Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Metode Penulisan

D. Tujuan dan Manfaat

BAB II PEMBAHASAN

A. Historisitas PMII

B. Makna Filosofis PMII

C. Arti Lambang PMII

D. Visi dan Misi Serta Tujuan PMII

E. Struktur Kelembagaan PMII

F. Rekrutmen dan Keanggotaan PMII

G. PARADIGMA PMII

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) adalah organisasi kemahasiswaan independen, non-frofit,
yang didirikan pada 17 April 1960, di Surabaya. Identitas PMII secara umum terletak pada tiga ruang
gerak: Intelektual, Keagamaan, dan Kebangsaan. Identitas tersebut menjadi kekuatan moral dan spiritual
untuk memaknai kehidupan berbangsa yang sasarannya adalah untuk menegakkan asas keadilan sosial,
mengimplementasikan kedaulatan rakyat (demokrasi), dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
adalah bentuk final.
Sebagai organisasi Islam, PMII meyakini bahwa kehadirannya adalah untuk mewujudkan peran
khalifatullah fil ardhi, meneruskan risalah kenabian dan menjadi rahmat bagi semua manusia. Sebagai
organisasi yang berasaskan Pancasila, PMII mempunyai komitmen kebangsaan yang utuh dan
proporsional, yang diaktualisasikan melalui partisipasi dalam pembangunan watak bangsa yang
berprikemanusiaan dan berkeadilan.

Integrasi dari paham keagamaan dan kebangsaan tersebut, mengharuskan PMII berdialektika aktif
dengan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perwujudan nyata dari dialektika itu adalah
komitmen organisasi terhadap persoalan-persoalan mendasar masyarakat dan kemanusiaan, yang
seringkali merupakan akibat negatif yang mengiringi proses pembangunan. Secara kategoris, persoalan-
persoalan itu dapat dipilah ke dalam beberapa hal: persoalan keberagamaan dan kebudayaan;
pemerataan ekonomi dan perwujudan keadilan sosial, demokratisasi, pemberdayaan masyarakat sipil
(civil society) dan penegakan hak asasi manusia; dan kepedulian terhadap lingkungan.

Realitas dalam gambaran ini sangat berpengaruh terhadap pembentukan wajah PMII dan orientasi
pengembangan yang dilakukan.Gerak perubahan dimengerti dalam bangunan kesejatian kesadaran atas
realitas yang penuh kepercayaan, kekuatan budaya, tradisi, dan ritualnya, pilihan gerakan dan
keberpihakan serta dalam bentuknya yang sangat praktis pada pola-pola gerakan yang dikembangkan.
Revolusi makna PMII mulai dari penumbuhan wacana Independensi sebagai kekuatan untuk menjaga
eksistensinya dari intervensi, kooptasi, dan hegemoni kekuatan mainstrem dari luar, termasuk yang
dikembangkan dan diideologikan oleh Negara

B. RUMUSAN MASALAH

a. Bagaimana memahami Historitas PMII ?

b. Bagaimana memahami makna filosofis PMII ?

c. Apa saja makna lambang PMII ?

d. Apa saja Visi dan Misi Serta Tujuan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

e. Bagaimana memahami Struktur kelembagaan PMII

f. Bagaimana memahami Rekrutmen dan Keanggotaan PMII ?

g. Bagaimana memahami pradigma PMII ?

C. METODE PENULISAN
Metode yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah metode penulisan referensi dan pembahasan.
Yang mana penulis menggunakan banyak literature dalam penulisan makalah ini, seperti buku-buku,
internet, dan sumber-sumber lain. Dalam penulisan makalah ini penulis juga melakukan pembahasan
mengenai apa-apa saja perlu diambil dan dijadikan referensi.Dalam pembahasan penulis menyaring
semua informasi yang ada dan merangkumnya menjadi sebuah makalah yang utuh dan lengkap. Metode
penulisan yang penulis gunakan ini memiliki kelebihan dari metode-metode yang lain karena selain
sederhana, metode ini juga paling mudah untuk di mengerti dan diolah karena sumbernya berasal dari
buku-buku.

D. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan

Adapun tujuan utama dibuatnya makala ini adalah :

1. Untuk mengetahui apa historitas atau sejarah organisasi PMII.

2. Untuk mengetahui makna filosofis PMII.

3. Untuk mengetahui makna lambang PMII.

4. Untuk mengetahui visi dan misi serta tujuan PMII

5. Untuk mengetahuiparadigma PMII

2. Manfaat

Sendangkan manfaat dari pada makala ini diharapkan dapat :

1. Memberikan gambaran terhadap historis terbentuknya organisasi PMII

2. Memberikan penjelasan apa sebenarnya makna filosofis PMII

3. Memberikan gambaran mengenai arti dari lambang PMII

4. Memberikan motivasi untuk melaksanakan visi dan misi serta tujuan PMII

5. Memberikan penjelasan terhadap anggotan dan kader, apa sebenaranya paradigma PMII

BAB II PEMBAHASAN
A. Historisitas PMII

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam menjawab
tantangan zaman.Berdirinya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia bermula dengan adanya
hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlusssunnah
wal Jama'ah. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai penyebab berdirinya PMII:

- Carut marutnya situasi politik bangsa indonesia dalam kurun waktu 1950-1959.

- Tidak menentunya sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada.

- Pisahnya NU dari Masyumi.

- Tidak enjoynya lagi mahasiswa NU yang tergabung di HMI karena tidak terakomodasinya dan
terpinggirkannya mahasiswa

NU.

- Kedekatan HMI dengan salah satu parpol yang ada (Masyumi) yang nota bene HMI adalah underbouw-
nya.

Hal-hal tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan intelektual-
intelektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan
pengembangan potensi mahasiswa-mahsiswa yang berkultur NU. Disamping itu juga ada hasrat yang
kuat dari kalangan mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi
Ahlussunnah Wal Jama’ah

( Aswaja).

