Anda di halaman 1dari 12

Sejarah Muhammadiyah

Oleh :
Yashinta Chindy Pramesti 202110110311041
Nawang Wahyu Wulandari 202110110311045
Monica Aurerilia Fernanda 202110110311047
AIK III Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang

Abstrak
Kehidupan manusia erat dengan adanya konflik di berbagai lini kehidupan, mulai dari politik, agama,
sosial, hingga budaya. Perbedaan pola pikir, tingkat pemahaman, daya intelektualitas, keseharian, hingga
penerapan akan keyakinan yang berbeda pula disinyalir memunculkan potensi konflik internal dalam diri
umat Islam. Adanya sikap merasa keyakinannya paling benar dan dibarengi dengan fanatisme buta
membuat perpecahan dalam Islam terjadi semenjak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Manifestasi politik
dalam menduduki posisi pemimpin sepeninggalan Nabi dengan tipu daya muslihat dianggap hal yang
lumrah terjadi dan melupakan bahwa sesama umat Islam adalah saudara. Di Indonesia, penyebaran Islam
dilakukan dengan cara akulturasi dan sinkretitasi, meskipun dalam penerapannya terjadi kesalahpahaman
dalam memahami Islam yang sesungguhnya. Dari situlah memunculkan kelompok Muhammadiyah untuk
memurnikan ajaran Islam yang berpegang teguh pada nilai-nilai keislaman. Muhammadiyah didirkan oleh
KH Ahmad Dahlan di Jogjakarta pada tahun 1912. Beragam aspek kehidupan mulai dari akhlak,
mu’amalat, aqidah, dan ibadah dibenahi agar sejalan dengan visi Muhammadiyah yakni terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Berbarengan dengan visinya, Muhammadiyah memiliki misi
dalam penyebaran dan pemajuan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan
begitu bisa diharapkan akan diterapkan oleh masyarakat di kehidupan sehari-hari.

Keyword: Islam, Muhammadiyah, Konflik


I. Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Pedagang Gujarat India menentukan implikasi besar dalam masuknya Islam ke
Indonesia pada abad ke 14, yang mana saat itu Indonesia masih melekat akan kepecayaan
Animisne, Dinamisme, Hindu, dan Budha. Namun kendati pun demikian setelah
masuknya Islam ke Indonesia, paham Islam dengan mudah diterima di kalangan
masyarakat Indonesia dan memiliki pengaruh yang luar biasa.
Seiring berjalannya waktu, Indonesia pada tahun 1912 sampai ke 1945
mengalami masa penjajahan dan hal tersebut membuat munculnya berbagai pergolakan.
Pergolakan yang bermunculan mulai dari politik, pendidikan, ekonomi dan masih banyak
lagi. Pada masa pergolakan itu, banyak dari kalangan umat muslim berjuang melawan
penjajah di tanah air. Dengan dilatarbelakangi kejadian itu mengakibatkan Islam semakin
berkembang yang ditandai dengan kemunculan SDI (1905), Muhammadiyah (1912), NU
(1926), dan Persatuan Tarbiyah (1930).
Seperti yang telah dituliskan di atas, Muhammadiyah bergerak di bidang sosial,
keagamaan, dan pendidikan yang ditujukan kepada masyarakat muslim di setiap lapisan
sosial, mulai dari golongan muslim marginal sampai golongan priyayi. Kendati kondisi
yang demikian, Muhammadiyah menyederhanakan konsep kemusliman supaya mudah
diwujudkannya syariat Islam mengingat sasarannya adalah berbagai golongan
masyarakat.
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan, memiliki pola pemikiran
untuk melakukan terobosan baru kepada masyarakat Indonesia yang masih terbelenggu
dengan adat dan tradisi yang masih sangat kental. K.H. Ahmad Dahlan mengembangkan
pemikiran-pemikiran seperti yang tertuang dalam visi dan misi Muhammadiyah untuk
masyarakat. Selain itu ada berbagai factor mengenai berdirinya Muhammadiyah mulai
dari eksternal dan eks. Nah pertanyaannya disini apakah ada pengaruh mengenai visi dan
misi Muhammadiyah tersebut di era sekarang ini. Disamping itu juga apakah ada
keterikatan visi misi tersebut dengan kondisi internal dan eksternal umat Islam.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis dapat merumuskan
permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :
a. Bagaimana kondisi internal umat Islam ditinjau pada masa dulu dan sekarang?
b. Bagaimana kondisi eksternal umat Islam ditinjau pada masa dulu dan sekarang?
c. Bagaimana perwujudan visi dan misi Muhammadiyah?
d. Bagaimana profil pendiri Muhammadiyah?

