Anda di halaman 1dari 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/342175278

DINAMIKA PERNIKAHAN DINI

Article · June 2020


DOI: 10.46339/al-wardah.v13i1.155

CITATIONS READS

4 7,958

1 author:

Adiyana Adam
Institut Agama Islam Negeri Ternate
20 PUBLICATIONS 9 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

INFLUENCE OF INFORMATION CONTROL ON USER SATISFACTION IN CENTRAL LIBRARY OF IAIN TERNATE View project

Perempuan Pemecah Batu View project

All content following this page was uploaded by Adiyana Adam on 15 January 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Al-wardah: Jurnal Kajian Perempuan, Gender dan Agama
Volume : 13 No 1. Edisi Juni 2019
ISSN: 1907-2740, E-ISSN: 2613-9367
DOI :10.46339/al-wardah.v13i1.155

DINAMIKA PERNIKAHAN DINI


Adiyana Adam
IAIN Ternate,Indonesia
adiyanaadamm@gmail.com

Abstrak

Pernikahan usia dini adalah peristiwa pernikahan yang dilakukan oleh anak dibawah
16 tahun bagi perempuan dan dibawah 19 bagi laki-laki. Faktor intern yang datang dari
dalam yaitu keinginan dari individu itu sendiri sedangkan faktor ektern yaitu faktor
ekonomi orang tua, faktor pendidikan, dan faktor orang tua atau keinginan dari orang
tua. Banyak remaja terjebak dalam pernikahan usia muda, terutama mereka yang
berasal dari keluarga kurang mampu, sehingga mereka memilih menikah di usia muda
untuk mengurangi beban ekonomi keluarga. Banyak kemungkinan resiko pernikahan
usia muda, baik resiko fisik maupun psikis . Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat beragam faktor yang mempengaruhi pernikahan usia muda. Factor utama
penyebabnya adalah faktor ekonomi dan faktor pendukung lainnya adalah pengaruh
teman sebaya, keinginan dari informan, keluarga, dan hamil di luar nikah.

Kata Kunci: pernikahan Dini

Abstact

Early marriage is a marriage event performed by children under 16 years of age for
women and below 19 for men. Internal factors coming from within the desire of the
individuals themselves while ektern factor is the economic factor of parents,
educational factors, and factors of the parents or the desire of the parents Many
teenagers trapped in marriage a young age, especially those from poor families, so
they chose to marry at a young age to reduce the economic burden of the family.
Many possible risk of early age marriage, be it physical or psychological risk. The
results showed that there are various factors that influence the occurrence of marriage
at a young age. The main factor is the cause of economic factors and other
supporting factors such as the influence of peers, the desire of the informant, families,
and pregnant out of wedlock.

Keywords: early-age marriage

A. PENDAHULUAN

15 Al-wardah: Jurnal Kajian Perempuan, Gender dan AgamaVol: 13.No.1


Adiyana Adam

Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau


dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara
norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki banyak
ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial.
Pernikahan dini terjadi dengan alasan untuk menghindari fitnah atau berhubungan seks
di luar nikah. Ada juga orang tua yang menikahkan anak mereka yang masih remaja
karena alasan ekonomi. Dengan menikahkan anak perempuan, berarti beban orang tua
dalam menghidupi anak tersebut berkurang, karena anak perempuan akan menjadi
tanggung jawab suaminya setelah menikah.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1974 pasal 7 mengatur batas
minimal usia untuk menikah di mana pernikahan hanya diizinkan jika pria sudah
mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun.. Sementara itu,
apabila berdasarkan ilmu kesehatan, umur ideal yang matang secara biologis dan
psikologis adalah 20 sampai 25 tahun bagi wanita, kemudian umur 25 sampai 30 tahun
bagi pria. Usia tersebut dianggap masa yang paling baik untuk berumah tangga, karena
sudah matang dan bisa berpikir dewasa secara rata-rata. Menurut Departemen
Kesehatan RI (2011),remaja dibagi menjadi masa remaja awal yaitu10-13 tahun, masa
remaja tengah 14-16 tahun dan masa reamaja akhir yaitu 17-19 tahun. sementara
menurut WHO remaja adalah periode dari pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi
setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa, dari usia 10-19 tahun. Dan tujuan dari
pernikahan yaitu untuk membentuk keluarga yang bahagia, sejahtera dan kekal
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa
Untuk merealisasikan tujuan mulia ini diantaranya adalah harus didukung
kesiapan fisik atau materi dan kematangan jiwa (mental) dari masing-masing calon
mempelai. Bagi seorang pemuda, usia untuk memasuki gerbang perkawinan dan
kehidupan berumah tangga pada umumnya dititikberatkan kepada kematangan jasmani
dan kedewasaan pikiranya serta kesanggupanya untuk memikul tanggung jawab sebagai
suami dalam rumah tangganya. Itulah patokan yang sebaiknya para pemuda, kecuali jika
ada fakta-fakta lain yang menyebabkan pernikahanya harus dipercepat guna
Al-wardah: Jurnal Kajian Perempuan, Gender dan AgamaVol: 13 No: 1 16
Dinamika Pernikahan Dini

