Anda di halaman 1dari 6

Reformasi Kader dalam Perkembangan Diri dan Organisasi

Dinda Rahmawati

Rahmawatidinda702@gmail.com

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Kelangsungan sebuah organisasi tidak bisa dilepaskan dari kaderisasi. Kaderisasi


merupakan sebuah proses pencarian bakat atau pencarian sumber daya manusia
yang handal untuk melanjutkan tongkat estafet perjuangan organisasi itu sendiri.
Tanpa adanya kaderisasi yang baik, maka kehancuran organisasi tersebut tinggal
menunggu waktu, ibarat sebuah gunung es yang sewaktu-waktu dapat hancur
dan mencair. Setiap organisasi membutuhkan kader-kader yang berkualitas,
karena hanya dengan kader yang demikian, organisasi dapat mempunyai
kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan diri (Budiardjo, 2008 :
39)

Kaderisasi adalah proses penyiapan sumber daya manusia agar kelak mereka
menjadi pemimpin yang mampu membangun peran dan fungsi organisasi
secara lebih baik. Dari berbagai masalah kebangsaan yang muncul, kaderisasi
merupakan salah satu persoalan yang rumit. Kemacetan kaderisasi telah melingkupi
segala sektor kehidupan baik di pemerintahan, organsasi politik, pemuda maupun
sektor olah raga di Indonesia (Sholikhah. 2008 : 1).

Fungsi kaderisasi atau pencetakan calon pemimpin tidak telepas dari penanaman
etika kader. Kaderisasi merupakan salah satu media rekrutmen, pemantapan
komitmen dan penguatan terhadap ideologi organisasi yang berkaitan serta
pemahaman terhadap pencapaian visi dan misinya.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah penelitian ini
adalah

1. Bagaimana modernisasi reformasi kader dalam pengembangan diri dan


organisasi

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah

1. Mengetahui factor yang mempengaruhi proses kaderisasi Nahdlatul Ulama’


(NU) serta proses reformasi kaderisasi

D. Kegunaan penelitian

1. penelitian ini bertujuan untuk mwngwtahui, menjelaskan tentang pertanyaan dalam


rumusan penelitian yaitu reformasi pengembangan diri dan organisasi bagi kader
IPNU IPPNU.

E. Pembahasan

Pada saat ini indonesia telah dihadapkan dengan berbagai masalah mulai dari
ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Dan pada dasarnya karakter masyarakat dan
budaya modern itu berbeda-beda. Perubahan yang terjadi di dunia saat ini secara
keseluruhan berpengaruh dan mendorong kepada perubahan-perubahan di kalangan
bangsa indonesia. Bangsa indonesia saat ini sedang diwarnai oleh suasana, semangat
dan cita-cita reformasi. Dimana segenap bangsa indonesia menaruh secercah harapan
akan masa depan bangsa yang ideal. Harapan dan keinginan bersama tersebut
terepresikan dalam pola relasi antara masyarakat dan pemerintah yang secara vertical
sedang mengarah pada posisi masyarakat yang menghendaki adanya penguatan
peranannya yang dominan. Kecenderungan ini menguat lebih disebabkan selama
kurang lebih 32 tahun dibawah rezim otoriter, masyarakat kita dalam kapasitasnya
sebagai warga negara tidak berperan secara maksimal. Partisipasi mereka telah
direduksi kedaulatan “dibunuh” dengan represi dan kebebasan merekapun telah
dipasung dengan hegemoni dan regulasi.

Dalam konteks inilah, bangsa kita sesungguhnya telah terjerembah atau bisa
dikatakan cacat social yang terpolakan. Design orde baru dengan segenap kebijakan
dan ambisinya untuk secepat mungkin membawa bangsa ini menuju bangsa yang
adil, makmur dan berwibawa ternyata sebaliknya; proverty (kemiskinan),
improverisment (pemiskinan), dan inequality (ketidakseimbangan) tidak
terhindarkan. Realitas ini muncul karena selama rezim orde baru berkuasa bangsa kita
telah terjebak, atau meminjam terminology jurgen habermas dalam paradigm “rasio
instrumental”dengan menitikberatkan pada pemberlakuan masyarakat sebagai objek
dari pembangunan yang berakibat tumbuhnya budaya individualis dan subjektifitas
yang berlebihan. Disamping itu, horizontal masyarakat kita pun sedang mengalami
disorientasi social dan telah kehilangan-menurut jean baeehler-“sosialitas”, yakni
kemampuan untuk menciptakan morfologi-morfologi, ikatan –ikatan social yang
membuat individu-individu, kelompok-kelompok dan jaringan-jarngan agar lebih
stabil dan fungsional. Nilai-nilai sosial kemasyarakatan dalam pola relasi baik sebagai
individu, individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau antar kelompok
diwarnai kecurigaan yang berlebihan. Kondisi seperti itu telah berakibat pada adanya
masyarakat yang dilanda shock mental, transisi kognisi alam, dan karakter budaya.
Betapa tidak, selama rezim orde baru “bercokol”, masyaerakat hidup di bawah iklim
uniformitas yang berwatak represif, dan dibawah hegemony, kungkungan baik dalam
bidang budaya, social politik, agama maupun pendidikan. Kenyataan ini berlangsung
kurang lebih selama hampir tiga dasawarsa secara kontiyu dan menjadi kesadaran
yang telah terstruktur. Kesadaran tersebut menjelma dalam pola tingkah laku dan
budaya monolog, hilangnya kritisisme, pudarnya keberanian dan terpasungnya
keberanian rakyat.

