Anda di halaman 1dari 3

Pengetahuan Tentang Lembaga Ombudsman

Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi


penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan
pemerintahan.
Mereka bertugas mengawasi pelayanan publik dalam negara dan pemerintahan serta Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Hukum Milik
Negara (BHMN) serta badan swasta/ perseorangan yang diberi tugas untuk
menyelenggarakan pelayanan publik.

Dalam melaksanakan tugasnya, Ombudsman bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya
dan mengacu pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik
Indonesia dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Ombudsman di Indonesia sendiri baru lahir pada 10 Maret 2000 di bawah pemerintahan
Presiden Abdurrahman Wahid.
Di Indonesia, Ombudsman baru dibentuk atas inisiasi Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid
(Gus Dur) pada tanggal 10 Maret 2000 melalui Keputusan Presiden (KEPPRES) No. 44
Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional sebagai cikal bakal lembaga
Ombudsman di Indonesia.

Pendirian Ombudsman di Indonesia bukan tanpa perjuangan. Dalam sejarahnya, terdapat


tiga fase pendirian Ombudsman di Indonesia yaitu fase pertama adanya pemikiran
pembentukan Ombudsman, fase kedua upaya rintisan pembentukan Ombudsman, dan
terakhir fase pembentukan Ombudsman.

Fase pertama Ombudsman diprakarsai oleh para sarjana serta media massa yang
menegaskan perlunya Ombudsman dalam mengawasi lembaga negara dan pemerintah.
Kemudian fase kedua terbagi menjadi dua pemerintahan RI masa B.J. Habibie dan
Abdurrahman Wahid.

Kala itu, Habibie menugaskan jajarannya untuk melakukan studi banding ke Eropa pada
tahun 1999. Barulah pada fase ketiga tepatnya masa kepemimpinan Abdurrahman Wahid,
Ombudsman di Indonesia diresmikan.

Ombudsman diresmikan tepat pada tanggal 10 Maret 2000 melalui penetapan Keputusan
Presiden Nomor 44 Tahun 2000.

Wewenang Ombudsman
1. Meminta keterangan/ penjelasan/ klarifikasi, memeriksa keputusan/ dokumen terkait
dengan laporan
2. Memanggil pihak-pihak terkait untuk mendapatkan keterangan/ klarifikasi
3. Melakukan mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak
4. Membuat rekomendasi mengenai penyelesaian laporan, termasuk rekomendasi untuk
membayar ganti rugi/ rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan
5. Mengumumkan/ publikasi hasil temuan, kesimpulan dan rekomendasi
6. Memberi saran kepada presiden/ kepala daerah/ pimpinan penyelenggara lain, guna
perbaikan/ penyempurnaan organisasi atau prosedur pelayanan publik
7. Memberi saran kepada DPR/D atau presiden/ kepala daerah guna
penyempurnaan/perubahan perundang-undangan dalam rangka mencegah maladministrasi
Fungsi Ombudsman
Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang
diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintah baik pusat maupun daerah.
Termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN serta badan swasta atau perorangan yang
diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.

Tugas Ombudsman
1. Menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik
2. Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan
3. Menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan ombudsman
4. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik
5. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga
pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perorangan
6. Membangun jaringan kerja
7. Melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik
8. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.

