Daftar Isi
.... 1
I.
II.
III.
Karakteristik Renaissance .. 4
IV.
V.
YOHANES CALVIN .. 8
Biografi ......................................................................................................... 8
Penyebaran Calvinisme .. 10
Riba dan kapitalisme .. 10
VI.
I.
Renaissance berasal dari bahasa Perancis yaitu dari dua suku kata Re + Sance, yang
berarti kembalinya sains atau lahirnya kembali kebudayaan Yunani-Romawi dari masa
kegelalapan.
Latar belakang dari Renaissance adalah Eropa mengalami masa kegegelan karena
kepentingan pemikiran yang dikusai oleh para pemimpin Gereja. Middle Age merupakan
zaman dimana Eropa sedang mengalami masa suram. Berbagai kreativitas sangat diatur oleh
gereja. Dominasai gereja sangat kuat dalam berbagai aspek kehidupan. Agama Kristen sangat
mempengaruhi berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Seolah raja tidak
mempunyai kekuasaan, justru malah gereja lah yang mengatur pemerintahan. Berbagai hal
diberlakukan demi kepentingan gereja, tetapi hal-hal yang merugikan gereka akan mendapat
balasan yang sangat kejam. Contohnya, pembunuhan Copernicus mengenai teori tata surya
yang menyebutkan bahwa matahari pusat dari tata surya, tetapi hal ini bertolak belakang dari
gereja sehingga Copernicus dibunuhnya.
Pemikiran manusia pada Abad Pertengahan ini mendapat doktrinasi dari gereja. Hidup
seseorang selalu dikaitkan dengan tujuan akhir (ekstologi). Kehidupan manusia pada
hakekatnya sudah ditentukan oleh Tuhan. Maka tujuan hidup manusia adalah mencari
keselamatan. Pemikiran tentang ilmu pengetahuan banyak diarahkan kepada theology.
Pemikiran filsafat berkembang sehingga lahir filsafat scholastik yaitu suatu pemikiran filsafat
yang dilandasi pada agama dan untuk alat pembenaran agama. Oleh karena itu disebut Dark
Age atau Zaman Kegelapan.
Dengan adanya berbagai pembatasan yang dilakukan pihak pemerintah atas saran dari
gereja maka timbulah sebuah gerakan kultural, pada awalnya merupakan pembaharuan di
bidang kejiwaan, kemasyarakatan, dan kegerejaan di Italia pada pertengahan abad XIV.
Sebelum gereja mempunyai peran penting dalam pemerintahan, golongan ksatria hidup
dalam kemewahan, kemegahan, keperkasaan dan kemasyuran. Namun, ketika dominasi
gereja mulai berpengaruh maka hal seperti itu tidak mereka peroleh sehingga timbullah
semangat renaissance.
Menurut Ernst Gombrich munculnya renaissance sebagai suatu gerak kembali di
dalam seni, artinya bahwa renaissance tidak dipengaruhi oleh ide-ide baru. Misalnya, gerakan
Pra-Raphaelite atau Fauvist merupakan gerakan kesederhanaan primitif setelah kekayaan
gaya Gotik Internasional yang penuh hiasan.
Menurut Prancis Michel De Certeau renaissance muncul karena bubarnya jaringanjaringan sosial lama dan pertumbuhan elite baru yang terspesialisasi sehingga gereja berusaha
untuk kembali mendesak kendali dan manyatukan kembali masyarakat lewat pemakaian
berbagai teknik visual-dengan cara-cara mengadakan pameran untuk mengilhami
kepercayaan, khotbah-khotbah bertarget dengan menggunakan citra-citra dan teladan-teladan
dan sebagainya yang diambil dari pemikiran budaya klasik sehingga dapat mempersatukan
kembali gereja yang terpecah-belah akibat skisma (perang agama).
Renaissance muncul dari timbulnya kota-kota dagang yang makmur akibat
perdagangan mengubah perasaan pesimistis (zaman Abad Pertengahan) menjadi optimistis.
Hal ini juga menyebabkan dihapuskannya system stratifikasi sosial masyarakat agraris yang
feodalistik. Maka kebebasan untuk melepaskan diri dari ikatan feodal menjadi masyarakat
yang bebas. Termasuk kebebasan untuk melepaskan diri dari ikatan agama sehingga
menemukan dirinya sendiri dan menjadi focus kemajuan. Antroposentrisme menjadi
pandangan hidup dengan humanisme menjadi pegangan sehari-hari. Selain itu adanya
dukungan dari keluarga saudagar kaya semakin menggelorakan semangat Renaissance
sehingga menyebar ke seluruh Italia dan Eropa.
