Anda di halaman 1dari 16

Ke-PMII-an

A. Apa itu PMII?


PMII singkatan dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia merupakan Organisasi
mahasiswa yang berasaskan Pancasila. PMII adalah organisasi yang bersifat keagamaan,
kemahasiswaan, kebangsaan, kemasyarakatan, independen,dan profesional. PMII sebagai
organisasi mahasiswa yang mayoritas anggotanya merupakan muslim berhaluan
Ahlussunnah wal Jamaah mengalami perjalanan yang panjang dalam pembentukannya.
Lahirnya PMII tidak berjalan dengan mulus, banyak sekali hambatan dan rintangan yang
harus dihadapinya. Keinginan mendirikan organisasi mahasiswa NU dari berbagai
mahasiswa NU di Indonesia sangat kuat, akan tetapi PBNU tidak cepat-cepat memberikan
lampu hijau.
Argumentasi dari PBNU adalah belum perlu adanya organisasi mahasiswa NU
sebagai wadah dan aspirasi mahasiswa NU di berbagai perguruan tinggi, karena NU sudah
memiliki organisasi bernama IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama). Akan tetapi,
kemauan keras dan semangat yang tak mudah redup untuk mendirikan organisasi
mahasiswa NU terus bergelora, bahkan para mahasiswa NU semakin masif
mensosialisasikannya ke berbagai kampus di Indonesia. Berkat kegigihan dan semangat
yang kuat dari mahasiswa NU ini kemudian PBNU tidak bisa tidak memberikan lampu
hijau untuk mendirikan organisasi mahasiswa NU.

B. Sejarah PMII
Berbicara PMII tidak akan lepas dari NU. Pada tahun 1950 NU bergabung dengan
partai MASYUMI. Namun, apa yag diharapkan oleh partai NU sebelumnya tidak sejalan
dengan partai MASYUMI. Setelah resmi NU memisahkan diri dari partai MASYUMI. NU
pun mendeklarasikan dirinya sebagai organisasi partai plitik. Meskipun NU sudah
mendeklarasikan diri menjadi partai politik, namun NU tidak dapat mendeklarasikan
kadernya di partai parlemen dikarenakan minimnya sumber daya manusia yang dimiliki.
Melihat kondisi yang terjadi pada diri NU, banyak kader NU khususnya dikalangan
mahasiswa yang bergabung di HMI, dimana HMI merupakan underbow partai
MASYUMI.
Dari sekian kekecewaan mahasiswa NU,hal inilah yang menyebabkan para kader
NU yang ada di Universitas sangat ingin mendirikan sebuah wadah (organisasi) mahasiswa
yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah (ASWAJA). Sebelum berdirinya PMII, sudah