memeliharanya dari dosa yang akan membawa akibat lebih buruk baginya. Bagi seorang
gadis, usia melakukan perkawinan itu karena adanya kemungkinan dalam waktu singkat
terjadi kehamilan dan persalinan pertama harus memperhitungkan kematangan jasmani
dan rohaninya yang memungkinkan ia dapat menjalankan tugas sebagai istri dan ibu
dengan sebaik-baiknya . Syariat Islam mengajarkan bahwa salah satu syarat utama
keabsahan suatu syariat adalah apabila yang bersangkutan telah akil balig. Oleh karena
itu, seorang pria yang belum balig belum dapat melaksanakan qabul secara sah dalam
suatu akad nikah. Perlu diketahui bahwa dalam pelaksanaan akad nikah, calon mempelai
pria harus mengatakan qabul (penerimaan nikah)

Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah
perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial
biologis, psikologis maupun secara social. Sementara itu secara mental atau rohani
mereka yang telah menikah lebihbisa mengendalikan emosinya dan mengendalikan
nafsu seksnya. Kematangan emosi merupakan aspek yang sangat penting untuk menjaga
kelangsungan perkawinan. Keberhasilan rumah tangga sangat banyak di tentukan oleh
kematangan emosi, baik suami maupun istri.
Pada hakikatnya pernikahan bukanlah hanya sebuah ikatan yang bertujuan untuk
melegalkan hubungan biologis saja, namun juga untuk membentuk sebuah keluarga
yang menuntut pelaku pernikahan untuk mandiri dalam berpikir dan menyelesaikan
masalah dalam pernikahan.
Tujuan pernikahan dalam agama ialah selain untuk mendapatkan keturunan juga
untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis,
sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota
keluarga. Sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan bathin disebabkan
terpenuhinya keperluan hidup lahir dan bathinnya, sehingga timbullah kebahagiaan
yakni kasih sayang antar anggota keluarga
Seseorang yang telah melakukan ikatan lahir batin antara pria dengan
wanita sebagai seorang suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, baik yang
dilakukan secara hukum maupun secara adat/kepercayaan dapat dikatakan pula sebagai
17 Al-wardah: Jurnal Kajian Perempuan, Gender dan AgamaVol: 13.No.1
Adiyana Adam

pernikahan. Apabila suatu pernikahan tersebut dilakukan oleh seseorang yang memiliki
umur yang relatif muda maka hal itu dapat dikatakan dengan pernikahan dini. Umur
yang relatif muda yang dimaksud tersebut adalah usia pubertas yaitu usia antara 10-19
tahun. Sehingga seorang remaja yang berusia antara 10-19 tahun yang telah melakukan
ikatan lahir batin sebagai seorang suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
dikatakan sebagai pernikahan dini atau pernikahan muda. Atau dapat di katakan bahwa
pernikahan usia muda adalah sebuah pernikahan yang salah satu atau kedua pasangan
berusia di bawah 18 tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah mengenah atas.
Jadi, sebuah pernikahan disebut pernikahan dini, jika kedua atau salah satu pasangan
masih berusia dibawah 18 tahun (masih berusia remaja)

