Anda di halaman 1dari 6

Cherly Shereyah Wu

XI IPS 3
Sejarah Peminatan

Buatlah persamaan dan perbedaan strategi Partai Komunis Indonesia dan


partai Nasional Indonesia dalam mempersatukan seluruh kekuatan bangsa
Indonesia.
Partai Komunis Indonesia
Sesuai catatan sejarah, setidaknya ada enam pola pergerakan yang diterapkan
PKI
1. Melakukan pengaderan melalui gerakan bawah tanah. Meski organisasinya
telah dinyatakan terlarang, mereka terus melakukan hal itu dan membentuk
OTB (Organisasi Tanpa Bentuk).
2. Membentuk organisasi-organisasi “mantel” untuk merekrut kader-kader
militan, misalnya mendirikan organ-organ kepemudaan komunis. Tahun
1945, misalnya, mereka mendirikan PESINDO (Pemuda Sosialis Indonesia);
tahun 1946 mendirikan SOBSI (Sentral Buruh Seluruh Indonesia); di
samping mendirikan laskar-laskar misalnya Laskar Rakyat, Laskar Merah,
dan Laskar Buruh.
3. Mendidik kader di luar negeri, untuk menyiapkan kader-kader pimpinan
komunis.
4. Menyusupkan orang-orang komunis ke dalam organisasi politik besar
dengan pertimbangan bisa efektif dijadikan penggerak massa. Sejak peristiwa
pemberontakan yang gagal tahun 1926, mereka banyak yang masuk
menyusup ke dalam tubuh PNI.
5. Melakukan infiltrasi ke tubuh birokrasi untuk mempengaruhi bahkan
menguasai pemerintahan.
6. Melakukan infiltrasi ke tubuh militer. Peristiwa Madiun 1948, misalnya,
merupakan bukti bahwa Angkatan Udara, Angkatan Laut dan Kepolisian bisa
mereka konsolidasikan untuk melakukan pemberontakan. Bukti lain tentang
ini yang sangat fenomenal adalah peristiwa G-30-S/PKI tahun 1965
Konsep Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom) dicetuskan oleh
Sukarno. Rumusan ini mewakili tiga pilar utama yang menjadi kekuatan
politik bangsa Indonesia, sejak era pergerakan nasional hingga pasca-
kemerdekaan. Nasakom sendiri menjadi ciri khas era Demokrasi Terpimpin
yang berlangsung pada 1959 hingga 1965. Namun, gagasan ini ternyata
sudah dipikirkan oleh Sukarno jauh sebelum itu, yakni pada 1926. Dalam
artikelnya di surat kabar Soeoleh Indonesia Moeda, Sukarno menulis:

“Dengan jalan yang kurang sempurna, kita mencoba membuktikan bahwa


paham Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme itu dalam negeri jajahan
pada beberapa bagian menutupi satu sama lain,” tulis Sukarno.

“Nasionalisme, Islam, dan Marxisme, inilah asas-asas yang dipegang teguh


oleh pergerakan-pergerakan rakyat di seluruh Asia. Inilah faham-faham yang
menjadi rohnya pergerakan-pergerakan di Asia. Rohnya pula pergerakan-
pergerakan di Indonesia kita ini,” lanjutnya.

