Anda di halaman 1dari 15

KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

DI INDONESIA

Nama Penulis :
Vanisa Dian Anggraini1
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Administrasi Publik Tahun 2020
Dosen Pembimbing : Muh. Zainal Arifin, SH. MH

ABSTRAK
Pelayanan publik (public service) merupakan salah satu perwujudan dari fungsi pada
aparatur negara sebagai abdi masyarakat, pelayanan publik dimaksudkan untuk
mensejahterahkan masyarakat atau warga negara. Pelayanan publik yang profesional,
itu artinya pelayanan publik yang bercirikan oleh adanya akuntabilitas dan
responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Kajian ini ditujukan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik khususnya dalam pelayanan publik khususnya
di era sekarang ini.

Kata Kunci : Administrasi Publik, Pelayanan Publik, Aparatur Pemerintah

ABSTRACT
Public service (public service) is one manifestation of the functions of the state
apparatus as a public servant, public service meant to prosper their community or
country. A professional public service, it means that the public service is characterized
by a lack of accountability and responsibility of service providers (government
officials). This study aimed to improve the quality of public services, especially in
Coronavirus occurs this era.
Keywords : Public Administration, Public Services, Government Officials.

1 VanisaDian Anggraini lahir di Palembang pada tanggal 07 September 2002, saat ini ia sedang
menempuh pendidikan strata 1 di Fakultas Fisipol Universitas Sriwijaya Semester 3. Artikel ini
dibuat untuk menyelesaikan tugas yang diberikan Oleh Bapak Zainul Arifin selaku Dosen
Pengampu pada mata kuliah Hukum Administrasi Negara
I. Pendahuluan
Pelayanan publik merupakan hal yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah
untuk memenuhi hak warga negara. Pelayanan publik dalam suatu negara dilakukan
dalam berbagai hal meliputi pelayanan barang publik, jasa publik, dan pelayanan
administratif seperti pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal,
komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi,
perbankan, perhubungan, sumber daya alam, serta pariwisata dan sektor strategis
lainnya agar warga negara dapat memperoleh haknya sebagai warga negara dan
memenuhi kewajiban pemerintah dalam meyelenggarakan good governance.
Pelayanan publik merupakan jembatan bagaimana negara (aparatur birokrasi)
menjalankan fungsinya berkaitan dengan pemecahan dan pemenuhan kebutuhan
masyarakat. Tuntutan karakteristik pelayanan publik yang harus disediakan pemerintah
sesuai dengan amanat undang undang adalah pelayanan publik yang prima (excellent
service) yang secara harfiah berarti pelayanan yang sangat baik atau pelayanan terbaik.
Tolok ukur pelayan prima ini adalah sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau
dimiliki oleh instansi yang memberikan pelayanan2.
Dasar hukum pelayanan publik di Indonesia adalah Undang Undang Nomor 25
Tahun 2009. Pelayanan publik menurut Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas
barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik. Dalam undang undang ini ada standar pelayanan publik yang harus
dipenuhi oleh pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik baik itu pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah. Pada pasal 15 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009
disebutkan penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan standar pelayanan,
menyusun, menetapkan dan mempublikasikan maklumat pelayanan, menempatkan
pelaksana yang kompeten, menyediakan sarana prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan
publik yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai, memberikan
pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik, dan
melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan. Standar pelayanan harus
dipenuhi karena hal itu merupakan indikator yang dapat mencegah terjadinya
maladministrasi3.
Maladministrasi tercantum di dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Dalam Pasal 1 ayat 3,
Maladministrasi bukan hanya berbentuk perilaku/tindakan tetapi juga meliputi
Keputusan dan Peristiwa yang melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan
wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk
kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik
yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan, termasuk perseorangan
yang membantu pemerintah memberikan pelayanan publik yang menimbulkan kerugian
materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.
Maladministrasi terjadi karena beberapa hal yang berasal dari pemerintah sendiri
selaku aparatur birokrasi. Mis conduct yaitu melakukan sesuatu di kantor pelayanan
2
Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Pasal 5 ayat 2
3
Sutopo, Adi Suryanto. 2003. Pelayanan Prima, Modul Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan Golongan
I dan II. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. Hlm 12
publik tetapi hal yang dilakukan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan kantor. Hal ini
menyebabkan terjadinya penyelewengan tugas dari aparatur birokrasi yang tugas
utamanya adalah melayani publik. Deceitful practice yaitu praktek-praktek kebohongan,
tidak jujur terhadap publik. Masyarakat disuguhi informasi yang menjebak, informasi
yang tidak sebenarnya, untuk kepentingan birokrat. Deceitful practice ini akan
mengarah ke tindak korupsi dimana para aparatur birokrasi memperkaya diri sendiri,
keluarganya, dan kepentingan kelompoknya. Defective policy implementation yaitu
kebijakan yang tidak berakhir dengan implementasi. Keputusan-keputusan atau
komitmen-komitmen politik hanya berhenti sampai pembahasan undang-undang atau
pengesahan undang-undang, tetapi tidak sampai ditindak lanjuti menjadi kenyataan. Hal
ini banyak terjadi dalam Peraturan Daerah (Perda) dimana peraturanya dalam bentuk
fisik ada tetapi pelaksanaan dari Perda itu tidak ada. Bureaupathologis adalah penyakit-
penyakit birokrasi seperti tidak menepati janji, pelayanan yang dibuat berbelit-belit-
belit, kasus-kasus yang dibekukan begitu saja tanpa ada penyelesaian yang jelas,
kecenderungan birokrasi yang masih kaku dan masih tradisional, dan tidak efektifnya
proses pelayan publik dengan masih banyak4.
Ombudsman hadir sebagai lembaga yang memberantas maladministrasi dan
mengembalikan fungsi lembaga pelayanan publik. Ombudsman berfungsi mengawasi
penyelenggaraan Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara
dan Pemerintah baik pusat maupun derah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan
Usaha Milik Negara serta badan Swasta atau perseorangan yang diberi tugas
menyelenggarakan pelayanan publik tertentu. Dalam menjalankan tugasnya,
Ombudsman memiliki hak imunitas sehingga tidak dapat ditangkap, ditahan,
diinterogasi, dituntut atau digugat di muka pengadilan sebagaimana diatur dalam
Undang Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI. Sesuai dengan
kewenangan yang dimilikinya, Ombudsman dapat melakukan investigasi atas prakarsa
sendiri atau Own Motion Invetigation dan investigasi sistemik atau Systemic
Investigation. Melalui kedua hal tersebut dan penyelesaian laporan masyarakat secara
umum, Ombudsman memberikan feedback berupa usulan perbaikan kebijakan kepada
pemerintah untuk perbaikan kualitas pelayanan publik5.
Ombudsman hadir ditengah-tengah masyarakat untuk menerima pengaduan
maladministrasi dari publik. Selain menerima pengaduan maladministrasi dari
masyarakat dan memberantas maladministrasi, sejak tahun 2013 Ombudsman
melakukan penilaian dan pemeriksaan tingkat kepatuhan di kementerian, lembaga, dan
pemerintah daerah terhadap standar pelayanan publik. Hal ini tentu sangat penting
karena kepatuhan terhadap standar pelayanan publik merupakan salah satu target
keberhasilan yang harus dicapai dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019. Kepatuhan terhadap standar pelayanan publik adalah
salah satu target capaian RPJMN sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan

4
Nurthahjo, dkk. 2013. Buku Saku Maladministrasi Memahami Maladministrasi. Jakarta: Ombudsman
Republik Indonesia. Hlm 12
5
ombudsman.go.id diakses pada 11 September 2020
Presiden Nomor 2 Tahun 2015. Dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015,
pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus mematuhi Undang Undang Nomor 25
Tahun 2009 dalam rangka meningkatkan pelayanan publik sebagai bagian dari proses
proses penyempurnaan Reformasi Birokrasi Nasional (RBN)6.
Dalam era pandemi ini, timbul permasalahan dalam pelayanan yang di sebabkan
oleh individu atau pelaku pelayanan dan yang dilayani seperti ketidakjelasan
komunikasi. Pelayanan yang baik adalah pelayanan yang dilakukan berdasarkan aturan
yang sudah ditetapakan dalam pelayanan untuk mensejahterakan masyarakat. Pelayanan
yang baik sangat didambakan oleh semua penyelenggara administrasi atau administrator
karena pekerjaan yang membutuhkan ketepatan waktu, kejelasan kerja, keterbukaan dan
kesederhanaan agar mereka yang dilayani menjadi puas. Harapan seperti ini tentunya
akan mengarah kepada pelayanan publik yang baik, namun demikian pelaksanaan
pelayanan yang baik hingga saat ini menjadi pekerjaan yang rumit bahkan terjadi
penundaan pekerjaan yang menyebakan pelayanan publik menjadi tidak efektif. Para
pelaku pelayanan publik seharusnya bekerja secara transparan dan akuntabel dalam
memberi pelayanan kepada masyarakat, tetapi kenyataannya sikap dan perilaku para
administrator secara psikologis selalu meremehkan pekerjaan pelayanan itu sendiri dan
jenuh serta stress kerja yang mengakibatkan pelaksanaan pekerjaan menjadi tidak
produktif. Sementara itu tertib administrasi menjadi simbol (icon) yang selalu disebut-
sebut tetapi tidak diimplementasikan. Birokrasi merupakan instrumen pemerintah untuk
mewujudkan pelayanan publik yang efisien, efektif, berkeadilan, transparan dan
akuntabel. Hal ini berarti bahwa untuk mampu melaksanakan fungsi pemerintah dengan
baik maka organisasi birokrasi harus profesional, tanggap, aspiratif terhadap berbagai
tuntutan masyarakat yang dilayani. Seiring dengan hal tersebut pembinaan aparatur
negara dilakukan secara terus menerus, agar dapat menjadi alat yang efisien dan efektif,
bersih dan berwibawa, sehingga mampu menjalankan tugas-tugas umum pemerintah
maupun untuk menggerakkan pembangunan secara lancar dengan dilandasi semangat
dan sikap pengabdian terhadap masyarakat. Di era pandemi covid-19 seperti ini,
pelayanan publik juga menjadi sangat penting untuk kita. Penanganan wabah Covid-19
termasuk penyaluran bantuan sosial menjadi pembahasan menarik dan menghiasi
headline di hampir seluruh media. Muncul berbagai tagar di media sosial yang
mengkritisi pelayanan publik yang telah diberikan pemerintah kepada masyarakat.
Masyarakat menuntut pemerintah agar lebih responsif dan dapat segera mengatasi
permasalahan yang saat ini sedang dialami. Bencana ini merupakan bencana global,
akhirnya masyarakat mulai membanding-bandingkan upaya yang negara kita lakukan
dengan upaya yang dilakukan oleh negara lain. Pelayanan publik merupakan rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai peraturan perundang-
undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa atau pelayanan
administrasi sebagaimana definisi pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik. Karena itu, pemerintahan dibentuk antara lain untuk memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini bermakna bahwa

