Anda di halaman 1dari 13

NASKAH PUBLIKASI

KONTESTASI KEKUASAAN BERBASIS ORGANISASI SOSIAL


KEAGAMAAN DI BANGKA BELITUNG

Diajukan Oleh:

BANI AFRIANA LESTARI


NIM. 5011411009

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2022

i
ii
ABSTRAK

Bani Afriana Lestari. Kontestasi Kekuasaan Berbasis Organisasi Sosial Keagamaan Di Bangka
Belitung dibimbing oleh Jamilah Cholillah dan Dr. Aimi Sulaiman.

Penelitian ini membahas tentang kontestasi kekuasaan pada dua organisasi islam yang
terdapat di bangka Belitung yaitu Pemuda Muhammadiyah dan GP Ansor Kota Pangkalpinang.
Fokus pada peneltian ini membahas tentang kontestasi kekuasaan simbolik yang pada kedua
organisasi islam tersebut serta keterkaitannya dengan konsep pemikiran Pierre Bourdieu.Teori
yang digunakan untuk menganalisis penelitian ini adalah Konsep dari Pemikiran Pierre Bourdieu
tentang Habitus, Ranah (field) dan Kekuasaan Simbolik. Metode dalma penelitian ini menggunakan
penelitian kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data digunakan beberapa observasi dan
wawancara dengan 14 Informan dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setiap
organisasi memiliki ideologi yang menjadi pembeda diantara keduanya. Hal ini berkaitan dengan
konsep habitus yang merupakan konsep dan gagasan. Serta ranah kontestasi kedua organisasi dan
modal-modal yang menjadi kekuatan utama kedua organisasi islam tersebut.

Kata Kunci: Kekuasaan, Organisasi islam, Simbolik

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL. .............................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN. ................................................................... ii
ABSTRACT .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................... iv
A. PENDAHULUAN .................................................................. 1
B. KERANGKA TEORETIK .................................................... 5
C. METODOLOGI PENELITIAN ............................................ 5
D. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 5
E. PENUTUP .............................................................................. 6
F. DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 6

iv
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kekuasaan mempunyai peran penting dalam menentukan nasib
berjuta-juta manusia, maka dengan adanya kekuasaan, segala wewenang
cenderung tergantung dari hubungan antara pihak yang memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi pihak yang lainnya (Soemarjan dalam
Soekanto, 2010: 227). Senanda dengan di atas Lasswel dan Kaplan
(budiardjo dalam Hasrullah 2009: 31) menjelaskan pula kekuasaan adalah
suatu hubungan seseorang atau kelompok yang dapat menentukan tindakan
seseorang atau kelompok orang ke arah tujuan pihak pertama. Pandangan di
atas pula diperkuat dengan beberapa istilah dalam pernah di kemukakan
oleh Gibson, Ivancevinch, Donnelly dan Konopaske (Wibowo, 2013) yang
menjelaskan bahwa kekuasaan sendiri ialah suatu kemampuan membuat
orang lain melakukan sebagaimana yang diinginkan untuk dapat melakukan
sesuatu.
Memasuki Era reformasi, menjadi awal dimulainya era kebebasan
demokrasi khususnya bagi Organisasi Islam yang mulai bangkit dan
berkembang lagi setelah sebelumnya terkekang karena intervensi dari
penguasa. Berbagai Organisasi Islam mulai menunjukkan pergerakannya.
Pengkaderan anggota mulai dilakukan masing-masing organisasi Islam,
sehingga terlihat sebuah pertarungan kekuasaan memperebutkan legitimasi
baik sosial ataupun politik. Eksistensi ormas Islam menjadi tujuan masing-
masing kelompok, salah satu upaya memperluas pengaruhnya yaitu melalui
praktik sosial keagamaan yang dilakukan seperti pembaharuan madrasah
dan pesantren. Terdapat dua organisasi Islam yang besar di Indonesia antara
lain yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).
Pemuda Muhammadiyah adalah organisasi otonom Muhammadiyah
yang merupakan gerakan sosial, amar ma’ruf nahi munkar, bersumber dari
Al-Quran dan As-Sunnah. Pembentukan organisasi kepemudaan Pemuda
Muhammadiyah dapat dikaitkan dengan keberadaan Siswo Proyo Priyo
(SPP), yaitu gerakan yang dibentuk oleh KH. Ahmad Dahlan dengan tujuan
untuk melakukan pembinaan terhadap remaja/pemuda Islam.
Perkembangan SPP mengalami kemajuan pesat, sampai pada Kongres
Muhammadiyah ke-21 di Makasar pada tahun 1932 memutuskan berdirinya
Muhammadiyah bagian pemuda. Terlepas mengenai organisasi
Muhammadiyah dan organisasi kepemudaannya. Sedangkan mulai aktifnya
pengurus cabang pemuda mumammadiyah Pangkalpinang sendiri
dilaksanakan pada tahun 2011. Berbagai aktifitas yang selanjutnya
dimunculkan oleh organisasi tersebut baik dari sisi sosial politik,
keagamaan, perkaderan dan lain sebagainya termaksud didalamnya
berkaitan erat dengan pusaran arena kontestasi kekuasaan simbolik.
Mengenai Eksistensi Pemuda Ansor sendiri di wilayah Bangka
Belitung mulai kelihatan gaungnya dimulai pada tahun 2010 hal ini
sebagaimana dilansir dari situs Bangkapos.com dalam artikelnya
“Kepengurusan GP Ansor Babel segera dilantik”. GP Ansor pertama pada
saat itu dipimpin oleh Darwis. Berbagai kegiatan kemasyarakatan yang

