Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Civic Hukum http://ejournal.umm.ac.id/index.

php/jurnalcivichukum Volume 5, Nomor 2,


November 2020 Hal. 220-229 DOI: https://doi.org/10.22219/jch.v5i2.11776 P-ISSN 2623-0216 E-ISSN
2623-0224

RESTORASI IDEOLOGI PANCASILA DALAM PEMIKIRAN


AHMAD SYAFI’I MA’ARIF

Nurbani Yusuf
PPKn FKIP Universitas Muhammadiyah Malang, Indonesia
Email: nurbani@umm.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai restorasi pemikiran Ahmad Syafii Maarif selaku
anggota dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila terhadap Pancasila sebagai
ideologi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Sedangkan metode penelitian adalah deskriptif. Adapun hasil dalam penelitian ini adalah
Restorasi Ideologi Pancasila dalam pemikiran Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan
Ideologi Pancasila yakni Ahmad Syaf’I Ma’arif merupakan usaha berpikir kritis dalam
mengejawantahkan dan mengembangkan ideologi Pancasila agar mampu bertahan dengan
kondisi perubahan zaman. Pengejawantahan yang di lakukan oleh Ahmad Syaf’I Ma’arif
merupakan suatu bentuk pemikiran yang sistematis, metodis dan valid dalam
mengembangkan ideologi Pancasila agar dapat tetap relevan dengan kondisi dan tantangan
zaman. Dengan tujuan agar ideologi Pancasila dapat terus membumi atau dapat di tarik
kebumi sehingga Pancasila sebagai ideologi negara dapat benar-benar menjadi pedoman
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sehingga tujuan akhir yakni
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat segera atau mengalami percepatan
dalam laju gerak langkah negara ini.

Kata Kunci: Restotasi Ideologi; Pancasila; Ahmad Syaf’I Ma’arif.

ABSTRACT
This study discusses the restoration of Ahmad Syafii Maarif's thought as a member
of the Agency Steering Committee for Pancasila Ideology Education. The approach used in
this study is a qualitative approach. While the research method is descriptive. The results in
this study are the Restoration of Pancasila Ideology in the thought of Ahmad Syaf'I Ma'arif
as a member of the Agency Steering Committee of the Pancasila Ideology Education, which
is an effort to think critically in embodying and developing the Pancasila ideology so that it
can stay relevant in today's conditions and/or today's challenges. The manifestation carried
out by Ahmad Syaf'I Ma'arif is a form of systematic, methodical and valid thinking in
developing the Pancasila ideology so that it can remain relevant to the conditions and
challenges of the times. With the aim that the Pancasila ideology can continue to be
grounded or be grounded so that Pancasila as the state ideology can truly become a
guideline in the life of society, nation and state. So that the final goal, namely social justice
for all Indonesia's citizens, can immediately experience an acceleration in the pace of this
country's steps.

Keywords: Ideological Restotation; Pancasila; Ahmad Syaf'I Ma'arif.


PENDAHULUAN SARA di Tanjung Balai, Medan,
Mengabaikan Pancasila dalam Sumatera Utara pada Jumat 29 Juli 2016
kehidupan berbangsa dan bernegara akan dapat menjadi salah satu contoh konflik
membuat bangsa ini kehilangan arah. horizontal dan mengancam perpecanahan
Lihat bagaimana dinamika sosial politik serta keutuhan Negara Kesatuan Republik
di era pasca reformasi-muncul berbagai Indonesia (NKRI) (Apinino, 2018).
ketegangan dan konflik yang mengancam Hal-hal tersebut tentu memuncul
pada perpecanahan dan keutuhan Negara kegalauan dalam merumuskan masa
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). depan atau kegamangan dalam melihat
Seperti kasus yang mengandung unsur percaturan ideologi dunia di Negara-
220
221
negera berkembang, seperti Indonesia. satu-satunya sumber nilai serta kebenaran.
Masyarakat di era pasca reformasi Negara menjadi maha tahu mana yang
sekarang ini seolah mencari jalan benar dan mana yang salah. Nilai-nilai itu
alternatif baru untuk menemukan atau ditanam di benak masyarakat melalui
mencocokan ideologi indoktrinasi (As’ad, 2009).
ideologi yang berasal dari luar dalam Pasca reformasi, pencarian jalan
menjawab permasalahan-permasalahan keluar sebagai alternatif penyeleseian
yang terjadi di kehidupannya, namun masalah tersebut mengarah kepada
sejatinya hal-hal tersebut malah justru melupakan Pancasila sebagai pandangan
menimbulkan permasalahan baru karena hidup serta ideologi negara dan melihat
tidak memiliki kecocokan dengan kultur ideologi alternatif lain dalam
kebudayaan di Indonesia yang multi etnis. menyeleseikan berbagai permasalahan
Kemajemukan yang miliki Indonesia yang di hadapi. Sebagai contoh misalnya
sejatinya merupakan suatu kekuatan yang gerakan Hizbut Tahrir Indonesia yang
apabila persatuan dan kesatuan ini goyah merupakan salah satu gerakan Islam
dapat dijadikan kelemahan (Nanggala, kontemporer yang cukup besar
2020). pengaruhnya di dunia Islam. Berbeda
Menurut hasil survei Badan Nasional dengan gerakan Islam lainnya, Hizbut
Penanggulangan Terorisme pada tahun Tahrir mengklaim dirinya sebagai partai
2017 menyebutkan 39% mahasiswa dari politik. Namun berbeda dengan partai
berbagai perguruan tinggi di Indonesia politik pada umumnya, Hizbut Tahrir
telah terpapar paham radikal. Lebih lanjut adalah partai politik Islam yang berbasis
24% mahasiswa dan 23,3% pelajar tingkat pada transnasionalisme, sehingga
Sekolah Menengah Atas pun setuju dengan berhubungan dengan cita-cita politiknya
jihad dan pembentukan negara islam atau yang mengupayakan seluruh dunia Islam
khilafah (Budi, 2018). Senada dengan data berada di dalam satu sistem kekuasaan
tersebut, hasil survei yang dilakukan oleh politik yang disebut dengan Khilafah
Lingkaran Survei Indonesia Denny J.A. (Azman, 2018).
menyebutkan telah terjadi penurunan Pendidikan politik yang seharusnya
kepercayaan publik terhadap ideologi dilakukan oleh partai politik kepada
negara, pada tahun 2005 publik yang pro masyarakat sebagai usaha sosialisasi
Pancasila angkanya mencapai 85,2%, politik terhadap ideologi Pancasila sendiri
tahun 2010 menjadi 79,4%, tahun 2015 nyatanya tenggelam dalam hiruk pikuk
angkanya menjadi 79,4% dan di tahun perebutan kekuasaan. Padahal sudah diatur
2018 menjadi 75,3%. Dalam waktu 13 dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun
tahun, publik yang pro-Pancasila 2011 tentang Perubahan Atas Undang
mengalami penurunan sebanyak 10%. Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Sedangkan publik yang pro-NKRI Partai Politik dimana Partai Politik
bersyariah islam mengalami kenaikan menerima bantuan keuangan dari
sebanyak 9% (Hidayat, 2018). APBN/APBD untuk melakukan kegiatan
Sejak rezim Orde Baru tumbang pendidikan politik. Akan tetapi karena
muncul phobia terhadap Pancasila, Dasar pemahaman mengenai pendidikan politik
Negara itu untuk sesaat dilupakan, sangat lentur dan tidak ada
dipinggirkan bahkan ditinggalkan karena pertanggungjawaban untuk substansinya
Pancasila selalu di identikan dengan rezim maka efektivitas program tersebut belum
orde baru-sebuah rezim yang tumbang dapat teruji (Wibowo, 2020).
akibat reformasi. Tampaknya ada Padahal organisasi partai politik
semacam trauma mendalam terhadap dapat dijadikan sarana dan wadah
perlakuan eksesif terhadap Pancasila. pembelajaran nilai-nilai Pancasila secara
Dasar Negara itu berubah menjadi informal kepada masyarakat, karena
ideologi tunggal dan
Nurbani Yusuf, Restorasi Ideologi Pancasila Dalam Pemikiran Ahmad Syafi’i Ma’arif
222
didalam organisasi melalui program kerja mengagungkan budaya Islam ala Arab
yang dimilikinya terdapat proses-proses yang konservatif ke
transformasi nilai yang akan berpengaruh Indonesia telah ikut mendorong timbulnya
kepada pembentukan watak warga Negara kelompok eksklusif yang sering menuduh
berdasarkan Pancasila yang merupakan orang lain yang berada di luar kelompok
bagian dari warganegara dalam kehidupan mereka sebagai musuh, kafir dan boleh
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara diperangi. Faktor ketiga adalah
(Wibowo et al., 2016). kemiskinan. Meski faktor ini tidak secara
Pancasila sebagai das sollen dalam langsung berpengaruh terhadap
usaha-usaha menemukan stelsel dan merebaknya aksi radikalisme, namun
mekanisme demokrasi yang cocok bagi perasaan sebagai elemen masyarakat yang
masyarakat Indonesia sangat dihargai. termarjinalkan dapat menjadi faktor
Namun, pada tataran das sein bukan pendorong bagi seseorang untuk terjebak
sesuatu yang mudah dijelmakan. Hal itu dalam proganda radikalisme.
disebabkan perpaduan-perpaduan Padahal Pancasila menurut Kaelan
konseptual ternyata tidak disertai dengan secara ilmiah merupakan satu objek
penjabaran mengenai rule of the game pembahasan di mana Pancasila merupakan
yang juga menggambarkan perpaduan hasil budaya bangsa Indonesia sendiri.
tersebut. Selain itu, tingkah laku politik Pancasila karena perlakuan seperti itu pada
turut memberikan kontribusi yang serius. akhirnya berbenturan dengan sumber
Akibatnya, para pelaku demokrasi bebas sumber norma atau ideologi yang hidup
menciptakan rule of the game menurut dimasyarakat seperti sosialisme,
paham dan pengetahuan yang kapotalisme dan terutama islam sebagai
memengaruhi diri mereka serta keinginan- agama yang di peluk mayoritas bangsa
keinginan politik yang hendak dicapai Indonesia. Benturan itu tidak hanya pada
(Manan & Harijanti, 2014). level gagasan, bahkan manjalar menjadi
Kehidupan berpolitik bangsa benturan sosial-politik. Contohnya
Indonesia yang diwakili oleh tata kelola pemaksaan asas tunggal bagi parpol dan
partai politik masih jauh dari keadaan ormas, penangkapan terhadap mereka
yang ideal. Pertama, partai politik yang yang tidak setuju pada asas tunggal dan
menjadi salah satu pilar utama kehidupan lain-lain, trauma itu masih belum lenyap
berdemokrasi dan berpolitik masih harus hingga sekarang.Namun demikian
terus berproses dalam menjalankan mengabaikan Pancasila adalah sebuah
amanat sebagai penyalur aspirasi kesalahan. Pancasila adalah dasar resmi
masyarakat. Kedua, partai politik belum kenegaraan. Pancasila adalah milik semua
menjadikan pendidikan politik sebagai warga Negara, karena itu adalah layak dan
sorotan utama (Wibowo dan Wahono, penting mempelajari dan
2017). mengkontekstualisasikan Pancasila secara
Dalam penelitiannya Asrori (2017) terus menerus (Kaelan, 1993).
sekurang-kurangnya melihat ada 3 faktor, Dalam filsafat Pancasila, terdapat
yakni pertama, perkembangan di tingkat tiga tingkatan yaitu nilai dasar, nilai
global, Kedua, penyebaran paham instrumental, dan nilai praktis. Pertama,
Wahabisme dan yang ketiga adalah nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai
kemiskinan. Situasi yang kacau di negara- ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
negara Timur Tengah khususnya di persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai
Afghanistan, Palestina, Irak, Yaman, keadilan; Kedua, nilai instrumental, adalah
Mesir, Syiria, dan Turki, dipandang oleh nilai yang berbentuk norma sosial dan
kelompok-radikal sebagai akibat dari norma hukum yang selanjutnya akan
campur tangan Amerika, Israel, dan terkristalisasi dalam peraturan dan
sekutunya. Pada saat yang sama, mekanisme lembaga lembaga negara; dan
Masuknya faham Wahabisme yang Ketiga, nilai praktis,

Jurnal Civic Hukum,Volume 5, Nomor 2, November 2020, hal 220-229


223
adalah nilai yang sesungguhnya kita secara holistic dan dengan cara deskripsi
laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
merupakan batu ujian apakah nilai dasar suatu konteks khusus yang alamiah dan
dan nilai instrumental itu benar-benar dengan memanfaatkan berbagai metode
hidup dalam masyarakat. alamiah (Dewantara, 2011).
Restorasi Pancasila sebagai faktor Oleh karena itu penelitian kualitatif
intergratif dan salah satu fundamen ini pula dapat disebut juga sebgaai
identitas nasional perlu digagas kembali. penelitian naturalistik, karena data yang
Gagasan demikian tampak signifikan dikumpulkannya bercorak kualitatif dan
karena proses amandemen UUD 1945 bukan kuantitatif yang dapat di ukur
sempat memunculkan gagasan dengan menggunakan alat-alat tertentu.
menghidupkan kembali Piagam Jakarta. Sehingga penelitian ini bersifat natural
Indonesia juga dilanda gerakan terorisme atau apa adanya tanpa dimanipulasi
mengatasnamakan agama. Kemudian (Rahmat, 2009).
muncul Perda Syari’ah di sejumlah daerah, Adapun yang menjadi subyek dalam
gerakan separatism di sejumlah propinsi penelitian ini adalah Ahmad Syafii Maarif
seakan melangkapi kegelisahan publik sebagai Anggota Dewan Pengarah Badan
selama reformasi yang mempertanyakan Pembinaan Ideologi Pancasila pada Tahun
arah gerakan reformasi dan demokratisasi. 2018-2019. Selanjutnya data dikumpulkan
Azrumardi Azra menyerukan kembali dengan cara melakukan wawancara,
gagasan tentang revitalisasi Pancasila observasi, dan studi dokumentasi dengan
sebagai Ideologi dan Falsafah bangsa analisis data pengumpulan data, reduksi
banyak direspon berbagai lapisan data, penyajian data, verifikasi data.
masyarakat terutama kalangan akademisi Sedangkan teknik dalam pengolahannya
dan politisi. dilakuakn dengan triangulasi data agar
Dengan alasan itu maka sangatlah dapat membandingkan, mengecek balik
wajar bila diskursus tentang Pancasila kepercayaan informasi yang diperoleh.
dihidupkan lagi; bukan untuk mengulang
sejarah melainkan bagaimana meletakkan HASIL DAN PEMBAHASAN
kembali Pancasila secara proporsional Pemikiran Ahmad Syafi’i Ma’arif
dan kontekstual dengan semangat zaman. Terhadap Restorasi Ideologi Pancasila
Berbeda dengan masa Orde baru yang Hasil temuan di lapangan, pemikiran
mengharamkan segala bentuk perbedaan Ahmad Syafii Maarif terhadap restorasi
tafsir tentang Pancasila karena pemerintah ideologi Pancasila selaku anggota dewan
yang paling berhak memberi tafsir atasnya pengarah Badan Pembinaan Ideologi
maka pada saat era pasca reformasi ini Pancasila memang berfokus terhadap
telah menghasilkan sejumlah wacana dan pengembalian atau pemulihan kembali
bahasan menarik yang perlu dicermati dan nilai-nilai ideologi Pancasila dalam
disimak. menghadapi tantangannya yang dewasa
ini semakin tergerus oleh perkembangan
METODE zaman. Pemikiran Ahmad Syafi’i Ma’arif
Pendekatan yang digunakan dalam sebagai Anggota Dewan Pengarah Badan
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pembinaan Ideologi Pancasila tersebut
Sedangkan metode penelitian adalah berusaha menyesuaikan nilai-nilai yang
deskriptif. Hakekat penelitian kualitatif terkandung dalam Pancasila dengan
adalah merupakan penelitian yang keadaan dan tantangan zaman yang
bermaksud memahami fenomena tentang semakin berubah tanpa mengubah nilai
apa yang dialami oleh subjek penelitian nilai dasar yang terkandung didalamnya.
misalnya perilaku, presepsi, motivasi, Hal tersebut Ahmad Syafi’I Ma’arif
tindakan dan lain

Nurbani Yusuf, Restorasi Ideologi Pancasila Dalam Pemikiran Ahmad Syafi’i Ma’arif
224
jelaskan dengan mengatakan Indonesia juga memuat dimensi-dimensi secara
sebagai bangsa itu belum menjadi, masih menyeluruh.
dalam proses menjadi. Pancasila sebagai Sifat terbuka yang dimiliki oleh
ideologi dan dasar negara sejatinya sudah ideologi Pancasila tersebut bila dilihat
dalam posisi yang kokoh. Walaupun berdasarkan teori causalitas, causa
masih terdapat kelompok-kelompok kecil materialis Pancasila berasal dari adat
yang menolak Pancasila, namun tidak kebiasaan, kebudayaan, dan agama yang
memberikan dampak yang cukup ada di Indonesia. Dengan demikian, tidak
signifikan. Hanya berupa riak-riak kecil dapat diragukan bahwa dasar negara yang
dalam kehidupan bermasyarakat, kita miliki digali dari nilai yang terdapat
berbangsa, dan bernegara. Walaupun dalam masyarakat. Nilai tersebut tersebar
hanya berupa riak riak kecil, namun harus pada masyarakat, digunakan untuk
tetap menjadi fokus perhatian seluruh mengatur kehidupan masyarakat. oleh
elemen bangsa baik pemerintah maupun karena itu, tidak diragukan lagi bahwa
civil society yang konsisten terhadap Pancasila sebenarnya merupakan budaya
ideologi Pancasila. Hal ini demi dan pembudayaan bangsa Indonesia yang
mempertahankan dan melihat Indonesia perlu dipahami secara ilmiah oleh bangsa
sampai masa yang akan datang nanti. Indonesia (Amien, 2006).
Ahmad Syafi’I Ma’arif lebih lanjut Ideologi Pancasila sejak semula
menjelaskan bagaimana sejatinya suasana mengandung sifat dan ciri keterbukaan,
kebatinan yang terjadi di dalam Badan yang mampu menampung serta
Persiapan Usaha Kemerdekaan Indonesia. menghargai berbagi aspirasi yang tumbuh
Dimana pada saat itu Bangsa Indonesia dari segenap bagian dari kepulauan
dihadapkan pada tiga pilihan, yakni Islam, nusantara, dan menuangkannya ke dalam
Pancasila, dan Sosial intisari yang mewadahi keragaman
Ekonomi. Yang kemudian Sosial-Ekonomi aspirasi tersebut dalam dalam kesatuan
itu pendukungnya tidak banyak, lalu orientasi yang tumbuh dan padat
bergabung ke Pancasila. Kita seharusnya (Supriyatno, 1995). Keterbukaan ideologi
merasa beruntung punya filsafat Pancasila bukan saja merupakan suatu penegasan
yang hebat, digali oleh Bung Karno tanpa kembali dari pola pikir yang dinamis dari
teks pada 1 Juni 1945. Yang menjadi para pendiri negara kita dalam tahun
persoalan Pancasila dewasa ini adalah Sila 1945, tetapi juga merupakan suatu
ke Lima yakni “keadilan sosial bagi kebutuhan konseptual dalam dunia modern
seluruh rakyat Indonesia” yang belum yang berubah dengan cepat (Lanur, 1995).
menjadi pedoman dalam membangun Ideologi terbuka hanya berisi
bangsa sejak kita merdeka. orientasi dasar, sedangkan
Dari hasil pemikiran tersebut (Aco, penerjemahannya ke dalam tujuan-tujuan
2016) jelaskan bahwa Pancasila sebagai dan norma-norma sosial-politik selalu
ideologi memiliki sifat yang terbuka. Hal dapat dipertanyakan dan disesuaikan
ini berarti Pancasila dapat menerima dan dengan nilai dan prinsip moral yang
mengembangkan pemikiran baru dari luar berkembang di masyarakat. Operasional
dan dapat berinteraksi dengan cita-cita yang akan dicapai tidak dapat
perkembangan/ perubahan zaman dan ditentukan secara apriori, melainkan harus
lingkungannya, bersifat demokratis dalam disepakati secara demokratis. Dengan
arti membuka diri masuknya budaya luar sendirinya ideologi terbuka bersifat
dan dapat menampung pengaruh nilai nilai inklusif, tidak totaliter dan tidak dapat
dari luar yang akan di inkorporasi, dipakai melegitimasi kekuasaan
untuk memperkaya aneka bentuk dan sekelompok orang. Ideologi terbuka hanya
ragam kehidupan bermasyarakat Indonesia dapat ada dan

Jurnal Civic Hukum,Volume 5, Nomor 2, November 2020, hal 220-229


225

mengada dalam sistem yang demokratis (Maimun, 2000).


