Anda di halaman 1dari 11

MATERI GENEOLOGI PMII

Istilah geneologi berasal dari bahasa inggris geneology, yang merupakan akar


kata gene dan logos. Gene berarti suatu unit dari sel yang mengontrol bagian (kualitas/sifat) yang
diturunkan dari induknya, sedangkan logos adalah ilmu. Jadi geneologi merupakan ilmu yang
mempelajari tentang sejarah hubungan kekeluargaan. Secara umum geneologi PMII dapat diartikan
sebagai studi/ilmu yang mempelajari tentang sejarah terbentuknya PMII beserta sifat-sifat yang
diturunkan oleh founding fathersnya.

Latar Belakang Berdirinya PMII

            Embrio PMII lahir di tengah situasi kegaduhan politik yang berefek pada ketidakstabilan
kehidupan berorganisasi. Situasi yang menyatakan kecenderungan gerakan yang dilakukan oleh para
pemuda lebih dimobilisasi oleh kepentingan partai politik. Praktisnya pada momen pemilu 1955,
beberapa organisasi gerakan didomplengi oleh partai, seperti Himpunan Mahasiswa Indonesia
dibawah partai masyumi, GMNI menjadi underbow PNI dan menjadi alat dari PKI. Hal ini
menimbulkan kenyataan terjadinya dikotomi gerakan itu sendiri. Masyumi sebagai partai islam yang
didukung oleh kalangan pemuda dari ormas islam yaitu NU dan Muhammadiyah yang terwadai
dalam organ HMI gagal dalam pemenangan kontestasi pemilu pada waktu itu. Hal ini menimbulkan
rasa kekecawaaan dari para pendukungnya. Sehingga menimbulkan gejolak di tubuh organisasi yang
mendukungnya. HMI mengalami pergolakan dalam dirinya. Aspirasi dari setiap kadernya tidak lagi
bisa berposisi secara merata. Aspirasi dari para pemuda NU mendapat posisi kedua dan dirasa sudah
tidak seperti yang diharapkan. Atas dasar hal tersebut muncullah keinginan yang kuat untuk
mendirikan wadah tersendiri sebagaimana IMM pada naungan Muhammadiyah.

            Perjalanan untuk memenuhi hasrat mendirikan wadah tersendiri dari kalangan anak-anak NU
yang sedang belajar di perguruan tinggi tidaklah berjalan secara mulus, dipenuhi dengan tantangan
dan rintangan. Di tubuh NU sendiri belum memberikan lampu hijau untuk pendirian organisasi baru.
NU menganggap belum perlu adanya pendirian organisasi tersendiri untuk menauingi mahasiswa
NU. Namun bukanlah mahasiswa jika patah semangat dan patah arang dengan adanya rintangan.
Semangat untuk mendirikan organisasi baru tetaplah membara yang dibumbui dengan kemauan
yang keras ditambah dengan fenomena munculnya organisasi-organisasi mahasiswa baru dibawah
naungan payung induknya. Hingga puncaknya tak dapat dibendung lagi berdirilah beberapa
organisasi kemahasiswaan NU yang berbasis di daerah. Seperti IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdlatul
Ulama) pada akhir 1955 di Jakarta yang dipelopori oleh Wa’il Harits Sugianto, di Surakarta berdiri
KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad dan PMNU
(Persatuan Mahasiswa NU) berdiri di Bandung. Namun kemunculan organisasi-organisasi ini tidak
mendapat apresiasi dari tubuh NU bahkan tidak mendapat restu hingga ditentang pendirian organ-
organ ini. NU dalam hal ini melalui Pengurus Besarnya memberikan alasan bahwa Badan otonom NU
yang mecakup sektor pelajar baik dalam usia siswa maupun mahasiswa yaitu IPNU baru berdiri 2
tahun sebelumnya yakni 24 Februari 1954 di Semarang, terdapat kekhawatiran hal ini akan
melemahkan eksistensi IPNU.

