Anda di halaman 1dari 109

1

DAFTAR ISI

Ke PMII -an ................................................................................................................................... 3

Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII ...................................................................................... 17

Ahlussunah Wal Jamaah (ASWAJA) ..................................................................................... 25

Gender dan ke-KOPRI an ......................................................................................................... 35

Sejarah Bangsa Indonesia ......................................................................................................... 44

Genealogi Islam ........................................................................................................................... 57

Dasar-Dasar Ushul Fiqh ............................................................................................................ 71

PMII Lokal .................................................................................................................................. 85

ANTROPOLOGI KAMPUS ..................................................................................................... 92

ANALISA DIRI......................................................................................................................... 100

ANALISIS SOSIAL.................................................................................................................. 103

Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 108

2
Ke – PMII an

A. Sejarah Singkat PMII


Ide dasar berdirinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) bermula dari
adanya hasrat kuat para mahasiswa nahdliyin untuk membentuk suatu wadah
organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama‟ah (ASWAJA).

Situasi dan kondisi yang melatarbelakangi proses kelahiran PMII saat itu, antara
lain:

1) Carut marutnya situasi politik bangsa indonesia dalam kurun waktu 1950-1959.
2) Tidak menentunya sistem pemerintahan dalam perundang-undangan yang ada.
3) Pisahnya NU dari Masyumi.
4) Tidak enjoynya lagi mahasiswa nahdliyin yang tergabung di HMI karena tidak
terakomodasi dan terkesan dipinggirkan dalam pemikiran dan gerakan.
5) Kedekatan HMI dengan salah satu parpol yang ada (Masyumi) yang nota bene
HMI adalah underbouw-nya.

Dalam proses sejarah berdirinya PMII tidak dapat dipisahklan dari eksitensi
IPNU-IPPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul „Ulama - Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul
„Ulama) secara historis PMII merupakan mata rantai dari departemen perguruan
tinggi IPNU yang dibentuk dalam Muktamar III IPNU di cirebon jawa barat pada
tanggal 27 – 31 desember 1958. Didalam wadah IPNU terdapat banyak mahasiswa
yang tergabung menjadi anggotanya bahkan mayoritas fungsional pengurus pusat
IPNU-IPPNU berpredikat sebagai mahasiwa . hal itulah yang menjadi sebab
keinginan para mahasiswa untuk membentuk wadah khusus yang menghimpun para
mahasiswa nahdliyin. Pemikiran ini sempat terlontar didalam muktamar II IPNU
tanggal 1-5 januri dipekalongan jawa tengah. Tetapi para pucuk pimpinan pusat IPNU
sendiri tidak menanggapi secara serius. Hal ini mungkin dikarenakan kondisi di dalam
IPNU sendiri masih perlu berbenah , mengingat usia IPNU yang terbilang masih baru
yakni 3 tahun (dihitung dari masa berdirinya yakni tahun 1954). Disamping usia yang
masih terbilang muda berdirinya wadah baru mahasisiwa ini dikhawatirkan
mempengaruhi eksitensi IPNU.
Namun pada Muktamar III IPNU di Cirebon Jawa Barat, pucuk pimpinan IPNU
didesak oleh peserta muktamar untuk membentuk suatu wadah khusus yang akan

3
menampung para mahasiswa Nahdliyin, namun secara fungsional dan struktur
organisatoris masih tetap dalam naungan IPNU, yakni dalam wadah departemen
perguruan tinggi IPNU. Sangat disayangkan bahwa langkah IPNU untuk mendirikan
departemen perguruan tinggi tersebut tidak bisa menampung aspirasi mahasiswa
nahdliyin.
Usaha usaha yang dilakukan oleh mahasiswa nahdliyin untuk mendirikan wadah
khusus sebenarnya sudah lama dilakukan, misalnya
a. Berdirinya IMANU (Ikatan Mahasiswa NU) yang didirikan pada bulan Desember
1955 di Jakarta.
b. Berdirinya KMNU (Keluarga Mahasiswa NU) yang diprakarsai oleh H Mustahal
Ahmad pada tahun 1955 di Surakarta.
c. Berdirinya PMNU (Persatuan Mahasiswa NU) .

Upaya yang dilakukan oleh IPNU dengan membentuk departemen perguruan


tinggi untuk menampung aspirasi mahasiswa Nahdliyin, tidak lagi berarti bagi
kemajuan dan perkembangannya, hal tersebut disebabkan oleh:

a. Kondisi yang menunjukkan bahwa keinginan para pelajar sangatlah berbeda


dengan keinginan, dinamika, dan perilaku mahasiswa.
b. Kenyataan ruang gerak dari departemen perguruan tinggi IPNU itu
sangatlah terbatas sekali.

Selain dari pada itu, di kalangan internal NU sendiri masih belum terungkap rasa
percaya diri, dalam arti para tokoh pimpinan NU masih seolah-olah menganggap
dalam lingkungan jam‟iyyah nahdliyin tidak ada anggota yang berkualitas intelektual.
Sehingga untuk mengisi jabatan menteri dan anggota DPR pun pimpinan partai NU
secara terpaksa harus meng-NU-kan sarjana-sarjana dari luar lingkungan nahdliyin.
Padahal pada waktu itu posisi partai NU adalah sebuah partai besar sekaligus
pemenang nomor 3 setelah PNI (Partai Nasional Indonesia), dan Masyumi dalam
pemilu 1955 dengan memperoleh sekitar 6.955.141 suara. Oleh sebab itu kewibawaan
NU tidak selayaknya dihambur-hamburkann untuk memberi hadiah jabatan dan kursi
kepada kader selain NU.

Dengan demikian, pertimbangan-pertimbangan yang diperdebatkan dalam rapat


pimpinan pusat IPNU mencakup:

4
a. Wadah departemen perguruan tinggi IPNU dianggap tidak lagi memadai, tidak
cukup kuat untuk mewadahi gerakan mahasiswa.
b. Perkembangan politik dan keamanan dalam negeri menuntut pengamatan yang
ekstra dan hati-hati, khususnya bagi mahasiswa Islam.
c. Satu-satunya wadah kemahasiswaan Islam yang ada pada waktu itu adalah HMI
(Himpunan Mahasiswa Islam), yang tokoh-tokohnya dinilai terlalu dekat
dengan partai Masyumi.

Dinamika kehidupan mahasiswa seperti itulah yang dapat mendorong para


mahasiswa nahdliyin untuk ikut serta berperan didalamnya, sebab dalam suasana
seperti itu para mahasiswa nahdliyin merasa tidak cukup tersalurkan aspirasinya jika
hanya melalui IPNU maupun HMI. Sangat diwajarkan bila akhirnya para mahasiswa
nahdliyin segera membentuk wadah sendiri, disamping alasan internal yakni IPNU
sudah tidak lagi mampu mewadahi gerakan para mahasiswa nahdliyin tersebut.

Semangat untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang khusus di lingkungan


mahasiswa nahdliyin nampak semakin menguat. Puncaknya ketika IPNU mengadakan
koferensi besar pada tanggal 14-17 Maret 1960, setelah Ismail Makky (Ketua
departemen perguruan tinggi IPNU) dan Moh. Hartono BA (mantan wakil pimpinan
Usaha Harian Pelita Jakarta) berbicara di depan peserta konferensi besar IPNU
tersebut di Kaliurang Yogyakarta. Dari sinilah akhirnya lahir sesuatu keputusan
“perlunya didirikan suatu organisasi mahasiswa secara khusus bagi mahasiswa
nahdliyin yang lepas, baik secara struktural organisatoris maupun administratif dari
IPNU.”

keterkaitan antara adik dan kakak sebagai analogi antara PMII dan IPNU tidak
akan pernah lepas, walaupun kalau ditinjau dari bidang garapannya IPNU justru lebih
muda dalam menjaring anggota baru dengan notebane pelajar dari pada mahasiswa,
maka dari itu ada kemudian istilah PMII lahir dari Nahdlatul ulama dan dibidani
langsung oleh IPNU.

Untuk mempersiapkan musyawarah pembentukan organisasi yang lepas dari


IPNU tersebut, maka dibentuklah 13 orang panitia sebagai sponsor pendiri organisasi
mahasiswa nahdliyin dengan kurun waktu satu bulan, yang dimana direncanakan dan
dilaksanakan di Surabaya. Yakni:

5
1. Chalid Mawardi ( Jakarta ) 8. Nuril Huda Suaidy ( Surakarta )

2. M. Said Budairy ( Jakarta ) 9. Laily Mansur ( Surakarta )

3. M. Sobich Ubaid ( Jakarta ) 10. Abd. Wahab Jailani ( Semarang )

4. M. Makmun Syukri ( Bandung ) 11. Hisbullah Huda ( Surabaya )

5. Hilman ( Bandung ) 12. M. Cholid Narbuko ( Malang )

6. H. Ismail Makky ( Yogyakarta ) 13. Ahmad Husain ( Makasar )

7. Munsif Nahrowi ( Yogyakarta )

Pada 19 Maret 1960 tiga dari tiga belas pendiri yaitu Hisbullah Huda (surabaya),
M. Said Budairy (Jakarta). Dan M. Makmun Syukri (Bandung) berangkat ke jakarta
menghadap ketua umum partai NU yaitu KH. DR. Idham Khalid untuk meminta
nasehat sebagai pegangan pokok dalam musyawarah yang akan dilaksanakan. Dan
pada tanggal 24 Maret 1960 mereka diterima oleh ketua partai NU, dalam pertemuan
tersebut selain memberikan nasihat sebagai landasan pokok untuk musyawarah, beliau
juga menekankan hendaknya organisasi yang akan dibentuk itu benar-benar dapat
diandalkan sebagai kader partai NU, dan menjadi mahasiswa yang berprinsip ilmu
untuk diamalkan bagi kepentingan rakyat, bukan ilmu untuk ilmu. Yang lebih penting
lagi yaitu menjadi manusia yang cakap serta bertaqwa kepada Allah SWT. Setellah
beliau menyatakan “merestui musyawarah mahasiswa nahdliyin yang akan diadakan
di surabaya itu”.

Hasil Musyawarah mahasiswa nahdliyin di kota Surabaya 14-16 April 1960,


memutuskan hal-hal sebagai berikut:

1) Berdirinya organisasi mahasiswa nahdliyin, dan organisasi tersebut diberi nama


Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
2) Penyusunan Peraturan Dasar PMII yang didalam mukaddimahnya jelas dinyatakan
bahwa PMII merupakan kelanjutan/mata rantai dari departemen perguruan tinggi
IPNU-IPPNU.
3) Persidangan dalam musyawarah mahasiswa nahdliyin itu (bertempat di gedung
madrasah Muallimin NU Wonokromo Surabaya) dimulai tanggal 14-16 April
1960. Sedangkan peraturan dasar PMII dinyatakan berlaku mulai 21 Syawal 1379

6
Hijriyah atau bertepatan dengan tanggal 17 April 1960 M. Maka mulai dari itulah
PMII dinyatakan berdiri dan dinyatakan sebagai hari jadi.
PMII yang akan diperingati setiap tahun dengan istilah “hari lahir pergerakan
mahasiswa islam indonesia” (Harlah PMII).

4) Musyawarah juga memtuskan membentuk 3 orang formatur yakni H. Mahbub


Junaidi sebagai ketua umum, A. Chalid Mawardi sebagai ketua satu, dan M. Said
Budairy sebagai sekretaris umum.

B. Momentum Bersejarah PMII


a. Hubungan Struktural PMII dengan NU
Awal mulanya struktur organisasi PMII di dalam partai NU berdasarkan surat
keputusan (SK) PB NU pada tanggal 14 Juni 1960, masih menjadi bagian dari
Badan Keluarga (BK) NU yang menginduk pada banom Lembaga Pendidikan
Ma‟arif NU, dalam artian belum menjadi bagian dari Badan Otonom (BO) NU.
Adapun perbadaan antara BK dan BO antara lain adalah:
 Badan Keluarga (BK) sesuai dengan pasal 13 Anggaran Dasar (AD) NU
adalah organisasi sosial kemasyarakatan yang bersifat vertikal dan berhak
mengatur rumah tangganya sendiri. BK mempunyai hak mengatur
kebijaksanaannya baik kedalam maupun keluar selama tidak bertentangan
dengan azas, tujuan, dan haluan partai NU, namun secara struktural harus
menginduk pada salah satu badan otonom NU. Karena status BK yang
harus menginduk dengan salah satu BO, maka ketua umumnya menjadi
anggota pleno BO yang bersangkutan disetiap tingkatannya.
 Badan Otonom (BO/Banom) NU. BO sesuai dengan bidang urusannya
mempunyai hak untuk mengatur kebijakannya sendiri baik ke dalam
maupun keluar selama tidak bertentangan dengan azan, tujuan dan haluan
partai NU. Struktur BO berada dibawah PBNU dan ketua umumnya
menjadi salah satu anggota pleno PBNU.

Setelah melihat bahwa pergerakan PMII kurang leluasa jika hanya dijadikan
sebagai BK, maka PBNU merubah sikapnya yang dituangkan dalam Muktamar
NU yang ke-23 pada tahun 1964 di Bandung. Yakni dimana PMII disahkan

7
menjadi salah satu Badan Otonom NU dan sejajar dengan Badan Otonom yang
lainnya.

b. Independensi PMII

Salah satu momentum sejarah perjalanan PMII yang membawa pada perubahan
secara mendasar, yaitu dicetuskannya independensi PMII pada tanggal 14 Juli 1972 di
Murnarjati Lawang Malang Jawa Timur yang kemudian disebut Deklarasi Murnarjati.
Lahirnya deklarasi ini bersamaan dengan situasi politik nasional, ketika partai politik
dikebiri bahkan partisipasi dalam pemerintahan pun sedikit demi sedikit dikurangi dan
mulai dihapuskan. Ditambah lagi dengan digiringnya peran mahasiswa dengan
komando back to campus. Maka PMII mencari alternative baru dengan tidak lagi
dependen kepada partai politik manapun.

Dengan latar belakang dan motivasi, maka tanggal 14 Juli 1972 secara formal
PMII terpisah secara struktural dengan partai NU. Hal-hal yang berkenaan dengan
independensi dapat kita lihat dokumen historis PMII antara lain

1. Manivestasi kesadaran PMII yang meyakini sepenuhnya terhadap tuntutan


keterbukaan sikap, kebebasan berfikir, dan membangun kreativitas yang dijiwai
oleh nilai-nilai Islam.
2. Manivestasi kesadaran organisasi dalam tuntutan kemandirian, kepeloporan,
kebebasan berfikir, dan berkreasi serta tanggungjawab sebagai kader umat.

Sejak dikumandangkannya Deklarasi Murnarjati itulah PMII menjadi organ yang


bebas menentukan kehendak dan idealismenya tanpa harus berkonsultasi dengan
organisasi manapun termasuk NU. Akan tetapi keterpisahan secara struktural tidak
membatasi ikatan emosional antar kedua organisasi ini. Keduangnya masih
mempunyai benang merah pemahaman ideologinya yaitu Ahlussunnah Wal
Jama‟ah.

c. Interdependensi PMII

Latar belakang PMII melakukan Interdependen dari Independen pada saat


kongres X PMII Jakarta 1991 adalah:

1. Ulama sebagai pewaris Nabi (Ulama Warosatul Ambiya‟) Maksudnya :


keteladanan umat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

8
2. Historis, maksudnya: PMII lahir dari NU dan besar dari NU.
3. Adanya kesamaan faham antar PMII-NU
Maksudnya: Aswaja bercirikan Tawassuth, Ta‟adul, Tasamuh, Tawazzun serta
Amar Ma‟ruh Nahi Mungkar (Mabadi‟ Khoirul Ummah) demikian di dalam pola
berfikir, pola sikap, pola tindakan PMII-NU menganut opola selektif, akomodatif,
intergratif sesuai dengan prinsip dasar Al-Mukhofadzatu Ala Qodimis Shalih Wal
Akhdzu Bi Ijadi Al Ashlah.

4. Adanya persamaan kebangsaan. Maksudnya: bagi PMII keutuhan komitmen


keislaman dan keindonesiaan merupakan perwujudan kesadaran beragama dan
berbangsa bagi setiap insan muslim di Indonesia dan atas hal dasar tersebut maka
menjadi keharusan untuk mempertahankan Bangsa dan Negara Indonesia dengan
segala tekat dan kemampuan, baik secara individu maupun bersama.
5. Adanya kesamaan kelompok sasaran. Maksudnya: PMII-NU memiliki mayoritas
anggota dari kalangan masyarakat kelas menengah bawah.
Sekurang-kurangnya terdapat lima perinsip yang semestinya dipegang bersama
untuk merealisasikan interindependensi PMII-NU:

a. Ukhuwah Islamiyah
b. Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar.
c. Mabadi‟ Khoirul Ummah.
d. Al Musawah.
e. Hidup berdampingan dan berdaulat secara penuh.

C. Tujuan PMII dan Profil PMII

 Tujuan PMII
Sebagaimana yang sudah tercantum dalam AD / ART PMII bab IV pasal 4
yaitu : “Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah
SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggungjawab dalam mengamalkan
ilmunya serta komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia“

a. Tri Motto PMII :


1. Tri Motto

9
“ Dzikir, Fikir dan Amal sholeh “

2. Tri Khidmat

“ Taqwa, Intelektualitas dan Profesionalitas “

3. Tri Komitmen

“ Kejujuran, Kebenaran dan Keadilan “

b. Eka Citra diri PMII

“Ulul Albab” artinya seorang yang selalu haus akan ilmu pengetahuan ( olah
pikir ) dan ia pun tidak pula mengayun dzikir.

Citra Ulul Albab :

1. Berkesadaran historisitas – promodial atas Tuhan, Manusia dan Alam.


2. Berjiwa optimis transedental atas kemampuan mengatasi masalah kehidupan.
3. Berfikitr secara dialektif.
4. Bersikap kritis .
5. Bertindak transformatif.

c. Makna Filosofis Atribut PMII

Dari namanya PMII disusun dari 4 kata yaitu : “Pergerakan, Mahasiswa,


Islam, dan Indonesia”.

Pergerakan : yang terkandung dalam PMII adalah Dinamika dari hamba


(makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan rahmat
bagi alam sekitarnya.

Mahasiswa : yang terkandung dalam PMII adalah golongan generasi muda yang
menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri.

Islam : yang terkandung dalam PMII adalah islam sebagai agama yang
dipahami dengan paradigma Ahlussunnah Wal Jama‟ah yaitu konsep pendekatan
terhadap ajaran agama Islam secara proposional antara Iman. Islam dan Ihsan yang
didalam pola perilakunya tercermin sifat-sifat selektif, akomodatif dan Integratif.

Indonesia : yang terkandung dalam PMII adalah masyarakat, bangsa dan negara
Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD
10
1945 dengan kesadaran kesatuan dan keutuhan bangsa dan negara yang terbentang
dari sabang sampai merauke yang di ikat dengan kesadaran wawasan Nusantara

Pencipta Lambang : M. Said Budairy ( Sekretaris Umum PB PMII pertama )

Makna Lambang :

1. Bentuk
 Perisai : Ketahanan dan keampuhan mahasiswa islam terhadap berbagai
tantangan dan pengaruh dari luar.
 Bintang : lambang ketinggihan dan semangat cita-cita yang selalu memancar
 Bintang 5 : Melambangkan Rasulullah dengan para Sahabatnya (Khulafa‟ur
Rasyidin)
 Bintang 4 : Melambangkan 4 Madzhab yang berhaluan ASWAJA.
 Bintang 9 secara keseluruhan Melambangkan 2 arti :
- Rasulullah dengan 4 sahabatnya serta 4 Imam Madzhab
ASWAJA
- 9 orang pemuka penyebar agama Islam di Indonesia ( Wali
Songgo )
2. Warna
 Biru tua : Melambangkan kedalaman ilmu pengetahuan yang harus dimiliki
dan digali oleh warga pergerakan.
Juga melambangkan lautan yang meliputi kepulauan indonesia dan merupakan
kesatuan nusantara.
 Biru langit : Melambangkan ketinggian ketinggian ilmu, budi pekerti dan
taqwa.

11
 Kuning : Melambangkan identitas mahasiswa yang menjadi sifat dasar
pergerakan, lambang kebesaran dan semangat yang selalau menyala serta
penuh harapan menyongsong masa depan.

D. Struktur dan Pengkaderan PMII

d. Struktur PMII
Struktur PMII dari pusat hingga wilayah sampai ruang terkecil terdiri dari :
1. Pengurus Besar : (Nasional)
2. Pengurus Kordinator Cabang : (Provinsi)
3. Pengurus Cabang : (Kabupaten/Daerah)
4. Pengurus Komisariat : (Perguruan Tinggi)
5. Pengurus Rayon : (Fakultas/Jurusan)

e. Pengkaderan PMII
Pendidikan atau proses pengkaderan Formal PMII terdiri dari :
1. MAPABA (Masa Penerimaan Anggota Baru)
2. PKD (Pelatihan Kader Dasar)
3. PKL (Pelatihan Kader Lanjut
4. PKN (Pelatihan Kader Nasional)

E. PMII sebagai Organisasi Gerakan

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) adalah sebuah organisasi kader


yang menjadi salah satu elemen gerakan mahasiswa di Indonesia. PMII merupakan
wadah perjuangan, kretifitas dan proses aktualisasi diri bagi semua kader, dengan
catatan bahwa mereka memiliki integritas, loyalitas, dan komitmen yang kuat, serta
tanggung jawab yang nyata sebagai bagian dari elemen gerakan mahasiswa. Dalam
setiap langkah dan gerakanya, PMII tetap komitmen untuk selalu berpegang teguh
pada setiap prinsip, kerangka nilai, lebih-lebih pada setiap produk hukum (AD/ART
PMII) yang dihasilkan melalui mekanisme organisasi sehingga legal secara hukum
dan kuat dalam aspek legitimasinya (merupakan kesepakatan bersama sesuai prosedur
organisasi).

12
PMII dengan tegas menetapkan bahwasannya ilmu itu harus diamalkan, dalam
arti untuk kepentingan agama, bangsa, dan negara. Bagi PMII organisasi tidak lebih
dijadikan sebagai alat perjuangan dan gerakan, sedangkan berpolitik tak lain hanya
untuk mengamalkan ilmu pengetahuan dalam perjuangan mengabdikan diri pada
agama, bangsa, dan negara. Tugas setiap warga PMII adalah memadukan ketinggian
ilmu pengetahuan dan kesadaran berpolitik yang positif.

Awal mula berdirinya PMII nampaknya lebih dimaksudkan sebagai alat untuk
memperkuat partai NU. Hal ini dapat dilihat dengan jelas bahwasannya aktivitas PMII
pada tahun 1960-1972 ketika PMII belum menyatakan diri sebagai organisasi
independen, programnya berorientasi politis. Adapun yang melatarbelakangi hal
tersebut adalah:

a. Adanya anggapan bahwa PMII dilahirkan untuk pertama kali sebagai kader muda
partai NU, sehingga gerakan dan aktivitasnya selalu diorentasikan untuk
menunjang gerak dan langkah partai NU.
b. Suasana kehidupan bangsa dan bernegara waktu itu sangat strategis dalam
memprioritaskan gerakan-gerakan politik, sehingga politik sebagai panglima pada
saat itu menjadi alat superior pemerintah orde lama. Sehingga dengan terpaksa
PMII yang dimana menjadi bagian dari komponen bangsa, mau tidak mau harus
berperan aktif dalam konstalasi politik seperti itu.

Setelah menghabiskan kurun waktu lama, akhirnya forum menyetujui bahwa


makna “Pergerakan” yang terkandung dalam PMII adalah dinamika dari makhluk
yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan rahmat bagi alam
sekitarnya.

Pergerakan dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut upaya


sadar untuk membina dan mengembangkan potensi keutuhan dan potensi
kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas
ke-khalifahannya.

Secara totalitas PMII sebagai organisasi gerakan adalah suatu wadah gerakan
mahasiswa yang bertujuan melahirkan kader-kader bangsa yang mempunyai integritas
diri sebagai hamba yang bertaqwa kepada Allah SWT dan atas dasar ketaqwaannya
berkiprah mewujudkan peran ketuhanan, membangun masyarakat dan Negara

13
Indonesia menuju suatu tatanan masyarat yang adil dan makmur dalam ampunan dan
ridho Allah SWT.

F. Membentuk Solidaritas Organik dan Mekanik dalam bingkai satu angkatan satu
jiwa

Solidaritas sosial merupakan suatu rasa kesetiakawanan terhadap individu


lainnya, atau solidaritas sosial dapat diartikan sebagai bentuk kepedulian antar
kelompok maupun individu. Solidaritas sosial terbentuk karena adanya interaksi
diantara individu yang kemudian menghasilkan hubungan sosial dan menciptakan
kesetiakawanan sosial itu sendiri. Konsep solidaritas sosial pertama kali
diperkenalkan oleh Emil Durkheim dalam bukunya yang berjudul The Division of
Labour in Society.

Solidaritas sosial menurut Durkheim yang dikutip Jones (2009:123) adalah:


“Kesetiakawanan yang menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan
atau kelompok yang didasarkan pada perasaan, moral dan kepercayaan yang dianut
bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.” Solidaritas merupakan
hal yang tergambar jelas pada suatu kelompok sosial, suatu kelompok sosial tidak
akan terbangun jika didalamnya tidak ada hubungan yang terjalin antara individu,
serta tidak adanya kepercayaan diantara individu itu sendiri.

Solidaritas sosial menurut Jhonson dalam Nasution (2009:9) adalah: Solidaritas


sosial merupakan kepedulian secara bersama kelompok yang menunjukan keadaan
pada hubungan antara individu dan kelompok yang didasarkan pada persamaan moral,
kolektif yang sama dan kepecayaan yang dianut serta diperkuat oleh pengalaman
emosional.”

Berdasarkan definsi tersebut dapat disimpulkan bahwa solidaritas sosial


merupakan bentuk dari kepedulian dalam kelompok dimana kepedulian tersebut
menunjukan adanya hubungan antara individu dengan kelompok berdasarkan dari
kepercayaan dan pengalaman emosional. Solidaritas terdiri dari adanya rasa
sepenanggungan dimana dari rasa sepenanggungan itulah muncul kesetiakawanan
terhadap sesama individu khususnya dalam suatu kelompok sosial.

Menurut Durkheim dalam The Rules of Sociological Method yang dikutip


Kamanto (2004:128) menjelaskan bahwa solidaritas sosial dipandang sebagai

14
perpaduan kepercayaan dan perasaan yang dimiliki para anggota suatu masyarakat.
Solidaritas terbentuk dari adanya interaksi sosial yang kemudian menghasilkan suatu
hubungan sosial atau relasi sosial hingga terciptanya solidaritas sosial diantara
individu tersebut. Selain kedua hal tersebut, solidaritas sosial terbangun karena ada
faktor yang dimiliki bersama seperti tujuan yang sama, rasa sepenanggungan atau
nasib yang sama serta kepentingan yang sama. Solidaritas sosial juga dapat dikatakan
sebagai suatu perasaan peduli terhadap individu lain. Solidaritas sosial ditekankan
pada hubungan antar individu serta kelompok dan didasarkan kepada keterikatan
bersama di dalam kehidupan yang di dukung kepercayaan serta nilai-nilai moral
dalam hidup bermasyarakat. Hubungan bersama ini kemudian akan melahirkan
pengalaman-pengalaman emosional sehingga dapat menumbuhkan dan memperkuat
hubungan antara individu atau kelompok dalam bermasyarakat.

Solidaritas sosial muncul dari adanya interaksi sosial yang terjalin diantara
individu maupun kelompok, interaksi sosial ini terjalin karena adanya ikatan kultural
dimana hal tersebut disebabkan oleh munculnya sentimen komunitas. Dalam
penerapannya, solidaritas sosial terbagi atas dua tipe solidaritas yaitu solidaritas
organik dan solidaritas mekanik. Secara sederhana solidaritas organik dapat dikatakan
sebagai suatu hubugan masyarakat yang berdasarkan kepada untung rugi karena pada
solidaritas organik ini lebih cenderung kearah individualistis karena pada solidaritas
organik ini tingkat kesadaran bersama nya rendah dan cenderung lebih banyak
ditemukan pada masyarakat kota. Sedangkan solidaritas mekanik adalah hubungan
masyarakat yang didasakan kepada hubungan yang berdasarkan rasa kekeluargaan,
hal ini disebabkan karena tingkat kesadaran kolektifnya tinggi sehingga cenderung
memunculkan sistem gotong royong. Tipe solidaritas ini lebih cenderung melekat
pada masyarakat desa. Adapun jenis solidaritas sosial menurut Ritzer (2011:91) yaitu:

1. Solidaritas organik, Merupakan suatu ikatan bersama yang dibangun atas dasar
perbedaan, mereka justru dapat bertahan dengan perbedaan yang ada didalamnya.
Karena pada kenyataannya bahwa semua orang memiliki pekerjaan dan tangung
jawab yang berbeda-beda.
2. Solidaritas Mekanik Solidaritas sosial pada umumnya terdapat pada masyarakat
primitif, solidaritas mekanik terbentuk karena mereka terlibat dalam aktifitas yang
sama dan memiliki tanggung jawab yang sama dan memerlukan keterlibatan secara
fisik. Solidaritas organik dibangun dari adanya spesialisasi dalam pembagian kerja

15
yang saling berhubungan dan saling tergantung sedemikian rupa sehingga sistem
tersebut membentuk solidaritas menyeluruh yang fungsionalitas. Tingkat
differensiasi dan spesialisasi yang menimbulkan saling ketergantungan secara
relative dari pada nilai dan norma yang berlaku.

Oleh karenanya dewasa ini dalam menerapkan prinsip solidaritas dalam sebuah
organisasi pergerakan mahasiswa islam indonesia dirasa perlu menamkannya melalui
jenjang kaderisasi formal berupa MAPABA (masa pengenalan anggota baru) karena
disamping indoktrinasi materi dasar PMII para calon anggota baru akan di bentuk rasa
kekluargaan dan cymestri ikatan bahwa mereka adalah keluarga karena di forum
inilah mereka akan dibentuk untuk mengesampingkan strata ssosial dari mana mereka
berasal dan siapa meraka. Dari sinilah doktrin solidaritas berupa dalam satu angkatan
adalah sama serta dalam prakteknya mereka akan dibudayakan makan bersama duduk
bersama dan memecahkan masalah bersama sesuai dengan pesan tersirat dalam lagu
mars PMII "satu angkatan dan satu jiwa" bahwasanya dalam setiap proses dan
dinamika yang terjadi dalam organisasi akan dihadapi dan akan diselesaikan oleh satu
angkatan tersebut sebagai pendobrak tirani dan penghalang ombak egoisme.