B. PEMBAHASAN
Konsekuensi dari pernikahan usia muda dan melahirkan di usia remaja adalah
berisiko untuk melahirkan prematur dan berat badan lahir rendah. Wanita yang menikah
pada usia dini mempunyai waktu yang lebih panjang berisiko untuk hamil dan angka
kelahiran juga lebih tinggi. Perkawinan usia remaja juga berdampak pada rendahnya
kualitas keluarga, baik ditinjau dari segi ketidaksiapan secara psikis dalam
menghadapi persoalan sosial maupun ekonomi rumah tangga, risiko tidak siap mental
untuk membina perkawinan dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab, kegagalan
perkawinan, kehamilan usia dini berisiko terhadap kematian ibu karena ketidaksiapan
calon ibu remaja dalam mengandung dan melahirkan bayinya..
Menurut Eka Khaparistiadan Edward Faktor yang menyebabkan pernikahan usia
dini adalah kemauan sendiri karena sudah merasa saling mencintai, faktor
dorongan orang tua atau keluarga, juga faktor pendidikan yang begitu rendah yang di
sebabkan oleh kondisi ekonomi yang serba pas-pasan
Menurut Sarwono (2007), bahwa salah satu faktor terjadinya pernikahan dini
lainnya adalah pendidikan remaja dan pendidikan orang tua. Dalam kehidupan
seseorang, dalam menyikapi masalah dan membuat keputusan termasuk hal yang lebih
kompleks ataupun kematangan psikososialnya sangat dipengaruhi oleh tingkat

Al-wardah: Jurnal Kajian Perempuan, Gender dan AgamaVol: 13 No: 1 18


Dinamika Pernikahan Dini

pendidikan seseorang , tingkat pendidikan maupun pengetahuan anak yang rendah


dapat menyebabkan adanya kecenderungan melakukan pernikahan di usia dini
.

19 Al-wardah: Jurnal Kajian Perempuan, Gender dan AgamaVol: 13.No.1


Dinamika Pernikahan Dini

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nandang, dkk (2007) yang
menunjukkan bahwa remaja muda yang berpendidikan rendah memiliki resiko (ods
ratio) 4,259 kali untuk menikah dini daripada remaja muda yang berpendidikan tinggi.
Remaja yang memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi memiliki resiko lebih kecil
untuk menikah dini dibandingkan dengan remaja yang memiliki latar pendidikan rendah.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam
menyikapi masalah dan membuat keputusan ataupun kematangan psikososialnya.
Pendidikan orang tua juga memiliki peranan dalam keputusan buat anaknya,
karena di dalam lingkungan keluarga ini, pendidikan anak yang pertama dan utama.
Juspin dkk (2009: 89-94) mengemukakan bahwa peran orang tua terhadap
kelangsungan pernikahan dini pada dasarnya tidak terlepas dari tingkat pengetahuan
orang tua yang dihubungkan pula dengan tingkat pendidikan orang tua. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Nandang, dkk yang menunjukkan bahwa ada
hubungan antara pendidikan orang tua pada wanita dewasa muda dengan resiko
sebesar 7,667 kali lipat. Remaja yang memiliki latar belakang orang tua berpendidikan
rendah maka memiliki resiko lebih besar untuk menikah dini daripada remaja yang
memiliki latarbelakang orang tua berpendidikan tinggi. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi keputusan pihak orang tua terhadap anaknya salah satunya yang
menonjol adalah faktor pendidikan keluarga.

Peran orang tua juga menentukan remaja untuk menjalani pernikahan di usia muda.
menurut Al-Gifari(2002), orang tua juga memiliki peran yang besar untuk penundaan
usia perkawinan anak
Orang tua juga memiliki peran yang besar untuk penundaan usia perkawinan anak Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhajati, dkk ,(2003) yang
mengungkapkan bahwa keputusan menikah di usia muda sangat ditentukan oleh peran
orang tua.
Ada juga faktor ekonomi. Oranmg tua kadang mernikahkan putrinya karena
himpitan ekonomi, biar menurangi beban. Faktor ini sepertinya kurang masuk akal
bahwa banyak perempuan muda yang usia 15-18 tahun sudah 3 kali kawin cerai.
Setelah di telusuri ternyata karena faktor ekonomi.

