Anda di halaman 1dari 9

PARTAI NASIONAL INDONESIA

Pemimpin

: Soekarno

Pendiri

: Dr. Tjipto Mangunkusumo


Mr.Sartono
Mr Iskaq Tjokrohadisuryo
Mr Sunaryo.

Didirikan

: 4 Juli 1927

Bergabung ke dalam Partai Demokrasi Indonesia


Diteruskan oleh
Partai Indonesia
PNI Baru
PNI Marhaenisme
PNI Supeni
PNI Massa Marhaen

Partai Demokrasi Indonesia

Partai Nasional Indonesia (PNI) dibentuk di Bandung padatanggal 4 Juli 1927


dengan
tokoh-tokohnya
Ir.
Soekarno,
Iskaq,
Budiarto,
Cipto
Mangunkusumo,Tilaar, Soedjadi, dan Sunaryo. Dalam pengurus besar PNI, Ir.
Soekarno ditunjuk sebagai ketua, Iskaq sebagai sekretaris sekaligus merangkap
sebagai Bendhara, dan Dr. Samsi sebagai komisaris partai. Sementara itu, dalam
perekrutan anggota disebutkan bahwa mantan anggota PKI tidak diperkenankan
menjadi anggota PNI, juga pegawai negeri yang memungkinkan berperan
sebagai mata-mata pemerintah kolonial Hindia-Belanda.

Dalam anggaran dasarnya dinyatakan bahwa tujuan PNI adalah hendak bekerja
untuk kemerdekaan Indonesia. Tujuan tersebut hendak dicapai dengan asas
percaya pada diri sendiri. Artinya, memperbaiki keadaan politik, ekonomi, dan
sosial dengan kekuatan dan kebiasaan sendiri. Sikapnya yang non-kooperatif
diwujudkan antara lain dengan tidak ikut dalam dewan-dewan yang dibentuk
oleh pemerintah kolonial.

Cabang-cabang pertama PNI didirikan di Bandung, Surabaya, dan Batavia.


Menyusul kemudian pada tahun 1928 berdiri cabang lainnya, seperti di
Yogyakarta, Semarang, Pekalongan, Palembang, Makassar dan Manado. Pada
akhir tahun 1928, anggota PNI mengalami kenaikan yang pesat hingga mencapai
3860 orang. Kenaikan tersebut merupakan hasil dari propaganda yang sangat
aktif dilakukan. Jelas sekali bahwa popularitas rapat-rapat umum yang
diselenggarakan oleh PNI itu disebabkan pengaruh Ir. Soekarno dengan pidatopidatonya yang sangat khas dan mamu menarik perhatian dan simpati dari
masyarakat banyak.

Ada dua macam cara yang dilakukan oleh PNI untuk memperkuat diri dan
pengaruhnya di dalam masyarakat.
a. Usaha ke dalam, yaitu usaha-usaha terhadap lingkungan sendiri, antara lain
mengadakan kursu-kursus, mendirikan sekolah-sekolah, dan bank-bank.
b. Usaha ke luar dengan memperkuat opini publik terhadap tujuan PNI, antara
lain melalui rapat-rapat umum dan menerbitkan surat kabar Banteng Priangan di
Bandung dan Persatuan Indonesia di Batavia.

Kegiatan PNI yang dengan cepat dapat menarik massa yang sangat banyak
membuat suatu kecemasan dan kekhawatiran tersendiri di kalangan
pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Gubernur Jenderal yang berkuasa pada
saat itu dalam pembukaan sidang Volksraad pada tanggal 15 Mei 1928
mengharapkan kesadaran rakyat terhadap nasionalisme yang ekstrem.
Dikemukakan juga bahwa sikap non-kooperatif yang dijalankan oleh PNI bersifat

bermusuhan terhadap pemerintah. Meskipun ada peringatan halus tersebut,


cabang-cabang PNI malah bermunculan di berbagai wilayah Indonesia. Hingga
pada akhir tahun 1929, kandidiat anggota PNI berjumlah sekitar 10.000 orang, di
antaranya 6000 orang di daerah Priangan, Bandung.