Di Jakarta pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdhatul Ulama (IMANU) yang
dipelopori oleh Wa'il Harits Sugianto.Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa
Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad.Namun keberadaan kedua organisasi
mahasiswa tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan
IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya
kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU.

Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5
Januari 1957). Gagasan ini pun kembali ditentang karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU.
Sebagai langkah kompromis atas pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di Cirebon (27-
31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh Isma'il Makki
(Yogyakarta).Namun dalam perjalanannya antara IPNU dan Departemen PT-nya selalu terjadi
ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cara pandang
yang diterapkan oleh mahasiswa dan dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu
para mahasiswa pun tidak bebas dalammelakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP IPNU.

Oleh karena itu gagasan legalisasi organisasi mahasiswa NU senantisa muncul dan mencapai puncaknya
pada konferensi besar (KONBES) IPNU I di Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960.Dari forum ini
kemudian kemudian muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di
perguruan tinggi. Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghasilkan
keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU.
Mereka adalah:

1. Khalid Mawardi (Jakarta)

2. M. Said Budairy (Jakarta)

3. M. Sobich Ubaid (Jakarta)

4. Makmun Syukri (Bandung)

5. Hilman (Bandung)

6. Ismail Makki (Yogyakarta)

7. Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)

8. Nuril Huda Suaidi (Surakarta)

9. Laily Mansyur (Surakarta)

10. Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)

11. Hizbulloh Huda (Surabaya)

12. M. Kholid Narbuko (Malang)

13. Ahmad Hussein (Makassar)

Keputusan lainnya adalah penunjukan tiga mahasiswa yaitu Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan
Makmun Syukri untuk sowan atau bersilaturahmi ke Ketua Umum PBNU kala itu, KH. Idham Kholid. Agar
organisasi kemahasiswaan yang dibentuk nantinya tidaklah dibubarkan seperti KMNU dan IMANU.
Pada tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU yang bertempat di Sekolah
Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta musyawarah adalah perwakilan mahasiswa NU dari
Jakarta, Bandung, Semarang,Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat
Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah NU. Pada saat itu diperdebatkan nama organisasi yang akan
didirikan. Dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari
Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Selanjutnya nama PMII yang menjadi kesepakatan.

Namun kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari ‘P’ apakah perhimpunan atau
persatuan.Akhirnya disepakati huruf "P" merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi
“Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”.Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi
sebagai ketua umum, M. Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai sekretaris
umum.Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan
PB PMII.Adapun PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi atau bertepatan
dengan tanggal 21 Syawwal 1379 Hijriyah.

Pada awal berdirinya PMII sepenuhnya berada di bawah naungan NU.PMII terikat dengan segala garis
kebijaksanaan partai induknya, NU.PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara struktural
maupun fungsional.Selanjuttnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde Baru mulai
mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan
issue back to campus serta organisasi- organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui
kebijakan NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis. 14 Juli 1972 melalui Mubes di
Murnajati, PMII mencanangkan independensi, terlepas dari organisasi manapun (terkenal dengan
Deklarasi Murnajati).Kemudian pada kongres tahun 1973 di Ciloto, Jawa Barat, diwujudkanlah Manifest
Independensi PMII.

Namun, betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari faham Ahlussunnah wal Jamaah yang
merupakan ciri khas NU.Ini berarti secara kultural- ideologis, PMII dengan NU tidak bisa
dilepaskan.Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang merah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja
PMII membedakan diri dengan organisasi lain.

Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih tampak hanya secara organisatoris
formal saja. Sebab kenyataannya, keterpautan moral, kesamaan background, pada hakekat keduanya
susah untuk direnggangkan.

B. Makna Filosofis PMII


Dari namanya PMII disusun dari empat kata yaitu “Pergerakan”, “Mahasiswa”, “Islam”, dan “Indonesia”.

Makna “Pergerakan” yang dikandung dalam PMII adalah dinamika dari hamba (makhluk) yang
senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam
sekitarnya.“Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut upaya sadar
untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju
tujuannya selalu berada di dalam kualitas kekhalifahannya.

Pengertian “Mahasiswa” adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang
mempunyai identitas diri.Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan
dinamis, insan sosial, dan insan mandiri.Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab
keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba
Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan negara.

“Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami dengan
haluan/paradigma ahlussunah wal jama’ah yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran agama Islam
secara proporsional antara iman, islam, dan ikhsan yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola
perilakunya tercermin sikap-sikap selektif, akomodatif, dan integratif. Islam terbuka, progresif, dan
transformatif demikian platform PMII, yaitu Islam yang terbuka, menerima dan menghargai segala
bentuk perbedaan.Keberbedaan adalah sebuah rahmat, karena dengan perbedaan itulah kita dapat
saling berdialog antara satu dengan yang lainnya demi mewujudkan tatanan yang demokratis dan
beradab.

Sedangkan pengertian “Indonesia” adalah masyarakat bangsa dan negara indonesia yang mempunyai
falsafah dan idiologi bangsa ( Pancasila ) dan UUD 1945 dengan landasan kesatuan dan keutuhan bangsa
dan negara Indonesia yang terbentang dari pulau Sabang sampai Merauke, serta diikat dengan
kesadaran wawasan nusantara.