Dalam kondisi yang demikian adanya, era reformasi datang untuk mengevaluasi dan
merekonstruksi secara total system kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan
demikian, secara sosiologis masyarakat kita dituntut untuk dapat beradaptasi dengan
milieu baru yakni ero reformasi, suatu era yang menuntut adanya kemampuan
evaluasi dan konstruksi secara tegas dan jelas terhadap sistem berbangsa dan
bernegara warisan orde baru tersebut. Dalam konteks inilah, masyarakat dituntut
untuk dapat memunculkan keberaniannya, daya kritisnya dan mengespresikannya
kebebasannya. Kondisi ini menjadikan masyarakat dalam ambivalensi, disatu sisi
belum dapat sepenuhnya melepaskan diri dari kesadaran lama, sedangkan pada sisi
lain dituntut untuk menyesuaikan dengan milieu baru.

Melihat kondisi bangsa yang berada pada perubahan transisi demokrasi, itu
berpengaruh terhadap perilaku masyarakat yang cenderung bebas dan bahkan kadang
kebablasan sehingga atas nama demokrasi dapat melakukan apa saja. Kondisi social
bangsa akan bergeser pada dinamika yang tidak sehat, masyarakat semakin permisif
dan hedonis apalagi ditambah dengan perubahan zaman yang serba glamor. Hal ini
menyebabkan masyarakat bersikap pragmatif tak terkecuali kader IPNU atau IPPNU,
sehingga mengurangi idealisme kader-kadernya. Kader cenderung berpikir jangka
pendek demi kepentingan sesaat, hal ini yang mengakibatkan konflik kepentingan di
internal organisasi tak kunjung usai yang berimbas negatif terhadap kualitas
perkaderan.
Bukan hanya itu saja, arus globalisasi yang didukung dengan kemajuan iptek dan
sumber daya manusia yang tangguh menuntut IPNU dan IPPNU dapat memenuhi
kebutuhan untuk itu. Sehingga paradigma perkaderan sudah saatnya direkonstruksi,
disesuaikan dengan tuntutan masa dan kebutuhan. Maka pengalian sumberdaya kader
yang mengacu pada skill sudah saatnya dilakukan agar menjadi kader yang
prefesional dan handal. Menurut kondisi itulah, maka bentuk gerakan social IPNU
dan IPPNU harus sinergis dengan nilai-nilai islamnya dan nasionalisnya yang
diaktualisasikan melalui program kerja ataupun amal shaleh. Untuk mencapai tujuan
organisasi itulah maka setiap kader-kader harus dapat membumikan paradigma
perkaderan sebagai basis gerakan social IPNU dan IPPNU dalam mewujudkan
masyarakat madani.

F. Penutup

Kesimpulan

IPNU-IPPNU juga memiliki tatanan sikap dan nilai yang harus dimiliki oleh setiap
kader IPNU-IPPNU. Tatanan nilai keagamaan dan sikap dasar tersebut adalah:

1. Menjunjung tinggi nilai dan ajaran Islam.


2. Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.
3. Menjunjung tinggi sifat keikhlasan dalam berjuang.
4. Menjunjung tinggi persaudaraan, dan persatuan serta serta kasih.
5. Meluhurkan akhlakul karimah dan menjunjung tinggi kejujuran dalam
berpikir, bersikap dan Bertingkah laku.
6. Menjunjung tinggi kesetiaan kepada agama, Bangsa dan negara.
7. Menjunjung tinggi nilai Amal, kerja dan Prestasi sebagai bagian ibadah
kepada Allah SWT.
8. Selalu siap menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang membawa
manfaat bagi kehidupan.
9. Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu dan
mempercepat perkembangan masyarakat yang lebih baik.

Zaman orde baru, banyak permasalahan yang muncul mulai dari kalangan Islam
yang merasa terkucilkan dan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang tidak
sesuai syariat Islam. IPNU IPPNU pun turut terjun dalam memprotes kebijakan
kontroversial tersebut. Seiring berjalannya waktu melewati reformasi IPNU
IPPNU mulai berkembang dan melebarkan sayapnya di berbagai bidang. Mulai
dari pengembangan SDM, pengkaderan dll. Seiring berkembangnya zaman,
ternyata juga berkembang berbagai ancaman dan tantangan yang dihadapi kader
Nahdlatul Ulama khususnya IPNU IPPNU. Di zaman ini, kebanyakan serangan
kejahatan dilontarkan melalui media sosial. Oleh karenanya IPNU IPPNU harus
terus berkembang dan beradaptasi mengikuti perkembangan zaman dan
menangkal serangan-serangan atau kejahatan yang ada. Selain itu kader IPNU
IPPNU juga harus memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan IPNU
IPPNU, mencari kader serta memperluas ajaran Nahdlatul Ulama kepada
masyarakat luas. Dengan demikian, IPNU IPPNU bisa mengalami kemajuan dan
berkontribusi untuk bangsa Indonesia. Kepercayaan dari berbagai golongan juga
akan teralihkan kepada Pelajar Nahdlatul Ulama tersebut. 

Anda mungkin juga menyukai