Propaganda PNI menimbulkan suatu dorongan baru dalam pikiran dan perasaan
orang Indonesia. Propaganda itu dirancang oleh Perhimpunan Indonesia dan
dilaksanakan oleh PNI. Dalam melaksanakan kegiatannya, PNI juga banyak
dibantu oleh tokoh-tokoh mantan anggota Perhimpunan Indonesia. Apabila
dibandingkan dengan jumlah anggota Sarekat Islam, jumlah anggota PNI
memang jauh lebih kecil. Akan tetapi, pengaruh Ir. Soekarno sebagai seorang
pemimpin PNI dan pemimpin Indonesia telah meluas dan meresap di lakangan
masyarakat luas Indonesia.

Sukses yang dicapati oleh PNI tidak lepas dari paham yang dianutnya, yaitu
Marhaenisme. Kata Marhaen menurut Soekarno adalah nama seorang petani
kecil yang dijumpainya dan menurutnya mewakili kelas sosial yang rendah
(dapat dibandingkan juga sebagai golongan Proletar atau golongan Plebians
seperti di zaman Romawi kuno). Di dalam perjuangan nasional, nasib kaum
Marhaen harus ditingkatkan. Hal itu dapat dilakukan dengan gerakan massa
menuntut kemerdekaan sebagai syarat terciptanya kondisi hidup yang lebih baik
bagi kaum Marhaen.

Tindakan progresif PNI dilakukan dengan mengadakan rapat-rapat umum yang


selalu dibanjiri massa. Hal itu tidak terlepas dari peran Ir. Soekarno sebagai
seorang orator ulung dengan menggunakan bahasa-bahasa yang mudah
dimengerti oleh rakyat. Gerakan-gerakan massa yang dipelopori oleh PNI
menimbulkan kecurigaan dan kegelisahan pemerintah kolonial. Selain itu, ada
pula kecurigaan bahwa PNI memiliki suatu hubungan erat dengan Perhimpunan
Indonesia serta kaum Komunis. Oleh karena itu, pemerintah kolonial
menganggap tindakan-tindakan PNI itu sebagai hasutan terhadap rakyat, bahkan
dianggap sebagai serangan kaum Komunis kedua setelah pemberontakan PKI di
tahun 1926.

Kemajuan yang dicapai oleh PNI juga telah mengkhawatirkan orang-orang


reaksioner Belanda di Indonesia. Mereka kemudian membentuk Vanderlandsche
Club pada tahun 1929. Organisasi itu kemudian mendesak kepada pemerintah
kolonial agar segera mengambil suatu tindakan tegas terhadap PNI. Demikian
juga banyak surat kabar Belanda yang mengadakan kampanye aktif melawan
propaganda PNI.

Para pejabat kolonial di daerah-daerah juga menjalankan sebuah aturan yang


sangat ketat, antara lain melarang pegawai negeri dan militer menjadi anggota
PNI, memperketat perizinan untuk mengadakan rapat-rapat, dan memperkeras
pengawasan. Sementara itu, para pemuka PNI dari cabang-cabang semakin tidak
dapat mengendalikan semangatnya untuk mengadakan pergerakan-pergerakan
massa.

Peningkatan kegiatan rapat-rapat umum di cabang-cabang sejak bulan Mei 1929


menimbulkan suasana yang tegang. Pemerintah kolonial Belanda lebih banyak
melakukan pengawasan secara tegas terhadap kegiatan-kegiatan PNI yang
dianggap membahayakan keamanan dan ketertiban. Sering kali polisi
menghentikan pidato karena ucapan-ucapan dalam pidato tersebut sangat
menghasut rakyat. Akhirnya, pemerintahan HindiaBelanda beranggapan bahwa
tiba saatnya untuk melakukan suatu tindakan terhadap PNI. Bahkan, Gubernur
Jenderal de Graeff telah mendapatkan tekanan dari golongan konservatif
Belanda yang tergabung juga dalam Vanderlansche Club untuk bertindak tegas
karena mereka berkeyakinan bahwa PNI melanjutkan taktik PKI.