11
ada organisasi mahasiswa Nahdliyin, namun masih bersifat lokal. Pada tahun 1955
mahasiswa NU di Jakarta sempat mendirikan organisasi bernama Ikatan Mahasiswa
Nahdlatul Ulama (IMANU), di Bandung berdiri Persatuan Mahasiswa Nahdlatul Ulama
(PMNU) pada tahun yang sama, dan di Surakarta berdiri Keluarga Mahasiswa Nadltul
Ulama (KMNU). Namun organisasi ini tidak berdiri lama, karena PBNU tidak cepat-cepat
memberikan restu. Karena pada saat itu IPNU baru saja lahir pada tahun 1954, sementara
pengurus IPNU juga banyak yang berstatus mahsiswa. Jika mendirikan organisasi
mahasiswa NU baru akan susah untuk mengelola dan mengurus kedua organisasi yang
berada di bawah naungan NU, maka dari itu dikhawatirkan IPNU tidak ada yang
mengurusi.
Semangat untuk mendirikan organisasi yang menjadi wadah mahasiswa NU terus
lanjut pada Muktamat II tanggal 1-5 Januari 1957 di Pekalongan. Namun, lagi-lagi tidak
mendapatkan respon yang serius, dengan dalih bahwa IPNU yang pada saat itu masih
terbentuk memerlukan pembenahan dan konsolidasi yang matang. Dalam perjalanannya,
berkat kegigihan dan perjuangan mahasiswa NU ini memperoleh solusi pada Muktamar
III IPNU pada 27-31 Desember 1958 di Cirebon tercetuslah kembali ide untuk mendirikan
wadah khusus mahasiswa NU. Akhirnya dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU
(DPT IPNU) yang diketuai oleh Ismail Makki dari Yogyakarta. Namun, DPT IPNU belum
mampu menampung aspirasi mahasiswa NU.
Hal itu terbukti pada Koferensi Besar IPNU pada tanggal 14-17 Maret 1960 di
Kaliurang, Yogyakarta disepakati untuk berdirinya organisasi mahasiswa Nahdliyin.
Kemudian dibentuk panitia sponsor pendiri organisasi yang beranggotakan 13 orang
mahsiswa NU dari berbagai daerah. Adapun ketiga belas mahasiswa NU sponsor atau
panitia yang selanjutnya disepakati sebagai pendiri PMII yaitu:
1. Sahabat Chalid Mawardi (Jakarta)
2. Sahabat M. Said Budairy (Jakarta)
3. Sahabat M. Sobich Ubaid (Jakarta)
4. Sahabat Makmun Syukri (Bandung)
5. Sahabat Hilman Badrudinsyah (Bandung)
6. Sahabat H. Ismail Makky (Yogyakarta)
7. Sahabat Moensif Nachrowi ( Yogyakarta)
8. Sahabat Nuril Huda Suaiby (Surakarta)
9. Sahabat Laily Mansur (Surakarta)
10. Sahabat Abdul Wahab Jaelani (Semarang)
12
11. Sahabat Hisbullah Huda (Surabaya)
12. Sahabat M. Chalid Narbuko (Malang)
13. Sahabat Ahmad Hussein (Makasar)
Sebelum dilaksanakan musyawarah, ada 3 sahabat yakni Hisbullah Huda, M. Said
Budairy, Makmun Syukri menghadap kepada ketua Umum PBNU yaitu KH. Dr. Idham
Khalid untuk meminta do’a restu dan persetujan ihwal pembentukan organisasi mahasiswa
NU tersebut. Setelah mendapat restu ketiga belas panitia tersebut kemudian mengadakan
pertemuan yang disebut dengan Musyawarah Mahasiswa NU. Pertemuan tersebut
diselenggarakan pada tanggal 14-16 April 1960 di Gedung Madrasah Muallimin Nahdlatul
Ulama (Gedung Yayasan Khadijah) Wonokromo Surabaya.
Dalam musyarah tersebut sempat muncul perdebatan tentang nama organisasi yang
yang akan dibentuk. Dari proses perdebatan itu muncul beberapa nama yang diusulkan
oleh peserta musyawarah antara lain:
1. Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU), diusulkan oleh delegasi dari Jakarta
2. Persatuan atau Perhimpunan Mahasiswa Ahlussunnah wal Jamaah atau
Perhimpunan Mahasiswa Sunni yang diusulkan oleh delegasi dari Yogyakarta
3. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang diusulkan oleh delegasi
Bandung, Surabaya dan Surakarta.
Dari ketiga usulan tersebut akhirnya yang disetujui adalah nama PMII. Dari hasil
keputusan musyawarah diatas, PMII disusun dari empat kata, yakni Pergerakan,
Mahasiswa, Islam, dan Indonesia. Setiap kata mengandung makna secara filosofis.
Pertama, kata “Pergerakan” yang terkandung dalam PMII berarti dinamika dari hamba
(makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya, yakni memberikan rahmat
bagi alam sekitarnya. Pergerakan dalam hubungan dengan organisasi mahasiswa menuntut
upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan
agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada didalam kualitas kekhalifahannya.
Kedua, kata “Mahasiswa” diartikan sebagai golongan generasi muda yang
menuntut ilmu di perguruan tinggi yang memiliki identitas diri. Identitas diri mahasiswa
terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan dinamis, insan sosial, dan insan
mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan,
intelektual, sosial kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba
Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan negara.
Ketiga, kata “Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama
yang dipahami dengan paradigma Ahlussunnah Wal Jama’ah, yakni konsep pendekatan
13
terhadap ajaran agama Islam secara proporsional antara iman, islam, dan ihsan yang
didalam pola pikir dan pola perilakunya tercermin sikap-sikap selektif, akomodatif, dan
integratif.
Keempat, kata “Indonesia” memiliki pengertian masyarakat bangsa dan negara
Indonesia yang memiliki falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) dan UUD 1945 dengan
kesadaran kesatuan dan keutuhan bangsa dan negara yang terbentang dari Sabang sampai
Merauke yang diikat dengan kesadaran wawasan Nusantara.
Secara totalitas, PMII sebagai organisasi merupakan suatu gerakan yang bertujuan
melahirkan kader-kader bangsa yang mempunyai integritas diri sebagai hamba yang
bertaqwa kepada Allah SWT dan atas dasar ketaqwaanya berkiprah mewujudkan peran
kemanusiaannya membangun masyarakat bangsa dan negara Indonesia menuju suatu
tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam ampunan dan ridho Allah SWT.
Selanjutnya hasil musyawarah tersebut diumumkan di Balai Pemuda pada tanggal
21 Syawal 1379 Hijriyah atau bertepatan dengan tanggal 17 April 1960. Maka mulai saat
itulah PMII berdiri dan tanggal 17 April 1960 dinyatakan sebagai hari jadi PMII yang
diperingati dengan istilah Hari lahir (Harlah). Kepemimpinan PMII sejak berdiri, PMII
telah dipimpin oleh Ketua Umum Pengurus Besar sebagai berikut:
1. Sahabat Mahbub Djunaidi (1960-1967)
2. Sahabat M. Zamroni (1967-1973)
3. Sahabat Abduh Paddare (1973-1977)
4. Sahabat Ahmad Bagja (1977-1981)
5. Sahabat Muhyiddin Arusbusman (1981-1985)
6. Sahabat Suryadharma Ali (1985-1988)
7. Sahabat M. Iqbal Assegaf (1988-1991)
8. Sahabat Ali Masykur Musa (1991-1994)
9. Sahabat A. Muhaimin Iskandar (1994-1997)
10. Sahabat Syaiful Bahri Anshori (1997-2000)
11. Sahabat Nusron Wahid (2000-2003)
12. Sahabat A. Malik Haramain (2003-2005)
13. Sahabat Hery Hariyanto Azumi (2005-2008)
14. Sahabat M. Rodli Kaelani (2008-20011)
15. Sahabat Addin Jauharudin (2011-2014)
16. Sahabat Aminuddin Ma’ruf (2014-2017)
17. Sahabat Agus Mulyono Herlambang (2017-2021)
14
18. Sahabat Muhammad Abdullah Syukri (2021-sekarang)