Sukarno muda menilai ada tiga aliran politik yang menjadi pilar pergerakan
nasional dalam kehidupan bangsa pada zaman kolonial Hindia Belanda kala
itu. Pertama adalah kelompok nasionalis yang diwakili Indische Partij (IP),
kedua golongan muslimin yang mewujud dalam Sarekat Islam (SI), dan
ketiga Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan ideologi marxisme. Pada
Februari 1956, Sukarno mengusulkan konsep baru yang disebutnya
Demokrasi Terpimpin dengan berpondasi kepada tiga pilar utama: Nasakom.
Bagi Hatta, Demokrasi Terpimpin membuat kekuasaan negara kian terpusat
kepada sosok presiden, dan itulah yang memang terjadi. Syafii Maarif dalam
Demokrasi dan Nasionalisme: Pengalaman Indonesia (1996) menyebut,
Hatta mundur dari kursi wakil presiden karena Sukarno semakin otoriter.
Sepeninggal Hatta, Sukarno semakin leluasa mengkampanyekan konsep
Nasakom-nya. Dengan sistem Demokrasi Terpimpin, Bung Karno
menyatukan tiga kekuatan politik dengan tujuan untuk semakin memperkuat
posisinya.
Nasakom memang menjadi tiga faksi utama dalam perpolitikan Indonesia
kala itu. Ada partai-partai politik berhaluan nasionalis terutama Partai
Nasional Indonesia (PNI) besutan Sukarno, termasuk kalangan militer, ada
kelompok Islam macam Masyumi dan Nahdlatul Ulama (NU), serta golongan
kiri yang dimotori PKI.
Tak berhenti di situ. Sukarno bahkan menyatakan bahwa Nasakom
merupakan perwujudan Pancasila dan UUD 1945 dalam politik. Dalam
pidatonya pada peringatan hari kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1961,
sang penguasa berucap lantang:

“Siapa yang setuju kepada Pancasila, harus setuju kepada Nasakom; siapa
yang tidak setuju kepada Nasakom, sebenarnya tidak setuju kepada
Pancasila,” seru Sukarno dikutip dari buku Sejarah Perjumpaan Kristen dan
Islam di Indonesia (2004) yang ditulis oleh Jan S. Aritonang.

Sukarno melanjutkan, “Sekarang saya tambah: Siapa setuju kepada Undang-


Undang Dasar 1945, harus setuju kepada Nasakom; Siapa tidak setuju kepada
Nasakom, sebenarnya tidak setuju kepada Undang-Undang Dasar 1945.”
Partai Nasional Indonesia
Partai Nasional Indonesia (PNI) yang lahir di Bandung pada tanggal 4 Juli
1927 tidak terlepas dari keberadaan Algemeene Studie Club. Lahirnya PNI
juga dilatarbelakangi oleh situasi sosio politik yang kompleks.
Pemberontakan PKI pada tahun 1926 membangkitkan semangat untuk
menyusun kekuatan baru dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda.
Rapat pendirian partai ini dihadiri Ir. Soekarno, Dr. Cipto Mangunkusumo,
Soedjadi, Mr. Iskaq Tjokrodisuryo, Mr. Budiarto, dan Mr. Soenarjo. Pada
awal berdirinya, PNI berkembang sangat pesat karena didorong oleh faktor-
faktor berikut:
a. Pergerakan yang ada lemah sehingga kurang bisa menggerakkan massa.
b. PKI sebagai partai massa telah dilarang.
c. Propagandanya menarik dan mempunyai orator ulung yang bernama Ir.
Soekarno (Bung Karno).

Untuk mengobarkan semangat perjuangan nasional, Bung Karno


mengeluarkan Trilogi sebagai pegangan perjuangan PNI. Trilogi tersebut
mencakup kesadaran nasional, kemauan nasional, dan perbuatan nasional.
Tujuan PNI adalah mencapai Indonesia merdeka. Untuk mencapai tujuan
tersebut, PNI menggunakan tiga asas yaitu self help (berjuang dengan usaha
sendiri) dan nonmendiancy, sikapnya
terhadap pemerintah juga antipati dan nonkooperasi. Dasar perjuangannya
adalah marhaenisme. Kongres Partai Nasional Indonesia yang pertama
diadakan di Surabaya, tanggal 27 – 30 Mei 1928. Kongres ini menetapkan
beberapa hal berikut.

