Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH HARI KEBANGKITAN NASIONAL

Kebangkitan Nasional Indonesia adalah periode pada paruh pertama abad


ke-20 di Nusantara (kini Indonesia), ketika rakyat Indonesia mulai menumbuhkan
rasa kesadaran nasional sebagai "orang Indonesia". Masa ini ditandai dengan dua
peristiwa penting yaitu berdirinya Budi Utomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah
Pemuda (28 Oktober 1928).
Untuk mengejar keuntungan ekonomi dan menguasai administrasi
wilayah, Belanda menerapkan sistem pemerintahan kolonial pada orang-orang yang
sebelumnya tidak memiliki kesamaan identitas politik. Pada awal abad ke-20,
Belanda menetapkan batas-batas teritorial di Hindia Belanda, yang menjadi cikal
bakal Indonesia modern.
Pada paruh pertama abad ke-20, muncul sejumlah organisasi kepemimpinan
yang baru. Melalui kebijakan Politik Etis, Belanda membantu menciptakan
sekelompok orang Indonesia yang terpelajar. Perubahan yang mendalam pada
orang-orang Indonesia ini sering disebut sebagai "Kebangkitan Nasional Indonesia".
Peristiwa ini dibarengi dengan peningkatan aktivitas politik hingga mencapai
puncaknya pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.
Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada tanggal 20 Mei ditiap tahunnya,
sebenarnya merupakan hari lahirnya organisasi Boedi Utomo. Kebangkitan Nasional
yang merupakan kebangkitan bangsa Indonesia yang mulai memiliki rasa kesadaran
nasional ditandai dengan berdirinya Boedi Utomo tanggal 20 Mei 1908 dan lahirnya
Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
Faktor Pendorong
Secara garis besar, faktor pendorong kebangkitan nasional terbagi menjadi dua,
yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor internal yakni (1) penderitaan yang
berkepanjangan akibat penjajahan; (2) kenangan kejayaan masa lalu, seperti pada
masa Kerajaan Sriwijaya atau Majapahit; dan (3) munculnya kaum intelektual yang
menjadi pemimpin gerakan. Sedangkan faktor eksternalnya yakni (1) timbulnya
paham-paham baru di Eropa dan Amerika seperti nasionalisme, liberalisme,
dan sosialisme; (2) munculnya gerakan kebangkitan nasional di Asia seperti Turki
Muda, Kongres Nasional India, dan Gandhisme; dan (3) kemenangan Jepang atas
Rusia pada perang Jepang-Rusia yang menyadarkan negara-negara di Asia untuk
melawan negara barat.
Pendidikan
Pada awal abad ke-20, orang Indonesia yang mengenyam pendidikan tingkat
menengah hampir tidak ada dan sejak saat itu, Politik Etis memungkinkan perluasan
kesempatan pendidikan menengah bagi penduduk asli Indonesia. Pada tahun 1925,
fokus pemerintah kolonial bergeser ke penyediaan pendidikan kejuruan dasar
selama tiga tahun.
Pada tahun 1940, lebih dari 2 juta siswa telah bersekolah sehingga tingkat melek
huruf meningkat menjadi 6,3 persen yang tercatat dalam sensus tahun 1930.
Pendidikan menengah Belanda membuka cakrawala dan peluang baru, dan sangat
diminati oleh orang-orang Indonesia.
Pada tahun 1940, antara 65.000 hingga 80.000 siswa Indonesia bersekolah di
sekolah dasar Belanda atau sekolah dasar yang didukung Belanda, atau setara
dengan 1 persen dari kelompok usia yang sesuai. Di sekitar waktu yang sama, ada
7.000 siswa Indonesia di sekolah menengah menengah Belanda. Sebagian besar
siswa sekolah menengah bersekolah di MULO.
Meskipun jumlah siswa yang terdaftar relatif sedikit dibandingkan dengan total
kelompok usia sekolah, pendidikan menengah Belanda memiliki kualitas tinggi dan
sejak tahun 1920-an mulai menghasilkan elit Indonesia terdidik yang baru.
Nasionalisme Indonesia
Penerapan Politik Etis pada bidang pendidikan tidak memberikan kesempatan
pendidikan yang luas kepada penduduk Hindia Belanda, tetapi hanya memberikan
pendidikan Belanda untuk anak-anak elit pribumi. Sebagian besar pendidikan
dimaksudkan untuk menyediakan tenaga kerja klerikal untuk birokrasi kolonial yang
sedang tumbuh. Meskipun demikian, pendidikan Barat membawa serta ide-ide
politik Barat tentang kebebasan dan demokrasi. Selama dekade 1920-an dan 30-
an, kelompok elit hasil pendidikan ini mulai menyuarakan kebangkitan anti-
kolonialisme dan kesadaran nasional.
Pada periode ini, partai politik Indonesia mulai bermunculan. Berdirinya Budi
Utomo pada 20 Mei 1908 oleh Dr. Soetomo dinilai sebagai awal gerakan untuk
mencapai kemerdekaan Indonesia. Tanggal berdirinya Budi Utomo diperingati
sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Namun, penetapan waktu tersebut masih
mengundang diskusi yang menimbulkan polemik. Dasar pemilihan Budi Utomo
sebagai pelopor kebangkitan nasional dipertanyakan lantaran keanggotaan Budi
Utomo masih sebatas etnis dan teritorial Jawa. Kebangkitan nasional dianggap
lebih terwakili oleh Sarekat Islam, yang mempunyai anggota di seluruh Hindia
Belanda.
Pada tahun 1912, Ernest Douwes Dekker bersama Cipto
Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat mendirikan Indische Partij (Partai
Hindia). Pada tahun itu juga, Sarekat Dagang Islam yang didirikan Haji
Samanhudi bertransformasi dari koperasi pedagang batik menjadi organisasi
politik.[10] Selain itu, KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, organisasi
yang bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Pada November 1913, Suwardi Suryaningrat membentuk Komite Boemi Poetera.
Komite tersebut melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud
merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjahan Prancis, tetapi
dengan pesta perayaan yang biayanya berasal dari negeri jajahannya. Ia pun
menulis "Als ik eens Nederlander was" ("Seandainya aku seorang Belanda") yang
dimuat dalam surat kabar de Expresm milik Douwes Dekker. Karena tulisan inilah
Suwardi Suryaningrat dihukum buang oleh pemerintah kolonial Belanda.
Sementara itu, Partai Komunis Indonesia (PKI), yang dibentuk pada tahun 1920,
adalah partai yang memperjuangkan kemerdekaan yang sepenuhnya diinspirasi
oleh politik Eropa. Pada tahun 1926, PKI mencoba melakukan revolusi melalui
pemberontakan yang membuat panik Belanda, yang kemudian menangkap dan
mengasingkan ribuan kaum komunis sehingga secara efektif menetralkan PKI
selama sisa masa pendudukan Belanda.
Pada 4 Juli 1927, Sukarno dan Algemeene Studieclub memprakarsai berdirinya
Perserikatan Nasional Indonesia sebagai partai politik baru. Pada Mei 1928, nama
partai ini diubah menjadi Partai Nasional Indonesia. Menurut sejarawan M.C.
Ricklefs, ini merupakan partai politik penting pertama yang beranggotakan etnis
Indonesia, semata-mata mencita-citakan kemerdekaan politik.
Pada tanggal 28 Oktober 1928, Kongres Pemuda mendeklarasikan Sumpah
Pemuda, yang menetapkan tujuan nasionalis: "satu tumpah darah — Indonesia,
satu bangsa — Indonesia, dan satu bahasa — Indonesia".
Represi terhadap nasionalisme Indonesia  
Kebebasan politik di bawah Belanda cukup dibatasi. Walaupun tujuan Belanda
untuk "membudayakan" dan "memodernisasi" masyarakat Hindia Belanda
terkadang memberi toleransi terhadap organisasi dan publikasi media dari orang
Indonesia asli, Belanda juga sangat membatasi konten dari aktivitas-aktivitas ini.
Seperti terhadap banyak pemimpin sebelumnya, pemerintah Belanda menangkap
Sukarno pada tahun 1929 serta melarang PNI. Pemerintah kolonial Belanda
menekan banyak organisasi berbasis nasionalisme dan memenjarakan sejumlah
pemimpin politik. Meskipun Belanda tidak dapat sepenuhnya membungkam suara-
suara lokal yang menuntut perubahan, mereka berhasil mencegah agitasi secara
luas. Walaupun sentimen nasionalisme tetap tinggi pada tahun 1930-an, gerakan-
gerakan nyata untuk memperjuangkan kemerdekaan tetap tertahan. Pada
akhirnya, Perang Dunia II membuat berbagai perubahan dramatis pada kekuatan
politik dunia yang juga memengaruhi Hindia Belanda.
Berakhirnya pemerintahan kolonial  
Seiring dengan Perang Dunia II, nasib politik Hindia Belanda menjadi tidak jelas.
 