6Ombudsman Republik Indonesia. Ringkasan Eksekutif Hasil Penilaian Kepatuhan Terhadap Standar
Pelayanan Dan Kompetensi Penyelenggaraan Pelayanan Sesuai Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik Tahun 2016 file:///C:/Users/dell/Downloads
Ringkasan%20Eksekutif%20Hasil%20Penilaian%20Kepat uhan%202016.pdf
pemerintah harus prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap
warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif. Saat ini,
pelayanan publik dihadapkan pada perubahan di berbagai bidang kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena itu, pemerintah dituntut siap untuk
menanggapi harapan masyarakat dan tantangan global yang dipicu oleh perubahan dan
kemajuan terutama di bidang teknologi. Dunia telah berubah dimana aktivitas dilakukan
dengan memanfaatkan teknologi digital. Masyarakat juga semakin lama semakin smart
dan semakin well informed sehingga masyarakat memiliki kecenderungan “menuntut
lebih” atas layanan publik yang diterima atau dirasakannya. Selain itu, saat ini
perubahan berjalan dengan begitu cepat dan bertubi-tubi sehingga layanan yang dulu
dibangga-banggakan bisa jadi sekarang sudah dianggap usang atau sudah ketinggalan
zaman. Kita sudah mulai terbiasa melakukan kegiatan di berbagai bidang dengan
bergantung pada teknologi seperti rapat melalui zoom. Teknologi telah menggeser
banyak hal dalam penyelenggaran pelayanan dan kehidupan. Kita bisa menyaksikan
bagaimana gojek, bukalapak, tokopedia dan lain-lain telah merubah banyak hal dari sisi
kehidupan. Ketanggapan dan keluwesan merupakan suatu hal penting untuk dimiliki
oleh organisasi pemerintah. Karena itu, perlu kaji ulang atas pelayanan publik di era ini
sehingga masyarakat memperoleh layanan sesuai dengan harapan. Semakin mudahnya
masyarakat memperoleh infromasi berdampak pada sikap masyarakat yang semakin
kritis akan layanan yang diterima dan dirasakannya. Karena itu tidak mengherankan
apabila isu-isu layanan publik akan dengan mudahnya menjadi topik utama dan akan
cepat berpengaruh ke reputasi pemerintah seperti penanganan wabah covid 19 yang saat
ini sedang diupayakan sebaik-baiknya oleh pemerintah. Besarnya pengguna internet
harus dapat dimanfaatkan dengan memberikan layanan berbasis teknologi informasi
sehingga layanan akan lebih cepat, mudah dan murah dengan tetap memperhatikan
transparansi dan akuntabilitas7.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang di atas, maka
permasalahan dalam Paper ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran umum Pelayanan Publik di Indonesia?
2. Apakah penyebab tidak maksimalnya Pelayanan Publik?
3. Bagaimana kiat-kiat Mengatasi Pelayanan yang tidak Maksimal?
4. Apa itu Dimensi Pelayanan Publik dan Bagaimana kualitas-kualitas Pelayanan Publik
yang seharusnya?

7https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13128/MENGKAJI-ULANG-PELAYANAN-PUBLIK-DI-ERA-
DIGITAL.html (diakses pada 11 September 2020)
C. Tujuan

Dari rumusan masalah dan latar belakang di atas, memiliki beberapa tujuan,
yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui gambaran umum Pelayanan Publik di Indonesia.
2. Untuk mengetahui ketidakmaksimalannya Pelayanan Publik di Indonesia.
3. Untuk mengetahui kendala pelayanan publik terhadap masyarakat dalam peningkatan
pelayanan publik.
4. Untuk mengetahui dimensi dan kualitas-kualitas Pelayanan Publik.