C. Arti Lambang PMII

Lambang PMII diciptakan oleh H.M. Said Budairi.Lazimnya lambang, lambang PMII memiliki arti yang
terkandung di setiap goresannya.Arti dari lambang PMII bisa dijabarkan dari segi bentuknya (form)
maupun dari warnanya.
Dari Bentuk :

1. Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam terhadap berbagai tantangan dan
pengaruh luar

2. Bintang adalah perlambang ketinggian dan semangat cita- cita yang selalu memancar

3. Lima bintang sebelah atas menggambarkan Rasulullah dengan empat Sahabat terkemuka (Khulafau al
Rasyidien : Ali Bin Abi Thalib, Umar Bin Khatab, Utsman Bin Affan , dan Abu Bakar)

4. Empat bintang sebelah bawah menggambarkan empat mazhab yang berhaluan Ahlussunnah Wal
Jama’ah

Abu Hanifah (Imam Hanafi)

Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taymi (bahasa Arab: ‫)النعمان بن ثابت‬, lebih dikenal dengan nama
Abū Ḥanīfah, (bahasa Arab: ‫( )بو حنيفة‬lahir di Kufah, Irak pada 80 H / 699 M — meninggal di Baghdad, Irak,
148 H / 767 M) merupakan pendiri dari Madzhab Hanafi.

Abu Hanifah juga merupakan seorang Tabi’in, generasi setelah Sahabat nabi, karena dia pernah bertemu
dengan salah seorang sahabat bernama Anas bin Malik, dan meriwayatkan hadis darinya serta sahabat
lainnya.

Imam Hanafi disebutkan sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab fiqh berdasarkan kelompok-
kelompok yang berawal dari kesucian (taharah), salat dan seterusnya, yang kemudian diikuti oleh ulama-
ulama sesudahnya seperti Malik bin Anas, Imam Syafi’i, Abu Dawud, Bukhari, Muslim dan lainnya.

Imam Malik

Malik ibn Anas bin Malik bin ‘Amr al-Asbahi atau Malik bin Anas (lengkapnya: Malik bin Anas bin Malik
bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi al-Madani), (Bahasa Arab: ‫)مالك بن أنس‬, lahir di
(Madinah pada tahun 714 (93 H), dan meninggal pada tahun 800 (179 H)). Ia adalah pakar ilmu fikih dan
hadits, serta pendiri Mazhab Maliki.
Imam Syafi’i

Abu ʿAbdullāh Muhammad bin Idris al-Shafiʿi atau Muhammad bin Idris asy-Syafi`i (bahasa Arab: ‫محمد بن‬
‫ )إدريس الشافعي‬yang akrab dipanggil Imam Syafi’i (Gaza, Palestina, 150 H / 767 – Fusthat, Mesir 204H /
819M) adalah seorang mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri mazhab Syafi’i. Imam Syafi’i juga
tergolong kerabat dari Rasulullah, ia termasuk dalam Bani Muththalib, yaitu keturunan dari al-
Muththalib, saudara dari Hasyim, yang merupakan kakek Muhammad.

Imam Hambali

Padahal berbagai literatur yang ada menyebut bahwa guru Imam Syafi’i yang lahir tahun 150 H adalah
Imam Malik (lahir tahun 93 H).Sementara Imam Hambali yang lahir tahun 164 H (14 tahun lebih muda
dari Imam Syafi’i) adalah murid dari Imam Syafi’i.

Hubungan Guru dengan Murid tak akan pernah berubah meski seorang guru bertanya beberapa hal
kepada muridnya. Aneh kan jika Imam Hambali berkata: “Imam Syafi’i itu dulu Guruku. Namun setelah
aku lebih pintar, sekarang Imam Syafi’i jadi muridku” Insya Allah tidak begitu.

Meski Imam Hambali adalah seorang Imam yang cerdas, namun pernyataan bahwa murid Imam Hambali
adalah Imam Syafi’i menunjukkan adanya perubahan seenaknya oleh kaum Salafi Wahabi dalam rangka
memuja Imam Hambali yang mereka jadi panutan secara berlebihan/ghulluw.

5. Sembilan bintang sebagai jumlah bintang dalam lambang dapat diartikan ganda yakni :

• Rasulullah dan empat orang sahabatnya serta empat orang Imam mazhab itu laksana bintang yang
selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi dan penerang umat manusia.

• Sembilan orang pemuka penyebar agama Islam di Indonesia yang disebut WALISONGO yang terdiri
dari :.

1). Sunan gresik (Maulanan Malik Ibrahim. inilah wali pertama datang ke jawa pda abad ke 13 dan
menyiarkan islam di sekitar gresik, dimakamkan di gresik, jawa timur.
2). Sunan ampel(raden rahmat) menyiarkan islam di ampel surabaya., jawa timur. Beliau merupakan
perancang masjid di demak.

3). Sunan derajad (syarifudin) anak dari sunan ampel. Menyiarkan agama di sekitar surabaya. Seorang
suna yg sangat berjiwa sosial.

4). Sunan bonang (makdum ibrahim). Anak dri sunan ampel. Menyiarkan islam di tuban,lasem,dan
rembang.

5). Sunan kalijaga (raden mas said/jaka said). Murid sunan bonang menyiarkan islam di jawa tengah.

6. Sunan giri (raden paku) menyiarkan islam di luar jawa. Yaitu madura ,bawean,nusa tenggara,maluku.

7. Sunan kudus (jafar sodiq) menyiarkan islam di kudus,jawa tengah.

8. Sunan muri (raden umar said) menyiarkan islam di lereng gunung muria, jawa tengah

9. Sunan gunung jati(syarif hidayatullah) menyiarkan islam di banten sunda kelapa,dan cirebon. Seorang
pemimpin yg berjiwa besar.

Dari Warna :

1. Biru, sebagaimana warna lukisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang harus dimiliki dan
digali oleh warga pergerakan. Biru juga menggambarkan lautan Indonesia yang mengelilingi kepulauan
Indonesia dan merupakan kesatuan Wawasan Nusantara.