Pengetahuan Tentang Maladministrasi


maladministrasi adalah pelayanan yang buruk atau jelek. Penggunaan kata maladministrasi
pada umumnya berkaitan dengan layanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat.
Dalam konteks masyarakat demokrasi, maladministrasi mencerminkan kegagalan suatu
pemerintahan dalam memenuhi hak-hak sipil. Maksudnya tidak adanya peningkatan dan
perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik yang diharapkan oleh warga negaranya.
Berkaca pada jumlah pengaduan Ombudsman RI tahun 2020 hanya berjumlah 14.044 aduan, ini
masih dalam kategori yang kecil.
Pada dasarnya maladministrasi merupakan bagian dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Akan
tetapi Ombudsman RI memiliki kriteria menjelaskan bentuk-bentuk maladministrasi. Maka dari itu
penting sekali bagi masyarakat untuk mengenali bentuk-bentuk maladministrasi sehingga bisa
memahami maladministrasi yang terjadi pada dirinya ketika mendapatkan pelayanan publik.
Terdapat sepuluh bentuk maladministrasi menurut Ombudsman RI berdasarkan Peraturan
Ombudsman RI Nomor 48 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Ombudsman Nomor
26 tahun 2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaaan dan Penyelesaian Laporan,
sebagai berikut;
1. Penundaan berlarut merupakan kalimat terjemahan dari undue delay. Ciri-cirinya adalah
pelaksana layanan memberikan pelayanan dengan mengulur-ulur waktu penyelesaian
administrasi atau masalah tanpa adanya suatu keterangan yang jelas.
2. Tidak memberikan pelayanan, ciri-cirinya pelaksana layanan tidak mengerjakan permohonan
atau permintaan layanan padahal masyarakat sudah melengkapi semua persyaratan yang
diperlukan. Sudah semestinya kewajiban petugas pelayanan publik memberikan pelayanan
terbaik kepada masyarakat.
3. Tidak kompeten, ciri-cirinya adalah pelaksana layanan publik memiliki kualifikasi yang tidak
sesuai dengan tugas dan fungsi pelayanan publik atau menugaskan petugas yang tidak sesuai
kompetensi untuk melaksanakan tugas atas perintah atasan secara langsung.
4. Penyalahgunaan wewenang, ciri-cirinya pelaksana layanan dengan sewenang-wenang
melanggar peraturan dalam memberikan layanan yang terhubung pada kepentingan pribadi atau
kelompok lainnya dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
5. Permintaan imbalan, ciri-cirinya petugas meminta uang atau barang kepada masyarakat agar
mendapatkan pelayanan yang baik, atau petugas menjalin kesepakatan dengan masyarakat
apabila mereka terdata dalam suatu program pemerintah mereka berhak
menerima fee (bonus). Selain itu, pelaksana pelayanan publik yang melakukan korupsi
sehingga berdampak pada kualitas pelayanan juga termasuk permintaan imbalan.
6. Penyimpangan prosedur, ciri-cirinya pelaksana layanan tidak mematuhi standar operasional
prosedur dalam memberikan pelayana publik yang memberikan keuntungan bagi dirinya
maupun orang lain.
7. Bertindak tidak patut, ciri-cirinya pelaksana layanan bertindak secara tidak wajar, tidak sopan
dan tidak pantas. Selain itu, kekerasan verbal dapat dikatakan perbuatan tidak patut, seperti
memberikan kalimat umpatan kepada pengguna layanan.
8. Berpihak, ciri-cirinya pelaksana layanan membuat keputusan atau tindakan dengan
menguntungkan pihak lain sehingga berujung pada pelanggaran standar operasional prosedur
yang ditentukan.
9. Konflik kepentingan, ciri-cirinya pelaksana layanan tidak dapat bekerja secara professional
karena memiliki kepentingan pribadi sehingga pelayanan diberikan tidak objektif dan tepat.
10. Diskriminasi, ciri-cirinya pelaksana pelayanan tidak memberika pelayanan secara sebagian
atau keseluruuhan kepada masyarakat karena perbedaan suku, agama, ras, jenis kelamin,
penyakit, dan sebagainya.
Berdasarkan penjelasan di atas, diharapkan masyarakat yang merasa korban maladministrasi
dapat menyampaikan aduannya kepada Ombudsman RI. Ombudsman RI akan menindaklanjuti
setiap aduan masyarakat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Masyarakat memiliki hak untuk menyampaikan pengaduan kepada Ombudsman RI
sebagaimana diatur dalam Pasal 18 huruf g dan h Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik.

Pengetahuan Tentang Rekomendasi Ombudsman


Ombudsman Republik Indonesia sebagai lembaga pengawas pelayanan publik dilengkapi
dengan berbagai kewenangan, salah satunya Rekomendasi. Hal ini dinyatakan pada Pasal 8
ayat (1) huruf f UU No. 37 Tahun 2008, bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya
Ombudsman berwenangan membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian laporan, termasuk
Rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan.
Ombudsman memberikan Rekomendasi dalam hal ditemukan maladministrasi atas hasil
pemeriksaan laporan masyarakat. Rekomendasi itu wajib dilaksanakan, sebagaimana Pasal 38
UU 37/2008 yang menyatakan Terlapor atau Atasan Terlapor wajib melaksanakan
Rekomendasi. Apabila Terlapor atau Atasan Terlapor tidak mematuhi ketentuan tersebut,
Ombudsman mempublikasikan dan melaporkan kepada Presiden dan DPR. Pelanggaran
terhadap ketentuan ini juga memiliki konsekuensi sanksi administrasi sesuai perundang-
undangan, demikian dinyatakan Pasal 39 UU No. 37 Tahun 2008.

Anda mungkin juga menyukai