Anda di halaman 1dari 16

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

PA/KPA : DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK KELUARGA BERENCANA


PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
KABUPATEN SUMBAWA BARAT

KEMENTERIAN/LEMBAGA/SATUAN KERJA PERANGKAT


DAERAH/INSTITUSI LAINNYA

SATKER/SKPD : DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK


KELUARGA BERENCANA PEMBERDAYAAN
PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
KABUPATEN SUMBAWA BARAT
NAMA KPA/PPK : H. TUWUH, S.AP.
NAMA PEKERJAAN : BELANJA JASA KONSULTANSI KAJIAN
NASKAH AKADEMIK TERKAIT PERLINDUNGAN
PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
(PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN
DAERAH TENTANG PENCEGAHAN
PERKAWINAN ANAK)

TAHUN ANGGARAN 2023


KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

Pekerjaan :
Belanja Jasa Konsultansi Kajian Naskah Akademik Terkait
Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (Penyusunan
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pencegahan Perkawinan Anak)

1. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan di dunia ini, Allah SWT menciptakan makhluk-
makhlukNya dengan berpasang-pasangan dengan tujuan agar dapat
hidup berdampingan, saling mencintai dan saling berkasih sayang
untuk meneruskan keturunan. Manusia sebagai makhluk yang
beradab menjadikan makna hidup berdampingan sebagai sepasang
“suami dan istri” dalam suatu ikatan pernikahan yang diikat oleh
hukum, agar keduanya menjadi legal atau sah dan diberlakukan
tanggung jawab atasnya. Karena hakikatnya, konsekuensi dari
kehidupan suami dan istri adalah membangun sebuah keluarga yang
sakinah, mawaddah dan warohmah.

Oleh karena itu, sudah sepatutnya Negara sebagai pemberi hak


“sah” pada masing-masing warga negaranya dalam suatu ikatan
pernikahan membentuk sebuah peraturan resmi terkait hukum
sebuah pernikahansebagaimana terumus dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan. Salah satu prinsip yang
termuat dalam perUndang-Undangan tersebut adalah “calon suami
istri harus matang jiwa dan raganya untuk melangsungkan sebuah
pernikahanagar dapat mewujudkan pernikahansecara baik tanpa
berakhir pada perceraian serta memperoleh keturunan yang baik dan
sehat”1. Akan menjadi sebuah penyimpangan apabila pernikahan yang
dimaksud dilaksanakan oleh sepasang suami istri yang belum bias
dikatakan matang baik fisik maupun jiwa untuk membangun sebuah
rumah tangga, misalnya karena usia masih dibawah ketentuan
1
Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Undang-Undang yang berlaku atau bisa dikatakan dibawah umur.
Sehingga, sepatutnyalah dipertimbangkan upaya pencegahan untuk
contoh kasus yang dikenal sebagai “Perkawinan Anak” tersebut.
Selain itu, pernikahan juga mempunyai hubungan erat dengan
urusan kependudukan2.

Perkawinan Anak (early marriage) merupakan suatu pernikahan


yang dilakukan formal atau tidak formal yang dilakukan dibawah usia
18 tahun atau dengan kata lain pernikahan pasangan tersebut masih
dalam usia muda atau pubertas3. Perkawinan Anak merupakan suatu
pernikahan yang dilakukan oleh seseorang yang usianya masih relatif
muda. Mengutip dalam Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, yang tertuang dalam pasal 7 ayat 1 telah
dinyatakan bahwa sebuah perkawinan diizinkan jika pihak calon
mempelai pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan
calon mempelai wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
Perubahan atas Undang-Undang tersebut telah dituangkan dalam
Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 20194. Ketentuan batas usia
ideal untuk menikah dinyatakan dalam dalam pasal 7 yang
menegaskan bahwa “pernikahan hanya diijinkan apabila pihak pria
dan wanita sudah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun”5.