2. Biru muda, sebagaimana warna dasar perisai sebelah bawah, berarti ketinggian ilmu pengertahuan,
budi pekerti dan taqwa.
3. Kuning Keemasan, sebagaimana warna dasar perisai- perisai sebelah bawah, berarti identitas
kemahasiswaan yang menjadi sifat dasar pergerakan lambing kebesaran dan semangat yang selalu
menyala serta penuh harapan menyongsong masa depan.

D. Visi dan Misi Serta Tujuan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

Visi dasar PMII :

pmiikomisariatprima

Dikembangkan dari dua landasan utama, yakni visi ke-Islaman dan visi kebangsaan.Visi ke-Islaman yang
dibangun PMII adalah visi ke-Islaman yang inklusif, toleran dan moderat.Sedangkan visi kebangsaan
PMII mengidealkan satu kehidupan kebangsaan yang demokratis, toleran, dan dibangun di atas
semangat bersama untuk mewujudkan keadilan bagi segenap elemen warga-bangsa tanpa terkecuali.

Misi dasar PMII :

Merupakan manifestasi dari komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan, dan sebagai perwujudan
kesadaran beragama, berbangsa, dan bernegara. Dengan kesadaran ini, PMII sebagai salah satu
eksponen pembaharu bangsa dan pengemban misi intelektual berkewajiban dan bertanggung jawab
mengemban komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan demi meningkatkan harkat dan martabat umat
manusia dan membebaskan bangsa Indonesia dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan baik
spiritual maupun material dalam segala bentuk

Tujuan PMII

Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT,berbudi luhur, berilmu, cakap,
dan bertanggung jawab mengamalkan ilmunya serta komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan
Indonesia

E. Struktur Kelembagaan PMII

Sebagai salah satu cabang dari PMII, PMII Cabang Kota Semarang tidak dapatmelepaskan diri secara
penuh dari peraturan-peraturan dasar yang telah ditetapkan.Iaberkewajiban menjalankan AD/ART,
keputusan kongres, serta peraturan organisasi. Termasuk peraturan eksistensi cabang yang
mensyaratkan paling tidak memiliki dua komisariat.
PMII cabang Kota Semarang dalam struktur organisasi berada di bawah PB (PengurusBesar) PMII dan
PKC (Pengurus Koordinator Cabang PMII Jawa Tengah, serta membawahi beberapa komisariat dan
rayon, sampai pada pertengahan tahun 2012, PMII cabang Kota Semarang memiliki beberapa komisariat
dan rayon yang tersebar di delapan kampus yaitu IAIN Walisongo (Komisariat Walisongo), Universitas
Sultan Agung (komisariat Sultan Agung), Universitas Wahid Hasyim (komisariat Wahid Hasyim), IKIP PGRI
(komisariat PGRI), Universitas Diponegoro (Komisariat Diponegoro), Universitas Negeri Semarang
(Komisariat AlGhozali), Politeknik Semarang (Komisariat Galang Sewu), Universitas 17 Agustus
(Komisariat Untag).

Masing-masing komisariat dan rayon tersebut secara kelembagaan berada di bawahcabang.Namun pada
fungsinya, cabang tidak secara penuh mengintervensi komisariat atau rayon, tetapi lebih sekedar
sebagai fasilitator dan mediator Rayon atau Komisariat.Sedangkan dalam struktur kelembagaan PMII
Cabang Kota Semarang selalu mengalami perubahan pada saat konferensi cabang.Hal ini didasari atas
kebutuhan hasil pembacaan internal dan eksternal yang komprehensif. Dan dari sisi aturan legal
organisasi, hal ini tidak menjadi masalah karena berkaitan dengan pengembangan organisasi baik lokal
maupun regional sepanjang tidak menyalahi AD/ART. Alasan perubahan ini juga didasarkan pada
efektifitas serta akomodatif.

Biarpun demikian tidak semua mengalami perubahan. Paling tidak ada beberapa hal yangkonsisten
dalam struktur kelembagaan, yaitu Ketua Umum, Sekretaris, Bendahara, serta beberapa bidang garapan
yang meliputi bidang pendidikan dan pengaderan (Departemen Pendidikan dan 43 Pengaderan), bidang
kajian, bidang penerbitan, bidang sosial politik (Departemen Sosial dan Politik), bidang pemberdayaan
dan advokasi perempuan (Lembaga Pengembangan Studi dan Advokasi Perempuan/ LPSAP), serta
advokasi masyarakat (Lembaga Advokasi Masyarakat/ LAMAS).

Beberapa bidang yang dianggap khusus diposisikan istimewa di lembaga semi-otonom cabang.Lembaga
ini diberi kebebasan mengelola program dan pengembangan lembaga tetapi tetap berada di bawah
struktur serta koordinasi cabang. Lembaga-lembaga tersebut antara lainLembaga Pengembangan Studi
dan Advokasi Perempuan (LPSAP) –lembaga ini merupakan wadah pengganti KOPRI– serta Lembaga
Advokasi Masyarakat (LAMAS).

Dari beberapa bidang garapan PMII tersebut, masing-masing mempunyai tugas dan kewenangan sendiri.

a. Bidang pendidikan dan pengkaderan masuk dalam Departemen Pendidikan dan


Pengkaderan. Departemen ini bertugas untuk merumuskan konsep pendidikan dan

pengaderan di tingkat cabang, komisariat dan rayon serta melaksanakan pelatihan dalam rangka
mempersiapkan proses pengkaderan.

b. Bidang sosial politik masuk dalam Departemen Sosial dan Politik (Depsospol).

