Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan efektif merupakan dambaan

setiap warga negara di manapun.Hal tersebut telah menjadi tuntutan masyarakat

yang selama ini hak-hak sipil mereka kurang memperoleh perhatian dan

pengakuan secara layak, sekalipun hidup di dalam negara hukum Republik

Indonesia.Padahal pelayanan kepada masyarakat (pelayanan publik) dan

penegakan hukum yang adil merupakan dua aspek yang tidak terpisahkan dari

upaya menciptakan pemerintahan demokratis yang bertujuan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, keadilan, kepastian hukum dan kedamaian (good

governance).

Sebelum reformasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan diwarnai

dengan praktek maladministrasi, antara lain terjadinya korupsi, kolusi, nepotisme,

sehingga mutlak diperlukan reformasi birokrasi penyelenggaraan negara dan

pemerintahan, demi terwujudnya penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang

efektif dan efesien, jujur, bersih, terbuka, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan

nepotisme. Penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang baik hanya dapat

tercapai dengan peningkatan mutu aparatur penyelenggara negara dan

pemerintahan, juga penegakan asas-asas pemerintahan umum yang baik.

Setelah reformasi bergulir, reformasi mengamanatkan perubahan kehidupan

bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat, yaitu kehidupan yang didasarkan pada

1
penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang demokratis.Sejalan dengan

semangat reformasi itu, pemerintah melakukan perubahan-perubahan mendasar

dalam sistem ketatanegaraan dan sistem pemerintahan Republik Indonesia.

Perubahan yang dimaksud antara lain dengan membentuk lembaga-lembaga

negara dan lembaga-lembaga pemerintahan yang baru. Salah satu diantaranya

adalah Komisi Ombudsman Nasional atau juga yang lazim disebut Ombudsman

Nasional.Lembaga ini dibentuk pada tanggal 10 Maret 2000, berdasarkan

Keputusan Presiden No. 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman

Nasional.Pembentukan lembaga Ombudsman bertujuan untuk membantu

menciptakan dan mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan

pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) melalui peran serta

masyarakat.

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, UUD 1945 dengan jelas

membedakan cabang-cabang kekuasaan negara dalam bidang legislatif, eksekutif,

dan yudikatif yang tercermin dalam fungsi-fungsi MPR, DPR dan DPD, Presiden

dan Wakil Presiden, serta Mahkamah Agung (MA), Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK), dan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga-lembaga negara yang

utama (mains state organs). Adapun selain itu, seperti Komisi Yudisial,

Kepolisian Negara, Tentara Nasional Indonesia, Bank Sentral, Komisi Pemilihan

Umum, Dewan Pertimbangan Presiden, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

(KOMNASHAM), Komisi Pengawas Persaiangan Usaha (KPPU), termasuk

Ombudsman Republik Indonesia dan sebagainya adalah sebagai lembaga negara

bantu (state auxiliary bodies).

2
Selama ini kita memang telah memiliki lembaga pengawas baik yang

bersifat struktural oleh Inspektorat Jenderal, maupun fungsional yaitu Badan

Pemeriksa Keuangan.Bahkan terdapat lembaga pengawas yang secara eksplisit

dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar yaitu Dewan Perwakilan Rakyat,

Badan Pemeriksa Keuangan dan ataupun Bank Indonesia.Selain itu, juga ada

terdapat organisasi non pemerintah ataupun Lembaga Swadaya Masyarakat yang

sekarang ini banyak tumbuh serta turut beraktifitas melakukan pengawasan atas

pelaksanaan penyelenggaraan negara.Akan tetapi kesemua lembaga itu memiliki

catatan tersendiri sehingga mengecewakan masyarakat.

Lembaga pengawas struktural yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal

jelas tidak mandiri karena secara organisatoris merupakan bagian dari

kelembagaan atau departemen.Pengawasan fungsional oleh Badan Pemeriksa

Keuangan hanya sempit pada masalah pengawasan uang negara dan tidak

menerima keluhan yang bersifat individual.Dewan Perwakilan Rakyat dengan

fungsi pengawasannya kepada pemerintah lebih bersifat politis karena memang

secara kelembagaan adalah lembaga politik dan tidak terlepas dari kelompok yang

mereka wakili.Kemudian pengawasan yang dilakukan oleh LSM karena lembaga

swasta dan kurang fokus sehingga sering ditanggapi “acuh tak acuh”.Oleh karena

itu, keberadaan Ombudsman sebagai lembaga negara yang mandiri dan bebas dari

kekuasaan manapun serta menerima pengaduan masyarakat sangat dibutuhkan.

Sebelum ada Komisi Ombudsman Nasional pengaduan pelayanan publik

hanya disampaikan kepada instansi yang dilaporkan dan penegakannya sering

3
dilakukan oleh pejabat yang dilaporkan sehingga masyarakat belum memperoleh

perlindungan yang memadai. Selain itu, untuk menyeleseikan pengaduan

pelayanan publik, selama ini dilakukan dengan mengajukan gugatan melalui

pengadilan.Penyeleseian melalui pengadilan tersebut memerlukan waktu cukup

lama dan biaya yang tidak sedikit.Untuk itu, diperlukan lembaga tersendiri yakni

Ombudsman Republik Indonesia yang dapat menangani pengaduan pelayanan

publik dengan mudah dan dengan tidak memungut biaya.

Setelah berlakunya Undang-Undang Ombudsman Republik Indonesia pada

tanggal 7 oktober Tahun 2008, maka Komisi Ombudsman Nasional berubah

menjadi Ombudsman Republik Indonesia. Perubahan nama tersebut

mengisyaratkan bahwa Ombudsman tidak lagi berbentuk Komisi Negara yang

bersifat sementara, tapi merupakan lembaga negara yang permanen sebagaimana

lembaga-lembaga negara yang lain, serta dalam menjalankan tugas dan

wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainya. Pengaturan

Ombudsman dalam Undang-Undang tidak hanya mengandung konsekuensi posisi

politik kelembagaan, namun juga perluasan kewenangan dan cakupan kerja

ombudsman yang akan sampai di daerah-daerah. Dalam undang-undang ini

dimungkinkan mendirikan kantor perwakilan Ombudsman di daerah Propinsi,

Kabupaten/Kota. Dalam hal penanganan laporan juga terdapat perubahan yang

fundamental karena Ombudsman diberi kewenangan besar dan memiliki subpoena

power (kekuatan memaksa), rekomendasi yang bersifat mengikat, investigasi,

serta sanksi pidana bagi yang mengahalang-halangi Ombudsman dalam

menangani laporan.

4
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 37 Tahun 2008 tentang

Ombudsman Republik Indonesia, ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan

Ombudsman Republik Indonesia adalah lembaga negara yang mempunyai

wewenang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan

oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh

Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik

Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan

pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Dan

Belanja Daerah.1

Sejalan dengan instruksi Undang-undang nomor 37 tahun 2008 tentang

Pembentukan Ombudsman Republik Indonesia, maka pada tahun 2012

Ombudman Republik Indonesia Perwakilan Riau resmi dibentuk dengan pertama

kali diisi oleh satu orang kepala perwakilan dan tiga orang asisten Ombudsman

Perwakilan Riau. Serta di tahun 2015 telah diangkat 2 (dua) orang lagi menjadi

asisten ombudsman.

Ditambah lagi dengan Ombudsman RI Perwakilan Riau harus bekerja

menangani pengaduan serta Maladministrasi dengan ruang lingkup yang besar se-

Provinsi Riau. Untuk 12 (Dua Belas) Kabupaten /Kota ini dilakukan oleh satu

Ombudsman Perwakilan Riau saja yang personilnya 1 (Satu) Kepala Perwakilan

dan 5 (lima)Orang staf.

1
Undang-undang Republik Indonesia, Tentang Ombudsman Republik Indonesia, Pasal 1( 1)

5
Untuk tiap tahunnya dapat kita lihat kecendrungan laporan Maladministrasi

terus meningkat dari tahun ketahunnya dengan berbagai macam pengaduan

masyarakat atas tindakan maladiminstrasi oleh penyelenggara pelayanan publik.

Pada tahun 2013 ada 162 laporan, 2014 ada 246 laporan dan ditahun 2015 ada

laporan.2Dari sebanyak ini laporan tentu tidak seluruh laporan dari masyarakat

dapat diselesaikan oleh Ombudsman RI Perwakilan Riau.

Jadi Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau sudah berdiri

beberapa tahun melakukan kerjanya sebagai badan perwakilan Ombudman RI

Perwakilan Riau. Dalam kurun waktu yang masih relatif singkat tersebut tentu

lembaga perwakilan ini masih memiliki kendala-kendala yang harus dievaluasi

dalam menjalankan fungsi dan tugasnya.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk

meneliti masalah ini dengan judul “Pelaksanaan Fungsi Pengawasan

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia Di

Riau”

B. Rumusan Masalah

Yang akan menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Ombudsman Republik

Indonesia Perwakilan Riau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun

2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia?

2
www. Ombudsman.go.id

6
2. Apa hambatan Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Ombudsman Republik

Indonesia Perwakilan Riau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun

2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia?

3. Apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam Pelaksanaan

Fungsi Pengawasan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman

Republik Indonesia?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Ombudsman

Republik Indonesia Perwakilan Riau Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia

b. Untuk mengetahui hambatan Pelaksanaan Fungsi Pengawasan

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia

c. Untuk mengetahuiupaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan

dalam Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Riau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008

Tentang Ombudsman Republik Indonesia

7
2. Kegunaan Penelitian

a. Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti secara pribadi

terkait denganPelaksanaan Fungsi Pengawasan Ombudsman Republik

Indonesia Perwakilan Riau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia

b. Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di dunia akademik dan

untuk menjadi acuan dan referensi bagi peneliti berikutnya terkait dengan

permasalahan tersebut.

D. Kerangka Teori

Pengawasan merupakan unsur sistem manajemen pemerintahan, yang

sangat penting untuk mendorong terwujudnya akuntabilitas publik bagi

pemerintah.Akuntabilitas publik tersebut menjadi syarat yang diperlukan untuk

mendorong terwujudnya pemerintah yang bersih dan berwibawa.