1
dilakukan oleh organisasi ini diantaranya ialah melaksanakan kegiatan
sunatan masal, penjagaan rumah ibadah,keterlibatan dalam pemakaman
uskup, kegiatan sosial politik serta berbagai kegiatan yang berujung pada
pusaran kontestasi politik.
Kota Pangkalpinang merupakan salah satu Kota yang mengalami
pesatnya perkembangan masyarakat dalam berbagai aspek, baik budaya,
ekonomi maupun sosial politik. Perkembangan sosial politik di
pangkalpinang membuat kontestasi kekuasaan semakin mencuat, hal ini
terlihat dari berbagai usaha yang dilakukan dalam memperebutkan
kekuasaan, salah satunya adalah jaringan sosial pada organisasi-organisasi
sosial. Terdapat beberapa alasan mengapa kota pangkalpinang di jadikan
objek penelitian antara lain ialah dikarenakan kota pangkalpinang ialah ibu
kota provinsi yang letaknya sangat strategis di pusat pusat lembaga negara.
Hal lain pula aksesbilitas penelitian yang cenderung terpusat dikareakan
daerah sekretariat kedua organisasi ini tidak sulit untuk ditemukan.
Organisasi Sosial keagamaan Pemuda Muhammadiyah dan GP Anshor
Kota Pangkalpinang mulai menjalankan praktik sosial dengan cara yang
berbeda pada setiap organisasinya. Pemuda Muhammadiyah merupakan
organisasi yang masih dengan jargonnya yaitu pemurnian agama islam,
berbeda dengan GP Anshor yang merupakan organisasi yang adaptif
terhadap budaya di masyarakat. Berdasarkan perbedaan inilah yang
membuat peneliti tertarik untuk meneliti kedua organisasi tersebut. Namun,
bukan ideologi yang akan peneliti telaah lebih dalam, melainkan peneliti
akan mengkaji lebih dalam mengenai arena kekuasaan simbolik, dan proses
perjuangan arena yang kontestasi kekuasaan simbolik pada organisasi
Pemuda Muhammadiyah da GP Anshor Kota Pangkalpinang.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaiamana Kontetasi Kekuasaan
organisasi Pemuda Muhammadiyah dan GP Ansor, dan bagaiamana
ketertkaitan kontestasi Kekuasaan Organisasi Pemuda Muhammadiyah dan
GP Ansor.
3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang akan diteliti, adapun
tujuan dari penelitian ini yaitu, mendeskripsikan arena kontestasi kekuasaan
yang dilakukan oleh GP Anshor dan Pemuda Muhammadiyah Kota
Pangkalpinang, dan mengetahui strategi kontestasi kekuasaan yang
digunakan oleh GP Anshor dan Pemuda Muhammadiyah Kota
Pangkalpinang.

4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
ilmu sosiologi yaitu tentang kontestasi kekuasaan berbasis organisasi sosial

2
keagamaan. Penelitian ini diharpkan dapat dijakdikan bahan acuan untuk
penelitian selanjutnya.