II. Pembahasan
A. Kondisi Internal Umat Islam Ditinjau pada Masa Dulu dan Sekarang
Manusia dalam kesehariannya selalu berinteraksi dengan orang lain dalam berbagai
bidang kehidupan, mulai dari politik, agama, sosial hingga budaya. Muha bermula dari
adanya perbedaan pola pikir, keseharian, daya intelektualitas, keyakinan, dan sebagainya
yang dianggap normal. Menurut Aisyah, konflik normal terjadi di masyarakat, jika
konflik tidak terjadi artinya subyek dari konflik itu tidak ada. Dalam ini disebut
masyarakat.1
Menilik dari konflik umat Islam yang terjadi di Timur Tengah menunjukkan bahwa di
dalam kubu internal umat sendiri terjadi perpecahan. Mereka saling berperang,
menyerang, menjatuhkan sehingga menyebabkan umat Islam banyak yang berguguran.
Demi kekuasaan dan politik mereka rela menukar nyawa saudara-saudaranya. Menurut
Tuakia, umat Islam sudah berkonflik sejak dahulu kala, yakni muncul karena perbedaan
menyikapi ajaran islam yang bersifat furu’. Dengan begitu pemahaman dan praktik
keagamaan Islam pun menjadi berbeda. Dengan begitu, dalam tubuh umat Islam terjadi
perpecahan dan menganggap bahwa keyakinannya adalah paling benar. Mereka menjadi
fanatik dan menganggap bahwa pendapat yang tidak sesuai dengan mereka berarti kurang
tepat atau bahkan salah. 2 Di Indonesia sendiri, pernah terjadi konflik yang melibatkan
Sunni, Syi’ah, dan Wahabi. Kemunculan kaum ekstrimis radikal (ISIS) membuat konflik
internat umat Islam semakin parah dengan mereka melakukan di beberapa negara
misalnya Eropa atau negara dengan mayoritasnya beragama Islam.
Perpecahan umat Islam dimulai dari wafatnya Nabi Muhammad SAW yang mana saat
itu umat Islam butuh sosok pemimpin pengganti Nabi. Di kala itu, terdapat tiga kelompok
yang merasa berhak menempati posisi sebagai pemimpin diantaranya berasal dari kaum
Muahjirin, Bani Hasyim, dan Anshar.3 Konflik kembali terjadi pada masa pemerintahan
Usman bin Affan. Hal ini dilatar belakangi oleh anggota keluarga Usman yang sering
berada pada posisi strategis jabatan politik sehingga dianggap melakukan praktik
nepotisme oleh kaum pemberontaknya. Akibatnya, Usman meninggal dibunuh oleh
pemberontak kepemimpinannya. Setelah itu, Ali diangkat sebagai khalifah.4
Umat Islam memiliki kecenderungan keyakinan dalam memilih jalan yang benar
sesuai dengan versinya masing-masing, bahkan ketika mereka tidak paham dengan nilai-
nilai luhur yang dimiliki5. Fanatisme yang membabi buta terhadap mahzab yang dianut
berimplikasi pada keyakinan yang mereka anut dianggap paling benar dan secara
bersamaan akan menyalahkan mahzab ataupun kelompok lain. Dalam hal ini misalnya
Sunni dan Syi’ah yang suka mengklaim bahwa kelompok mereka adalah yang paling
benar menurut penganut aliran teologi Islam.6 Perselisihan yang terjadi di ranah politik-
1
Aisyah BM, S. Konflik Sosial dalam Hubungan Antar Umat Beragama: Jurnal Dakwah Tabligh. Vol. 15, No. 2.
2014
2
Tuakia, H. Integrasi Sosial Kelompok Faham Keagamaan dalam Masyarakat Islam: Salam. Vol 18, No.1. 2015
3
Jamrah, S.A. 2015. Studi Ilmu Kalam. Jakarta: Kencana
4
Azra, A. 1999. Konteks Berteologi di Indonesia. Jakarta: Paramadina
5
Yunus, F. M. Konflik Agama di Indonesia Problem dan Solusi Pemecahannya. Substansia: Jurnal Ilmu-ilmu
Ushuluddin. Vol. 16, No. 2. 2014
6
Baihaki, E. S. Konflik Internal Umat Islam Antara Warisan Sejarah dan Harapan Masa Depan. Fikrah:
Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan. Vol. 6, No. 1. 2018.
kekuasaan tersebut yang mengakibatkan terbentuknya kelompok-kelompok dihubungkan
dengan hadits predikatif bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan.7
Di Indonesia sendiri khususnya Jawa, ada dua kelompok Muslim yang sering
bersetegang satu sama lain yakni antara puritan dengan kultural. Kelompok puritan
berdedikasi untuk memurnikan ajaran Islam tanpa adanya campur tangan budaya luar.
Dengan pemikiran, keyakinan, dan dalam praktek keagaaman Islam mereka tidak mau
mencampuradukkan dengan budaya luar yang bertentangan dengan ajaran Islam, jika hal
tersebut bersatu maka ajaran Islam sudah tidak murni lagi. Misalnya, PERSIS, MTA,
Jamaah Tabligh, Jamaah Salafi, dan Muhammadiyah. Lain halnya dengan kelompok
kultural yang berpandangan bahwa ajaran Islam sudah seyogyanya diakulturasi dengan
budaya-budaya masyarakat yang ada sehingga ajaran Islam berperan sebagai media
transformasi ilmu agama. Mereka beranggapan bahwa ajaran Islam merupakan bagian
dari budaya masyarakat. Misalnya, NU dan pengikut Islam Kejawen.8
Warga yang berbabasi NU dan kelompok abangan disinyalir memiliki basis massa
yang lumayan kuat dalam mempertahankan tradiri yang dipercayainya. Untuk kalangan
muda-mudi memang sudah mulai banyak yang berfikiran maju, toleran, dan menerima
perbedaan yang ada namun di lapisan masyarakat kelas bawah biasanya mereka secara
garis keras mempertahankan tradisi keyakinan mereka tanpa kompromi.9
Sebagai umat Islam dengan adanya keragaman dalam perbendapat tentunya harus
diterima dengan sikap lapang dada. Dengan begitu toleransi akan hadir di kubu internat
umat Islam. Dalam ajaran Islam terdapat prinsip moral yang dibarengi peningkatan
keharmonisan hubungan antara anggota masyarakat, rasa persatuan yang mendasi dasar
untuk menyatukan aturan-aturang yang ada yang mana penting dalam kehidupan
bermasyarakat.10