C. Hubungan antara NU-PMII


1. Dependesi (1960-1972)
Menurut KBII (Kamus Besar Bahasa Indonesia) dependensi adalah keadaan
bergantung kepada orang lain karena belum dapat hidup sendiri. Dalam hal ini PMII
dependen dengan NU, artinya pada awal berdirinya PMII, PMII masih bergantung
pada induk besarnya yakni NU.
PMII lahir pada 17 April 1960. Namun, susunan pengurus pusat PMII periode
pertama baru tersusun secara lengkap pada bulan Mei 1990. Seperti diketahui, bahwa
PMII pada awl berdirinya merupakan organisasi mahasiswa yang dependen dengan
NU, maka PP PMII dengan surat tertanggal 8 Juni 1960 mengurim surat permohonan
kepada PB NU untuk mengesahkan kepengurusan PP PMII tersebut. Pada tanggal 14
Juni 1960 PB NU menyatakan bahwa organisasi PMII dapat diterima dengan sah
sebagai keluarga besar partai NU dan diberi mandat untuk membentuk cabang-cabang
di seluruh Indonesia, sedang yang menandatangani SK tersebut adalah Dr. KH. Idham
Chalid selaku ketua umum PB NU dan H. Aminuddin Aziz selaku wakil sekertaris
jendral PB Nahdlatul Ulama.
Musyawarah mahasiswa nahdliyin di Surabaya yang dikenal dengan nama
PMII, hanya menghasilkan peraturan dasar organisasi. Maka untuk melengkapi
peraturan organisasi tersebut dibentuklah satu panitia kecil yang diketuai oleh sahabat
M. Said Budhairy denga anggota sahabat Chalid Mawardi dan sahabat Fahrurrazi AH,
untuk merumuskan peraturan rumah tangga PMII. Dalanm sidang pleno II PP PMII
yang diselenggarakan dari tanggal 6-9 September 1960, peraturan rumah tangga PMII
dinyatakan sah berlaku melengkapi peraturan dasar PMII yang sudah ada sebelumnya.
Disamping itu, sidang pleno II PP PMII juga mengesahkan bentuk muts (topi),
selempang PMII, adapun lambang PMII diserahkan kepada pengurus harian, yang
akhirnya diputuskan bahwa lambang PMII berbentuk perisai seperti yang ada
sekarang. Dalam siding ini pula dikeluarkan pokok-pokok aturan mengenai
penerimaan anggota baru yang saat ini dikenal dengan istilah MAPABA.
Pada tahap-tahap awal berdirinya PMII banyak dibantu warga NU terutama PP
LP Ma’arif NU. Sejak musyawarah nahdliyin di Surabaya sampai memberikan
pengertian kepada pesantren-pesantren (perlu diketahui, pada awal berdirinya, di