B. Kerangka Teoretik
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan perspektif Pierre Bourdiue
sebagai tools of analysis. Perspektif Bourdieu terelaborasikan dalam beberapa
konsep utama yakni Habitus, arena Perjuangan (field), dan kekuasaan simbolik
menjadi relevan dalam mengkaji individua tau kelompok masyarakat social.
Deskripsi konsep utama Bourdieu di atas sebagai berikut:
Definisi habitus tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa habitus adalah
dasar yang menjadi penggerak suatu tindakan serta pemikiran yang
mendominasi disposisi sebagai kecendeerungan sikap dan skema yang berbasis
penilaian. Dalam peta gagasan Bourdieu, keseragaman habitus yang telah
megalami disposisi pada akhirya akan menjadi basis penstrukturan (strukturasi)
ditandai dengan munculnya para agen interaksi sosial sebagai pelaku strategi
(Beilharz, 2002). Agen pelaku strategi yang telah didisposisikan oleh habitus
inilah yang akan bertarung dalam memperbutkan kekuasaan, kehormatan, modal
simbolik dalam ragam bidang pemikiran dan tindakan. Jadi, inti dari habitus
adalah sikap, niat atau kecenderungan melibatkaan mental dan intelektual yang
dipadukan dalam Tindakan dan interaksi, serta dibarengi dengan kalkulasi
strategis.
Selain habitus, teori yang berdampingan erat adalah mengenai ranah (arena,
field). Seperti yang dijelaskan sebelumnya, habitus sangat memiliki keterkaitan
yang sangat erat dengan ranah. Tidak berarti arena sama dengan habuitus. Arena
bereda dengan habitus. Arena merupakan tempat pertarungan kekuatan-
kekuatan yang di dalamnya terdapat perjuangan untuk memperebutkan sumber
daya (capital) dan merupakan kesempatan untuk mengakses sesuatu yang dekat
dengan hierarki kekuasaan.

C. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif
lebih berkaitan dengan penyajian data secara kualitas, bukan angka-angka, dan
biasanya lebih pada eksplorasi data, bukan pengujian variabel. Penelitian kualitatif
lebih berkenaan dengan proses yang penuh dengan nilai (value), tidak memiliki
ukuran yang telah dipatok sejak awal. Menurut Williams, penelitian kualitatif
adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode
alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah
(Prastowo, 2016:22).
Penelitian kualitatif deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk
mendeskripsikan suatu gejala sosial dan lebih menekankan pada makna dari gejala
sosial tersebut tanpa memberikan perlakuan khusus sehingga menggambarkan
kondisi yang apa adanya melalui kegiatan observasi, wawancara, dan dokumentasi
(Juliasyah Noor, 2012: 35).