II.
III.
Karakteristik Renaissance
Renaissance merupakan titik awal dari sebuah peradaban modern di Eropa. Essensi
dari semangat Renaissance salah satunya adalah pandangan manusia bukan hanya
memikirkan nasib di akhirat seperti semangat Abad Tengah, tetapi mereka harus memikirkan
hidupnya di dunia ini. Renaissance menjadikan manusia lahir ke dunia untuk mengolah,
menyempurnakan dan menikmati dunia ini baru setelah itu menengadah ke surga. Nasib
manusia di tangan manusia, penderitaan, kesengsaraan dan kenistaan di dunia bukanlah takdir
Allah melainkan suatu keadaan yang dapat diperbaiki dan diatasi oleh kekuatan manusia
dengan akal budi, otonomi dan bakat-baktnya. Manusia bukan budak melainkan majikan atas
dirinya. Inilah semangat humanis, semangat manusia baru yang oleh Cicero dikatakan dapat
dipelajari melalui bidang sastra, filsafat, retorika, sejarah dan hukum.
Dengan semakin kuatnya Renaissance sekularisasi berjalan makin kuat. Hal ini
menyebabkan agama semakin diremehkan bahkan kadang digunakan untuk kepentingan
sekulerisasi itu sendiri. Semboyan mereka religion was not highest expression of human
values. Bahkan salah seorang yang dilukiskan sebagai manusia ideal renaissance Leon
Batista Alberti (1404-1472), secara tegas berani mengatakan Man can do all things if they
will. Renaissance mengajarkan kepada manusia untuk memanfaatkan kemampuan dan
pengetahuannya bagi pelayanan kepada sesama. Manusia hendaknya menjalani kehidupan
secara aktif memikirkan kepentingan umum bukan hidup bersenang-senang dalam belenggu
moral dan ilmu pengetahuan di menara gading. Manusia harus berperan aktif dalam
kehidupan, bukan sifat pasif seraya pasrah pada takdir. Namun, manusia menjadi pusat segala
hal dalam kehidupan atau Antoposentrisme.
Manusia renaissance harus berani memuji dirinya sendiri, mengutamakan
kemampuannya dalam berfikir dan bertindak secara bertanggung jawab, menghasilkan karya
seni dan mengarahkan nasibnya kepada sesama. Keinginan manusia untuk menonjolkan diri
baik dari keindahan jasmani maupun kemampuan intelektual-intelektualnya. Keinginannya
itu dituangkan dalam berbagai karya seni sastra, seni lukis, seni pahat, seni music dan lainlain. Ekspresi daya kemampuan manusia terus berkembang sampai saat ini sehingga di zaman
modern ini pun tidak ada lagi segi kehidupan manusia yang tidak ditonjolkan.
Sesudah mengalami masa kebudayaan tradisional yang sepenuhnya diwarnai oleh
ajaran kristiani.Namun, orang-orang kini mencari orientasi dan inspirasi baru sebagai
alternatif bagi kebudayaan Yunani-Romawi sebagai satu-satunya kebudayaan lain yang
mereka kenal dengan baik.Kebudayaan klasik ini juga dipuja dan dijadikan model serta dasar
bagi seluruh peradaban manusia.
Kebudayaan Yunanni-Romawi adalah kebudayaan yang menempatkan manusia
sebagai subjek utama Filsafat Yunani, misalnya menampilkan manusia sebagai makhluk yang
berpikir terus-menerus memahami lingkungan alamnya dan juga menentukan prinsip-prinsip
bagi tindakannya sendiri demi mencapai kebahagiaan hidup (eudaimonia). Kesustraan
Yunani, misalnya kisah tentang Odisei karya penyair Yunani Kuno, Homerus, menceritakan
tentang keberanian manusia menjelajahi suatu dunia yang penuh dengan tantangan dan
pengalaman baru.Arsitektur ala Yunani-Romawi mencerminkan kemampuan manusia dalam
menciptakan harmoni dari aturan hukum, kekuatan, dan keindahan.