B. Kondisi Eksternal Umat Islam Ditinjau pada Masa Dulu dan Sekarang
Dulu di Indonesia, sikap toleransi antar umat beragama belum gencar dilakukan
seperti sekarang. Agama Hindu dan Budha mengakar pada kepercayaan masyarakat
Indonesia di kehidupan sehari-hari. Bahkan di beberapa daerah agama Hindu dan Budha
menjadi agama resmi pada masa kerajaan. Disinyalir pada abad ke 13 sampai akhir abad
ke 19, Islam secara ajeg masuk di Indonesia, terutama dibawa oleh para pedagang dari
luar Indonesia saat itu. Perlu diketahui bahwa sebelum Islam masuk ke Indonesia,
sebelumnya agama Hindu dan Budha sudah tertanam kuat di hati penduduk Indonesia
sehingga ajaran Islam yang masuk rata-rata berakulturasi dengan budaya masyarakat
setempat bahkan hingga terjadi sinkretisasi kepercayaan. Budaya Hindu Budha masih ada

7
Purnama, F. F. Khawarijisme: Pergulatan Politik Sekretarian dalam Bingkai Wacana Agama. Al-A’raf: Jurnal
Pemikiran Islam dan Filsafat. Vol. 13, No. 2. 2016.
8
Koentjaraningrat.1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
9
Alfandi, M, 2013, Potensi Pemicu Konflik Internal Umat Islam: Jurnal Walilsongo, Vol. 21, No.1, 2013.
10
Harahap, S. 2011. Teologi Kerukunan. Jakarta: Prenada.
bahkan berjalan beriringan dengan budaya Islam, yang mana beberapa ajaran Islam
bertentangan dengan ajaran Hindu maupun Budha.
Salah satu bentuk sinkretisme di Jawa misalnya tampak pada kegiatan ziarah kubur.
Dalam Islam dimaknai sebagai tujuan daripada ziarah adalah untuk mendo’akan orang
yang telah meninggal dan menjadi pengingat bagi kita agar senantiasa ingat bahwa kelak
kita semua akan meninggal. Namun dalam beberapa masyarakat, kegiatan ziarah tidak
hanya digunakan sebagai sarana untuk mendo’akan orang yang telah meninggal namun
juga dijadikan sarana untuk meminta pertolongan kepada orang yang telah meninggal.
Sebagian dari mereka percaya bahwa roh-roh yang sudah mati mempunyai kekuatan
ghaib yang bisa membantu mereka di dunia ini, padahal satu-satunya Zat yang bisa
menolong kita hanyalah Allah SWT. Dalam hal ini menunjukkan bahwa praktek ziarah
disebut menyimpang dari ajaran Islam yang sesungguhnya.11
Sinkretisme dan akulturasi lahir karena adanya peran Wali Songo dalam berdakwah.
di lain sisi dengan adanya cara ini membuat masyarakat tertarik dengan Islam namun di
lain sisi, masyarakat dengan tanpa dilandasi keyakinan yang kurang kuat akan
mencampuradukkan antara budaya pra Islam dengan Islam, yang mana seringkali
bertentangan.
Beberapa perbedaan yang terjadi akibat perbedaan mahzab, aliran, dan keyakinan
itulah yang mendorong Muhammadiyah muncul sebagai kelompok Gerakan
pembaharuan Islam di Indonesia. Muhammadiyah muncul dengan keyakinannya yang
ingin memurnikan ajaran Islam sehingga terhindarkan dari bid’ah, khurafat, dan taqlid.