1. Susunan program yang meliputi:


a. bidang politik untuk mencapai Indonesia merdeka,
b. bidang ekonomi dan sosial untuk memajukan pelajaran nasional.
2. Menetapkan garis perjuangan yang dianut adalah nonkooperasi.
3. Menetapkan garis politik memperbaiki keadaan politik, ekonomi dan sosial
dengan kekuatan sendiri, antara lain dengan mendirikan sekolah-sekolah,
poliklinik-poliklinik, bank nasional, perkumpulan koperasi, dan sebagainya.

Peranan PNI dalam pergerakan nasional Indonesia sangat besar. Menyadari


perlunya pernyataan segala potensi rakyat, PNI memelopori berdirinya
Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia
(PPPKI). PPPKI diikuti oleh PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia), Budi
Utomo, Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studi
Club, dan Algemeene Studie Club. Berikut ini ada dua jenis tindakan yang
dilaksanakan untuk memperkokoh diri dan berpengaruh di masyarakat.
1. Ke dalam, mengadakan usaha-usaha dari dan untuk lingkungan sendiri
seperti mengadakan kursus-kursus, mendirikan sekolah, bank dan
sebagainya.
2. Keluar, dengan memperkuat opini publik terhadap tujuan PNI antara lain
melalui rapat-rapat umum dan penerbitan surat kabar Banteng Priangan di
Bandung, dan Persatuan Indonesia di Jakarta. Kegiatan PNI ini cepat menarik
massa dan hal ini sangat mencemaskan pemerintah kolonial Belanda.
Pengawasan terhadap kegiatan politik dilakukan semakin ketat bahkan
dengan tindakantindakan penggeledahan dan penangkapan. Dengan
berkembangnya desas desus bahwa PNI akan mengadakan pemberontakan,
maka empat tokoh PNI yaitu Ir. Soekarno, R. Gatot Mangkuprojo, Markun
Sumodiredjo, dan Supriadinata ditangkap dan dijatuhi hukuman oleh
pengadilan Bandung. Dalam proses peradilan itu, Ir. Soekarno dengan
kepiawaiannya melakukan pembelaan yang diberi judul “Indonesia
Menggugat”. Penangkapan terhadap para tokoh pemimpin PNI merupakan
pukulan berat dan menggoyahkan keberlangsungan partai. Dalam suatu
kongres luar biasa yang diadakan di Jakarta pada tanggal 25 April 1931,
diambil keputusan untuk membubarkan PNI. Pembubaran ini menimbulkan
pro dan kontra. Mr. Sartono kemudian mendirikan Partindo. Mereka yang
tidak setuju dengan pembubaran masuk dalam Pendidikan Nasional
Indonesia (PNI Baru) yang didirikan oleh Drs. Mohammad Hatta dan Sutan
Syahrir. Baik Partindo maupun PNI Baru, masih memakai asas PNI yang
lama yaitu self help dan nonkooperasi. Namun di antara keduanya terdapat
perbedaan dalam hal strategi perjuangan. PNI Baru lebih mengutaman
pendidikan politik dan sosial, sedangkan Partindo mengutamakan aksi massa
sebagai senjata yang tepat untuk mencapai kemerdekaan.

Persamaan antara PKI dan PNI :


1. Mengunakan organisasi sebagai alat perjuangan.
2. Memiliki visi dan misi yang jelas, yaitu Indonesia Yang Merdeka.
3. Perjuangannya dipimpin oleh tokoh-tokoh agama, kaum terpelajar, tokoh-
tokoh pemuda, dan tokoh-tokoh masyarakat.
4. Tidak menggunakan kekerasan senjata.
5. Perjuangannya sudah bersifat Nasional.
6. Sama-sama merupakan partai yang sangat berpengaruh pada saat ini
7. Memiliki visi dan misi yang jelas , yaitu Indonesia yang merdeka
8.  Rasa persatuan dan kebangsaan sudah mulai tumbuh. Perjuangan tidak
bersifat kedaerahan lagi.

Anda mungkin juga menyukai