19 Al-wardah: Jurnal Kajian Perempuan, Gender dan AgamaVol: 13.No.1


Adiyana Adam

Penyebab lainnya karena ada peningkatan status sosial.pada banyak kasus ornag
tua menikahkan anak perempuannya meskipun usianya masih dibawah umur kebanyakan
baru lulus
smp atau Madrasah Tsanawiyah karena anak gadisnya sudah dilamar oleh anak
pengusasha kaya atau anak ornag terpandang. Orang tua tidak mempersoalkan usia
anaknya yang belum cukup 16 tahun yang penting baginya anaknya sudah haid karena
laki-laki yang menikahinya sudah cukup dewasa bisa membimbing anaknya dalam
berumah tangga.
Pernikahan memiliki peran yang sangat strategis dalam kehidupan
bermasyarakat. Pernikahan merupakan gerbang awal untuk mebentuk sebuah keluarga
yang merupakan unit yterkecil dari sebuah masyarakat. Keluarga yang merupakan unit
terkecil dari masayarakat terdiri darei suami istri , atau suami istri dan anaknya. Tujuan
pernikahan tidak terbatas hanya pada kebutuhan biologis semata. Tujuan pernikahan
memiliki arti yang lebih jauh yaitu mencakup tuntutan hidup yang penuh kasih sayang
sehingga manusia bisa hidup tenang dalam keluarga dan masyarakat. Untuk mencapai
tujuan mulia dari perkawinan tentunya calon mempelai harus lebih matang dan dewasa
jiwa raganya sebelum melangsungkan perkawinan. Kematangan ini diharapkan dapat
mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berfikir pada perceraian dan
mendapatkan keturunan yang baik dan sehat. namun disisi lain, ada fenomena
pernikahan di bawah unur cukup memprihatinkan dan menarik perhatian berbagai
kalangan, hal tersebut terjadi karena sebenarnya fenomena pernikahan di bawah umur
seperti yang kelihatan sedikitg tetapi faktanya sangat banyak terjadi di kalangan
mssyarakat. Pernikahan di bawah umur ini menimbulkan banyak masalah sosial dan
dilain sisi juga menimbulkan masalah hukum, Kontroversi masalah pernikahan di bawah
umur memang menjadi perdebatan terutama berkenan dari batasan usia minimal bagi
seoranmg anak untuk menikah.
Ada beberapa dampak dari pernikahan dini sebagai berikut :
1) Dapat Menimbulkan Depresi Berat
Tekanan yang harus dihadapi ketika berumah tangga dapat menimbulkan depresi
berat pada pelaku pernikahan anak di bawah umur. Depresi yang terjadi dapat beragam.
Bagi orang berkepribadian introvert, maka menyendiri, menjauh dari lingkungan,
memendam sendiri masalah menjadi pilihan ketika depresi terjadi. Berbeda dengan