Departemen ini bertugas melakukan pembahasan secara mendalam terhadap isu-isu social politik, serta
mengambil kebijakan taktis strategis berkaitan dengan bidang sosial politik.

c. Bidang kajian dan penerbitan ini tidak selalu berada dalam satu departemen. Namun fungsi dan
tugasnya tidak jauh berbeda jika dipisah atau dijadikan satu.Bidang kajian bertugas melaksanakan
program yang berkaitan dengan kajian dan pemberdayaan kader dalam bidang intelektual.Sedangkan
penerbitan berkaitan dengan program yang berkaitan dengan penerbitan.

d. Bidang advokasi dan pemberdayaan perempuan diamanatkan ke Lembaga Pengembangan Studi dan
Advokasi Perempuan (LPSAP). Bidang ini menggarap program yang berkaitan dengan pengembangan
studi dan advokasi khususnya dalam koridor perempuan sebagai obyek kajian, serta menjalin kerja sama
dengan pihak/organisasi yang konsen terhadap isu-isu keperempuanan.

e. Bidang advokasi masyarakat berada di bawah tanggungjawab Lembaga Advokasi Masyarakat


(LAMAS). Lembaga ini bertugas untuk melaksanakan program berupakontribusi baik pemikiran, moral
maupun advokasi kepada masyarakat yang berkaitan dengan keadvokasian, khususnya terhadap kaum-
kaum tertindas.Walaupun dalam berbagai bidang tersebut mempunyai tugas yang berbeda-beda, tetapi
dalam realitasnya tetap berada dalam satu fungsi yakni memfasilitasi dan melakukan pengkaderan baik
di tingkat cabang, komisariat dan rayon.Serta secara umum mengambil kebijakan yang berkaitan dengan
pengembangan dan eksistensi organisasi di tingkat Kabupaten/ Kota.44

Bahkan untuk menampung keinginan kader dan anggota, lembaga-lembaga seperti

lembaga seni budaya cabang pernah muncul dengan programnya untuk mengembangkan kesenian dan
kebudayaan yang berbasis kerakyatan.

Hasilnya, kerjasama dengan anak-anak jalanan (non formal) melahirkan kelompok musik Trotoary
Semarang.Walaupun pada tahun berikutnya lembaga ini tidak lagi muncul, bahkan trotoary sendiri
bubar. Namun kedekatan dengan anak-anak jalanan dan kaum miskin kota tetap terjaga, bahkan
beberapa kader PMII tetap membaur dalam komunitas mereka. Pengambilan kebijakan dengan
memunculkan sebuah lembaga semi-otonom ataupun justru membubarkannya diambil di konferensi
cabang (Konfercab) yang merupakan keputusan tertinggi di wilayah cabang. Refleksi serta berbagai
pembacaan baik internal –yang menyangkut efektifitas kerja departemen tersebut– maupun eksternal –
yang merupakan hasil pembacaan situasi eksternal dan kebutuhan kader– seringkali menjadi
pertimbangan sendiri untuk mengambil keputusan tersebut.

Biarpun keputusan dalam Konfercab merupakan keputusan tertinggi namun refleksi serta agenda-
agenda pembahasan dalam konferensi cabang tersebut didahului oleh penggodokan materi Konfercab
oleh tim SC (Steering Committee). Beberapa hal yang biasanya menjadi bagian pembahasan adalah
menyangkut Garis-garis Besar Haluan Kerja (GBHK), Garis-garis BesarHaluan Organisasi (GBHO) serta
pokok-pokok pikiran dan rekomendasi, yang pembahasannya dibagi dalam komisi-komisi. Serta
ditambah dengan materi-materi lain yang berkaitan dengan teknis jalannya Konfercab, mulai dari tata
tertib konferensi sampai mekanisme pemilihan ketua cabang.

Keputusan dalam Konfercab tersebut hanya menyangkut persoalan-persoalan besar organisasi,


sementara penjabaran kinerja serta langkah-langkah pengurus direncanakan dalam rapat kerja
pengurus, yang didahului dengan pembekalan melalui pembacaan internal dan eksternal
organisasi.Sementara beberapa keputusan dalam rapat kerja tidak sepenuhnya berjalan sebagaimana
idealiatasnya seiring dengan tidak optimalnya kinerja beberapa pengurus.

Tidak optimalnya kinerja pengurus merupakan masalah klasik yang dihadapi organisasi kader semacam
PMII, terlebih kader-kaderrnya masih menyandang status sebagai mahasiswa yang dituntut studinya.
Belum masalah orientasi organisasi yang memang bukan merupakanorganisasi profit yang menjanjikan
kesejahteraan bagi pengurus ataupun kadernya.

F. Rekrutmen dan Keanggotaan PMII

Di struktur organisasi PMII terdiri dariPengurus Besar (PB) berpusat di Ibu Kota, Pengurus Koordinator
Cabang (PKC) berpusat di Provinsi. Pengurus Cabang (PC) berpusat di Kabupaten, Pengurus Komisariat
(PK) berpusat di Kampus, Pengurus Rayon (PR) berpusat di Fakultas.Penerimaan menjadi anggota PMII
dimulai dari tingkat rayon yang notabene merupakan struktur organisasi yang paling bawah dan
bersentuhan langsung dengan kader. Rayon secara langsung bertanggungjawab terhadap rekrutmen
massa serta pelaksanaan pengaderan awal PMII.
Secara normatif, dalam Anggaran Rumah Tangga PMII bab III bagian II pasal 4 disebutkan bahwa
penerimaan anggota didahului dengan mengajukan permintaan secara tertulis 45 atau mengisi formulir
untuk menjadi calon anggota PMII kepada Pengurus Cabang. Dan telah sah menjadi anggota PMII
setelah mengikuti Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) dan mengucapkan baiat persetujuan
dalam suatu upacara pelantikan yang diadakan oleh Pengurus

cabang.17Rekrutmen anggota PMII di beberapa perguruan tinggi diadakan setiap tahun dan ditangani
oleh pengurus rayon atau komisariat. Di beberapa perguruan tinggi, MAPABA secaralangsung ditangani
oleh rayon.Namun tak jarang pula secara kolektif dilakukan di komisariat.