Sebagai suatu bentuk orientasi dan internalisasi solidaritas mekanik bahwa


berdasarkan rasa dan nasib yang sama dalam berproses dengan beriring waktu setelah
cymestri kekeluargaan ini dibangun barulah para kader akan di tekankan dalam ranah
solidaritas organik sebagai bentuk doktrinasi kecintaan dalam pmii berupa jobdisk
bekerja.

Dalam penerapan inilah proses simbiosis mutualisme akan terjadi dimana mereka
pasca emosial sudah tetata mereka akan saling melengkapi kekurang satu sama lain,
dalam fase inilah solidaritas organik secara tidak langsung sudah terjadi dan dalam
penerapanya dirasa sangat relevan jika penanaman solidaritas mekanik dan organik di
tanamkan di fase mapaba. Hal ini penting disampaikan agar nantinya para calon
anggota baru tidak mengedepankan indiviudalis semata dan tetap memegang teguh
budaya bangsa Indonesia yaitu gotong royong.

16
NILAI DASAR PERGERAKAN (NDP)

A. Pengertian dan Sejarah NDP PMII


a. Pengertian NDP
Secara esensial Nilai Dasar Pergerakan adalah nilai-nilai yang secara mendasar
merupakan Sublimasi nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan dengan kerangka
pemahaman Ahlussunnah Wal Jamaah yang terjiwai oleh berbagai aturan, memberi
arah, mendorong serta menggerakkan apa yang dilakoni PMII sebagai sumber
keyakinan dan pembenar mutlak. Islam mendasari dan menginspirasi NDP yang
meliputi cakupan aqidah, syariah dan akhlak dalam upaya memperoleh kesejahteraan
hidup didunia dan akhirat. dalam kerangka inilah PMII menjadikan Ahlussunah Wal
Jamaah sebagai manhaj af-fikr (metodologi mencari) untuk mendekontruksi bentuk-
bentuk pemahaman keagamaan yang benar.

b. Sejarah Peremususan NDP PMII


Pembahasan terkait dengan perumusan Nilai Dasar Perjuangan (yang dimana
kelak disempurnakan menjadi Nilai Dasar Pergerakan PMII) awal mulanya terjadi
pada kongres ke V tahun 1973 di Ciloto, Bogor, Jawa Barat. Dimana pada saat itu
telah diputuskan bahwa perumusan tersebut sangat urgen dan harus segera disusun.
Namun upaya perumusan ini tidaklah sesederhana yang dibayangkan.
Kemudian pada saat acara Musyawarah Nasional (MUNAS) PB PMII ke-3 pada
tahun 1976, NDP menjadi salah satu pembahasan penting. Dalam forum Muna s
tersebut, diputuskanlah mengenai penyusunan nilai-nilai dasar perjuangan (kelak yang
akan menjadi NDP PMII), yang meliputi:
1) Urgensi NDP bagi PMII.
2) Posisi NDP bagi PMII.
3) Pengertian NDP PMII.
4) Kerangka permasalahan NDP PMII.

Sayangnya, gagasan penyusunan NDP PMII tersebut juga tak kunjung terwujud
dan berlalu hingga silih berganti kepengurusan baru.

Sehingga pada Kongres ke-VIII di Bandung tahun 1985, persoalan mengenai


penyusunan NDP ini kembali dibahas secara serius. Bahkan dibuatkan sebuah
keputusan: “Menugaskan pada PB PMII periode 1985-1988 untuk melengkapi dan

17
menyusun secara utuh dan menyeluruh NDP PMII.” Keputusan ini kemudian ditindak
lanjuti dengan membuat tim pembantu penyiap bahan NDP pada tahun 1986.

Dari keputusan kongres tersebut kemudian PB PMII memberikan mandataris


kepada sejumlah cabang, diantaranya Surakarta untuk menyiapkan bahan, guna
melengkapi dan menyusun secara utuh dan menyeluruh NDP PMII. Melalui SK No.
019/ PB IX/IV/1986 disusunlah tim sebagai berikut:

1) Ketua : Nukhbah El-Mankhub.


2) Wakil Ketua : M. Dian Nafi‟ AP.
3) Sekretaris : A. Taufiq Hidayat TR.
4) Wakil Sekretaris : Khalid Anwar.
5) Anggota : Ismail Thayeb, Imam Yaskur, A. Khamim, dll.
Mulailah tim ini menyusun dan menguraikan kerangka NDP PMII. Wakil Rais
Syuriah PWNU Jawa Tengah yang dimana dulu pernah ikut menjadi wakil ketua tim
perumus NDP di Solo, yakni KH M. Dian Nafi‟, menjelaskan tentang proses
penyusunan yang dilakukan oleh keseluruhan tim dengan berbagai metode, antara lain
dari diskusi tim dan konsultasi pada kiyai.

Beliau menyampaikan “Tim Solo ini bekerja dengan berkesinambungan. Paling


tidak kita kumpul seminggu ssekali pada akhir pekan. Selain konsultasi kepada kiai,
tim juga mendorong PC PMII untuk mengadakan seminar dimana kebanyakan
mengangkat tema yang sesuai dengan kebutuhan merumuskan NDP. Begitu juga
dengan diskusi. Sebisanya hasil konsultasi, seminar, dan diskusi itu dihimpun sedikit
demi sedikit untuk dijadikan sebagai rumusan”.

Hasil dari pengumpulan rumusan NDP tersebut kemudian dibahas secara terbuka
dengan cara mengundang sejumlah cabang PMII lainnya dalam sebuah kegiatan
bertajuk “Lokakarya Penyusunan NDP Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia” yang
diselelnggarakan di kantor PCNU Surakarta pada Bulan Mei 1986.

Kemudian selain dari pada itu hasil kegiatan lokakarya juga didiskusikan dengan
mendatangi cabang-cabang terdekat, seperti Yogyakarta, Salatiga, Semarang dan lain
sebagainya yang dinilai dapat memberikan kontribusi dalam perumusan NDP. Hasil
dari lokakarya dan berbagai proses diskusi inilah yang nantinya akan dibawa ke
Kongres PMII selanjutnya.

18
Setelah proses perumusan NDP yang berjalan selama hampir dua bulan tersebut,
terhitung sejak dikeluarkan SK PB PMII (April 1986) terkait pembentukan tim
pembantu penyiap bahan NDP PMII, yakni dari tim Solo tersebut hingga diadakan
lokakarya hasil perumusan NDP di bulan Mei 1986, akhirnya konsep NDP PMII ini
berhasil diselesaikan.

Konsep tersebut kemudian digodok kembali di tingkatan PB PMII, melalui tim


yang telah dibentuk sesuai dengan SK PB PMII (September 1987) dengan susunan
tim: M Fajrul Falah (Koordinator), Khalidi Ibhar, Abdul Mun‟in DZ, dll, kemudian
sebagai narasumber Drs. A. Malik Madani dan Drs. M. Masyhur Amin.

Hasil konsep NDP dari PC PMII Solo yang juga telah dibahas oleh tim yang
dibentuk PB PMII ini, kemudian diajukan dan diputuskan di kongres ke- IX PB PMII
tanggal 14-19 September 1988 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya.

B. KEDUDUKAN DAN FUNGSI NDP


 Kedudukan NDP :
1. Rujukan utama setiap produk hukum dan kegiatan organisasi
2. Sumber kekuatan ideal moral dari aktivitas pergerakan.
3. menjadi pusat argumentasi dan pengikat kebenaran dati kebebasan berfikir,
berucap, bertindak dalam aktivitas pergerakan.
 Fungsi NDP :
1. Kerangka Refleksi
sebagai kerangka refleksi NDP bergerak dalam pertarungan ide-ide,
paradigm, nilai-nilai yang akan memperkuat level kebenaran-kebenaran ideal.
substansi ideal tersebut menjaadi suatu yang mengikat, absolut, total, universal
berlaku menembus ruang an waktu (mahlamul qot‟i) kerangka refleksi ini
menjadi moralitasgerakan sekaligus sebgai tujuan absolut dalam mencapai nilai-
nilai kebenaran, kemerdekaan, kemanusiaan.
2. Kerangka Ideologis
Kerangka Ideologis menjadi rumusan yang mampu memberikan rumusan
proses ideologis disetiap kader, sekaligus memberikan dialektika anatara konsep
dan realita yang mendorong proses progresif dalam perubahan sosial. Kerangka
ideologis juga menjadi landasan pola pikir dan tindakan dalam mengawal

19
perubahan sosial yang memberikan tempat pada demokratisasidan hak asasi
manusia.
3. Kerangka Aksi

Sebagai kerangka aksi NDP bergerak dalam pertarungan, kerja-kerja nyata,


aktualisasi diri, analisis sosial untuk mencapai kebenran faktual. Kebenaran sosial ini
senantiasa bersentuhan dengan pengalaman historis, ruang dan waktu yang berbeda
dan berubah. Kerangka aksi ini memungkinkan warga pergerakan menguji,
memperkuat dan bahkan memperbarui rumusan kebenaran historisitas atau dinamika
sosial yang senantiasa berubah.

C. RUMUSAN NILAI-NILAI DASAR PERGERAKAN


1) Tauhid
Mengesakan Allah SWT merupakan nilai paling asasi dalam sejarah agama
samawi. Didalamnya terdapat hakikat kebenaran manusia (Al ikhlas, Al Mukmin: 25,
Al Baqoroh :130-131). Substansi tauhid terdiri dari:
Pertama, Allah adalah Esa dalm Dzat, Sifat, dan Perbuatan-Nya.
Kedua, Tauhid merupakan keyakinan atas sesuatu yang lebih tinggi darii alam
semesta, serta merupakan manisfestasi dari keasadaran dan keyakinan kepada hal
yang ghoib ( Al Baqoroh : 3, Muhammad : 14-15, Al Alaq : 4, Al isra‟ : 7)
Ketiga, Tauhid merupakan titik puncak keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan,
dan perwujudan nyata lewat tindakan.
Keempat, dalam memahami dan mewujudlkannya pergerakan telah memilih
Ahlussunnah wal jama‟ah sebagai metode pemahaman dan keyakinan itu.
2) Hubungan Manusia dengan Allah
Allah SWT adalah pencipta segala sesuatu. Dia mencipta manusia sebaik-baik
kejadian dan menempatkan pada kedudukan yang mulia. Kemuliaan manusia antara
lain terletak pada kemampuan berkreasi, berfikir dan memiliki kesadaran moral.
Potensi itulah yang menempatkan manusia sebagai khalifah dan hamba Allah (Al
Anam : 165, Yunus : 14)
3) Hubungan Manusia dengan Manusia
Allah meniupkan ruh dasar pada materi manusia. Tidak ada yang lebih utama
antara yang satu dengan yang lainnya kecuali ketaqwaannya, Setiap kekurangan dan
kelebihan, ada yang menonjol pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya, tetapi
ada pula yang terlalu menonjol potensi kelemahannya. Karena kesadaran ini manusia

20
harus saling manusia memiliki saling menolong, saling menghormati, bekerjasama,
menasehati dan saling mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama (Al
Hujurat : 13). Pengembangan berbagai aspek budaya dan tradisi dalam kehidupan
manusia dilaksanakan sesuai dengan nilai dari semangat yang dijiwai oleh sikap kritis
dalam kerangka religiusitas. Hubungan antara muslim dengan non-muslim dilakukan
guna membina kehidupan manusia tanpa mengorbankan keyakinan terhadap
kebenaran universalitas islam.
4) Hubungan Manusia dengan Alam
Alam semesta adalah ciptaan Allah swt. Allah menunjukkan tanda-tanda
keberadaan, sifat, dan Perbuatan Allah. Berarti juga tauhid meliputi hubungan
manusia dengan alam (As Syuara : 20). Perlakuan manusia dengan alam
dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan dunia dan akhirat. Jadi, manusia
harus mentransendentasikan segala aspek kehidupan manusia.
NDP yang digunakan PMII dipergunakkan sebagai landasanteologis, normative
dan etis dalam pola pikir dan perilaku. Dari dasar-dasar pergerakan tersebut
muaranya adalah untuk mewyujudkan pribadi muslim yang berakhlak dan berbudi
luhur, dan memiliki konstruksi berfikir kritis dan progresif.
D. Membumikan PMII

Dari berbagai permasalahan yang terjadi, bangsa Indonesia, akhirnya diakui


ataupun tidak, sedikit kehilangan karakter berkebangsaannya. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya pergulatan ideologis antara kelompok yang satu dengan kelompok
yang lain (radikalisme dan liberalisme) mulai dari semangat membentuk Negara Islam
oleh beberapa kelompok sampai pada pengahapusan pancasila sebagai ideologi
Negara. Termasuk juga hilangnya karakter nasionalisme dalam diri (sebagian) tokoh
politik di Indonesia.

Dampak dari pergulatan tersebut, kemudian menjadikan masyarakat Indonesia


(dunia pada umumnya) bersikap pragmatis, hedonis, dan berfikir positivistik -
materialistik. Sehingga, kejahatan politik kemudian menjadi perihal yang permisif,
sebut saja, korupsi yang merupakan kejahatan HAM.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang merupakan organisasi


keislaman yang berbasis pengkaderan dan bersifat keagamaan, kemahasiswaan,
kebangsaan, kemasyarakatan, independen dan professional, seharusnya mempunyai

21
peranan penting dalam mempertahankan Pancasila sebagai ideologi Negara yang
kemudian menjadi landasan dalam membentuk karakter bangsa.

Berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia seperti yang telah
dijelaskan di atas, perlu memperoleh perhatian khusus oleh para aktivis mahasiswa,
khususnya PMII yang memang memiliki kerangka atau acuan dalam segala aktivitas
gerakan yang dilakukan Kerangka acuan tersebut harus menjadi titik pijak gerakan
dalam menghadapi berbagai permasalahan, termasuk dalam membentuk karakter
berkebangsaaan.

Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang notabene menjadi ideologi alternatif


dalam mengimbangi laju globalisasi, agar tercipta tatanan yang seimbang tanpa
tekanan dan dominasi. Keberadaan Aswaja - sebagai ideologi yang ditawarkan - bisa
mengadaptasi dengan situasi dan kondisi. Tentunya, segala langkah perubahan yang
diambil harus tetap berlandaskan pada paradigm kaidah al-Muhafazatu „ala al-Qadiim
al-Shalihi wa al-akhdzu bi al-Jadiidi al-Ashlah (meyamakan langkah dengan
mempertahankan sebuah tradisi yang kondisinya masih baik dan relevan dengan masa
kini atau berkolaborasi dengan nilai-nilai baru yang kenyataannya pada era kekinian
dan masa mendatang akan lebih baik).

Sementara Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII yang merupakan rumusan nilai-
nilai yang diturunkan secara langsung dari ajaran Islam serta kenyataan masyarakat
dan negeri Indonesia, dengan kerangka pendekatan Ahlussunnah wal-Jama‟ah. NDP
harus senantiasa menjiwai seluruh aturan organisasi, memberi arah dan mendorong
gerak organisasi, serta menjadi penggerak setiap kegiatan organisasi dan kegiatan
masing-masing anggota. Sebagai ajaran yang sempurna, Islam harus dihayati dan
diamalkan secara kaffah atau menyeluruh oleh seluruh anggota dengan ketercapaian
Iman (aspek aqidah), Islam (aspek syari‟ah) dan Ihsan (aspek etika, akhlak dan
tasawuf)

Sebagai tempat hidup dan mati, negeri maritim Indonesia merupakan rumah dan
medan gerakan organisasi. Di Indonesia organisasi hidup, demi bangsa Indonesia
organisasi berjuang. Sebagai tempat semai dan tumbuh negeri Indonesia telah
memberi banyak kepada organisasi. Oleh sebab itu, organisasi dan setiap anggotanya
wajib memegang teguh komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
NDP adalah penegasan nilai atas watak keindonesiaan organisasi.

22
NDP PMII yang di dalamnya terdapat nilai ketuhanan (Tauhid), nilai ke-hamba-an
sebagai seorang makhluk yang berelasi dengan penciptanya (Hablum minallah), nilai
humanisme (Hablun minannas), dan nilai kecitaan terhadap alam dan tanah air
(hablun minal „aalam). Dan Ahlussunnah wal Jama‟ah digunakan sebagai pendekatan
berpikir (Manhaj al-Fikr) untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran
Islam. Pilihan atas Ahlussunnah wal Jama‟ah sebagai pendekatan berpikir dalam
memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam merupakan keniscayaan di
tengah kenyataan masyarakat Indonesia yang serba majemuk. Dengan Ahlussunnah
wal Jama‟ah yang mengenal nilai kemerdekaan (al-Hurriyah), persamaan (al-
Musawah), keadilan (al-‟Adalah), toleransi (Tasamuh), dan nilai perdamaian (al-
Shulh), maka kemajemukan etnis, budaya dan agama menjadi potensi penting bangsa
yang harus dijaga dan dikembangkan. (Sekali lagi) terlebih dalam rangka menjaga
eksistensi pancasila di bumi Nusatara.

Keberadaan PMII sebagai organisasi yang dapat menciptakan sub kultur di tataran
mahasiswa, tentunya dengan landasan tersebut, diharapkan dapat menjadi solusi atas
keutuhan dan eksistensi pancasila. Baik dari tantangan imperialisme globalisasi
maupun pergulatan ideologi trans nasionalis yang hari ini sangat mengganggu bangsa
Indonesia.

Dengan nila-nilai tersbut pula, PMII dapat menjadi satu-satunya oraganisasi yang
bisa membentuk karakter nasionalisme kultural. Artinya, karakter yang dibentuk oleh
PMII, kemudian dapat membentuk karakter yang secara sosial - agama dapat
dipertanggungjawabkan segala tingkah lakunya seperti yang termaktub dalam Tujuan
PMII Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT,
berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya
dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia

Akhirnya, dengan terbentuknya karakter tersebut, maka (sekali lagi) eksistensi


Pancasila sebagai ideologi Negara tidak akan pernah terganggu oleh berbagai macam
gerakan. Semoga refleksi ini dapat tercapai sesuai dengan konteks serta realistis.

E. Membentuk Kualitas Kader Yang Berfikir Kritis

Kader yang kritis ialah kader yang memiliki otonomi dan kebebasan. Otonomi
dan kebebasannya itu yang akan membentuk pengetahuannya. Dengan otonomi dan
kebebasannya yang ditopang dengan kekuatan akalnya mampu mengambi sikap

23
dalam upaya perubahan social. Hingga mereka dapat berfikir secara kritis baik secara
teoritis maupun praksis. Dengan berpedoman pada NDP sebagai rujukan, sumber, ide,
dan pijakan argumentative. Dalam NDP PMII fungsinya sudah jelas sekali, sebagai
metode berpikir,metode bekerja, dan metode pergerakan untuk bekal mereka dalam
mengatasi pemikiran-pemikiran yang menyimpang dan bentuk argumentative yang
kurang relevan. Dalam berkeyakinan pula mereka sudah dibekali dengan ketauhidan
yang melekat pada dirinya, Cara mereka berhubungan ataupun berkomunikasi dengan
Allah (Hablumminallah), Cara mereka berhubungan dan berkomunikasi dengan
manusia (Hablum Minanas), dan Cara mereka berhubungan dan berkomunikasi
dengan alam (Hablum Minal Alam) yang nantinya dapat mereka aktualisasikan dalam
kehidupan bermasyarakat pada realita yang ada.

Sejarah manusia dipandang sebagai pembebasan dari belenggu ketergantungan


alam semesta. Sejauh bangsa manusia mampu melepaskan diri dari ketergantungan
pada alam menuju kebebasannya yang penuh. Sejarah perkembangan dan kemajuan
masyarakat/bangsa tidak bergerak dalam spektrum yang linier, ia bergerak secara
dialektis. Era zaman sekarang adalah era 4.0 yang mana Indonesia mengalami
perubahan social yang sangat pesat dalam bidang industry, seperti halnya pemakaian
teknologi informasi yang digunakan manusia untuk memberikan peluang kepada
mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup, mempermudah dalam mengatasi segala
macam permasalahan dan lain sebagainya. Apa yang tercantum dalam nilai-nilai dasar
pergerakan adalah sumber bagi kader PMII dalam berpikir, bertindak dalam segala hal
apapun.

Keseluruhan dari pemikiran tersebut bermuara pada kesimpulan di mana teori


kritis diarahkan dalam upaya pembentukan masyarakat yang kritis guna menangkal
adanya perspektif (one dimensional man) yang jauh dari sifat emansipatoris. Hasil
analisis juga didapatkan bahwa teori kritis masih sangat relevan diterapkan pada
masyarakat dominasi industri 4.0, di mana teknologi dan kapitalisasi mengarah
kepada dehumanisasi yang sangat ditentang oleh pemikiran ini.

24
Ahlusunnah Wal Jama’ah
(ASWAJA)

A. Pengertian Ahlusunnah Wal Jama’ah


Secara harfiah arti Ahlusunnah Wal Jama‟ah adalah sebagai berikut: 1) Ahl
secara bahasa berarti pemeluk, yang jika dikaitkan dengan firqoh maka dapat
diartikan sebagai pengikut aliran (firqoh). 2) As-Sunnah secara etimologis memiliki
arti “preseden” (hal yang telah terjadi di masa lalu dan dapat ditiru). Namun jika kita
buka KBBI-V (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kelima) dalam pandangan islam
sunnah dapat dimaknai segala hal yang disandarkan pada Nabi Muhammad SAW
berupa perbuatan, perkataan, sikap, pejalanan hidup, dan tabiat baik sebelum beliau
diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya. 3) Al-Jama’ah dapat diartikan
sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Bila dimaknai secara kebahasaan,
ahlusunnah wal jama‟ah berarti segolongan orang yang mengikuti jalan nabi, para
sahabat dan tabi‟in.
Nahdlatul Ulama‟ merupakan organisasi masyarakat (ormas) pertama yang
menegaskan diri berfaham Aswaja. Tertulis didalam Qanun Asasi (Konstitusi Dasar)
yang dirumuskan KH. Hasyim Asy‟ari, bahwa aswaja merupakan sebuah paham
keagamaan dimana dalam bidang aqidah menganut pendapat Abu hasan Al-Asy‟ari
dan Al-Maturidhi, dalam bidang fiqih menganut pendapat dari salah satu madhzab
empat: Imam hanafi, Imam maliki, imam syafi‟i, dan Imam hambali, lalu dalam
bidang tasawuf atau akhlaq menganut imam junaid al-baghdadi dan abu hamid al-
ghazali.
Pada pertengahan dekade 1990 tepatnya pada 1994 barulah pengertian aswaja
diatas mengalami pergeseran khususnya dikalangan kaum pergerakan. Dimotori oleh
KH. Said Aqil Siradj lewat gugatannya terhadap pemahaman lama yang hanya
memandang Aswaja sebagai madzhab (arahan dan sumber dalil legistimasi dalam
menjalankan ritus keagamaan), akhirnya lahir dan berkembang gagasan ahlussunnah
wal-jama‟ah sebagai manhaj al-fikr (metode berpikir). Hal ini dilatarbelakangi oleh
hasil analisis beliau terhadap perkembangan zaman yang sangat cepat sehingga
dibutuhkan respon yang kontekstual dan cepat pula dalam menghadapi persoalan-
persoalan yang terjadi.

25
B. Sejarah Munculnya Ahlusunnah Wal Jama’ah
Sejarah kemunculan istilah aswaja sebagai sebuah nama firqah (sekte) islam,
sebenarnya dipengaruhi dari perpecahan dalam islam. Sejak peristiwa pembunuhan
khalifah islam ketiga, usman bin affan, sejak saat itulah episode perpecahan dalam
tubuh islam dimulai. Dari peristiwa ini muncul serangkaian perang antara para
sahabat. Sayyidina Ali bin abi thalib yang menjadi khalifah saat itu harus berhdapan
perang melawan sayyidah aisyah, mertuanya sendiri, yang menuntut kisahas darah
usman bin affan dalam perang yang dikenal sebagai perang jamal ini, puluhan sahabat
besar dan hafal alqur‟an gugur terbunuh oleh sesama muslim akibat provokasi dan
konspirasi kaum munafik yahudi (abdullah Ibn saba dkk.). berikutnya, pecah perang
shiffin antara pasukan ali berhadapan dengan pasukan muawiyyah yang kemudian
memunculkan peristiwa tahkim (arbitrase). Ide tahkim dari kubu muawiyyah
menjelang kekalahan pasukannya yang disetujui ali ini, kemudian menyulut
perpecahan duantara pasukan ali, yang dari sini selanjutnya melahirkan sekte islam
syiah yang mendukung kebjakan ali dan sekte khawarij yang menolak kebijakannya.
Sejak kematian ali bin abi thalib pada tahun 40 H. Atau 661 M., umat islam telah
terpecah setidaknya menjadi empat kelompok. Pertama, syiah yang fanatik kepada ali
dan keluarganya serta membenci muawiyyah ibn abi shufyam. Kedua, khawarij yang
memusuhi bahkan mengkafirkan ali bin abi thalib dan muawiyyah. Ketiga, kelompok
yang mengakui kekhalifahan muawiyyah, dan keempat, sejumlah sahabat antara lain
Ibn umar, ibn abas, ibn Mas‟ud dan lain-lain. Yang menghindarkan diri dari konflik
dan menekuni bidang keilmuan dan keagamaan. Dari aktivitas mereka inilah
selanjutnya lahir sekelompok ilmuan sahabat, yang mewariskan tradisi keilmuan
kepada generasi berikutnya, sehingga melahirkan tokoh tokoh mutakalimin,
muhatsddisin, Fuqoha, Mufassirin, dan mutasshawifin. Kelompok ini berushaa
mengakomodir semua kekuatan dan model pemikiran yang sederhana, sehingga
mudah diterima oleh mayoritas umat islam.
Aswaja sebagai sekte islam, eksitensi nya semakin populer ketika syaikh abu
hasan al-asy‟ari menyatakan keluar dari paham mu‟tazilah dan menyerang aqidah
paham tersebut. Sebelumnya abu hasan al-asy‟ari adalah seorang penganut mu‟tazilah
dan menjadi murid abu ali jaba‟i al mu‟tazili, seorang tokoh mu‟tazilah yang
sekaligus ayah tirinya dalam kutipan akhir perdebatan dengan gurunya abu ali al-
jaba‟i dalam rangka mebatalkan paham mu‟tazilah, diceritakan : abu hasan al-asy‟ari
bertanya pada abu ali al-jaba‟i : “bagaimana pendapatmu tentang tiag saudara yang

26
meninggal dunia, yang satu adalah orang yang taat yang kedua adalah orang yang
durhaka, dan yang ketiga meninggal karena masih kecil ?” Abu ali al-jaba‟i
menjawab : “yang taat diberi pahala dan masuk surga, yang durhaka disiksa dan
masuk neraka, dan yang kecil berada diantara surga dan neraka (manzila baina
manzilatain) tidak diberi pahala dan tidak disiksa”. Abu al hasan bertanya : “jika
yang kecil mengatakan : “wahai tuhan ku, kenapa engkau mencabut nyawaku ketika
aku masih kecil ? jika engkau biarkan aku hidup, aku akan taat dan masuk surga
“,lalu bagaimana jawaban Allah ?”. abu ali al-jaba‟i menjawab : “ Allah akan
menjawab : “aku maha tau, jika engkau hidup sampai dewasa, maka engkau akan
durhaka sehingga akan masuk neraka maka yang terbaik adalah engkau mati ketika
masih kecil “. Abu hasan al-asy‟ari bertanya lagi : “jika yang mati dalam keadaan
durhaka mengatakan :”wahai tuhanku, jika engkau tahu aku akan durhaka, kenapa
engkau tidak mencabut nyawaku ketika aku masih kecil, sehingga engkau tidak
memasukan aku kedalam neraka, “lalu apa yang akan dikatakan allah ?” pada
pertanyaan terakhir inilah abu ali al-jaba‟i tidak sanggup menjawab untuk membela
pahamnya.

C. Sejarah Pemikiran Aliran dalam Islam


1. Khawarij
Kata kahawarij secara etimologi berasal dari bahasa arab, yaitu kharaja yang
berarti keluar, muncul, timbul atau memberontak. Syahrastani mengartikan kahwarij
sebagai kelompok masyarakat yang memberontak dan tidak mengakui terhadap imam
yang sah dan sudah disepakati oleh kaum muslimin, baik pada masa sahabat, pada
masa tabi‟in maupun pada masa sesudahnya.
Disamping dari pada itu mereka menyebutkan diri mereka dengan sebutan
syurah, yang berasal dari kata yasyiri (menjual) sebagaimana disebutkan dalam al-
baqaroh ayat 207: ada manusia yang menjual dirinya untuk keridhoan Allah. Nama
lain yang diberikan kepada mereka adalah haruriyyah, dari kata harurra, suatu desa
didekat kuffah irak. Ditempat inilah mereka yang pada waktu itu berjumlah 12.000
orang berkumpul setelah memisahkan diri dari Ali. Disini mereka memilih Abdulloh
bin abdul wahab al-rasyidi menjadi imam sebagai ganti dari Ali bin Abi Thalib.
Dalam pertempuran dengan Ali mereka mengalami kekalahan besar, tetapi seorang
khawarij bernama Abd Alrahman Ibn Muljam dapat membunuh Ali. Khawarij
merupakan kelompok pertama yang tidak mengakui bahkan memberontak terhadap

27
Ali bin Abi Thalib setelah terjadinya Arbitrase antara ali dan Muawiyah.pada
mulanya,kelompok ini berjuang di pihak Ali ketika terjadi perang siffin antar Ali dan
Muawiyah dan kelompok inilah yang mendukung Ali untuk melakukan Arbitrase
dengan Muawiyyah. Namun setelah ali dengan muawiyyah melakukan Arbitrase,
kelompok ini menolak kesepakatan Arbitrase dan keluar dari kelompok Ali.
2. Murjiah
Nama Murjiah beraal dari kata irja atau arja‟a yang bermakna penundaan,
penangguhan, dan pengharapan. Memberi harapan dalam artian member harapan
kepada para pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan Allah Swt. Selain itu,
irja‟a juga bisa memiliki arti meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang
yang mengemudikan amal dan iman. Oleh karena itu, Murjiah berarti orang yang
menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan
Muawiyah serta pasukannya masing-masing, ke hari kiamat kelak. Ada beberapa teori
yang mengemukakan asal-usul adanya aliran Murjiah. Teori pertama mengatakan
bahwa gagasan Irja‟a atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan
menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadinya pertikaian politik dan
juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme. Diperkirakan Murjiah ini muncul
bersamaan dengan munculnya Khawarij. Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja,
yang merupakan basis doktrin Murjiah, muncul pertama kali sebagai gerakan politik
yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-
Hanafiyah, sekitar tahun 695.
Teori lain mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan Ali dan Muawiyah,
dilakukan Tahkim (arbitase) atas usulan Amr bin Ash, pengikut Muawiyah. Yang
mengakibatkan kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan yang kontra.
Kelompok kontra akhirnya keluar dari Ali, yaitu kelompok Khawarij, yang
memandang bahwa keputusan takhim bertentangan dengan al-Quran. Oleh karena itu,
pelakunya melakukan dosa besar dan pelakunya dapat dihukumi kafir. Pendapat ini
ditolak oleh sebagian sahabat yang kemudian disebut Murjiah, yang mengatakan
bahwa pembuat dosa besar tetaplah mukmin, tidak kafir, sementara dosanya
diserahkan kepada Allah, apakah dia akan mengampuninya atau tidak.
3. Jabariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata Jabara yang mengandung arti memaksa dan
mengharuskan melakukan sesuatu. Asy-Syahrastani mengartikan Jabariah sebagai
menolak adanya perbuatan dan menyadarkan semua perbuatan kepada Allah Swt.