Al-wardah: Jurnal Kajian Perempuan, Gender dan AgamaVol: 13 No: 1 20


Dinamika Pernikahan Dini

orang yang cenderung ekstrovert. Mereka akan membicarakan masalah yang dihadapi
dan mencoba mencari pelampiasan untuk meredakan kekesalan yang terpendam.
Akibatnya, tidak hanya diri mereka yang tersakiti, tapi juga orang lain.
2) Terjadi Perceraian Karena Usia Belum Matang
Pola pikir yang belum matang dalam menyelesaikan masalah, dapat berujung
pada pertengkaran berulang. Akibatnya, perceraian tidak dapat dielakkan. Hal ini
membuat angka perceraian rumah tangga di Indonesia pun semakin meningkat. Bahkan,
tidak jarang orang tua masih banyak ikut campur ketika anak mereka yang menikah di
usia dini mengalami masalah dalam rumah tangga, yang berdampak buruk bagi
kelangsungan pernikahan si anak.
3) Pendidikan Menjadi Terhambat
Ketergesaan menuruti hawa nafsu untuk memiliki pasangan halal justru bisa
menjadi bumerang bagi pelaku pernikahan usia dini. Pasalnya, pendidikan mereka dapat
terhambat. Masa depan mereka kehilangan cahaya. Terutama untuk laki-laki yang harus
memikirkan cara untuk mencari nafkah dan menanggung anak serta istrinya. Alhasil,
pendidikan pun terabaikan sebab keinginan untuk belajar sudah tidak ada lagi.
4) Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Emosi yang masih labil membuat anak di bawah usia 17 tahun mudah marah dan
berusaha mencari pelampiasan dengan melakukan kekerasan terhadap anak maupun
istri. Tidak jarang, barang-barang di rumah habis terbanting ketika emosi tengah
menguasai. Maka, bisa dikatakan pernikahan untuk anak di bawah dapat menjadi
pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Lantaran emosi mereka belum stabil
dan masih mudah goyah. Belum ada pegangan kuat yang dapat mengendalikan amarah
ketika tengah menguasai.
5) Kesulitan Ekonomi Dapat Membuat Anak Terlantar
Sebagian besar alasan pernikahan anak di bawah umur dilandasi permasalahan ekonomi.
Orang tua berpikir jika satu anak mereka lepas dan menjadi tanggung jawab suaminya, maka
beban orang tua sedikit terangkat.

6) Kesulitan Ekonomi Dapat Membuat Anak Terlantar


Sebagian besar alasan pernikahan anak di bawah umur dilandasi permasalahan
ekonomi. Orang tua berpikir jika satu anak mereka lepas dan menjadi tanggung jawab

21 Al-wardah: Jurnal Kajian Perempuan, Gender dan AgamaVol: 13.No.1


Adiyana Adam

suaminya, maka beban orang tua sedikit terangkat. Namun, hal itu justru menjadi beban
baru bagi suaminya dan kehidupan pernikahan anak mereka. Akibatnya, anak-anak
menjadi terlantar dan kurang kasih sayang serta perhatian. Sebab, orang tuanya sibuk
mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga yang terus meningkat setiap
harinya.

7) Muncul Pekerja Di Bawah Umur


Menanggung beban istri di usia remaja, menjadikan kaum lelaki yang menikah di
bawah usia 18 tahun harus pontang-panting mencari pekerjaan yang dapat memenuhi
kebutuhan keluarga. Akibatnya, semakin banyak muncul pekerja anak yang masih di
bawah umur.

8) Dapat Menyebabkan Penyakit HIV


Masa pubertas yang penuh keingintahuan dan rasa penasaran menjadikan pelaku
pernikahan di bawah umur tentu ingin mencoba hal-hal baru. Namun, keinginan itu tidak didasari
pengetahuan dan komunikasi yang tepat. Akibatnya, dapat menimbulkan penyakit HIV yang
muncul karena aktivitas seksual yang dilakukan

9) Resiko Meninggal
Selain tingginya angka KDRT, perkawinan dini berdampak pada kesehatan
reproduksi anak perempuan. Anak perempuan berusia 10-14 tahun memiliki
kemungkinan meninggal lima kali lebih besar, selama kehamilan atau melahirkan,
dibandingkan dengan perempuan berusia 20-25 tahun. Sementara itu, anak yang
menikah pada usia 15-19 tahun memiliki kemungkinan dua kali lebihbesar.
10) Meningkatnya Angka Kematian Anak
Dari penelitian juga menunjukkan jika seorang ibu di bawah umur akan cenderung
melahirkan bayi yang cacat atau memiliki gangguan kesehatan. Selain itu, ibu yang
melahirkan pada usia dibawah 18 tahun juga memiliki peningkatan sebesar 60%
mengenai kematian pada bayi dan bahkan memberikan pola asuh salah pada anak karena
terbatasnya pengetahuan sifat keibuan dalam psikologi.
11) Perilaku Seksual Menyimpang

Al-wardah: Jurnal Kajian Perempuan, Gender dan AgamaVol: 13 No: 1 22


Dinamika Pernikahan Dini

Perilaku seksual menyimpang yang merupakan kesenangan berhubungan seks


dengan anak di bawah umur juga bisa terjadi karena pernikahan yang dilakukan terlalu
cepat. Hal ini bisa menjadi kebiasaan atas dasar pernikahan yang juga dilakukan pada
usia terlalu muda sehingga mengembangkan perilaku seksual menyimpang tersebut.