Selain itu, kemampuan bangsa Romawi dalam bidang tehnik dan kemampuan
berorganisasi pantas mendapatkan acungan jempol.Semua ini jelas menunjukkan bahwa
kebudayaan Yunani-Romawi memberikan tempat utama bagi manusia dalam kosmos.Suatu
pandangan yang biasa disebut dengan ''Humanisme Klasik''
di Erfurt. Bisa dibayangkan betapa marah ayahnya kepada Martin, karena ayahnya
menginginkan ia menyelesaikan studi hukumnya.
Peran atau Pergumulan Luther untuk mendapatkan kedamaian bersama Allah
Biarawan muda Martin Luther sepenuhnya mengabdikan dirinya pada kehidupan
biara, berusaha melakukan segala perbuatan baik untuk menyenangkan Allah dan melayani
orang lain melalui doa-doa untuk jiwa-jiwa mereka. Ia mengabdikan diri dengan puasa,
menyiksa diri, berdoa selama berjam-jam, melakukan ziarah, dan terus-menerus melakukan
pengakuan dosa. Semakin ia berusaha untuk Allah tampaknya ia semakin sadar akan
keberadaannya yang penuh dengan dosa.
Johann von Staupitz, atasan Luther, menyimpulkan bahwa orang muda ini
membutuhkan lebih banyak pekerjaan untuk mengalihkannya dari rasa kuatirnya yang
berlebihan. Ia memerintahkan biarawan itu untuk mengembangkan kariernya sebagai
akademisi. Pada 1507 Luther ditahbiskan menjadi imam. Pada 1508 ia mulai mengajar
teologi di Universitas Wittenberg. Luther mendapatkan gelar sarjananya dalam Studi Alkitab
pada 9 Maret1508, dan gelar sarjananya dalam Sentences karya Petrus Lombardus (buku ajar
teologi yang terutama pada Zaman Pertengahan), pada 1509. Pada 9 Oktober1512, Martin
Luther menerima gelar Doktor Teologinya dan pada 21 Oktober1521, ia "diterima menjadi
anggota senat dosen teologi" dan diangkat menjadi Doktor dalam Kitab Suci.
Perannya dalam Meluncurkan Teologi Luther tentang anugerah
Disiplin yang sangat ketat untuk mendapatkan gelar-gelar akademik dan mempersiapkan
kuliah-kuliah, mendorong Martin Luther untuk mempelajari Kitab Suci secara mendalam.
Karena terpengaruh oleh seruan Humanismead fontes ("kembali ke sumbernya"), Luther
menenggelamkan dirinya dalam mempelajari Alkitab dan Gereja perdana. Dengan segera
istilah-istilah seperti penyesalan dan pembenaran mendapatkan makna yang baru bagi Luther.
Ia menjadi yakin bahwa Gereja telah keliru dalam beberapa kebenaran sentral dari
Kekristenan yang diajarkan dalam Kitab Suci -- yang terpenting di antaranya adalah doktrin
tentang pembenaran oleh iman semata. Luther mulai mengajarkan bahwa keselamatan
sepenuhnya adalah pemberian dari anugerah Allah melalui Kristus yang diterima oleh iman.
Belakangan, Luther mendefinisikan dan memperkenalkan kembali prinsip tentang
pembedaan yang semestinya antara Hukum Taurat dan Injil yang mendasari teologinya
tentang anugerah. Secara keseluruhan, Luther percaya bahwa prinsip penafsiran ini
merupakan titik awal yang penting dalam mempelajari Kitab Suci. Luther melihat kegagalan
untuk membedakan Hukum Taurat dan Injil yang semestinya sebagai sumber penghalam
InjilYesus di Gereja pada masanya, yang pada gilirannya menyebabkan munculnya berbagai
kesalahan teologis yang dasariah.
Pelayanan dan Pertikaian indulgensia
Selain tugas-tugasnya sebagai seorang profesor, Martin Luther melayani sebagai
pengkhotbah dan penerima pengakuan dosa di Gereja Kastil, "fondasi" dari Frederick yang
Bijak, Pemilih dari Saxony. Gereja ini dinamai "Semua orang Suci" karena di sinilah
disimpan koleksi relikui sucinya. Gereja ini berfungsi sebagai biara Augustinian dan
universitas. Dalam melakukan tugas-tugas inilah pastor muda itu diperhadapkan dengan
berbagai akibat yang timbul ketika orang biasa harus mendapatkan indulgensia.
1953: Martin Luther, film teater, dengan Niall MacGinnis sebagai Luther; disutradarai
Irving Pichel. Mendapat nominasi Academy Award untuk film hitam-putih dan arahan
seni/setting. Diedarkan kembali pada 2002 dalam DVD dengan 4 bahasa.