D. Kegunaan

Dari tujuan di atas, terdapat juga kegunaan-kegunaan, yaitu sebagai berikut :


a. Bagi Mahasiswa
1. Dengan adanya paper seperti ini hendaknya mahasiswa diharapkan dapat
menggunakan ilmu pengetahuan yang didapat di perguruan tinggi dapat diterapkan di
masyarakat.
2. Untuk dapat memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh nilai mata kuliah pada
Program S1 Jurusan Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sriwijaya.

b. Bagi lembaga (Universitas dan Fakultas).


Diharapkan hasil paper ini yang merupakan karya ilmiah yang tidak dapat di
pisahkan dari dunia pengetahuan untuk itu penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan penelitian lebih lanjut bagi lembaga maupun bagi mahasiswa yang mau
menyusun skripsi.

c. Bagi Instansi.
Dari hasil paper ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi atau
sumbangan pemikiran yang berharga guna dipakai sebagai bahan analisis kinerja
pelayanan pegawai kepada masyarakat.

II. Pembahasan

A. Definisi Pelayanan Publik


Sebelum kita membahas mutu Pelayanan Publik dan upaya-upayanya dalam
masa Pandemi Covid-19 ini, ada baiknya kita mengetahui apa itu pelayanan publik dan
konsepnya terlebih dahulu.