Dampak positif

1) Mengurangi beban orang tua, karena dengan menikahkan anaknya maka semua
kebutuhan anaknya akan di penuhi oleh suami, dan bahkan orang tua berharap beban
ekonominya juga akan dibantu.
2) Mencegah kemaksiatan, seperti terjadinya perzinahan atau kumpul kebo di
kalangan remaja, dengan menikah kan anaknya orang tua akan merasa tenang, karena
perzinahan atau bahkan hamil diluar nikah di kalangan remaja tidak akan terjadi.
Dampak pernikahan dini baik yang dilakukan secara terpaksa atau bukan umumnya
juga akan memberikan tanggapan kurang baik dari sebagian masyarakat. Meski ada
dampak positif pernikahan dini sebagai solusi untuk menghindari kelakuan para remaja
yang tidak diinginkan, akan tetap terlalu banyak dampak negatif yang bisa terjadi sebab
pernikahan tersebut tidak didasari dengan kemampuan dan kemandirian sehingga akan
lebih baik jika dipertimbangkan secara masak masak.

C.SIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan dari bacaan di atas bahwa faktor pendorong
pernikahan dini itu ada empat poin, yaitu: Ekonomi, Orang Tua, Pendidikan, Pergaulan,
dan Adat Istiadat. Adapun dampak dari pernikahan dini terdapat dua dampak, yaitu :
Dampak Positif dan Dampak Negatif. Di dalam dampak positif terdapat dua poin yakni
meringankan beban orang tua dan mencegah kemaksiatan. Dan yang terakhir di dalam
dampak negatif terdapat tiga poin yakni dampak terhadap pasangan suami istri, dampak
terhadap masing-masing keluaganya dan dampak terhadap anak-anaknya.

23 Al-wardah: Jurnal Kajian Perempuan, Gender dan AgamaVol: 13.No.1


Adiyana Adam

DAFTAR PUSTAKA
Abdul RahmanGhozali,Fiqhmunakahat(Jakarta: Kencana,2010),h 22

Al-Gifari, A. 2002. Pernikahan Dini Dilema Generasi Ekstravaganza. Bandung :


Mujahid Press.

Eka Khaparistiadan Edward dalam Naibaho, Naibaho, https://www. google.


com/search? client=firefox-b-d&q=jurnal+faktor+faktor+pernikahan+dini

Juspin, L., Ridwan T., Zulkifli A.(2009 :89-94), Studi Kasus Kebiasaan
Pernikahan Usia Dini Pada Masyarakat Kecamatan Sanggalangi
Kabupaten Tana Toraja. Makasar: Jurnal MKMI, Vol 5 No.4.

Latif Nasarudin,(2001: 22) Ilmu Perkawinan Problematika Seputar Keluarga dan


Rumah Tangga, (Bandung: Pustaka Hidayah)

Nandang M., Ijun R. 2007. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Usia Menikah
Muda pada Wanita Dewasa Muda di Kelurahan Mekarsari Kota Bandung. Jurnal
Kesehatan Kartika STIKES A. Yani

Nurhajati L., Wardyaningrum D., (2013). Komunikasi Keluarga Dalam


Pengambilan Keputusan Perkawinan. Jakarta : Universitas Al Azhar Indonesia.

Sarwono, S. 2007. Psikologis Remaja. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

WHO. (2006). Married Adolescents, No Place of Safety. Geneva: WHO Document


Production Services

Wikipedia Bahasa Indonesia, ensikolopedia Bebas (


http//id.m.wikipedia.org,wik.pernikanan ) dioiakses 31 juli 2019

http:// hukum. unsrat.ac .id/uu/uu_ 1_74.htm) Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974


Tentang Perkawinan.

24 Al-wardah: Jurnal Kajian Perempuan, Gender dan AgamaVol: 13.No.1

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai