Anda di halaman 1dari 4

Mahasiswa merupakan kaum elit dari setiap bangsa.

Nyala api kebangsaan telah mendorong


semangat muda untuk berpihak kepada kepentingan orang banyak. Sehubungan dengan
uraian tersebut, makalah ini menggambarkan kekuatan gerakan mahasiswa yang sangat
berkarakter keindonesiaan keislaman dalam melakukan berbagai proses perkaderan untuk
menumbuhkan kesadaran sosial di kalangan mahasiswa. Penulisan makalah ini didasarkan
pada penelitian partisipatif yang memberikan gambaran dan analisis keberadaan HMI sebagai
gerakan moral yang didasari oleh semangat intelektualitas.

Dalam gerakan kemahasiswaan yang diteliti, dalam hal ini Himpunan Mahasiswa Islam, ada
dua hal pokok yang menjadi daya dorong dan pemberi semangat bagi keberlangsungan
gerakan yaitu semangat keindonesiaan dan semangat keislaman.

HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) yang didirikan di Yogyakarta, 5 Pebruari 1947


merupakan salah satu organisasi kemahasiswaan yang banyak melahirkan kader-kader yang
berwawasan luasa. Lafran Pane, dkk meletakkan semangat dan tujuan yang yang relevan
dengan tantangan jamannya, seperti tercantum dalam pasal 4 Anggaran Dasar HMI yaitu (1)
mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyak Indonesia (2)
menegakkan dn mengembangkan ajaran agama Islam.

Dalam perkembangan bangsa Indonesia moden, gerakan mahasiswa merupakan suatu


kekuatan pressure group yang berpengaruh dan penentu perubahan tatanan kemasyarakatan
dan kenegaraan. Bahkan pada fasa-fasa transisi panjang sejak awal kebangkitan nasionalisme
demokratik, revolusi menuju pembebasan dan kemerdekaan hingga upaya monumental
mahasiswa meruntuhkan reformasi. Kesemua itu memperlihatkan bahwa gerakan mahasiswa
itu bukanlah suatu gerakan politik apalagi gerakan yang berorientasi kekuasaan, tetapi
merupakan suatu gerakan moral atau nilai yang berorientasi pembelaan terhadap segala
kekuatan masyarakat yang menjadi korban disebabkan negara yang otoriter.

Sebagai gerakan moral yang selalu berpihak kepada kebenaran, keadilan dan demokrasi,
mahasiswa yang sangat beragam pandangan dan latar belakang ideologi gerakannya itu
sentiasa segera bertindak apabila terjadi tindakan sewenang-wenang oleh pihak yang
berkuasa. Uraian di atas, memberikan alasan untuk meneliti gerakan mahasiswa Islam di
Indonesia sebagai salah satu fenomena menarik dalam konteks nasionalisme dan kebangsaan.

Karakteristik khas pola gerakan HMI sejak awal berdirinya adalah tidak memisahkan gerakan
politik dengan gerakan keagamaan. Berpolitik bagi HMI adalah suatu keharusan, sebab untuk
mewujudkan cita-cita dan tujuan HMI haruslah dilakukan secara politis. Hal ini dikuatkan
pula oleh pendiri HMI Lafran Pane, bahwa bidang politik tidak akan mungkin dipisahkan dari
HMI, sebab itu merupakan watak asli HMI semenjak lahir.1 [1] Namun hal itu bukan berarti
HMI menjadi organisasi politik, sebab HMI lahir sebagai organisasi kemahasiswaan dan
kepemudaan, yang menjadikan nila-nilai Islam sebagai landasan teologisnya, kampus sebagai
wahana aktivitasnya, mahasiswa Islam sebagai anggotanya. Background kampus dan
idealisme mahasiswa merupakan faktor penyebab HMI senantiasa berpartisipasi aktif dalam
merespon problematika yang dihadapai umat dan bangsa, jadi wajar jika HMI tetap
memainkan peran politiknya dalam kancah bangsa ini. Selain itu, argumentasi lain
dikemukakan oleh Rusli karim2 [2] dalam tulisannya; “Walaupun HMI bukan organisasi
politik, tetapi ia peka dengan permasalahan politik. Bahkan kadang-kadang karena
keterlibatannya yang sangat tinggi dalam aktivitas politik ia dituduh sebagai kelompok
penekan (pressure group)”. Watak khas pola gerakan politik HMI ini yang terinternalisasi
sejak kelahirannya ini menjadikan HMI senantiasa bersikap lebih berhati-hati dalam
melakukan aktivitas organisasinya, sehingga kehati-hatian inilah yang melahirkan sikap
moderat dalam aktivitas politik HMI. Lahirnya sikap moderat ini sebagai konsekuensi logis
dari kebijakan HMI memposisikan dirinya harus senantiasa berada diantara berbagai
kekuatan kepentingan agar HMI bisa lebih leluasa untuk melakukan respon serta
kritisismenya dalam mencari alternatif dan solusi dari problematika yang terjadi disekitarnya.
Namun sebagai konsekuensi logis pula 1[1] Saleh, Hasanuddin M. 1996. HMI dan Rekayasa
Azas Tunggal Pancasila. Yogyakarta : Kelompok Studi Lingkaran 2[2] Karim, M. Rusli.
1997. HMI MPO ; Dalam Kemelut Modernisasi Politik di Indonesia. Bandung : Mizan.