Pengawasan dalam sistem perspektif hukum administrasi negara merupakan

sarana untuk mendorong pemerintah agar mematuhi perundang-undangan dan

asas-asas umum pemerintahan yang baik.Hal itu diperlukan agar pemerintah tidak

melakukan perbuatan yang melanggar tujuan yang telah ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan.Sehubungan dengan pengertian pengawasan,

Muchsan berpendapat bahwa pengawasan pada hakikatnya suatu tindakan menilai

(menguji) apakah sesuatu telah berjalan sesuai dengan rencana yang telah

ditentukan. Dengan pengawasan tersebut akan dapat ditemukan kesalahan-

kesalahan yang akhirnya kesalahan-kesalahan tersebut akan diperbaiki dan yang

terpenting, sampai kesalahan tersebut terulang kembali.

8
Perbuatan tercela yang dilakukan oleh aparat pemerintah, tendensinya akan

menimbulkan kerugian bagi pihak yang terkena perbuatan tersebut. Demi keadilan

perbuatan yang demikian ini pasti tidak dikehendaki adanya. Menyadari hal ini,

selalu akan berusaha untuk mengendalikan aparatnya, jangan sampai melakukan

perbuatan tercela itu. Sehubungan dengan ini, diadakanlah sistem pengawasan

terhadap perbuatan aparat pemerintah, dengan tujuan untuk menghindari

terjadinya perbuatan yang merugikan masyarakat, setidak-tidaknya menekan

seminimal mungkin terjadinya perbuatan tersebut.

Bentuk atau jenis pengawasan dapat dipandang dari beberapa sudut

pandang, antara lain dipandang dari kelembagaan yang dikontrol dan yang

melaksanakan kontrol, dapat dibedakan menjadi:

a. Kontrol internal, adalah pengawasan yang dilakukan oleh suatu badan atau

organ yang secara struktural adalah masih termasuk organisasi dalam

lingkungan pemerintah. Misalnya pengawasan yang dilakukan oleh pejabat

atasan terhadap bawahannya secara hierarkis.\

b. Kontrol eksternal, adalah pengawasan yang dilakukan oleh badan atau organ

yang secara organisasi berada diluar pemerintah dalam arti eksekutif.

Misalnya kontrol yang dilakukan secara langsung, seperti kontrol keuangan

yang dilakukan oleh BPK, kontrol sosial oleh LSM termasuk media massa

dan kelompok masyarakat yang berminat pada bidang tertentu, kontrol

politis oleh DPR terhadap pemerintah (eksekutif). Kontrol reaktif yang

dilakukan secara tidak langsung melalui badan peradilan antara lain oleh

9
peradilan umum dan peradilan tata usaha negara, maupun badan lain seperti

KPK dan Ombudsman.

Tujuan dari pengawasan adalah untuk mengetahui kenyatan yang ada

sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pimpinan untuk menentukan

kebijakan dan tindakan yang diperlukan menyangkut pelaksanaan tugas, tingkah

laku dan kinerja pegawai. Sedangkan fungsi dari pengawasan antara lain:

a. Menjaga agar penyelenggaraan dan pelaksanaan tugas pokok dapat sesuai

dengan rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Mengendalikan agar pengelolaan administrasi dilakukan dengan tertib dan

pegawai melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.

c. Menjamin terwujudnya pelayanan publik yang baik bagi warga masyarakat

yang memerlukan pelayanan.

Istilah Ombudsman yang berarti wakil atau perwakilan kelompok (bahas

Skandinavia). Lemabaga Ombudsman pertama kali di swedia pada tahun 1809.

Namun demikian, menurut Bryan Gilling dalam tulisannya berjudul “The

Ombudsman In New Zealand” mengungkapkan bahwa dizaman kekaisaran

Romawi terdapat institusi yang bernama Tribunal Plebis yang tugasnya hampir

sama dengan Ombudsman yaitu melindungi hak-hak plebeians (masyarakat

lemah) dari penyalah gunaan kekuasaan oleh para bangsawan.3

Pembahasan RUU Ombudsman selama 8 (Delapan ) tahun telah

mendapatkan banyak sekali masukan, kritikan, dan pandangan dari berbagai

pihak, maka dibentuklah undang-undang Nomor 38 tahun 2008 tentang

3
Ombudsman, SejarahOmbudsman, Majalah Suara Ombudsman Edisi pertama Januari-
Februari, Jakarta,Ombudsman Republik Indonesia, 2013, hlm 10

10
Ombudsman Republik Indonesia melalui lebar negara nomor 139 tahun 2008 dan

tambahan lembar negara nomor 4899 yang sah dan diundangkan pada tanggal 7

Oktober 2008. Selain itu , penguatan lembaga Ombudsman di Indonesia secara

jelas tercantum sebagai pengawas pelayanan publik di dalam Undang-undang No.

25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Ombudman secara khusus memiliki posisi penting sebagai lembaga negara

pengawas eksternal yang mempunyai kewenangan mengwasi penyelenggaraan

pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan

pemerintah termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan BHMN

serta badan swasta, maupun perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan

pelayanan publik tertentu yang sebagai atau seluruh dananya bersumber dari

anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan

belanja daerah.

Dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman

RI menyebutkan bahwa Ombudsman merupakan lembaga negara yang

bersifatmandiri dan tidak memiliki hubungan organik denganlembaga negara dan

instansi pemerintahan lainnya,serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya

bebasdari campur tangan kekuasaan lainnya.

Dalam pasal 3 (tiga) menyebutkan Ombudsman dalam menjalankan tugas

danwewenangnya berasaskan:

1. Kepatutan

2. Keadilan

3. non-diskriminasi

11
4. tidak memihak

5. akuntabilitas

6. keseimbangan

7. keterbukaan; dan

8. kerahasiaan.

Dan pada Pasal 8 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang

Ombudsman RI, Ombudsman bertugas:

1. menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan

pelayanan publik;

2. melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan;

3. menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan

Ombudsman;

4. melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan

Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;

5. melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga

pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan;

6. membangun jaringan kerja;

7. melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan

pelayanan publik; dan

8. melakukan tugas lain yang diberikan oleh undangundang.

Wewenang Dalam menjalankan fungsi dan tugas sebagaimanadimaksud

dalam Pasal 6 dan Pasal 7, Ombudsman berwenang:

12
1. meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor,

atau pihak lain yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada

Ombudsman

2. memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada

Pelapor ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Laporan;

3. meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang

diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi

Terlapor;

4. melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang

terkait dengan Laporan;

5. menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para

pihak;

6. membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk

Rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada

pihak yang dirugikan;

7. demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan

Rekomendasi.

Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat(1), Ombudsman

berwenang:

1. menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, atau pimpinan

Penyelenggara Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan

organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik;

13
2. saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-

undang dan peraturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan

dalam rangka mencegah Maladministrasi.

Dalam membantu tugasnya di tiap daerah dalam pasal 5 (2). Ombudsman

dapat mendirikan perwakilanOmbudsman di provinsi dan/atau kabupaten/kota.

Dalam Peraturan Pemerintah 21 Tahun 2012 Pasal 9 mengatakan bahwa

(1) Perwakilan Ombudsman terdiri atas:

1. 1 (satu) orang Kepala Perwakilan Ombudsman;dan

2. paling banyak 5 (lima) orang asisten Ombudsman.

E. Metode Penelitian

Untuk melaksanakan penelitian secara benar dan terarah diperlukan suatu

metode sehingga hasil penelitian dapat digunakan untuk menjawab hasil dari

masalah yang ada dan menganalisis pokok permasalahannya.

1. Jenis Penelitian

Ditinjau dari sudut metode yang dipakai, maka penelitian ini dapat

digolongkan kedalam jenis penelitian yuridis sosiologis yaitu suatu kajian

terhadap data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, serta hasil

penelitian para sarjana hukum, seperti buku-buku yang berkaitan dengan pokok

pembahasan untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data

primer (data yang diperoleh langsung dari responden).4Sedangkan sifat

penelitiannya dapat digolongkan kepada penelitian yang bersifat deskriptif,

4
Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, CV.
Mandar Maju, Bandung : 1995, hlm.61.

14
karena dalam penelitian ini penulis mengadakan penelitian langsung pada

lokasi atau tempat yang diteliti bertujuan untuk memperoleh gambaran secara

jelas dan lengkap tentang suatu keadaan atau masalah yang diteliti.5

2. Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi pada penelitian ini dilakukan di wilayah

Provinsi Riau yang merupakan kewenangan Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Riau.

3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan unit atau manusia (dapat juga

berbentuk gejala, atau peristiwa) yang mempunyai ciri-ciri yang

sama.6Populasi merupakan keseluruhan pihak yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi populasi

dalam penelitian ini adalah:

1) Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau

2) Asisten Ombudman Republik Indonesia Perwakilan Riau

3) Pengamat Kebijakan Publik

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan dijadikan sebagai

objek dalam penelitian.7Agar mempermudah melakukan penelitian ini,

maka dari itu jumlah populasi yang ada di atas ditetapkan jumlah

sampelnya. Untuk lebih jelasnya mengenai populasi dan sampel dapat


5
Suprapto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta : 2003, hlm.14.
6
Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta : 2004, hlm.95.
7
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta : 2010, hlm.98.