            Seiring berjalanannya waktu gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali
pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Namun gagasan ini masih ditentang
kembali karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU hingga pada muktamar III IPNU di Cirebon
(27-31 Desember 1958) muncullah suatu jalan kompromi atas 

gagasan tersebut dengan membentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU dan ditunjuk sebagai
ketua Isma’il Makki (Yogyakarta). Akan tetapi langkah ini dalam perjalanannya tidak sesuai apa yang
diharapkan dan dicita-citakan. Pola pikir yang terbangun tidak sesuai dengan pola pikir mahasiswa
sehingga memunculkan ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Disamping itu terasa
adanya intervensi sikap politik dari PP IPNU, sehingga para mahasiswa pun tidak bebas dan geraknya
terbatas.

            Harapan dan cita-cita mendirikan organisasi akhirnya menuai hasil. IPNU mengadakan
Konferensi Besar (KONBES) I pada tanggal 14-17 Maret 1960 bertempat di Kaliurang Yogyakarta,
forum ini menghasilkan keputusan tentang perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara
khusus di perguruan tinggi serta membentuk tim perumus pendirian organsisasi yang beranggotakan
13 orang dari berbagai daerah. Setelah ditunjuk, pada tanggal 19 Maret 1960 tiga orang dari tim
perumus yakni Hisbullah Huda, Said Budairy, dan M Makmun Syukri berangkat ke Jakarta untuk
menghadap Ketua Tanfidziah PBNU pada waktu itu KH Dr Idham Khalid untuk meminta nasehat
sebagai pedoman pokok permusyawaratan yang akan dilakukan. KH Idham Khalid memberikan
nasehat hendaknya organisasi yang akan dibentuk itu benar-benar dapat diandalkan sebagai kader
partai NU dan menjadi mahasiswa yang berprinsip ilmu untuk diamalkan bagi kepentingan rakyat,
bukan hanya ilmu untuk ilmu.

            Pada tanggal 14 – 16 April 1960 kemudian diadakan musyawarah mahasiswa nahdliyin yang
bertempat di Taman Pendidikan Putri Khadijah (Sekarang UNSURI/ Sekolah Mu’amalat NU
Wonokromo) Surabaya. Dalam musyawarah ini menghasilkan keputusan berdirinya organisasi
nahdliyin yang diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia disertai peraturan dasarnya yang
kemudian diberlakukan mulai tanggal 17 April 1960 bertepatan dengan tanggal 21 Syawal 1379 H,
sehingga PMII dinyatakan berdiri pada tanggal 17 April 1960. PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia) sendiri diambil sebagai nama setelah adanya berbagai usulan, delegasi dari Bandung dan
Surakarta mengusulkan nama PMII, sedangkan delegasi dari Yogyakarta mengusulkan nama
Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny, hingga akhirnya disepakati PMII yang diambil. Akan
tetapi menjadi persoalan kembali kepanjangan dari ‘P’ apakah perhimpunan atau persatuan. Hingga
akhirnya disepakati huruf “P” merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi
“Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”. Disamping itu dalam musyawarah tersebut memutuskan
membentuk tiga orang formatur yakni H. Mahbub Junaidi sebagai ketua umum, A.Cholid Mawardi
sebagai ketua I, dan M.Said Budairy sebagai sekretaris umum PB PMII. Dan baru pada bulan Mei
1960 susuan pengurus pusat PMII periode pertama tersusun secara lengkap.

            Dari uraian historis diatas secara global faktor-faktor yang menjadi penguat berdirinya PMII
adalah sebagai berikut 

Karena ketidakmampuan Departemen Perguruan Tinggi IPNU dalam menampung aspirasi anak
muda NU yang ada di Perguruan Tinggi.
Adanya rekayasa politik sekelompok mahasiswa muslim (NU) untuk mengembangkan kelembagaan
politik menjadi underbow NU dalam upaya merealisasikan aspirasi politik.

Kekecewaan mahasiswa NU yang saat itu ada di HMI, karena HMI tidak lagi mempresentasikan
paham mereka (mahasiswa NU) dan HMI ditengarai lebih dekat dengan partai Masyumi.

Merupakan wujud kebebasan berpikir, artinya sebagai mahasiswa harus menyadari sikap
menentukan kehendak sendiri atas dasar pilihan sikap dan idealisme yang dianutnya.

Mengembangkan paham ahlussunnah Waljama’ah di kalangan mahasiswa.

Adapun secara kronologi lahirnya PMII dapat digambarkan sebagai berikut :

Pada dasawarsa 50’an ada keinginan anak-anak NU yang sedang belajar di perguruan tinggi untuk
mendirikan sebuah organisasi

Lahirlah IMANU, KMNU, PMNU yang berada pada lingkup daerah masing-masing

Pemunculan Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU kembali pada Muktamar II IPNU di


Pekalongan (1-5 Januari 1957). Akan tetapi gagasan ini kembali ditentang karena dianggap akan
menjadi pesaing bagi IPNU.

Muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU
yang diketuai oleh Isma’il Makki (Yogyakarta).

konferensi besar (KONBES) IPNU I di Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960. Hasil konferensi
memutuskan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi dan
untuk itu, ditunjuk tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU.
Yaitu : 1. A. Khalid Mawardi (Jakarta), 2. M. Said Budairy (Jakarta), 3. M. Sobich Ubaid (Jakarta), 4.
Makmun Syukri (Bandung), 5. Hilman (Bandung), 6. Ismail Makki (Yogyakarta), 7. Munsif Nakhrowi
(Yogyakarta), 8. Nuril Huda Suaidi (Surakarta), 9. Laily Mansyur (Surakarta), 10. Abd. Wahhab Jaelani
(Semarang), 11. Hizbulloh Huda (Surabaya), 12. M. Kholid Narbuko (Malang) dan 13. Ahmad Hussein
(Makassar)
Diadakan musyawarah mahasiswa nahdliyin di Taman Pendidikan Putri Khadijah (Sekarang UNSURI/
Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo) Surabaya pada tanggal 14 – 16 April 1960. Dengan keputusan
sebagai berikut :

Berdirinya organisasi mahasiswa nahdliyin, dan organisasi tersebut diberi nama Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

Penyusunan peraturan dasar PMII yang dalam mukodimahnya jelas dinyatakan bahwa PMII
merupakan kelanjutan dari departemen perguruan tinggi IPNU – IPPNU.

Persidangkan dalam musyawarah mahasiswa nadhiyin dimulai tanggal 14 – 16 April 1960, sedangkan
peraturan dasar PMII dinyatakan berlaku mulai 21 Syawal 1379 H atau bertepatan pada tanggal 17
April 1960, sehingga PMII dinyatakan berdiri pada tanggal 17 April 1960.

Memutuskan membentuk tiga orang formatur yaitu H. Mahbub Junaidi sebagai ketua umum,
A.Cholid Mawardi sebagai ketua I, dan M.Said Budairy sebagai sekretaris umum PB PMII. Susuan
pengurus pusat PMII periode pertama ini baru tersusun secara lengkap pada bulan Mei 1960.

Independensi PMII

            Kenyataan politik yang memjadikan NU sebagai salah satu partai politik serta ketidaksehatan
politik dalan sejarah perpolitikan Indonesia membawa efek pada perjalanan roda organisasi PMII.
Peristiwa besar terjadi pada diri PMII. Saat itu pada dasawarsa 70’an situasi politik nasional
mengalami kekisruhan. partai NU kalah oleh partai golkar, kekalahan ini memicu pergolakan di tubuh
PMII. Disamping itu rezim yang memimpin yakni rezim yang memimpin yakni rezin orde baru mulai
mengkerdilkan peran partai politik, termasuk partai NU. Disamping itu pergerakan mahasiswa juga
mulai dibatasi, mulai digiring dengan digulirkannya kebijakan NKK/BKK. Sontak melihat realitas
tersebut PMII berpikir untuk mengambil sikap. Dan jawaban dari realitas tersebut adalah
dicetuskanlah “Independensi PMII” melalui MUBES III PMII pada tanggal 14 Juli 1972 di Murnajati
Lawang Malang, Jawa Timur, yang kemudian dikenal dengan Deklarasi Murnajati.

Isi deklarasi Murnajati tersebut adalah sebagai berikut :

DEKLARASI MURNAJATI

Bismillahirrahmanirrahim
“Kamu sekalian adalah sebaik-baik umat yang dititahkan kepada manusia untuk memerintahkan
kebaikan dan mencegah perbuatan yang mungkar” (Al-Qur’an)

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) insyaf dan yakin serta tanggung jawab terhadap masa
depan kehidupan bangsa yang sejahtera selaku penerus perjuangan dalam mengisi kemerdekaan
Indonesia dengan pembangunan material dan spiritual. Bertekat untuk mempersiapkan dan
mengembangkan diri dengan sebaik-baiknya:

Bahwa pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan insan-insan Indonesia yang memiliki
pribadi luhur, taqwa kepada Allah, berilmu dan cakap serta bertanggungjawab dalam mengamalkan
ilmu pengetahuannya

Bahwa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) selaku generasi muda Indonesia sadar akan
peranannya untuk ikut serta bertanggungjawab bagi berhasilnya pembangunan yang dapat dinikmati
secara merata oleh seluruh rakyat

Bahwa perjuangan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang menjunjung tinggi nilai-nilai
moral dan idealisme sesuai dengan deklarasi Tawangmangu menuntut berkembangnya sifat-sifat
kreatif, keterbukaan dalam sikap dan pembinaan rasa tanggung jawab

berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
serta dengan memohon rahmat Allah SWT, dengan ini menyatakan diri sebagai organisasi
independent yang tidak terikat dalam sikap dan tindakan kepada siapa pun dan hanya komited
dengan perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskan pancasila

Tim Perumus:Umar Basalim (Yogyakarta)

Madjidi Syah (Bandung)

Slamet Efendi Yusuf (Yogyakarta)

Man Muhammad Iskandar (Bandung)

Choirunnisa Yafizham (Medan)

Tatik Farikhah (Surabaya)


Rahaman Idrus (Sulawesi)

Muis Kabri (Malang)

Interdependensi PMII

Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa PMII lahir dari rahim NU. Sejak awal berdirinya
PMII menginduk pada naungan NU sampai pada keputusannya menyatakan independensi.
Meskipun telah menyatakan independensi itu melalui deklarasi murnajati, kenyataan
menunjukkan bahwa kerangka berpikir perwatakan dan sikap sosial antara PMII dan
NU memiliki persamaan. Karena PMII mempunyai ideologi yang sama dengan NU,
yaitu ahlussunnah waljama’ah. PMII dan NU juga memiliki kesamaan nilai, kultur,
akidah dan cita-cita serta ikatan historis yang kuat. PMII memiliki kesadaran bahwa
dalam melaksanakan perjuangan diperlukan saling tolong. Karena PMII dengan NU
mempunyai persamaan–persamaan dalam persepsi keagamaan dan perjuangan,
maka guna untuk menyikapi berbagai kesamaan itu dan demi kemajuan bersama
serta untuk menjalin kerjasama program secara kualitatif dan fungsional, baik
melalui program nyata maupun persiapan sumber daya manusia, PMII siap
meningkatkan kualitas hubungan dengan NU atas prinsip kedaulatan organisai
penuh, interdependensi, dan tidak ada intervensi secara strutural dan kelembagaan.
Deklarasi ini dicetuskan dalam kongres X PMII pada tanggal 27 Oktober 1991 di
Asrama Haji Pondok Gede Jakarta.

Untuk mempertegas deklarasi interdependensi PMII-NU melalui musyawarah


nasional PB PMII tanggal 24 Desember 1991 di Cimacan Jawa Barat, PB PMII
mengeluarkan keputusan tentang implementasi interdependensi PMII – NU
.penegasan hubungan itu didasarkan pemikiran – pemikiran antara lain :

Dalam pandangan PMII, ulama adalah pewaris para nabi. Ulama merupakan
panutan karena kedalamannya dalam pemahaman keagamaan. Oleh karena itu,
interdependensi PMII–NU ditempatkan dalam konteks keteladanan ulama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Adanya ikatan kesejarahan yang bertautan antara PMII–NU. Realitas sejarah


menunjukkan bahwa PMII lahir dari NU dan dibesarkan oleh NU, demikian juga
latar belakang mayoritas kader PMII berasal dari NU, sehingga secara langsung
maupun tidak langsung akan mempengaruhi perwatakan PMII. Adapun pernyataan
independensi PMII hendaknya tidak dipahami sebagai upaya mengurangi, apalagi
menghapus arti kesejarahan tersebut.

Adanya persamaan paham keagamaan antara PMII dan NU. Keduanya sama-sama
mengembangkan wawasan keislaman dengan paradigma pemahaman Ahlussunah
Wal Jama’ah. implikasi dari wawasan keagamaan itu tampak pula pada persamaan
sikap sosial yang bercirikan tawasuth, tasamuh, tawazun, I’tidal dan amar ma’ruf
nahi munkar. Demikian juga didalam pola pikir, pola sikap, serta pola tindak PMII
dan NU menganut pola selektif, akomodatif dan integrative sesuai prinsip dasar Al-
muhafadhotu ‘ala qodimi `i-sholih wa `l-ahdzu bi `l-jadidi `l-aslah

Adanya persamaan kebangsaan. Bagi PMII dan NU keutuhan komitmen keislaman


dan keindonesiaan merupakan perwujudan kesadaran beragama dan berbangsa bagi
setiap insan muslim Indonesia, dan atas dasar tersebut maka menjadi keharusan
untuk mempertahankan bangsa dan negara Indonesia.

Adanya persamaan kelompok sasaran. PMII dan NU memiliki masyarakat kelas


menengah kebawah. Persamaan lahan perjuangan ini, semestinya melahirkan format
perjuangan yang relatif sama pula.

Sekurang – kurangnya terdapat lima prinsip pokok yang semestinya dipegang


bersama untuk merealisasikan interdependensi PMII – NU :

1. Ukhuwah islamiyah
2. Amar ma’ruf nahi munkar
3. mabadi khoiri umah
4. `l-musawah
5. Hidup bedampingan dan berdaulat secara benar.
Implementasi interdependensi PMII – NU diwujudkan dalam berbagai bentuk
kerjasama:

1. Kerja sama dibidang ini untuk mengembangkan pemikiran


keislaman
2. Sumber daya manusia. Kerja sama dibidang ini ditekankan pada
pemanfaatan secara maksimal manusia – manusia PMII maupun
NU
3. Kerja sama dibidang pelatihan ini dirancang untuk pengembangan
sumber daya manusia baik PMII maupun NU.
4. Rintisan program. Kerja sama in berbentuk pengelolaan suatu
program secsara bersama.
Selain menghasilkan deklarasi interdependensi, pada kongres tersebut juga
ditetapkan:

 Motto PMII : Dzikir, Fikir dan Amal Shaleh


 Tri Khidmat PMII : Taqwa, intelektualitas, dan profesionalitas
 Tri Komitmen PMII : Kejujuran, kebenaran, dan keadilan
 Ekacitra Diri PMII : Ulul albab
Identitas dan Citra Diri PMII
Identitas PMII adalah cerminan dari kualitas kader PMII, seperti empat huruf kata
‘PMII’, yaitu Suatu wadah atau perkumpulan organisasi kemahasiswaan dengan
label ‘Pergerakan’ yang Islam dan Indonesia yang mempunyai tujuan:

Terbentuknya Pribadi Muslim Indonesia Yang;

1. Bertaqwa kepada Allah SWT


2. Berbudi luhur
3. Berilmu
4. Cakap
5. Bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya.
(Bab IV AD PMII).
Menuju capaian ideal sebagai mahluk Tuhan, sebagai ummat yang sempurna, yang
kamil, yaitu mahluk Ulul Albab.

 Visi dan Misi

 Visi dasar PMII :


Dikembangkan dari dua landasan utama, yakni visi ke-Islaman dan visi kebangsaan.

Visi ke-Islaman yang dibangun PMII adalah visi ke-Islaman yang inklusif, toleran
dan moderat.

Visi kebangsaan PMII adalah mengidealkan satu kehidupan kebangsaan yang


demokratis, toleran, dan dibangun di atas semangat bersama untuk mewujudkan
keadilan bagi segenap elemen warga-bangsa tanpa terkecuali.

 Misi dasar PMII :


Merupakan manifestasi dari komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan, dan sebagai
perwujudan kesadaran beragama, berbangsa, dan bernegara. Dengan kesadaran ini,
PMII sebagai salah satu eksponen pembaharu bangsa dan pengemban misi
intelektual, berkewajiban dan bertanggung jawab mengemban komitmen ke-Islaman
dan ke-Indonesiaan demi meningkatkan harkat dan martabat umat manusia dan
membebaskan bangsa Indonesia dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan
baik spiritual maupun material dalam segala bentuk.

Tujuan didirikannya PMII


Secara totalitas PMII sebagai suatu organisasi merupakan suatu gerakan yang
bertujuan merubah kondisi sosial di Indonesia yang dinilai tidak adil, terutama
dalam tatanan kehidupan sosial. Selain itu juga melestarikan perbedaan sebagai
ajang dialog dan aktualisasi diri, menjunjung tinggi pluralitas, dan menghormati
kedaulatan masing-masing kelompok dan individu.

Dalam lingkup yang lebih kecil PMII mencoba menciptakan kader yang memiliki
pandangan yang luas dalam menghadapi realitas sosial, ekonomi, politik, dan
budaya. Memiliki pemahaman yang komprehensif tentang berbagai macam paham
pemikiran yang digunakan dalam menganalisa realitas yang ada, sehingga
diharapkan seorang kader akan mampu memposisikan diri secara kritis dan tidak
terhegemoni oleh suatu paham atau oordina yang dogmatis.

Sistem Perekrutan Anggota


Di dalam PMII, ada tahapan-tahapan pengkaderan.
 Tahapan pertama adalah MAPABA (Masa Penerimaan Anggota
Baru) sebagai jendela awal untuk bergabung dalam organisasi
PMII.
 Tahapan kedua adalah PKD (Pelatihan Kader Dasar) dilaksanakan
oleh Komisariat/Cabang, merupakan persyaratan untuk bisa
menjadi pengurus Komisariat/Cabang.
 Tahapan lanjutan adalah PKL (Pelatihan Kader Lanjutan),
dilaksanakan oleh pengurus cabang, merupakan persyaratan untuk
menjadi pengurus cabang/pengurus koordinator cabang.
Struktural Organisasi

 Kepengurusan di tingkat Nasional adalah Pengurus Besar (PB)


yang berpusat di Ibu Kota
 Kepengurusan di tingkat Provinsi adalah Pengurus Koordinator
Cabang (PKC) yang berpusat di Provinsi
 Kepengurusan di tingkat Kabupaten/Kota adalah Pengurus Cabang
(PC) yang berpusat di Kabupaten
 Kepengurusan di tingkat Perguruan Tinggi adalah Pengurus
Komisariat (PK) yang berpusat di Kampus
 Kepengurusan di tingkat Fakultas adalah Pengurus Rayon (PR)
yang berpusat di Fakultas
Makna Filosofi PMII
Makna Filosofi Nama

Dari namanya, PMII terdiri dari empat kata :

1. Pergerakan
Makna “Pergerakan” yang dikandung dalam PMII adalah dinamika dari hamba
(makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi
positif pada alam sekitarnya.

Perwujudan :

 membina dan mengembangkan potensi ketuhanan


 membina dan mengembangkan potensi kemanusiaan
 mengupayakan agar bergerak menuju tujuan sebagai kholifah fil
Ardl
 bertanggungjawab memberikan rahmat bagi lingkungannya
2. Mahasiswa
Makna “Mahasiswa” adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di
perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Yakni identitas yang dibangun oleh
citra diri sebagai insan religius, insan dinamis, insan sosial, dan insan mandiri.

Perwujudan :
 tanggung jawab keagamaan
 tanggung jawab intelektual
 tanggung jawab sosial kemasyarakatan
 tanggung jawab individual sebagai hamba Tuhan
 tanggung jawab individual sebagai warga bangsa dan negara
3. Islam
“Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang diyakini,
dianut, dipahami dan dijalankan dengan haluan / paradigma ahlussunah wal
jama’ah. Aswaja digunakan sebagai Manhajul Fikr (metode berpikir). yaitu konsep
pendekatan terhadap ajaran agama Islam secara proporsional antara iman, islam,
dan ikhsan. Sehingga tercermin sikap-sikap selektif, akomodatif, dan integratif
dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya.

Platform PMII : Islam terbuka, progresif, dan transformatif.

4. Indonesia
pengertian “Indonesia” adalah masyarakat, bangsa, dan negara yang mempunyai
falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD 45 yang terbentang dari Sabang
sampai Merauke, yang diikat dengan kesadaran wawasan nusantara serta memiliki
kesadaran kesatuan dan keutuhan dan senantiasa menjaganya.

Makna Filosofi Lambang

Lambang PMII diciptakan oleh H.Said Budairi, beliau merupakan sekretaris umum
PB. PMII yang pertama. Seperti halnya umumnya lambang, Lambang PMII pun
memiliki arti dan makna dalam setiap goresannya. Secara umum makna lambang
PMII dapat dijabarkan dari bentuk dan warnanya.

Dari Bentuk :

1. Lambang PMII berbentuk perisai. Perisai mengandung arti


ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam terhadap berbagai
tantangan dan pengaruh dari luar.
1. Bintang. Bintang merupakan perlambang ketinggian dan semangat
cita-cita yang selalu memancar. 5 (lima) bintang sebelah atas
dengan satu bintang besar berada di tengah. Satu bintang besar di
twngah melambangkan Rasulullah dan empat bintang yang berada
di kanan kirinya melambangkan empat sahabat terkemuka
(khulafaurrasyidin). 4 (empat) bintang sebelah bawah. Empat
bintang menggambarkan empat mazhab yang
berhaluan Ahlussunah Wal Jama’ah (Madzahibul Arba’ah:
Maliki, Hanafi, Syafi’i, Hanbali)
2. 9 (sembilan) bintang secara keseluruhan dapat berarti : Rasulullah
dengan empat orang sahabatnya serta empat orang imam mazhab
itu laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai
kedudukan yang tinggi dan penerang umat manusia. Sembilan
bintang juga menggambarkan sembilan orang pemuka penyebar
agama islam di Indonesia yang disebut dengan Wali Songo
Dari Warna :

1. Biru. Sebagaimana warna lukisan PMII, berarti kedalaman ilmu


pengetahuan yang harus dimiliki dan digali oleh warga pergerakan.
Biru juga menggambarkan lautan Indonesia yang mengelilingi
kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan Wawasan
Nusantara
2. Biru muda. Sebagaimana warna dasar perisai sebelah bawah,
berarti ketinggian ilmu pengetahuan, budi pekerti dan taqwa.
3. Kuning. Sebagaimana warna dasar perisai – perisai sebelah atas,
berarti identitas kemahasiswaan yang menjadi sifat dasar
pergerakan lambang kebesaran dan semangat yang selalu menyala
serta penuh harapan menyongsong masa depan.

Anda mungkin juga menyukai