15
pondok-pondok pesantren dapat dibentuk PMII dengan anggota para santri yang telah
lulus Madrasah Aliyah dan sedang mengkaji kitab uyang tingkatannya sesuai dengan
pelajaran yang diberikan di perguruan tinggi agama). Dengan adanya kebijakan seperti
ini ternyata dapat mempercepat proses pengembangan PMII.
Pada mulanya struktur organisasi PMII didalam partai NU berdasarkan SK PB
NU tertanggal 14 Juni 1960, dimasukkan menjadi bagian BK (Badan Keluarga) NU
yang menginduk pada salah satu BO (Badan Otonom) NU yang bergerak dibidang
pendidikan yaitu LP (Lembaga Pendidikan) Ma’arif NU. Selain PMII, Badan Keluarga
(BK) yang menginduk pada LP Ma’arif NU antara lain IPNU, IPPNU dan PERGUNU.
Keputusan PB NU itu kemudian dituangkan kedalam Peraturan Dasar (PD) dan
Peraturan Rumah Tangga (PRT) PMII Bab IV Pasal 7. Namun, empat tahun kemudian
dalam muktamar NU yang ke- XXIII pada tahun 1964 di Bandung keberadaan PMII
disahkan menjadi salah satu Badan Otonom (BO) NU dan sejajar badan otonom
lainnya.
Hal ini membuktikan bahwa PMII bukan organisasi “sempalan” dari organisasi
mahasiswa yang lebih dulu ada, tetapi merupakan proses lanjutan dari mahasiswa-
mahasiswa nahdliyin yang tergabung dalam (departemen PT) IPNU sebagai embrio
terbentuknya suatu organisasi mahasiswa secara formal. Dalam perkembangannya,
PMII banyak dibantu oleh partai NU dan itu merupakan hal yang wajar sebab
kerjasama antar organisasi mutlak perlu, apalagi salah satu tujuan PMII adalah
mengembangkan nilai-nilai pemahaman islam Ahlussunnah Wal Jama’ah. Kalau pada
akhirnya PMI menyatakan diri sebagai organisasi “independen” hal ini buka berarti
“habis manis sepah dibuang” seperti yang sering dituduhkan sementara orang, tetapi
harus diartikan sebagai tindakan membuka wawasan agar lebih terbuka kemungkinan
mencari alternatif dan kematangan diri dalam proses pendewasaannya.

2. Independensi (1972-1991)
Menurut KBII (Kamus Besar Bahasa Indonesia) independensi adalah keadaan
suatu organisasi kemasyarakatan yang tetap bersikap dan tidak larut dalam kekuasaaan.
Seiring perjalanan waktu, perubahan dalam kehidupan tidak dapat terelakkan setelah
keluarnya super semar 1966. Kegiatan demonstrasi menurun hingga akhirnya di larang
sama sekali, mahasiswa diperintahkan untuk back to kampus mencari strategi baru
dalam menjawab segala permasalahan yang ditimbulkan oleh orde baru, akhirnya saat
musyawarah besar (Mubes II) di Murnajati, Malang tanggal 14 Juli 1972 PMII
16
mencanangkan independensinya melepaskan diri secara struktural dari organisasi
manapun termasuk partai NU, yang mana pencanangan ini tertuang dalam dokumen
Deklarasi Murnajati.
Meskipun independensi ini diliputi dengan pro kontra yang semakin tajam,
PMII justru memilih independensi sebagai pilihan hidup dan mengukuhkan deklarasi
murnajati dalam kongres V PMII di ciloto, Bogor, Jawa Barat tahun 1973. Seperti yang
tertuang dalam Manifest Independensi PMII, maka sejak 28 Desember 1973 secara
resmi PMII independen memulai babak baru dengan semangat baru menuju masa
depan yang cerah. PMII mulai terpisah secara struktural dari NU, tetapi tetap merasa
terikat secara kultur dengan ajaran ahlus sunnah wal-jama’ah sebagai strategi
pergerakan. Adapun Tim perumus Deklarasi Murnajati :
1) Umar Basalim (Yogyakarta)
2) Madjidi Syah (Bandung)
3) Slamet Effendy Yusuf (Yogyakarta)
4) Man Muhammad Iskandar (Bandung)
5) Choirunnisa Yafizham (Medan)
6) Tatik Farikhah(Surabaya)
7) Rahaman Idrus (Sulawesi)
8) Muis Kabri (Malang)

Adapun Isi naskah deklarasi :

DEKLARASI MURNAJATI
Bismillahirrahmanirrahim
“Kamu sekalian adalah sebaik-baiknya umat yang dititahkan kepada manusia untuk
memerintahkan kebaikan dan mencegah perbuatan yang mungkar”(Al-Qur’an).