28
Paham al-Jabr pertama kali diperkenalkan oleh Ja‟ad bin Dirham kemudian
disebarluaskan oleh Jahm bin Shafwan dari Khurasan. Dalam perkembangannya
paham ini juga dikembangkan oleh tokoh lainnya, diantaranya al-Husain bin
Muhammad an-Najjar dan Ja‟ad bin Dirrar.
Selain itu, menurut Abdul Rozak, pemikiran-pemikiran Jabariah telah ada
sejak awal periode Islam. Hal itu terlihat dari beberapa peristiwa yang terjadi baik
pada masa Nabi maupun sesudahnya, seperti pada masa Umar bin Khatab, yaitu
ketika terjadinya pencurian dimana pencuri berargumen bahwa ia telah ditakdirkan
untuk mencuri, yang akhirnya pencuri tersebut mendapat hukuman potong tangan dan
dera karena telah menggunakan dalil Tuhan.
4. Qodariyah
Qodariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu Qadara, yang artinya kemampuan
dan kekuatan. Menurut terminology, Qodariyah adalah suatu aliran yang percaya
bahwa segala perbuatan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Jadi, tiap-tiap orang
adalah pencipta dari perbuatannya. Para pakar sejarah teologi Islam tidak mengetahui
secara pasti kapan paham ini timbul, tetapi menurut keterangan ahli lainnya, paham
Qodariyah diperkirakan timbul pertama kali oleh seorang bernama Ma‟bad al-Juhani,
menurut Ibn Nabatah, Ma‟bad al-Juhani dan temannya, Ghailan al-Dimasyiqi
mengambil paham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di Irak. Dan Menurut
Zahabi, Ma‟bad adalah seorang tabi‟i yang baik dan ia pun menentang kekuasaan
Bani Umayah. Dalam pertempuran dengan al-Hajjad tahun 80 H, dia mati terbunuh.
5. Mu’tazilah
Secara harfiayah kata Mu‟tazilah berasal dari kata i‟tazala yang berarti
berpisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri.
Golongan Mu‟tazilah juga dikenal dengan nama lain seperti Ahl al-Adl yang berarti
golongan yang mempertahankan keadilan Tuhan dan ahl al-tawhid wa al-adl yang
berarti golongan yang mempertahankan keesaan murni dan keadilan Tuhan. Mereka
juga sering disamakan dengan paham Qadariyah yang menganut paham free act dan
free will. Selain itu mereka juga dinamai al-Mua‟tillah karena golongan Mu‟tazilah
berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat, dalam arti sifat yang memiliki
wujud diluar zat Tuhan. Mereka juga diberi nama dengan Wa‟diyyah, karena mereka
berpendapat bahwa ancaman Tuhan itu pasti akan menimpa orang-orang yang tidak
taat akan hukum-hukum Tuhan. Ajaran-ajaran Mu‟tazilah mendapat dukungan dan
penganut dari penguasa Bani Umayyah, yakni khalifah Yazib bin Walid (125-227H).

29
Sedangkan dari Bani Abbasiyah yaitu: Al-Makmun (198-218H), Al-Mu‟tasim billah
(218-227H), dan Al-Watsiq (227-232H).
6. Syiah
Syiah secara bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok,
sedangkan secara terminology adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang
spiritual dan keagamaannya selalu merujuk kepada keturunan Nabi Muhammad Saw,
atau orang yang disebut sebagai ahl-bait. Menurut Abu Zahrah, Syiah mulai muncul
pada akhir masa pemerintahan Utsman bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang
pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Adapun menurut Watt, Syiah benar -
benar muncul ketka berlangsung peperangan antara Ali dan Muawiyah pada perang
siffin. Dalam respon ini, golongan yang mendukung Ali disebut sebagai Syiah dan
yang tidak menolak Ali disebut sebagai Khawarij. Berkaitan dengan teologi, mereka
memiliki lima rukun iman, yakni Tauhid, Nubuwah, Ma’ad (Kepercayaan akan
adanya hidup di akhirat), Imamah (kepercayaan terhadap imamah yang merupakan
hak ahlul bait), dan adl (keadilan Tuhan).
7. Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Ungkapan Ahl Sunnah wal Jamaah (sering disebut dengan Sunni) dapat
dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus. Sunni dalam pengertian
umum adalah lawan dari Syiah. Dalam artian ini, Mu‟tazilah dan As‟ariyah masuk
dalam golongan Sunni. Dalam pengertian khusus, Sunni adalah mazhab dalam barisan
As‟ariyah dan merupakan lawan dari Mu‟tazilah. Selanjutnya, trem Ahlussunah
banyak dipakai setelah munculnya aliran As‟ariyah dan Maturidiyah, dua aliran yang
menentang ajaran Mu‟tazilah.
a. Ajaran Asy’ariah
Ajaran Asy‟ariah muncul atas keberanian Abu Hasan Al-Asy‟ary yang
menenteng paham Mu‟tazilah. Abu hasan Al-Asy‟asy adalah seorang pengikut
M‟tazilah sampai ia berusia 40 tahun. Setelah itu, secara tiba-tiba dia mengumumkan
diri dihadapan jama‟ah masjid Basrah bahwa dia keluar dari golongan Mu‟tazilah dan
menunjukan keburukan-keburukannya. Menurut Ibn Asakir, yang melatar belakangi
al-Asy‟ary meninggalkan paham Mu‟tazilah adalah pengakuan al- Asy‟ary yang telah
bermimpi bertemu Rasulullah Saw sebanyak tiga kali pada bulan Ramadhan. Namun
menurut pendapat yang lain, al-Asy‟ary keluar dari Mu‟tazilah karena adanya
keraguan ketika dia mempertanyakan hal tentang mukmin dewasa, anak-anak, dan
kaum kafir kepada al- Jubba‟i.

30
b. Ajaran Maturidiah
Abu Mansur al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di
Samarkand, wilayah Uzbekistan (sekarang). Al-Maturidi hidup pada masa khalifah al-
Mutawakil yang memerintah tahun 232-274/847-861 M. Ia sendiri wafat pada tahun
333 H/944 M. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan paham-paham teologisnya banyak
persamaannya dengan paham yang dimajukan oleh Abu Hanifah. Sistem teologi Abu
Mansur dikenal dengan nama Al-Maturidiyah.

D. Pokok Pemikiran Ahlusunnah Wal Jama’ah


Nahdlatul Ulama‟ merupakan organisasi masyarakat (ormas) pertama yang
menegaskan diri berfaham Aswaja. Tertulis didalam Qanun Asasi (Konstitusi Dasar)
yang dirumuskan KH. Hasyim Asy‟ari, bahwa aswaja merupakan sebuah paham
keagamaan dimana dalam bidang aqidah menganut pendapat Abu hasan Al-Asy‟ari
dan Al-Maturidhi, dalam bidang fiqih menganut pendapat dari salah satu madhzab
empat: Imam hanafi, Imam maliki, imam syafi‟i, dan Imam hambali, lalu dalam
bidang tasawuf atau akhlaq menganut imam junaid al-baghdadi dan abu hamid al-
ghazali.
Pada pertengahan dekade 1990 tepatnya pada 1994 barulah pengertian aswaja
diatas mengalami pergeseran khususnya dikalangan kaum pergerakan. Dimotori oleh
KH. Said Aqil Siradj lewat gugatannya terhadap pemahaman lama yang hanya
memandang Aswaja sebagai madzhab (arahan dan sumber dalil legistimasi dalam
menjalankan ritus keagamaan), akhirnya lahir dan berkembang gagasan ahlussunnah
wal-jama‟ah sebagai manhaj al-fikr (metode berpikir). Hal ini dilatarbelakangi oleh
hasil analisis beliau terhadap perkembangan zaman yang sangat cepat sehingga
dibutuhkan respon yang kontekstual dan cepat pula dalam menghadapi persoalan-
persoalan yang terjadi. Aswaja harus senantiasa fleksibel dan terbuka untuk ditafsir
ulang dan disesuaikan konteks saat ini dan yang akan datang. Inilah yang dinamakan
sebagai ideologi terbuka. Karena secanggih apapun produk pemikiran, tantangannya
tetap sama yaitu selalu relevan dan mampu dikontekskan dalam skala ruang dan
waktu yang bebeda.
Di masa kepemimpinan Saiful Bahri Anshori (1997-2000), PMII juga
menyenadakan pemikirannya dengan apa yang disampaikan KH. Said Aqil Siradj
tersebut. PMII beranggapan jika Aswaja merupakan ruang untuk menunjukkan bahwa
Islam adalah agama yang sempurna bagi setiap tempat dan zaman (rahmatan

31
lil’alamin). Islam tidak diturunkan untuk sebuah masa dan tempat tertentu.
Kehadirannya dibutuhkan sepanjang masa dan akan selalu relevan. Namun relevansi
dan makna tersebut tergantung pada kita pemeluk dan penganutnya dalam
memperlakukan dan mengamalkan islam. PMII sekali lagi melihat bahwa Aswaja
akan lebih relevan jika bukan hanya dijadikan sebagai madzhab (aliran, sekte, atau
sejenisnya) ditengah keberagaman etnis khususnya di Indonesia yang akhirnya dianut
sebagai sebuah doktrin yang harus diyakini secara apriori (berpraanggapan sebelum
mengetahui yang sebenarnya) dimana nantinya menimbulkan kritik terkait
keabsahannyan, akan tetapi juga dijadikan sebagai manhaj (metode) yang
memudahkan pemeluknya dan auto answer terhadap kritikan islam yang dianggap
kurang relevan di zaman dan dan tempat yang berbeda.

E. Metodologi Ahlusunnah Wal Jama’ah (Aswaja Sebagai Manhaj Al-Fikr)


Di dalam PMII Aswaja dijadikan manhajul fikr, artinya aswaja bukan
dijadikan tujuan dalam beragama, melainkan dijadikan sebagai metode dalam berfikir
untuk mencapai kebenaran agama. Lewat adanya konsep aswaja sebagai manhaj al-
fikr PMII akhirnya lebih terbuka dalam membuka ruang dialektika dengan siapapun
dan kelompok apapun.
Rumusan aswaja sebagai manhaj al-fikr pertama kali diperkenalkan oleh KH.
Said Aqil Siradj dalam sebuah forum di Jakarta pada tahun 1994. Inti yang menjadi
ruh dari Aswaja itu diwujudkan dalam empat nilai:
1. Tawassuth (Moderat)
tawasuth ialah sebuah sikap tengah atau moderat yang tidak cenderung ke kanan
atau ke kiri. Dalam konteks berbangsa dan bernegara, pemikiran moderat ini sangat
urgent menjadi semangat dalam mengakomodir beragam kepentingan dan perselisihan,
lalu ber ikhtiar mencari solusi yang paling ashlaha (terbaik). Sikapn ini didasarkan pada
sifat Allah SWT: dan demikian pula kami telah menjadikan kamu (umat islam, umat
yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rosul
Muhammad menjadi saksi atas perbuatan kamu. (QS. Al-Baqarah: 143)
2. Tasamuh (Toleran)
Tasâmuh ialah sikap toleran yang bersedia menghargai terhadap segala kenyataan
perbedaan dan keanekaragaman, baik dalam pemikiran, keyakinan, sosial
kemasyarakatan, suku, bangsa, agama, tradisi-budaya dan lain sebagainya.Toleransi
dalam konteks agama dan keyakinan bukan berarti kompromi akidah. Bukan berarti

32
mengakui kebenaran keyakinan dan kepercayaan orang lain. Toleransi agama juga
bukan berarti mengakui kesesatan dan kebatilan sebagai sesuatu yang haq dan
benar.Yang salah dan sesat tetap harus diyakini sebagai kesalahan dan kesesatan. Dan
yang haq dan benar harus tetap diyakini sebagai kebenaran yang haq. Dalam kaitannya
dengan toleransi agama, Allah SWT berfirman: “Untukmulah agamamu, dan
untukkulah, agamaku”. (QS. Alkafirun: 6).
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah
akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi”. (QS. Ali Imran: 85)
Toleransi dalam konteks tradisi-budaya bangsa, ialah sikap permisif yang
bersedia menghargai tradisi dan budaya yang telah menjadi nilai normatif masyarakat.
Dalam pandangan ASWAJA, tradisi-budaya yang secara substansial tidak bertentangan
dengan syariat, maka Islam akan menerimanya bahkan mengakulturasikannya dengan
nilai-nilai keIslaman.
Dengan demikian, tasâmuh (toleransi), berati sebuah sikap untuk menciptakan
keharmonisan kehidupan sebagai sesama umat manusia. Sebuah sikap untuk
membangun kerukunan antar sesama makhluk Allah di muka bumi, dan untuk
menciptakan peradaban manusia yang madani. Dari sikap tasâmuh inilah selanjutnya
ASWAJA merumuskan konsep persaudaraan (ukhuwwah) universal. Meliputi
ukhuwwah Islamiyyah (persaudaan keIslaman), ukhuwwah wathaniyyah (persaudaraan
kebangsaaan) dan ukhuwwah basyariyyah atau insâniyyah (persaudaraan
kemanusiaan). Persaudaraan universal untuk menciptakan keharmonisan kehidupan di
muka bumi ini, merupakan implementasi dari firman Allah SWT:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki -laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu”. (QS. Alhujurat;
13).
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para mal aikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi ”. (QS. Albaqarah: 30)
3. Tawazun (Keseimbangan)
Tawâzun ialah sikap berimbang dan harmonis dalam mengintegrasikan dan
mensinergikan dalil-dalil (pijakan hukum) atau pertimbangan-pertimbangan untuk
mencetuskan sebuah keputusan dan kebijakan.Dalam konteks pemikiran dan amaliah

33
keagamaan, prinsip tawâzun menghindari sikap ekstrim (tatharruf) yang serba kanan
sehingga melahirkan fundamentalisme, dan menghindari sikap ekstrim yang serba kiri
yang melahirkan liberalisme dalam pengamalan ajaran agama. Sikap tawâzun ini
didasarkan pada firman Allah: Sesungguhnya
4. Ta’dul (Keadilan)

Ta‟âdul ialah sikap adil dan netral dalam melihat, menimbang, menyikapi dan
menyelesaikan segala permasalahan. Adil tidak selamanya berarti sama atau setara
(tamâtsul). Adil adalah sikap proporsional berdasarkan hak dan kewajiban masing-
masing. Kalaupun keadilan menuntut adanya kesamaan atau kesetaraan, hal itu hanya
berlaku ketika realitas individu benar- benar sama dan setara secara persis dalam
segala sifat-sifatnya. Apabila dalam realitasnya terjadi tafâdlul (keunggulan), maka
keadilan menuntut perbedaan dan pengutamaan (tafdlîl). Penyetaraan antara dua hal
yang jelas tafâdlul, adalah tindakan aniaya yangbertentangan dengan asas keadilan itu
sendiri. Sikap ta‟âdul ini berdasarkan firman Allah: Hai orang-orang yang beriman,
hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena
Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali -kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil
itu lebih dekat kepada takwa. (QS. Alma‟idah: 8).

34
Gender Dan ke – KOPRI an

A. Perbedaan Sex dan Gender

Gender secara umum digunakan unttuk mengidentikasi perbedaan laki-laki dan


perempuan dari segi sosial budaya. Sedangkan sex secara umum digunakan untuk
mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologis. Istilah sex
berkonsentrasi pada aspek biologis seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan
hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi dan karakteristik biologis lainnya. Sementara
gender lebih banyak berkonsentrasi pada aspek sosial budaya, psikologis dan aspe-aspek non
biologis lainnya. Secara fisik biologis, laki-laki dan perempuan tidak saja dibedakan oleh
identitas jenis kelamin, bentuk dan anatomi biologi lainnya, melainkan juga komposisi kimia
dalam tubuh. Perbedaan yang terakhir ini menimbulkan akibal-akibat fisik biologis seperti
laki-laki yang mempunyai suara lebih besar, berkumis, berjenggot, pinggul lebih ramping dan
dada yang datar. Sementara perempuan mempunyai suara lebih bening, buah dada menonjol,
pinggul umumnya lebih besar dan organ reproduksi yang amat berbeda dengan laki-laki.

Pengertian Gender

▪ Kata "Gender" berasal dari bahasa Inggris "gender" berarti "jenis kelamin". Dalam Webter
New World Dictionary, gender diartikan sebagai "perbedaan yang tampak antara laki-laki
dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku".

▪ Di dalam Women Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep
kultural yang berupaya membut pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku,
mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang
dalam masyarakat.

▪ Hilany M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex and Gender, an Introduction mengatakan
gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural
ecpectations for women and men), Pendapat ini sejalan dengan pendapat umumnya kaum
feminis seperli Linda L. Lindsey, yang menganggap semua ketetapan masyarakat perihal
penentuan seseorang sebagai laki-Iaki atau perempuan adalah termasuk bidang kajian gender
(what A given society difines as masculine or feminine is a component of gender).

▪ HT. Wilson dalam Sex and Gender mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk
menentukan perbedaan sumbangan laki-Iaki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan
kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan.

35
▪ Elaine Showalter mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan
perempuan dilihat dari konstrukli sosial budaya. Ia menekankannya sebagai konsep analisis
(an analytic concept) yang dapat digunakan untuk menunjukkan sesuatu.

▪ Kantor Menteri Urusan Peranan Wanita dengan ejaan "gender". Gender diartikan sebagai
"interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan.
Gender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian karya yang dianggap tepat
bagi laki-laki dan perempuan.

Dari berbagi definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep
yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi
sosial budaya. Gender dalam arti ini mendefinisikan laki-laki dan perempuan dari sudut non
biologis. Konsep gender yakni suatu hal yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan
yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural sejarah perbedaan gender (gender difference)
antara manum jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh
karena itu, terbentuknya perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya
dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikonstruksi secara sosil dan kultural melalui
ajaran keagamaan maupun negara.

1. Gender dan Marginalisasi Perempuan

Proses marginalisasi yang mengakibatkan kemiskinan. sesungguhnya banyak sekali


terjadi dalam masyarakat dan negara yang menimpa kaum laki-laki dan perempuan yang
disebabkan oleh berbagai kejadian, misalnya; penggusuran, bencana alam atau proses
eksploitasi, namun adalah satu bentuk pemiskinan, disebabkan oleh gender. Ada beberapa
perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu serta mekanisme protes marginalisasi kaum
perempuan karena perbedaan gender tersebut. Dari segi sumbernya bisa berasal dari
kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsir agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan
asumsi ilmu pengetahuan

2. Gender dan Subordinasi

Pandangan gender ternyata bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan.


Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa
tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi
yang tidak penting. Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk
yang berbeda dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu. Di Jawa, dulu ada anggapan bahwa

36
perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya akan ke dapur juga. Bahkan
pemerintah pernah memiliki peraturan bahwa jika suami akan pergi belajar (jauh dari
keluarga), dia bisa mengambil keputusan sendiri. Sedangkan bagi istri yang hendak tugas
belajar ke luar negeri harus seizin suami. Dalam rumah tangga, masih sering terdengar jika
keuangan keluarga sangat terbatas, dan harus mengambil keputusan untuk menyekolahkan
anak-anaknya, maka anak laki-laki akan mendapatkan prioritas utama. Praktis/ perbuatan
seperti itu sesungguhnya berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil.

3. Gender dan Stereotipe

Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok
tertentu. Celakanya, stereotipe aelalu merugikan dan menimbulkan kelidakadilan. Banyak
sekali ketidakadilan jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan yang bersumber dari
penandaan (stereotipe) yang dilakukan pada mereka. Misalnya penandaan yang berawal dari
asumsi bahwa perempuan bersolek adalah dalam rangka memancing perhatian lawan
jenisnya, maka tiap ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan
stereotipe ini. Bahkan jika ada pemerkosaan yang dialami oleh perempuan, masyarakat
berkecenderungan menyalahkan korbannya. Masyarakat memiliki anggapan bahwa tugas
utama kaum perempuan adalah melayani suami. Stereotipe ini berakibat wajar sekali bila
pendidikan kaum perempuan dinomorduakan. Stereotipe terhadap kaum perempuan ini
terjadi di mana-mana. Banyak peraturan pemerintah, aturan keagamaan, kultur dan kebiasan
masyarakat yang dikembangkan karena stereotipe tersebut

4. Gender dan Beban Kerja (Double Burden)

Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin serta
tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik
rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan. Manifestasi ketidakadilan gender dalam
bentuk margina1isasi ekonomi, subordinasi, kekerasan, stereotipe dan beban kerja tersebut
terjadi di berbagai tingkatan. Pertama, manifestasi ketidakadilan gender tersebut teljadi di
tingkat negara. Kedua, manifestasi ketidakadilan gender terjadi di tempat kerja, organisasi,
maupun dunia pendidikan. Ketiga, manifestasi ketidakadilan gender juga terjadi pada adapt-
istiadat, masyarakat di banyak kelompok etnik, dalam kultur suku-suku atau dalam tradisi
keagamaan.

37
5. Gender dan Kekerasan

Kekerasan (violence) adalah serangan atau invansi (assault) terhadap fisik maupun
integritas mental pslikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesama manusia pada dasarya
berawal dari berbagai sumber, namun jelas satu kekerasan terhadap satu jenis kelamin
tertentu yang disebabkan oleh bias gender ini. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender
ini disebut gender related violence. Pada dasarnya, kekerasan gender disebabkan oleh
ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Banyak maestrim dan bentuk
kejahatan yang bila dikategorikan sebagai kekerasan gender, di antaranya:

Pertama, bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, termasuk dalam perkawinan.


Perkosaan terjadi jika seseorang melakukan paksaan untuk mendapatkan pelayanan seksual
tanpa kerelaan yang bersangkutan. Kedua, tindakan pemukulan dan serangan fisik yang
terjadi di rumah tangga (domestic violence), termasuk tindak kekerasan dalam bentuk
penyiksaan terhadap anak-anak (cild abuse). Ketiga, bentuk penyiksaan yang mengarah pada
organ alat kelamin (genital mutilation), misalnya penyunatan terhadap anak perempuan.
Keempat, kekerasan dalam bentuk pelacuran (prostitution). Pelacuran merupakan bentuk
kekerasan terhadap perempuan yang diselenggerakan oleh suatu mekanisme ekonomi yang
merugikan kaum perempuan. Kelima, kekerasan dalam bentuk propaganda pornografi adalah
jenis kekerasan lain terhadap perempuan. Jenis kekerasan ini termasuk jenis kekerasan non-
fisik, yakni pelecehan terhadap kaum perempuan dimana tubuh perempuan dijadikan obyek
demikian juga dengan seseorang. Keenam, kekerasan dalam bentuk sterilisasi dalam
Keluarga berencana (enforced sterilization). Keluarga berencana di banyak tempat temyata
telah menjadi sumber kekerasan terhadap perempuan. Ketujuh, adalah jenis kekerasan
terselubung (molestion), yakni memegang atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh
perempuan dari berbagai cara dan kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh. Jenis
kekerasan seperli ini sering terjadi di tempat pekerjaan ataupun di tempat umum, seperti
dalam bus. Kedelapan, tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan
di masyarakat yakni yang dikenal dengan pelecehan seksual atau sexual and emotional
harrasment. Ada beberapa bentuk yang bisa dikategorikan pelecehan seksual, diantaranya
adalah:

 Menyampaikan lelucon jorok secara vulgar kepada seseorang dengan cara dirasakan
dengan sangat sensitif.
 Menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor.

38
 Menginterogasi seseorang tentang kehidupan atau kegiatan seksualnya atau kehidupan
pribadinya.
 Meminta imbalan seksual dalam rangka janji untuk mendapatkan kerja atau untuk
mendapatkan promosi atau janji-janji lainnya.
 Menyentuh atau menyenggol bagian tubuh tanpa ada minat atau tanpa seizin dari yang
bersangkutan.

B. Prinsip Keadilan Gender Dalam Kehidupan Menurut Islam

Berkenaan dengan terjadinya ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat,


islam dalam hal ini telah memberikan beberapa prinsip dasar tentang kesetaraan gender laki
laki dan perempuan antara lain sebagai berikut:

1. Laki laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba Allah


Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuh menyembah Tuhan, sebagaimana
dalam firman Allah dalam surat al Zariyat ayat: 56

‫ُون‬
ِ ‫نس ِإَّل ِل َي ْع ُبد‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ٱ ْل ِجن َو‬
َ ‫ٱْل‬

artinya “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku”

Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki laki dan
perempuan. Keduannya punya potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba
yang ideal. Hamba yang ideal diistilahkan dengan orang yang bertakwa. Dan untuk
mencapai derajat takwa tersebut tidak dikenal dengan perbedaan jenis kelamin.

2. Laki laki dan perempuan sebagai khalifah di bumi


Kapasitas manusia sebagai khalifah dimuka bumi (khalifah fi al‟ard) ditegskan dalam
Q.S al Baqarah ayat 30 dan Al An‟am ayat 165.
QS. Al-Baqarah ayat 30
‫ٗار قبه سثل ىيَيئنخاًّ جبػو فً االسض خيٍفخ قبى٘اارجؼو فٍٖبٍِ ٌفسذ فٍٖبٌٗسفل اىذٍبء ّٗحِ ّسجح‬
َُ٘‫ثحَذك ّٗقذس ىل قبه اًّ اػيٌ ٍب الرؼي‬
30. Dan (ingatlah) ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak
menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak orang
yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-

39
Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui.”
QS. Al-Anam ayat 165
‫ٕٗ٘اىزي جؼينٌ خيئف االسض ٗسفغ ثؼضنٌ ف٘ق ثؼط دسجذ ىٍجي٘مٌ فً ٍبارىنٌ اُ سثل سشٌغ اىؼقبة‬
ٌٍ‫ٗأّ ىغف٘سسح‬
165. Dan Dialah yang menjadikan kmu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia
mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas
(karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat
memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Dalam kedua ayat tersebut, kata „khalifah‟ tidak menunjuk pada salah satu jenis
kelamin tertentu. Artinya baik perempuan maupun laki laki mempunyai fungsi yang
sama sebagai khalifah yang akan mempertanggungjawabkan tugas tugas
kekhalifahannya di bumi.
3. Perempuan dan laki laki sama-sama berpotensi meraih prestasi
Peluang untuk meraih prestasi maksimum tidak ada pembedaan antara perempuan dan
laki laki ditegaskan secara khusus dalam tiga ayat, yakni: Q.S Ali Imron ayat 195, Q.S
An Nisa‟ ayat 124 dan Q.S An Nahl ayat 97.

Ketiganya mengisyaratkan konsep kesetaraan jender yang ideal dan memberikan


ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiriual maupun karir
profesional, tidak mesti di dominasi oleh satu jenis kelamin saja.

C. Keadilan Gender Dan Kesetaraan Gender


Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-
laki.Dengan keadilan gender berarti tidak ada lagi bentuk-bentuk ketidakadilan gender
seperti pembakuan/pelabelan,beban,ganda,subordinasi,marjinalisasi dan kekerasan
terhadap perempuan maupun laki-laki.
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi laki-laki dan perempuan dalam
mendapatkan akses terhadap sumberdaya pembangunan,kesamaan untuk memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia,agar mampu berperan dalam kegiatan
pembangunan.kesamaan dalam penguasan (kontrol) terhadap sumber daya pembangunan
dan kesamaan dalam menikmati hasil (manfaat) pembenagunan tersebut,kesamaan.

40
Perspektif gender adalah cara pamdang kita bahwa laki-laki dan perempuan memiliki
peran,tanggung jawab,kebutuhan,pengalaman,kondisi yang berbeda yang perlu
dipertimbangkan dalam berfikir,bersikap dan bertindak.

D. Sejarah KOPRI

Korp Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri atau yang disingkat dengan
KOPRI merupakan Badan semi Otonom PMII yang khusus menaungi atau mengkawal
kaderisasi putri. Pada tanggal 7-11 Februari 1967 saat kongres ke III PMII di Malang Jawa
Timur terbentuklah Departemen Keputrian yang merupakan jawaban dari kegelisahan kader
putri di PMII. Kemudian pada Mukernas II PMII diSemarang tanggal 25 September 1967
lahir dengan nama KOPRI (Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri) yang
diketuai oleh Ismi Maryamah BA dan sekretaris Maryamah BA. Semula kopri pusat
berkedudukan di Jakarta, kemudian berdasarkan keputusan MUBES I PMII di Garut Jawa
Barat pada tanggal 20-27 Januari 1969 KOPRI dipindahkan ke Surabaya, Jawa Timur yang
operasional/pengelolaan selanjutnya diserahkan pada PW PMII Jawa Timur. Munas kopri
yang pertama dilaksanakan di makasar Ujungpandang pada tanggal 25-30 April 1970
bersamaan dengan pelaksanaan Kongres IV PMII.

Kemudian, pada periode 1973-1988 kopri dibubarkan. Hal ini disebabkan karena
selama periode 1970-1973 kopri tidak pernah mengadakan kegiatan dan dinilai gagal, hingga
klimaksnya mereka tidak mampu membuat Laporan Pertanggungjawaban pada kongres V
PMII di Ciloto Jawa Barat pada tahun 1973. Dengan ketua KOPRI pada saat itu sahabati
Adibah Hamid. Pada kongres V PMII ini tidak ada satupun pengurus PP KOPRI yang hadir,
sehingga kongres mengeluarkan pernyataan Ciloto yang isinya meminta pengurus KOPRI
mengadakan Mubes khusus KOPRI dengan limit waktu enam bulan.