Perbincangan kefilsafatan Ideologi objektivitas segala sesuatu dalam dirinya
Pancasila tersebut karena Pancasila (nilai ontologis) dan dalam hubungannya
sebagai sistem filsafat telah memenuhi dengan manusia berupa kebenaran (nilai
tiga teori kebenaran, yakni teori logis) (Mudhofir, 2006).
kebenaran koherensi, korespondensi, dan Ahmad Syaf’I Ma’arif
pragmatik. Teori koherensi, menurut teori memaparkan tentang persoalannya sudah
ini, pernyataan dianggap benar jika bukan lagi antara Islam dan Pancasila.
pernyataan bersifat konsisten dengan Melainkan Pancasila itu masih di atas, di
pernyataan sebelumnya yang dianggap awan yang sangat tinggi. Yang artinya
benar. Setiap sila Pancasila di dalamnya keadilan belum tegak dan kesenjangan
mengandung sila yang lainya. Terdapat sosial di negara Indonesia ini masih
hubungan yang saling mengkualifikasi. sangat tajam sekali. Padahal jikalau
Ketuhanan Yang Maha Esa adalah kembali melihat Pidato 1 Juni 1945, Bung
ketuhanan yang berkemanusiaan, Karno menjelaskan “di dalam Indonesia
berpersatuan, berkerakyatan, dan merdeka tidak akan ada lagi kemiskinan”.
berkeadilan. Begitu seterusnya dengan sila Artinya yang menjadi urgensitas ideologi
yang lain pula. Hubungan satu kesatuan Pancasila saat ini adalah bagaimana
dan saling mengkualifikasi ini terjadi membawa nilai-nilai Pancasila ini turun
karena tidak ada pertentangan sila yang ke bumi, sehingga Sila kelima dalam
satu dengan sila yang lainnya, hubungan Pancasila yakni “keadilan sosial bagi
sila kesatu sampai sila kelima bersifat seluruh rakyat Indonesia” dapat dirasakan
runtut. Inilah satu penerapan teori oleh seluruh masyarakat.
koherensi. Bila melihat pemikiran kedua
Teori korespondensi, menurut tokoh Badan Pembinaan Ideologi
teori ini, satu pernyataan benar jika materi Pancasila tersebut selaras dengan Koento
pengetahuan yang dikandung pernyataan Wibisono (dalam Bakry, 2001) yang
itu berhubungan dengan objek yang dituju menyatakan bahwa untuk
oleh pernyataan tersebut. Menurut mengembangkan Pancasila, pertama harus
Notonagoro, ada hubungan yang mutlak ada unsur keyakinan. Setiap ideologi
antara Pancasila dengan bangsa Indonesia, selalu memuat konsep-konsep dasar yang
yaitu hubungan sebab-akibat. Maka menggambarkan seperangkat keyakinan
kebenaran menurut sistem filsafat yang diorientasikan kepada tingkah laku
Pancasila, bahwa kandungan pernyataan para pendukungnya untuk mencapai suatu
sila-sila Pancasila harus cocok, sesuai, tujuan yang dicita-citakan.
terjelma dalam keadaan senyatanya Pengejawantahan yang di lakukan
bermasyarakat dan bernegara. Sila-sila oleh Ahmad Syafi’i Ma’arif tersebut
dalam Pancasila berkesesuaian atau kores merupakan suatu bentuk dukungan yang
pondensi dengsn objek yang dituju. dilakukannya dalam mengembangkan
Teori pragmatik, menurut teori ini, ideologi Pancasila agar dapat tetap relevan
nilai kebenaran proposisi diukur dengan dengan kondisi dan tantangan zaman.
kriteria apakah proposisi tersebut berfungsi Dengan tujuan agar ideologi Pancasila
dalam kehidupan praksis atau tidak. Teori dapat terus membumi atau dapat di tarik
ini tercermin dalam Pancasila sebagai kebumi sehingga Pancasila sebagai
pemersatu bangsa Indonesia. Hal ini ideologi negara dapat benar-benar menjadi
menunjukan bahwa sistem filsafat pedoman dalam kehidupan bermasyarakat,
Pancasila berfungsi secara praktis berbangsa, dan bernegara. Sehingga
(Budisutrisna, 2017). Sehingga Pancasila tujuan akhir yakni keadilan sosial bagi
sebagai ideologi memiliki sifat universal seluruh rakyat Indonesia dapat segera atau
dan objektif mengalami percepatan
ilmu untuk mencapai kenyataan dalam