1. Pelayanan publik
Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala
bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada
prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah baik di
pusat, daerah, dan lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD), dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun
dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan. Berbicara mengenai
pelayanan publik, tidak akan ada habisnya untuk dibahas. Banyak pandangan miring
manakala kata pelayanan publik itu dibahas. Pelayanan publik sering dikaitan dengan
hal-hal yang kotor, korup, berbelit-belit, dan petugas yang kurang ramah. Mungkin hal
ini bisa saja tidak terjadi tetapi inilah realita yang dirasakan penulis terjadi di Negara
kita. Seharusnya pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai
segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik
yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi
Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau
Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat
maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Contoh
dari pelayanan publik ini banyak sekali. Sebagai contoh pembuatan SIM, E-KTP, jasa
listrik (PLN), PDAM, PT KAI, pelayanan pajak, pengurusan paspor dan segala bentuk
perizinan.
a. G a m b a r a n U m u m P e l a y a n a n P u b l i k d i I n d o n e s i a .
Pada Kajian ini penulis menuliskan kasus pelayanan yang tidak seharusnya
terjadi di lingkungan pemerintahan di Indonesia. Mengenai proses pembuatan
KTP di Indonesia. Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah identitas
kependudukan. Kartu ini wajib dimiliki oleh warga negara Indonesia yang
berusia di atas 17 tahun atau sudah menikah. Batas pembuatannya adalah 14
hari semenjak menikah atau berusia 17 tahun dengan biaya gratis atau tanpa
uang sepeserpun. Sebagai sampling kasus, terdapat beberapa fakta yang
menunjukan sebaliknya dimana calon pembuat KTP dikenakan semacam charge
atau bolehlah secara kasar kita sebut uang sogok. Di kecamatan X sebut saja
begitu, ketika proses pembuatan KTP yang sedianya harus mengantri berjam-
jam akibat banyaknya yang mengurus KTP dalam sesi foto cukup membayar Rp
20.000 maka akan dipercepat alias tanpa antri dan keesokan harinya KTP sudah
siap di tangan. Itulah sekelumit fakta bahwa pembuatan KTP yang sedianya
gratis tanpa sepeser uang pun menjadi ajang mencari sampingan oknum-oknum
yang tidak bertanggung jawab. Saya pikir tidak semua instansi baik di
kecamatan, atau kelurahan atau RT seperti itu tetapi paling tidak, dari beberapa
instansi atau bahkan mungkin banyak instansi, mengingat hal itu sudah menjadi
rahasia umum, terjadi hal yang kurang patut seperti itu. Serupa dengan kasus
pembuatan KTP adalah pembuatan SIM atau surat izin mengemudi, bahkan
dalam masyarakat sampai terdapat istilah SIM nembak atau SIM yang dibuat
dengan uang pelicin. Misalnya, di Kota XYZ peserta yang ingin mendapat SIM
tanpa tes cukup membayar Rp 170.000. Selanjutnya adalah mengenai
pelayanan pajak. Masih segar dalam ingatan ketika bagaimana oknum pegawai
pajak, Gayus Halomoan Tambunan dalam kasus pajak yang melibatkan
“pemain-pemain kelas kakap” yang tentu saja menciderai perasaan para wajib
pajak dan makin memperparah sentiment negatif masyarakat terhadap institusi
perpajakan. Reformasi perpajakan memang sudah digulirkan semenjak tahun
2002 dan berdampak positif ditandai dalam berbagai barometer dan penelitian
bahwa pajak bukanlah institusi terkorup dan tercapainya target penerimaan
negara yang semakin meningkat, tetapi tetap Instansi perpajakan butuh usaha
ekstra keras untuk bisa memperbaiki citranya. Dari uraian-uraian di atas kondisi
pelayanan publik masih sangat buruk, masih diwarnai praktek kolusi, korupsi,
dan nepotisme (KKN) serta sarat dengan paradigma korporatisme untuk mencari
keuntungan pribadi. Buruknya pelayanan publik diperparah pula oleh rendahnya
partisipasi masyarakat dalam mengingatkan para pejabat publik termasuk
pegawai negeri sipil (PNS) agar bekerja lebih profesional. Namun itulah
gambaran realita yang terjadi di Negara Indonesia kita ini.
b. P e n y e b a b T i d a k M a k s i m a l n y a P e l a y a n a n P u b l i k
Faktor-faktor penyebab buruknya pelayanan publik selama ini antara lain:
Kebijakan dan keputusan yang cenderung menguntungkan para elit politik dan
sama sekali tidak pro rakyat. Teori kebijakan menyatakan bahwa “Kebijakan di
buat untuk menguntungkan orang yang membuat kebijakan tersebut”. Terlepas
dari keuntungan positif atau negatif terhadap orang tersebut. Namun realita yang
terjadi pada sistem pemerintahan kita yaitu masih banyaknya kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah dengan latar belakang ingin meperoleh keuntungan.
Banyak contoh yang dapat kita temukan, salah satunya. Msalnya, di beberapa
kota- kota besar dilakukan penggusuran besar-besaran sektor informal dan
pedagang kaki lima dengan alasan keberadaan sektor informal dan pedagang
kaki lima tersebut mengganggu ketertiban, kenyamanan serta kepentingan
umum (publik). Namun, sebagian besar publik adalah penduduk miskin yang
butuh lapangan pekerjaan. Bila diteliti maka kebutuhan kota yang bersih tanpa
pedagang kaki lima sebenarnya, cuman kebutuhan sebagian kecil masyarakat
menengah ke atas. Dalam hal ini Kota Makassar, karena penulis berasal dari
kota Makassar. Di kota Makassar, sektor informal dan pedagang kaki lima
bukannya di gusur tetapi di tata. Di Kawasan Pantai Losari , tiap hari sabtu dan
minggu pagi sampai siang diperbolehkan bagi pedagang kaki lima untuk
berjualan. Kelembagaan yang dibangun selalu menekankan sekedar teknis-
mekanis saja dan bukan pedekatan pe-martabat-an kemanusiaan.
Kecenderungan masyarakat yang mempertahankan sikap menerima (pasrah) apa
adanya yang telah diberikan oleh pemerintah sehingga berdampak pada sikap
kritis masyarakat yang tumpul. Pada umumnya masyarakat yang hidup di desa,
baik itu desa dekat kota maupun desa pedalaman, memiliki sikap acuh dan tidak
mau tau (apatis) terhadap apa yang telah diberikan oleh pemerintah. Padahal
pemerintah telah berusaha untuk memberikan pelayanan yang baik kepada
mereka. Hal ini dipicu karena masyarakat berfikir pelayanan yang memakan
waktu banyak dan urusan yang berbelit-belit dapat mengganggu waktu mereka
untuk mencari nafkah di sawah dan dikebun. Adanya sikap-sikap pemerintah
yang berkecenderungan mengedepankan informality birokrasi dan mengalahkan
proses formalnya dengan asas mendapatkan keuntungan pribadi. Hal ini sangat
sering kita temukan dalam kehidupan bermasyarakat kita. Salah satu contoh,
c. pada saat kita ingin mengurus surat kehilangan di kantor polisi, untuk
mempercepat proses pembuatnya penyelenggara pelayanan tersebut memita
upah sebagai uang pelicin/pungli (pungutan liar) untuk mempermudah proses
pembuatannya. Prilaku tersebut mencerminkan prilaku yang tidak benar pada
seorang penyelenggara pelayanan publik, pasalnya kegiatan pungli tersebut
sangat diharamkan dalam aturan pelayanan. Hal ini bisa saja dipicu karena
kurangnnya gaji atau upah yang didapatkan oleh penyelenggara pemerintah,
namun di sisi lain kenaikan gaji para pelayan masyarakat juga dinaikkan untuk
mengimbangi kinerjanya tersebut. Tetapi itulah realitanya di Indonesia. Terdapat
3 unsur penting dalam pelayanan publik, yaitu unsur pertama, adalah organisasi
pemberi (penyelenggara) pelayanan yaitu Pemerintah Daerah, unsur kedua,
adalah penerima layanan (pelanggan) yaitu orang atau masyarakat atau
organisasi yang berkepentingan, dan unsur ketiga, adalah kepuasan yang
diberikan dan/atau diterima oleh penerima layanan (pelanggan). Unsur pertama
menunjukkan bahwa pemerintah daerah memiliki posisi kuat sebagai (regulator)
dan sebagai pemegang monopoli layanan, dan menjadikan Pemda bersikap statis
dalam memberikan layanan, karena layanannya memang dibutuhkan atau
diperlukan oleh orang atau masyarakat atau organisasi yang berkepentingan.
Posisi ganda inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab buruknya
pelayanan publik yang dilakukan pemerintah daerah, karena akan sulit untuk
memilah antara kepentingan menjalankan fungsi regulator dan melaksanakan
fungsi meningkatkan pelayanan. Unsur kedua, adalah orang, masyarakat atau
organisasi yang berkepentingan atau memerlukan layanan (penerima layanan),
pada dasarnya tidak memiliki daya tawar atau tidak dalam posisi yang setara
untuk menerima layanan, sehingga tidak memiliki akses untuk mendapatkan
pelayanan yang baik. Posisi inilah yang mendorong terjadinya komunikasi dua
arah untuk melakukan KKN dan memperburuk citra pelayanan dengan
mewabahnya Pungli, dan ironisnya dianggap saling menguntungkan. Unsur
ketiga, adalah kepuasan pelanggan menerima pelayanan, unsur kepuasan
pelanggan menjadi perhatian penyelenggara pelayanan (Pemerintah), untuk
menetapkan arah kebijakan pelayanan publik yang berorienntasi untuk
memuaskan pelanggan, dan dilakukan melalui upaya memperbaiki dan
meningkatkan kinerja manajemen pemerintahan daerah8.