KOPRI dibentuk kembali pada Kongres IX PMII di Surabaya pada tahun 1988dengan
ketua Khofifah dam ssekretaris Ulya Soraya. Sampai pada kongres XII PMII diMedan
Sumatera Utara tahun 2000 Kopri bubar kembali. Dengan ketua pada saat itu sahabati Luluk
Nur Hamidah dan sekretaris Wahidah Suaeb. Kopri dibubarkan berdasarkan hasil voting yang
berbeda hanya satu suara. Belajar dari pengalaman paht itu, bahwa kader kader putri pasca
kongres PMII di Medan mengalami stagnasi yang berkepanjangan dan tidak menentu, maka
oleh sebab itu untuk mengatasi keresahan keresahan yang terjadi, kader putri menganggap
perlu dibentuknya wadah kembali. Pada kongres XIII PMII diKutai Kartanegara Kalimantan

41
Timurpada tanggal 16-21 April 2003 seagai momentum yang tepat untuk memprakarsai
adanya wadah, maka terbentuklah POKJA Perempuan dan kemudian lahirlah kembali
KOPRI diJakarka pada tanggal 29 September 2003 dengan ketua KOPRI Winarti dan
Sekretaris Nina Hunainah selama masa periode kepengurusan Ketua Umum PMII A. Malik
Haramain 2003-2005.

1. Visi dan Misi KOPRI

Visi Kopri adalah terciptanya masyarakat yang berkeadilan berlandaskan kesetaraan


dan menjunjung tinggi nilai nilai kemanusiaan

Misi Kopri adalah mengideologisasikan nilai keadilan gender dan mengkonsolidasi


gerakan perempuan di PMII untuk membangun masyarakat berkeadilan gender.

2. Kelembagaan KOPRI

PMII menyadari betul bahwa anggotanya perlu diberdayakan semaksimal mungkin.


Selama ini kader putri dirasa belum sepenuhnya diberi kesempatan atau tempat untuk
memaksimalkan potensinya, untuk itu dirasa perlu dibuat wadah khusus yang menampung
seluruh ide, aspirasi ynag nantinya dapat berwujudkan sebuah gerakan yang nyata dari kader
putri itu sendiri. Maka dibentuklah Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau
KOPRI supaya anggota yang begitu banyaknya dapat memaksimalkan prosesnya dengan
mengikuti berbagai kaderisasi yang telah disiapkan baik sistem kaderisasi dari PMII maupun
KOPRI.

3. Landasan Normatif

Dalam BAB VII Anggaran Rumah Tangga (ART) PMII tentang kuota kepengurusan,
BAB XI pasal 25 dinyatakan ayat (1) Pada setiap level Kepengurusan harus menempatkan
anggota perempuan dari 1/3 dari keseluruhan anggota pengurus dan ayat (2) Pada setiap
kegiatan yang diselenggarakan PMII harus memperhatkan keterwakilan perempuan minimal
1/3 dari keseluruhan unsur kepanitiaan.

Adapun wadah pemberdayaan anggota putri PMII ditegaskan dengan pembentukan


lembaga khusus bernama Korp PMII Putri sebagaimana dalam bab XII Pasal 26 ayat (1)
Korps PMII Putri selanjutnya disingkat KOPRI dan ayat (2) KOPRI diwujudkan dalam
Badan Semi Otonom ynag secara khusus mengangani pengembangan kader putri PMII

42
dengan perspektif keadilan dan kesetaraan gender (3) selanjutnya pengertian semi otonom
dijelaskan dalam bab penjelasan.

Struktur KOPRI sama halnya dengan struktur di PMII terdiri dari: PB KOPRI, PKC
KOPRI, PC KOPRI, PK KOPRI dan PR KOPRI

E. Pola Hubungan
1. Pola hubungan PMII dan KOPRI ditunjukkan secara garis koordinasi, konsultasi
dan instruksi
2. Kopri mempunyai kewenangan sendiri dalam mengatur kebijakan internal terkait
persoalan administrasi organisasi
3. Perwakilan pengurus kopri merupakan bagian dari anggota pengurus PB PMII
4. Kopri mempunyai kepengurusan ditingkat PB/PKC/PC/PK/PR dengna sistem
koordinasi antar masing-masing level kepengurusan.

43
Sejarah Bangsa Indonesia

(SBI)

A. Akulturasi nilai di berbagai wilayah Indonesia

Menurut koentjaraningrat, akulturasi adalah proses sosial yang terjadi bila kelompok
sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing yang berbeda.
Syarat terjadinya proses akulturasi adalah adanya persenyawaan yaitu penerimaan
kebudayaan tanpa rasa terkejut, kemudian adanya keseragaman seperti nilai baru yang
tercerna akibat keserupaan tingkat dan corak budaya.

Dalam perkembangannya, ada tiga periode akulturasi yang terjadi di Indonesia.

a. Periode awal (abad 5-11 masehi)

Pada periode ini, unsur hindhu-budha sangat kuat dan lebih menonjol sedangkan unsur
atau ciri-ciri kebudayaan Indonesia sendiri menjadi terdesak. Terbukti dengan banyak di
temukannya berbagai macam patung dewa, seperti patung dewa wisnu, brahma, siwa dan
budha yang tersebar di kerajan-kerajaan tarumanegara, kutai dan mataram kuno.

b. Periode pertengahan (abad 11-16 masehi)

Pada periode ini unsur hindu-budha sudah mulai berimbang. Hal tersebutbdisebabkan
karena unsur hindu-budha mulai melemah sedangkan unsur kebudayaan Indonesia
kembali menonjol, sehingga kemudian menyebabkan munculnya sebuah sinkretisme
(perpaduan antara dua atau lebih aliran budaya). Hal ini bisa kita lihat pada peninggalan
zaman kerajaan kediri, singosari dan majaapahit.

c. Periode akhir (abad 16-sekarang)

Pada periode ini, unsur budaya Indonesia menjadi lebih kuat dibandingkan dengan
periode sebelumnya, sedangkan unsur hindu-budha menjadi surut dikarenakan
perkembangan politik dan ekonomi di India yang tidak stabil. Untuk lebih memahami
wujud yang sudah mengalami proses akulturasi dapat kita lihat seperti :

a) Seni Bangunan

Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam dan
istana.

b) Seni Rupa
44
Tradisi islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang
menghiasi masjid, makam islam berupa saluran tumbuh-tumbuhan.

c) Aksara dan Seni Sastra

Tersebarnya agama islam di Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau
tulisan, yaitu masyarakat sudah mulai mengenal bahasa arab.

d) Bentuk Seni Sastra

Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang terpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah.

 Babd adalah kisah rekaan pujangga keratin dan sering di anggap sebagai peristiwa
sejarah.
 Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawuf.
 Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan suluk karena berbentuk
kitab yang berisi ramalan.
e) Sistem Kalender

Sebelum budaya islam masuk ke indonesia, kalender sudah dikenal oleh masyarakat,
yaitu kalender seka (kalender hindu) yang dimulai tahun 78 M. Setelah berkembangnya
islam di Indonesia, sultan ageng dari mataram membuat kalender jawa menggunakan
perhitungan peredaran bulan. Dan menggunakan kalender hijriyah (islam). Kalender
sultan agung ini dimulai pada tanggal 1 syuro 1555 jawa atau tepatnya 1 muharram 1053
H yang bertepatan tanggal 8 agustus 1633 M.

B. Posisi Indonesia pada Masa Kolonialisme


1. Latar Belakang Kedatangan Bangsa Barat

Awal mula tujuan Banga Barat melakukan pelayaran ke Indonesia adalah untuk
mendapatkan rempah-rempah langsung dari sumbernya, dikarenakan jatuhnya
konstatinopel ke tangan Turki Utsmani pada tahun 1453, sehingga pasokan rempah-
rempah eropa menjadi menipis. Tujuan kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia
kemudian lambat laun berubah menjadi menguasai daerah penghasil rempah-rempah
serta memonopoli perdagangan, kemudian membangun basis militer, lalu secara tidak
langsung dipraktikkannya kolonialisme, imperialism dan ikut campur dalam urusan
politik pemerintahan kerajaan di Nusantara. Pada ahirnya, penjajahan yang dilakukan

45
bangsa-bangsa Eropa disertai semangat 3G yakni Gold (kekayaan), Glory (kejayaan),
dan Gospel (menyebarkan agama Nasrani).

b. Masa Penjajahan

1. Penjajahan Portugis

Proses kedatangan bangsa barat pertama kali diawali oleh Bangsa Portugis. Pada
tahun 1498 rombongan Vasco da Gama mendarat sampai di Kalikut dan juga Goa di
pantai barat india. Setelah bebrapa tahun tinggal di India, mereka menyadari bahwa
daerah tersebut bukan daerah penghasil rempah-rempah. Mereka mendengar bahwa
daerah Malaka adalah kota pusat perdagangan rempah-rempah.

Dengan arada lengkap Alfoso de Albuqurque berangkat untuk menguasai


malaka. Pada tahun 1511 armada Portugis berhasil menguasai Malaka. Portugis mulai
memasuki wilayah kepulauan Nusantara yang disebutnya juga dengan wilayah India
(Hindia). Perlu diketahui bahwa dengan dikuasainya Malaka oleh Portugis pada tahun
1511 telah menyebabkan perdagangan orang-orang Islam menjadi terdesak. Tindakan
portugis untuk memaksa memonopoli itu mendapat perlawanan dari berbagai pihak.
Akan tetapi perlawanan dari berbagai pihak belum bisa menandingi kekuatan
portugis.

2. Penjajahan Spanyol

Sebelum orang-orang Portugis berangkat memulai penjelajahan samudra,


sebenarnya sudah lebih dulu Spanyol berangkat berlayar mencari rempah-rempah.
Orang-orang Spanyol yang diprakarsai Christoper Colombus merencanakan
melakukan penjelajahan samudra untuk menemukan tanah penghasil rempah-rempah.

Pada tanggal 3 Agustus 1492, Colombus berangkat dari pelabuhan. Atas dasar
keyakinan bahwa bumi itu bulat maka Colombus dengan rombongannya bertolak dari
Spanyol berlayar menuju Barat.

Perjalanan panjang yang dilalui bangsa Spanyol ahirnya membuahkan hasil.


Mereka sampai dikepulauan pada tahun 1521 yang ternyata tempat penghasil rempah-
rempah. Pada saat itu di Maluku sedang ada perang antara Ternate dan Tidore.
Kondisi demikian dimanfaatkan oleh Spanyol dengan memberikan dukungan kepada
Tidore dalam menghadapi Ternate yang juga didukung oleh kekuatan Portugis.

46
Keterlibatan Portugis dan Spanyol dalam persaingan ternate dan Tidore berahir
dengan ditandatanganinya Perjanjian Tordesilas.

3. Penjajahan Inggris

Orang-orang Inggri pertamakalinya sampai di Indonesia pada tahun 1579


dipimpin oleh Francis Drake dan Thomas Cavendish. Mereka berhasil membawa
rempah-rempah dari Maluku dan lewat kongsi dagangnya yaitu EIC (East India
Company), Inggris berhasil menjalin hubungan dagang dengan Makasar, Maluku,
Jayakarta, Aceh, Banjar. Inggris juga membentuk beberapa kantor dagang di
Indoneisa pada tahun 1604.

4. Penjajahan Belanda

Pada tahun 1596 penjajah Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman
berhasil mendaratkan kapal pertama kali di Indonesia. Dengan alasan ingin berdagang
rombongan mereka berlabuh di Banten, akan tetapi selang berjalannya waktu bangsa
Belanda bersifat kurang bersahabat sehingga mereka diusir dari kerajaan Banten.

Bangsa Belanda membeli rempah-rempah juga mempelajari jalur laut dan mereka
kembali ke negara asalnya. Kembalinya belanda kali kedua pada tahun1598 di Banten
dan dipimpin oleh Jacob Van Neck. Rombongan Belanda ali ini datang dengan
membawa pasukan lebih banyak, mereka membuat kelompok-kelompok kongsi
dagang dan saling bersaing.

Persaingan keras yang terjadi antar perusahaan dagang orang-orang Belanda.


Kenyataan ini mendapat perhatian kusus dari parlemen belanda, sebab hal tersebut
bisa menjadi hal yang akan merugikan kerajaan Belanda. Pada 20 Maret 1602 secara
resmi dibentuklah persekutuan resmi Belanda di Nusantara sebagai hasil fusi anatar
kongsi yang telah ada. Kongsi dagang ini diberi nama Vereenigde Oos Indische
Compagnie (VOC). Adapun tujuan dari pendirian VOC anatar lain untuk:

1) Menghindari persaingan yang ada.


2) Memperkuat kedudukan para pedagang Belanda dalam menghadapi persaingan
dengan pedagang negara lain.
3) Sebagai kekuatan revolusi, sehingga VOC memiliki tentara.

47
Tidak hanya menjadi sebuah kongsi dagang yang berusaha untuk mencari untung
saja, tetapi juga ingin menanamkan kekuasaan di Nusantara. VOC dengan hak-hak
dan kewenangan yang diberikan pemerintah dan parlemen Belanda telah melakukan
penjajahan dan penguatan akar kolonialisme dan imperialism. Oleh karena itu, wajar
kalau timbul perlawanan dari berbagai daerah di Nusantara, misalnya dari Aceh,
Demak, Mataram, Banjar, Batak, Makasar dan Maluku.

5. Penjajahan Jepang

Pada tanggal 11 Januari 1942, tentara Jepang dan angkatan lautnya yang kurang
lebih berjumlah 20.000 oreng mendarat di Pantai Tarakan, Kalimantan Timur. Begitu
sampai di Tarakan, rombongan pasukan jepangg disambut oleh tentara Belanda yang
sudah dulu menduduki wilayah tersebut. Belanda yang tidak terima tentu menyerang
tentara Jepang, sehingga terjadi pertempuran sengit.

Tujuan jepang menduduki Hindia-Belanda adalah untuk menguasai sumber-


sumber alam terutamanya adalah minyak bumi untuk menyuplay industry dan
kebutuhan perang Jepang.

C. Pengaruh Eropa dan Arab terhadap gagasan Bangsa Indonesia

1. Faktor Penyebab

 Kenangan kejayaan pada masaa lampau menggugah kebangkitan melawan


penjajah.
 Penderitaan dan kesengsaraan rakyat akibat penjajah, karena rakyat indonesia
merasa senasib sepenanggungan karena sama-sama dijajah dan bersama-sama
menentang penjajah.
 Lahirnya golongan terpelajar yang mempelopori gerakan anti penjajahan.
 Pengaruh kemenangan jepang dan rusia (1901-1905) yang memberi kepastian
bahwa bangsa asia mampu mengalahkan bangsa barat, hal ini mengangkat dan
mengembalikan kepercayaan bangsa indonesia.
 Berkembangnya gerakan nasional dan perjuangan kemerdekaan di negara lain
dalam upaya melawan kekuasaan asing seperti :
 Gerakan Nasionali India yang di pelopori oleh Mataram Gandhi
 Gerakan Nasionali China yang dipelopori oleh Sun Yat Sen
 Gerakan Nasionali Turki dipelopori oleh Mustafa Kemal Pasha

48
2. Pengaruh Paham Baru

Pengaruh paham baru membuka pola pikir rakyat indonesia untuk menggunakan
kemampuanya melawan ketidakadilan dan perampasan, sehingga ada kebangkitan
melawan penindasan penjajah untuk mewujudkan hidup yang merdeka. Bentuk
organisasi pergerakan nasional Indonesia yang muncul akibat pengaruh paham baru
antara lain :

1) Budi Utomo

Pada 20 Mei 1908 sebuah organisasi pergerakan nasional telah didirikan dengan nama
Budi Utomo yang diketuai oleh Dr. Sutomo. Tujuan utama dari Budi Utomo adalah
kemajuan dari Hindia-Belanda yang terlihat dari pelajaran sekolah-sekolah, mendirikan
badadn wakaf untuk mengumpulkan tunjangan pendidikan, membuka sekolah
pertanian, dan menghidupkan kembali seni dan budaya bumiputera.

2) Sarekat Islam

Gerakan yang didirikan oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada tanggal 16 Oktober
1905 ini bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). SDI merupakan organisasi ekonomi
yang berdasarkan pada agama Islam dan perekonomian rakyat sebagai dasar
penggeraknya. Di bawah pimpinan H. Samanhudi, perkumpulan ini berkembang pesat
hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh. R.M. Tirtoadisuryo pada tahun 1909
mendirikan Sarekat Dagang Islamiah di Batavia. Pada tahun 1910, Tirtoadisuryo
mendirikan lagi organisasi semacam itu di Buitenzorg. Demikian pula, di Surabaya
H.O.S. Tjokroaminoto mendirikan organisasi serupa tahun 1912. Tjokroaminoto masuk
SI bersama Hasan Ali Surati, seorang keturunan India, yang kelak kemudian memegang
keuangan surat kabar SI, Utusan Hindia. Tjokroaminoto kemudian dipilih menjadi
pemimpin, dan mengubah nama SDI menjadi Sarekat Islam (SI).

3) Indisce Partij

Indische Partij merupakan partai politik pertama di Hindia Belanda, berdiri tanggal 25
Desember 1912. Didirikan oleh tiga serangkai, yaitu E.F.E. Douwes Dekker, Tjipto
Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara. Maksudnya adalah sbg mengganti Indische
Bond yg merupakan organisasi orang-orang Indonesia serta Eropa di Indonesia. Hal ini
disebabkan telah tersedianya keganjilan-keganjilan yang terjadi (diskriminasi)
khususnya sela keturunan Belanda totok menggunakan orang Belanda campuran

49
(Indonesia). IP sebagai organisasi adonan menginginkan telah tersedianya kolaborasi
orang Indo dan bumi putera. Hal ini disadari sudah tersedia sebab jumlah orang Indo
sangat sedikit, maka diperlukan kerja sama dengan orang bumi putera supaya letak
organisasinya makin bertambah kuat.

4) Muhammadiyah

Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman


Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H). Persyarikatan
Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk
memurnikan ajaran Islam yang menurut anggapannya, banyak dipengaruhi hal-hal
mistik.

5) Nahdlatul Ulama

Berangkan komite dan bermacam organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc,
karenanya setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup
dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Karenanya setelah
berkordinasi dengan bermacam kyai, penghabisannya muncul kesepakatan untuk
membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16
Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari
untuk Rais Akbar.

D. Pancasila dan Posisi Indonesia di Era Perang Dunia II di Awal Proklamasi


Kemerdekaan, Ancaman Agresi Militer Belanda dan Dinamika Negara Baru

1. Jepang Menyerah Pada Sekutu

Menyerahnya Jepang pada bulan Agustus 1945 menandai kesudahan Perang Dunia
II. Tingkatan Laut Kekaisaran Jepang secara efektif sudah tidak berada semenjak
Agustus 1945, sementara invasi Sekutu ke Jepang hanya tinggal waktu. Walaupun
hasrat kepada melawan hingga titik kesudahan disebutkan secara membuka, pimpinan
Jepang dari Dewan Penasihat Militer Jepang secara pribadi memohon Uni Soviet
kepada berperan kepada mediator dalam kontrak damai dengan syarat-syarat yang
menguntungkan Jepang. Sementara itu, Uni Soviet juga bersiap-siap kepada menyerang
Jepang dalam usaha memenuhi kontrak kepada Amerika Serikat dan Inggris di
Konferensi Yalta.

50
Pada 6 Agustus dan 9 Agustus, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki. Pada 9 Agustus, Uni Soviet melancarkan penyerbuan
mendadak ke koloni Jepang di Manchuria (Manchukuo) yang melanggar Pakta
Netralitas Soviet–Jepang. Kaisar Hirohito campur tangan setelah terjadi dua kejadian
mengejutkan tersebut, dan memerintahkan Dewan Penasihat Militer kepada menerima
syarat-syarat yang ditawarkan Sekutu dalam Deklarasi Potsdam. Setelah berlangsung
perundingan di belakang layar selama beberapa hari, dan kudeta yang gagal, Kaisar
Hirohito menyampaikan pidato radio di depan rakyat pada 15 Agustus 1945. Dalam
pidato radio yang dikata Gyokuon-hōsō (Siaran Suara Kaisar), Hirohito membacakan
Perintah Kekaisaran mengenai kapitulasi, sekaligus mengumumkan kepada rakyat
bahwa Jepang sudah menyerah kepada Sekutu.

Insiden pengeboman kota Hiroshima dan Nagasaki bisa diklaim menjadi awal
mulanya Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945
atau 15 Agustus 1945 waktu Jepang. Jepang menyerah tanpa syarat pada sekutu di
tanggal 14 Agustus 1945 sekaligus mengakui adanya Deklarasi Postdam yang berisi
kesepakatan yg dibuat untuk mengakhiri Perang dunia II.

2. Peristiwa Rengasdengklok

Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan oleh


sejumlah pemuda antara lain Soekarni, Wikana, Aidit dan Chaerul Saleh dari
perkumpulan "Menteng 31" terhadap Soekarno dan Muhammad Hatta. Peristiwa ini
terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00, dengan membawa kedua tokoh ini ke
Rengasdengklok, sebuah kota kecil di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat.

Peristiwa ini dilatarbelakangi perbedaan pendapat antara golongan muda dan


golongan tua dalam menentukan waktu proklamasi kemerdekaan Indonesia. Golongan
muda yang menginginkan kemerdekaan Indonesia segera diproklamasikan setelah
Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945 kepada Sekutu. Para pemuda khawatir bila
menunggu terlalu lama, maka akan terjadi vacuum of power (kekosongan kekuasaan)
dan Belanda akan kembali ke Indonesia dengan membonceng Sekutu yang memenangi
Perang Dunia II.

Para pemuda membawa Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok, dan berharap


Soekarno dan Mohammad Hatta bersedia menyatakan Proklamasi Kemerdekaan pada
tanggal 16 Agustus 1945. Namun Sukarno dan Hatta menolak usul ini.

51
Setelah Ahmad Subarjo datang, dia menengahi perdebatan anatar golongan tua dan
golongan muda, serta memastikan bahwa kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan
tanggal 17 Agustus 1945, maka para pemuda bersedia melepaskan Soekarno dan
Moh.Hatta beserta rombongannya untuk kembali ke Jakarta.

Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Keesokannya, pada


tanggal 17 Agustus 1945 Proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan di Jalan
Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat, yang saat ini dinamakan Jalan Proklamasi. Tempat
ini merupakan kediaman Ir Sukarno.

3. Perumusan Teks Proklamasi

Pada 16 Agustus 1945 terjadi peristiwa Rengasdengklok, dimana Ir. Soekarno dan
Mohammad Hatta diculik oleh para pemuda dan dibawa ke Rengasdengklok dengan
tujuan agar Ir. Soekarno dan Moh Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang dan segera
menyatakan kemerdekaan.

Pada 16 Agustus 1945 pukul 23.00 malam, Ir. Soekarno dan rombongannya tiba di
Jakarta, sehingga perumusan teks proklamasi dilakukan oleh Ir. Soekarno, Moh Hatta
dan Achmad Soebardjo di kediaman Laksamana Muda Maeda Tadashi. Rumusan teks
proklamasi diketik oleh Sayuti Melik dan ditandatangani Ir. Soekarno dan Moh Hatta.
Selanjutnya, bendera merah putih dijahit oleh istri Soekarno yaitu Fatmawati.

4. Pertempuran Melawan Sekutu dan NICA

Pada tanggal 27 Oktober 1945 pertempuran tidak dapat dihindarkan antara pasukan
sekutu dan NICA dengan para pejuang bangsa Indonesia. Dalam pertempuran yang
terus menjalar ke seluruh kota, mengakibatkan tewasnya Brigjen Mallaby. Pasukan
sekutu kemudian mengutus Mayjen Mansergh untuk membalas kematian Mallaby.
Tanggal 10 November Surabaya diserang baik dari darat, laut maupun udara oleh
pasukan sekutu. Namun para pejuang terus berusaha mempertahankan kota itu sampai
hamper saja tiga minggu lamanya. Tetapi karena kekuatan yang tidak seimbang, ahirnya
Surabaya dikuasai oleh sekutu. Markas pertahanan Surabaya dipindahkan ke desa
Lebani Waras, yang dikenal dengan nama Markas kali, untuk terus melakukan
perjuangan meskipun dengan kekuatan yang sangat kecil.

52
5. Agresi Militer I

Pada saat memikirkan perihal perjanjian Linggajati untuk dilaksanakannya atau


tidak, Belanda secara sepihak melancarkan serangan ke daerah-daerah RI baik di Jawa
maupun di Luar Jawa. Belanda berdalih bahwa RI sebagai tidak bersedia mentaati
Perjanjian Linggajati. Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya baik pasukan darat
maupun udara, dan membombardir ibu kota RI di Yogyakarta.

Jika dipandang dari segi taktik perang maupun diplomasi, Belanda selalu licik
dalam menjalankan manuvernya. Sebenarnya penyerangan serentak Belanda ini
memiliki tujuan untuk melenyapkan pemerintahan RI, merebut pusat-pusat
perdagangan, dan berkeinginan untuk menghancurkan TNI. Dengan penyerangan tidak
berdasar itu maka habislah riwayat Perjanjian Linggajati.

6. Agresi Militer II

Berdasarkan kesepakatan RI dan Belanda serta KTN, akan dibentuk negara federal.
Sejalan dengan itu Belanda terus menerus melakukan propaganda dan mempersempit
daerah kekuasaan RI. Bahkan Belanda berharap agar RI lenyap terbukti dengan
penyerangan-penyerangan Belanda yang mengalami puncaknya pada tanggal 19
Desember 1948.

Dengan adanya agresi militer II ini hampir semua kota-kota di Indonesia diduduki
oleh Belanda, termasuk Ibu kota RI di Yogyakarta tidak luput dari penyerbuan Agresi II
ini padahal dalam Perjanjian Renvile Belanda telah mengakui wilyah RI.

Meskipun hampir semua kota dapat diduduki oleh Belanda, namun dampaknya
tidak menguntungkan pihak Belanda. Semangat berjuang semakin berkobar di kalangan
rakyat Indonesia. Walaupun dilihat dari persenjataannya jauh berbeda, namun dalam
menghadapi kelicikan pihak Belanda, bangsa Indonesia tidak dapat ditakut-takuti
dengan persenjataan yang lengkap. Perjuangan terus dikobarkan baik dengan jalan
perang maupun diplomasi.

7. Perjanjian Roem Royen

Dalam hubungan internasional, keberadaan RI dapat tetap ditunjukkan terbukti


dengan upaya-upaya perundingan. Amerika Serikat pada tanggal 14 April 1949,
memfasilitasi perjanjian RI dengan Belanda. Delegasi Indonesia diwakili oleh Moh.

53
Roem sedangkan Belanda diwakili oleh Van Royen. Untuk menjadi fasilitas dalam
pertemuan ini PBB membentuk UNCI ( United Nations Commision for Indonesia) yang
dipimpin oleh Merle Cohran dari Amerika Serikat.

8. Konfrensi Meja Bundar

Peranan PBB dalam perundingan Indonesi-Belanda sangat besar, terutama dalam


mengusahakan suatu konferensi antara RI-Belanda. Dalam konferensi ini diikutsertakan
pula negara-negara bentukan Belanda yang tergabung dalam BFO. Konferensi ini
dikenal dengan nama Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berlangsung pada tanggal
23 Agustus sampai dengan 2 November 1949. Dalam konferensi ini terdapat tiga pihak
yaitu RI yang dipimpin oleh Hatta, BFO dan Belanda yang masing-masing diwakili
oleh Sultan Hamid II dan Van Maarseveen serta UNCI, sebuah komisi PBB untuk
Indonesia sebagai mediator.

9. Konfrensi Meja Bundar

Pada masa 1945-1959 merupakan awal dari berdirinya berbagai institusi


perwakilan rakyat seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merupakan
representasi atau perwakilan dari rakyat. Sehingga DPR dipandang perlu untuk menjadi
fungsi legalitas terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Dalam demokrasi
liberal juga diharapkan menegakkan hak-hak individu, namun dalam implementasinya
kebijakan yang diwujudkan oleh pemerintah seringkali bersinggungan dengan hak
individu rakyat.

E. Peran Santri Dalam Perjuangan Kemerdekaan

a. Gerakan Nahdlatul Wathan

Didorong untuk melakukan pembaharuan pembaharuan pendidikan pesantren, KH.


Abdul Wahab Hasbullah pada tahun 1916 mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan di
kampong Kawatan Gang IV Surabaya. Sesuai namanya “Nahdlatul Wathan” yang
artinya “kebangkitan Tanah Air” . Kyai Wahab ingin mendirikan lembaga pendidikan
yang bukan hanya mencetak ulama namun juga membangun kesadaran nasionalistik
siswa-siswanya.

54
b. Gerakan Taswirul Afkar

Ditahun yang sam dengan pendirian Nahdlatul Wathan, Kyai Wahab juga
mendirikan kelompok diskusi “Taswirul Afkar” (Pergolakan pemikiran) yang tak kalah
pentingnya bagi penciptaan iklik intelektual kaum mulimin di Surabaya yang
gagasannya sampai kini masih terasa. Taswirul Afkar merupakan wadah pertukaran
pikiran diantara ulama-ulama muda saat itu yang perannya penting bagi kemunculan
mereka, Kyai Wahab mendirikan Taswirul Afkar bersama KH. Ahmad Dahlan,
Kebondalem-Surabaya, KH. Mas Mansur dan Seorang anggota Budi Utomo, bernama
Mangun.

c. Gerakan Nahdlatut Tujjar

Karen kegigihan dan keuletan KH. Abdul Wahab Hasbullah berkeinginan adanya
koperasi tempat berhimpunnya pedagang pribumi yang dapat membantu mereka dalam
memasarkan produk-produk pertanian. Ketua dari Nahdlatut Tujar ini adalah KH.
Hasyim Asyari akan tetapi actor pendiriannya adalah KH. Abdul Wahab Hasbullah.

d. Resolusi Jihad NU

Rosilusi jihad NU dipelopori oleh KH. Hasyim Asyari, karena melihat


kemungkinan bahwa perjuangan kemerdekaan masih belum berkhir kendati proklamasi
sudah dilantangkan pada 17 Agustus 1945. Hal ini disebabkan karena kedatangan
Bridge Jendral A. W. S. Mallaby, yang merupakan buah dari rencana Agresi Militer II
Belanda.

Santri mempunyai peran penting dalam merebut kemerdekaan Negara Indonesia


terlebih saat ikut perang melawan sekutu pada 10 November 1945. Melalui KH.
Hasyim Asyari yang mengeluarkan fatwa jihad, 17 September 1945. Fatwa ini antara
lain berbunyi :

1) Hukumnya memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan kita sekarang


ini adalah Fardhu Ain bagi tiap orang-orang Islam meskipun fakir.
2) Hukumnya orang yang meninggal perang melawan NICA serta komplotannya
adalah mati syahid.
3) Hukumnnya orang yang memecah persatuan kita sekarang ini wajib dibunuh.

55
Berpijak pada fatwa inilah, kemudian paa Ulama sejawa dan Madura mengukuhkan
Resolusi Jihad dalam rapat yang digelar pada tanggal 21-22 Oktober 1945 di kantor
Pengurus Besar NU di Bubutan, Surabaya. Selain dihadiri oleh para utusan konsul NU
se-Jawa dan Madura, pertemuan penting ini juga dihadiri oleh panglima Laskar
Hizbullah, KH. Zaimnul Arifin. Rapat ini dipimpin oleh KH. A. Wahab hasbullah.