1974: Luther, film teater (MPAA peringkat: PG), dengan Stacy Keach sebagai Luther.
1983: Martin Luther: Heretic, program TV dengan Jonathan Pryce sebagai Luther,
disutradarai oleh Norman Stone.
1983: Martin Luther: An Eye on Augsburg, film yang didanai oleh Distrik Illinois
Utara dari LCMS dengan Pdt. Robert Clausen sebagai Luther.
2001: Opening the Door to Luther, travelog dengan tuan rumah Rick Steves.
Disponsori oleh ELCA.
2002: Martin Luther, film sejarah dari Lion TV/PBS seri Empires, dengan Timothy
West sebagai Luther, narasi oleh Liam Neeson dan sutradara oleh Cassian Harrison.
2003: Luther, (peringkat MPAA: PG-13), dengan Joseph Fiennes sebagai Luther dan
disutradarai oleh Eric Till. Didanai sebagian oleh kelompok Lutheran Amerika dan
Jerman.
YOHANES CALVIN
Yohanes Calvin (bahasa Inggris: John Calvin; bahasa Perancis: Jean Calvin, nama lahir:
Jehan Cauvin (Jean Chauvin); lahir di Noyon, Picardie, Kerajaan Perancis, 10
Juli1509 meninggal di Jenewa, Swiss, 27 Mei1564 pada umur 54 tahun) adalah
teologKristen terkemuka pada masa Reformasi Protestan yang berasal dari Perancis.
Namanya kini dikenal dalam kaitan dengan sistem teologi Kristen yang disebut Calvinisme
(Kalvinisme). Ia dilahirkan dengan nama Jean Chauvin (atau Cauvin) di Noyon, Picardie,
Perancis, dari Grard Cauvin dan Jeanne Lefranc. Bahasa Perancis adalah bahasa ibunya.
Calvin berasal dari versi Latin namanya, Calvinus.
Biografi
Yohanes Calvin adalah anak tertua dari 4 putra yang selamat melewati masa bayi dari
orang tuanya. Ayahnya, Grard Cauvin, mempunyai karir yang bagus sebagai notaris katedral
dan registrar untuk pengadilan eklesiastikal/gerejawi. Ayahnya ini meninggal setelah
menderita kanker testikular selama 2 tahun. Ibunya, Jeanne le Franc, adalah putri pemilik
penginapan dari Cambrai. Ibunya meninggal beberapa tahun setelah kelahiran Calvin karena
sakit payudara (bukan kanker payudara). Grard mengharapkan tiga putranya Charles,
Jean, dan Antoine kelak akan menjadi pendeta. Masa kecil Yohanes Calvin seringkali
dihubungkan dengan Charles de Hangest, salah seorang dari Dua Belas bangsawan tertinggi
di Perancis (twelve Peers of France) yang memerintah di Noyon (tempat Calvin dilahirkan).[1]
Calvin dikenal memiliki hubungan yang dekat dengan beberapa anggota keluarga Hangest. [1]
Kedekatan ini menjadi alasan mengapa Calvin memiliki sikap dan pembawaan selayaknya
seorang aristokrat.[1]
Calvin cepat dewasa melampaui waktunya; pada usia 12 tahun, ia dipekerjakan oleh
uskup setempat sebagai jurutulis (clerk) dan menerima tonsure, yaitu pencukuran rambut di
ubun-ubun sebagai tanda dedikasi kepada gereja. Ia juga mendapatkan perlindungan
(patronage) dari keluarga Montmors yang berpengaruh.[2] Berkat bantuan mereka, Calvin
dapat kuliah di Collge de la Marche, Paris, di mana ia mempelajari bahasa Latin dari salah
satu guru terbaik, Mathurin Cordier.[3] Segera setelah menyelesaikan kuliahnya, ia kuliah di
Collge de Montaigu dalam bidang filsafat.[4]
Dalam usia 14 tahun, tepatnya pada tahun 1523, ayah Calvin yang berprofesi sebagai
seorang pengacara, mengirimnya ke Universitas Paris untuk belajar humaniora dan hukum.[5]
Konon, Calvin berangkat ke Perancis bersama dengan tiga pemuda dari keluarga Hangst.
