Pemimpin
: Soekarno
Pendiri
Didirikan
: 4 Juli 1927
Dalam anggaran dasarnya dinyatakan bahwa tujuan PNI adalah hendak bekerja
untuk kemerdekaan Indonesia. Tujuan tersebut hendak dicapai dengan asas
percaya pada diri sendiri. Artinya, memperbaiki keadaan politik, ekonomi, dan
sosial dengan kekuatan dan kebiasaan sendiri. Sikapnya yang non-kooperatif
diwujudkan antara lain dengan tidak ikut dalam dewan-dewan yang dibentuk
oleh pemerintah kolonial.
Ada dua macam cara yang dilakukan oleh PNI untuk memperkuat diri dan
pengaruhnya di dalam masyarakat.
a. Usaha ke dalam, yaitu usaha-usaha terhadap lingkungan sendiri, antara lain
mengadakan kursu-kursus, mendirikan sekolah-sekolah, dan bank-bank.
b. Usaha ke luar dengan memperkuat opini publik terhadap tujuan PNI, antara
lain melalui rapat-rapat umum dan menerbitkan surat kabar Banteng Priangan di
Bandung dan Persatuan Indonesia di Batavia.
Kegiatan PNI yang dengan cepat dapat menarik massa yang sangat banyak
membuat suatu kecemasan dan kekhawatiran tersendiri di kalangan
pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Gubernur Jenderal yang berkuasa pada
saat itu dalam pembukaan sidang Volksraad pada tanggal 15 Mei 1928
mengharapkan kesadaran rakyat terhadap nasionalisme yang ekstrem.
Dikemukakan juga bahwa sikap non-kooperatif yang dijalankan oleh PNI bersifat
Propaganda PNI menimbulkan suatu dorongan baru dalam pikiran dan perasaan
orang Indonesia. Propaganda itu dirancang oleh Perhimpunan Indonesia dan
dilaksanakan oleh PNI. Dalam melaksanakan kegiatannya, PNI juga banyak
dibantu oleh tokoh-tokoh mantan anggota Perhimpunan Indonesia. Apabila
dibandingkan dengan jumlah anggota Sarekat Islam, jumlah anggota PNI
memang jauh lebih kecil. Akan tetapi, pengaruh Ir. Soekarno sebagai seorang
pemimpin PNI dan pemimpin Indonesia telah meluas dan meresap di lakangan
masyarakat luas Indonesia.
Sukses yang dicapati oleh PNI tidak lepas dari paham yang dianutnya, yaitu
Marhaenisme. Kata Marhaen menurut Soekarno adalah nama seorang petani
kecil yang dijumpainya dan menurutnya mewakili kelas sosial yang rendah
(dapat dibandingkan juga sebagai golongan Proletar atau golongan Plebians
seperti di zaman Romawi kuno). Di dalam perjuangan nasional, nasib kaum
Marhaen harus ditingkatkan. Hal itu dapat dilakukan dengan gerakan massa
menuntut kemerdekaan sebagai syarat terciptanya kondisi hidup yang lebih baik
bagi kaum Marhaen.
Politik Van de Venter yang diterapkan saat itu menyebabkan lahirnya golongangolongan terpelajar, kaum intelektual pun mulai merasakan bahwa kolonialisme
merupakan sebuah ajang ekploitasi ekonomi, politik, dan sosial budaya.
Sehingga mereka pun akhirnya merubah cara perjuangan, yang mulanya
perjuangan tersebut dilakukan dengan otot atau senjata menjadi perjuangan
yang dilakukan dengan menggunakan otak atau akal. Akibat dari perubahan cara
perjuangan tersebut muncullah organisasi pergerakan nasional. Salah satu
organisasi pergerakan nasional ialah PNI (Partai Nasional Indonesia).
Pada tahun 1925, Ir. Soekarno mendirikan Algemeene Studieclub (kelompok
belajar umum) dikalangan mahasiswa. Kelompok belajar yang didirikan Ir.
Soekarno ini bersifat politik, dengan kemerdekaan Indonesia sebagai tujuan
utamanya.[1] Akhirnya pada 4 Juli 1927, PNI pun didirikan di Bandung. Usaha
pendirian PNI ini digagas oleh Dr. Cipto Mangoenkoesoemo, Ir. Soekarno, Mr.
Iskaq Cokroadisoerjo, Mr. Sartono, Mr. Boediarto, Mr. Soenarjo, Dr. Samsi, dan Ir.
Anwari. PNI yang lahir sebagai tanda kesadaran kesadaran rakyat Indonesia dan
sebagai kelanjutan pergerakan kebangsaan Indonesia yang sudah dirintis oleh
organisasi sosial politik sebelumnya. PNI pun didirikan dan dipimpin oleh kaum
muda yang terpelajar dan telah mendapatkan pendidikan politik melalui kursuskursus politik maupun buku-buku pergerakan. Sebagian mereka adalah mantan
anggota Perhimpunan Indonesia (PI) yang belajar di Negeri Belanda.[2]
Dan dalam kongres pertama di Surabaya tanggal 27-30 Mei 1928, diputuskan
untuk mengganti kata "perserikatan" menjadi kata "partai". Perkumpulan ini
selanjutnya akan disebut "Partai Nasional Indonesia" atau dikenal sebagai PNI.
Pergantian nama ini berarti meningkatnya PNI menjadi suatu organisasi yang
lebih tersusun, menjadi suatu partai politik yang harus mempunyai program
politik, ekonomi, dan sosial yang tertentu dan berhati-hati dalam penerimaan
anggota. Asas dan tujuan partai ini sangat jelas yaitu perjuangannya yang
bersifat antikolonialisme, nonkooperasi, dan organisasi massa. Maka dalam
hubungan itu membangkitkan kesadaran nasional adalah salah satu tugas PNI,
yaitu menyadarkan rakyat akan besarnya penderitaan dalam menghadapi
eksploitasi ekonomi, sosial, dan politiknya yang dijalankan oleh penguasa
kolonial. Kemudian tujuan ini hendak dicapai dengan azas "selfhelp" dengan
menimbulkan suatu pergerakan rakyat yang sadar, yang percaya atas tenaga
dan kekuatan sendiri.[3]
Untuk mencapai tujuan tersebut, PNI telah menetapkan program kerja
sebagai berikut.
1.
Usaha politik, yakni memperkuat rasa kebangsaan (nasionalisme) dan
kesadaran
atas persatuan bangsa Indonesia, memajukan pengetahuan sejarah
kebangsaan,
menumpas
mempererat
kerja
sama
dengan
bangsa-bangsa
Asia,
dan
2.