56
Genealogi Islam Di Indonesia

1. Pengertian
Genealogi atau ilmu nasab adalah sebuah cabang ilmu yang mempelajari garis
keturunan dan silsilah seseorang termasuk sejarah keluarga. Kata genealogi berasal
dari dua kata yang berasal dari bahasa latin yaitu genea yang berarti generasi dan
logos berarti pengetahuan atau ilmu.
Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad
saw sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia
hingga akhir zaman. Kata islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu ‫( س‬sin), ‫( ه‬lam), ً
(mim) yang bermakna “selamat” (salama).
Jadi, Genelaogi Islam adalah ilmu yang mempelajari tentang silsilah agama islam,
dalam hal ini silsilah agama islam di Indonesia.

2. Masuknya Islam Di Indonesia


Sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai
pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal masehi sudah ada
rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai
daerah di daratan Asia Tenggara.6 Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak
masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil
bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan
penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari
Maluku, dipasarkan di Jawa dan Sumatera, dan kemudian dijual kepada para
pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke-1
dan ke-7 M sering disinggahi para pedagang asing seperti Lamuri (Aceh), Barus, dan
Palembang di Sumatra (Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa).7
Pedagang-pedagang Muslim asal Arab, Persia dan India juga ada yang sampai
kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M (abad I H), ketika Islam
pertama kali berkembang di Timur Tengah. Malaka, jauh sebelum di taklukkan
Portugis (1511) merupakan pusat utama lalu-lintas perdagangan dan pelayaran.
Melalui Malaka, hasil hutan dan rempah-rempah dari seluruh pelosok Nusantara
dibawa ke Cina dan India, terutama Gujarat, yang melakukan hubungan dagang
langsung dengan Malaka pada waktu itu. Dengan demikian, Malaka menjadi mata
rantai pelayaran yang penting. Lebih ke Barat lagi dari Gujarat, perjalanan laut

57
melintasi Laut Arab. Dari sana perjalanan bercabang dua. Jalan pertama di sebelah
utara menuju Teluk Oman, melalui selat Ormuz, ke teluk Persia. Jalan kedua melalui
Teluk Aden dan laut Merah, dan dari kota Suez jalan perdagangan harus melalui
daratan ke Kairo dan Iskandariah. Melalui jalan pelayaran tersebut, kapal-kapal Arab,
Persia, dan India mondar-mandir dari Barat ke Timur dan terus ke negeri Cina dengan
menggunakan angin musim untuk pelayaran pulang perginya.8
Ada indikasi bahwa kapal-kapal Cina pun mengikuti jalanjalan tersebut sesudah abad
ke-9 M, tetapi kapal tersebut hanya sampai di pantai barat India, karena barang yang
diperlukannya sudah dapat dibeli disini. Dari berita Cina dapat diketahui bahwa di
masa dinasti Tang (abad ke 9-10) orang-orang Ta-Shih sudah ada di Kanton (Kanfu)
dan Sumatera. Ta-Shih adalah sebutan untuk orang-orang Arab dan Persia, yang
ketika itu jelas sudah menjadi Muslim. Perkembangan pelayaran dan perdagangan
yang bersifat internasional antara negerinegeri di Asia bagian Barat dan Timur
mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Bani Umayyah di bagian
barat dan kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara, yang pada zaman Sriwijaya pedagang-
pedagang Nusantara mengunjungi pelabuhan-pelabuhan Cina dan pantai Timur
Afrika.
a. Teori Tentang Masuknya Islam Ke Nusantara
Proses masuknya agama Islam ke nusantara tidak berlangsung secara
revolusioner, cepat, dan tunggal, melainkan berevolusi, lambatlaun, dan
sangat beragam. Menurut para sejarawan, teori-teori tentang kedatangan
Islam ke Indonesia dapat dibagi menjadi:
1) Teori Mekah, mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia
adalah langsung dari Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada
abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh yang memperkenalkan
teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah
seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan
pendapatnya ini pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada
dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia
menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan
bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari Arab. Bahan
argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA adalah sumber
lokal Indonesia dan sumber Arab. Dalam hal ini, teori HAMKA
merupakan sanggahan terhadap Teori Gujarat yang banyak kelemahan.

58
Ia malah curiga terhadap prasangkaprasangka penulis orientalis Barat
yang cenderung memojokkan Islam di Indonesia. Pandangan HAMKA
ini hampir sama dengan Teori Sufi yang diungkapkan oleh A.H. Johns
yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum pengembara) yang
telah melakukan Islamisasi awal di Indonesia.
2) Teori Gujarat, mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke
Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M.
Gujarat ini terletak di India bagain barat, berdekaran dengan Laut
Arab. Tokoh yang mensosialisasikan teori ini kebanyakan adalah
sarjana dari Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini
adalah J. Pijnapel dari Universitas Leiden pada abad ke 19.
Menurutnya, orang-orang Arab bermazhab Syafei telah bermukim di
Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke 7 Masehi), namun
yang menyebarkan Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari
orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah
memeluk Islam dan berdagang ke dunia timur, termasuk Indonesia.
teori Pijnapel ini disebarkan oleh seorang orientalis terkemuka
Belanda, Snouck Hurgronje. Menurutnya, Islam telah lebih dulu
berkembang di kota-kota pelabuhan Anak Benua India. Orang-orang
Gujarat telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia
dibanding dengan pedagang Arab. Dalam pandangan Hurgronje,
kedatangan orang Arab terjadi pada masa berikutnya. Orang-orang
Arab yang datang ini kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad
yang menggunakan gelar “sayid” atau “syarif ” di depan namanya.
Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912)
yang memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-
Saleh yang wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai,
Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik
Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki
bentuk yang sama dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat.
Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor
dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang
Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya

59
adalah kesamaan mahzab Syafei yang di anut masyarakat muslim di
Gujarat dan Indonesia.
3) Teori Persia, mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia
berasal dari daerah Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari teori ini
adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam
memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitik beratkan
analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara
masyarakat Parsi dan Indonesia. Tradisi tersebut antara lain: tradisi
merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah
atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang
berkembang dalam tradisi tabut di Pariaman di Sumatera Barat. Istilah
“tabut” (keranda) diambil dari bahasa Arab yang ditranslasi melalui
bahasa Parsi. Tradisi lain adalah ajaran mistik yang banyak kesamaan,
misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah dengan
ajaran sufi AlHallaj dari Persia. Bukan kebetulan, keduanya mati
dihukum oleh penguasa setempat karena ajaranajarannya dinilai
bertentangan dengan ketauhidan Islam (murtad) dan membahayakan
stabilitas politik dan sosial. Alasan lain yang dikemukakan Hoesein
yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi
pahat pada batu-batu nisan yang dipakai di kuburan Islam awal di
Indonesia. Kesamaan lain adalah bahwa umat Islam Indonesia
menganut mahzab Syafei, sama seperti kebanyak muslim di Iran.
4) Teori Cina, bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia (khususnya
di Jawa) berasal dari para perantau Cina. Orang Cina telah
berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam dikenal
di Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Cina atau Tiongkok
telah berbaur dengan penduduk Indonesia terutama melalui kontak
dagang. Bahkan, ajaran Islam telah sampai di Cina pada abad ke-7 M,
masa di mana agama ini baru berkembang. Sumanto Al Qurtuby dalam
bukunya Arus Cina-Islam-Jawa menyatakan, menurut kronik masa
Dinasti Tang (618-960) di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou,
dam pesisir Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman
Islam. Menurut sejumlah sumber lokal tersebut ditulis bahwa raja
Islam pertama di Jawa, yakni Raden Patah dari Bintoro Demak,

60
merupakan keturunan Cina. Ibunya disebutkan berasal dari Campa,
Cina bagian selatan (sekarang termasuk Vietnam). Bukti-bukti lainnya
adalah masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur Tiongkok yang
didirikan oleh komunitas Cina di berbagai tempat, terutama di Pulau
Jawa. Pelabuhan penting sepanjang pada abad ke-15 seperti Gresik,
misalnya, menurut catatan-catatan Cina, diduduki pertama-tama oleh
para pelaut dan pedagang Cina.
5) Semua teori di atas masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan
tersendiri. Tidak ada kemutlakan dan kepastian yang jelas dalam
masingmasing teori tersebut. Meminjam istilah Azyumardi Azra,
sesungguhnya kedatangan Islam ke Indonesia datang dalam
kompleksitas; artinya tidak berasal dari satu tempat, peran kelompok
tunggal, dan tidak dalam waktu yang bersamaan.
b. Kondisi dan Situasi Politik Kerajaan-kerajaan di Indonesia
Pada abad ke-7 sampai ke-10 M, kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya
ke daerah Semenanjung Malaka sampai Kedah. Datangnya orang-orang
muslim ke daerah itu sama sekali belum memperlihatkan dampak-dampak
politik, karena mereka datang memang hanya untuk usaha pelayaran dan
perdagangan. Keterlibatan orang-orang Islam dalam bidang politik baru
terlihat pada abad ke-9 M, ketika mereka terlibat dalam pemberontakan
petani-petani Cina terhadap kekuasaan T‟ang pada masa pemerintahan Kaisar
Hi-Tsung (878-889 M). Akibat pemberontakan itu, kaum muslimin banyak
yang dibunuh. Sebagian lainnya lari ke Kedah, wilayah yang masuk kekuasaan
Sriwijaya pada waktu itu memang melindungi orang-orang muslim di wilayah
kekuasaannya.
Kemajuan politik dan ekonomi Sriwijaya berlangsung sampai abad ke-12 M.
Pada akhir abad ke-12 M, kerajaan ini mulai memasuki masa kemundurannya.
Kemunduran politik dan ekonomi Sriwijaya dipercepat oleh usaha-usaha
kerajaan Singasari yang sedang bangkit di Jawa. Kerajaan Jawa ini melakukan
ekspedisi Pamaluyu tahun 1275 M dan berhasil mengalahkan kerajaan Melayu
di Sumatera. Keadaan itu mendorong daerah-daerah di Selat Malaka yang
dikuasai kerajaan Sriwijya melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan tersebut.
Kelemahan Sriwijaya dimanfaatkan pula oleh pedagangpedagang muslim
untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan politik dan perdagangan. Mereka

61
mendukung daerah-daerah yang muncul dan daerah yang menyatakan diri
sebagai kerajaan bercorak Islam, yaitu kerajaan Samudera Pasai di pesisir
Timur Laut Aceh. Daerah ini sudah disinggahi pedagang-pedagang Muslim
sejak abad ke-7 dan ke-8 M. Proses Islamisasi tentu berjalan di sana sejak
abad tersebut. Kerajaan Samudera pasai dengan segera berkembang baik
dalam bidang politik maupun perdagangan. Karena kekacauan-kekacauan
dalam negeri sendiri akibat perebutan kekuasaan di istana, kerajaan Singasari,
juga selanjutnya, Majapahit, tidak mampu mengontrol daerah Melayu dan
Selat Malaka dengan baik, sehingga kerajaan Samudera Pasai dan Malaka
dapat berkembang dan mencapai puncak kekuasaannya hingga abad ke-16 M.
c. Munculnya Pemukiman-pemukiman Muslim Di Kota-kota Pesisir
Menjelang abad ke-13 M, di pesisir Aceh sudah ada pemukiman Muslim.
Persentuhan antara penduduk pribumi dengan pedagang Muslim dari Arab,
Persia, dan India memang pertama kali terjadi di daerah ini. Karena itu,
diperkirakan, proses Islamisasi sudah berlangsung sejak persentuhan itu
terjadi. Dengan demikian, dapat dipahami mengapa kerajaan Islam pertama di
kepulauan Nusantara ini berdiri di Aceh, yaitu kerajaan Samudera Pasai yang
didirikan pada pertengahan abad ke-13 M. Setelah kerajaan Islam ini berdiri,
perkembangan masyarakat Muslim di Malaka makin lama makin meluas dan
pada awal abad ke -15 M, di daerah ini lahir kerajaan Islam, yang merupakan
kerajaan Islam Kedua di Asia Tenggara. Kerajaan ini cepat berkembang,
bahkan dapat mengambil alih dominasi pelayaran dan perdagangan dari
kerajaan Samudera Pasai yang kalah bersaing. Lajunya perkembangan
masyarakat Muslim ini berkaitan erat dengan keruntuhan Sriwijaya.
Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511), mata rantai penting pelayaran
beralih ke Aceh, kerajaan Islam yang melanjutkan kejayaan Samudera
Pasai.18 Dari sini, proses Islamisasi di kepulauan Nusantara berlangsung lebih
cepat dari sebelumnya. Untuk menghindari gangguan Portugis yang
menguasai Malaka, untuk sementara waktu kapal-kapal memilih menelusuri
pantai Barat Sumatera. Berdasarkan berita Tome Pires (1512-1515), dalam
Suma Oriental-nya, dapat diketahui bahwa daerah-daerah dibagian pesisir
Sumatera Utara dan Timur Selat Malaka, yaitu dari Aceh sampai Palembang
sudah banyak terdapat masyarakat dan kerajaan-kerajaan Islam. Akan tetapi,
menurut berita itu, daerah-daerah yang belum Islam juga masih banyak, yaitu

62
Palembang dan daerah-daerah pedalaman.19 Proses Islamisasi ke daerah-
daerah pedalaman Aceh, Sumatera Barat, terutama terjadi sejak Aceh
malakukan ekspansi politiknya pada abad ke-16 dan 17 M.
Sementara itu, di Jawa, proses Islamisasi sudah berlangsung , sejak abad ke-11
M, meskipun belum meluas; terbukti dengan ditemukannya makam Fatimah
binti Maimun di Leran Gresik yang berangka tahun 475 H (1082 M). Berita
tentang Islam di Jawa pada abad ke-11 dan 12 M memang masih sangat
langka. Akan tetapi, sejak akhir abad ke-13 M dan abad-abad berikutnya,
terutama ketika Majapahit mencapai puncak kebesarannya, bukti-bukti adanya
proses Islamisasi sudah banyak, dengan ditemukannya beberapa puluh nisan
kubur di Troloyo, Triwulan dan Gresik. Bahkan, menurut berita mahuan tahun
1416 M, di pusat Majapahit maupun di Pesisir, terutama di kota-kota
pelabuhan, telah terjadi proses Islamisasi dan sudah pula terbentuk masyarakat
Muslim.
Perkembangan Islam di Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi
raja Majapahit. Hal itu memberi peluang kepada raja-raja Islam pesisir untuk
membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah bimbingan
spiritual Sunan Kudus, meskipun bukan yang tertua dari Wali Songo, Demak
akhirnya berhasil menggantikan Majapahit sebagai kraton pusat.
Pengaruh Islam masuk ke Indonesia bagian Timur, khususnya daerah Maluku,
tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang pada pusat lalu
lintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku. Menurut tradisi
setempat, sejak abad ke-14 M, Islam datang ke daerah Maluku. Raja Ternate
yang kedua belas, Molomatea (1350-1357 M) bersahabat karib dengan orang
Arab yang memberinya petunjuk dalam pembuatan kapal-kapal, tetapi
agaknya bukan dalam kepercayaan.22 Hal ini menunjukkan bahwa di Ternate
sudah ada masyarakat Islam sebelum rajanya masuk Islam. Demikian juga di
Banda, Hitu, Makyan, dan Bacan. Orang-orang Islam datang ke Maluku tidak
menghadapi kerajaan-kerajaan yang sedang mengalami perpecahan
sebagaimana halnya di Jawa. Mereka datang dan menyebarkan agama Islam
melalui perdagangan, dakwah, dan Perkawinan. Kalimantan Timur
pertamakali di Islamkan oleh Datuk Ri Bandang dan Tunggang Parangan.
Kedua mubalig itu datang ke Kutai setelah orang-orang Makassar masuk

63
Islam. Proses Islamisasi di Kutai dan daerah sekitarnya diperkirakan terjadi
sekitar tahun 1575.
Sulawesi, terutama bagian selatan, sejak abad ke-15 M sudah didatangi oleh
pedagang-pedagang Muslim, mungkin dari Malaka, Jawa, dan Sumatera. Pada
awal abad ke-16 M, di Sulawesi banyak sekali kerajaan yang masih beragama
berhala. Akan tetapi, pada abad ke-16 di daerah Gowa, sebuah kerajaan
terkenal di daerah itu, telah terdapat masyarakat Muslim. Di Gowa dan tallo
raja-rajanya masuk Islam secara resmi pada tanggal 22 September 1605 M.
Proses Islamisasi pada taraf pertama di kerajaan Gowa dilakukan dengan cara
damai oleh Dato‟ Ri Bandang dan Dato‟ Sulaeman keduanya memberikan
ajaran-ajaran Islam kepada Masyarakat dan raja. Setelah secara resmi
memeluk agama Islam. Gowa melancarkan perang terhadap Soppeng, Wajo,
dan terakhir Bone. Kerajaan-kerajaan tersebut pun masuk Islam, Wajo, 10 mei
1610 M dan Bone, 23 November 1611 M.
d. Proses Islamisasi Di Nusantara
Proses Islamisasi memang tidak berhenti sampai berdirinya kerajaan-
kerajaan Islam, tetapi terus berlangsung intensitif dengan berbagai cara dan
Saluran.23 saluran-saluran Islamisasi tersebut ialah yaitu:
1) Saluran Perdagangan, Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah
perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga
ke-16 M. membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India)
turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat,
tenggara dan Timur Benua Asia.
2) Saluran Perkawinan, Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim
memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi,
sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik
untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka
diIslamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan,
lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampungkampung,
daerah-daerah dan Kerajaan - Kerajaan Muslim. Jalur perkawinan ini
lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar Muslim dengan anak
bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja, adipati atau
bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi.
Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan

64
Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Nyai Kawunganten, Brawijaya
dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah (raja pertama Demak)
dan lainlain.
3) Saluran Dakwah, yanng dilakukan oleh mubalig yang berdatangan
bersama para pedagang. Para mubalig itu bisa juga para sufi pengembara.
4) Saluran Tasawuf, Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan
teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh
masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan
mempunyai kekuatankekuatan menyembuhkan. Di antara mereka ada juga
yang mengawini putri-putri bangsawan setempat. Dengan tasawuf,
“bentuk” Islam yang diajarkan keadaan penduduk pribumi mempunyai
persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut
agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima.
Di antara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung
perasaman dengan alam pikiran Indonesia para-Islam itu adalah Hamzah
Fansuri di Aceh, Syeikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa.
Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19 bahkan di abad
ke-20 M ini.
5) Saluran Pendidikan, Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik
pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama,
kiai-kiai, dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama,
guru agama, dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari
pesantren, mereka pulang ke kampung masing- masing kemudian
berdakwah ke tempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren
yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan
Giri di Giri. Keluaran pesantren Giri ini banyak yang diundang ke Maluku
untuk mengajarkan agama Islam.
6) Saluran Kesenian, Saluran Islamisasi melalui Kesenian yang paling
terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah
tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah
meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk
mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita
wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi di
dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam.

65
Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra
(hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.
7) Saluran Politik, Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat
masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh
politik raja sangat berpengaruh tersebarnya Islam di daerah ini. Di
samping itu, baik di Sumatra dan Jawa maupun di Indonesia bagian
Timur, demi kepentingan politik, Kerajaan-kerajaan Islam memerangi
Kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan Kerajaan Islam secara politik
banyak menarik penduduk Kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
3. Aliran Islam Di Indonesia
a. Islam Tradisional
Secara sederhana kata tradisional mengacu ke suatu adat kebiasaan. Tradisi
bermakna kebiasaan yang terus menerus direproduksi dan dilembagakan oleh
masyarakat. Tradisional adalah kata sifat dari sesuatu, sehingga tradisional berarti
segala sesuatu yang berkaitan dengan tradisi kebiasaan tadi. Dalam teori politik,
faham yang memegang teguh tradisi disebut dengan tradisionalisme. Dalam
dataran itu, tradisionalisme memiliki makna pejoratif sebab dikarakterisasikan
sebagai komunitas yang konservatif. Dalam konteks pemikiran keIslaman, Islam
tradisional, jika itu mengacu ke NU-tempo dulu, mendefinisikan dirinya sebagai
pemikiran keIslaman yang dari sisi pemikiran kalam mengacu ke kalam Asy‟ari
dan Al-Maturidi, dari sisi hukum Islam membatasi diri pada nzazahibul ar-ba‟ah,
dan dari sisi tasawuf mistik, mengacu ke Al-Ghozali dan AI-Junaidi. Kalangan
Iuar mendefinisikan sebagai corak ke-Islaman yang bercampur baur dengan
budaya masyarakat setempat seperti Jawa. Ciri khas pemikiran tradisional adalah
menundukkan realitas di bawah teks dan manifestasi sosialnya nampak dalam
berbagai kegiatan ritual keagamaan seperti ziarah, khaul, dan lainnya. Namun
teks yang dimaksud lebih mengacu, meski tidak secara mutlak, ke kitab-kitab
yang sering disebut dengan kutulrul mu‟tabarah. Kitab kitab Taqrib, Mu‟in,
l‟anah, Wahhab, al-Mahalli, Mughnil Muhtaj, Bughyah, Asybah, Syarqowi,
Jami‟ul Jawami‟, Majmu‟, Jalalain, Ummul Barahin, Ihya‟, Hikam, untuk sekedar
menyebut contoh, adalah referensi kuncinya.
b. Islam Modernis
Secara kelembagaan sering diasosiasikan dengan Muhammadiyah dan Persis.
Istilah ini mengacu pada makna dasar kata modern itu sendiri. Yang sering

66
diidentikkan dengan pembaharuan (modernisasi) alias rasionalisasi. Di Barat
istilah Kiri dapat dilacak sejak renaissance yang mendeklarasikan kedaulatan
manusia sebagai subjek yang otonom, menolak dominasi rezim kebenaran gereja,
dan menumpukan akaI sebagai basis paling otoritatif. Modernisasi di Barat
berjalan seiring dengan industrialisasi atau perkembangan kapitalisme. Qalam
konteks keIslaman, makna modern setidak-tidaknya mengacu ke dua hal.
Pertama, pada teknologisasi infrastruktur pendidikan seperti ruang kelas termasuk
sistem pembelajaran model kelas. Kedua, berbeda dengan renaissance yang
meneraikan agama, maka di sini yang dieraikan adalah epistemologi model kitab
kuning. Sebagai gantinya, langsung kembali ke teks otentik Islam: Al-Qur‟an dan
Hadits. Menolak kewajiban bermazhab, dan lumayan anti terhadap berbagai
budaya lokal secara antropologis-sosiologis tidak bertolak dari teks.
c. Islam Neo-Modernis
Istilah ini dilekatkan pada pemikir Islam asal Pakistan, Fazlur Rahman. Kata neo
di sini rnengacu ke seruan untuk menengok kembali ke warisan Islam klasik.
Menurut aliran ini, pembaharuan pemikiran Islam harus berbasiskan pada warisan
Islam klasik yang dipandang sangat kaya. Pembasisan ini akan memperkokoh
bangunan pemikiran keIslaman modern sebab berakar secara kukuh pada
khazanah keIslaman itu sendiri. Jika dilihat dalam optik Kuhnian, epistemologi
yang dibangun merupakan epistemologi yang bukan diskontinuitas dengan
epsiteme masa lalu. Di Indonesia aliran ini dibawa oleh pentolan Paramadina,
Nurcholish Madjid. Intinya adalah apresiasi terhadap masa lalu bukanlah
apresiasi terhadap kebudayaan atau tradisi, namun mengacu ke sejarah pemikiran
Islam global (dunia) seperti Ibn Shina, Ibn Thufail, Ibn Rusyd, dan lainnya.
d. Islam Fundamentalis
Islam Fundamentalis Istilah ini memiliki kesamaan dengan istilah tradisional,
dalam arti tidak diciptakan oleh komunitas mereka, namun diciptakan oleh entitas
di Iuar dirinya sendiri. Dalam sosiologi agama, istilah ini berasal dari sejarah
pemikiran Kristen. Dalam kalangan Kristen istilah ini berarti penolakan terhadap
penafsiran bibel yang tidak lafdhiyyah. Introduksi perangkat hermeneutik atau
interpretasi non-tekstual ditolak sebab dipandang akan mengancam kemurnian
ajaran. Di kemudian hari istilah ini mengglobal namun dengan pemaknaan
negatif. Fundamentalisme diidentikkan dengan radikalisme, keras, galak, dan
lainnya.

67
e. Islam Liberal
Pemahaman akan konteks liberal dalam teori politik di atas akan mempermudah
dalam memahami makna Islam liberal. Secara sederhana hanya akan diuraikan
dua Islamolog yang sama-sama menggunakan istilah liberal, yaitu Leonard
Binder dan Kurzman. Binderme-examine pararelisme antara liberalisme Barat
dan liberalisme Islam. Dalam penelitiannya, dia menyimpulkan liberalisme
memiliki akar-akar otentis dalam Islam, bahkan dalam diri tokoh yang dianggap
fundamentalis seperti Sayyid Quthb. Dalam pemikiran politik (siyasy) liberalisme
Islam ini merujuk pada pemikiran politik Al Abdurraziq, Tariq Al Bishri, yang
berkesimpulan tentang tiadanya konsep negara dalam Islam. Selain konsep itu,
yang dijadikan unit analisis lainnya adalah tentang toleransi, dan rasionalisrne.
Toleransi ini dikaitkan dengan toleransi beragarna, dalam arti kebebasan
memeluk agama, suatu doktrin yang juga diakui kalangan fundamentalis.
Toleransi ini membuka peluang untuk terbentuknya suatu komunitas politik yang
lebih luas, terciptanya suatu koeksistensi. Hanya saja toleransi ini terbatas dalam
agama itu sendiri, dantidak dalam kaitan dengan politik. Sedangkan rasionalisme
dalam liberalisme Islam dikaitkan dengan cara pandang terhadap teks. Kitab suci
dianggap sebagai teks yang bebas ditafsirkan sesuai dengan rasionalitas manusia.
Akal tidak secara hitam putih ditundukkan oleh teks. Namun teks secara dialektik
memiliki relasi dengan entitas di luar dirinya. Ini dikontraskan dengan pandangan
tradisionalis yang melihat teks secara harfiah-verbal, menganggap pemahaman
agama sebagai suatu kebenaran mutlak, melihat agama bukan sebagai suatu
tafsiran atau pendapat.
f. Islam Kanan/Kiri
Untuk memahami secara agak utuh gagasan Kiri Islam harus mengacu setidak-
tidaknya ke Hassan Hanafie, atau Farid Essack. Pemikiran Kiri Islam Hanafie,
menurut Isa Boullata, bertumpu pada telaah kritis sejarah sosial Islam,
hermeneutika teks, dan tafsir sosial kontemporer dalam optik neo-marxian,
meskipun Hanifie sendiri menolak analisis ini. Dengan kerangka itu, Hanafie
menyodorkan rekonstruksi Tasawwuf, rethinking tauhid, dan revitalisasi turats.
Intinya adalah bagaimana memaknai Islam sebagai kekuatan pembebas atau
Islam revolusioner. Sedangkan Esack mendefinisikan teologi pembebasan Al-
Qur‟an sebagai “sesuatu yang bekerja ke arah pembebasan agama dari struktur
serta ide sosial, politik, dan religius yang berdasarkan pada ketundukkan yang

68
tidak kritis dan pembebasan seluruh masyarakat dari semua bentuk ketidakadilan
dan eksploitasi ras, gender, kelas, dan agama”. Dengan perspektif hermeneutika
Al-Qur‟an, Esack menggunakan takwa dan tauhid, manusia dan kaum tertindas,
keadilan dan perjuangan (jihad), sebagai kunci-kunci dalam memahami pesan inti
dari Al-Qur‟an
g. Islam Alternatif, Rasional, dan Inklusif
Selain yang di atas, juga dikenal istilah Islam altematif, Islam rasional, Islam
inklusif, Islam pluralis, Islam post-tradisional, dan Islam post-puritan, dan Islam
progresif-transformatif. Islam alternatif mengacu pada sebuah tulisan karya
Jalaluddin Rakhmat, terbitan Mizan, Islam rasional mengacu ke seorang
rasionalis dari lAIN Jakarta, Harun Nasution, yang menulis tulisan dengan judul
Islam rasional. Islam inklusif merupakan gagasan yang juga belum lama lahir di
Indonesia, intinya suatu pemikiran yang tidak melakukan truth-claim,
mengapresiasi pemikiran keIslaman di luar dirinya, dan bersedia berdialog
dengan mereka. Biasanya dilawankan dengan Islam “garis keras” yang
memahami Islam secara amat ketat. Tulisan yang mengusung wacana ini, salah
satunya, adalah lslam Inklusif karya Alwi Shihab. Berbeda dengan Islam inklusif,
Islam pluralis, sebagaimana dikatakan deklaratornya, Budi Munawar-Rahman,
dalam tulisannya Islam Pluralis (Paramadina), lebih maju daripada Islam Inklusif.
Islam ini, katanya, hanya sebatas apresiatif, namun secara diam-diam masih
menganggap kebenaran hanya ada dalam Islam. Berbeda dengan itu, Islam
Pluralis sampai pada suatu kesimpulan teologis bahwa kebenaran bukan hanya
merekah dalam teksteks otentik Islam, narnun dalam tradisi agama lain pun
terdapat kebenaran. Mengakui jalan keselamatan di luar syarat-syarat formal
keIslaman. Mirip filsafat perennial. Islam post-trad, yang digagas kalangan muda
NU, mencoba untuk menjawab kebuntuan-kebuntuan Islam tradisional, modernis,
maupun neomodernis. Pada intinya tidak lagi memegang tradisi secara membabi
buta, namun dengan kritis. Dengan kata lain, tradisi pun terbuka untuk
diekslusifkan. Post-trad mencoba memaknai postmodernisme (fakta sosial
kapitalisme advance) maupun post-strukturalis (perkembangan mutakhir filsafat
bahasa), dari optik tradisi. Dalam gerakan sosial, tradisi dijadikan landasan atau
pijakan gerakan ideologis. Berbeda dengan neo-modernisme, tradisi yang
dimaksud di sini bukan hanya warisan pemikiran Islam klasik, namun juga tradisi
budaya lokal suatu daerah. Di sinilah titik penting bedanya. Istilah post-puritan

69
pertama kali dicetuskan oleh intelektual Muharnmadiyyah, Dr. Abdul Munir
Mulkhan. Iswah ini pararel dengan post-dogmatik. Pada intinya mencoba untuk
keluar dari belenggu ketetatan dalam memahami teks. Dalam bidang kebudayaan
digagas ikhtiyar untuk “rujuk” terhadap budaya lokaI. Latar belakangnya adalah
bahwa kesenian adalah ekspresi estetik alias keindahan, dan keindahan dalam
Islam merupakan salah satu term sentral. Karena itu berkesenian adalah bagian
dari ibadah. Selain itu, disadari bahwa pola puritanisme yang selama ini dipegang
ikut bertanggung jawab atas musnahnya sekian budaya atau kesenian rakyat
lokal. Atas nama teks, berbagai kesenian rakyat itu dihancurkan, sehingga, setelah
menyadari sebagai kekeliruan sejarah, melakukan rujuk kebudayaan.

70
Dasar-Dasar Ushul Fiqh

A) PENGANTAR
Sesungguhnya sudah tidak meragukan lagi bahwa pohon itu tidak akan berdiri tanpa
ada akarnya, dan rumah tidak akan tegak kokoh tanpa ada pondasi yang kuat, begitu pula
hukum fiqih yang tidak berdiri sendiri tanpa ada Ushul Fiqih, untuk itu termaktub dalam
Kitab Jami'ul Bayan :
‫ع أثذ ًا‬ ِ ‫ٍَِ َج ِٖ َو األَص َو َىٌ ٌُص ِج‬
َ ‫ت اىفش‬
Artinya : "Barang siapa yang bodoh (tidak tahu) terhadap pokok asalnya, maka ia tidak
akan menemukan cabangnya, untuk selamanya."

Maka dari kutipan diatas dapat ditarik benang merah, bahwa apabila seseorang itu
ingin memperoleh Suatu Ilmu atau pengetahuan, Haruslah dia memahami juga dasar-
dasar yang telah merumuskan suatu Ilmu atau pengetahuan tersebut. Oleh Sebab itulah
Penting kiranya membahas mengenai asal muassal (Dasar) ilmu yang telah berkembang
pesat hingga zaman millenial kini, sebab itulah mempelajari fiqh tanpa ushul fiqh
maupun kaidah-kaidahnya layaknya sebuah Pisau Yang bermata dua, sehingga jika pisau
tersebut akan digunakan, Boleh jadi tumpul ketajamannya atau bahkan Tajam dan
menusuk bagi orang yang menggunakannya, maksudnya ialah Berguna hanya bagi diri
sendiri dan membungkam seorang pemilik nya atau bahkan menghunus Lawan-
lawannya.
‫ً ثأىف شبٕ ٍذ‬
ُّ ‫ْظٍش ٗاح ٍذ ٍبال ٌذسمٔ اىغَج‬ ُّ ‫)ر َ ْْجٍِْٔ( ٌذسكُ اىز ّم‬
ٍ ِ‫ً ث‬
"Dengan satu contoh, maka orang yang pintar akan menemukan hal-hal yang tidak
ditemukan oleh orang-orang bodoh yang diberi seribu macam contoh."

B) PENGERTIAN
1) Definisi Ushul Fiqh Dilihat dari Sisi Dua Kata yang Membentuknya
Untuk mendefinisikan ushul fiqh dari sisi ini lebih dahulu perlu mengetahui definisi
masing-masing dari dua kata yang membentuknya. Kemudian apa yang dimaksud
dengan ushul fiqh dari sisi ini adalah gabungan dari dua pengertian tersebut. Ushul fiqh
berasal dari bahasa Arab ushulul fiqh yang terdiri dari dua kata, yaitu al-ushul dan alfiqh.
Masing masing kata itu mempunyai pengertian tersendiri.
Definisi Ushul secara etimologi (bahasa) ialah sesuatu yang diatasnya berdiri sesuatu
yang lain, seperti dasarnya pohon itu adalah akarnya yang berada di dalam bumi, seperti

71
itu pula ushul fiqh adalah dasarnya fiqih. Kata al-ushul adalah jamak (plural) dari kata
al-ashl, menurut bahasa berarti "landasan tempat membangun sesuatu".
Sedangkan definisi Ushul secara terminologi (istilah) ialah sesuatu yang diucapkan atas
dasar dalil dan kaidah secara global, seperti pendapat ulama : bahwa dasar hukumnya
wajib sholat adalah al-Kitab (Al-qur'an). Seperti Firman Allah S.W.T:
‫أقٍَ٘ا اىصالح‬
„‟(dirikanlah Sholat)‟‟

Kata kedua yang membentuk istilah Ushul al-fiqh adalah kata al-fiqh. Kata al-fiqh
didefinisikan secara etimologi (bahasa) ialah Faham, sedang menurut terminologi ialah
ilmu yang mempelajari hukum-hukum syar'i yang dihasilkan dari Ijtihad. Misalnya :
mengetahui bahwa niat ketika wudhu itu hukumnya wajib. Nabi S.A.W. bersabda :
ٌ‫ سٗآ اىجخبسي ٗ ٍسي‬.‫إَّب األػَبه ثبىٍْبد‬
„‟Sesungguhnya setiap pekerjaan/Perbuatan itu dengan Niat), Dan wudhu' Adalah
termasuk dari perbuatan/pekerjaan tersebut.‟‟

Berbeda dengan mengetahui hukum syara' yang tidak melalui jalan ijtihad
(Pendapat/Tafsiran) seperti mengetahui bahwa sholat lima waktu itu hukumnya wajib,
dan berzina itu hukumnya haram, semua itu termasuk dari masalah Qath'iyyah (pasti)
maka pengetahuan itu bukan disebut fiqih.
Makna Singkatnya Ushul Fiqh ialah dalil hukum fiqih yang dibuat secara
global/ijmal, seperti pendapat ulama bahwa muthlaqnya perintah itu adalah suatu
kewajiban, dan muthlaqnya larangan adalah suatu yang diharamkan, serta muthlaqnya
perbuatan Nabi Saw, muthlaqnya Ijma' dan Qiyas adalah Hujjaj (dalil).

C) SEJARAH PERKEMBANGAN USHUL FIQH


Ushul Fiqh Sebelum Dibukukan merupakan komponen utama dalam menghasilkan
produk hukum yang dikenal dengan fiqh, karena ushul fiqh adalah ketentuan atau kaidah
yang harus digunakan oleh para mujtahid dalam menghasilkan fiqh. Namun dalam
kenyataanya, penyusunan fiqh dilakukan lebih dahulu dari pada ilmu ushul fiqh. Oleh
karena itu diperlukan adanya pemahaman tentang sejarah pertumbuhan dan
perkembangan ilmu ushul fiqh sehingga diharapkan tidak akan mengalami kesulitan
dalam memahami pertautan antara fiqh dengan ilmu ushul fiqh.

72
1. LATAR BELAKANG DAN HISTORIS USHUL FIQH
Kemunculan ilmu ushul fiqh tidak terlepas dari dinamika pemikiran hukum Islam
abad ke-2 H, khususnya berkenaan dengan diskursus metode istinbath (Penetapan
hukum Islam). Sebagian ulama mengkhawatirkan terabaikannya ruh at-tasyri' atau
maqashid al-syari'ah, sementara kelompok ulama yang lain mengandalkan
pemahaman literal dalam memahami nas Al-Qur‟an dan Sunnah. Ada kekhawatiran
ijtihad akan berkembang dengan tingkat kebebasan berpikir yang tak terkontrol.
a. Masa Sahabat
Setelah Nabi saw. wafat, umat Islam dihadapkan pada masalah penentuan atau
penetapan hukum Islam berkenaan dengan problem-problem yang dihadapi tetapi
tidak ditemukan dasar hukumnya secara langsung dalam nas Al-Qur‟an dan
Sunnah. Dalam konteks ini, para ulama sebagai Para ahli waris Nabi S.A.W.
(Waratsat Al-anbiya') oleh Alquran dan Sunnah diberi kewenangan untuk
berijtihad guna menentukan dan menetapkan hukum Islam.
Karenanya, secara substantif ushul fiqh pada dasarnya telah tumbuh
bersamaan dengan tumbuhnya kegiatan ijtihad, yakni sejak masa sahabat. Hanya
saja pada masa sahabat ushul fiqh masih bersifat praktis-terapan, seperti ketika
sahabat akan mengeluarkan fatwa atau akan mengambil keputusan hukum dalam
proses peradilan.
Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas‟ud, dan beberapa sahabat
besar lainnya dikenal sebagai fukaha lantaran produk-produk pemikiran
hukumnya selalu menjadi acuan umat Islam saat itu. Artinya, pada masa sahabat,
ushul fiqh sejatinya sudah ada, namun belum berwujud sebagai sebuah disiplin
keilmuan. Pada masa sahabat, aktivitas, proses dan pola ijtihad berjalan secara
alamiah. Para sahabat tidak mengalami kesulitan yang berarti untuk mengambil
pelajaran hukum dari Alquran dan Sunah. Hal ini dikarenakan para sahabat sangat
paham akan motif dan konteks turunnya wahyu atau munculnya sabda Rasulullah
saw. (asbab nuzul al-ayat dan asbab wurud al-ahadits), sahabat mengetahui ayat-
ayat nasikh-mansukh, dan lain sebagainya.
Di samping itu, para sahabat juga menguasai bahasa Arab berikut kaidah-
kaidahnya serta mengetahui penggunaan kosa kata (lafal) yang digunakan dalam
Alquran dan Sunah. Hal lain, kondisi umat Islam saat itu masih relatif homogen,
umat Islam belum ekspansi ke luar jazirah Arab sehingga belum berhadapan
dengan praktik kehidupan asing di luar Arab.

73
Karenanya, aktivitas ijtihad pada era tersebut relatif tidak atau belum
memerlukan konsep-konsep teoretis ilmu ushul fiqh. Fikih sebagai produk ijtihad
mulai muncul pada masa sahabat. Dalam melakukan ijtihad, kata Muhammad Abu
Zahrah, secara praktis mereka telah menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqh
meskipun belum dirumuskan dalam satu disiplin ilmu.

Kemampuan mereka dalam bidang ini, di samping berakar dari bimbingan


Rasulullah SAW, juga kemampuan bahasa Arab mereka yang masih tinggi dan
jernih. Kenyataan sejarahnya fikih sebagai produk ijtihad lebih dahulu dikenal dan
dibukukan dibandingkan dengan ushul fiqh, namun menurut Muhammad Abu
Zahrah, ushul fiqh dalam praktiknya telah muncul berbarengan dengan munculnya
fikih. Alasannya, karena secara metodologis, fikih tidak akan terwujud tanpa ada
metode istinbath, dan metode istinbath itulah sebagai inti dari ushul fiqh.

b. Masa Tabi'in
Setelah daerah kekuasaan Islam bertambah luas meliputi daerah-daerah di luar
semenanjung Arabia yang memiliki kebudayaan dan struktur masyarakat yang
berbeda seperti Romawi, Persia, Mesir, dan Syria. persoalan-persoalan
kemasyarakatan yang baru pun bermunculan dengan status hukumnya tidak
mudah dirujuk secara langsung dari Alquran dan Sunnah. Untuk menyelesaikan
hal yang demikian itu, maka para sahabat berijtihad, tetapi kerja ijtihad pada fase
ini mulai menjadi tidak sederhana. Untuk mengetahui benar atau tidaknya hasil
ijtihad, maka dalam masalah-masalah yang dianggap penting dan menyangkut
kepentingan orang banyak, para sahabat selalu bermusyawarah sehingga produk
ijtihadnya merupakan konsensus bersama (ijma').
Alquran dan Sunah diturunkan dalam bahasa Arab yang bisa ditangkap dan
dipahami oleh manusia. Namun pada tataran praktis, tidak jarang para ulama
mengalami kendala dalam memahami Alquran dan Sunnah, terutama ulama non-
Arab ('ajam). Di samping itu, sebagian besar nas Alquran dan Sunnah bersifat
Zhanni al-dalalah yang multi-interpretasi, sehingga memungkinkan untuk
diinterpretasikan berdasarkan situasi dan kondisi umat Islam. Eksistensi nas yang
Zhanni dan interpretable ini merupakan bukti Universalitas ajaran Islam, di mana
untuk aplikasinya membutuhkan kreativitas intelektual, pengambilan konklusi
hukum berdasarkan perangkat metodologi (thuruq al-istinbath).

74
Al-Juwaini (478 H) pernah menyatakan bahwa 90% fatwa yang dikeluarkan
para sahabat dan tabi‟in serta generasi sesudahnya berasal dari istinbath, bukan
berasal dari nas-nas syarak secara Langsung. Artinya, fatwa-fatwa yang
dikeluarkan para ulama sepanjang masa sebagian besar adalah produk ijtihad yang
tentu saja dengan mengaplikasikan ilmu ushul fiqh. Dengan kata lain, tidaklah
mudah menangkap pesan-pesan spiritual-religius dari nas Alquran dan Sunnah
tanpa menggunakan piranti yang memadai, baik aspek semantika-linguistik
maupun aspek fenomenologi.
Pada dasarnya setiap orang berhak untuk berijtihad, karena ijtihad bukan
monopoli seseorang atau golongan tertentu. Akan tetapi, apabila tidak ada seleksi,
limitasi, dan parameter yang terukur, tidak tertutup kemungkinan akan terjadi
manipulasi penafsiran terhadap Alquran dan Sunnah, kemudian mengklaim bahwa
hanya pendapat atau penafsirannya sendiri yang paling benar. Apabila semua
pihak merasa berhak untuk melakukan interpretasi menurut versi dan kepentingan
masing-masing, pada akhirnya syariat tidak lagi menjadi rahmatan li al-„alamin,
akan berubah menjadi “alat“ oleh orang-orang yang tidak memiliki kompetensi
untuk berijtihad. Untuk mengantisipasi hal-hal yang demikian, maka para ulama-
mujtahid membuat “rancang bangun“ metodologi ijtihad sebagai “kode etik“
dalam memahami Alquran dan Sunnah.
Banyak para tabi‟in hasil didikan para sahabat yang mengkhususkan diri untuk
berfatwa dan berijtihad, antara lain Sa‟id ibn al-Musayyab (15-94 H) di Madinah,
dan „Alqamah ibn Qays (w. 62 H) serta Ibrahim al-Nakha‟i (w. 96 H) di Irak.
Dalam berfatwa mereka merujuk kepada Al-Qur'an, Sunnah Rasulullah, fatwa
sahabat, ijma', qiyas, dan maslahah mursalah. Pada masa ini, kata Abd. al-Wahhab
Abu Sulaiman, terjadi perbedaan pendapat yang tajam tentang apakah fatwa
sahabat dapat dijadikan hujjah (dalil hukum), dan perbedaan pendapat tentang
ijma‟ ahl al-Madinah (kesepakatan penduduk Madinah) apakah dapat dipegang
sebagai ijma'.

c. Masa Imam-imam Mujtahid Sebelum Imam Syafi'i


Metode ijtihad menjadi lebih jelas lagi pada masa sesudah tabi'in, yaitu
periode para imam mujtahid sebelum Imam Muhammad bin Idris al- Syafi‟i
(wafat 204 H), pendiri mazhab Syafi‟i. Dari ungkapan-ungkapan mereka dapat
diketahui metode istinbat mereka. Imam Abu Hanifah an-Nu‟man (wafat 150 H),

75
pendiri mazhab Hanafi umpamanya, seperti dikemukakan Muhammad Abu
Zahrah, menjelaskan dasar-dasar istinbatnya, yaitu berpegang kepada Kitabullah,
jika tidak ditemukan di dalamnya, ia berpegang kepada Sunnah Rasulullah.
Jika tidak didapati di dalamnya ia berpegang kepada pendapat yang disepakati
para sahabat. Jika mereka berbeda pendapat, ia akan memilih salah satu dari
pendapat-pendapat itu dan ia tidak akan mengeluarkan fatwa yang menyalahi
pendapat sahabat. Dia tidak berpegang kepada pendapat tabi‟in karena ia juga
sejajar dengan tabi‟in. Dalam melakukan ijtihad, Abu Hanifah terkenal banyak
melakukan qiyas dan istihsan.
Imam Abu Hanifah yang hidup dan dibesarkan di Irak, sebuah kota
metropolitan pada masa itu. Ia tersekat dalam kubu ahli ra‟yu (aliran rasionalis)
dan dikenal sangat selektif dalam menetukan hadis yang dapat digunakan sebagai
hujjah dan sering menggunakan pendekatan analogi dalam sistem pengistinbathan
hukumnya.
Demikian pula Imam Malik bin Anas (w. 178 H), pendiri mazhab Maliki,
berdomisili di Madinah. Kondisi kultural penduduk Madinah mempengaruhi
mindset dan jati diri Imam Malik sebagai ahli hadis. Ia dikenal sangat terikat
dengan fatwa-fatwa sahabat dan amalan-amalan penduduk Madinah yang sudah
mentradisi. Imam Malik lebih mendahulukan hadis, betapapun lemahnya kualitas
hadis tersebut, seperti hadis mursal dan hadis munqathi', ketimbang menggunakan
penalaran analogis.
Dalam berijtihad mempunyai metode yang cukup jelas, seperti tergambar
dalam sikapnya dalam mempertahankan praktik penduduk Madinah sebagai
sumber hukum. Satu hal yang perlu, adalah bahwa sampai masa Imam Malik,
ushul fiqh belum dibukukan secara lebih lengkap dan sistematis. Abu Hanifah
sendiri dan begitu pula Imam Malik tidak meninggalkan buku ushul fiqh. Metode
istinbat Imam Abu Hanifah kemudian disimpulkan oleh pengikutnya dari fatwa-
fatwanya dan metode istinbat Imam Malik disimpulkan dari karya-karya fikihnya.

D. Pembukuan Ushul Fiqh


Pada penghujung abad kedua dan awal abad ketiga Imam Muhammad bin Idris al-
Syafi‟i (150-204 H) tampil berperan dalam meramu, mensistematisasi dan membukukan
ushul Fiqh. Upaya pembukuan ushul fiqh ini, seperti disimpulkan Abd. Wahhab Abu
Sulaiman, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan keislaman di masa itu.

76
Perkembangan pesat ilmu-ilmu keislaman dimulai dari masa Harun al-Rasyid (145-193
H), khalifah kelima Dinasti Abbasiyah yang memerintah selama 23 tahun (170-193 H)
dan dilanjutkan dalam perkembangan yang lebih pesat lagi pada masa putranya bernama
al-Ma‟mun (170-218H), khalifah ketujuh yang memerintah selama 20 tahun (198-218
H).
Pada masa ini ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan keislaman,
bahkan dikenal sebagai masa keemasan Islam. Dengan didirikannya Baitul-Hikmah,
yaitu sebuah perpustakaan terbesar di masanya, kota Baghdad menjadi menara ilmu yang
didatangi dari berbagai penjuru wilayah Islam. Lembaga ini, di samping sebagai
perpustakaan juga berfungsi sebagai balai penerjemah buku-buku yang berasal dari
Yunani ke dalam bahasa Arab. Perkembangan pesat ilmu-ilmu keislaman ini, secara
disiplin ilmu mengehendaki adanya pemisahan antara satu bidang ilmu dan bidang yang
lain.
Dalam suasana pesatnya perkembangan ilmu-ilmu keislaman tersebut, ushul fiqh
muncul menjadi satu disiplin ilmu tersendiri. Sebagai ulama yang datang kemudian,
Imam Syai‟i banyak mengetahui tentang metodologi istinbat para imam mujtahid
sebelumnya, seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan metode istinbat para sahabat,
dan mengetahui di mana kelemahan dan di mana keunggulannya. Ushul fiqh
dirumuskannya di samping untuk mewujudkan metode istinbat yang jelas dan dapat
dipedomani oleh peminat hukum Islam, juga dengan itu ia membangun mazhab fikihnya
serta ia ukur kebenaran hasil ijtihad di masa sebelumnya.
Maka oleh Imam Syafi‟i disusunlah sebuah buku yang diberinya judul Al-Kitab, dan
kemudian dikenal dengan sebutan Al-Risalah yang berarti sepucuk surat. Dikenal
demikian karena buku itu pada mulanya merupakan lembaran-lembaran surat yang
dikirimkannya kepada Abdurrahman al-Mahdi (w.198 H), seorang pembesar dan ahli
Hadis ketika itu. Munculnya buku Al-Risalah merupakan fase awal dari perkembangan
ushul fiqh sebagai satu disiplin ilmu. Secara umum pembicaraan dalam buku ini berkisar
pada landasan-landasan pembentukan ikih, yaitu Al-Qur‟an, Sunnah Rasulullah, ijma‟,
fatwa sahabat, dan qiyas.

E. Ushul Fiqh Pasca Imam Syafii


Setelah kitab Al-Risalah oleh Imam Syafi‟i, masih dalam abad ketiga, bermunculan
karya-karya ilmiah dalam bidang ini. Antara lain, Khabar al-Wahid karya „Isa ibnu Aban
ibn Shadaqah (w. 220 H) dari kalangan Hanafiyah, Al-Nasikh wa al-Mansukh oleh

77
Ahmad bin Hanbal (164-241 H), pendiri mazhab Hambali, dan Ibtal al-Qiyas oleh Daud
al-Zahiri (200-270 H), pendiri mazhab Zahiri.
Selanjutnya, pertengahan abad keempat, menurut Abd. Wahhab Khallaf, ahli ushul
fiqh berkebangsaan Mesir, dalam bukunya Khulasat Tarikh al-Tasyri al-Islami, ditandai
dengan kemunduran dalam kegiatan ijtihad di bidang fikih, dalam pengertian tidak lagi
ada orang yang mengkhususkan diri untuk membentuk mazhab baru, namun seperti
dicatat Abd. Wahhab Abu Sulaiman, pada saat yang sama kegiatan ijtihad di bidang
ushul fiqh berkembang pesat karena ternyata ushul fiqh tidak kehilangan fungsinya.
Ushul Fiqh berperan sebagai alat pengukur kebenaran pendapat-pendapat yang telah
terbentuk sebelumnya, dan dijadikan alat untuk berdebat dalam diskusi-diskusi ilmiah.
Pertemuan-pertemuan ilmiah sering diadakan dalam rangka mengkaji hasil-hasil ijtihad
dari mazhab yang mereka anut. Hal itu mengehendaki kedalaman pengetahuan tentang
ushul fiqh.
Di antara buku ushul fiqh yang disusun pada periode ini adalah Iysbat al-Qiyas oleh
Abu al-Hasan al-Asy‟ari (w. 324H), pendiri aliran teologi al-Asy‟ariyah, dan Al-Jadal fi
Ushul al-Fiqh oleh Abu Mansur al-Maturidi (w. 334 H), pendiri aliran teologi
Maturidiyah. Menurut Abd. al-Wahhab Abu Sulaiman, dengan lebih pesatnya kajian-
kajian ilmiah di kalangan para pengikut mazhab, perkembangan ushul fiqh menjadi lebih
pesat dan mencapai kematangannya pada abad ke-5 dan ke-6 hijriyah.

1. ALIRAN-ALIRAN USHUL FIQH


Seperti dikemukakan di atas, dengan maraknya kajian-kajian ilmiah di bidang ikih di
kalangan ulama, ushul fiqh menjadi lebih berkembang. Sejalan dengan itu, bibit-bibit
perbedaan kecenderungan dalam merumuskan kaidah dalam memahami Al-Qur‟an dan
Sunnah yang memang sudah ada jauh dari masa sebelumnya, pada masa ini lebih jelas
tampak ke permukaan.
Kubu ulama Hijaz dari kalangan Malikiyah dan Syafi‟iyah, yang kemudian juga
dianut oleh kalangan Hanabilah, sering berada pada satu pihak, berlainan, bahkan
terkadang berhadap-hadapan dengan kubu ulama Irak dari kalangan Hanafiyah. Adanya
perbedaan di antara dua kubu tersebut bukan saja dari segi prinsip dan bentuk kaidah
yang digunakan, melainkan juga dalam sistematika penulisan dan pengungkapan ushul
fiqh.
Pada masa ini dua aliran dalam penulisan ushul fiqh semakin jelas perbedaannya,
yang dikenal dengan aliran jumhur (mayoritas) ulama ushul fiqh, dan aliran Hanafiyah.

78
sejauh berbicara tentang metode penulisan, pada gilirannya muncul aliran ketiga yang
menggabungkan antara kedua metode penulisan dari dua aliran tersebut.
Adanya beberapa aliran dalam penulisan ushul fiqh, tidak dapat diartikan bahwa
aliran jumhur yang berada pada salah satu pihak, merupakan aliran yang kompak
menyepakati segala segi ushul fiqhnya. Sebab pada kenyataannya, di antara kalangan
jumhur (kalangan Malikiyah, Syafi‟iyah, dan Hanabilah), secara esensial terdapat
berbagai perbedaan yang mendasar, yang mengakibatkan adanya pula perbedaan
pendapat di antara mereka dalam bidang fikih.
Oleh karena itu, ketika para ulama ushul fiqh menguraikan dua aliran tersebut dalam
konteks ini, lebih berat tekanannya pada adanya perbedaan dalam metode penulisan dan
pengungkapan ushul fiqh. Meskipun demikian, antara dua kubu ulama tesebut, yaitu
kalangan jumhur dan kalangan Hanafiyah, secara garis besarnya bisa menggambarkan
adanya dua kubu ulama fikih dalam perkembangan fikih dalam sejarah.
Sebab kubu kalangan jumhur sering berada pada satu pihak, sedangkan kalangan
Hanafiyah berada di pihak lain. Artinya Ada kesamaan di kalangan Malikiyah,
Syafi'iyah, dan Hanabilah, Namun Ketiganya Berbeda dengan Hanafiyah. Beberapa
aliran yang dikenal dalam ushul fiqh, seperti banyak diungkapkan dalam kitab ushul fiqh
dalam bagian sejarah nya, yaitu aliran jumhur, aliran fukaha, dan aliran yang
menggabungkan antara keduanya.
Pembagian kepada tiga aliran ini lebih banyak berkonotasi kepada sistem penulisan
ushul fiqh, bukan kepada perbedaan-perbedaan secara substansial. Sebab apa yang
disebut aliran jumhur, tidak berarti mereka sepakat dalam prinsip-prinsip ushul iqh
secara keseluruhan. Namun adalah benar mereka sepakat dalam banyak hal mengenai
substansi, di samping secara keseluruhan mereka sepakat dalam cara penyusunan ushul
fiqh. Lebih jauh tentang masing-masing aliran itu akan diuraikan berikut ini.

1. Aliran Jumhur Ulama' Ushul Fiqh


Aliran ini dikenal juga dengan aliran Syai‟iyah dan aliran mutakallimin. Aliran ini
dikenal dengan aliran jumhur ulama karena merupakan aliran yang dianut oleh mayoritas
ulama dari kalangan Malikiyah, Syafi‟iyah, dan Hanabilah terutama dalam cara
penulisan ushul fiqh. Disebut aliran Syafi‟iyah karena orang paling pertama mewujudkan
cara penulisan ushul fiqh seperti ini adalah Imam Syai‟i, dan dikenal sebagai aliran
mutakallimin karena para pakar di bidang ini setelah Imam Syafi‟i adalah dari kalangan

79
mutakallimin (para ahli ilmu kalam), misalnya Imam al-Juwaini, al-Qadli Abdul Jabbar,
dan al-Imam al-Ghazali.
Cara penulisan ushul fiqh aliran ini telah dirintis oleh Imam Syai‟i, kemudian
dikembangkan oleh para murid dan para pengikutnya (Syai‟iyah) sehingga disebut
sebagai aliran Syafi‟iyah. Dalam perkembangannya, metode penyusunan ushul fiqh
aliran ini diikuti oleh kalangan Malikiyah dan Hanabilah. Oleh karena itu, metode ini
juga dikenal dengan metode jumhur ulama ushul fiqh. Dan, oleh karena para tokohnya
umumnya dari kalangan ahli ilmu kalam sehingga dalam penyusunannya sedikit
banyaknya dipengaruhi oleh metode ilmu kalam, maka aliran ini juga disebut sebagai
aliran mutakallimin (para ahli ilmu kalam).
Beberapa ciri dari aliran ini antara lain bahwa pembahasan ushul fiqh disajikan secara
rasional, filosofis, teoretis tanpa disertai contoh, dan murni tanpa mengacu kepada
mazhab fikih tertentu yang sudah ada. Kaidah-kaidah ushul fiqh mereka rumuskan tanpa
peduli apakah mendukung mazhab fikih yang mereka anut atau justru berbeda, bahkan
bertujuan untuk dijadikan timbangan bagi kebenaran mazhab fikih yang sudah terbentuk.
Buku-buku standar dalam aliran ini yang disusun ketika itu adalah kitab Al-‟Amd
oleh Qadhi Abdul Jabbar al-Mu‟tazili (w. 415 H), Al-Mu‟tamad Fi Ushul al-Fiqh oleh
Abu al-Husein al-Bashri al-Mu‟tazili (w. 436H), Al-Burhan Fi Ushul al-Fiqh oleh al-
Imam al-Haramain (w. 478 H), dan kitab Al-Mustashfa Fi „Ilm al-Ushul oleh Abu Hamid
al-Ghazali (w. 505 H). Pada periode selanjutnya empat buah buku tersebut secara ringkas
telah dirangkum oleh al-Fakhr al-Razi (544-607 H), ahli ushul fiqh dari kalangan
Syafi‟iyah, dalam bukunya yang terkenal Al-Mahsul Fi „Ilm al-Ushul. Dari empat buah
buku di atas, yang paling populer adalah kitab Al-Mustashfa oleh Al-Ghazali.

2. Aliran Fukaha' (Aliran Hanafiyah)


Aliran fukaha adalah aliran yang dikembangan oleh kalangan ulama Hanafiyah.
Disebut aliran fukaha (ahli-ahli fikih) karena dalam sistem penulisannya banyak diwarnai
oleh contoh fikih. Dalam merumuskan kaidah ushul fiqh mereka berpedoman kepada
pendapat-pendapat fikih Abu Hanifah dan pendapat para muridnya serta melengkapinya
dengan contoh-contoh.
Penyusunan seperti ini dilakukan oleh kalangan Hanafiyah, karena seperti telah
dijelaskan di atas, Abu Hanifah tidak meninggalkan buku ushul fiqh. Ushul fiqh
mazhabnya disimpulkan kemudian oleh pengikutnya dari hasil-hasil fatwanya dan hasil
fatwa para muridnya. Setiap kaidah diuji kebenarannya dengan hasil ijtihad yang telah

80
terbentuk, bukan sebaliknya dimana hasil ijtihad yang sudah terbentuk diuji
kebenarannya dengan kaidah ushul fiqh seperti dalam aliran pertama di atas.
Ciri dari aliran ini ialah meletakkan dasar-dasar hukum operasional dalam dataran
cabang (furu„) sebagai landasan operasional ushul fiqhnya. Pola istinbath hukum seperti
ini banyak digunakan oleh ulama-ulama Hanafiyah, sebagaimana tercermin dalam
penisbatan dan penanaman ahnaf bagi aliran pemikiran ini. Kitab-kitab standar yang
disusun dalam aliran ini antara lain kitab Ta‟sis al-Nazhar oleh Abu Zaid al-Dabbusi (w.
430 H), Ushul al-Bazdawi oleh „Ali ibn Muhammad al-Bazdawi (w. 483 H), dan kitab
Ushul al-Syarakhshi oleh Abu Bakr Syams al-Aimmah al-Syarakhshi (w. 483 H).
3. Aliran yang Menggabungkan Antara Jumhur Ulama dan Fukaha'
Dalam perkembangan selanjutnya, seperti disebutkan oleh Muhammad Abu Zahrah,
muncul aliran ketiga yang dalam penulisan ushul fiqh menggabungkan antara dua aliran
tersebut di atas. Misalnya kitab Badi‟ al-Nizam, karya Ahmad bin „Ali al-Sa‟ati (w. 694
H), ahli ushul fiqh dari kalangan Hanafiyah, yang menggabungkan kitab Ushul
al-Bazdawi karya Ali ibn Muhammad al-Bazdawi dari aliran Hanafiyah dan Al-Ihkam fi
Ushul al-Ahkam karya al-Amidi (w. 631 H) dari aliran Syafi‟iyah, Kitab Jam‟u
al-Jawami‟ oleh Ibnu al-Sibki (w. 771 H), ahli ushul fiqh dari kalangan Syafi‟iyah, dan
buku Al-Tahrir oleh al-Kamal Ibnu al-Humam (w. 861 H), ahli ushul fiqh dari kalangan
Hanafiyah.
Pada penghujung abad ke-8 H, muncul sebuah terobosan baru dalam ushul fiqh, yang
secara serius mengupas masalah maqashid al-syari„ah yang ditulis oleh Abu Ishaq al-
Syathibi (w. 790 H) dalam kitab al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam. Ahli ushul fiqh dari
kalangan Malikiyah, Jika Dibandingkan dengan kitab-kitab ushul fiqh sebelumnya, kitab
Al-Muwafaqat lebih banyak berbicara tentang maqasid al-syari‟ah (tujuan hukum)
sebagai landasan pembentukan hukum. Buku ini dianggap sebagai perkembangan
terakhir dari ushul fiqh. Buku-buku ushul fiqh yang datang kemudian, umum nya
merupakan penukilan dan pengulasan dari prinsip-prinsip yang terdapat dalam buku-
buku yang tersebut di atas.

F. PERAN DAN TUJUAN USHUL FIQH DALAM PERKEMBANGAN ISLAM


Dalam masyarakat Muslim di mana berkembangnya budaya taklid kepada salah
seorang imam pendiri mazhab, studi ushul fiqh kurang mendapat perhatian. Sebab, dalam
mengamalkan hukum Islam, bisa jadi mereka merasa cukup dengan apa yang telah
tersedia dalam buku-buku fikih klasik. Studi ushul fiqh baru terasa penting bilamana

81
dihadapkan kepada masalah-masalah baru yang hukumnya tidak terdapat dalam
perbendaharaan fikih lama.
Disamping itu, dengan maraknya para peminat hukum Islam melakukan perbandingan
mazhab bahkan untuk mengetahui mana pendapat yang lebih kuat, serta adanya upaya
untuk memperbarui hukum Islam, akan semakin terasa betapa pentingnya melakukan
studi ushul fiqh. Gagasan pembaruan hukum Islam tanpa mengetahui dan mendalami
metodologi pembentukan hukum Islam, maka pembaruan itu sendiri akan menjadi
bumerang bagi umat Islam karena akan menimbulkan kerancuan berpikir dalam hukum
Islam.
Berikut adalah peran ushul fiqh dalam perkembangan islam :
1) Memberi pengetahuan kepada umat Islam tentang sistem hukum dan metode
penetapan hukum itu sendiri. Dengan demikian diharapkan umat Islam akan
terhindar dari taklid atau ikut pada pendapat seseorang tanpa mengetahui dalil dan
alasan-alasannya.
2) Merepresentasikan Islam untuk semua bidang kehidupan manusia.
3) Alat Untuk mencari kepastian dengan mengkaji dan meneliti nilai-nilai normatif
yang terkandung dalam Alquran dan Sunnah secara cermat dan intens.
4) Mencari kepastian hukum bagi setiap masalah yang dihadapi umat Islam sekalipun
tidak sampai ketingkat mujtahid. Dan memposisikan mereka yang ingin mendalami
sebagai muttabi‟, yakni mengikuti pendapat para ahli dengan mengetahui dalil
beserta alasan-alasannya.
Kegunaan ushul fiqh terutama baru akan terasa bilamana keyakinan bahwa pintu
ijtihad sudah tertutup dapat disingkirkan dari benak umat Islam. Jika benar pintu ijtihad
pernah ditutup dalam sejarahnya, hal itu tidak lain dimaksudkan agar ijtihad tidak
dimanipulasi oleh orang-orang yang tidak berkompeten untuk melakukannya.
Bagi orang-orang yang mampu, pintu ijtihad tidak seorang pun yang berhak
menutupnya. Dalam konteks inilah studi ushul fiqh menjadi lebih penting. Ia penting
didalami, baik oleh seseorang yang akan memberikan fatwa, oleh para hakim di
pengadilan di mana hukum Islam diterapkan, dan oleh para mahasiswa yang akan
menekuni studi hukum Islam.
Tujuan utama dari ushul fikih adalah untuk mencapai dan mewujudkan sesuatu yang
dimaksud syara'. Ada ulama yang berkata:
‫ ٍِٗ ساػى اىق٘اػذ مبُ خيٍقب ثبدساك ىيقبصذ‬.‫ٍِ ساػى األص٘ه مبُ حقٍقب ثبى٘ص٘ه‬

82
"Barang siapa memelihara ushul, tentulah dia akan sampai kepada maksud. Dan barang
siapa memelihara qawaid, tentulah dia akan mencapai maksud."

Secara sistematis dapat diuraikan sebagai berikut :


1) Mengetahui kaidah-kaidah dan cara-cara yang digunakan mujtahid dalam
memperoleh hukum melalui metode ijtihad yang mereka susun.
2) Memberikan gambaran mengenai syarat-syarat yang harus dimiliki seorang mujtahid
, sehingga dengan tepat ia dapat menggali hukum-hukum syara' dari nash. Di
samping itu, bagi masyarakat awam, melalui ushul fikih mereka dapat mengerti
bagaimana para mujtahid menetapkan hukum sehingga dengan mantap mereka dapat
mempedomani dan mengamalkannya.
3) Menentukan hukum melalui berbagai metode yang dikembangkan para mujtahid,
sehingga berbagai persoalan baru yang secara lahir belum ada dalam nash, dan
belum ada ketetapan hukumnya di kalangan ulama terdahulu dapat ditentukan
hukumnya.
4) Memelihara agama dari penyalahgunaan dalil yang mungkin terjadi. Dalam
pembahasan ushul fikih, sekalipun suatu hukum diperoleh melalui hasil ijtihad,
statusnya tetap mendapat pengakuan syara'. Melalui ushul fikih juga para peminat
hukum Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli dan harus dipedomani
serta mana yang merupakan sumber hukum Islam yang bersifat sekunder berfungsi
untuk mengembangkan syariat Islam dengan kebutuhan masyarakat Islam.
5) Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dergan dalil yang
digunakan dalam ber-ijtihad, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan
tarjih (penguatan) salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan
alasannya.

Setelah Mampu membaca kerangka daripada dasar-dasar Ushul Fiqh tersebut, maka
diharapkan bagi seseorang Yang ingin mendalaminya haruslah memiliki tujuan Yang
senantiasa mengedepankan kehidupan dan kemaslahatan bersama, Agar ilmu yang
dipelajarinya tersebut dapat bermanfaat bagi dirinya dan juga orang lain. Sebagaimana
Kutipan Hadits tentang Niat, Dan juga ibarah dari imam As-syafi'i yaitu :
ٌ‫ ٍِٗ أسادَٕب فؼئٍ ثبىؼي‬،ٌ‫ ٍِٗ أساد اَخشح فؼئٍ ثبىؼي‬،ٌ‫ٍِ أساد اىذٍّب فؼئٍ ثبىؼي‬
"Barang Siapa yang ingin mendapatkan kesejahteraan di dunia maka hendaknya dengan
Ilmu, dan barang Siapa Yang ingin mendapatkan kesejahteraan di Akhirat maka

83
hendaknya juga dengan Ilmu, Dan barangsiapa yang menginginkan keduanya hendakya
juga dengan ilmu".

Juga ada sebuah ibarah atau kutipan hadits yang berbunyi :


ٌ‫ سٗآ ٍسي‬.‫خٍش اىْبس أّفؼٌٖ ىيْبس ٗأحسٌْٖ خيقب‬
"Sebaik-baik Manusia adalah yang mampu memberikan manfaat bagi sesamanya, Dan
juga berperangai yang Baik".

84
PMII LOKAL

(Sejarah berdiri dan perkembangan Rayon PMII Tabassam dan Komisariat PMII
Wahab Hasbullah Jombang)

Orang-orang mengatakan bahwa Jombang adalah kota yang "ngeri" Nyatanya mang
benar, Jombang mempunyai kekayaan warisan pemikiran dan gerakan yang berpengaruh
besar terhadap arah perjuangan bangsa. Jombang telah banyak melahirkan koh-tokoh sentral
dalam agenda besar bangsa Indonesia pada setiap zamannya.

Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy'ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, KH


Abdal Wahid Hasyim, KH Abdurrahman Wahid. Nurcholish Madjid, hingga Emha Ainun
Nadjib adalah sekian sedikit dari anak kandung Jombang yang mempunyai sumbang besar
bagi bangsa di banyak aspek kehidupan, Tokoh seperti KH Bisri Syansuri, KH Romli Tamim,
atau KH Wahib Wahab juga merupakan warisan berharga dari Jombang untuk bangsa melalui
kiprah agung di tengah masyarakat.

Selain fakta bahwa banyak tokoh penting dari pesantren tersebut di atas. Kota Santri
juga merupakan "orangtua atas kelahiran organisasi kemasyarakatan terbesar di dunia,
Nahdlatul Ulama (NU) Pelabelan Jombang sebagai bagian akar sejarah berdirinya NU ini
juga menjadi salah satu spirit lahirnya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMI) di
Jombang.

Tingkat level Tambakberas atau secara khusus di lingkungan Universitas KH. A. Wahab
Hasbullah (UNWAHA) Jombang, PMII sebenarnya bukanlah organisasi yang asing di
kalangan mahasiswa. PMII memang menjadi organisasi ekstra kampus terbesar di kampus
yang didirikan di lingkungan pesantren Tambakberas ini.

Hal itu menjadi maklum, sebab dari awal mula berdirinya kampus di Tambakberas
hanya PMII yang mendapat legitimasi dari Yayasan Pendidikan Tinggi Bahrul Ulum hingga
sekarang Dan juga mengingat pesantren Tambakberas merupakan basis asal salah satu
pendiri NU, KH Abdul Wahab Chasbullah, PMII menjadi satu- satunya organisasi ekstra
kampus yang mendapat perhatian lebih karena identitas Ahlussunah Wal Jama'ahnya yang
sejalan dengan NU itu sendiri.

Komisariat PMII Wahab Hasbullah Jombang berdiri tahun 1994 dengan status
komisariat persiapan. Kemudian menjadi komisariat definitif pada 1995. Saat ini la
mempunyai 3 rayon, yakni Rayon Tabassam yang kader dan anggotanya berada di Fakultas

85
Agama Islam (FAI) UNWAHA Jombang, dan Rayon Al Lathil yang kader dan anggotanya
berada di Fakultas Teknik Informasi, Fakultas Pertanian, Fakultas Ilmu Pendidikan
UNWAHA Jombang. STIKES Bahrul Ulum, dan IAIBAFA. Adapun Rayon Ekonomi
mempunyai anggota dan kader di Fakultas Ekonomi UNWAHA Jombang.

Rayon PMII Tabassam Komisariat Wahab Hasbullah sendiri berdiri pada 2015 dengan
status rayon persiapan. Lalu menjadi rayon definitif pada 2016.

A. Sejarah Awal Berdiri Komisariat PMII Wahab Hasbullah

Tahun 1994 di pinggiran kota Jombang, beberapa mahasiswa STIT Bahrul Ulum tengah
mendirikan organisasi PMII. Tepatnya di lingkungan salah satu pesantren besar Jombang,
Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang STIT Bahrul Ulum ini sendiri adalah
awal mula nama sebelum STAI Bahrul Ulum yang kemudian beruhsh minjadi UNWAHA.

PMII yang berada di STIT Bahrul Ulum yang juga notabene berada dilingkungan
pesantren Tambakberas, organisasi ini kemudian diberi nama Komisariat PMII Wahab
Hasbullah. Mengapa komisariat? Sebab PMII berada dalam satuan universitas atau sekolah
tinggi. PMII di Tambakberas merupakan salah satu PMII tertua di Jombang dengan sejarah
panjangnya. Ketua pertama tercatat dalam sejarahnya pada tahun 1995 alah sahabat
Sunandar.

Sebelum sahabat Sunandar, Komisariat PMII Wahab Hasbullah masih dalam persiapan.
Pada saat itu Komisariat Persiapan PMII Wahab Hasbullah dipimpin oleh kahabat Syamsul
Rizal di tahun 1994. Jadi sahabat Sunandar adalah ketua pertama Komisariat PMI Wahab
Hasbullah sejak 96' berstatus definitif. Sedangkan sahabat Syamsul Rizal adalah ketua saat
Komisariat PMII Wahab Hasbullah masih berstatus persiapan.

Sebenarnya sebelum masa sahabat Syamsul Rizal ini. PMII di Tambakberas sempat
terjaga eksistensinya yang kemudian mengalami kevakuman. Pada saat itu PMII dipelopori
oleh mahasiswa sekaligus santri di salah satu ribath di PPBU. yakni Imron Jamil-kini akrab
dipanggil KH Imron Jamil, pengasuh Pondok Pesantren Kyai Mojo Tembelang Jombang.

PMII di Tambakberas masih tergabung dengan Komisariat PMII Hasyim Asy'ari


IKAHA-yang sekarang bernama UNHASY- Tebuireng Jombang. Kampus IKAHA
mempunyai kampus II di lingkungan Pondok Pesantren Mamba'al Ma'arif Demanyar
Jombang Sehingga koordinasi pengurus Komisariat PMII Hasyim Asy'ari IKAHA dengan

86
anggota dan kadernya yang ada di STIT Bahrul Ulum relatif lebih mudah dikarenakan letak
geografis pesantren Tambakberas dan pesantren Denanyar yang tidak begitu jauh.

B. Masa Perkembangan

Sejak tahun awal berdiri hingga sekarang, Komisariat PMII Wahab Hasbullah
mengalami pasang surut yang mewarnai eksistensi perjuangannya. Walaupun PMII adalah
organisasi ekstra kampus terbesar, namun ia tidak pernah mempunyai hasis masta yang besar
layaknya dikampus-kampus yang lain baik di Jombang maupun di luar Jombang.

Dari tahun 1994 tersebut hingga saat ini, tercatat sudah 23 kali Komisariat PMI Wahab
Hasballah mengadakan Rapat Tahunan Komisariat (RTK). Yang secara tidak langsung
berarti Komisariat PMII Wahab Hasbullah telah dipimpin oleh ketua dan pengurus jajarannya
sebanyak 23 periode. Berikut nama-nama ketua Komisariat PMI Wahab Hasbullah dari masa
ke masa.

1) Sahabat Syamsul Rizal (komisariat persiapan)


2) Sahabat Sunandar (komisariat definitif)
3) Sahabat Ach. Husein
4) Sahabat M. Kholil
5) Sahabat M. Ghufron
6) Sahabati Nurul Hasanah
7) Sahabat M. Arif
8) Sahabat Abdul Wahid Fauzi
9) Sahabat Suparno
10) Sahabat Rohmatul Fauzi
11) Sahabat Andi Mangun Kuncoro
12) Sahabat Hanifun Nashor
13) Sahabat Saiful Arif
14) Sahabati Rumainur
15) Sahabat Ihsanuddin
16) Sahabat Agus Riyanto
17) Sahabati Elik Khoirun Nisa
18) Sahabat Ari Setiawan
19) Sahabat Muhammad Arif Hakim
20) Sahabat Aji Ainur Rofiq

87
21) Sahabat Nur Sihabudin Achmad
22) Sahabat Denmas Amirul Haq (sekarang)

Formasi ketua Pengurus komisariat PMII Wahab Hasbullah tal kan lepas dengan
gerakan Perempuan perempuan hebat melalui badan semi otonom yang kemudian dinamai
dengan korp PMII Putri (KOPRI). Melalui ketua Kopri pertama komisariat yang di ketuai
oleh Zakiyaturrosidah dan dilanjut oleh Rohmatul lailiyah serta di teruskan Chusnul
Mufaidzah dan sekarang dipegang oleh Niswatin Mukaromah.

Pada masa kepengurusan Sahabat Agus Riyanto, Komisariat PMII Wahab Hasbullah
mengalami perkembangan secara kuantitas yang cukup fundamental, yakni berdirinya Rayon
Persiapan PMII Tabassam dan Rayon Persiapan PMII Al Lathif Sebagaimana telah diketahui,
rayon adalah organisasi terkecil dalam PMII yang mewadahi anggota dan kader di lingkup
fakultas di bawah komando pengurus komisariat di setiap kampus".

Rayon PMII Tabassam berdiri tahun 2015 sebagai rayon persiapan bersama Rayon PMII
Al Lathif, yang kemudian didefinitifkan satu tahun kemudian. Rayon Persiapan PMII
Tabassam dipimpin oleh sahabat Chasanuddin. RTAR (Rapat Tahunan Anggota Rayon)
diadakan pertama kali pada tahun 2016 dengan terpilihnya sahabat Khoirul Abidin sebagal
mandataris untuk memimpin Rayon PMII Tabassam 1 kepengurusan ke depan. Lalu
dilanjutkan sahabat Rahmat Imam Bahruddin pada tahun 2017.

Susunan formasi Ketua PMII Rayon Tabassam dari masa ke masa

1) Sahabat Hasanuddin
2) Sahabat Zainal abidin
3) Sahabat Imam
4) Sahabat Aji Ainur Rofiq (Ketua Rayon PLT)
5) Sahabati Kharisatun Niswah
6) Sahabat Nur Sihabudin Achmad
7) Sahabat M. Danur Wenda
8) Sahabat M. Harris Yanuardi (sampai sekarang)

88
C. Dinamika Perkembangan PMII Rayon Tabassam

Terhitung 3 tahun kebelakang Rayon tabassam mempunyai track record yang


signifikan, ditandai dengan format kaderisasi yang semakin mapan sampai melahirkan kader-
kader yang berkualitas adalah ibarat menjadi identitas PMII Rayon tabassam sebagai patron
nya kaderisasi do jombang, tak jarang kemudian senior dan kader PMII yang tersebar di
daerah kota santri ini menyebut bahwa Rayon tabassam khususnya menjadi penstabil
kaderisasi PMII di jombang, diakui atau tidak usia Rayon tabassam yang menginjak 7 tahun
ini mengalami pasang surut dalam rangka mempertahankan struktur pondasi organisasi ini.

Konsistensi pengkaderan dengan metode diskusi dan kajian serta pendekatan ala
cymestri kekeluargaan membuat rayon tabassam masih eksis hingga sekarang, ngomong
tentang kaderisasi organisasi ini memang menganggap serius untuk melahirkan kader-kader
hebat sebagai nilai tawar dari PMII Rayon tabassam itu sendiri, dimulai dari pengelolaan
organisasi secara Profesional, dan konsistensi serta komitmen pengurus untuk membuat
inovasi dari segi Kaderisasi dan program kerjanya dirasa membuat kokohnya organisasi
tingkat akar rumput ini.

Konsistensi terhadap literasi dan diskusi menjadi makanan sehari-hari kader-kader


tabassam, tak heran kemudian latarbelakang fakultatifnya yang beradal dari prodi Pendidikan
Agama Islam dan Pendidikan bahasa Arab menjadikan Rayon tabassam mendidik dengan
sesuai dengan apa yang didapatkan melalui materi perkuliahan dan dengan sikap
profesionalisme serta kematangan dalam materi.

Angkatan demi angkatan yang telah lahir dari Rayon tabassam sendiri selalu mendapati
pasang surut, tak jarang kadang kala anggota/kader pasca melakukan kaderisasi formal tiba
tiba hilang begitu saja tanpa komunikasi, hal tersebut memang terkesan lumrah di kalangan
organisasi lain, tapi konsistensi mengawal serta mengkader per individu inilah yang membuat
ciri khas tersendiri dari pada Tabassam.

Permasalahan klasik antara aktif dan tidak aktif adalah problem yang sukit untuk di
selesaikan, menyikapi dari pada itu rayon tabassam tidak berfikir panjang, yang pada intinya
hal tersebut akan bisa diselesaikan ketika kader tersebut mampu memahami dan menelaah
apa yang kemudian menjadi niat dan itikad baik nya untuk rayon tabassam, maka dari itu
dengan problem yang dirasa kompleks rayon tabassam tidak berhenti dengan
mempertanyakan kemana perginya anggota yang lain, tapi malah justru atas dasar itulah

89
akhirnya Rayon tabassam terus menerus untuk berbenah, yang pada akhirnya setiap gerak
dan langkahnya harus didasari oleh sebuah kebutuhan akan hari ini.

Bentuk konsistensi dan tawaran terhadap organisasi ini salah satunya dalam sebuah
kajian ilmiahnya saat akan menyelenggarakan kegiatan yang utamanya formal selalu
melakukan sebuah penelitian agar apa yang kemudian di selenggarakan sesuai minat dan niat
dari anggotanya itu sendiri.

Bahkan secara kualitas PMII Rayon tabassam per hari ini mampu untuk kemudian
menyaingi program kuliah, apa yang kemudian belum atau tidak diajarkan dalam
perkuliahan, rayon tabassam malah menawarkan peningkatan kualitas diri melalui program
yang diadakan dan yang tidak didapatkan di bangku perkuliahan, hingga oada akhirnya
tabassam mampu untuk kemudian menerbitkan tulisan" melalui coretan pena sebagai bentuk
kemampuan menulisnya dan mempu melaksanakan penelitian ilmiah yang dalam hal itu
sebenarnya belum didapatkan Materi nya di bangku perkuliahan.

Konsistensi melahirkan kader-kader hebata itulah yang terus menerus menjadi bayang
bayang yang barangkali tak kan terlepaskan, maka dari itu tak akan salah ataupun menyesal
apabila saat ini sahabat-sahabati mengikuti kegiatan yang diselenggarakan Rayon tabassam,
dengan tawaran konsep yang jelas serta harapan mencetak kader-kader muttaqid yang
berintegritas adalah menjadi tujuan besar Rayon tabassam yang nantinya akan menjadi
identitas berlabel untuk kader-kader yang dilahirkan melalui rayon tabassam.

D. Membentuk Kader Muttaqid Yang Berintegritas

Kader muttaqid adalah sebutan untuk kader-kader pasca mengikuti kaderisasi formal
yang pertama yaitu mapaba, yang tujuannya membentuk keyakinan terhadap PMII itu sendiri.
grand theme yang diangkat dalam forum kaderisasi formal ini adalah menuju kader yang
berintegritas.

Upaya integritas yang dimaksud disini adalah penjabaran dari 3 teori dasar yang
diangkat yakni, Solidaritas, Intelektual dan Komunikatif, upaya penyadaran solidaritas satu
angkatan adalah melalui pribadi masing-masing. Dengan menyadarkan individu melalui
kasadaran kritis dalam menanggapi realita guna menjadikan individu tersebut muncul sebagai
pengkritik dirinya sendiri, apa yang telah terjadi dalam dirinya menganggap bahwa ketika
dirinya diam saja dengan tenang dan aman adalah sebuah masalah. pribadi yang sadar akan
kekurangan dan kelemahannya akan selalu terus berbenah menjadi semakin membaik. Hal

90
itulah yang menjadi awal terbentuknya kesadaran kritis yang diinginkan oleh penyelenggara
kegiatan ini.

Kesadaran kritis yang terbentuk akan membutuhkan interaksi timbal balik dengan orang
lain, penyatuan orang orang yang berbeda dalam satu forum berhari hari adalah bagian dari
membentuk Solidaritas mekanik, yang berangkat dari nasib dan kondisi yang sama. Pada
akhirnya solidaritas tersebut apabila terus menerus dijaga melalui komunikasi dan rasa
nyaman akan menumbuhkan sesuatu yang saling membutuhkan, dalam hal ini bisa di
analogikan seperti simbiosis mutualisme.

Solidaritas ala emile durkheim mampu merubah mainsed pribadi individual menjadi
pribadi sosialis yang pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Upaya penyadaran inilah
yang diharapkan rayon tabassam terhadap kader-kadernya untuk terus menerus menjadikan
nilai kritis menjadi dasar berfikirnya.

Usaha mengkritik dirinya sendiri dan realita sosial yang semakin dipupuk dengan
tawaran pendidikan berbasis masalah membuat tajam nya mata analisis. Sehingga mampu
melakukan kritik bukan sebagai tindakan represif tetapi melakukan kritik secara argumentatif
yang dibangun atas dasar konsistensi dan kematangan berfikir yang pada akhirnya dapat
menjadikan kader rayon tabassam yang berintegritas secara seutuhnya.

Hal tersebut kemudian mampu tercapai bukan hanya satu dua bulan dalam berproses
atau bisa terlihat saat sudah mengikuti kaderisasi formal, tapi upaya semacam itu yang
diterangkan diatas akan bisa dipetik apabila sahabat sahabati mampu berproses maksimal dan
ikhlas dalam belajar di pergerakan mahasiswa Islam Indonesia yang dalam hal ini rayon
tabassam. proses yang maksimal dan sustainable serta konsistensi dengan capaian juga
dilandasi rasa ingin tau lah kemudian sedikit demi sedikit akan terbangun pondasi indentitas
Integritas seutuhnya sesuai dengan apa yang kemudian diinginkan oleh Rayon tabassam.
Maka dari itu pesan untuk sahabat sahabati yang berproses di PMII Rayon tabassam, jangan
pernah merasa cukup dalam mencari ilmu, semangat adalah kunci, komunikasi adalah pintu
dan perjuangan adalah ruang yang tak terhingga dan hasil adalah jalan yang selalu terhubung
satu sama lain, yang menunjukkan tidak akan ada habisnya berjuang dan semangat.

91
ANTROPOLOGI KAMPUS DAN TANGGUNG JAWAB MAHASISWA

A. PENGERTIAN ANTROPOLOGI KAMPUS


1. Pengertian Antropologi
Ditinjau dari segi bahasa antropologi terdiri dari dua kata, yaiti antropos dan
logos. Antropos yang berarti manusia dan logos yang berarti ilmu pengetahuan, jadi
antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kehidupannya atau
penyelidikan tehadap manusia dan kehidupanya. Para ahli antropologi
mendefisinikan antropologi sebagai berikut:
a. William A.Haviland (seorang Antropolog Amerika) Antropologi adalah studi
tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat
tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang
lengkap tentang keanekaragaman manusia.
b. David Hunter Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak
terbatas tentang umat manusia.
c. Koentjaraningrat (Bapak Antropolog Indonesia) Antropologi adalah ilmu yang
mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna,
bentuk fisik masyarakat sertakebudayaan yang dihasilkan.
Dari definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi, yaitu
sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta
kebudayaan yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya
berbeda-beda.
2. Pengertian Kampus
Kampus, berasal dari bahasa Latin; campus yang berarti “lapangan luas”,
“tegal”. Dalam pengertian modern, kampus berarti, sebuah kompleks atau daerah
tertutup yang merupakan kumpulan gedung-gedung universitas atau perguruan
tinggi.
Kampus merupakan tempat belajar mengajar berlangsungnya misi dan fungsi
perguruan tinggi, tempat berinteraksi antara dosen dengan mahasiswa, mahasiswa
dengan mahasiswa. Kampus boleh dikatakan miniatur negara karena didalamnya ada
politik dan kebudayaan yang bermacam-macam. Kampus sebagai lingkungan
akademis terdiri dari berbagai warna kehidupan, ada yang berperan sebagai dosen,
mahasiswa, pegawai, yang menjadi peran paling penting dan ciri utama sebuah

92
kampus adalah dosen dan mahasiswa yang mempresentasikan adanya hubungan
saling bertukar informasi atau pengetahuan.
Antropologi kampus pada dasarnya berusaha menjelaskan bagaimana kehidupan
(manusia) dalam lingkungan kampus, khususnya mahasiswa sebagai pemeran utama.
Antropologi sebenarnya kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kita apabila
disematkan dengan kata Antropologi budaya, antropologi politik, antropologi agama dan
lain sebagainya. Namun begitu asing ketika kata antropolog itu sendiri disandingkan
dengan kata kampus. Karena memang belum ada suatu cabang yang secara terstruktur
dan pembahasan yang tuntas mengenai antropologi kampus.
Kampus adalah ruang kaderisasi bangsa. Kampus memiliki pemerintahan dan
rakyat, oleh karenanya kita akan menemukan berbagai kelompok yang akan bertaruh
dalam memperebutkan eksistensi dikampus. Benturan ideologi antar gerakan mahasiswa
pun akan terjadi dikampus, inilah yang menjadikan kehidupan dikampus menjadi sangat
kondusif.
B. TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI
Tri Dharma Perguruan Tinggi terdiri dari Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat. Ketiganya menjadi poin penting dalam mewujudkan visi dari
perguruan tinggi.
Ketiga hal tersebut juga menjadi tanggung jawab semua elemen yang terdapat di
perguruan tinggi mulai dari mahasiswa, dosen, serta berbagai sivitas akademika yang ada
dalam suatu perguruan tinggi.
1. Pendidikan dan Pengajaran
Makna pertama dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi yang penting diketahui
mahasiswa baru yakni Pendidikan dan Pengajaran. Hal ini sangat perlu dilakukan
dalam keberlangsungan pendidikan di suatu institusi pendidikan. Baik itu
universitas, institut, sekolah tinggi, akademi, ataupun bentuk pendidikan lainnya.
2. Penelitian dan Pengembangan
Poin kedua dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang perlu diketahui mahasiswa baru
yakni mengadakan penelitian dan pengembangan. Hal ini untuk mencapai tujuan
perguruan tinggi yaitu memiliki sumber daya manusia yang kreatif, cerdas, dan
kritis.
3. Pengabdian kepada masyarakat

93
Poin terakhir dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi terakhir adalah pengabdian
kepada masyarakat. Yakni dengan terjun langsung ke lapangan untuk membantu
masyarakat tertentu dalam beberapa aktivitas.