Pada tahun 1532, ia telah menjadi Doktor Hukum di Orlans. Terbitannya yang pertama
adalah sebuah edisi dari buku karya filsufRomawi Seneca, De clementia, yang diberikannya
komentar yang mendalam.
Pada 1536 ia menetap di Jenewa, ketika ia dihentikan dalam perjalannya ke Basel, oleh
bujukan pribadi dari William Farel, seorang reformator. Ia menjadi pendeta di Strasbourg dari
1538-1541, lalu kembali ke Jenewa. Ia tinggal di sana hingga kematiannya pada 1564.
Yohanes Calvin berniat menikah untuk menunjukkan sikap positifnya terhadap
pernikahan daripada kehidupan selibat. Ia meminta teman-temannya menolongnya
mencarikan seorang perempuan yang "sederhana, taat, tidak sombong, tidak boros, sabar, dan
bisa merawat kesehatan saya." Pada 1539 ia menikah dengan Idelette de Bure, janda
seseorang yang dulunya anggota Anabaptis di Strasbourg. Idelette mempunyai seorang anak
laki-laki dan perempuan dari almarhum suaminya. Namun hanya anak perempuannya yang
pindah bersamanya ke Jenewa. Pada 1542, suami-istri Calvin mendapatkan seorang anak
laki-laki yang dua minggu kemudian meninggal dunia. Idelette Calvin meninggal pada 1549.
Calvin menulis bahwa istrinya telah banyak menolong dalam pelayanan gerejanya, tidak
pernah menghalangi, tidak pernah menyusahkannya dengan urusan anak-anaknya dan berjiwa
besar.
Calvin menerbitkan beberapa revisi dari Institutio (Institusi Agama Kristen), sebuah karya
yang menjadi dasar dalam teologiKristen yang masih dibaca hingga sekarang. Tulisan ini
dibuatnya dalam bahasa Latin pada 1536 (pada usia 26 tahun) dan kemudian dalam bahasa
ibunya, bahasa Perancis, pada 1541, dan edisi finalnya masing-masing muncul pada tahun
1559 dan 1560.
Ia juga banyak menulis tafsiran tentang kitab-kitab di dalam Alkitab. Untuk Perjanjian
Lama, ia menerbitkan tafsiran tentang semua kitab kecuali kitab-kitab sejarah setelah Kitab
Yosua, meskipun ia menerbitkan khotbah-khotbahnya berdasarkan Kitab 1 Samuel dan sastra
Hikmat kecuali Mazmur. Untuk Perjanjian Baru, ia melewatkan Surat 2 Yohanes dan Surat 3
Yohanes serta Kitab Wahyu. Sebagian orang mengatakan bahwa Calvin mempertanyakan
kanonisitas Kitab Wahyu, tetapi ia mengutipnya dalam tulisan-tulisannya yang lain dan
mengakui otoritasnya, sehingga teori itu diragukan. Tafsiran-tafsiran ini pun ternyata tetap
berharga bagi para peneliti Alkitab, dan setelah lebih dari 400 tahun masih terus diterbitkan.
Dalam jilid ke-8 dari Sejarah Gereja Kristen karya Philip Schaff, sang sejarahwan
mengutip teolog BelandaJacobus Arminius (Arminianisme, sebuah gerakan anti-Calvinis,
dinamai sesuai dengan nama Arminius), sehubungan dengan nilai tulisan-tulisan Calvin:
Selain mempelajari Alkitab yang sangat saya anjurkan, saya mengimbau murid-murid
saya untuk memanfaatkan Tafsiran-tafsiran Calvin, yang saya puji jauh melebihi Helmich
(seorang tokoh gereja Belanda, 1551-1608); karena saya bahwa ia sungguh tidak tertandingi
dalam penafsiran Kitab Suci, dan bahwa tafsiran-tafsirannya harus jauh lebih dihargai
daripada semua yang telah diwariskan kepada kita oleh khazanah para Bapak Gereja;
sehingga saya mengakui bahwa ia memiliki jauh dari kebanyakan orang lain, atau lebih
tepatnya, jauh melampaui semua orang, apa yang dapat disebut semangat nubuat yang
menonjol. Institutio-nya harus dipelajari setelah Katekismus Heidelberg, karena
mengandung penjelasan yang lebih lengkap, namun, seperti tulisan-tulisan semua orang,
juga mengandung prasangka.
.
Penyebaran Calvinisme
Sebagaimana praktik Calvin di Jenewa, terbitan-terbitannya menyebarkan gagasangagasannya tentang bagaimana Gereja Reformasi yang benar itu ke banyak bagian Eropa.