Pernikahan usia dini telah banyak terjadi di Indonesia. Hal ini


dipengaruhi oleh budaya patriarki dan pelanggenganan yang belum
banyak ditepis dengan membahasnya dalam area public. Sehingga
pencegahan dan pengurangan pernikahan usia dini menjadi hal yang
lumrah dibicarakan agar semakin terkurangi. Terdapat banyak orang
tua menikahkan anaknya dikarenakan alasan ekonomi. Selain itu,
faktor sosial dan budaya, seperti; adat kebiasaan orang tua dalam
2
Idris Ramulyo. Tinjauan Beberepa Pasal UU No.1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum Pernikahan
Islam.
3
UNICEF. 2018. Child Marriage: Latest Trends and Future Prospect. New York: Data and
Analysis Section, Division of Data, Research and Policy of UNICEF.
4
Manan, Abdul. 2006. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta:Kencana.
5
BKKBN. 1993. Pendewasaan Usia Pernikahan. Jakarta: BKKBN.
menjodoh-jodohkan anak sejak mereka masih kecil, pandangan
masyarakat yang negatif yaitu dianggap perawan tua terhadap
perempuan yang menikah di usia 18 tahun6.

Kasus pernikahan usia dini di Indonesia sudah sangat


mengkhawatirkan. Indonesia sendiri menduduki peringkat 7 di dunia
dan ke 2 di ASEAN dengan angka pernikahan anak tertinggi 7. Dari
data pengadilan agama atas permohonan dispensasi pernikahan usia
anak, tahun 2021 tercatat 65 ribu kasus dan tahun 2022 tercatat 55
ribu pengajuan. Pengajuan permohonan menikah pada usia anak
lebih banyak disebabkan oleh faktor pemohon perempuan sudah
hamil terlebih dahulu dan faktor dorongan dari orangtua yang
menginginkan anak mereka segera menikah karena sudah memiliki
teman dekat/pacaran. Di tahun 2022 secara nasional, ada sekitar 52
ribu perkara dispensasi pernikahan yang masuk ke peradilan agama
dan dari jumlah tersebut, sekitar 34 ribu diantaranya didorong oleh
faktor cinta sehingga orangtua yang meminta ke pengadilan agar
anak-anak mereka segera dinikahkan. Lalu sekitar 13.547 pemohon
mengajukan menikah karena sudah hamil terlebih dahulu dan 1.132
pemohon mengaku sudah melakukan hubungan layaknya suami istri
sah8.

Tingginya angka Perkawinan Anak adalah salah satu ancaman


bagi terpenuhinya hak-hak dasar anak. Akibat yang timbul dari
pernikahan anak dari sisi pendidikan, menyebabkan anak menjadi
putus sekolah. Perempuan yang menikah sebelum 18 tahun paling
banyak hanya menyelesaikan pendidikan SMP/sederajat (44,9%). Dari
sisi kesehatan, akan meningkatkan kejadian Angka Kematian Ibu
(AKI), 4-5 kali peluang terjadinya kehamilan risiko tinggi, kontraksi
rahim tidak optimal, kanker serviks, kejadian 2-5 kali berpeluang pre
6
Alfa, F.R. 2019. Pernikahan Dini Dan Perceraian Di Indonesia. Jurnal Ilmiah Ahwal
Syakhshiyyah (JAS), Vol. 1(1), 49–56. https://doi.org/10.33474/jas.v1i1.2740.
7
KPPPA. 2018. Profil Anak Indonesia Tahun 2018. Jakarta: KPPPA.
8
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/4357/kemen-pppa-pernikahan-
anak-di-indonesia-sudah-mengkhawatirkan.
eklampsia, risiko lahir premature, peluang tertular Penyakit Menular
Seksual (PMS), meningkatnya Angka Kematian Bayi (AKB), stunting,
dan risiko Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR). Dari sisi ekonomi,
semakin banyaknya pekerja anak dengan upah rendah, sehingga
menyebabkan kemiskinan. Perempuan yang menikah sebelum 18
tahun hampir 2x lebih banyak bekerja di pertanian dibanding yang
menikah diatas usia 18 tahun. Dari sisi sosial, akan meningkatkan
terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pola asuh salah
ke anak, kesehatan mental dan identitas anak. Lebih jauh, kasus
pernikahan anak ternyata menjadi penyumbang yang perlu di
perhitungkan dalam salah satu hambatan besar dalam pencapaian
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan target SDG‟s Indonesia
kedepan9. Aspek yang terkait dengan pernikahan anak tercantum
dalam target SDGs 5.3, khususnya mengenai penghapusan semua
praktik berbahaya, seperti pernikahan anak. Secara khusus, Goal
Target Indicators (GTI) dalam SDGs mencakup indikator 5.3.1 dalam
hal proporsi perempuan usia 20- 24 tahun yang menikah atau hidup
bersama sebelum usia 15 tahun dan sebelum usia 18 tahun. Indeks
ini menjadi salah satu dasar untuk mengembangkan kebijakan untuk
melindungi anak dari praktik pernikahan anak, khususnya bagi anak
perempuan serta untuk membatasi pertumbuhan penduduk10.