Pemerintah kolonial Hindia-Belanda kemudian melakukan penangkapan dan


penggeledahan di banyak tempat. Pada tanggan 29 Desember 1929, Ir. Soekarno
(Ketua PNI), R. Gatot Mangkupraja (Sekretaris II PB PNI), Maskoen Sumadireja
(Sekretaris II Pengurus PNI cabang Bandung), dan Supriadinata (anggota PNI
cabang Bandung) ditangkap oleh polisi Belanda di Yogyakarta. Selain itu, di
Batavia dilakukan penggeledahan dan penangkapan, di Bandung 41
penangkapan, di Cirebon 24 penangkapan, di Pekalongan 42 penangkapan, di
Sukabumi dan Cianjur 31 penangkapan, Surakarta 11 penangkapan, di Medan 25
penangkapan, serta di tempat-tempat lain di Indonesia yang jumlah semuanya
lebih dari 400 penangkapan. Kaum pergerakan nasional melakukan protes keras,
demikian halnya Perhimpunan Indonesia, Partai Buruh dan Partai Komunis di
negeri Belanda itu sendiri.

Empat tokoh PNI yang ditangkap tersebut kemudian diajukan ke pengadilan di


Bandung. Sidang pengadilan itu dilakukan pada tanggal 18 Agustus hingga 29
September 1930. Dalam sidang tersebut, Ir. Soekarno membacakan sebuah
pidato pembelaan yang berjudul Indonesia Menggugat. Dalam pidato
pembelaannya itu, Ir. Soekarno menandaskan Kini telah jelas bahwa pergerakan
nasional di Indonesia bukanlah bikinan kaum intelektual dan kaum komunis saja,
tetapi merupakan reaksi umum yang wajar dari rakyat jajahan yang dalam
batinya telah merdeka. Revolusi Industri adalah revolusinya zaman sekarang,
bukan revolusinya sekelompok-kelompok rakyat kecil kaum intelektual, tetapi
revolusinya bagian terbesar rakyat di dunia yang terbelakang dan diperbodoh.
Pada tanggal 22 Desember 1930, para pemimpin PNI tersebut dijatuhi hukuman
penjara di Sukamiskin, Bandung.