Calvinisme menjadi sistem teologi dari mayoritas Gereja Kristen di Skotlandia, Belanda, dan
bagian-bagian tertentu dari Jerman dan berpengaruh di Perancis, Hongaria (khususnya di
Transilvania dan Polandia.
Kebanyakan kolonis di daerah Atlantik Tengah dan New England di Amerika adalah
Calvinis, termasuk kaum Puritan dan para kolonis di New Amsterdam (New York). Para
kolonis Calvinis Belanda juga merupakan kolonis Eropa pertama yang berhasil di Afrika
Selatan pada awal abad ke-17, dan menjadi apa yang dikenal sebagai orang Boer atau
Afrikaner.
Sebagian besar wilayah Sierra Leone dihuni oleh para kolonis Calvinis dari Nova Scotia,
yang pada umumnya adalah kaum loyalis kulit hitam, yaitu orang-orang kulit hitam yang
berperang untuk Britania Raya pada masa Perang Kemerdekaan Amerika.
Sebagian dari gereja-gereja Calvinis yang paling besar dimulai oleh para misionarisabad
ke-19 dan abad ke-20, khususnya di Indonesia, Korea dan Nigeria.
Riba dan kapitalisme
Sebuah aliran pemikiran telah lama menganggap Calvinisme merupakan revolusi
terhadap sikap bermusuhan Abad Pertengahan terhadap riba, dan, secara tidak langsung,
keuntungan. Hal ini ikut mempersiapkan berkembangnya kapitalisme di Eropa utara.
Hubungan ini dikemukakan dalam karya-karya berpengaruh dari R.H. Tawney dan Max
Weber.
Calvin mengungkapkan pikirannya tentang riba dalam sebuah suratnya kepada seorang
teman, Oecolampadius. Dalam surat ini, ia mengecam penggunaan ayat-ayat Alkitab tertentu
oleh orang-orang yang menentang pemberlakuan bunga uang. Calvin menafsirkan kembali
ayat-ayat tersebut dan mengatakan bahwa ayat-ayat yang lainnya sudah tidak relevan lagi
mengingat kondisi-kondisi yang telah berubah.
Calvin juga menolak argumen (yang didasarkan pada tulisan-tulisan Aristoteles) bahwa
mengambil bunga uang adalah keliru, karena uang sendiri itu mandul. Ia mengatakan bahwa
dinding dan atap rumah pun mandul, tetapi orang diizinkan meminta bayaran dari seseorang
yang menggunakannya. Dalam cara yang sama, uang pun dapat dimanfaatkan.
Namun demikian, Calvin juga berkata bahwa uang harus dipinjamkan kepada orang-orang
yang sangat membutuhkannya, tanpa harus mengharapkan bunga.
IV.
NICCOL MACHIAVELLI
Firenze (1520), Sommario delle cose della citta di Lucca (1520), Vita di castruccio Castracani
da Lucca (1520), Istorie fiorentine (1520-1525), dan Frammenti storici (1525).
Karya-karya Machiavelli mengakibatkan banyak pihak yang menempatkannya sebagai
salah satu pemikir brilian pada masa renaissance, sekaligus figur yang sedikit tragis.
Pemikiran Machiavelli berkembang luas pada abad ke-16 dan ke-17 sehingga namanya selalu
diasosiasikan penuh liku-liku, kejam, serta dipenuhi keinginan rasional yang destruktif. Tidak
ada pemikir yang selalu disalahpahami dari pada Machiavelli. Kesalahpahaman tersebut
terutama bersumber pada karyanya yang berjudul The Prince yang memberikan metode untuk
mendapatkan dan mengamankan kekuasaan politik. Selain itu, juga terdapat karya lain yang
banyak menjadi rujukan yaitu Discourses on the Ten Books of Titus Livy.
Terdapat tiga pandangan berbeda terhadap Machiavelli dilihat dari karya-karyanya.
Pandangan pertama, menyatakan bahwa Machiavelli adalah pengajar kejahatan atau paling
tidak mengajarkan immoralism dan amoralism. Pandangan ini dikemukakan oleh Leo Strauss
(1957) karena melihat ajaran Machiavelli menghindar dari nilai keadilan, kasih sayang,
kearifan, serta cinta, dan lebih cenderung mengajarkan kekejaman, kekerasan, ketakutan, dan
penindasan.