3
D. Hasil dan Pembahasan
Kekuasaan simbolik dalam pandangan Bourdieu seperti dikutip Suma Riella
Rusdiarti (2003) merupakan kekuasaan yang diperoleh dari hasil pertarungan
simbolik bersifat dominasi yang dapat memaksa pihak lain untuk menerima
hukum-hukum, system-sistem, perangkat ideologi sebagai sebuah legitimasi
dengan menyembunyikan hubungan kekuasaan yang mendasari kekuasaannya.
Sedangkan menurut Haryatmoko, kekuasaan simbolik adalah kekuasaan yang
diperoleh dari hasil mobilisasi kekuasaan ekonomi dan fisik. Dari kedua definisi
terssebut terlihat bahwa ada relasi yang sangat era tantara kekuasaan simbolik
dengan modal simbolik yang berupa prestise, status, otoritas, dan legitimasi.
Menurut Bourdieu, kekuasaan simbolik yang diperjuangkan oleh individua
tau kelompok tidak terlepas dari dua syarat, yaitupenguasaan simbolik dan
efektivitas strategi investasi simbolik bekerja. Syarat pertama telah dipenuhi
oleh Pemuda Muhammadiyah dan GP ansor nelalui reproduksi habitus dan
Tindakan yang membuuhkan apresiasi dan otoritas publik. Sebeperi yang
dikatakan oleh Bapak G dalam wawancara yaitu beliau mengatakan bahwa:
“kami juga di tahun 2019, melakukan audiensi dengan Kapolda
untuk penguatan masyarakat dan memeperingati masyarakat
pentingnya menggunakan masker yaitu menjaga diri sendiri dan
tentunya orang banyak pula. …. Ditahun 2017 kami pula pernah
melalukan sinergitas dengan kapolda kalua gak salah saya
waktu menjelang DIKLATSAR III,….kami juga pernah
melakukan pengajian Bersama BNI46 dna masih banyak
lainnya, lengkapnya boleh cek di beberapa media berita online
ya…”
Selain menurut wawancara dengan Bapak G, audiensi dan macam-macam kegiatan
lainnya bisa dilihat di beberapa laman berita online yang juga memuat berbagai berita
dari kegiatan GP Ansor melakukan silaturahmi, dialog, diskusi audiensi dan beberapa
kegiatan lainnya. Penguasaan atas arena seperti masjid, sekolah, komunitas kaum
intelektual, legislative dan eksekutif, dan arena lainnya merupakan suau hal yang
menunjukkan mobilisasi struktur keempat modal.
Sama halnya dengan GP Ansor, Pemuda Muhammadiyah juga melalkukan
berbagai kegiatan yang mendukung berjalananya mobilisasi struktur modal mereka
untuk mencapai kekuasaan simbolik tersebut. Hal ini dapat dilihat dari data sekunder
yang diberikan oleh Bapak H yang berbentuk table kegiatan yang sudah dilakukan oleh
Pemuda Muhammadiyah, diantaranya adalah sebagai berikut:

Table 4.1 kegiatan pemuda Muhammadiyah

No. Kegiatan Tahun


1. Sosialisasi “Ayo Sekolah di
2017
Muhammadiyah”
2. Audiensi dengan DPRD Kota
2017
Pangkalpinang

4
3. Audiensi dengan Wakil Walikota
Pangkalpinang Bapak M. Sopian 2017

4. Aksi KOKAM Kawal KPK Berani di


Kantor KPK Jakarta. KOKAM Pemuda
Muhammadiyah pangkalpinang 2017
mengirimkan satu orang untuk
mewakili aksi tersebut

Terkait efektivitas startegi keduanya dapat dikatan bahwa perjuangna arena-


arena kekuasaan simbolik pada ranah insttitusi, komunitas, dan Lembaga
pemerintahan yang dilakukan Pemuda Muhamadiyah dan GP Ansor cukup
berjalan efektif meskipun terdapat kendala baik internal maupun eksternal
seperti yang dikatakan keduanya pada wawancara bahwa pendekatan-
pendekatan tertentu atau membuat kegiatan tertentu terkadang memiliki
beberapa kendala baik internal maupun eksternal, smeisal perbedaan pendapat
diantara anggota organisasi itu sendiri. Arena kekuasaan (politik) menurut
Bourdieu dianggap sebagai dominasi atau paling strategis dalam setiap
masyarakat karena bersinggungan langsung dengan hirarki kekuasaan
(Jenkis,2004). Berdasarkan data yang didapat baik primer maupun sekunder,
terdapat beberapa arena yang efektif dari kedua organisasi. Arena kekuasaan
simbolik GP ansor paling dominan terdapat di arena masjid, kampus, Lembaga
eksekutif dan legislatife maupun masyrakat. Majid mengapa dianggap begitu
strategis hal ini dikarenakan menjadi tempat bertemunya dan berkumpul umat
muslim dari beragam kelas sosial, jenis kelamin, dan status sosial lainnya
sehingga menjadi pusat pembinaan dan perkaderan umat islam.
Arena Kampus sebagai tempat terbentuknya generasi muda yang terdidik,
open minded, dan egaliter membuat kedua organisasi mudah untuk menjadikan
kampus sebagai arena perjuangan untuk mempertaruhkan arena kekuasaan
simbolik. Hal ini dilihat dari beberapa dari mahasiswa bahkan ikut dalam kedua
organisasi. Tidak hanya mennjual organisasi tanpa memberikan pembelajaran
baik erhadap mahasiswa, hal ini dapat dilihat pada tahun 2017 Laboratorium
Rekyayasa Sosial Jurusan Sosiologi Universeitas Bangka Belitunng pernah
mengadakan kegiatan seminar mengenai kajian realistas sosial berbasis
pengembangan teori dan disiplin ilmu, yang dihadiri Narasumber yaitu bagian
dari GP Ansor yaitu bapak Andi Budi Prayitno.