Selain itu gencarnya pengaruh Barat ditakutkan akan membuat bangsa Indonesia semakin
jauh dari nilai-nilai Islam yang murni dan terpengaruh oleh kepercayaan agama yang
dianut oleh negara Barat yakni Kristen. Jadi, lahirnya Muhammadiyah diprakarsai karena
respon dan bentuk kepedulian umat Islam terhadap kondisi masyarakat agar senantiasa
berpegang teguh pada nilai-nilai Islam.
Secara garis besar, lahirnya Muhammadiyah akibat dua faktor utama, yakni:
1. Gerakan kristenisasi semakin pesat di masyarakat Indonesia 12
Penjajah pasti mempunyai visi dan misi tertentu di negara jajahannya, misalnya
memengaruhi gaya hidup, pola piker, budaya, hingga agama. Belanda sebagai
penjajah yang terlama menampakkan kakinya di Indonesia mempunyai tiga misi
yakni, gold, glory, dan gospel. Glory berarti bangsa Belanda berkeinginan untuk
menjadi seorang penguasa di negara jajahannya. Selanjutnya ada gold yang
bermakna, mereka ingin mengambil sumber kekayaan bangsa Indonesa (saat itu
Hindia Belanda) untuk dibawa ke Belanda untuk diperdagangkan maupun untuk
biaya perang. Dan yang terakhir yakni, gospel. Gospel berarti para penjajah ingin
menyebarkan agama yang mereka anut yaitu ajaran agama Kristen. Penduduk
11
Syamsul Hidayat dkk, Study Muhammadiyah : Kajian Historis, Ideologi dan Organisasi, Surakarta : Lembaga
Pengembangan Ilmu-Ilmu Dasar (LPID) Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009, hlm 29
12
Slamet Abdullah dan M. Muslich KS, Seabad Muhammadiyah dalam Pergumulan Budaya Nusantara, Yogyakarta:
Global Pustaka Utama, 2010, hal. 49
Indonesia yang saat itu tidak berdaya tidak punya pilihan lain selain mengikuti
arahan misi bangsa penjajah kalua mereka mau aman dan selamat.
2. Kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia
Kedatangan bangsa-bangsa dari benua Eropa ke Indonesia membawa banyak
pengaruh buruk terhadap nilai-nilai luhur kebudayaan asli Indonesia. Nilai-nilai
moral dan budi pekerti yang luhur terancam eksistensinya.
Di Islam kita diajarkan untuk senantiasa memiliki moral yang baik,
mengedepankan sikap gotong royong, toleransi dengan adanya perbedaan, hingga
menganggap bahwa semua orang adalah sama kedudukannya. Namun menurut ajaran
Barat tersebut, mereka seringkali menyebarkan paham-paham individualistik, elitis,
hingga diskriminatif. Otomatis selain bertentangan dengan budaya Indonesia juga
bertentangan dengan nilai-nilai luhur Islam. Ditambah bangsa Barat menganut
adanya sekularisme.
Fakta tersebut membuat masyarakat penganut agama Islam menjadi geram
sehingga mendorong mereka untuk membuat wadah atau organisasi yang bertujuan
menyelamatkan masyarakat Indonesia dari pengaruh bangsa Barat yang negatif,
misalnya Muhammadiyah yang diprakarsai oleh K.H Ahmad Dahlan.13