Pandangan kedua, merupakan aliran yang lebih moderat dipelopori oleh Benedetto Croce
(1925) yang melihat Machiavelli sekadar seorang realis atau pragmatis yang melihat tidak
digunakannya etika dalam politik. Padangan ketiga yang dipelopori oleh Ernst Cassirer
(1946), yang memahami pemikiran Machiavelli sebagai sesuatu yang ilmiah dan cara berpikir
seorang scientist. Dapat disebutkan sebagai Galileo of politics dalam membedakan antara
fakta politik dan nilai moral (between the facts of political life and the values of moral
judgment).
Inovasi Machiavelli dalam buku Discourses on Livy dan The Prince adalah
memisahkan teori politik dari etika. Hal itu bertolakbelakang dengan tradisi barat yang
mempelajari teori politik dan kebijakan sangat erat kaitannya dengan etika seperti pemikiran
Aristoteles yang mendefinisikan politik sebagai perluasan dari etika. Dalam pandangan barat,
politik kemudian dipahami dalam kerangka benar dan salah, adil dan tidak adil. Ukuranukuran moral digunakan untuk mengevaluasi tindakan manusia di lapangan politik. Saat itu,
Machiavelli telah menggunakan istilah la stato, yang berasal dari istilah latin status, yang
menunjuk pada ada dan berjalannya kekuasaan dalam arti yang memaksa, tidak
menggunakan istilah dominium yang lebih menunjuk pada kekuasaan privat.
Buku-buku abad pertengahan memberikan kepercayaan bahwa penggunaan
kekuasaan politik hanya dibenarkan jika dimiliki oleh orang-orang yang memiliki karakter
memenuhi nilai-nilai luhur. Jika pemegang kekuasaan menginginkan kedamaian dan tetap
menduduki jabatannya, harus bertindak sesuai dengan standar kebaikan dan etika. Mereka
hanya akan dipatuhi sepanjang menunjukkan pemenuhan nilai-nilai moral.
Adalah Machiavelli yang pertama kali mendiskusikan fenomena sosial politik tanpa
merujuk pada sumber-sumber etis ataupun hukum. Inilah pendekatan pertama yang bersifat
murni scientific terhadap politik. Bagi Machiavelli, politik hanya berkaitan dengan satu hal
semata, yaitu memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Hal lainnya, seperti agama dan
moralitas, yang selama ini dikaitkan dengan politik sesungguhnya tidak memiliki hubungan
mendasar dengan politik, kecuali bahwa agama dan moral tersebut membantu untuk
mendapat dan mempertahankan politik. Keahlian yang dibutuhkan untuk mendapat dan
melestarikan kekuasaan adalah perhitungan. Seorang politikus mengetahui dengan benar apa
yang harus dilakukan atau apa yang harus dikatakan dalam setiap situasi.
Machiavelli mengakui bahwa hukum yang baik dan tentara yang baik merupakan
dasar bagi suatu tatatan sistem politik yang baik. Namun karena paksaan dapat menciptakan
legalitas, maka dia menitikberatkan perhatian pada paksaan. Karena tidak akan ada hukum
yang baik tanpa senjata yang baik, maka Machiavelli hanya akan membicarakan masalah
senjata. Dengan kata lain, hukum secara keseluruhan bersandar pada ancaman kekuatan yang
memaksa. Otoritas merupakan hal yang tidak mungkin jika terlepas dari kekuasaan untuk
memaksa. Oleh karena itu, Machiavelli menyimpulkan bahwa ketakutan selalu tepat
digunakan, seperti halnya kekerasan yang secara efektif dapat mengontrol legalitas.
Seseorang akan patuh hanya karena takut terhadap suatu konsekuensi, baik kehilangan
kehidupan atau kepemilikan. Argumentasi Machiavelli dimaksudkan untuk menunjukkan
bahwa politik secara keseluruhan dapat didefinisikan sebagai supremasi kekuasaan memaksa.
Otoritas adalah suatu hak untuk memerintah.
Daftar Pustaka
www.wikipedia.com/sejarah renaissance.html
www.http://bangudin22.blogspot.com/2013/03/sejarah-dunia-renaissance.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Martin_Luther
http://id.wikipedia.org/wiki/yohanes Calvin
http://id.wikipedia.org/wiki/Niccol%C3%B2_Machiavelli
Tanggal Pembuatan
Sabtu , 31 mei 2013