Dalam sejumlah tulisan mengemukakan bahwa Perkawinan Anak


termasuk perbuatan yang melanggar HAM sebagaimana yang tekah di
kemukakan dan diatur dalam Convention on Rights of Children (CRC)
bahwa “pernikahan anak merupakan pelanggaran HAM sebab
pernikahan anak memiliki banyak dampak negative terhadap anak itu
sendiri. Sehingga PBB juga mendukung program-program SDG‟s
yaitu UNICEF mengambil langkah tegas dalam mengatasi kasus
pernikahan anak khususnya di Indonesia. Sebagaimana dengan
9
9https://dp3ap2.jogjaprov.go.id/berita/detail/579-pendewasaan-usia pernikahan-
pencegahan-pernikahan-anak-melalui-peraturan-desa.
10
Yoshida, dkk. 2022. Upaya Indonesia Dalam Mengatasi Pernikahan Anak Sebagai
Implementasi Suistainable Development Goals (SDG‟s) Tujuan 5 (5.3). Aliansi: Jurnal
Politik, Keamanan dan Hubungan Internasional. Vol.1(3). 153-166.
program pengembangan kapasitas anak. Dan pemerintah pusat tidak
bergerak sendiri dalam mengatasi kasus yang terjadi namun selalu
melakukan keoordinasi dan mengembangkan kerjasama dengan
pemerintah daerah. Upaya tersebut mengisyaratkan bahwa
pemerintah pusat adalah pihak yang bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan perlindungan anak. Kemudian lahir kembali
kebijakan untuk membangun koordinasi dan kerjasama dengan
banyak pihak dalam perlindungan anak untuk kasus pernikahan
anak dibawah umur melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor
23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

Sejak pemberlakuan pertama kalinya pada tahun 2002, Undang-


Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sudah 2 kali
mengalami perubahan. Perubahan pertama disahkan melalui Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-
UndangNomor 35 tahun 2014 ini lahir dengan latar belakang adanya
tumpang tindih antar peraturan perUndang-Undangan sektoral terkait
definisi anak dan maraknya kasus kejahatan seksual pada anak serta
belum terakomodirnya perlindungan hukum terhadap anak
penyandang disabilitas. Perubahan kedua Undang-Undang
Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016
disusun untuk mempertegas perlunya pemberatan sanksi pidana dan
denda bagi pelaku kejahatan terhadap anak terutama kejahatan
seksual dengan tujuan memberikan efek jera dan mendorong
terwujudnya langkah-langkah konkrit dalam memulihkan kembali
kondisi fisik, psikis, dan sosial anak. Perubahan-perubahan yang
dituangkan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak merupakan
ketentuan dasar yang harus didukung oleh Peraturan Daerah sebagai
instrumen pertama yang mengatur perlindungan anak sesuai dengan
kewenangan daerah. Adanya Peraturan Daerah tentang Perlindungan
Anak menjadi sangat penting dalam mewujudkan tujuan otonomi
daerah yang berkesinambungan dengan tujuan nasional dalam
konteks perlindungan anak.

Jika ditilik jauh, dasar Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019


tentang Perubahan Atas Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974
tentang Pernikahan. Undang Undang ini juga menjadi harapan baru
bagi upaya upaya pencegahan atau penghapusan pernikahan usia
anak di Indonesia dalam rangka meningkatkan perlindungan terhadap
anak. Perubahan mendasar regulasi ini yakni adanya perubahan usia
minimal pernikahan menjadi 19 tahun untuk kedua calon mempelai.
Sebelum UU ini direvisi batas usia minimal pengantin perempuan
adalah 16 tahun dan pengantin laki-laki 19 tahun 11. Selain
diskriminatif, undang undang yang lama telah menempatkan anak
perempuan sebagai korban utama praktik pernikahan usia anak. Saat
ini Pemaksaan Pernikahan Anak merupakan salah satu bentuk
kekerasan seksual sebagaimana yang tertera dalam UU 12 tahun
2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan seksual. Deretan perubahan
disesuaikan dalam rangka menekan dan mencegah terjadinya lebih
banyak kasus Perkawinan Anak pada anak dibawah umur.