Adapun arena Kekuasaan Pemuda Muhammadiyah yang paling staretgis


adalah Lembaga eksekutif, legislative, masyarakat serta kaum intelekual. Pola
pendekatan yang dijalankan Pemuda Muhammadiyah adalah seperti beberapa
kgiatan yang dilakukan Bersama pemerintahan legislaif yaitu ditahun 2017
Pemuda Muhammadiyah melakukan audiensi dengan Wakil Walikota
Pangkalpinang Bapak M. Sopian , dan audiensi dengan DPRD Kota

5
Pangkalpinang. Upaya menjalin komunikasi dan interaksi tersebut
menunjukkan kepemilikan atas modal sosial yang betujuan melanggengkan
hubungan-hubungan sosial yang dekat dengan kekuasaan.Diberbagai
kesempatan, Pemuda Muhammadiyah juga banyak melakukan pendekatan
dengan bberapa arena perjuangannya seperti masyarakat, berikut bebrapa
praktik sosial yang dilakukan oleh pemuda Muhammadiyah. Yaitu pada tahun
2019, Pemuda Muhammadiyah melakukan kegiatan penyerahan 42 unit tempat
sampah di 42 kelurahan di Kota Pangkalpinang, kemudian di tahun 2019 pula
melakukan kegiatan Gotong Royong Akbar Sungai Rangkui bersama Pemkot
Pangkalpinang, BUMN, Ormas, OKP dan masyarakat, dan brbagai kegiatan
lainnya seperti yang dipaparkan oleh Bapak Rahmat Firdaus pada dara sekunder
yang beliat sampaikan. Efektifitas kerja strategi investasi simbolik kedua
organisasi di arena-arena dominasi di atas, menjaikan perjuangan kedua
organisasi selalu diperhitungkan dan menjadi sorotan dimasyarakat maupun
Lembaga. Melalui kekuasaan simbolik yang telah dimiliki keduanya dan akan
terus berkembang menjadi lebih besar, yaitu dengan konsistensi untuk
memperbesar modal dan memperluas arena perjuangan dominasi dengan cara
kerja yang lebih efektif dan efisien.

6
Table 4.2 Matriks Perbandingan Arena Perjuangan Organisasi Pemuda
Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor Kota Pangkalpinang

kekuasaan simbolik Pemuda Gerakan Pemuda


Muhammadiyah Ansor Kota
Kota Pangkalpinang Pangkalpinang

Arena Perjuangan 1. Masjid 1. Masjid


2. Sekolah 2. Sekolah
3. Kampus 3. Kampus
4. Legislative/ 4. Legislative/
eksekutif eksekutif

Perkaderan sebagai 1. Tahap pembinaan 1. Penerimaan


simbol reproduksi 2. Tahap interaksi 2. Pendidikan
3. Penyerahan 3. Pengembangan
Habitus
kekuasaan 4. Distribusi kader

Bentuk kaderisasi :

Jenjang Perkaderan a. Kaderisasi formal


dibagi menjadi: b. Kaderisasi
informal
a. Baitul Arqam c. Kaderisasi
Dasar (BAD) nonformal
b. Bauitul Arqam
Madya (BAM Jenjang Perkaderan:
c. Baitul Arqam
Paripurna (BAP) a. Pelatihan
Kepemimpinan
Dasar
b. Pelatihan
Kepemimpinan
Lanjutan
c. Pelatihan
Kepemimpinan
Nasional