15
dilihat dari tabel dibawah ini:

Tabel I.1
Populasi dan Sampel

No Responden Populasi Sampel Persentase


1. Kepala Ombudsman 1 1 100%
Republik Indonesia
Perwakilan Riau

2. Asisten Ombudman Republik 5 3 60%


Indonesia Perwakilan Riau

3. Drs. Ishak , M. Si (Pengamat 1 1 100 %


Kebijakan Pablik/Dosen Fisip
UR)
Jumlah 7 5 -

4. Sumber Data

Dalam penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang

diperoleh secara langsung dari masyarakat (data primer) dan data yang

diperoleh dari bahan-bahan pustaka (data sekunder). 8 Didalam penelitian

ini penulis akan mengumpulkan data yang terdiri dari:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung oleh peneliti

dari responden yaitu dengan cara wawancara dengan Kepala

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau dan Asisten

Ombudman Republik Indonesia Perwakilan Riau terkait Pelaksanaan

Fungsi Pengawasan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang

8
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2001,
hlm.12-13

16
Ombudsman Republik Indonesia.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui

penelitian perpustakaan antara lain berasal dari:

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang

mengikat.yang diperoleh dari penelitian kepustakaan antara lain

berasal dari:

a) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman

Republik Indonesia

b) Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan

undang-undang, hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum9

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia.10

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara yaitu tanya jawab secara langsung dengan

9
Amiruddin, Op. Cit, hlm.32
10
Ibid

17
responden. Metode ini digunakan untuk melengkapi data. Wawancara

yang dilakukan ditujukan kepada Kepala Ombudsman Republik

Indonesia Perwakilan Riau dan Asisten Ombudman Republik Indonesia

Perwakilan Riau

b. Kajian Kepustakaan

Kajian kepustakaan yaitu dengan cara mencari literatur-literatur

kepustakaan yang memiliki korelasi dengan permasalahan yang sedang

diteliti oleh peneliti. Metode ini digunakan dalam kategori penelitian

hukum sosiologis hanya untuk mencari data sekunder guna mendukung

data primer.

6. Analisis Data

Dalam penelitian hukum sosiologis, data dapat dianalisis secara

kualitatif, yaitu data tidak dianalisis dengan menggunakan data statistic

namun cukup dengan menggunakan deskriptif dari data yang telah

diperoleh.

Untuk menarik kesimpulan dari data yang dikumpulkan, maka

penulis menggunakan teknik analisis data deduktif, yaitu dengan cara

penarikan kesimpulan dari yang bersifat umum kepada penarikan

kesimpulan yang bersifat khusus.

18
BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Tinjauan Umum Tentang Pelaksanaan Fungsi Pengawasan

1. Pengertian Pengawasan

Dari sejumlah fungsi manajemen, pengawasan merupakan salah

satu fungsi yang sangat penting dalam pencapaian tujuan manajemen itu

sendiri. Fungsi manajemen lainnya seperti perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila fungsi

pengawasan ini tidak dilakukan dengan baik. Demikian pula halnya

dengan fungsi evaluasi terhadap pencapaian tujuan manajemen akan

berhasil baik apabila fungsi pengawasan telah di lakukan dengan baik.

Dalam kehidupan sehari-hari baik kalangan masyarakat maupun di

lingkungan perusahaan swasta maupun pemerintahan makna pengawasan

ini agaknya tidak terlalu sulit untuk di pahami. Akan tetapi untuk memberi

batasan tentang pengawasan ini masih sulit untuk di berikan.

Bagi para ahli manajemen, tidak mudah untuk memberikan defenisi

tentang pengawasan, karena masing-masing memberikan defenisi

tersendiri sesuai dengan bidang yang di pelajari oleh ahli tersebut. Berikut

ini Penulis akan mengambil beberapa pendapat dari beberapa serjana.

Dalam kamus bahasa Indonesia istilah “Pengawasan berasal dari

kata awas yang artinya memperhatikan baik-baik, dalam arti melihat

sesuatu dengan cermat dan seksama, tidak ada lagi kegiatan kecuali

19
memberi laporan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya dari apa yang di

awasi”11

Menurut Poerwadarminta “Pengawasan adalah salah satu bentuk

pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih tinggi kepada pihak

di bawahnya”.12 Kalau kita perhatikan apa yang diuraikan oleh sarjana di

atas. Beliau lebih cenderung mengatakan bahwa pengawasaan itu adalah

pengontrolan dari pihak yang lebih tinggi tingkatan jabatannya kepada

bawahannya.

Kalau kita memperhatikan lebih jauh, yang menjadi pokok

permasalahan dari pengawasan yang dimaksud adalah, suatu rencana yang

telah di gariskan terlebih dahulu apakah sudah di laksanakan sesuai dengan

rencana semula dan apakah tujuannya telah tercapai. Sebagai bahan

perbandingan Penulis akan mencoba mengambil beberapa pendapat para

sarjana di bawah ini antara lain:

Menurut Prayudi: “Pengawasan adalah suatu proses untuk

menetapkan pekerjaan apa yang di jalankan, dilaksanakan, atau

diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan atau

diperhatikan”. Menurut Drs.Soekarno: “Pengawasan dapat diartikan

sebagai suatu proses yang menentukan tentang apa yang harus di kerjakan,

agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan rencana”.

Selain Sarjana di atas masih ada beberapa pendapat yang akan

dikemukakan oleh Penulis dalam skripsi ini antara lain: Henry Fayol,
11
Sujanto,BeberapaPengertiandiBidangPengawasan,GhaliaIndonesia,1986,hal2
12
Ibid, hal4.

20
mengatakan bahwa: “Pengawasan adalah setiap usaha yang terdiri atas

tindakan meneliti apakah segala sesuatu tercapai atau berjalan sesuai

dengan rencana yang telah di tetapkan berdasarkan instruksi-instruksi yang

telah di keluarkan, prinsif-prinsif yang telah di tetapkan. Pengawasan ini

bertujuan menunjukkan atau menemukan kelemahan-kelemahan dan

kesalahan itu. Pengawasan beroperasi terhadap segala hal, baik terhadap

benda, manusia, perbuatan maupun hal-hal lainnya”.

Dari beberapa defenisi yang di kemukakan di atas dapat di tarik

kesimpulan bahwa:

a. Pengawasan adalah merupakan proses kegiatan yang terus-menerus di

laksanakan untuk mengetahui pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan,

kemudian di adakan penilaian serta mengoreksi apakah pelaksanaannya

sesuai dengan semestinya atau tidak.

b. Selain itu Pengawasan adalah suatu penilaian yang merupakan suatu

proses Pengukuran dan pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang

nyata telah di capai dengan hasil-hasil yang seharusnya di capai.

Dengan kata lain, hasil pengawasan harus dapat menunjukkan sampai di

mana terdapat kecocokan atau ketidakcocokan serta mengevaluasi

sebab-sebabnya.

2. TujuanPengawasan

Pengawasan yang dilakukan adalah bermaksud untuk mendukung

kelancaran pelaksanaan kegiatan sehingga dapat terwujud daya guna, hasil

guna, dan tepat guna sesuai rencana dan sejalan dengan itu, untuk

21
mencegah secara dini kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan. Dengan

demikian pada prinsipnya pengawasan itu sangat penting dalam

pelaksanaan pekerjaan, sehingga pengawasan itu diadakan dengan

maksud:

a. mengetahui lancar atau tidaknya pekerjaan tersebut sesuai dengan yang

telah direncanakan.

b. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat dengan melihat

kelemahan-kelemahan, kesulitan-kesulitan dan kegagalan-kegagalan

dan mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-

kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan baru.

c. Mengetahui apakah penggunaan fasilitas pendukung kegiatan telah

sesuai dengan rencana atau terarah padapasaran.

d. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan

dalam perencanaan semula.

e. Mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan dapatkah

diadakan perbaikan- perbaikan lebih lanjut sehingga mendapatkan

efisiensi yangbesar.

3. Jenis-JenisPengawasan

Pengawasan dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis, dengan

tinjauan dari beberapa segi. Antara lain:

a. Pengawasan ditinjau dari segi cara pelaksanaanya dibedakanatas:

1) PengawasanLangsung

Pengawasan langsung adalah pangawasan yang dilakukan

22
dengan cara mendatangi atau melakukan pemeriksaan di tempat

terhadap objek yang diawasi. Pemeriksaan setempat ini dapat berupa

pemeriksaan administratif atau pemeriksaan fisik di lapangan.

Kegiatan secara langsung melihat pelaksanaan kegiatan ini

bukan saja dilakukan oleh perangkat pengawas akan tetapi perlu lagi

dilakukan oleh pimpinan yang bertanggung jawab atas pekerjaan

tersebut.

Dengan demikian dia dapat melihat bagaimana pekerjaan itu

dilaksanakan dan bila dianggap perlu dapat memberikan petunjuk-

petunjuk dan instruksi maupun keputusan- keputusan yang secara

langsung menyangkut dan mempengaruhi jalannya pekerjaan.

2) Pengawasan tidaklangsung

Pengawasan tidak langsung adalah kebalikan dari pengawasan

langsung, yang dilakukan tanpa mendatangi tempat pelaksanaan

pekerjaan atau objek yang diawasi. Pengawasan ini dilakukan dengan

mempelajari dan menganalisa dokumen yang menyangkut objek

yang diawasi yang disampaikan oleh pelaksana atau pun sumber lain.

4. Bentuk Pengawasan

Bentuk atau jenis pengawasan dapat dipandang dari beberapa sudut

pandang antara lain. Dipandang dari kelembagaan yang dikontrol dan yang

melaksanakan kontrol, dapat dibedakan menjadi :

a. Kontrol Intern (internal control), adalah pengawasan yang dilakukan

oleh suatu badan atau organ yang secara struktural adalah masih

23
termasuk organisasi dalam lingkungan pemerintah. Misalnya

pengawasan yang dilakukan oleh pejabat atasan terhadap bawahannya

secara hierarkhis. Bentuk kontro built incontrol.

b. Kontrol Eksternal (external control), adalah pengawasan yang

dilakukan oleh badan atau organ yang secara organissi berada di luar

pemerintah dalam arti eksekutif. Misalnya kontrol yang dilakukan

secara langsung, seperti kontrol keuangan yang dilakukan oleh BPK,

kontrol sosial oleh LSM termasuk mediamassa dan kelompok

masyarakat yang berminat.

5. Pelayanan Publik

Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang

dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya

pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan

peraturan perundang-undangan (Kepmenpan No.

63/Kep/M.Pan/7/2003).Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian

layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai

kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara

yang telah ditetapkan.

Pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada

masyarakat.Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk

melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap

anggota masyaraakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya

demi mencapai tujuan bersama. Karenanya birokrasi publik berkewajiban

24
dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional,

Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik tadi adalah

merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi

masyarakat di samping sebagai abdi negara.Pelayanan publik (public

services) oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan

masyarakat (warga negara) dari suatu negara kesejahteraan

(welfarestate).mengaturdan menentukan masa depannyasendiri.

A. Tinjauan Umum Tentang Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan

Riau

1. Pengertian Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau sebagai lembaga

pengawas eksternal tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan lembaga

pemerintahan dan lembaga negara lain di daerah. Kehadiran Ombudsman

Republik Indonesia Perwakilan Riau diharapkan mampu memberikan solusi

bagi perbaikan penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Riau.Ombudsman

Republik Indonesia Perwakilan Riau dirancang sebagai lembaga publik yang

dapat memberi akses dan kontrol masyarakat dalam partisipasi pengawasan

kinerja pelayanan publik dan atau dapat memperjuangkan aspirasi masyarakat

yang berkaitan dengan persoalan masyarakat dengan pemerintahan daerah.

2. Sejarah Berdirinya Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau

Ombudsman Republik Indonesia PerwakilanRiau didirikan oleh

masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri. Arah

pembangunan kualitas manusia tadi adalah memberdayakan kapasitas manusia

25
dalam arti menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota

masyarakatmengembangkan kemampuan dan krativitasnya

untukPemerintahDaerahProvinsiRiau melalui Surat KeputusanGubernurNo.134

Tahun 2011TentangPembentukan Organisasi Ombudsman Daerahdi

Provinsi Riau.Dalam surat keputusantersebut Ombudsman daerah

didefinisikan sebagai lembaga yang bersifat mandiri dan diadakan untuk

melakukan pengawasan terhadap penyelenggaran tugas Pemerintah Daerah,

Lembaga Penegak Hukum, dan Lembaga-Lembaga Negara lainnya dalam

memberikan pelayanan masyarakat. Dasar pembentukan Ombudsman Republik

Indonesia Perwakilan Riau pada tahun 2011 menjadi Peraturan Gubernur No.

21 tahun 2011 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Ombudsman Daerah di

Provinsi Riau. Dalam aturan tersebut, ada perubahan definisi Ombudsman

daerah menjadi lembaga yang bersifat mandiri yang dibentuk dalam rangka

mendorong dan mewujudkan penyelenggaraan pemerintah daerah yang bebas

dan bersih dari KKN, penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan dan perbuatan

sewenang-wenang dari pemerintah daerah serta untuk meningkatkan kualitas

pelayanan umum dan perlindungan hukum kepadamasyarakatdi daerah.

2. Dasar Hukum dibentuknya Ombudsman Republik Indonesia

PerwakilanRiau

Adanya Pasal 46 ayat (1) danayat (2) UU No. 37 Tahun 2008 tentang

Ombudsman Republik Indonesia menjadi awal hilangnya eksistensi

Ombudsman Daerah yang telah terbentuk. Pelarangan penggunaan nama“

Ombudsman‟ bagi lembaga lain selain Ombudsman Republik Indonesia tidak

26
hanya sekedar persoalan harus diganti menjadi nama lain selain Ombudsman

namun menjadi titik awal dari tidak diakuinya ombudsman daerah sebagai

lembaga yang memiliki arti filosofisyang sama baik dari segi fungsi dan

kewenangannya dengan ombudsman nasional dalam hal ini Ombudsman

Republik Indonesia maupun ombudsman di Negara lain. Disamping itu,

pelarangan nama ombudsman bagi daerah adalah tanda dari tidak masuknya

ombudsman daerah dalam logika lembaga perbaikan pelayanan publik. Karena

jelas bahwa Undang- Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik

disebutkan bahwa complain terhadap pelayanan publik yang buruk

menjadikewenangan ombudsman untukmenangani.

27
BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Ombudsman di Provinsi Riau.

Komisi ombudsman nasional dibentuk pada tahun 2000 berdasarkan

keputusan presiden nomor 44 tahun 2000, pembentukan komisi ombudsman di

maksudkan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh penguasa,

membantu penguasa agar bekerja secara efektif dan efisien, menanamkan sistem

akuntabilitas kepada setiap penyelenggara kekuasaan publik, karena pembentukan

komisi ombudsman nasional masih dibentuk berdasarkan keputusan presiden,

maka untuk lebih memantapkan posisinya dari segi hukum perlu dibentuk atas

dasar undang-undangtersendiri.

Dalam perkembangannya pada tahun 2008 disahkanlah undang-undang

nomor 37 tahun 2008 tentang ombudsman republik Indonesia, dengan adanya

undang-undang ini komisi ombudsman nasional yang sebelumnya dibentuk

berdasarkan keputusan presiden telah berubah nomenklatur penyebutannya dari

”Komisi Ombudsman Nasional” menjadi ”Ombudsman Republik Indonesia”.

Ombudsman republik Indonesia perwakilan provinsi riau dibuka sejak

tanggal 30 oktober 2012, jadi bisa dikatakan sangat baru dibuka ombudsman

28
republik Indonesia perwakilan provinsi riau. Adapun alamat ombudsman republik

Indonesia perwakilan provinsi riau adalah terletak dijalanArifin Achmad,

Komp. Mega Asri, Blok A.7, Marpoyan damai, Pekanbaru, Telp/Fax: (0761)

8417770.Sejak dilantik sejak 30 Oktober 2012, ombudsman republik Indonesia

perwakilan provinsi Riau telah menyelesaikan lebih dari 600 laporan pengaduan

tentang pelayanan publik.

B. Visi dan Misi Ombudsman Perwakilan ProvinsiRiau

Dalam melaksanakan kegiatannya ombudsman perwakilan provinsi riau

mempunyai visi dan misi yaitu :

1. Visi

Mewujudkan pelayanan publik prima yang menyejahterahkan dan

berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Misi

Sedangkan misinya melakukan sistem pengawasan , menyampaikan saran

dan rekomendasi serta mencegah maladministrasi dalam pelaksanaan pelayanan

publik, mendorong penyelenggara negara dan pemerintah agar lebih efektif dan

efisien , jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat dan

supremasi hukum yang berintikan pelayanan, kebenaran serta keadilan, dan

mendorong terwujudnya sistem pengaduan masyarakat yang terintegrasi berbasis

teknologiinformasi.

Dalam visi dan misi tersebut tertera jelas bahwa memang yang menjadi

fokus utama kerja dari ombudsman republik Indonesia adalah untuk pelayanan

29
publik yang lebihbaik.

C. Fungsi, Tugas dan Kewenangan Ombudsman Perwakilan Provinsi Riau

1. Fungsi

Ombudsman Daerah berfungsi melakukan pengawasan terhadap

penyelenggaraan negara dan penerintahan daerah serta menegakan hukum

untuk menjamin dan melindungi kepentingan masyarakat dapat terselenggara

dengan baik berdasarkan prinsip kesdilan, persmaan dan prinsip-prinsip

demokrasi.

2. Tugas Pokok

a. Menyebarluaskan pemahaman mengenai kedudukan, fungsi dan

wewenang Ombudsman Daerah kepada seluruh masyarakat di daerah.

b. Melakukan koordinasi dan atau kerjasaman dengan berbagai lembaga-

lembaga negara, instansi pemerintah, perguruan tinggi, lembaga swadaya

masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, para ahli, dan

praktisi dalam rangka mendorong dan mewujudkan penyelenggaraan

negara dan pemerintahan daerah serta penegakan hukum yang bersih dan

bebas dari KKN, penyalah gunaan kekuasaan / jabatan dan tindakan yang

sewenang-wenang.

c. Melayani keluhan, laporan atau informasi dari masyarakat atas keputusan,

tindakan dan perilaku pejabat atau aparatur penyelenggara negara,

pemerintah daerah, atau penegaka hukum dalam memberikan pelayanan

30
kepada masyarakat yang dirasakan tidak adil, diskriminatif, tidak patut,

merugikan atau bertentangan dengan hukum.

d. Menundaklanjuti keluhan, laporan atau informasi dari masyarakat

mengenai penyimpangan pelaksanaan penyelenggaraan negara,

pemerintah daerah dan penegakan hukum.

3. Wewenang

a. Memanggil dan meminta keterangan secara lisan dan atau tertulis dari

pihak pelapor, terlapor dan atau pihak lain yang terkait dengan suatu

laporan, keluhan, atau informasi yang disampaikan kepada Ombudsman

Daerah.

b. Memeriksa semua keputusan dan atau dokumen-dokumen lainnya yang

ada pada pihak pelapor, terlapor dan atau pihak lain yang terkait, untuk

mendpatkan kebenaran dari laporan, keluhan, dan atau informasi.

c. Atas inisiatif sendiri memanggil dan meminta keterangan secara lisan atau

tertulis, kepada penyeleggara negara, pemerintah daerah atau penegak

hukum berkaitan dengan dugaan pelanggaran asas-asas penyelenggaraan

negara, pemerintah daerah atau penegak hukum yang bersih dan bebas dari

KKN, penyalahgunaan kekuasaan/ jabatan, dan tindakanyang sewenang-

wenang.

d. Membuat rekomendasi atas usul-usul dalam rangka penyelesaian masalah

antara pihak pelapor dan pihak terlapor serta pihak-pihak lainnya yang

terkait.

31
e. Mengumumkan hasil temuan dan rekomendasi untuk diketahui oleh

masyarakat.

D. Susunan Struktur Ombudsman Perwakilan Provinsi Riau Struktur

Ombudsman Perwakilan ProvinsiRiau

Kepala ombudsman perwakilan provinsi riau adalah H. Ahmad Fitri,

sebelum menjadi kepala ombudsman perwakilan provinsi riau, Ahmad Fitri

merupakan wartawan media cetak Riau Pos. Bambang Pratama merupakan

assisten bidang pengaduaan dan pelaporan, Dasuki merupakan assisten bidang

investigasi sedangkan Eddy Faishal merupakan assisten bidang analisa kasus.

Pada awal tahun 2014, Eddy faisal mengundurkan diri menjadi assisten di

ombudsman perwakilan provinsi riau.

Tugas ombudsman nasional juga berbeda dengan tugas lembaga swadaya

masyarakat, ombudsman harus membatasi diri sedemikian rupa hingga tidak

terjadi duplikasi penanganan masalah pengaduan denganlembaga-lembaga

32
yang ada, misalnya komisi tidak akan mencampuri pengambilan putusan-putusan

pengadilan secara teknis, akan tetapi apabila ada kelainan-kelainan dalam

prosedur administrasi yang bertentangan dengan ketentuan hukum dan perundang-

undangan yang diperkirakan dapat mempengaruhi pengambilan putusan itu, maka

kelainan prosedur administrasi itulah yang menjadi objek sasaran penelitian

ombudsman, demikian juga terhadap lembaga-lembaga kejaksaan, kepolisian dan

organisasi administrasi lain-lainnya, maka berdsarkan hal tersebut, bahwa

ombudsman tidak memiliki AD/ART, melainkan diatur secara menyeluruh oleh

undang-undang, yaitu undang-undang nomor 37 tahun 2008 tentang ombudsman

republikIndonesia.

33
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Riau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008

Tentang Ombudsman Republik Indonesia

Pasca keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-

VIII/2010, Ombudsman di daerah yang salah satunya adalah Ombudsman

Republik Indonesia Perwakilan di Daerah Riau.Maka hal tersebut

mempertegas bahwa pengawasan terhadap pelayanan publik yang dilakukan

di daerah merupakan pengawasan yang simultan dan multi aktor.

Masyarakat Riau boleh memilih mempercayakan penanganan

kasusnya ke Ombudsman yang mana. Ketakutan adanya kebingungan dari

masyarakat harus memilih Ombudsman yang mana harus diatasi dengan

perumusan berkaitan dengan system perbaikan pelayanan publik yang

simultan.13

1. Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau merupakan bagian dari

internal complain pemerintah daerah yang bersifat independen dan

13
Moeji Rahardjo, Peran Lembaga Ombudsman Daerah Provinsi DIY dalam Mendukung
Terwujudnya Penyelenggaraan Pemerintah Yang Baik, dalam Jurnal Lembaga Ombudsman
Daerah, Pelayanan Berkualitas Hak Warga Negara, Edisi 6 Tahun III/ Juli-Desember 2009

34
eksternal. Laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelayanan publik di

daerah ketika dilaporkan harus langsung kepada Ombudsman Republik

Indonesia Perwakilan Riau.

2. Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau merupakan magistature

of sanction. Hal ini akan semakin mengefektifkan kinerja Ombudsman

Republik Indonesia Perwakilan Riau manakala ada aparat pemerintah

daerah yang dilaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan

Riau tidak memenuhi panggilan untuk ditindaklanjuti.

3. Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau dapat menangani kasus

dengan masa kadaluwarsa 3 tahun sejak keputusan dan atau tindakan

dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah.

4. Dalam perannya untuk memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah

atau legistalif daerah berkaitan dengan aturan-aturan yangharus pelayanan

publik yang baik, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau akan

mendesakkan perbaikan aturan dalam perbaikan pelayanan publik.

Potensi-potensi
yang menunjukan bahwa Ombudsman Republik

Indonesia Perwakilan Riau merupakan bagian dari sistem pengawasan

yang simultan, maka kejelasan berkaitan dengan sistem ini akan menjadi

acuan bagi Pemerintah Daerah untuk merumuskan dan menguatkan

eksistensi Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau yang secara

nyata-nyata diakui keberadaan beserta tugas pokok dan fungsinya dengan

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-VIII/2010.14

14
Aida Fitriana, Peranan Lembaga Ombudsman dalam meningkatkan Kualitas Pelayanan
Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan, 2010, hlm. 44

35
a. Ombudsman wajib membentuk perwakilan di daerah yang bersifat

hierarki untuk mendukung tugas dan fungsi ombudsman dalam kegiatan

pelayanan public

b. Pembentukan perwakilan ombudsman di daerah sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) dilakukan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-

Undang ini diundangkan.

c. Bahwa dengan membaca penjelasan pasal 46 ayat (3) UU Pelayanan

Publik yang menyatakan.

d. Perwakilan di daerah merupakan yang dibentuk di ibukota provinsi atau

ibukota kabupaten/kota yang dipandang perlu. Pembentukan dimaksud

harus memperhatikan aspek efektifitas, efisiensi, kompleksitas dan

beban kerja.

Dari uraian terhadap putusan diatas, dapat dikatakan bahwa basis kerja

dari lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau yaitu laporan

pengaduan masyarakat yang masuk. Walaupunlembaga Ombudsman

Republik Indonesia Perwakilan Riau memiliki hak inisiatif dalam memeriksa

buruknya pelayanan publik yang berdasarkan pada pemberitaan media massa

atau pengamatan sehari-hari.

Ombudsman merupakan lembaga stelsel pasif, dalam penanganan

pengawasannya bersifat pengawasan fungsinalnya pasif. Jadi penganannya

baru akan dilaksanakan kalau ada pelapor baru pengawasan dilakukan, kalau

tidak ada laporan maka Ombudsman tidak bisa masuk di dalam kawasan yang

terindikasi adanya maladministrasi.15


15
Wawancara dengan Pengamat Kabijakan Pablik, Drs. Ishak , M.Si, Pada Tanggal19 Juni 2017

36
Ombudsman itu tupoksinya pengaduan kebijakan dan administrasi

Publik bukan perdata atau Pidana. Akan tetapi dilakukannya adalah

penyelesaian pelanggaran peraturan peraturan gubernur, keputusan mentri,

presiden yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau Badan Usaha Milik

Negara.

Secara umum, penanganan laporan di lembaga Ombudsman Republik

Indonesia Perwakilan Riau dilakukan melalui tiga tahap, yaitu investigasi,

klarifikasi dan/atau mediasi. Pelapor (orang atau diperbaiki dalam kerangka

kelompok) dalam memberikan laporan dapat bersifat langsung, atau melalui

surat, e-mail, telepon, faximili ke Ombudsman. Selanjutnya, pelapor akan

dipanggil oleh lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau

untuk melakukan konsultasi laporan bersama anggota lembaga Ombudsman

Republik Indonesia Perwakilan Riau atau asisten.

Hasil konsultasi akan dikaji bersama oleh anggota dan asisten

lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau yang selanjutnya

merencanakan tindak lanjut pengaduan. Tindak lanjut pengaduan biasanya

dilakukan dengan klarifikasi atau investigasi. Klarifikasi dilakukan dengan

memanggil pimpinan instansi terkait sebagai terlapor sembari melakukan

investigasi data. Setelah data atau fakta diperoleh, maka data/fakta tersebut

masih perlu dianalisa, apakah memenuhi unsur-unsur mal-administrasi publik

atau tidak.

Jika tidak memenuhi maka dibuatkan kesimpulan kasus yang

diberikan ke pelapor. Tetapi apabila memenuhi unsur mal-administrasi publik

37
maka kasus akan dibahas lagi. Setelah pembahasan kasus secara

komprehensif, selanjutnya diputuskan apakah kasus diselesaikan melalui

mekanisme mediasi atau langsung ke langkah berikutnya.

Apabila mekanisme mediasi diambil, pihak pelapor maupun terlapor

didudukkan bersama membahas poin-poin bersama untuk mencapai sebuah

kesepakatan bersama yang tidak saling merugikan. Tetapi jika mengambil

langkah selanjutnya, berarti memberikan rekomendasi atau pendapat hukum

lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau yang perlu

dilakukan oleh instansi terkait atau atasan yang berwenang sebagai terlapor.

Setelah diberikan rekomendasi selanjutnya dilakukan monitoring,

monitoring rekomendasi dilakukan untuk melihat seberapa rekomendasi

lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau dilaksanakan oleh

penerima rekomendas i(terlapor).Monitoring dilakukanmelaluisuratyang

dilayangkankepadaterlaporperihal seberapajauhrekomendasisudahdijalankan.

Namun, apabila dari hasil monitoring diketahui tidak adanya respons yang

serius dari terlapor dalam menjalankan rekomendasi yang diberikan. Maka ada

dua mekanisme yang bisa digunakan, menerbitkan rekomendasi kepada DPRD

dan/atau menerbitkanpelanggaranmaladministrasi melaluimedia

massa.16Dalamkasus-kasusyang signifikandankrusial,melalui mekanisme yang

tersedia,DPRDdapat memintapertanggungjawabaneksekutif atas

tindakanpengabaiannyaterhadap eksistensi danrekomendasilembaga

OmbudsmanRepublikIndonesia Perwakilan Riau.Selainitu,apabila

16
Wawancara dengan asisten lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi
Riau, Dasuki, Pada Tanggal 12 Desember 2016

38
terlaportidakmemenuhipanggilan untuk melakukan klarifikasi sampaitigakali,

maka akan dirujuk ke lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau

untuk ditindaklanjuti.

Dalam hal pelaporan kepada DPRDataspengabaiansuratrekomendasi

oleh instansi terlapor,selama ini menurut Dasuki (asisten)

belum pernah dilakukan. Sehingga jika terdapat pengabaian rekomendasi yang

dilakukan oleh kepala dinas atau bupati/ walikota, maka lembaga Ombudsman

Republik Indonesia Perwakilan Riau akan melakukan audiensi dengan gubernur

untuk membahas masalahtersebut.17

Sebagai sebuah lembaga pengawas, lembaga Ombudsman Republik

Indonesia Perwakilan Riau tentu memiliki standarisasi dalam menangani suatu

laporan, salah satunya yaitu tentang indikasi pelanggaran.Sedikitnya ada 16

indikasi pelanggaran aparatur pemerintah yang digunakan oleh lembaga

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau dalam menangani laporan. 16

indikasi tersebut yaitu intervensi, penyimpangan prosedur, pemalsuan/

persekongkolan, penggelapan barang bukti, inkompetensi lembaga, menguasasi

tanpa hak, penyalahgunaanwewenang,memperkeruh perkara, nyata-nyata

berpihak, melalaikan kewajiban, menerima imbalan dalam pelayanan, praktek

KKN, penundaan berlarut,diskriminasi pelayanan, pengabaian hak, dan tidak

melakukanpelayanan.18

Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-VIII/2010 menjadi

landasan bagi pemerintah daerah untuk terus memperkuat keberadaan


17
Ibid
18
Hamid, Muliyadi, Posisi Ombudsman Daerah dalam Kerangka Otonomi Daerah,
Yogyakarta:2012, hlm. 18

39
Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau yang telah dibentuknya

pemaknaan bahwa perbaikan pelayanan public adalah tugas yang stimulant antara

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau dengan Ombudsman Republik

Indonesia harus dimaknai sebagai upaya mempercepat perbaikan pelayanan public

di daerah. Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau hadir untuk

menyelesaikan tantangan terbesar yaitu memastikan bahwa tidak terjadi

maladministrasi pada pelayanan public di daerah.Keberadaan Ombudsman

Republik Indonesia Perwakilan Riau menjadi relevan karena isu mal administrasi

semakin bergeser ke daerah bersamaan dengan meningkatnya pendelegasian

kewenangan dan kekuasaan kepada daerah.

Penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik adalah prasyarat mutlak

bagi terselenggaranya pembangunan berkelanjutan yang bertumpu pada

masyarakat. Aspek penting yang memungkinkan daerah tumbuh berkembang

melalui kebijakan desentralisasi atau otonomi daerah antara lain:

a. Political equality, dengan adanya otonomi daerah, maka akan membuka

kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai aktifitas

politik di tingkat local.

b. Local accountability, meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam

memperhatikan hak-hak masyarakat atau tercipta proximity antara aparat

pengambil keputusan ditingkat local dengan parakonstituennya.

c. Local responsiveness, mengecilnya asimetri informasi antara masyarakat

dengan para pengambil keputusan yang diasumsikan Pemerintah Daerah

lebih mengetahui prefensi umum warganya dibandingkan pemerintah

40
pusat.

Dengan mengacu pada tiga spek penting pertumbuhan daerah, keberadaan

ombudsman daerah dapat diperluas fungsi keberadaannya tidak hanya

memastikan masyarakat mendapatkan pelayanan public yang baik, namun juga

memastikan masyarakat dilibatkan dalam pengambilan kebijakan public melalui

partisipasi public sehingga pengambilan keputusan di tingkat local berdasar pada

aspirasi dari masyarakat dan semakin memberikan peluang bagi terciptanya local

responsiveness di daerah. Keberadaan Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Riau bisa menjadi lembaga complain bagi tidak terpenuhinya hak

dasar atas pelayanan public yang baik dan tidak terpenuhinya perumusah

kebijakan public yang tidak akuntabel, tidak transparan dan tidak membuka

peluang bagi perumusan kebijakan public yang tidak partisipatif.19

Indonesia terus mulai membangun bangsa demi mencapai tujuan negara

sebagaimana terlihat bahwa adanya perbaikan terhadap peraturan daerah yang

sebelumnya mengacu pada Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang

pemerintahan daerah telah diganti dengan undang-undang no 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah yang dalam perubahan tersebut membuat

kewenangan Ombudsman diperkuat. Yang dalam pasal 351ayat (4) dinyatakan

bahwa kepala daerah wajib melaksanakan rekomendasi Ombudsman sebagai

tindak lanjut pengaduan masyarakat. Sebagaimana dimaksud pada ayat 4

diberikan sanksi berupa pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan


19
Muhammad Imam Susanto, Tinjauan Yuridis Terhadap Eksistensi Lembaga Ombudsman
Republik Indonesia Perwakilan Riau Dalam Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Untuk
Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik Di Provinsi Riau, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas
Riau : 2014

41
yang dilaksanakan oleh kementrian serta tugas dan kewenangannya dilaksanakan

oleh wakil kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk.20

B. Hambatan Dalam Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Ombudsman

Republik Indonesia Perwakilan Riau Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia

Lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau dalam

perjalananannya sebagai pengawas eksternal tentu memilki tantangan serta

kendala dalam menjalankan tugasnya.Komitmen kepala daerah terhadap

Ombudsman di daerahnya sangat bergantung pada motif atau dasar

pemikirannya.Apabila didasari motif untuk membantu kepala daerah dalam

memastikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan harapan. Maka

eksistensi dan efektivitas kinerja lembaga Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Riau juga biastercapai.

Berbagai tantangan dan kendala yangmengahadanglembaga Ombudsman

Republik Indonesia Perwakilan Riau menjadi salah satu poin penting untuk

melihat sejauh mana kemampuan lembaga Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Riau dalam menjamin pelayanan publik yang berkualitas bagi setiap

masyarakat di Riau. Tantangan dan kendala yang dihadapi lembaga Ombudsman

Republik Indonesia Perwakilan Riau berasal dari dua arah, yaitu dari internal

lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau sendiri dan dari

20
Wawancara dengan Kepala Perwakilan lembaga Ombudsman Republik Indonesia
Perwakilan Provinsi Riau, Ahmad Fitri, Pada Tanggal 12 Desember 2016

42
eksternal lembaga Ombudsman Republik Indonesia PerwakilanRiau. 21 Adapun

yang menjadi kendala Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Riau yaitu :

1. Rekomendasi yang diberikan oleh lembaga Ombudsman Republik

Indonesia Perwakilan Riau jarang ditindaklanjuti karena terbatas

oleh kewenangannya

Hambatan pertama bagi lembaga Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Riau yaitu memastikan sejauh mana instansi menjalankan

rekomendasi yang diberikan lembaga Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Riau.Walaupun terdapat mekanisme monitoring rekomendasi,

tetapi dijalankan atau tidaknya rekomendasi tersebut sesungguhnya

bergantung pada itikad baik pimpinan instansi tersebut.Sehingga diperlukan

pula kesadaran pimpinan birokrasi dan kepeduliannya dalam menanggapi

rekomendasi yang diberikan oleh Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan

Riau.

Berikut adalah tabel pelayanan Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Riau pada tahun 2015

Tabel IV.1

Tindak Lanjut Laporan Masyarakat (Pelapor) kepada Lembaga

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau

No Tahapan Laporan Yang Dilakukan Jumlah Persentase


1. Klarifikasi 75 37,31%
2. Rekomendasi 8 4,00%
21
Ibid

43
3. Tindak Lanjut 77 38,30 %
4. Melengkapi Data 22 10,94 %
5. Lain-lain 19 9,45 %
6. Total 201 100%
Sumber Data Olahan : Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau 2015

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bagaimana produktifitas dari

lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau. Dari

201pengaduan yang masuk pada tahun 2015 yang ada outputnya berupa

rekomendasi yang merupakan kewenangan dari Ombudsman Republik

Indonesia hanya 04 %. Hanya separuh rekomendasi yang ditindaklanjuti oleh

instansi terkait sehingga hal ini merupakan ketidakproduktifan Ombudsman

Republik Indonesia yang sudah independen dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya.Tidak ada law enforcement yang memadai untuk

menindaklanjuti hasil kinerja Ombudsman Republik Indonesia.Penyelenggara

pelayanan public yang telah mendzalimi rakyat pun tetap dapat berlenggang

tanpa memperdulikan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Ombudsman

Republik Indonesia.22

Pada kurun waktu 2015, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan

Riau menerima pengaduan dari masyarakat terkait maladministrasi dalam

pelayanan publik sebanyak 201 laporan tersebut meliputi penundaan berlanjut

sebesar 36%, tidak memberi pelayanan 16%, penyimpangan prosedur 12%,

tidak kompeten 10%, serta permintaan uang dan jasa 5%, diskriminasi 3%

pelayanan tidak patut 3% dan pelayanan berpihak 1%.

Adapun instansi yang dilaporkan masyarakat itu bermacam macam ,

mulai dari swasta, TNI, lemabag pebngadilan, lembaga negara, BHMN,


22
Ibid

44
kementrian, Badan Pertanahan Nasional, BUMN, BUMD, Kepolisian, hingga

Pemerintahan daerah.23

Sementara setidaknya ada dua hal yang paling krusial dalam pembatasan

peran lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau yang

diatur.Pertama, lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau

tidak lagi dapat mengawasi lembaga penegak hukum.Kedua, lembaga

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau tidak boleh memberitakan

melalui media massa tentang penilaian atas suatu kasus sebelum kasus

tersebut memiliki kepastian hukum yang tetap. Padahal kepastian hukum tetap

secara legal formal hanya bisa didapatkan dari putusan pengadilan.Sementara,

lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau tidak memiliki

kewenangan untuk melaporkan suatu kasus ke lembaga peradilan.

Berkaitan dengan mekanisme pengawasan oleh Ombudsman Republik

Indonesia Perwakilan Riau, menurut ketentuan Pasal 25 Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, menyatakan

bahwa:24

1. Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau akan memeriksa

laporan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24,25

2. Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat

kecurangan, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan memberitahukan

secara tertulis kepada pelapor untuk melengkapi laporan tidak dilengkapi

23
Wawancara dengan Kepala Perwakilan lembaga Ombudsman Republik Indonesia
Perwakilan Provinsi Riau, Ahmad Fitri, Pada Tanggal 12 Desember 2016
24
Pasal 25 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia
25
Ibid, Pasal 24

45
dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pelapor dianggap

mencabut laporannya.

Selanjutnya ketentuan Pasal 26 menyatakan :26

1. Dalam hal berkas laporan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25

dinyatakan lengkap, Ombudsman segera melakukan pemeriksaan

substantive

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan substantive sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), Ombudsman dapat menetapkan bahwa ombudsman tidak

berwenang melanjutkan pemeriksaan atau berwenang melanjutkan

pemeriksaan.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pada dasarnya mekanisme

pengawasan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau adalah diawali

dengan adanya laporan, untuk selanjutnya ditindaklanjuti oleh Ombudsman

Republik Indonesia Perwakilan Riau.Jadi apabila tidak adanya laporan, maka

pengawasan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau bersifat pasif.