Pada tataran pemerintah daerah provinsi, peraturan terkait


pencegahan Perkawinan Anak telah dibentuk melalui Peraturan
Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 5 Tahun 2021 Tentang
Pencegahan Perkawinan Anak. Hal ini dikarenakan angka pernikahan
anak di NTB selama 2022 mencapai 710 kasus. Dan NTB diklaim
sebagai penyumbang terbesar ke-2 untuk angka kasus Pernikahan
anak di Indonesia setelah Sulawesi Barat 12. Dari sejumlah kasus

11
UNICEF&BPS. 2020. Pencegahan PernikahanAnak Percepatan yang Tidak Bisa Ditunda.
Badan Pusat Statistik, 6–10.
12
Kusumaningrum, S., Agastya, N. L. P. M., Nisa, S. A., Pratama, G., Adhi, A. A., Sari R.
K., Rizal, T., Rachmawati, E., & Nurhayati, E. S. 2023. Pencegahan PernikahanAnak
untuk Perlindungan Berkelanjutan bagi Anak. Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan
dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA) dan Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
tersebut, Sumbawa Barat menyumbang sekitar 21 kasus pada tahun
2022.

Maka penting menjadi bahan pertimbangan pimpinan daerah


khususnya di Kabupaten Sumbawa Barat untuk merumuskan
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait Pencegahan
Perkawinan Anak yang akan mengatur secara lebih teknis kebijakan
yang akan dibangun. Rancangan Perda juga disesuaikan dengan
perilaku sosial kemasyarakatan sebagai dampak dari dinamika sosial
yang menyebabkan permasalahan pernikahan anak di Kabupaten
Sumawa Barat yang membutuhkan penanganan dan perlindungan
secara terintegrasi. Dengan adanya rencana pembentukan peraturan
daerah tentang pencegahan pernikahan usia dini tentu saja
memberikan kebijakan yang positif dan memberikan kesadaran bagi
masyarakat bahwa sangat penting untuk mengetahui bahayanya
pernikahan usia anak.

2. IDENTIFIKASI MASALAH
Isu pernikahan anak telah diangkat oleh pemerintah pusat lewat
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-Undang tersebut telah
disesuaikan dengan kebutuhan terhadap perlindungan anak melalui
Undang-Undang Nomro 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.

Meskipun kebijakan telah ditindak lanjut ditingkat provinsi


dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara
Barat Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Perkawinan Anak
nyatanya kasus pernikahan anak dibawah umur atau usia dini yang
terjadi di Provinsi NTB umumnya masih di posisi kedua nasional
sebanyak 720 kasus dan Kabupaten Sumbawa Barat khususnya yang
masih menyumbang kasus terkait sebanyak 21 kasus di tahun 2022
lalu. Dan hal ini hakikatnya telah menyalahi Undang-Undang tersebut
diatas (Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun Tahun 1974 tentang
Perkawinan).

Selain dapat merugikan anak sendiri, hal tersebut berdampak


negative terhadap upaya mewujudkan bangsa yang adil dan makmur
karena berpotensi menghambat pencapaian Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) dan target SDG‟s Indonesia kedepan.

Meskipun sudah banyak terlampir Undang-Undang yang relevan


sebagai instrumen perlindungan anak terhadap banyak kasus
pernikahan usia dini, nyatanya angka kasus belum mampu ditekan
secara optimal. Oleh karena itu, suatu daerah seperti Kabupaten
Sumbawa Barat seharusnya memiliki payung hukum berupa
Peraturan Daerah yang mampu mengakomodir semua isu yang
berkaitan dengan pencegahan Perkawinan Anak dalam aspek
perlindungan anak secara umum. Perda juga harus bisa memberikan
layanan secara holistik dan komprehensif, serta memberikan mandat
kepada lembaga untuk melakukan koordinasi kebijakan dan
pengawasan secara tegas. Perda juga harus dapat membuka
keterlibatan institusi non pemerintah dan masyarakat untuk berperan
secara luas.