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Insyaf dan yakin serta tanggung jawab
terhadap masa depan kehidupan bangsa yang sejahtera selaku penerus perjuangan
dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dengan pembangunan material dan spiritual
bertekat untuk mempersiapkan dan mengembangkan diri dengan sebaik-baiknya :
1) Bahwa pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan insan-insan
Indonesia yang memiliki pribadi luhur, taqwa kepada Allah, berilmu dan cakap
serta bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya .
17
2) Bahwa pergerakan mahasiswa islam indonesia (PMII) selaku generasi muda
Indonesia sadar akan peranannya untuk ikut serta bertanggungjawab bagi
berhasilnya pembangunan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh
rakyat.
3) Bahwa perjuangan pergerakan masyarakat indonesia (PMII) yang menjunjung
tinggi nilai-nilai moral dan idealisme sesuai dengan deklarasi Tawangmangu
menuntut berkembangnya sifat-sifat kreatif, ketrebukaan dalam sikap dan
pembinaan rasa tanggung jawab.
4) Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII) serta dengan memohon rahmat Allah SWT, dengan ini
menyatakan diri sebagai organisasi independen yang tidak terikat dalam sikap
dan tindakan kepada siapapun dan hanya komitmen dengan perjuangan
organisasi perjuangan nasional yang berlandaskan pancasila.

3. Interpedensi (1991-sekarang)
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) interdependensi berarti
kesalingbergantungan. Pada perkembangan lebih lanjut saat kongres X PMII di Jakarta
pada 27 Oktober 1991 pola hubungan PMII dengan NU menjadi interdependen dimana
PMII tetap mempunyai perhatian khusus terhadap NU karena kesamaan kultur dan
wawasan keagamaan yang memperjuangkan faham ASWAJA. Beberapa
kemungkinan hubungan PMII – NU menjadi interdependensi :
1) Kesamaan kultur dan pemahaman keagamaan sebagai ciri perjuangannya.
Keduanya sama-sama mengembangkan suatu wawasan ke-islaman dengan
paradigma pemahaman Ahlussunnah Wal Jama’ah. Implikasi dari wawasan
keagamaan itu tampak pula pada persamaan sikap sosial yang bercirikan
Tawassuh, Tassamuh, I’tidal serta Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Demikian juga
dalam pola pikir, pola sikap, pola tindak PMII dan NU menganut pola selektif,
akomodatif, integrative, sesuai dengan prinsip dasar. Al Muhafadzotu Ala
Qodimis Shalih wal Akhzdu Biljadi Al Ashlah.
2) Ikatan historis, realita sejarah bahwa PMII lahir dan dibesarkan oleh NU,
demikian juga latar belakang mayoritas warga PMII yang berasal dari NU,
secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perwatakan PMII
secara umum.

18
3) Adanya persamaan kebangsaan, bagi PMII keutuhan komitmen ke-islaman dan
ke- Indonesiaan merupakan perwujudan kesadaran beragama, berbangsa bagi
setiap insan muslim Indonesia dan atas dasar hal tersebut maka menjadi
keharusan untuk mempertahankan bangsa dan megara Indonesia dengan segala
tekat dan kemampuan baik secara individu maupun kelompok.
4) Adanya persamaan kelompok sasaran PMII – NU memiliki mayoritas anggota
dari kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah.
Kendatipun demikian PMII memberikan catatan khusus independensinya yaitu bahwa
hubungan tersebut tetap memegang prinsip kedaulatan organisasi secara penuh dan
tidak saling intervensi baik secara struktural maupun kelembagaan. Terdapat lima
prinsip- prinsip yang harus di pegang bersama untuk merealisasikan interdependensi
PMII – NU:
a) Ukhuwah Islamiyah
b) Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
c) Mabadi’ Khoirul Ummah
d) Al Musawah
e) Hidup berdampingan dan berdaulat secara penuh
Implementasi interdependensi PMII – NU diwujudkan dalam berbagai bentuk
kerjasama antara lain :
1. Pemikiran, kerjasama di bidang ini dirancang untuk pengembangan pemikiran
keislaman dan kemasyarakatan.
2. Pelatihan, Kerjasama di bidang ini dirancang untuk pembangunan sumber daya
manusia baik PMII maupun NU.
3. Sumberdaya manusia, kerjasama di bidang ini ditekankan pada pemanfaatan secra
maksimal manusia-manusia PMII untuk peningkatan kualitas Khidmat NU.
4. Rintisan program, kerjasama di bidang ini terbentuk pengolahan sesuatu program
secara bersama-sama, seperti : program pengembangan ekonomi, program aksi
sosial, dll.
D. Tujuan PMII
Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT,
berbudi luhur, berilum, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya, serta
komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

19
E. Kelembagaan PMII
1. Struktur PMII
a) Kepengurusan di tingkat Nasional adalah Pengurus Besar (PB) yang terpusat di
Ibu Kota Republik Indonesia.
b) Kepengurusan di tingkat International adalah Pengurus Cabang International
(PCI) yang terpusat di luar negeri.
c) Kepengurusan di tingkat Provinsi adalah Pengurus Koordinator Cabang (PKC)
yang berpusat di Ibu Kota Provinsi.
d) Kepengurusan ditingkat Kabupaten/Kota adalah Pengurus Cabang (PC) yang
berpusat di Kabupaten/Kota.
e) Kepengurusan di tingkat Perguruan Tinggi adalah Pengurus Komisariat (PK)
yang berpusat di Kampus.
f) Kepengurusan di tingkat Fakultas adalah Pengurus Rayon (PR) yang berpusat di
Fakultas.
2. Konstitusi dalam PMII
Konstitusi secara bahasa berarti hukum atau prinsip. Konstitusi dalam
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) diartikan sebagai segala ketentuan dan aturan
tentang ketatanegaraan. Dalam hal ini, konstitusi tidak saja diartikan secara sempit
dalam lingkup negara saja karena pada dasarnya konstitusi memiliki arti yang cukup
luas dan dalam PMII kita juga menggunakan konstitusi, ini bukan berarti bahwa PMII
adalah suatu negara melainkan suatu organisasi yang butuh segala bentuk peraturan
yang tertulis maupun tidak tertulis untuk mengikat kadernya. Sehingga fungsi
konstitusi dalam organisasi adalah sebagai pengendali organisasi tersebut. Berikut
bentuk-bentuk konstitusi dalam PMII:
a. AD/ART (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga)
Anggaran disini bukan berarti dana atau uang melainkan peraturan. Anggaran
dasar berisikan bab dan pasal yang merupakan penjelasan secara umum dari
semua bentuk peraturan-peraturan PMII yang tertulis, yaitu berisi 10 bab dan 13
pasal. Sedangkan Anggaran Rumah Tangga (ART) merupakan bentuk peraturan
penjelas dari anggaran dasar, yakni terdiri dari 12 bab dan 58 pasal.

b. PO (Peraturan Organisasi)
PO merupakan bentuk peraturan yang lebih khusus lagi yang berisi tentang hak,
kewajiban, larangan, dan sanksi-sanksi. PO terbaru PMII berisi
20
(1) keanggotaan PMII;
(2) pedoman penyelenggaraan permusyawaratan;
(3) strategi rekrutmen kepemimpinan;
(4) syarat pengajuan SK;
(5) Mahkamah Tingkat Tinggi (MTT);
(6) pedoman MTT;
(7) pembentukan, pemekaran, dan pembekuan PKC dan PC;
(8) mekanisme pembentukan dan pengesahan PK dan PR;
(9) pembekuan kepengurusan;
(10) tata cara pengisian lowongan jabatan antar waktu;
(11) kaidah pelaporan;
(12) pedoman tertib administrasi; dan
(13) KOPRI.
c. GBHK (Garis Besar Haluan Kerja)
GBHK merupakan peraturan tertulis yang bertujuan untuk mengatur
pola hubungan anatar pengurus dan anggota serta menumbuhkan kewibawaan
organisasi baik internal maupun eksternal. GBHK terdiri atas 4 bab (Ketentuan
Umum, Hak dan Kewajiban Pengurus Rayon, Pembagian Wilayah Dana, dan
Koordinator Angkatan) dan 5 pasal.
d. GBHO (Garis Besar Haluan Organisasi)
GBHO merupakan peraturan tertulis yang berisi dua bagian mengenai
organisasi, yakni (1) Struktur Organisasi; dan (2) Pola Kerja (status, fungsi,
tugas, wewenang).

3. Permusyawaratan dalam PMII


1) Kongres
2) Musyawarah Pimpinan Nasional (MUSPIMNAS)
3) Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS)
4) Rapat Pleno Lengkap
5) Rapat Pleno BPH PB PMII
6) Konferensi Koordinator Cabang (KONKOORCAB)
7) Musyawarah Pimpinan Daerah (MUSPIMDA)
8) Rapat Kerja Daerah (RAKERDA)
9) Rapat Pleno BPH PKC PMII
21
10) Konferensi Cabang (KONFERCAB)
11) Musyawarah Pimpinan Cabang (MUSPIMCAB)
12) Rapat Kerja Cabang (RAKERCAB)
13) Rapat Pleno BPH PC PMII
14) Rapat Tahunan Komisariat (RTK)
15) Rapat Pleno BPH PK PMII
16) Rapat Tahunan Anggota Rayon (RTAR)
17) Rapat Pleno BPH PR PMII
18) Kongres Luar Biasa (KLB)
19) Konferensi Koordinator Cabang Luar Biasa (KONKOORCAB-LB)
20) Konferensi Cabang (KONFERCAB-LB)
21) Rapat Tahunan Komisariat Luar Biasa (RTK-LB)
22) Rapat Tahunan Anggota Rayon Luar Biasa (RTAR-LB)