Nurbani Yusuf, Restorasi Ideologi Pancasila Dalam Pemikiran Ahmad Syafi’i Ma’arif
226
dalam laju gerak langkah negara ini. Lebih konkret yang di lakukan oleh Ahmad
lanjut Koento Wibisono (dalam Bakry, Syafii Maarif dalam mengembangkan
2001) menjelaskan unsur yang kedua, ideologi Pancasila. Dalam berbagai
adalah unsur mitos. Setiap ideologi selalu kesempatan di mimbar akademik, karya
memitoskan ajaran dari seseorang atau ilmiah, dan media baik cetak maupun
“badan” sebagai kesatuan, yang secara elektronik, Ahmad Syafi’i Ma’arif
fundamental mengajarkan cara bagaimana berupaya secara nyata mensosialisasikan
hal yang ideal itu pasti dapat dicapai. Hal rasionalitas ideologi Pancasila agar
ini pula yang dilakukan oleh kedua tokoh mendapatkan penerimaan sosial yang baik
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila di masyarakat. Sehingga penghayatan atas
Ahmad Syafi’I Ma’arif dan Yudi Latief. sosialisasi yang dilakukan oleh Ahmad
Mitos yang peneliti pahami bukan lah Syafi’i Ma’arif dapat dilaksanakan
suatu hal yang gaib, melainkan kedua sebagai pedoman kesusilaan dalam
tokoh tersebut menggunakan peristiwa kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
peristiwa sejarah di masa lampau sebagai bernegara.
media dalam setiap syiar kebangsaan yang Pengembangan ideologi Pancasila
mereka lakukan. yang di lakukan oleh Ahmad Syafi’I
Berdasarkan hasil temuan di Ma’arif saat ini dijelaskan sebagai bentuk
lapangan, syiar-syiar kebangsaan atau upaya dalam merasionalisasikan ideologi
sosialisasi mengenai ideologi Pancasila Pancasila dalam menanggapi tantangan
yang Ahmad Syafi’I Ma’arif lakukan dan ancaman ideologi-ideologi luar yang
menggunakan berbagai macam forum merangsak maksud kedalam masyarakat
yang dalam setiap acaranya selalu Indonesia. Ahmad Syafi’I Ma’arif sebagai
memaparkan mengenai historycal asal salah satu tokoh nasional dari golongan
muasal ideologi Pancasila menjadi suatu islam memilih untuk tampil ke muka dan
kesepakatan bersama. Dalam setiap isi menangkal berbagai macam paham radikal
pemaparan mengenai ideologi Pancasila, yang dewasa ini cukup memberikan
keduanya selalu menjadikan Bung Karno kegaduhan di kalangan masyarakat.
dengan Pancasila 1 Juni 1945 sebagai Sosialisasi tersebut Ahmad Syafi’I
tokoh utama dalam menggani ideologi Ma’arif lakukan semata mata bertujuan
Pancasila. agar Pancasila dapat menjadi tenda besar
Terakhir Koento Wibisono (dalam pelindung bangsa dimana semua golongan
Bakry, 2001) menjelaskan unsur dapat hidup dibawah naungannya.
mengembangkan ideologi Pancasila, yakni Pemikiran Anggota Dewan Pengarah
loyalitas. Setiap ideologi selalu menuntut Badan Pembinaan Ideologi Pancasila yakni
adanya loyalitas serta keterlibatan optimal Ahmad Syafi’i Ma’arif tersebut dapat
para pendukungnya untuk mendapatkan membuktikan dasar ontologis yang di
derajat penerimaan optimal. Selain itu, ungkapkan oleh Notonagoro (1975) yang
dalam ideologi terkandung juga adanya pada hakekatnya adalah manusia. Karena
tiga sub-unsur, yaitu rasional, manusia lah yang memiliki hakekat mutlak
penghayatan dan susila. Ahmad Syafi’I monopluralis, hakekat dasar ini juga
Ma’arif dalam praktik kesehariannya yang disebut sebagai dasar antropologis. Subjek
peneliti amati masuk dalam kategori ini, pendukung pokok-pokok pancasila adalah
kedua tokoh Badan Pembinaan Ideologi manusia itu sendiri. Demikian juga jika
Pancasila ini merupakan tokoh yang benar- kita pahami dari segi filsafat negara bahwa
benar konsisten dan loyal dalam Pancasila sebagai dasar filsafat negara,
memberikan kontribusi pemikirannya adapun pendukung pokok negara adalah
terhadap pengembangan ideologi bangsa. rakyat dan unsur rakyat adalah manusia itu
Dalam hasil observasi dan studi sendiri.
dokumentasi menunjukan usaha-usaha