C. SUSUNAN BIROKRASI KAMPUS


Sesuai ketentuan pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014, organisasi
perguruan tinggi setidaknya terdiri dari senat, pemimpin perguruan tinggi, satuan
pengawas internal, dan dewan penyantun. Berikut rinciannya:
1. Senat universitas/institut/sekolah tinggi, politeknik, akademi komunitas merupakan
penyusun kebijakan yang menjalankan fungsi penetapan dan pertimbangan
pelaksanaan kebijakan akademik.
2. Pemimpin perguruan tinggi merupakan pelaksana akademik yang menjalankan
fungsi penetapan kebijakan non-akademik dan pengelolaan perguruan tinggi untuk
dan atas nama Menteri.
3. Satuan pengawas internal dibentuk oleh pemimpin perguruan tinggi yang
menjalankan fungsi pengawasan non-akademik untuk dan atas nama pemimpin
perguruan tinggi.
4. Dewan penyantun atau nama lain yang menjalankan fungsi pertimbangan non
akademik dan fungsi lain yang ditetapkan dalam Statuta.
D. PENGERTIAN MAHASISWA
Mahasiswa berasal dari dua susunan kata, yakni “maha” yang berarti besar dan
“siswa” yang berarti orang yang sedang mengikuti pembelajaran. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi.
Dalam peraturan Pemerintah No 30 Tahun 1999 pengertian mahasiswa adalah para
peserta didik yang terdaftar dan telah belajar pada perguruan tinggi tertentu, yang secara
resmi menimba ilmu pada suatu Universitas, Institut ataupun perguruan tinggi tertentu.
Menurut Gafur Mahasiswa merupakan orang yang terdaftar sebagai siswa pada
perguruan tinggi, yang memiliki kartu tanda anggota (KTA) yang diakui oleh pemerintah
dan mampu mencari ilmu sendiri karena usia yang sudah dewasa.
Jadi, dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa adalah generasi
muda yang menjadi bagian dari suatu jenjang pendidikan tinggi dan menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik, profesional, dan intelektual.
Mahasiswa mempunyai peranan penting dalam mewujudkan cita-cita pembangunan
nasional, sementara itu perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan yang secara

94
formal diserahi tugas dan tanggung jawab mempersiapkan mahasiswa sesuai dengan
tujuan pendidikan tinggi. Tujuan pendidikan tinggi dapat tercapai apabila Tri Dharma
Perguruan Tinggi dapat terlaksana, yaitu mampu menyelenggarakan pendidikan,
melakukan penelitian dan melakukan pengabdian kepada masyarakat.
Mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu,
antara lain:
1. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi,
sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelektual.
2. Dikarenakan kesempatan di atas diharapkan nantinya dapat bertindak sebagai
pemimpin yang mampu dan terampil, baik sebagai pemimpin masyarakat ataupun
dalam dunia kerja.
3. Diharapkan dapat menjadi daya penggerak yang dinamis bagi proses modernisasi.
4. Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkualitas dan
profesional.
E. TIPOLOGI MAHASISWA
Sebagai anggota PMII yang juga merupakan mahasiswa perlu memahami tipe-tipe
dari mahasiswa, sehingga mampu menempatkan dirinya dalam tipe yang seperti apa.
Dalam pengklasifikasian ini sifatnya tidak bisa dibilang paten, karena setiap diri kita bisa
membuat tipologi sesuai dengan yang kita lihat dan rasakan. Yang paling penting dari
pengklasifikasian mahasiswa ini adalah, kita mampu memetakan jenis-jenis mahasiswa
sehingga mampu “bermain” dalam lingkungan tersebut.
1. Akademis
Mahasiswa seperti ini biasanya adalah mahasiswa yang menonjol dalam
bidang nilai akademik. Waktunya kebanyakan digunakan untut menuntut ilmu. Dan
yang parah dari mahasiswa ini adalah, ketika mereka hanya berorientasi nilai saja.
2. Aktivis
Mahasiswa ini adalah mahasiswa yang bergabung dalam organisasi tertentu,
baik ekstra maupun intra. Sekarang, banyak anggapan negative bagi mahasiswa
aktivis ini. Mulai dari sering bolos, sampai dengan sering membantah dosen.
Sayangnya pendapat ini memang digunakan oleh orang-orang yang kurang suka
pada aktivis dan ingin menjatuhkannya.
3. Hedonis (Mahasiswa Hura-hura)
Mahasiswa yang hidup dengan mengikuti perkembangan zaman, up to date,
gaul dan populer, namun usaha mengikuti perkembangan zaman tidak dibarenge

95
dengan kesadaran bahwa perkembangan zaman bersifat absurd yakni menawarkan
kesenangan tanpa manfaat. Bersinggungan dengan label hedonis ini, kita mengenal
istilah borjuis, yaitu golongan kaya dengan kehidupan mewah yang membangun
tembok besar dengan orang-orang proletar dan anti borjuasi, golongan ini biasanya
bersikap apatis terhadap realitas sosial-politik.
F. HAK DAN KEWAJIBAN MAHASISWA
1. Hak Mahasiswa
Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak sebagai
berikut:
a. Menggunakan Kebebasan akademik secara bertanggung jawab dalam mengkaji
ilmu pengetahuan dan seni atas dasar norma susila dan tatakrama yang berlaku
dalam lingkungan akademik.
b. Memperoleh layanan akademik dan pengajaran sebaik-baiknya sesuai degan
minat bakat, kegemaran, dan kemampuan serta memperoleh layanan informasi
yang berkaitan dengan kegiatan dan hasil studi.
c. Menggunkan fasilitas institut dalam rangka pengembangan minat, bakat,
penalaran, dan kesejahteraan untuk kelancaran proses belajar melalui
perwakilan organisasi kemahasiswaan melalui prosedur yang ada.
d. Mendapat bimbingan penyelesaian studi oleh tenaga pengajar yang bertanggung
jawab (dosen wali, dosen pembimbing tugas akhir)
e. Ikut serta dalam kegiatan organisasi mahasiswa yang ada di institute dan tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan/perundang-undangan yang berlaku.
f. Mendapatkan bimbingan dalam kegiatan kemahasiswaan.
g. Mendapat penghargaan atas prestasi yang diperoleh
2. Kewajiban Mahasiswa
a. Mematuhi semua peraturan dan ketentuan yang berlaku.
b. Ikut memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, ketertiban, dan keamanan
kampus.
c. Menjaga kewibawaan dan nama baik institut serta menjunjung tinggi
kebudayaan nasional
d. Menghargai harkat dan nilai-nilai yang terdapat dalam ruang lingkup seni, ilmu
pengetahuan, dan teknologi.

96
e. Ikut serta menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan dan kegiatan
kemahasiswaan (kecuali bagi mereka yang dibebaskan dari kewajiban tersebut
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
f. Mengikuti perkuliahan yang tepat waktusesuai dengan jadwal yabg ditetapkan.
g. Depet menyelesaikan studinya dengan lebih awal dengan memenuhi persyaratan
yang berlaku.
h. Mengikuti kegiatan kemahasiswaan sesuai dengan panduan SNAM (Sistem
Nilai Aktivitas Mahasiswa)
i. Mematuhi dan menjaga ketertiban kampus sesuai dengan panduan Kode Etik
Mahasiswa dan Pedoman Penanganan Pelanggaran Kode Etik Mahasiswa
G. PERAN MAHASISWA
a) Peran Moral
Mahasiswa sebagai seorang yang hidup di kampus yang dikenal bebas
berekpresi, beraksi, berdiskusi, berspekulasi dan berorasi, harus bisa menunjukkan
perilaku yang bermoral dalam setiap tindak tanduknya tanpa terkontaminasi dan
terpengaruh oleh kondisi lingkungan.
b) Peran Sosial
Mahasiswa sebagai seorang yang membawa perubahan harus selalu bersinergi,
berpikir kritis dan bertindak konkret yang terbingkai dengan kerelaan dan keikhlasan
untuk menjadi pelopor, penyampai aspirasi dan pelayan masyarakat.
c) Peran Akademik
Mahasiswa sebagai orang yang intelek, jenius, dan jeli harus bisa menjalankan
hidupnya secara proporsional, sebagai seorang mahasiswa, anak, serta harapan
masyarakat.
d) Peran Politik
Peran Politik ini mungkin yang paling sensitif dan berbahaya. Sebagai
pemegang tampuk kepemimpinan bangsa di masa yang akan datang, seorang
mahasiswa juga harus turut peduli terhadap kondisi politik dalam negeri. Berbeda
dengan politik praktis, peran politik yang dimainkan oleh mahasiswa harus
sepenuhnya dilandaskan oleh dorongan moral dan semangat untuk mengusung
aspirasi rakyat. Predikat kelompok intelektual yang disandang oleh mahasiswa
membuat mahasiswa memiliki beragam cara untuk menyampaikan pesan politiknya,
dari mulai lobi, audiensi, hingga aksi demonstrasi.

97
Dalam sejarah bangsa Indonesia sendiri, sudah dua kali terjadi pergantian
rezim dan tatanan politik yang dimotori oleh mahasiswa, yaitu pada tahun 1966 dan
1998.
H. TANGGUNGJAWAB MAHASISWA
1. Agent of Change (Agen Perubahan)
Sebagai agen perubahan, mahasiswa bertanggung jawab untuk menjadi
tonggak bagi perubahan dan kebangkitan bangsa ke arah yang lebih baik. Sepanjang
sejarah, telah dua kali terjadi perubahan fundamental dalam kehidupan bangsa yang
dimotori oleh mahasiswa, yaitu pada masa perubahan Orde Lama ke Orde Baru di
tahun 1966 dan kelahiran Reformasi di tahun 1998.
Berkat kebebasan yang telah kita peroleh pada hari ini, peran mahasiswa
sebagai agen perubahan tidak terbatas pada aksi-aksi demonstrasi. Ada banyak cara
untuk menciptakan perubahan di masyarakat, seperti berinovasi menciptakan
teknologi baru yang bermanfaat, berwirausaha untuk membuka lapangan pekerjaan,
melakukan kampanye sosial, dan lain-lain.
2. Iron Stock
Status sebagai kelompok terpelajar membuat mahasiswa menjadi dilihat
spesial oleh lapisan masyarakat lainnya. Mahasiswa sering dianggap sebagai
generasi emas yang akan meneruskan estafet kepemimpinan bangsa dengan lebih
baik akibat ilmu dan pengalaman yang diperoleh selama menempuh pendidikan.
Sebagai iron stock, mahasiswa bertanggung jawab untuk menjadi generasi penerus
bangsa yang berkualitas. Ia harus mapan secara intelektual maupun emosional.
Regenerasi kepemimpinan bangsa sangat bergantung pada kualitas kelompok
terpelajar bangsa itu sendiri.
3. Moral Force
Mahasiswa juga memiliki tanggung jawab untuk menjadi moral force di
tengah-tengah masyarakat. Maksud dari moral force atau pasukan moral disini
adalah mahasiswa harus menjadi representasi bagi moral yang baik kepada
masyarakat. Mahasiswa harus menjadi role model di masyarakat dalam berperilaku,
berpenampilan, maupun perkataan. Menjaga masyarakat untuk menjauhi tindakan-
tindakan immoral dan amoral termasuk dari tanggung jawab mahasiswa.
4. Agent of Social Control
Tanggung jawab mahasiswa yang terakhir (tapi bukan berarti paling tidak
penting) adalah social control. Hal ini terkait erat dengan salah satu tujuan dari

98
pendidikan tinggi itu sendiri, yaitu untuk mengabdi kepada masyarakat. Mahasiswa
harus mau membaur menjadi bagian dari masyarakat dan menjadi pemecah masalah
(problem solver) bagi berbagai persoalan di masyarakat. Selain itu, mahasiswa juga
bertanggung jawab untuk menjembatani komunikasi pemerintah dengan masyarakat
dan mahasiswa dapat mensosialisasikan kebijakan-kebijakan pemerintah yang
mungkin bermanfaat namun belum diketahui oleh masyarakat.

99
ANALISA DIRI

A. Pengertian Analisa Diri


Analisa berasal dari kata Yunani Kuno “analusis” yang berarti melepaskan.
Analisis terbentuk dari dua suku kata yaitu “ana” yang berarti kembali dan “luein”
yang berarti melepas. Sehingga pengertian analisa yaitu suatu usaha dalam mengamati
secara detail pada suatu hal atau benda dengan cara menguraikan komponen-
komponen pembentuknya atau menyusun komponen tersebut untuk dikaji lebih lanjut.
Kata analisa atau analisis banyak digunakan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan,
baik ilmu bahasa, alam dan ilmu sosial. Didalam semua kehidupan ini sesungguhnya
semua bisa dianalisa, hanya saja cara dan metode analisanya berbeda-beda pada tiap
bagian kehidupan. Untuk mengkaji suatu permasalahan, dikenal dengan suatu metode
yang disebut dengan metode ilmiah.
Sementara „‟Diri‟‟ adalah gambaran yang ada pada diri individu yang berisi
tentang bagaimana individu melihat dirinya sendiri sebagai pribadi yang disebut
dengan pengetahuan diri, bagaimana individu merasa atas dirinya yang merupakan
penilaian atas dirinya sendiri serta bagaimana individu menginginkan dirinya sendiri
sebagai manusia yang diharapkan.
Sedangkan menurut Etimologi Analisa Diri adalah terdiri dari dua kata yaitu
analisa dan diri. Analisis yang berarti meneliti, intropeksi atau muhasabah dan diri
yang berarti aku, ego, saya, dan lain sebagainya.
Dapat disimpulkan bahwa analisis diri adalah proses yang dilakukan secara sadar
tanpa interpensi dan tekanan untuk meneliti, memahami diri sendiri. Menurut
Aristoteles, Manusia adalah makhluk yang berakal budi, dengan akal budi itulah ia
dapat berpikir dan mengambil tindakan. Hal ini juga berkaitan dengan proses
menganalisa diri kita sebagai makhluk, karena dari proses berfikir itulah manusia bisa
mengetahui, memahami diri sendiri dan orang lain. Setiap manusia adalah makhluk
yang bisa berfikir, bertindak dan merefleksikan diri dengan apa yang telah ia lakukan,
namun tidak semua manusia memiliki motivasi dan keyakinan diri untuk berkembang.
Proses analisis diri itu sangat penting dilakukan dalam situasi dan kondisi apapun
untuk kehidupan manusia.

100
B. Teori dasar analisa diri
Teori analisa diri yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan mengunakan
analisis SWOT. Analisis SWOT (Strangth, Weakness, Opportunity, Threat) atau yang
dikenal pula dengan nama K3A (Kekuatan, Kelemahan, Kesempatan, Ancaman)
merupakan suatu teori untuk merumuskan dan menerapkan strategi untuk mencapai
misi dan tujuanya. Analisis SWOT dilakukan dengan cara mengidentifakasi berbagai
lingkungan, baik lingkungan internal yang berupa kekuatan dan kelemahan dalam
melakukan persaingan maupun lingkungan eksernal yang berupa peluang dan
ancaman. Berikut cara menyusun analisis SWOT yang bisa dilakukan
 Strangth atau kekuatan : yang disusun dari berbagai keunggulan yang dimiliki oleh
seseorang dan dapat menghasilkan hal positif bagi diri sendiri. Kekuatan ini dapat
berupa apa yang kamu miliki mulai dari pengalaman, pengetahuan, skil, hobi, good
personal attitude.
 Weakness atau kelemahan : selain melihat unsur kekuatan yang ada pada diri
sendiri, penting juga untuk mengetahui kelemahan apa yang kita miliki. Ada juga
hal yang bisa kamu tanyakan kediri sendiri untuk mengetahui apa kelemahanmu
seperti “apa yang membuat kamu down?”
 Opportunity atau peluang : peluang yang bisa kita dapatkan berdasarkan kelebihan
dan kelemahan yang kita miliki. Didalam peluang ini aspek terpentingnya adalah
ketrampilan apa yang tersedia dari skill kamu? Atau suport dari lingkungan
maupun peluang akademik.
 Threat atau ancaman : merupakan hambatan yang menghalangi kita dalam
berusaha atau melakukan sesuatu untuk menemukan aspek ini, kamu harus melihat
kelemahan apa yang ada diri sendiri

STRENGTH OPPORTUNITY

WEAKNESS THREAT

Selanjutnya kamu bisa melakukan match (penggabungan) yakni menggabungkan


dua kategori untuk menentukan apakah kita harus take acetion atau avoid situation.
Misal dari kekuatan yang kamu punya bisa dijadikan peluang. Jika kamu punya skill
desain kamu bisa mencoba peluang sebagai freelance desainer atau membuka jasa

101
desain untuk para pelaku UKM di lingkunganmu. Kamu juga bisa melakukan convert
yakni yakni mengubah hal yang negatif yang ada pada dirimu menjadi hal yang lebih
positif. Jika hal itu tidak bisa diubah, maka kamu harus membuangnya jauh-jauh dari
diri kamu.
C. Langkah-langkah analisis diri
Anda akan selalu bertumbuh dan berubah berdasarkan kepribadian serta
pengalaman hidup. Maka, anda harus meluangkan waktu untuk menganalisis diri
sendiri. Berikut beberapa tahapan untuk melakukan analisis diri :
- Melakukan refleksi tentang pengalaman kehidupan di masa kecil
- Mencatat suasana hati anda seperti, menulis jurnal akan tetapi jika sulit bagi
sebagian orang terutama jika anda harus mencatat trauma-trauma di masa lalu yang
belum sepenuhnya selesai, berbicaralah dengan konselor atau teman terdekat yang
bisa membantumu.
- Tuliskan beberapa apa yang sedang kamu fikirkan
- Lakukan evaluasi terhadap pola fikiran
- Periksalah apakah rasa keberhargaan diri anda sehat atau rendah

102
ANALISIS SOSIAL

A. Pengertian Analisis Sosial


Analisis secara etimologi berasal dari kata Yunani kuno “analusis” yang
berarti melepaskan. Analusis terbentuk dari dua suku kata yaitu “ana” yang berarti
kembali Dan “luein” yang melepas. Analisa menurut Gorys Keraf, analisa adalah
sebuah proses untuk memecahkan sesuatu ke dalam bagian-bagian yang saling
berkaitan satu sama lainnya. Sedangkan menurut Komarrudin mengatakan bahwa
analisis merupakan suatu kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan
menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda dari setiap
komponen,hubungan satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam suatu
keseluruhan yang terpadu.
Pengertian analisa diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa analisa merupakan
sekumpulan kegiatan,aktivitas dan proses yang saling berkaitan untuk memecahkan
masalah atau memecahkan komponen menjadi detail dan digabungkan kembali lalu
ditarik kesimpulan. Jadi para ahli telah mendefisikan pengertian analisa adalah sebuah
data, proses dan hasil dari biasanya dilakukan meliputi kegiatan seperti
mengorganisasikan, mengelompokkan data, mengklasifikasikan data, memaparkan
data dan menarik kesimpulan dari keseluruhan data tersebut.
Adapun sosial berasal dari Bahasa latin “socii” yang berarti sekutu. Sedangkan
menurut KBBI adalah sesuatu yang berhubungan atau berkaitan dengan masyarakat.
Pengertian sosial menurut Philip Wexler adalah suatu sifat dasar yang dimiliki oleh
setiap individu manusia.
Suatu proses Analisa sosial merupakan upaya untuk mendapatkan gambaran
yang lebih lengkap tentang kondisi sosial,structural,kultural dan historis. Sehingga
proses tersebut memungkinkan pelakunya untuk menangkap dan memahami realitas
yang sedang dihadapi. Dalam proses ini pelaku bukan hanya sekedar mengumpulkan
data,melainkan harus bisa mengupayakan untuk membongkar fenomena yang
sesungguhnya. Lebih dari itu, analisis sosial seyogyanya mampu memberikan prediksi
kedepan dan memberikan pengaruh kepada kejadian tersebut
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa analisis sosial merupakan upaya untuk
mengurai logika,nalar,kepentingan dibalik sebuah fenomena sosial. Dengan adanya
upaya tersebut,maka analisis sosial bukan hanya sekedar mendeskripsikan sebuah

103
fenomena sosial,namun lebih dari itu Analisa sosial dapat menafsirkan gejala sosial
sebagai gejala material.

B. Prinsip Dasar Analisis Sosial


- Analisa sosial bukan suatu bentuk pemecah masalah,melainkan hanya sebatas
mendiagnosis atau mencari akar permasalahan yang memungkinkan untuk
digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah,karena Analisa sosial dapat
memberikan informasi yang lengkap,sehingga diharapkan keputusan atau
Tindakan yang diambil dapat memecahkan permasalahan dengan tepat
- Analisa sosial tidak bersifat netral,yakni selalu berpihak terhadap suatu
keyakinan.soal ini berkaitan dengan perpektif,asumsi dasar dan sikap yang
diambil dalam proses melakukan Analisa. Oleh karena itu,maka Analisa sosial
dapat diguanakan oleh siapapun.
- Analisa sosial lebih memliliki kecenderungan untuk mengubah suatu kondisi.
tendensi untuk menggunakan gambaran yang diperoleh Analisa sosial
menunjukkan bahwa posisi analisis sosial menjadi salah satu siklus kerja
transformasi
- Analisa sosial selalu menggunakan Tindakan manusia sebagai pusat dalam
melihat suatu fenomena nyata.
C. Subyek Dan Obyek Analisis Sosial
1. Pelaku Analisa sosial
Bicara tentang analisis sosial,pada umumnya selalu dikaitkan dengan dunia
akademik dan kalangan terpelajar. Dari sini terdapat kesan yang kuat bahwa
analisis sosial hanya milik mereka,dimana masyarakat awam tidak mempunyai
hak untuk melakukannya.
Pemahaman demikian bukan berarti keliru,melainkan mengandung maksud
tertentu yang penuh akan kepentingan. Padahal mereka yang paling dekat
dengan suatu kejadian,tentu akan mempunyai banyak data dan informasi.
Bahkan analisis yang dilakukan oleh mereka yang dekat dan terlibat tersebut
akan lebih berpeluang untuk mendekati kebenaran. Dengan demikian semua
pihak atau masyarakat sosial yang ingin menghendaki untuk menganalisis
sosial seyogyanya tidak diinterfensi oleh dunia akademik.

104
2. Obyek analisis sosial
1. Telaah historis, Dimaksudkan untuk melihat kebelakang.asumsi dasar teori
telaah ini menunjukkan bahwa suatu peristiwa tidak akan begitu saja bisa
hadir tanpa melalui proses sejarah. Dengan ini,maka kejadian dapat diletakkan
dalam kerangka masalalu.
2. Telaah struktur. Struktur yang akan ditelaah meliputi segi: ekonomi (distribusi
sumber daya),politik(bagaimana kekuasaan dijalankan),sosial (bagaimana
masyarakat mengatur hubungan diluar wilayah politik dan ekonomi) dan
budaya (bagaimana masyarakat mengatur nilai)
3. Telaah reaksi. Melihat reaksi yang berkembang berarti mempersoalkan
mengenai siapa yang lebih bereaksi,pihak mana yang sudah bereaksi,mengapa
reaksi tersebut dapat muncul. Telaah ini penting untuk menuntun kepada
pemahaman mengenai peta kekuatan yang bekerja.
4. Telaah masa depan. Tahap ini merupakan upaya untuk memperkirakan atau
memprediksi akan suatu hal yang terjadi selanjutnya. Kemampuan untuk
memberikan prediksi aka dapat menjadi indikasi tentang kualitas terhadap
realitas sekarang ini
D. Langkah-Langkah Analisis Sosial
1. Menetapkan posisi dan orientasi: pada intinya pada tahap ini,pelaku Analisa
mampu untuk mempertegas dan menyingkap argument dari Tindakan Analisa
sosial.
2. Pengumpulan dan penyusuna data: tujuan dan maksud dari tahap ini,agar
Analisa memiliki dasar rasionalitas yang dapat diterima. Ujung dari
pengumpulan data ini adalah untuk merangkai kata,dan menyusunnya menjadi
deskripsi tentang suatu masalah .
3. Tahap Analisa: pada tahap ini,data yang telah terkumpul diupayakan untuk
dicari atau ditemukan korelasi diantaranya

Proses Analisa sosial

Masalah Analisis Sosial Pemecahan Masalah Jalan Keluar

105
Akal Fikiran
Rumusan Tindakan yang
Keyakinan
Data Masalah dilakukan
Fakta

E. Menumbuhkan Nalar Kritis Kader PMII


Nalar kritis menjadi topik perbincangan yang sangat serius dalam dunia
pendiidkan. sejak tahun 1942 nalar kritis menjadi keistimewaan yang musti dimiliki
mahasisiwa, bicara tekait nalar kritis artinya adalah tingkat kepekaan idealis seorang
mahasiswa yakni kritis arttinya kita peka akan hal apa yang terjadi di tatanan sosial
negara. bagaimana ideals seorang mahasiswa sebagai suara rakyat maka kemampuan
utama yang harus dipenuhi adalah kritis bagaimana kita sebagai mahasiswa mampu
dalam mentelaah secara rinci permasalahan yang terjadidan jeli akan tatanan sosial
yang ada.
Seperti hal nya jurgen habemas saat tergabung kedalam mahasiswa kiri jerman
yang artinya adalah mahasiswa yang aktive menyerukan kepentingan rakyat, namun
semenjak tahun 1972 ia berhenti dan membelot dari gerakan kiri mahasiswa jerman
tersebut karena haberma menilai gerakan mahasiswa jerman cenderung arogan dan
provokative sehingga membuatnya keluar dari gerakan tersebut. Jika kita reflek sikan
ulang bahwa sesungguhnya habermas dalam ranah ini telah melakukan yang namanya
berfikir secara kritis dimana ia dalam masa bergabung gerakan kiri jerman juga telaah
dan menemukan kesalahan.
Dari sini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa latar belakang teori kritis
habrmas adalah mampu menemukan sebuah titik ketidak tepatan gerakan kiri yakni
provokatif dan cenderung gerakannya merugikan. Jika kita kontekskan terhadap
idealisnya seorang mahasiswa yang cenderung kritis maka sangat relevan ditengah
dinamika yang ada. Sebagai mahasiswa berarti memutuskan menjadi insan yang kritis
dewasa kini, mampu mengajak untuk refleksi tela‟ah kritis yang dikontekskan kepada
ruang lingkup sosial.

106
Sebagaimana kesenjangan terjadi bukan serta merta ketidakmauan rakyat
bekerja akan tetapi ada sebuah sistem sosial yang memaksa para rakyat atau para
pekerja meski sudah bekerja namun secara kebutuhan finansial tidak tercukupi.
artinya ada hal yang perlu kita kritisi yaitu sistem sosial yang ada dalam tataran
pemerintahan atau kebijakan yang tersedia, maka gerakan sistem pemerintahannya
atau kebijakan yang ada maka gerakan nalar kritis inilah yang menjadi hal utama
sebagai sebuah keistimewaan yang harus dimiliki mahassiswa, agar nanti sesuatu
yang di cita citakan yakni kehidupan yang sejahtera akan tercapai.
Setelah kita mengetahui atas dasar apa yang menjadi latar belakang teori kritis
habermas dan mahassiwa kala itu yakni sistem sosial yang mengakibatkan sebuah
kesenjangan. Maka dari itu mari kita refleksikan dalam bagian dari organisasi besar
mahasiswa yakni pergerakan mahasiswa islam indonesia (PMII) yang mana kita
dituntut menjadi kader yang kritis dan haus akan keilmuan , lalu bekal apa yang perlu
kita siapkan dalam diri memantapkan diri kita menjadi para mahasiswa yang kritis.
Adalah modal utama yang harus kita lakukan yaitu belajar darimana semua itu
bermula.
Disamping dituntut mejadi warga pergerakan yang kritis, modal yang perlu kita
siapkan adalaah bekal kekayaan wawasan keilmuan karena dengan basis inilah nalar
kritis akan mulai dibangun, maka sebagai penunjang yang tak kalah penting ialah
berdiskusi. Alangkah ruginya sebagai seorang mahasiswa apabila hanya membaca
tanpa berdiskusi, sehingga apabila mengandalkan bacaan tanpa didiskusikan maka
cakrawala pemikiran kita tidak akan terbuka. Hal tersebut jika dibarengi dengan
berdiskusi maka secara otomatis nalar pikiran intelektual akan berbuah nalar kritis,
Dan point yang dapat diambil sebagai terapan adalah terbentuknya nalar kritis
mahasisiwa melaui refleksi atas teori kritis habermas yakni membaca dan berdiskusi
serta peka dalam menanggapi realita sosial.

107
DAFTAR PUSTAKA

Fauzan Alfas. “PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan”. (Jakarta: PB PMII).


1970. Sejarah singkat IPNU_IPPNU, buku kenang kenangan makesta IPNU-IPPNU, Kodya
Surakarta.
Op. Cit. Fauzan Alfas.
Rusdy caswiyono dkk, KH. 2006. Tolhah mansyur (biografi profesor NU yang terlupakan).
Fauzan Alfas, Ke-PMII-an, 1990. Makalah Mapaba PMII Malang.
Referensi: Dukumen Historis- Pola pembinaan, pengembangan dan perjuangan PMII (P4-
PMII).
Nur Sayyid S.k.,MANIFESTO WACANA KIRI,hal 120.
Nur Sayyid S.k.,HAND BOOK DISCUSSION SEKOLAH ASWAJA,hal 26.
Modul PKD Rayon FTIK Komisariat IAIN KH. Ahmad Shidiq Jember, 2021
Zulhendra Joni, 2019. Pelatihan Dasar Kepemimpinan Tentang Antropologi Kampus Dalam
Upaya Membentuk Karakter Pemimpin Yang Berdaya Saing, Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat Dewantara, Volume 1, Nomor 2, Februari Fakultas Hukum Universitas
Tamansiswa Padang.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Mahasiswa,
Gafur, Harun. (2015). Mahasiswa dan Dinamika Dunia Kampus. Bandung: CV Rasi Terbit.
Dyah Ayu Noor Wulan dan Sri Muliati Abdullah, 2014 “Prokrastinasi Akademik dalam
Penyelesaian Skripsi,” Jurnal Sosiohumaniora, LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Dr. Bahrudin Muhammad, M. Ag. 2019. Ilmu ushul Fiqh, Bandar Lampung. AURA
Publisher.

Dr. Jumantoro, Totok M. A., & Dr. Munir Amir, Samsul M. Ag. Kamus Ilmu Ushul Fikih,
Amzah Publisher.

Prof. Dr. H. Effendi, Satria M. Zein, M. A. 2017. Ushul Fiqh, Jakarta. Kencana Publisher.
Cet. 7.

H. Sukanan, S. Pd. I, & Ust. Khairudin. Terjemah Mabadi' Awwaliyah fi Ushul Al-fiqh Wa
Al-Qowaid Al-Fiqhiyyah.

Ust. H. Mujiburrohman. 2006. Terjemah Syarah Waraqat Imam Haramain-Kunci Memahami


Ushul Fiqh. Surabaya, Mutiara Ilmu Publisher.

108
109

Anda mungkin juga menyukai