4. Kaderisasi PMII
a. Kaderisasi Formal
Kaderisasi formal adalah kaderisasi yang wajib dilaksanakan oleh setiap struktur
kepengurusan. Berikut tahapan kaderisasi formal:
1) MAPABA (Masa Penerimaan Anggota Baru)
MAPABA adalah kaderisasi formal tahap pertama yang diselenggarakan oleh
Pengurus Rayon (PR) dan/atau Pengurus Komisariat (PK).
2) PKD (Pelatihan Kader Dasar)
PKD adalah kaderisasi formal tahap kedua yang diselenggarakan oleh
Pengurus Cabang (PC), Pengurus Komisariat (PK) dan/atau Pengurus Rayon
(PR).
3) PKL (Pelatihan Kader Lanjut)
PKL adalah kaderisasi formal tahap ketiga yang diselenggarakan oleh
Pengurus Koordinator Cabang (PKC) dan/atau Pengurus Cabang (PC).
4) PKN (Pelatihan Kader Nasional)
PKN adalah kaderisasi formal tahap akhir yang diselenggarakan oleh Pengurus
Besar (PB).

22
b. Kaderisasi Informal
Kaderisasi informal adalah kaderisasi yang dilakukan sebagai kelanjutan
kaderisasi formal guna mendorong mengembangkan potensi kader berbasis soft-
skill. Kaderisasi informal dapat dilakukan oleh Pengurus Rayon (PR), Pengurus
Komisariat (PK), Pengurus Cabang (PC), Pengurus Koordinator Cabang (PKC),
dan Pengurus Besar (PB). Kaderisasi informal dapat berupa Sekolah Public
Speaking, Sekolah Jurnalistik, Sekolah ASWAJA, Sekolah ANSOS, Sekolah
Pemikiran Islam, Sekolah Politik, Sekolah Ekonomi, dan lain sebagainya.
c. Kaderisasi nonformal
Kaderisasi nonformal adalah kaderisasi yang dilakukan sebagai kelanjutan
kaderisasi formal, bisa beriringan dengan kaderisasi nonformal bisa juga terpisah.
Kaderisasi nonformal bersifat khusus, berbasis hobi, minat, bakat, dan profesi.
Kaderisasi informal dapat berupa kajian/diskusi, bakti sosial, ngopi ilmiah,
silaturahim lintas rayon atau komisariat, bazar buku, dan lain sebagainya.

F. Makna Lambang PMII


Lambang PMII diciptakan oleh Sahabat H. Said Budairy, beliau merupakan
sekretaris umum PP PMII yang pertama. Lambang PMII memiliki arti dan makna dalam
setiap goresannya. Secara umum, makna lambang PMII dapat dijabarkan dari bentuk,
jumlah, dan warnanya.
1. BENTUK

a) Perisai, berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam terhadap tantangan


dan pengaruh dari luar.
b) Bintang, melambangkan ketinggian dan semangat cita-cita yang selalu
memancar.
2. JUMLAH
a) 5 (Lima) Bintang sebelah atas melambangkan Rasulullah SAW dengan empat
sahabat (Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali
bin Abi Thalib).
23
b) 4 (Empat) Bintang sebelah bawah menggambarkan empat mazhab yang
berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah (Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam
Hambali, dan Imam Syafi’i).
c) 9 (Sembilan) Bintang secara keseluruhan dapat berarti (1) Rasulullah SAW
dengan empat orang sahabatnya serta empat imam mazhab yang memberikan
sinarnya laksana bintang yang bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan yang
tinggi dan menjadi penerang umat manusia; (2) sembilan bintang juga
menggambarkan sembilan tokoh penyebar agama Islam di Indonesia yang
disebut Wali Songo (Sembilan Wali).

3. WARNA
a) Biru, sebagaimana tulisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang
harus dimiliki dan digali oleh setiap warga pergerakan. Biru juga
menggambarkan lautan Indonesia dan merupakan kesatuan wawasan nusantara.
b) Biru Muda, sebagaimana dasar perisai sebelah bawah yang mengandung makna
ketinggian ilmu pengetahuan, budi pekerti, dan taqwa.
c) Kuning, sebagaimana dasar perisai sebelah atas yang memiliki arti identitas
mahasiswa yang menjadi sifat dasar pergerakan, lambang kebesaran, dan
semangat yang selalu menyala serta penuh harapan menyongsong masa depan.
Lambang PMII digunakan pada papan nama, bendera, kop surat, stempel, badge,
jas, jaket, kartu anggota, dan benda atau tempat lain yang tujuannya untuk menunjukkan
identitas organisasi. Ukuran lambang PMII disesuaikan dengan wadah penggunaannya.