Politik Van de Venter yang diterapkan saat itu menyebabkan lahirnya golongangolongan terpelajar, kaum intelektual pun mulai merasakan bahwa kolonialisme
merupakan sebuah ajang ekploitasi ekonomi, politik, dan sosial budaya.
Sehingga mereka pun akhirnya merubah cara perjuangan, yang mulanya
perjuangan tersebut dilakukan dengan otot atau senjata menjadi perjuangan
yang dilakukan dengan menggunakan otak atau akal. Akibat dari perubahan cara
perjuangan tersebut muncullah organisasi pergerakan nasional. Salah satu
organisasi pergerakan nasional ialah PNI (Partai Nasional Indonesia).
Pada tahun 1925, Ir. Soekarno mendirikan Algemeene Studieclub (kelompok
belajar umum) dikalangan mahasiswa. Kelompok belajar yang didirikan Ir.
Soekarno ini bersifat politik, dengan kemerdekaan Indonesia sebagai tujuan
utamanya.[1] Akhirnya pada 4 Juli 1927, PNI pun didirikan di Bandung. Usaha
pendirian PNI ini digagas oleh Dr. Cipto Mangoenkoesoemo, Ir. Soekarno, Mr.
Iskaq Cokroadisoerjo, Mr. Sartono, Mr. Boediarto, Mr. Soenarjo, Dr. Samsi, dan Ir.
Anwari. PNI yang lahir sebagai tanda kesadaran kesadaran rakyat Indonesia dan
sebagai kelanjutan pergerakan kebangsaan Indonesia yang sudah dirintis oleh
organisasi sosial politik sebelumnya. PNI pun didirikan dan dipimpin oleh kaum
muda yang terpelajar dan telah mendapatkan pendidikan politik melalui kursuskursus politik maupun buku-buku pergerakan. Sebagian mereka adalah mantan
anggota Perhimpunan Indonesia (PI) yang belajar di Negeri Belanda.[2]
Dan dalam kongres pertama di Surabaya tanggal 27-30 Mei 1928, diputuskan
untuk mengganti kata "perserikatan" menjadi kata "partai". Perkumpulan ini
selanjutnya akan disebut "Partai Nasional Indonesia" atau dikenal sebagai PNI.
Pergantian nama ini berarti meningkatnya PNI menjadi suatu organisasi yang
lebih tersusun, menjadi suatu partai politik yang harus mempunyai program
politik, ekonomi, dan sosial yang tertentu dan berhati-hati dalam penerimaan
anggota. Asas dan tujuan partai ini sangat jelas yaitu perjuangannya yang
bersifat antikolonialisme, nonkooperasi, dan organisasi massa. Maka dalam
hubungan itu membangkitkan kesadaran nasional adalah salah satu tugas PNI,
yaitu menyadarkan rakyat akan besarnya penderitaan dalam menghadapi
eksploitasi ekonomi, sosial, dan politiknya yang dijalankan oleh penguasa
kolonial. Kemudian tujuan ini hendak dicapai dengan azas "selfhelp" dengan
menimbulkan suatu pergerakan rakyat yang sadar, yang percaya atas tenaga
dan kekuatan sendiri.[3]
Untuk mencapai tujuan tersebut, PNI telah menetapkan program kerja
sebagai berikut.
1.
Usaha politik, yakni memperkuat rasa kebangsaan (nasionalisme) dan
kesadaran
atas persatuan bangsa Indonesia, memajukan pengetahuan sejarah
kebangsaan,
menumpas

mempererat

kerja

sama

dengan

bangsa-bangsa

segala rintangan bagi kemerdekaan diri dan kehidupan politik.

Asia,

dan

2.

Usaha ekonomi, yakni memajukan perdagangan pribumi, kerajinan, serta

mendirikan bank-bank dan koperasi.