Dalam memeriksa laporan tersebut Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Riau tidak hanya mengutamakan kewenangan yang bersifat

memaksa, misalnya pemanggilan, namun Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Riau dituntut untuk mengutamakan pendekatan persuasive kepada

para pihak agar penyelenggara Negara dan pemerintahan mempunyai

kesadaran sendiri dapat menyelesaikan laporan atas dugaan mal administrasi

dalam penyelenggaraan pelayanan public. Dengan menggunakan pendekatan

ini berarti tidak semua laporan harus diselesaikan melalui mekanisme


26
Ibid, Pasal 26

46
rekomendasi.27

Hal ini membedakan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan

Riau dengan lembaga penegak hukum atau pengadilan dalam menyelesaikan

laporan.Dalam melakukan pemeriksaan atas laporan yang diterimanta,

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau dapat memanggil terlapor

dan saksi untuk diminta keterangannya.Apabila terlapor dan saksi telah

dipanggil tiga kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan dengan alsan yang

sah, Ombudsman dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republin

Indonesia untuk menghadirkan yang bersangkutan secara paksa.28

Untuk menegakkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang

Ombudsman Republik Indonesia, diatur pula mengenai pemberian sanksi

administrative dan pidana. Sanksi administrative diberlakukan bagi terlapor

dan atasan terlapor yang tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman

Republik Indonesia Perwakilan Riau, sedangkan sanksi pidana diberlakukan

bagi setiap orang yang menghalangi Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Riau dalam melakukan pemeriksaan. Diberbagai Negara,

rekomendasi Ombudsman hanya bersifat mengikat secara moral, di Indonesia

mengikat secara hukum.

Laporan masyarakat seperti yang telah disebutkan di atas, merupakan

basis yang penting bagi lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan

Riau. Artinya, tanpa ada laporan yang masuk lembaga Ombudsman Republik

27
Asmara Galang, Ombudsman Nasional dalam Sistem Pemerintahan Negara Republik
Indonesia, Laksbang Pressindo, Yogyakarta:2011, hlm. 35
28
Sadjijono, Fungsi Kepolisian Dalam Pelaksanaan Good Governance, Laksbang:
Jakarta:2007, hlm.67

47
Indonesia Perwakilan Riau tidak dapat melakukanklarifikasi dan investigasi

suatu kasus, walaupun kasus bad governance di suatu instansi telah tersebar

luas di media massa. Keberadaaan lembaga Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Riau sekaligus dengan fungsi dan wewenangnya yang belum

banyak diketahui oleh masyarakat menjadi tantangantersendiri.29

Melalui pokja sosialisasi dan penguatan jaringan, lembaga

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau harus mampu menunjukkan

eksistensinya yang mandiri dan independen. Walaupun harus di akui bahwa

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau telah gencar melakukan

sosialisasi secara langsung maupun tidak langsung, seperti sosialisasi rutin

yang dilakukan melalui media televise daerah, sosialisasi tatap muka dengan

masyarakat, dan sosialisasi melalui seminar.

2. Terbatasnya staff pengawas dari lembaga Ombudsman Republik

Indonesia Perwakilan Riau

Bambang Pratama, sebagai asisten yang sudah bertahun-tahun

mengabdi pada lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau

mengatakan bahwa kendala internal lembaga Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Riau yaitu masalah sumber daya manusia. Jumlah pekerja sehari-

hari di lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riaupada awal

berdiri hanya berjumlah 3 orang, dan baru bertambah menjadi 5

orang.Sehingga tidak jarang mereka harus lembur dan bekerja ekstra untuk

29
Op. Cit, Asmara Galang, hlm. 47

48
membahas dan menangani suatu laporan.30

Laporan yang masuk ke Ombudsman RI Perwakilan Riau sangat

banyak dari masyarakat dari bergai sektor pelanggaran pelayanan publik, tentu

kepala perwakilan dan asisten Ombudsman harus membuka serta mempelajari

peraturan dan aturan aturan terkait mengenai hal tersebut. Jadi mau tidak mau

harus menguasai banyak sektor Ilmu pengetahuan sedangkan Sumber Daya

Manusia sangat terbatas.

Jadi untuk menangani laporan yang masuk saja Ombudsman RI

Perwakilan Riau sudah sangat kewalahan. Apalagi harus melakukan

pengawasana secara aktif turun kelapanan untuk melihat pelanggaran

pelanggaran Maladministrasi di tengah tengah masyarakat.

3. Lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau Masih

Dapat Dicampuri Oleh Pemerintah Daerah setempat.

Lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau

merupakan lembaga yang dibentuk melalui Undang-Undang.Lembaga

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau tentunya memiliki

kewenangan yang terbatas pada lembaga Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Riau dalam dirinya sangat paradox, dia sangat berkuasa dan sangat

tidak berkuasa.Berkuasa karena mampu memberikan rekomendasi

berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dan memberikan laporan.Dan tidak

berkuasa karena tidak bisa memaksa kepala daerah atau pimpinan instansi

untuk mengubah atau memperbaiki sebuah kebijakan yang dianggap benar.

30
Wawancara dengan asisten lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi
Riau, Bambang Pratama, Pada Tanggal 12 Desember 2017

49
Beberapa pembatasan di atas yang dituangkan dalam peraturan

gubernur, jika dilihat lebih dalam dan seperti yang diakui oleh Bambang

Pratama sendiri, sedikit banyak berbau politis.Birokrasi sebagai yang diawasi

tentu merasa tidak suka terus-terusan diawasi dan dinilai oleh lembaga

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau, terutama lembaga

penegakan hukum yang seringkali merasa dirinya paling benar.

4. Keterbatasannya Pengetahuan Masyarakat Terhadap Lembaga

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau

Dari uraian diatas, dapat dikatakan bahwa basis kerja dari lembaga

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau yaitu laporan pengaduan

masyarakat yang masuk. Walaupunlembaga Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Riau memiliki hak inisiatif dalam memeriksa buruknya pelayanan

publik yang berdasarkan pada pemberitaan media massa atau pengamatan

sehari-hari.

Masyarakat awam di Riau masih banyak yang tidak tau akan apa

kegunaan dari lembaga Ombudsman tersebut, terkadang masyarakat yang

berpendidikanpun belum tentu tau apa itu Ombudsman karena nama dari

lembaga ini beda dengan lembaga lembaga lainnya seperti Komisi

Pemebrantasan Korupsi (KPK), tentu semua tau lembaga ini fungsinya apa

tentu terkait dengan permasalahan korupsi karena nama dan tugasnya linier.

Jadi masyarakat bila terjadi yang namanya maladministrasi atau

pelanggaran terhadap administrasi publik yang dilakukan oleh penyedia jasa

pelayanan publik tidak tau harus mengadu kemana. Makanya pengaduan yang

50
hari ini banyak masuk ke Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau di

dominasi lebih dari 50% dari kota Pekanbaru.

51
C. Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Hambatan Dalam Pelaksanaan

Fungsi Pengawasan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang

Ombudsman Republik Indonesia

Pasal 2 UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia

menegaskan bahwa kedudukan Ombudsman adalah lembaga negara yang bersifat

mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan

instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya

bebas dari campur tangankekuasaanlainnya.

Dari kedudukan ini, perlu diperjelas dimanakah posisiOmbudsman

Republik Indonesia dalam ketatanegaraan RI. UUD 1945 hasil perubahan

menempatkan semua lembaga negara berada dalam posisi yang saling imbang dan

kontrol (check’s and balances). Tidak ada lembaga negara yang lebih dominan

dari pada lembaga negara lainnya, seperti masa supremasi MPR sebelum

perubahan UUD1945.

Dengan kata lain kelembagaan negara di Indonesia tak bisa lagi dianalisis

dengan pendekatan pemisahan kekuasaan model Trias Politica. Secara garis besar

Lembaga Negara di Indonesia terbagai dalam dua kelompok, yaitu lembaga

negara yang dibentuk melalui UUD dan lembaga negara yang dibentuk di luar

UUD. Lembaga Negara yang pembentukannya diluar UUD seringkali disebut

lembaga negara tambahan (ekstra auxiliary) atau lembaga negara secondary,

dalam artian ia merupakan lembaga negara yang tidak terdapat dalam konstitusi,

namun dibentuk melalui UU (regulatorybody).Karena itu memahami

52
kelembagaan negara Indonesia harus dilakukan melalui pendekatan tugas dan

fungsinya. Tidak lagi seperti dulu, yang mengarah hanya kepada lembaga-

lembaga yang pembentukan dan fungsinya diberikan oleh UUD. Ombudsman

Republik Indonesia merupakan lembaga negara yang tidak terdapat dalam UUD.

Kelahirannya dilakukanolehUUdalamrangkapengawasan kinerjaaparatur

negara dan pemerintahan serta menampung keluhan masyarakat.Lembaga yang

menjalankan fungsi seperti ini belum diatur dalam UUD. Oleh sebab itu, dalam

sistem pemisahan kekuasaan, Ombudsman Republik Indonesia dapat

dikatagorikan sejajar dan tidak dibawah pengaruh satu kekuasaan lain. Dengan

tugas dan fungsi seperti itu, keberadaan Ombudsman Republik Indonesia sangat

vital dalam pemenuhan perlindungan dan kesejahteraan masyarakat sebagai

bagian tujuanbernegara.

Adapun upaya yang dilakukan dalam usaha melakukan perbaikan dan

memaksimalkan fungsi pengawasan Ombudsman Republik Indonesia perwakilan

Riau terhadap pelanggaran kebijakan publik yaitu:

1. Memperluas Kewenangan agar rekomendasi yang diberikan dapat

ditindaklanjuti dan memiliki kekuatan mengikat.

Sehubungan dengan kedudukan Ombudsman Republik Indonesia seperti di

atas, maka Ombudsman bukan lagi menjadi domain pemerintah seperti halnya

masa berlakunya Keppres No. 44 Tahun 2000. Pemerintah sudah tidak dapat lagi

membentuk Ombudsman atau badan-badan dengan nama lain yang secara prinsip

53
menjalankan tugas dan fungsi Ombudsman Republik Indonesia. Tugas

mengawasi kinerja lembaga negara dan pemerintahan serta menampung keluhan

masyarakat telah beralih dan dilakukan oleh lembaga negara tersendiri dan

menjalankan tugasdan fungsinya secara mandiri.

LembagaOmbudsman RepublikIndonesiaPerwakilanRiau

sebagailembaga pengawas badanataulembaga penyelenggara

pelayananpublik merupakan lembagayang sangat

pentingdalammewujudkangood governance. Hal inidisebabkankarena

lembagapenyelenggarapelayananpublicyangbaikharusdapatmemberikan

pelayanan yang baik juga kepada masyarakat. Hal ini berkaitan erat dengan

Indonesia yang merupakan negara hukum materiil dimana tujuan negara hukum

materiil adalah untuk mensejahterakan rakyat.