Mahasiswa merupakan salah satu bagian dari sumber daya manusia Indonesia dan sekaligus
aset merupakan aset bangsa yang kelak akan menjadi generasi penerus dalam pembangunan
bangsa. Disisi lain mahasiswa merupakan insan yang memiliki berbagai dimensi yaitu
sebagai bagian dari civitas akademika dan bagian dari generasi generasi muda yang terlatih
sebagai pelaku sejarah yang ikut berperan dan menetukan sejarah perkembangan bangsa
Indonesia. Akan tetapi diera modernisasi ini keberadaan mahasiswa sebagai pemuda yang
terdidik justru lupa akan peran dan fungsinya dalam menjadi tulangpunggung untuk
menyampaikan aspirasi masyarakat. Hal ini mereka lakukan seakan-seakan mereka tidak mau
menjadi selayaknya mahasiswa yang didampakan oleh masyarakat, untuk memperjuangkan
harkat dan martabat untuk kemajuan negara Indonesia. Para mahasiswa dalam kehidupannya
lebih cenderung tertarik dalam zona nyaman yaitu seperti prakmatisme, hedonis, dan mereka
menganggap kehidupan seperti itulah yang mereka inginkan. Melihat fenomena tersebut
memang sangat ironis, pemuda sebagai pemegang tonggak estafet, sekarang justru hilang
akan jati dirinya, hilang akan jiwa nasionalismenya. Maka dirasa sangat perlu adanya bantuan
kepada mahasiswa yang terbelenggu dalam zona keyamanan mereka yang sudah
menyimpang dari 2 tugasnya mahasiswa sebagai sosial kontrol, dan juga penggerak
perubahan. Ketika mahasiswa sebagai kaum terdidik akan lupa jati diri bangsaya sendiri,
maka sangat perlu adanya pendidikan politik khususnya di organisasi kemahasiswaan.

Selain itu juga dengan adanya organisasi kemahasiswaan diharapkan mampu mendidik
mahasiswa untuk bisa menjadikannya para calon agent of social, agent of control dalam roda
penggerak untuk peradaban zaman. Lebih dari itu dengan organisasi kemahasiswaan, bisa
menjadikan mahasiswa mampu berpikir kritis, responsif, dewasa dan ide-ide cerdas yang
dapat memecahkan permasalahan yang sedang terjadi di negara ini. Dan ini semua organisasi
mahasiswa perlu adanya pengadaan pendidikan politik, hal ini merupakan sebagai tempat
belajar agar mahasiswa mendapatkan wawasan untuk bisa menjadi warga negara yang baik.
Salah satunya adalah organisasi HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) yang
merupakanorganisasi ekstra kampus menjadi salah satu sarana dalam pendidikan politik bagi
mahasiswa. HMI mempunyai mission “terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang
bernafaskan Islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang
diridhoi Allah SWT”.

Hampir dapat dipastikan bahwa tidak ada satupun proses transformasi sosial di berbagai
Negara di belahan dunia ini terjadi tanpa keterlibatan kaum muda. Kaum muda terutama
sektor mahasiswa sebagaimana ungkap Adi Suyadi Culla memang menjadi tonggak penting
dalam sejarah perjuangan dan kemajuan bangsa Indonesia. 5 Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) 6 adalah bagian dari fragmen cerita tentang kepeloporan kaum muda mahasiswa.
Organisasi Islam tersebut diantaranya gerakan mahasiswa yang dari zaman ke zaman juga
memiliki kekhasan sesuai dengan tuntutan peradaban, begitu juga dengan organisasi HMI di
Indonesia. Kekhasan tersebut meliputi corak gerakan, corak pemikiran, dan juga afiliasi
politik. HMI adalah gejala Islam dan gejala Indonesia terpadu secara utuh, sehingga dalam
mengekspresikan keislamannya, HMI telah sekaligus menyatakan keindonesiaannya,
demikian sebaliknya dalam pandangan HMI, komitmen kepada keindonesiaan merupakan
kelanjutan dari 5 Culla, “Patah Tumbuh Hilang Berganti; Sketsa Pergolakan Mahasiswa
dalam Politik dan Sejarah Indonesia (1908- 1998), PT.Raja Grafindo,1999. Dikutip langsung
Itho Murtadha, Tranposisi Islam Menegaskan Islam Sebagai Basis Kemajuan Sosial, h.120. 6
Selanjutnya cukup ditulis HMI 4 sistem keimanannya. HMI meng-Indonesia karena hendak
mengejawentahkan nilai-nilai luhur yang diserapnya dari ajaranajaran agama. Maka dalam
mengislam, HMI mengislam dalam wadah yang dikaruniakan Tuhan kepadanya, yaitu tanah
air Indonesia. Keindonesiaan dan keislaman bagi HMI bukanlah masalah alternatif akan
tetapi dua sisi dalam kesatuan.

Hegemoni gerakan mahasiswa yang pernah terjadi di era 1998 pada saat ini justru dianggap
tidak lagi memberikan banyak dampak bagi kehidupan bangsa. Setidaknya hal tersebut
diungkapkan oleh Andik Matulessy (2010) bahwa ada ketidakmampuan bagi gerakan
mahasiswa untuk tampil kembali dalam kekuatan yang besar membuat bergaining power
mereka menurun. Mereka semakin sulit mendapatkan tempat untuk mengeluarkan
ide/gagasan guna mencapai tujuan yang diinginkan. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan
bahwa penurunan partisipasi politik mahasiswa belakangan ini menjadi persoalan serius.
Mahasiswa yang diharapkan menjadi garda terdepan perubahan bangsa melalui berbagai
bentuk partisipasi politiknya justru kini mengalami penurunan peran. Penelitian tentang
partisipasi politik telah banyak dilakukan para ilmuan baik dari ilmuan politik maupun
ilmuan psikologi. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Sayed dkk, membuktikan
adanya hubungan antara personal mediators yang diantaranya adalah self esteem dengan
partisipasi politik. Penelitian lain yang dilakukan oleh Aaron Cohen (2001) juga
membuktikan adanya korelasi antara kondisi psikologis seseorang yang salah satunya
merupakan self esteem dengan parsipasi politiknya. Menurut Cohen bahwa orang dengan self
esteem tinggi akan berpartisipasi lebih baik dalam kehidupan politik karena merasa bahwa
dirinya mampu dan percaya diri dengan kemampuannya untuk berpartisipasi dalam dunia
politik. Seorang aktivis yang tergabung dalam suatu organisasi biasanya memiliki sebuah
harga diri baik untuk dirinya sendiri ataupun terhadap organisasi yang 5 diikutinya.
Minchinton (1993) mengemukakan bahwa self-esteem adalah penilaian terhadap diri sendiri,
tolak ukur harga diri kita sebagai manusia, berdasarkan pada kemampuan penerimaan diri
dan perilaku sendiri. Self-esteem juga dapat dideskripsikan sebagai penghormatan terhadap
diri sendiri atau perasaan mengenai diri yang berdasarkan pada keyakinan mengenai apa dan
siapa diri kita sebenarnya. Konteks self esteem ini merupakan tolak ukur dan harga diri pada
individu yang aktif sebagai aktivis organisasi. Branden (2007) menjelaskan bahwa self
esteem merupakan bagian dari suatu penilaian yang dipercayakan sebagai konsep prinsip
pribadi pada individu

Anda mungkin juga menyukai