Bahkan ada pula yang karena ketidakmampuannya, ditangani secara penuh oleh cabang.Di komisariat
Walisongo, misalkan, MAPABA ditangani dan diselenggarakan secara langsung oleh rayon.Hal ini
dikarenakan rekrutmen yang dilakukan di masing-masing rayon berhasil menjaring peserta minimal 50%
dari mahasiswa yang diterima di fakultas masingmasing.

Bahkan saking banyaknya anggota yang hendak mendaftar, MAPABA seringkali

dilaksanakan dua kali dalam satu tahun.

Sementara di perguruan tinggi di luar IAIN, rekrutmen anggota tidak sebesar IAIN.Sehingga pelaksanaan
MAPABA jarang dilakukan di tingkat rayon, namun secara kolektif dilakukan di tingkat komisariat atau
gabungan rayon. Bahkan, karena sedikitnya peminat, ada yang “dititipkan” di MAPABA tempat lain.
Sementara untuk memperlebar sayap organisasi di perguruan tinggi yang lain, jalur kultural dianggap
efektif. Praktisnya dilakukan dengan dua cara, yakni membangun kontak person dengan mahasiswa di
perguruan tinggi tersebut serta mengundang mereka dalam kegiatankegiatan PMII.

Hal ini dapat mengembangkan ghirah untuk membentuk komisariat baru.

Anggota yang telah resmi masuk ke PMII praktis terikat dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan
oleh PMII.Terlebih PMII sendiri merupakan organisasi ideologi yang memegang teguh prinsip-prinsip
teologis dan ideologi yang menjadi pegangannya. Dan jika secara prinsipil anggota tersebut melanggar
AD/ART serta ketentuan-ketentuan dalam PMII, maka dia dapat dipecat keanggotaannya.

1. .Pra-MAPABA

Disinilah awal mahasiswa baru dikenalkan dengan yang namanya PMII atau jika perlu malah calon
mahasiswa baru bisa diperkenalkan terhadap PMII, tujuan dari pra MAPABA ini adalah bagaimana
mahasiswa baru atau calon mahasiswa baru mengenal PMII sebagai oraganisasi ekstra kampus bervisi
keislaman dan keindonesiaan, cara yang bisa dilakukan dalam proses ini yaitu dengan pendekatan
personal terhadap mahasiswa baru atau calon mahasiswa baru tersebut, ada beberapa momentum yang
dapat dimanfaatkan dalam proses pendekatan personal ini, salah satunya adalah ketika penyambutan
mahasiswa baru ketika pertama kali masuk ke kampus UNEJ. Untuk calon mahasiswa baru sendiri bisa
memanfaatkan ujian masuk perguruan tinggi dengan mengadakan program kerja seperti Try Out ke
sekolah-sekolah. Disinilah proses pengenalan PMII lewat pendekatan personal dilakukan.

2. MAPABA (kaderisasi formal)

Masa Penerimaan Anggota Baru ini merupakan pintu awal mahasiswa baru untuk menjadi anggota PMII
dan menjadi ajang proses doktrinasi bahwa PMII merupakan satu-satunya organisasi ekstra kampus
yang menjadi pilihan tepat dalam pengembangan character building mereka. Hal yang harus
diperhatikan dalam proses ini adalah target bagaimana seluruh peserta yang berikrar menjadi anggota
PMII benar-benar terdoktrin bahwasannya PMII adalah organisasi yang tepat.

3. Pasca MAPABA (Kaderisasi informal dan non formal)

Follow up dari MAPABA ini benar-benar mampu tersistematis dengan baik, artinya disini pengurus rayon
sebagai penanggung jawab formal terhadap kaderisasi mampu membuat schedulle kaderisasi dengan
terlebih dahulu mengklasifikasikan karakter-karakter kader, mengklasifikasikan kader dalam formulasi
kanalisasi kader dengan kerangka komunitas imajiner (pribadi berprinsip/kader basis, agamawan muda
liberatif, intelektual organik, pekerja sosial transformatif, politisi ektra parlementer, profesional populis,
pekerja budayawan transformatif) dan adanya Progress Report kader dalam proses berkiprah dan
berorganisasi di PMII. Bentuk kegiatan yang bisa dilakukan bisa berupa aktivitas akademis (tentir
sebelum ujian, bank soal, pengadaan buku-buku akademis dan sebagainya), aktivitas sosial (bakti sosial,
problem solving terhadap lingkungan sekitar dsb), aktivitas keagamaan (yasin-tahlil, sholat berjamaah,
pengajian, dsb), aktivitas pengembangan kader (diskusi formal dan informal, pelatihan, kajian-kajian
dsb), aktivitas organisatoris (kepanitiaan, distribusi intra kampus, pengurus rayon). Yang patut
ditekankan dalam hal ini adalah tidak memaksakan kepada anggota akan hal yang tidak disukainya tetapi
lebih menekankan kepada kebutuhan anggota akan kemampuannya.

4. PKD

Merupakan kelanjutan dari MAPABA dimana lebih ditekankan pada penanaman nilai-nilai dan
penguatan akar militansi anggota, lulusan dari PKD ini biasa disebut Kader Mujahid yaitu kader yang
mampu mengorganisasi suatu kelompok.
5. Pasca PKD

Follow up dari PKD ini bisa diwujudkan menjadi dua kegiatan yaitu kegiatan berupa pelatihan-pelatihan
yang terbagi dari basic keilmuan yang ada, semisal untuk kader PMII Rayon Ekonomi adanya pelatihan
penelitian ekonomi, pelatihan kewirausahaan, Training of Trainer (TOT) dsb serta kegiatan aplikatif yang
merupakan tindak lanjut dari kegiatan pelatihan tersebut yang akarnya pengabdian terhadap
masyarakat.