Ketidaksinkronantersebut menjadikan
diperlukannyapembenahan-

pembenahandengan meningkatkan peranan dari lembaga Ombudsman Republik

Indonesia Perwakilan Riau agar dapat mengimbangi semangat reformasi

birokrasi sehingga pencapaian good governancetidakhanyamenjadiwacana

semata.Upaya hukum yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peranan

lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau diantaranya, yaitu

memberikan KekuatanMengikat Rekomendasi dari Ombudsman itu sendiri.

Lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau Upaya hukum

yang pertama ini dengan memperluas wewenang lembaga Ombudsman Republik

Indonesia Perwakilan Riau yaitu memberikan wewenang dalam hal

54
penindaklanjutan terhadap out put dari pemeriksaan. Sampai saat ini rekomendasi

yang dikeluarkan lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau

tidak mempunyai daya paksa terhadap instansi yang diberikan rekomendasi

tersebut sehingga seringkali rekomendasitersebut tidak ada tindak lanjutnya.

Walaupun dalam Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman

Republik Indonesia dinyatakan bahwa bagi instansi yang tidak melaksanakan

rekomendasi akan dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden

tetapi tetap saja tidak efektif. Hal ini sama saja kinerja yang dilakukan oleh

lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau tidak ada hasilnya.

Oleh karena itu, perlu diberikan wewenang kepada lembaga Ombudsman

Republik Indonesia Perwakilan Riau agar keluaran dari lembaga Ombudsman

Republik Indonesia Perwakilan Riau mempunyai daya paksa yang mengikat

sehingga harus dilaksanakan oleh instansi terkait. Wewenang yang dapat

ditambahkan untuk lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau

berkaitan dengan rekomendasi yang dikeluarkan,misalnya:

Pemberianrekomendasi kepada suatu instansi dianggap sah apabila

diumumkan dalam satu surat kabar nasional dan dua surat kabar

harianlokal;Pemberian rekomendasi harus disertai sekaligus dengan sanksi

administratif apabila tidak dilaksanakandandisertaidenda.

2. Pemberian Reward kepada Instansi Penyelenggara Pelayanan Publik

Upaya ini adalah pemberian

wewenanglembagaOmbudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau untuk

memberikan penghargaan atau reward kepada instansi penyelenggara pelayanan

55
umum. Wewenang ini menerapkan prinsip stick and carrots yaitu pemberian

sanksi dan penghargaan. Bagi instansi yang melanggar prinsip pelayanan publik

maka dikenai sanksi sedangkan yang melaksanakan pelayanan publik dengan

baikdiberikanpenghargaan. Penghargaan atau reward ada dua macam,yaitu:

a. bagi instansi yang paling bersih, memberikan pelayanan publik yang

sesuai dan tidak ada keluhan dari masyarakat akan pelayanan yang

diberikan atau dugaan penyimpangan diberikan reward berupa best

public institution sebagai sebuah prestasi bagi instansi tersebut; dan

b. bagi instansi yang paling banyak pengaduan dari masyarakat dan

penyimpangannya diberikan penghargaan berupa worst public institution

dengan maksud agar instansi tersebut berupaya memperbaiki kinerjanya.

3. Peninjauan Berkala Ombudsman Republik Indonesia kepada Instansi

Penyelenggara PelayananPublik

Untuk menunjang wewenang maka lembaga Ombudsman Republik

Indonesia Perwakilan Riau harus diberikan wewenang untuk

mengadakanamanah dari Pasal 43 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008

tentang Ombudsman Republik Indonesia yaitu dengan membentuk perwakilan

Ombudsman Republik Indonesia di daerah-daerah agar pelaksanaan wewenang

ini bisa optimal. Permasalahan yang mungkin timbul adalah ketika di daerah

tersebut sudah ada lembaga yang mempunyai kewenangan seperti Ombudsman

Republik Indonesia hasil bentukan daerah tersebut.Hal ini mengakibatkan

tumpang tindihnya kelembagaan apabila dibentuk perwakilan Ombudsman

Republik Indonesia di daerah yang sudah ada lembaga sejenis misalnya

56
diMedan, Bandung atau Yogyakarta.

4. Restrukturisasi dan Membuat Lembaga Ombudsman Republik di

Kabupaten/ Kota

Untuk memudahkan kerja serta pangawasan Ombudsman Republik

Indonesia perwakilan Riau maka perlu diadakan restrukturisasi dan membuat

kelembagaan Ombudsman Republik Indonesia di tiap Kabupaten /Kota.

Upaya hukum ini termasuk juga perombakan lembaga sejenis yang telah ada

dan merupakan bentukan daerah menjadi sebuah lembaga perwakilan

Ombudsman Republik Indonesia di daerah tersebut sehingga struktur

kelembagaannya menjadi jelasdan tidak tumpangtindih.

5. Meningkatkan jumlah staff pengawas dan sumber daya manusia pada

lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau

Sehubungan dengan kedudukan lembaga Ombudsman Republik

Indonesia Perwakilan Riau, maka Ombudsman bukan lagi menjadi domain

pemerintah seperti halnya masa berlakunya Keppres No. 44 Tahun 2000.

Pemerintah sudah tidak dapat lagi membentuk Ombudsman atau badan-badan

dengan nama lain yang secara prinsip menjalankan tugas dan fungsi

Ombudsman Republik Indonesia. Tugas mengawasi kinerja lembaga Negara

dan pemerintahan serta menampung keluhan masyarakat telah beralih dan

57
dilakukan oleh lembaga Negara tersendiri dan menjalankan tugas dan

fungsinya secara mandiri sehingga diperlukan aparatur tenaga kerja yang

berkompeten untuk menangani dan menindaklanjuti setiap laporan yang

masuk.

6. Memberikan Pengetahuan dan Memperkenalkan Terhadap

masyarakat apa tugas dan wewenang dari Ombudsman Republik

Indonesia Perwakilan Riau

Masyarakat awam di Riau masih banyak yang tidak tau akan apa kegunaan

dari lembaga Ombudsman tersebut, terkadang masyarakat yang berpendidikanpun

belum tentu tau apa itu Ombudsman karena nama dari lembaga ini beda dengan

lembaga lembaga lainnya seperti Komisi Pemebrantasan Korupsi (KPK), tentu

semua tau lembaga ini fungsinya apa tentu terkait dengan permasalahan korupsi

karena nama dan tugasnya linier. Jadi Ombudsman kalah market dengan lembaga

lemabaga negara lainnya seperti KPK, Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian, BPK

dan lain sebagainya.

Jadi masyarakat bila terjadi yang namanya maladministrasi atau

pelanggaran terhadap administrasi publik yang dilakukan oleh penyedia jasa

pelayanan publik tidak tau harus mengadu kemana. Makanya pengaduan yang hari

ini banyak masuk ke Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau di

dominasi lebih dari 50% dari kota Pekanbaru. Hal ini karena masyarakat

Pekanbaru dapat digolongkan sebagai masyarakat yang banyak mendapatkan

informasi.

Jadi sangat penting sekali untuk dilakukan pengiklanan serta

58
pensosialisasian baik turun langsung kepada masyarakat atau melalui media masa.

59
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Provinsi Riau terhadap malaadministrasi publik di provinsi Riau

belum berjalan sebagaimana mestinya karena pengawasan yang dilakukan

oleh Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Riau masih bersifat pasif dan

memiliki beberapa hambatan dalam melaksanakan fungsi pengawasanya

serta belum terkenalnya lembaga tersebut ditengah masyarakat akan fungsi

dan tugas pokoknya.

2. Adapun hambatan utama dalam melaksanakan fungsi pengawasan yang

dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau meliputi

rekomendasi yang diberikan oleh lembaga Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Riau jarang ditindaklanjuti karena terbatas oleh kewenangannya,

keterbatasan staff pengawas dari lembaga Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan Riau, hasil kerjanya Masih Dapat dicampuri oleh Pemerintah

Daerah setempat dan keterbatasannya pengetahuan masyarakat terhadap

lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau.

3. Adapun upaya yang harus dilakukan dalam mengatasi hambatan hambatan

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Riau ialah dengan

memperluas kewenangan agar rekomendasi yang diberikan dapat

ditindaklanjuti dan memiliki kekuatan mengikat, pemberian reward kepada

Instansi penyelenggara pelayanan ublik, peninjauan berkala Ombudsman

60
Republik Indonesia kepada Instansi Penyelenggara PelayananPublik,

restrukturisasi dan membuat Lembaga Ombudsman Republik di Kabupaten/

Kota, meningkatkan jumlah staff pengawas dan sumber daya manusia pada

lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau dan memberikan

Pengetahuan dan Memperkenalkan Terhadap masyarakat apa tugas dan

wewenang dari Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau

B. Saran

1. Seharusnya Lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau

memiliki kewenangan memeriksa, mengajukan pertanyaan-pertanyaan

tertulis dan memaksanya untuk memberikan jawaban, memiliki keleluasaan

untuk mengakses dokumen dan memaksa orang atau instansu untuk

menyerahkan dokumen dan bukti-bukti yang relevan, memiliki hak inisiatif

dan diskresi untuk melakukan investigasi dan mengajukan perbaikan

sistemik, menyampaikan hasil investigasi, penilaian dan rekomendasi yang

diumumkan kepada publik.

2. Sebaiknya dilakukan penambahan jumlah sumber daya manusia atau staff

pengawas yang berkopten sehingga dapat menampung keluhan pengaduan

masyarakat terhadap seluruh pelaku perbuatan atau keputusan

Penyelenggara Negara dan Pemerintah.

3. Seharusnya juga dalam menjalankan wewenangnya, Ombudsman harus

diberikan kecukupan dana, dukungan manajerial, administrasi dan

restrukturisasi serta dibentuknya Ombudsman di kabupaten/kota se-Riau.

Sehingga tidak akan ada lagi upaya pengkerdilan atau amputasi peranan dan

61
wewenang lembaga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau

melalui berbagai produk hukum yang dikeluarkan oleh penguasa daerah.

62

Anda mungkin juga menyukai