Jurnal Civic Hukum,Volume 5, Nomor 2, November 2020, hal 220-229


227
Notonagoro memang tidak pernah sebagai pendukung pokok sila-sila
sekalipun baik dalam tulisan maupun orasi Pancasila secara antologis memiliki hal-
ilmiahnya menyebutkan istilah religiusitas hal mutlak, yaitu terdiri atas susunan
Pancasila ini. Kendati demikian, muatan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani,
dan makna religiusitas Pancasila ini sangat sifat kodrat manusia adalah sebagai
tergambar kuat pada pemikirannya tentang mahluk individu dan mahluk sosial, serta
tiga asas yang dimiliki Pancasila, yakni; kedudukan kodrat manusia sebagai
sebagai asas kulturil, asas religius, dan pribadi berdiri sendiri dan sebagai mahluk
asas kenegaraan. Religiusitas Pancasila tuhan yang maha esa. Oleh karena itu,
tidak dimaksudkan bahwa kemudian kedudukan kodrat manusia sebagai
Pancasila ini menjadi “agama” bagi bangsa pribadi berdiri sendiri dan sebagai mahluk
Indonesia. Religiusitas Pancasila yang tuhan inilah maka secara hirarkis sila
dirumuskan dari pemikiran Notonagoro pertama Ketuhanan yang maha Esa
adalah fungsionalisasi asas kerohanian mendasari dan menjiwai keempat sila-sila
yang terkandung dalam Pancasila. Atas pancasila lainya.
dasar Pancasila, maka Indonesia bukanlah
sebuah negara sekuler dan juga bukan SIMPULAN
sebuah negara yang didominasi oleh Restorasi Ideologi Pancasila dalam
agama dari kalangan mayoritas pemikiran Anggota Dewan Pengarah
penduduknya (Hidayatullah, 2006). Badan Pembinaan Ideologi Pancasila yakni
Lebih lanjut Notonegoro (dalam Ahmad Syafi’I Ma’arif merupakan usaha
Soedarso, 2006) menegaskan memang sila berpikir kritis dalam mengejawantahkan
sila daripada Pancasila mempunyai hanya dan mengembangkan ideologi Pancasila
satu pendukung, siapa yang berke-Tuhanan agar mampu bertahan dengan kondisi
Yang Maha Esa, tiada lain daripada perubahan zaman. Tantangan-tangan yang
manusia, siapa yang berkemanusiaan yang kerap kali di hadapi oleh ideologi
adil dan beradap, tiada lain daripada Pancasila tersebut dalam perubahan situasi
manusia, siapa yang berpersatuan dan kondisi ini harus tetap memiliki
Indonesia, tiada lain daripada manusia, pendukung yang setia. Para pendukung ini
siapa yang berkerakyatan, lagi tiada lain tak lain adalah manusia, sebagai warga
daripada manusia, dan siapa yang negara dari ideologi negara yang
berkeadilan sosial, pun tiada lain daripada didiaminya.
manusia. Jadi manusialah yang menjadi Pancasila sebagai ideologi negara
pendukung atau subyek daripada sila-sila harus di tempatkan secara proper oleh
daripada Pancasila. Pancasila menjadi negara, sampai hingga saatnya ideologi
dasar filsafat atau dasar kerohanian Pancasila dapat menjadi civic religion.
Negara dari bangsa Indonesia, bangsa itu Pancasila sebagai civic religion yang di
terdiri atas apa, atas manusia-manusia, dan maksud adalah ketika Pancasila sebagai
Negara itu terdiri atas apa, atas manusia ideologi benar-benar menjadi bintang
manusia. Siapa yang berfilsafat, siapa yang penuntun arah jalannya perkembangan
berfilsafat, siapa yang berkerohanian, ialah suatu negara dan masyarakatnya. Pancasila
manusia. Maka dari itu manusialah yang sebagai ideologi benar-benar ditempatkan
menjadi dasar kesatuan daripada Pancasila, secara proper dan bukan sebagai alat untuk
dengan lain perkataan didalam Pancasila menjatuhkan golongan atau kelompok
tersimpul hal-hal yang mutlak daripada manapun yang tidak sesuai dengan
manusia. kepentingan negara.
Tepatlah jika dalam filsafat Warga negara sebagai kumpulan
Pancasila bahwa hakekat dasar manusia yang mendiami sebuah negara
antropologis sila juga
Pancasila adalah manusia. Manusia