Dengan demikian, naskah akademik ini merumuskan beberapa


permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah Urgensi Rancangan Peraturan Pemerintah Daerah


Sumbawa Barat tentang Pencegahan Perkawinan Anak?
2. Bagaimana Landasan teoritis dan empirik Rancangan Peraturan
Pemerintah Daerah tentang Pencegahan Perkawinan Anak di
Kabupaten Sumbawa Barat?
3. Bagaimana Landasan filosofis, yuridis dan sosiologis Rancangan
Peraturan Pemerintah Daerah tentang Pencegahan Perkawinan
Anak di Kabupaten Sumbawa Barat?
4. Bagaimana gambaran jangkauan, arah pengaturan, dan ruang
lingkup materi muatan undang-undang peraturan daerah
tentang Pencegahan Perkawinan Anak di Kabupaten Sumbawa
Barat?

3. TUJUAN DAN MANFAAT


Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan di atas, tujuan
dan kegunaan penyusunan Naskah Akademik ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:

1. Merumuskan urgensitas penyusunan Rancangan Peraturan


Daerah Kabupaten Sumbawa Barat tentang Pencegahan
Perkawinan Anak.
2. Merumuskan landasan teoritis dan empirik Rancangan Peraturan
Pemerintah Daerah tentang Pencegahan Perkawinan Anak di
Kabupaten Sumbawa Barat.
3. Merumuskan landasan filosofis, yuridis dan sosiologis Rancangan
Peraturan Pemerintah Daerah tentang Pencegahan Perkawinan
Anak di Kabupaten Sumbawa Barat.
4. Mendeskripsikan jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup
materi muatan undang-undang peraturan daerah tentang
Pencegahan Perkawinan Anak di Kabupaten Sumbawa Barat.

Berdasarkan ruang lingkup masalah Perkawinan Anak yang


teridentifikasi di Kabupaten Sumbawa Barat, sebagaimana telah
dikemukakan di atas, Naskah Akademik ini dapat menjadi bahan
kajian bagi perumusan Rancangan Peraturan Daerah Pencegaan
Perkawinan Anak di Kabupaten Sumbawa Barat yang mampu:
a. Sebagai dasar kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa
Barat dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan pencegahan
Perkawinan Anak.
b. Sebagai instrument hukum untuk melakukan pencegahan
Perkawinan Anak.
c. Sebagi dasar kebijakan dalam melakukan koordinasi upaya
pencegahan Perkawinan Anak.
d. Sebagai dasar perlindungan hukum dan instrument dalam
melakukan rekayasa social dalam pencegahan Perkawinan Anak.

4. NAMA ORGANISASI PENGADAAN BARANG/JASA


Nama organisasi yang melaksanakan pengadaan pekerjaan
swakelola Belanja Jasa Konsultansi Kajian Naskah Akademik
Terkait Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak
(Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pencegahan
Perkawinan Anak).
 DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK KELUARGA BERENCANA
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
KABUPATEN SUMBAWA BARAT.
 H. TUWUH, S.AP.

5. SUMBER DANA DAN PERKIRAAN BIAYA


a. Sumber dana yang diperlukan untuk membiayai pengadaan
pekerjaan swakelola adalah Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)
Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sumbawa Barat
Tahun Anggaran 2023.
b. Total perkiraan biaya yang diperlukan Rp. 100.000.000.- (Seratus
Juta Rupiah).

6. RUANG LINGKUP, LOKASI PEKERJAAN, FASILITAS PENUNJANG


a. Ruang lingkup/batasan lingkup pengadaan pekerjaan swakelola
Belanja Jasa Konsultansi Kajian Naskah Akademik Terkait
Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (Penyusunan
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pencegahan Perkawinan
Anak).
- Instrument pengumpulan data/informasi awal;
- Pengumpulan data primer dan observasi lapangan ke
beberapa stakeholder;
- Kajian literatur terhadap sumber data dan informasi;
- Pengelolaan dan analisis data dan informasi.
b. Lokasi pekerjaan swakelola yang akan dilaksanakan adalah di
Kabupaten Sumbawa Barat.