3.
Usaha sosial,
meningkatkan

yaitu memajukan pengajaran

yang bersifat nasional,

derajat kaum wanita, memerangi pengangguran, memajukan


transmigrasi, memajukan kesehatan rakyat, antara lain dengan mendirikan
poliklinik.
Dalam menyebarluaskan gagasannya, PNI melakukan berbagai propaganda baik
melalui surat kabar seperti Banten Priyangan di Bandung dan Persatuan
Indonesia di Batavia, maupun lewat para pemimpin khususnya Ir. Soekarno.
Pemerintah Hindia Belanda semakin hari bertambah cemas melihat pengaruh
yang diperoleh PNI dimana-mana, mulai menunjukkan tangan besi. Soekarno
juga menulis berbagai tulisan yang menyerang Belanda, seperti Soeloeh
Indonesia Moeda, Persatoean Indonsesia dan Fikiran Ra'jat. Dari media tulis
menulis inilah Soekarno mencurahkan segala ide tentang nasionalisme, antiimperialisme, dan anti-kolonialisme hingga sosialisme. Tetapi dari ketiga surat
kabar tersebut Fikiran Ra'jat yang ditujukan untuk kaum Marhaen yang paham
membaca dan menulis.[4] Tujuan Seokarno menulis di media tersebut adalah
untuk memompa semagat nasionalisme dikalangan rakyat untuk menentang
imperialisme dan kolonialisme di Tanah air. Kaum Marhaen di Fikiran Ra'jat
dicirikan sebagai masyarakat miskin, buruh terbodohkan dan terjajah, mereka
adalah masyarakat yang harus bangkit dari keterpurukannya untuk lahir kembali
sebagai manusia yang merdeka di tanahnya sendiri.
Usaha propaganda yang lainnya dilakukan dengan membentuk serikat pekerja
supir "Persatuan Motoris Indonesia", Serikat Anak Kapal Indonesia", Persatuan
Jongos Indonesia", Partai Sarekat Islam, Budi Utomo, Study Club Surabaya, serta
organisasi-organisasi kedaerahan dan kristen yang penting bergabung bersama
PNI dalam suatu wadah yang dikenal sebagai PPKI (Permufakatan PerhimpunanPerhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia). Popularitas PNI berkembang pesat
karena pengaruh Soekarno dengan pidato-pidatonya yang sangat menarik
perhatian rakyat. Kewibawaan dan gaya bahasa sebagai alat bagaimana pidatopidato Soekarno sangat ditunggu-tunggu disetiap pertemuan rapat PNI. Pada
akhir tahun 1928 sudah ada 2.787 orang anggotanya, sampai Mei 1929
anggotanya telah mencapai 3.860 orang (sebagian besar di Bandung, Batavia,
dan Surabaya). Dan pada akhir tahun 1929, jumlah anggota partai ini mencapai
10.000 orang.[5] Soekarno bertekad untuk mengejar Indonesia Merdeka di
bawah panji-panji Merah Putih Kepala Banteng (Merah-keberanian, Putihkebersihan hati, Kepala Banteng-percaya kepada kekuatan dan tenaga sendiri).
Gagasan nasionalisme seluruh Indonesia sebagai ukuran umum kini muncul
semakin kuat. Maka para pemimpin terpelajar kelompok-kelompok suku bangsa
dan kedaerahan menerima konsep itu antara lain sebagai alat untuk
mempertahankan diri dari dominasi suku Jawa yang potensial, sedangkan

kelompok-kelompok Kristen memandang konsep tersebut antara lain sebagai


alat untuk mempertahankan diri dari dominasi Islam. Namun perbedaanperbedaan, tujuan, ideologi, dan kepribadian yang nyata masih tetap memecah
belah gerakan-gerakan tersebut. PSI yang berganti nama menjadi PSII keluar dari
PPKI, karena kelompok-kelompok menolak untuk mengakui peranan utama Islam
yang oleh para pemimpin Islam perkotaan.
Bung Karno dan Gatot Mangkoepraja, setelah selesai menghadiri kongres PPPKI
(Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangasaan Indonesa) yang kedua di Solo
pada tanggal 29 Desember 1929 ditangkap pemerintah Hindia Belanda.
Kemudian mereka dibawa ke Bandung dengan penjagaan yang ketat kemudian
ditempatkan di penjara Sukamiskin. Begitu pula dengan beberapa pimpinan
teras PNI lainnya. Setelah itu mereka diadili di pengadilan landrad di Bandung,
yang menghasilkan suatu pidato pembelaan soekarno yang sangat terkenal yaitu
"Indonesia Menggugat".[6] Tuduhan yang dikenakan pemerintah Hindia Belanda
adalah pasal karet, haatzai artikelen. Mereka dituduh menggangu keamanan
dalam negeri dan hendak melakukkan pemberontakan sehingga melanggar
artikel 10 buku hukum pidana dan artikel 163 bis ter buku hukum pidana. Dan
juga artikel 171 undang-undang hukum pidana tentang menyiarkan kabar dusta
untuk menganggu ketertiban umum. Sesudah Bung Karno ditahan, dan dijatuhi
hukuman selama 4 tahun kepemimpinan PNI diambil alih oleh Mr. Sartono.[7]
Setelah melalui kongres pada bulan Februari 1931 di Jakarta, Pengurus Besar PNI
mengeluarkan maklumat tentang pembubaran PNI dengan alasan untuk
menjaga anggota-anggota PNI lainnya agar tidak mendapatkan kesulitan karena
dituduh sebagai anggota partai terlarang. Pengurus besar PNI atas anjuran Mr.
Sartono, berkaitan dengan keputusan pengadilan negeri Bandung tersebut,
mengusulkan pembubaran PNI dan sebagai gantinya mereka mendirikan Partai
Indonesia (Partindo). Partai ini bertujuan Indonesia Merdeka dan berdiri atas
dasar nasionalisme dan "self-help" atau yang lazimnya dikenal sebagai sosionasionalisme dan sosio-demokrasi. Ketika Bung Karno keluar dari penjara
Sukamiskin pada pertengahan 1932, ia mendapati PNI (lama) telah terpecah
menjadi dua yaitu PNI (Baru) dan Partindo. Namun akhirnya Bung Karno memilih
Partindo sebagai basis perjuangannya. Walaupun begitu ia tidak puas melihat
perkembangan partai itu, apalagi ia mendengar adanya desas-desus bahwa PNI
baru juga bermaksud menggunakan nama lama itu. Ia mengusulkan kepada
Badan Pengurus partindo pada bulan Maret 1933 agar merubah namanya
menjadi Partai Nasional Indonesia. Tujuannya adalah untuk memperluas jumlah
cabang Partindo, dalam persaingan dengan PNI baru. Pada waktu itu,
kepemimpinan partai nasionalis terpecah dua, yaitu Soekarno/Sartono bersaing
dengan Hatta/Syahrir. Bagi Soekarno pribadi, hanya dia yang berhak
menggunakan nama asli itu, sebab itu adalah partainya.
Walaupun ia gagal mengubah nama partai itu, tetapi ideologi Marhaenisme yang
merupakan rumusan original yang diperkenalkan Soekarno. Secara resmi
diterima sebagai dasar-dasar politik partai dalam kongres bulan Juli 1933.
Ideologi itu tidak menunjukkan adanya perubahan penting dalam pemikiran
politik Soekarno, hanya sekadar menghaluskan ide-idenya tentang politik, sosial
dan ekonomi yang dikemukakan sejak tahun 1927 sejalan dengan arus utama