6. PKL

Disini Kader sudah mulai dibangun dalam pengembangan keilmuan dan ketrampilan yang di arahkan
kedalam pilihan gerak masa kini dan masa depan. Artinya kader pasca PKL diharapkan bisa menjadi
aktor intelektual perubahan di lingkungan masing-masing.

7. Pasca PKL

Titik tekan dari kegiatan pasca PKL hanya menjadikan kader sebagai aktor intelektual atau konseptor
terkait dalam pengawalan proses perubahan sosial di tengah masyarakat, selain itu juga sebagai media
distribusi kader pada tingkatan wilayah/ PKC (Pengurus Koordinator Cabang) PMII maupun nasional/ PB
(Pengurus Besar) PMII

G. PARADIGMA PMII

1. PENGERTIAN

Paradigma merupakan cara pandang yang mendasar dari seorang ilmuan. Paradigma tidak hanya
membicarakan apa yang harus dipandang, tetapi juga memberikan inspirasi, imajinasi terhadap apa
yang harus dilakukan, sehingga membuat perbedaan antara ilmuan satu dengan yang lainnya.

Paradigma merupakan konstelasi teologi, teori, pertanyaan, pendekatan, dan prosedur yang
dikembangkan dalam rangka memahami kondisi sejarah dan keadaan sosial, untuk memberikan
konsepsi dalam menafsirkan realitas sosial.

Paradigma merupakan konstalasi dari unsur-unsur yang bersifat metafisik, sistem kepercayaan, filsafat,
teori, maupun sosiologi dalam kesatuan kesepakatan tertentu untuk mengakui keberadaan sesuatu yang
baru.
Paradigma adalah model atau sebuah pegangan untuk memandu mencapai tujuan. Paradigma, juga
merupakan pegangan bersama yaang dipakai dalam berdialog dengaan realitas. Paradigma dapat juga
disebut sebagai prinsip-prinsip dasar yang akan dijadikan acuan dalam segenap pluralitas strategi sesuai
lokalitas masalah dan medan juang.

2. PERAN PARADIGMA

Dengan paradigma pergerakan, diharapkan tidak terjadi dikotomi modal gerakan didalam PMII, seperti
perdebatan yang tidak pernah selesai antara model gerakan “jalanan” dan gerakan “pemikiran “.

Gerakan jalanan lebih menekankan pada praksis dengan asumsi percepatan transformasi sosial.
Sedangkan model gerakan pemikiran bergerak melalui eksplorasi teoritik, kajian-kajian, diskusi, seminar,
dan pertemuan ilmiah yang lainnya, termasuk penawaran suatu konsep kepada pihak-pihak yang
memegang kebijakan, baik ekskutif, legislatif, maupun yudikatif.

Perbedaan antara kedua model tersebut tidak hanya terlihat dalam praksis gerakan, tetapi yang
berimplikasi pada objek dan lahan garapan. Apa yang dianggap penting dan perlu oleh gerakan jalanan
belum tentu dianggap penting dan perlu oleh gerakan pemikiran dan begitu sebalikmya, walaupun pada
dasarnya kedua model tersebut merupakan satu kesatuan.

Dalam sejarahnya, gerakan mahasiswa selalu diwarnai perdebatan model jalanan dengan intelektual-
intelektual. Begitu juga sejarah gerakan PMII selalu diwarnai dengan “pertentangan” yang
termanifestasikan dalam gerakan politik-struktural dengan gerakan intelektual-struktural dengan
gerakan intelektual-kultural.

Semestinya kedua kekuatan model tersebut tidak perlu dipertentangkan sehingga memperlemah
gerakan PMII itu sendiri. Upaya untuk mencari prinsip dasar yang menjadi acuan segenap model
gerakan, menjadi sangat penting untuk dirumuskan. Sehingga pluralitas setinggi apapun dalam model
dan strategi gerakan, tidak menjadi masalah, dan bahkan secara sinergis bisa saling menguatkan dan
mendukung.

Letak paradigma adalah dalam menjaga pertanggungjawaban setiap pendekatan yang dilakukan sesuai
dengan lokalitas dan kecenderungan masing-masing.

3. PENERAPAN
Sepanjang sejarah PMII dari Tahun 80an hingga 2010, ada 3 (tiga) Paradigma yang telah dan sedang
digunakan. Masing-masing menggantikan model paradigma sebelumnya. Pergantian paradigma ini
mutlak diperlukan sesuai perubahan dengan konteks ruang dan waktu. Ini bersesuaian dengan kaidah
Taghoyyurul ahkami bi taghoyyuril azminati wal amkinati. Bahwa hukum itu bisa berubah sesuai dengan
perubahan waktu dan tempat. Berikut ada beberapa jenis paradigma yang disinggung pada pembahasan
di atas:

a. Paradigma Arus Balik Masyarakat Pinggiran

Nalar gerak PMII secara teoritik mulai terbangun secara sistematis pada masa kepengurusan Muhaimin
Iskandar (Ketum) dan Rusdin M. Noor (sekjend) 1994-1997. Untuk pertama kalinya istilah paradigma
yang populer dalam bidang sosiologi digunakan dalam PMII.

Paradigma pergerakan dirasa mampu untuk menjawab kegerahan anggota pergeraan yang gerah
dengan situasi sosial-politik nasional. Era pra reformasi di PMII menganut paradigma Arus Balik
Masyarakat Pinggiran.

Paradigma ini muncul dikarenakan restrukturisasi yang dilakukan orde baru telah menghasilkan format
poltik baru yang ciri-ciri umumnya tidak jauh berbeda dengan negara-negara kapitalis pinggiran
(peripheral capitalist state) di beberapa negara Amerika Latin dan Asia. Ciri-ciri itu antara lain adalah.