7. JANGKA WAKTU PELAKSANAAN


Jangka waktu pelaksanaan pengadaan pekerjaan swakelola pada
Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sumbawa Barat
adalah 60 Hari Kalender.

8. TENAGA PENELITI
Tenaga peneliti perseorangan yang diperlukan untuk melaksanakan
pengadaan pekerjaan swakelola terdiri dari :
 Tim Peneliti : bidang hukum dengan pengalaman minimal 2
tahun (1 orang)
 Tim Peneliti : bidang pendidikan dengan pengalaman
minimal 2 tahun (1 orang)
 Tim Peneliti : bidang ekonomi manajemen dengan pengalaman
minimal 2 tahun (1 orang)

 Tim Peneliti : bidang sosiologi dengan pengalaman minimal 2


tahun (1 orang)

 Tenaga Pendukung :
Tenaga Surveyor, Tenaga Pengolah Data dan Tenaga Sekretariat.
9. KELUARAN/PRODUK YANG DIHASILKAN
Keluaran/produk yang dihasilkan dari pelaksanaan pengadaan
pekerjaan swakelola yaitu adanya dokumen Naskah Akademik
Tentang Pencegahan Perkawinan Anak dan Draf Rancangan
Peraturan Daerah tentang Pencegahan Perkawinan Anak.

10. JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN SWAKELOLA


APRIL MEI JUNI
Uraian Pekerjaan MINGGU MINGGU MINGGU
II III IV I II III IV I II III IV
Pengumpulan data
Pengolahan dan analisis data
Penyusunan Dokumen
Penyusunan Draf Raperda
Konsultasi Publik
Revisi Naskah
Cetak dokumen kajian

11. SISTEMATIKAN PENULISAN


Laporan Penyusunan Naskah Akademik Tentang Pencegahan
Perkawinan Anak dengan sistematikan sebagai berikut :
 Cover
 Kata Pengantar
 Daftar Isi
 Daftar Tabel
BAB I : Pendahuluan, yang menggambarkan latar belakang
munculnya kebutuhan peraturan daerah ini, yang
antara lain memuat tentang pengaturan mengenai
Pencegahan Perkawinan Anak dalam berbagai
peraturan perundang-undangan, perlunya
pembentukan peraturan mengenai Pencegahan
Perkawinan Anak di Kabupaten Sumbawa Barat.
Dalam bab ini juga dipaparkan mengenai maksud dan
tujuan dari Naskah Akademik ini, serta metode
penyusunan dokumen naskah akademik ini.
BAB II : Kajian Teoritis dan Empiris, yang memaparkan
tentang kajian akademik, baik secara teoritis maupun
empiris. Kajian tersebut merupakan landasan perlunya
pembentukan peraturan mengenai Pencegahan
Perkawinan Anak.
BAB III : Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-
Undangan Terkait, yang memaparkan tentang
berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait
mengenai Pencegahan Perkawinan Anak. Dengan
adanya evaluasi dan analisis peraturan perundang-
undangan tersebut, diharapkan Peraturan Daerah
tersebut tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, baik secara vertikal maupun
horizontal.
BAB IV : Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis, yang
memaparkan tentang landasan pembentukan
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa
Barat tentang Pencegahan Perkawinan Anak.
Landasan tersebut baik secara filosofis, sosiologis,
maupun yuridis.
BAB V : Jangkauan, Arah Pengaturan dan Ruang Lingkup
Materi Muatan Peraturan Daerah, memaparkan
tentang pokok dan lingkup materi apa yang harus ada
dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat
tentang Pencegahan Perkawinan Anak, di dalamnya
mencakup ketentuan umum, materi pokok yang akan
diatur, dan ketentuan penutup.
BAB VI : Penutup, yang berisi kesimpulan dari keseluruhan
naskah akademik dan rekomendasinya.
 Lampiran – lampiran
Taliwang, April 2023
Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga
Berencana Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (DP2KBP3A)
Kabupaten Sumbawa Barat
Selaku Pejabat Pembuat Komitmen,

H. TUWUH, S.AP.
NIP. 19640507 198511 1 003

Anda mungkin juga menyukai