Nurbani Yusuf, Restorasi Ideologi Pancasila Dalam Pemikiran Ahmad Syafi’i Ma’arif
228
dapat mengetahui arah laju perkembangan Pertunjukan. Harmonia: Journal of
proses kenegaraan yang sedang Arts Research and Education, 11(2),
berlangsung dengan memahami ideologi 173–179. https://doi.org/10.15294/
yang di gunakan oleh negaranya, yakni harmonia.v11i2.2210
Pancasila. Masih sesuai atau tidak Hidayat, F. (2018). Survei LSI: Pro-
sesuainya arah laju negara dapat warga Pancasila Turun 10%, Pro-NKRI
negara ketahui apa bila telah memahami Bersyariah Naik 9%. Www.Detik.Com.
dan memaknai ideologi Pancasila sebagai https:// news.detik.com/berita/d-4119173/
bintang penuntun dan bukan sebagai suatu survei-lsi-pro-pancasila-turun-10- pro-
slogan semata dalam kehidupan nkri-bersyariah-naik-9
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hidayatullah, S. (2006). Notonagoro dan
Religiusitas Pancasila. Jurnal
DAFTAR PUSTAKA Filsafat, 16(1), 34-41.
Aco, A. A. (2016). Relevansi Pancasila https://doi.org/10.22146/ jf.23214
Sebagai Ideologi Terbuka di Era Kaelan. (1993). Pancasila Yuridis
Reformasi. Jurnal Office, 2(2), 229- Kenegaraan. Liberty.
238. Lanur, A. (1995). Pancasila sebagai
Amien, M. M. (2006). Causa Materialis ideologi terbuka : problema dan
Pancasila Menurut Notonagoro. tantangannya. 140 p.
Jurnal Filsafat, 39(1), 18–26. https:// Maimun. (2000). Meredam Ideologi
jurnal.ugm.ac.id/wisdom/article/ Radikal Di Indonesia Melalui Praktik
view/23212/15303 Keteladanan Nilai Pancasila Oleh
Apinino, R. (2018). Detail Kejadian Dosen Program Studi Ilmu Politik
Keluhan Suara Azan dan Kerusuhan Universitas Syiah Kuala
di Tanjung Balai. Www.Tirto.Id. ABSTRACK People’s lives are
As’ad, S. A. (2009). Negara Pancasila : driven by the basic idea of a
jalan kemaslahatan berbangsa. foundation to fight for his life. The
Pustaka LP3ES. basic idea w. Jurnal Administrasi
Asrori, A. (2017). Radikalisme Di Negara, 3(2), 26–33.
Indonesia: Antara Historisitas dan Manan, B., & Harijanti, S. D. (2014).
Antropisitas. KALAM, 9(2), 253. Artikel Kehormatan: Saat Rakyat
https://doi. org/10.24042/klm.v9i2.331 Bicara: Demokrasi dan
Azman. (2018). Gerakan Dan Pemikiran Kesejahteraan. Pandjadjaran Jurnal
Hizbut Tahrir Indonesia. Al-Daulah Ilmu Hukum, 1(1), 1–18.
Jurnal Hukum Pidana Dan https://doi.org/https://doi.
Ketatanegaraan, 7(1), 99–113. org/10.22304/pjih.v1n1.a1
Bakry, N. (2001). Orientasi Filsafat Mudhofir, A. (2006). Pancasila sebagai
Pancasila. Liberty. Pokok Pangkal Sudut Pandang Bagi
Budi, T. (2018). BIN: 39 Persen Ilmu Menurut Notonagoro. Jurnal
Mahasiswa Terpapar Paham Filsafat, 39(1), 27–33.
Radikal. Www. Okezone.Com. https://journal.
Budisutrisna, B. (2017). Teori Kebenaran ugm.ac.id/wisdom/article/view/23213
Pancasila sebagai Dasar Nanggala, A. (2020). Pendidikan
Pengembangan Ilmu. Jurnal Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan
Filsafat, 16(1), 57–76. Multikultural. Jurnal Soshum Insentif,
https://journal.ugm.ac.id/wisdom/ 3(2), 197–210. https://doi.
article/view/23216 org/https://doi.org/10.36787/jsi.v3i2.354
Dewantara, K. H., & E-mail, S. (2011). Notonagoro. (1975). Beberapa Hal
Deskripsi Kualitatif Sebagai Mengenai Falsafah Pancasila. Pancoran
Satu Metode Dalam Penelitian Tujuh.

Jurnal Civic Hukum,Volume 5, Nomor 2, November 2020, hal 220-229


229
Rahmat, P. S. (2009). Penelitian Kualitatif.
EQUILIBRIUM, 5(9), 1–8. http://
yusuf.staff.ub.ac.id/files/2012/11/ Jurnal-
Penelitian-Kualitatif.pdf
Soedarso. (2006). Pengembangan Sistem
Filsafat Pancasila. Jurnal Filsafat, 39(1),
42–56. https://journal.ugm.
ac.id/wisdom/article/view/23215
Supriyatno, A. (1995). Pancasila Sebagai
Ideologi Terbuka (p. 140 p.).
Wibowo, A. P. (2020). The Efforts Of
Demokrasi Indonesia Perjuangan
Party Regional Board Struggle In
Transformation Pancasila Values On
Cadre. Jurnal Ilmiah Pendidikan
Pancasila Dan Kewarganegaraan,
5(1), 33-41. http://journal2.um.ac.id/
index.php/jppk/article/view/12673/6
096
Wibowo, A. P., Sumantri, E., &
Syaifullah. (2016). Transformasi
Nilai-Nilai Pancasila Melalui
Organisasi Mahasiswa Guna
Meningkat Kesadaran Berbangsa
Dan Bernegara (Studi Deskriptif
Terhadap Organisasi Mahasiswa
Jurusan Di Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial, Universitas
Pendidikan Indonesia). Proceeding
Internasional Seminar Pendidikan
Kewarganegaraan Sebagai Bidang
Keilmuan Dan Program Pendidikan
Dalam Konteks Penguatan Daya
Saing Lulusan, 400–411.
Wibowo, A. P., & Wahono, M. (2017).
Pendidikan Kewarganegaraan: usaha
konkret memperkuat
multikulturalisme di Indonesia.
Jurnal Civics: Media Kajian
Kewarganegaraan, 14(2), 196-
205. https://doi.org/10.21831/civics.
v14i2.16043

Nurbani Yusuf, Restorasi Ideologi Pancasila Dalam Pemikiran Ahmad Syafi’i Ma’arif

Anda mungkin juga menyukai