7
E. PENUTUP
1. Kesimpulan
Adapun arena Kekuasaan Pemuda Muhammadiyah yang paling staretgis
adalah Lembaga eksekutif, legislative, masyarakat serta kaum intelekual. Pola
pendekatan yang dijalankan Pemuda Muhammadiyah adalah seperti beberapa
kgiatan yang dilakukan Bersama pemerintahan legislaif yaitu ditahun 2017
Pemuda Muhammadiyah melakukan audiensi dengan Wakil Walikota
Pangkalpinang Bapak M. Sopian , dan audiensi dengan DPRD Kota
Pangkalpinang. Upaya menjalin komunikasi dan interaksi tersebut
menunjukkan kepemilikan atas modal sosial yang betujuan melanggengkan
hubungan-hubungan sosial yang dekat dengan kekuasaan.Diberbagai
kesempatan, Pemuda Muhammadiyah juga banyak melakukan pendekatan
dengan bberapa arena perjuangannya seperti masyarakat, berikut bebrapa
praktik sosial yang dilakukan oleh pemuda Muhammadiyah. Yaitu pada tahun
2019, Pemuda Muhammadiyah melakukan kegiatan penyerahan 42 unit tempat
sampah di 42 kelurahan di Kota Pangkalpinang, kemudian di tahun 2019 pula
melakukan kegiatan Gotong Royong Akbar Sungai Rangkui bersama Pemkot
Pangkalpinang, BUMN, Ormas, OKP dan masyarakat, dan brbagai kegiatan
lainnya seperti yang dipaparkan oleh Bapak Rahmat Firdaus pada dara
sekunder yang beliat sampaikan. Efektifitas kerja strategi investasi simbolik
kedua organisasi di arena-arena dominasi di atas, menjaikan perjuangan kedua
organisasi selalu diperhitungkan dan menjadi sorotan dimasyarakat maupun
Lembaga. Melalui kekuasaan simbolik yang telah dimiliki keduanya dan akan
terus berkembang menjadi lebih besar, yaitu dengan konsistensi untuk
memperbesar modal dan memperluas arena perjuangan dominasi dengan cara
kerja yang lebih efektif dan efisien.

2. Saran

Peneliti menyadari bahwa penelitian yang dilakukan ini hanya sebatas


menganalisa arena kekuasaan simbolik pada kedua Oragnisasi yaitu GP
ansor dan Pemuda Muhammadiyah. Sehingga menurut peneliti perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut tentang Kontestasi Kekuasaan Pada Ruang
Publik yang berbasiskan Organoisasi Keagamaan.

F. Daftar Pustaka
Aman, Choirul. 2010. Gerak Langkah Pemuda Ansor. Jakarta: Duta Aksara
Mulya
Bungin. Burhan. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,
dan Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta:Kencana.

Fashri, Fauzi, 2016. Pierre Bourdieu Menyikap Kuasa Simbol. Yogyakarta:


Jalasutra
Harker,richard. Dkk. ( Habitus x Modal ) + Ranah = Praktik. Yogyakarta :
Jalasutra

8
Jurdy, Fajlurrahman. 2009. Aib Politik Islam, Perselingkuhan Binal Partai-
Partai Islam Memenuhi Hasrat Kekuasaan. Yogyakarta. antonyLib.
Jurdy, Syarifuddin. 2008. Pemikiran Politik Islam Indonesia. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar.
Latif, Yudi, 2015. Inteligensia Muslim dan Kuasa Genologi Inteligensia Muslim
Indonesia Abad ke-20. Bandung: Mizan.
Moleong, Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya
Rahaman, Bustami dan Ibrahim. 2009. Menyusun Proposal Penelitian. Bangka:
Penerbit UBB Press
Ritzer. George. 2012. Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik sampai
Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sugiyono. 2009. Memhami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Syam, Firdaus. 2003. Amien Rais Politisi yang Merakyat & Intelektual yang
Shaleh. Jakarta. Pustaka Al-Kautsar.
Qodir, zuly. 2013. HTI dan PKS, Menuai kritik: Perilaku Gerakan Islam Politik
Indonesia. Yogakarta. JKSG.
Upe, Ambo. 2010. Tradisi Aliran dalam Sosiologi. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada

Zudi, Setiawan. (2007). Nasionalisme NU. Semarang: Aneka Ilmu


Frebrina, dkk. 2014. Nahdlatul Ulama: Bebas untuk Opurtunis? Menelisik
Kontestasi Politik pada Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Banyumas Periode
2008 dan 2013. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol. 18, No. 2. November
2016.
Aulia, Hidayatul. 2011. Kontestasi Kader Muslimat NU dalam Doamin Politik.
Hukum Islam. UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
Ramadhani, Nur Fahmi. 2014. Kontestasi Kekuasaan dalam Praktik Sosial
Kagamaan Gerakan Pemuda Ansor di Kabupaten Jombang. Jurusan Sosiologi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Brawijaya. Malang.

Anda mungkin juga menyukai