2. Kiat Mengatasi Pelayanan yang tidak Maksimal

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan


kualitas pelayanan publik, diantaranya adalah:
1. Revitalisasi, restrukturisasi, dan deregulasi di bidang pelayanan publik; Dilakukan
dengan mengubah posisi dan peran (revitalisasi) birokrasi dalam memberikan layanan
kepada publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah, merubah menjadi suka
melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka
menolong menuju kearah yang fleksibel kolaboratis, dan dari cara-cara sloganis menuju
cara-cara kerja yang realitas. Namun sebelum melakukan revitalisasi dan restrukturisasi

8Hardiyansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Public. Yogyakarta : Gava Media.


kelembagaan, maka langkah pertama yang harus di tempuh adalah deregulasi, dengan
mengkaji dan menyempurnakan peraturan perundang- perundangan yang melandas
penyelenggaraan pelayanan di berbagai Instansi Pemerintah Daerah untuk lebih
disesuaikan dengan reformasi dengan memangkas berbagai peraturan yang menghambat
agar menjadi lebih sederhana/efesien dan memperpendek jalur birokrasi yang panjang
untuk kemudian dan kelancaran pelaksanaan pelayanan. Dalam upaya ini antara lain
juga termasuk melalui penetapan bebagai standar pelayanan, penyederhanaan
kelembagaan dan rentang kendalinya.

2. Peningkatan profesionalisme pejabat pelayan publik;


Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya meningkatkan
profesionalisme petugas pemberi pelayanan, antara lain:

a. Melakukan kajian/analisis kebutuhan diklat teknis fungsional oleh pemerintah pusat


dan pemerintah darah yang aplikatif dan praktis;

b. Menetapkan kewenangan penyelenggaraan diklat teknis fungsional diantara


pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota;

c. Mengupayakan pengembangan jabatan fungsional bidang pelayanan publik; dan

d. Melakukan studi banding tentang sistem penyelenggaraan pelayanan publik.

3. Korporatisasi unit pelayanan publik;


Kebijakan otonomi manajemen (korporatisasi), yaitu pemberian kewenangan
secara eksplisit dan jelas kepada unit/satuan kerja tertentu dari Instansi Pemerintah
untuk menyelenggarakan manajemen operasional pelayanan secara mandiri dan
otonom. Kebijakan tersebut pada dasarnya dimaksudkan untuk membangun dan
meningkatkan kinerja satuan-satuan organisasi pemerintah, agar mampu memberikan
pelayanan prima dan memilih keunggulan kompetitif (competitive advantages),
terutama terhadap unit kerja yang menyelenggarakan fungsi pelayanan masyarakat.
Langkah korporatisasi ini tentu harus diikuti dengan berbagai perubahan dan
penyesuaian sistem dan manajemen unit-unit pelayanan tersebut termasuk perubahan
tata nilai dan budaya kerja dari para penyelenggara.

4. Pengembangan dan pemanfaatan E-Government bagi instansi pelayanan publik.


Sejalan dengan program pembangunan tekhnologi informasi di Indonesia, di
sektor pemerintahan, sebagai aplikasi pemberdayaan aparatur negara, pemerintah
meningkatkan dan mengembangkan penyelenggaraan E-Government atau E-
Government On Line. Pada seluruh organisasi pemerintah, baik pusat maupun daerah
terutama kepada instansi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga
penyediaan data dan informasi dapat diakses dan dimanfaatkan secara cepat, akurat dan
aman oleh masyarakat dan para pengguna lainnya.

5. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik.


Dalam rangka mewujudkan tranparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan
pelayanan publik oleh aparatur, dikembangkan suatu konsep dengan membangun
keterlibatan/partisipasi masyarakat dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi pelayanan
publik untuk membangun kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di
samping masyarakat dapat berpartisipasi penuh dan melakukan pengawasan sosial9.

B. Dimensi Kualitas Pelayanan Publik


Kualitas pelayanan adalah tingkat kesesuaian antara harapan atau keinginan dan
persepsi dari pelayanan yang diterima pelanggan. Kualitas pelayanan publik adalah
sesuatu yang berhubungan dengan terpenuhinya harapan atau kebutuhan pelanggan,
dimana pelayanan dikatakan berkualitas apabila dapat menyediakan produk atau jasa
sesuai dengan kebutuhan para pelanggan10.

Berkaitan dengan kualitas, diyakini bahwa harapan pelanggan mempunyai


peranan yang besar dalam menentukan kualitas barang dan jasa, karena pada dasarnya
hubungan yang erat antara penentuan kualitas dan kepuasaan pelanggan. Karena
pelanggan adalah orang yang menerima hasil pekerjaan seseorang atau suatu organisasi,
maka hanya pelangganlah yang dapat menentukan kualitasnya seperti apa dan hanya
mereka pula yang dapat menyampaikan apa dan bagaimana kebutuhan mereka.

C. Faktor-faktor yang menentukan Kualitas Pelayanan


Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (dalam Tjiptono, 1998:69) yang melalukan
penelitian khusus terhadap beberapa jenis pelayanan, mengidentifikasi sepuluh faktor
utama yang menentukan kualitas pelayanan, yakni :

1. Realibility, yang mencakup konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk


dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan memberikan pelayanannya secara
tepat sejak awal (right the first time) dan telah memenuhi janji (iklan)nya.
2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para pegawai untuk memberikan
pelayanan yang dibutuhkan pelanggan.
3. Competence, artinya setiap pegawai perusahaan memiliki pengetahuan dan
ketrampilan yang dibutuhkan untuk dapat memberikan pelayanan tertentu.
4. Access, yaitu kemudahan untuk dihubungi atau ditemui, yang berarti lokasi fasilitas
pelayanan mudah dijangkau, waktu menunggu tidak terlalu lama, saluran komunikasi
mudah dihubungi.
5. Courtesy, yaitu sikap sopan santun, respek, perhatian dan keramahan dari para kontak
personal perusahaan
6. Communication, yaitu memberikan informasi yang dapat dipahami pelanggan serta
selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
7. Credibility, yaitu jujur dan dapat dipercaya. Disini menyangkut nama dan reputasi
perusahaa, karakteristik pribadi, kontak personal, dan interaksi dengan pelanggan.
8. Security, yaitu aman (secara fisik, finansial dan kerahasiaan) dari bahaya, resiko atau

9Tjiptono, Fandy. 1997. Prinsip-Prinsip Total Quality Service. Yogyakarta : Andi Offset.

10http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-kualitas-pelayanan- publik.html (Diakses pada 11 September 2020)


keragu-raguan.
9. Understanding/knowing the customer, yaitu upaya untuk memahami kebutuhan
pelanggan.
10. Tangible, yaitu segala bukti fisik seperti pegawai, fasilitas, peralatan, tampilan fisik
dari pelayanan misalnya kartu kredit plastik.

Namun dalam perkembangan selanjutnya Parasuraman et al., (dalam Zeithaml


dan Bitner (1996: 118) sampai pada kesimpulan bahwa kesepuluh dimensi kualitas
pelayanan di atas dirangkumkan menjadi lima dimensi pokok yang terdiri dari
reliability, responsiveness, assurance (yang mencakup competence, courtesy, credibility,
dan security), empathy (yang mencakup access, communication dan understanding the
customer), serta tangible. Penjelasan kelima dimensi untuk menilai kualitas pelayanan
tersebut adalah :

1. Tangibles (bukti fisik); meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana
komunikasi serta kendaraan operasional. Dengan demikian bukti langsung/
wujud merupakan satu indikator yang paling konkrit. Wujudnya berupa segala
fasilitas yang secara nyata dapat terlihat.

2. Reliability (kepercayaan); merupakan kemampuan memberikan pelayanan yang


dijanjikan dengan segera dan memuaskan. Menurut Lovelock, reliability to
perform the promised service dependably, this means doing it right, over a
period of time. Artinya, keandalan adalah kemampuan perusahaan untuk
menampilkan pelayanan yang dijanjikan secara tepat dan konsisten. Keandalan
dapat diartikan mengerjakan dengan benar sampai kurun waktu tertentu.
Pemenuhan janji pelayanan yang tepat dan memuaskan meliputi ketepatan
waktu dan kecakapan dalam menanggapi keluhan pelanggan serta pemberian
pelayanan secara wajar dan akurat.