gerakan nasionalis sekuler. Namun demikian kejadian tersebut ditentang oleh


beberapa tokoh PNI lainnya seperti Soedjadi Moerad, Kantaatmaka, Bondan,
Soekarto dan Teguh. Mereka menolak bergabung dengan Partindo dan
membentuk dalam daerahnya masing-masing "Golongan Merdeka".[8]
Kesimpulan
PNI adalah entitas yang dinamis karena pertentangan berbagai unsur di
dalamnya. PNI adalah Jawasentris dan sekuler, tetapi mencakup unsur non-Jawa
dan Islam. Kelompok birokrat priayi, lapisan sosial atas berpendidikan Barat, dan
Berbeda dengan agama yang disatukan oleh konsep "umat" atau komunisme
yang mewadahi perjuangan kelas proletar, nasionalisme memiliki kontradiksi
karena penyatuan rakyat dilakukan bukan atas nama mereka, tetapi atas nama
bangsa dan negara dengan sebuah identitas primordial.
Lalu partai nasionalis sering mencari figur karismatis untuk menyatukan
pengikutnya. Pendukungnya yang memiliki beragam identitas primordial dan
kelas sosial menemukan wadah kulturalnya, yakni budaya feodal yang masih
berakar kuat. Sehingga kita dapat melihat bagaimana Soekarno menjadi jantung
dari pergerakan PNI. PNI langsung kehilangan pamornya ketika Soekarno
ditangkap . Pada era 1950an, PNI melakukan propaganda dengan menyebut
Soekarno sebagai pemimpin PNI, padahal itu terjadi pada era 1920-an.
Kedekatan PNI dengan soekarno membuat PNI mendapatkan dukungan yang
besar dari rakyat Indonesia . PNI berhasil memenangkan pemilu pertama dan
juga mendapatkan posisi strategis dipemerintahan. Itu semua tidak lepas dari
nama besar Soekarno sebagai pendiri PNI. Sehingga PNI dapat di identikan
dengan Soekarno.

Anda mungkin juga menyukai