Sebagai penguasa, Belanda mendapati negara mereka diduduki oleh Jerman
Nazi pada Mei 1940. Dengan didudukinya negara mereka oleh pihak asing,
Belanda berada dalam posisi yang lemah untuk mempertahankan kekuasaan
mereka di Hindia Belanda. Namun, pemerintah kolonial bertekad untuk melanjutkan
kekuasaannya atas Nusantara.
Pada awal 1942, Kekaisaran Jepang menginvasi Hindia Belanda. Belanda hanya
memiliki sedikit kemampuan untuk mempertahankan koloninya dari tentara
Kekaisaran Jepang dan pasukan Belanda dikalahkan dalam waktu sebulan—yang
mengakhiri kekuasaan kolonial Belanda di Nusantara. Masa pendudukan Jepang di
Nusantara selama tiga tahun berikutnya membawa begitu banyak perubahan
sehingga Revolusi Nasional Indonesia dimungkinkan.
Setelah Jepang menyerah kepada Blok Sekutu pada tahun 1945, Belanda
berusaha untuk melanjutkan kendali kolonial mereka atas Hindia Belanda. Untuk
tujuan ini, Belanda memperoleh dukungan militer dari Inggris sehingga terjadi
pertempuran berdarah di Jawa untuk memulihkan kekuasaan Belanda. Meskipun
mengalami kerugian besar, kaum nasionalis Indonesia tidak bisa dihalangi. Pada
tahun 1945, gagasan tentang "Indonesia" tampaknya tidak dapat ditolak.
Peringatan  
Sejak 1959, tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional,
disingkat Harkitnas, yaitu hari nasional yang bukan hari libur yang ditetapkan oleh
pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tanggal
16 Desember 1959 untuk memperingati peristiwa Kebangkitan Nasional Indonesia.

