana prasarana yang aksesibel dan

pemenuhan proses peradilan yang adil adalah tanggungjawab negara.5

Dengan demikian penulis tertarik untuk melakukan penelitian sejauh

mana peran pemerintah dan penegak hukum khususnya di Kabupaten Boyolali

dalam pemenuhan hak-hak terhadap anak Disabilitas dalam proses hukum

yang dihadapi, sehingga penulis akan melakukan penelitian dengan judul

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DISABILITAS

SEBAGAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI KABUPATEN

BOYOLALI”

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana Regulasi mengenai Perlindungan Hukum Pidana Terhadap

Anak Disabilitas Sebagai Korban Kekerasan Seksual di Kabupaten

Boyolali ?

2. Mengapa perlu adanya perlindungan hukum Pidana secara khusus

kepada anak disabilitas sebagai korban Kekerasan Seksual di

Kabupaten Boyolali?

3. Bagaimana hak-hak yang diberikan kepada anak disabilitas sebagai

korban kekerasan seksual selama proses peradilan?

5
Suparman Marzuki, 2015, “Aksesbilitas Peradilan Bagi Penyandang Disabilitas” Yogyakarta :
PUSHAM UII, hal 12
5

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Regulasi Perlindungan Hukum Terhadap Anak

Disabilitas sebagai Korban Kekerasan Seksual di Kabupaten Boyolali.

2. Untuk mengetahui proses Perlindungan Hukum Terhadap Anak

Disabilitas Sebagai Korban Kekerasan Seksual di Kabupaten Boyolali.

3. Untuk mengetahui perlindungan hak-hak yang diberikan kepada anak

disabilitas sebagai korban kekerasan seksual selama proses peradilan.

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis:

a. Untuk menambah pengetahuan pengembangan ilmu pidana.

b. Sebagai bahan informasi dan referensi untuk kalangan akademisi

yang akan melakukan penelitian Perlindungan Hukum Terhadap

Anak Disabilitas Sebagai Korban Kekerasan Seksual di Kabupaten

Boyolali

b. Manfaat Praktis:

a. Sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya Perlindungan Hukum

Terhadap Anak Disabilitas Sebagai Korban Kekerasan Seksual di

Kabupaten Boyolali

b. Sebagai bahan masukan dalam upaya Perlindungan Hukum

Terhadap Anak Disabilitas sebagai Korban Kekerasan Seksual di

Kabupaten Boyolali.
6

E. Kerangka Pemikiran

Pengertian abuse (kekerasan), tidak hanya diartikan secara fisik, tetapi

juga secara mental bahkan secara pasif (pengabaian). Dapat diketahui, tidak

melakukan apapun dapat menghasilkan dampak yang sama dengan yang

ditimbilkan kekerasan. Tidak dapat dipungkiri bahwa sisi lain abuse dalam

pelaksanaanya tidak lepas dari unsur kekerasan. Kekerasan dapat diartikan

sebagai perlakuan yang salah, perlakuan yang kejam. Terry E.Lawson

mengatakan bahwa kekerasan anak (child abuse), mulai dari pengabaian

sampai pada pemerkosaan dan pembunuhan, yang dapat diklasifikasikan atas

:1. Emosional abuse (kekerasan emosional) 2. Phsycal abuse; 3. Sexual abuse

(kekerasan sexual).6

Pasal 6 Undang-undang No. 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi

dan Korban menerangkan bahwa :

“1) Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat, Korban tindak
pidana terorisme, Korban tindak pidana perdagangan orang, Korban tindak
pidana penyiksaan, Korban tindak pidana kekerasan seksual, dan Korban
penganiayaan berat, selain berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
juga berhak mendapatkan: a. bantuan medis; dan b. bantuan rehabilitasi
psikososial dan psikologis.”

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas


Pasal 1 menjelaskan bahwa :

“Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami


keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu
lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan

6
Maidin Gulton,2012, “Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan” Bandung: PT. REFIKA
ADITAMA, hal.83
7

dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga
negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.”

Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali No. 14 Tahun 2013 tentang

Perlindungan Anak Pasal 6 bahwa :

“1) Anak korban kekerasan, pelecehan seksual, penderita HIV dan AIDS
atau korban perdagangan orang berhak mendapatkan perlindungan dari
pemberitaan media massa baik elektronik maupun cetak, stigma negatif,
pengucilan dan diskriminasi dari masyarakat dan lingkungannya, seta berhak
untuk mendapatkan layanan gratis berupa perawatan medis, medicolegal,
bantuan hukum dan rehabilitasi berupa layanan psikologi untuk menjamin
masa depan anak. 2) Anak berkonflik hukum berhak mendapatkan prioritas
untuk diberi bantuan hukum dan dukungan dalam proses asimilasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Perlindungan bagi penyandang cacat diatur dalam undang-undang No.39

Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 5 ayat 3 yang berbunyi :

“Setiap orang diakui sebagaimana manusia pribadi yang berhak


menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai
dengan martabat kemanusiaan di depan hukum. (b) Setiap orang berhak
mendapatkan bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang
obyektif dan tidak berpihak. (c) Setiap orang yang termasuk dalam kelompok
masyarakat rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih
berkenaan khususnya.”

Kewajiban negara untuk hadir dalam Perlindungan Anak Disabilitas

sebagai Korban Pemerkosaan di Kabupaten Boyolali, maka penulis dapat

menggambarkan kerangka pemikiran dalam penulisan penelitian sebagai

berikut :
8

PERLINDUNGAN
TINDAK PIDANA
KEKERASAN
SEKSUAL

KORBAN ANAK
DISABILITAS

PROSES HUKUM TINDAK PIDANA


KEKERASAN SEKSUAL DI
KABBUPATEN BOYOLALI

PENDAMPINGAN APARAT PENEGAK


KORBAN ANAK HUKUM DAN
DISABILITAS PEMERINTAH

PEMENUHAN HAK-HAK
ANAK DISABILITAS

1. Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Perlindungan anak


2. Undang-undang No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas
3. UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak.
4. Undang-undang No. 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan menganalisanya. Dalam


9

melakukan penelitian seyogyanya selalu meningkatkan dengan makna yang

mungkin dapat diberikan kepada hukum.7

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu untuk

memberikan gambaran selengkap-lengkapnya tentang norma-norma,

penerapan perlindungan hukum, dan pemenuhan hak-hak terhadap anak

disabilitas sebagai korban pemerkosaan dalam proses penyelidikan,

penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan persidangan di Pengadilan

Negeri secara yuridis dan empiris di Kabupaten Boyolali.

2. Metode Pendekatan

Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis

dan empiris, dari sisi yuridis penelitian akan dilakukan dengan cara

mempelajari bahan-bahan pustaka yang berupa literature dan hukum

formal yang berlaku atau biasa disebut sebagai penelitian hukum

kepustakaan.8 Sementara ini sisi empiris yang akan digunakan adalah data

yang didapat dari wawancara dan data yang diberikan oleh narasumber,

akan dianalisis secara empiris kualitatif, terutama model analysis constant

comparative, rationalistic comparative dan kualitatif-logis.9

3. Lokasi Penelitian
7
Kudzalifah Dimyati dan Kelik Wardiono, 2004, Metode Penelitian hukum, Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta. hal. 3.
8
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2012, Penelitian Hukum Normatif : Tinjauan Singkat, Jakarta :
Rajawali Pers, hal 12-13
9
Kudzalifah Dimyati dan Kelik Wardiono, 2006, “Pola Pemikiran Hukum Responsif”
Publikasi Ilmiah: Universitas Muhammadiyah Surakarta. hal. 11.
10

Dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di Kabupaten

Boyolali. Pengambilan lokasi ini dengan pertimbangan bahwa sumber

data yang dimungkinkan dan memungkinkan dilakukan penelitian.

a. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh dari lapangan secara langsung

untuk menjawab rumusan masalah nomor tiga tentang praktik

pemberian hak-hak kepada anak disabilitas sebagai korban kekerasan

seksual. Oleh karena itu data primer ini diperoleh dari pihak-pihak

sebagai pemangku kepentingan yaitu, Kepolisian Resort Boyolali,

Kejaksaan Negeri Boyolali, Pengadilan Negeri Boyolali dan juga

pemerintah Kabupaten Boyolali dalam hal ini Dinas Pengendalian

Penduduk, Keluarga Berencana, pemberdayaan perempuan, dan

Perlindungan Anak (DP2KBP3A)

b. Data Sekunder

Data sekunder berupa bahan pustaka yang terdiri dari:

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat, terdiri

dari peraturan perundang-undangan yang berlaku atau ketentuan-

ketentuan yang berlaku. Sehubungan dengan itu, maka bahan

hukum primer yang digunakan adalah:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


11

b) Undang-ndang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang

Disabilitas

c) Undang-undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

d) Undang-undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan

Saksi Korban

e) Undang – undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia

f) Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 14 tahun 2013

tentang Perlindungan Anak

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan meliputi hasil karya

ilmiah para sarjana dan hasil penelitian yang terkait dengan

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Disabilitas sebagai Korban

Kekerasan Seksual di Kabupaten Boyolali sehingga menunjang

penelitian yang dilakukan.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum Tersier yang digunakan meliputi Kamus Besar

Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.