3. Responsiveness (daya tanggap); yaitu sikap tanggap pegawai dalam memberikan


pelayanan yang dibutuhkan dan dapat menyelesaikan dengan cepat. Kecepatan
pelayanan yang diberikan merupakan sikap tanggap dari petugas dalam
pemberian pelayanan yang dibutuhkan. Sikap tanggap ini merupakan suatu
akibat akal dan pikiran yang ditunjukkan pada pelanggan.

4. Assurence (jaminan); mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat


dapat dipercaya yang dimiliki pegawai, bebas dari bahaya, risiko dan keragu-
raguan. Jaminan adalah upaya perlindungan yang disajikan untuk masyarakat
bagi warganya terhadap resiko yang apabila resiko itu terjadi akan dapat
mengakibatkan gangguan dalam struktur kehidupan yang normal.
5. Emphaty (empati); meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan. Empati merupakan
individualized attention to customer. Empati adalah perhatian yang dilaksanakan
secara pribadi atau individu terhadap pelanggan dengan menempatkan dirinya
pada situasi pelanggan.

Sementara itu Vincent (1997: 67) mengidentifikasi 10 dimensi untuk melihat


kualitas pelayanan, yaitu: ketepatan waktu pelayanan, akurasi layanan, kesopanan dan
keramahan dalam memberikan pelayanan, tanggung jawab, kelengkapan, kemudahan
mendapat layanan, variasi model layanan, layanan pribadi, kenyamanan dalam
memperoleh layanan, dan atribut pendukung lainnya seperti lingkungan, kebersihan,
ruang tunggu, AC, dan lain-lain. Dari uraian di atas dapat disarikan bahwa kinerja
pelayanan adalah hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan tanggung jawabnya yang diukur berdasarkan indikator bukti fisik
(tangible), keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance),
dan empati (emphaty).

D. Kaitan Pelayanan Publik dengan Hukum Administrasi Negara

Hubungan hukum administrasi negara dengan ilmu tata pemerintahan sangat erat
karena hukum administrasi negara menjadi salah satu bagian dari ilmu tata
pemerintahan yang membahas aturan-aturan tertulis dan yang tidak tertulis. Melayani
masyarakat dengan baik adalah merupakan tanggung jawab bagi semua pegawai.
Dengan demikian maka setiap pegawai harus melayani masyarakat dan mempelajari
cara meningkatkan keterampilan untuk melayani. Di dalam keterampilan melayani,
termasuk pula di dalamnya adalah penguasaan terhadap pengetahuan jasa layanan yang
diberikan, karena hal ini akan menunjukan kepada masyarakat bahwa pegawai tersebut
adalah seorang profesional di bidang Manajemen Pelayanan Publik. Seorang
profesional dalam dunia pelayanan publik seharusnya menguasai kebutuhan masyarakat
dan mengetahui cara memuaskan dan memenuhi kebutuhan masyarakat, dan pemerintah
berperan sangat besar dalam proses peningkatan pelayanan publik ke arah yang lebih
baik.

III. Kesimpulan
Pelayanan publik adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk
barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan
dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan
Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan11. Pelayanan publik di indonesia masih bisa dibilang kurang baik

11https://id.wikipedia.org/wiki/Pelayanan_publik(Diakses pada 11 September 2020)


karena terdapat banyak penyelewengan dan pelanggaran yag dilakukan, maka dari itu
perlu upaya perbaikan untuk bisa mencapai good government yang baik dan masyarakat
sejahtera.

IV. DAFTAR PUSTAKA

BOOK (BUKU)

Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Pasal 5 ayat 2

Sutopo, Adi Suryanto. 2003. Pelayanan Prima, Modul Pendidikan dan Pelatihan
Prajabatan Golongan I dan II. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. Hlm 12

Nurthahjo, dkk. 2013. Buku Saku Maladministrasi Memahami Maladministrasi. Jakarta:


Ombudsman Republik Indonesia. Hlm 12

Hardiyansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Public. Yogyakarta : Gava Media.

Tjiptono, Fandy. 1997. Prinsip-Prinsip Total Quality Service. Yogyakarta : Andi Offset.

ARTICLES (ARTIKEL)
https://id.wikipedia.org/wiki/Pelayanan_publik (Diakses pada 11 September 2020)

ombudsman.go.id (diakses pada 11 September 2020)

Ombudsman Republik Indonesia. Ringkasan Eksekutif Hasil Penilaian Kepatuhan


Terhadap Standar Pelayanan Dan Kompetensi Penyelenggaraan Pelayanan Sesuai
Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Tahun 2016 file:///C:/
Users/dell/Downloads Ringkasan%20Eksekutif%20Hasil%20Penilaian%20Kepat
uhan%202016.pdf

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13128/MENGKAJI-ULANG-
PELAYANAN-PUBLIK-DI-ERA-DIGITAL.html (diakses pada 11 September 2020)

1
1

Anda mungkin juga menyukai