Perlu Diketahui dari Hari Kebangkitan Nasional


Dalam sebuah Keputusan Presiden (Keppres)
Indonesia Nomor 316  Tahun 1959 tentang
Hari-Hari Nasional yang Bukan Hari Libur,
didalamnya mencantum bahwa terdapat 6 hari
yang dianggap dan ditetapkan sebagai hari-
hari bersejarah bagi Nusa dan Bangsa
Indonesia, salah satu diantaranya yaitu Hari
Kebangkitan Nasional

Dalam penetapannya, Hari Kebangkitan Nasional diperingati pada tanggal 20 Mei.


Karena pada tanggal tersebutlah, lebih tepatnya 20 Mei 1948 yang lalu, Bapak
Soekarno sebagai Bapak Presiden yang menjabat kala itu menyampaikan pesan
serta nasehatnya kepada seluruh Rakyat Indonesia untuk terus berjuang demi
mencapai kemerdekaan yang utuh.

Dari beberapa informasi yang dihimpun, dikatakan bahwa sambutan Bapak


Soekarno di Hari Kebangkitan Nasional kala itu dibilang cukup singkat dan
dokumen ataupun kearsipan yang ada mengenai peristiwa itu cukup minim atau
bisa dikatakan tidak utuh.

Namun, jika diruntut dari beberapa peristiwa sebelumnya. Dicetusnya 20 Mei


sebagai Hari Kebangkitan Nasional dilatar belakangi oleh adanya kekhawatiran
terhadap pergerakan Kolonial Belanda yang mencoba untuk menginvansi kembali
Indonesia dengan menguasai beberapa wilayah kecil di Indonesia setelah
diproklamirkannya Kemerdekaan Indonesia.

Maka, kabinet kerja yang bertugas ketika itu bersama dengan lapisan masyarakat
termasuk organisasi-organisasi di dalamnya, mendorong Bapak Soekarno untuk
menyampaikan sambutan di tanggal 20 Mei 1948 untuk menegaskan kesungguhan
seluruh rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan negaranya.  

Di samping itu, perlu diketahui juga bahwa pada tanggal yang sama, 20 Mei juga
merupakan tanggal berdirinya salah satu organisasi modern yang ada di Indonesia
kala itu yaitu Boedi Oetomo. Ketika diadakan Hari Kebangkitan Nasional,
organisasi Boedi Oetomo tepat berumur 40 tahun sejak berdirinya pada tahun
1908.

Perlu diingat pula, seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dalam penyelenggaraanya,


Hari Kebangkitan Nasional diadakan cukup singkat dan dokumen ataupun
kearsipan yang ada yang menjelaskan peristiwa tersebut tidak utuh atau cukup
minim.

Dengan begitu, bisa dikatakan bahwa dasar dari Hari Kebangkitan Nasional
berkaitan dengan memperingatinya tanggal lahirnya organisasi Boedi Oetomo bisa
dikatakan tidak cukup kuat sepenuhnya.

Namun, adat memperingatinya Hari Kebangkitan Nasional hingga kini dihitung

Anda mungkin juga menyukai