G. Trilogi PMII
Trilogi PMII dicetuskan dalam Kongres X pada tanggal 29 Oktober 1991 di
Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta. Isi dari Trilogi PMII adalah Tri Moto, Tri Khidmat,
dan Tri Komitmen yang masing-masing itu masih terbagi atas tiga inti.
a. Tri Moto PMII: “Dzikir, Fikir, Amal Sholeh”
Tri Moto PMII adalah hal pertama yang harus ditancapkan pada setiap kader.
Sebagaimana dzikir memiliki esensi bahwa setiap manusia harus dan selalu mengingat
Allah SWT sebagai Sang Khaliq. Fikir adalah istilah dimana setiap manusia dikatakan
ada apabila ia bisa dan mampu untuk berfikir sebagai esensi dari keberadaan manusia
itu sendiri. Amal sholeh merupakan titik dimana kebanyakan kader
mengasumsikannya sebagai sebuah hasil optimal dari setiap proses yang dilalui.
24
b. Tri Khidmat PMII: “Taqwa, Intelektual, Profesional”
Tri Khidmat PMII adalah sebuah perwujudan dimana setiap kader PMII harus
benar-benar paham siapa, apa, dan bagaimana diri mereka dengan melihat kondisi saat
ini. Taqwa merupakan suatu hal yang sudah sangat jelas dipahami oleh tiap- tiap kader
PMII dimana hal ini telah termaktub dalam tujuan PMII itu sendiri yang kemudian
setiap kader harus memahami nilai ketaqwaan pada dirinya masing- masing.
Intelektual adalah sebuah istilah dimana keharusan akan kapasitas dan kompetensi
intelektual kader harus berdaya dan benar- benar difungsikan, baik sesuai disiplin ilmu
yang dibidangi atau bidang lain untuk selanjutnya dapat menjawab dinamika
organisasi dan hal kemasyarakatan. Profesional juga suatu hal yang harus dipahami
oleh setiap kader PMII, dalam arti profesionalitaslah yang nantinya akan membangun
konstruk sosial yang baik untuk lokus sektoral maupun global.
c. Tri Komitmen PMII: “Kejujuran, Kebenaran, Keadilan”
Tri Komitmen PMII adalah tiga hal yang memiliki kesinambungan satu sama
lain secara berurutan. Kejujuran disini merupakan suatu nilai mutlak yang harus
dijadikan pedoman untuk setiap kader dalam berkehidupan, yang kemudian akan
mengarah pada suatu kebenaran mutlak yang menjadi pola pikir yang harus di
implementasikan oleh setiap kader. Keadilan adalah perwujudan akhir dari Tri
Komitmen yang menjadi pemahaman bersama bahwa sebuah keadilan harus benar-
benar ditegakkan oleh setiap kader PMII.
Pada semua poin Trilogi PMII diatas menggambarkan sesuatu yang
fundamental bagi pola gerak dan pemikiran yang mana pada saat ini telah terindikasi
adanya pereduksian pola pikir dan gerak kader baik secara subtansial maupun esensial.
Selain Trilogi PMII, juga ada satu hal lagi yang perlu diketahui, yakni Eka Citra PMII:
“Ulul Albab”. Citra diri kader Ulul Albab menjelaskan bahwa yang dicita-citakan dari
PMII adalah menjadi seorang kader yang ideal atau dengan kata lain menjadi Abdullah
sekaligus sebagai Khalifatullah yang ideal.

H. Prestasi PMII
1. Pencetak Tokoh Nasional
a) Sahabat Imam Nahrawi (Menteri Pemuda dan Olahraga RI 2014-2019)
b) Sahabat Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama RI 2014-2019)
c) Sahabat M. Hanif Dhakiri (Menteri Ketenagakerjaan RI 2014-2019)

25
d) Sahabat Khofifah Indar Parawansa (Gubernur Jawa Timur Terpilih Periode
2019- 2024)
e) Sahabat Marwan Ja’far (Menteri PDT dan Transmigrasi RI 2014-2019)
f) Sahabat Muhaimin Iskandar (Wakil Ketua MPR RI 2018-Sekarang)
g) Sahabat Muhammad Romahurmuziy (DPR RI 2014-2019)

2. Mendirikan Cabang Internasional


a) PCI (Pengurus Cabang Internasional) PMII Maroko – Agustus 2018
b) PCI (Pengurus Cabang Internasional) PMII Korea Selatan – September 2018
c) PCI (Pengurus Cabang Internasional) PMII Jerman – November 2018
d) PCI (Pengurus Cabang Internasional) PMII Taiwan – September 2019

26

Anda mungkin juga menyukai