1. Munculnya negara sebagai agen otonom yang perannya kemudian “mengatasi” masyarakat yang
merupakan asal-usul eksistensinya.

2. Menonjolnya peran dan fungsi birokrasi dan teknokrasi dalam proses rekayasa sosial, ekonomi dan
politik.

3. Semakin terpinggirkannya sektor-sektor “populer” dalam masyarakat (termasuk kaum intelektual).

4. Diterapkannya model politik eksklusioner melalui jarigan-jaringan korporatis untuk menangani


berbagai kepentingan politis.

5. Penggunaan secara efektif hegemoni idiologi untuk memperkokoh dan melestarikan sistem politik
yang ada.
Rezim Orde Baru adalah lahan subur bagi sikap perlawanan PMII terhadap negara yang hegemonik.
Sikap perlawanan itu didorong pula oleh teologi antroposentrisme transendental yang memposisikan
manusia sebagai Kholifatullah fil ardh.

Hal penting lain dari paradigma ini adalah mengenai proses rekayasa sosial yang dilakukan PMII.
Rekayasa sosial yang dilakukan melalui dua pola, pertama, melalui advokasi masyarakat, kedua, melalui
Free Market Idea. Advokasi dilakukan untuk korban-korban perubahan, bentuk gerakannya ada tiga
yakni, sosialisasi wacana, penyadaran dan pemberdayaan, serta pendampingan.

Cita-cita besar advokasi ialah sebagai bagan dari pendidikan politik masyarakat untuk mencapai angan-
angan terwujudnya civil society. Kemudian yang diinginkan dari Free Market Idea adalah tejadinya
transaksi gagasan yang sehat dan dilakukan oleh individu-individu yang bebas, kreatif sebagai hasil dari
proses liberasi dan independensi.

b. Paradigma Kritis Transformatif

Pada periode sahabat Saiful Bahri Anshari (1997-2000) diperkenalkan paradigma Kritis Transformatif.
Pada hakikatnya, prinsip-prinsip dasar paradigma ini tidak jauh berbeda dengan paradigma Arus Balik.
Titik bedanya terletak pada kedalaman teoritik serta pengambilan eksemplar-eksemplar teori kritis
madzhab Frankfurt serta krtisisme intelektual muslim seperti, Hasan Hanafi, Ali Asghar Enginer,
Muhammad Arkoun dll.

Di lapangan terdapat konsentrasi pola yang sama dengan PMII periode sebelumnya, gerakan PMI
terkonsentrasi di aktivitas jaanan dan wacana kritis. Semangat perlawanan terhadap negara dan dengan
kapitalisme global masih mewarnai gerakan PMII.

Kedua paradigma sebelumnya mendapat ujian berat ketika KH. Abdurrahman Wahid (almarhum) terpilih
menjadi presiden ke-4 RI pada November 1999. para aktivis PMII dan aktivis civil society umumnya
mengalami kebingungan saat Gus Dur yang menjadi tokoh dan simbol perjuangan civil society Indonesia
naik ke tampuk kekuasaan.

Aktivis pro-demokrasi mengalami kebingungan antara mendampingi Gus Dur dari jalur
ekstraparlementer, atau bersikap sebagaimana pada presiden-presiden sebelumnya. Mendampingi atau
mendukung didasari pada kenyataan bahwa masih banyak unsur-unsur orba yang memusuhi preiden ke-
4 ini.

Pilihan tersebut memunculkan pendapat bahwa aktivis pro-demokrasi telah menanggalkan semangat
perlawanannya. Meski demikian secara rasional sikap PB. PMII dimasa kepengurusan Nusron Wahid
(2000-2002) secara tegas terbuka mengambil tempat mendukung demokrasi dan reformasi yang secara
konsisten dijalankan oleh presiden Gus Dur.

c. Paradigma Menggiring Arus, Berbasis Realitas

Pada masa kepengurusan sahabat Heri Harianto Azumi (2006-2008) secara massif, paradigma gerakan
PMII masih kental dengan nuansa perlawanan frontal baik baik terhadap negara maupun terhadap
kekuatan kapitalis internasional. Sehingga ruang taktis-strategis dalam kerangka cita-cita gerakan yang
berorientasi jangka panjang justru tidak memperoleh tempat. Aktifis-aktifis PMII masih mudah terjebak
larut dalam persoalan temporal-spasial, sehingga perkembangan internasional yang sangat berpengaruh
terhadap arah perkembangan Indonesia sendiri sulit dibaca. Dalam kalimat lain, dengan energi yang
belum seberapa, aktifis PMII sering larut pada impian membendung dominasi negara dan ekspansi
neoliberal saat ini juga. Efek besarnya, upaya strategis untuk mengakumulasikan kekuatan justru masih
sedikit dilakukan.

phd

Celakanya, konsep-konsep yang dipakai di kalangan akademis kita hampir seluruhnya beraroma
liberalisme. Sehingga di tingkat intelektualpun tidak ada kemungkinan untuk meloloskan diri dari arus
liberalisme.

Dengan kata lain dalam upaya melawan neoliberalisme banyak gerakan terperangkap dalam knsep-
konsep Liberalsme, Demokrasi, HAM, Civil Society, Sipil vs Militer, Federalisme, dll yang dipakai sebagai
agenda substansial padahal dalam lapangan politik dan ekonomi, kesemuanya nyaris menjadi mainan
negara-negara neoliberal.

Persoalan sulitnya membangun paradigma berbasis realitas paralel dengan kesulitan membuat agenda
nasional yang berangkat dari kenyataan Indonesia. Konsekuensi yang harus diambil dari penyusuan
paradigma semacam ini adalah, untuk sementara waktu organisasi akan tersisih dari gerakan
mainstream. Bagaimanapun untuk membangun gerakan kita harus mendahulukan kenyataan dari pada
logos.

Anda mungkin juga menyukai