4. Metode Pengumpulan Data

a. Studi Kepustakaan
12

Dilakukan dengan mencari, mencatat, menginventarisasi,

menganalisis, dan mempelajari data yang berupa bahan-bahan pustaka

yang terkait dengan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Disabilitas

sebagai Korban Kekerasan Seksual di Kabupaten Boyolali

b. Studi Wawancara

Wawancara dilakukan (1 Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga

Berencana, pemberdayaan perempuan, dan Perlindungan Anak

(DP2KBP3A) Kabupaten Boyolali; (2) Polres Boyolali; (3) Kejaksaan

Negeri Kabupaten Boyolali; (4) Pengadilan Negeri Kabupaten

Boyolali. Item-item pertanyaan yang diajukan antara lain : 1) untuk

mengetahui hak-hak yang diberikan kepada korban pada saat

pemeriksaan pada tingkat Kepolisian, Kejaksaan Negeri, dan

Pengadilan Negeri 2) untuk mengetahui Peran Pemerintah Kabupaten

Boyolali terhadap anak Disabilitas Korban Kekerasan Seksual dalam

hal ini oleh DP2KBP3A

5. Metode Analisis

Data yang telah terkumpul dan telah diolah akan dianalisis dan dibahas

dengan menggunakan metode normatif kualitatif, yakni suatu

pembahasan yang dilakukan dengan cara menafsirkan dan mendiskusikan

data-data yang telah diperoleh dan diolah, berdasarkan (dengan) norma-

norma hukum, doktrin-doktrin hukum dan teori ilmu hukum yang ada.10

10
Op.Cit . hal. 38.
13

Pembahasan pada tahap awal dilakukan dengan cara melakukan

inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait denan

persoalan yang menjadi objek kajian.

Tahap kedua akan dilakukan pembahasan berupa mendiskripsikan

pemberian hak-hak anak disabilitas sebagai korban kekerasan seksual

dalam pemeriksaan sejak pada tingkat Kepolisian, Kejaksaan Negeri,

hingga ke Pengadilan Negeri. Dengan demikian dalam pembahasan tahap

kedua ini, penarikan kesimpulan secara deduktif dengan ketentuan :

a. Peraturan perundang-undangan lain yang ada (di samping juga doktrin

dan teori hukum), dijadikan sebagai premis mayornya,

b. Data sekunder yang lain serta data primer yang terkait, sebagai premis

minornya,

c. Konklusi akan diambil dengan melihat ada tidaknya kesinkronan dan

kesesuaian diantara data sekunder yang lain serta data primer yang

terkait dengan berbagai peraturan perundang-undangan, doktrin dan

teori hukum yang ada.

Teknik analisis dilakukan dengan menggunakan metode theoritical

Intepretation, serta diskusi interprestasi, dengan pola pikir secara induktif-

deduktif dan pola penalaran secara rasionalismesillogisme, yang

kemudian akan dilanjutkan dengan analisis secara normatif kualitatif

dengan model legal intepretation dan theoritical intepretation.11

11
Ibid
14

G. Sistematika Skripsi

Peneliti skripsi ini terdiri dari 4 (empat) bab yang tersusun secara

sistematis, dimana diantara bab saling berkaitan sehingga merupakan

suatu rangkaian yang berkesinambungan. Sistematika dalam penulisan

skripsi adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan. Di sini penulis menguraikan tentang Latar

Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat

Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, Dan Sistematika

Skripsi.

BAB II Tinjauan Pustaka, yang didalamnya menguraikan tentang

tinjauan umum tentang Tindak Pidana, tinjauan umum tentang

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Disabilitas sebagai Korban

Kekerasan Seksual Di Kabupaten Boyolali.

BAB III Hasil Penelitian dan Pembahasan dimana penulis akan

menguraikan dan membahas mengenai: (1) Untuk mengetahui Regulasi

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Disabilitas sebagai Korban

Kekerasan Seksual di Kabupaten Boyolali. (2) Untuk mengetahui Proses

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Disabilitas Sebagai Korban

Kekerasan Seksual di Kabupaten Boyolali. (3) Untuk mengetahui

perlindungan hak-hak yang diberikan kepada anak disabilitas sebagai

korban kekerasan seksual selama proses peradilan.


15

BAB IV Penutup, yang berisi mengenai kesimpulan dan saran

terkait dengan permasalah yang diteliti

Anda mungkin juga menyukai