C. Perwujudan Visi dan Misi Muhammadiyah


Dalam perjalanan kehidupan bermasyarakat Muhammadiyah sebagai organisasi
dakwah agama Islam dari Al-Quran dan As-Sunnah telah menjalankan berbagai gerakan
dakwah untuk menegakkan agama Islam dan syariat yang ada di dalam agama Islam
tersebut. Gerakan Islam yang dilakukan Muhammadiyah adalah dengan berdakwah demi
mencapai tujuan berupa penegakan Agama Islam sehingga mewujudkan masyarakat
muslim yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Keyakinan Muhammadiyah melingkupi
kaidah kehidupan, yakni aqidah, ibadah, akhlak, dan mu'amalat sehingga harus
diterapkan pada setiap lapisan masyarakat muslim karena merupakan satu kesatuan yang
utuh.
Visi Muhammadiyah adalah terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya. Hal ini bermakna, masyarakat yang aman, damai, dan sejahtera akan terwujud
dari keadilan, kejujuran dan persaudaraan yang berpegang teguh pada prinsip hukum
Allah yang murni.14 Selain daripada itu masyarakat yang bahagia dan sentosa karena
hidup di negara yang indah, suci dan bersih di bawah perlindungan Tuhan yang Maha
Pengampun yang disebut dengan “Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur”.
Penerapan ajaran Islam murni sesuai dengan nilai Islam di bidang kehidupan
manusia diterapkan oleh Muhammadiyah tanpa melupakan toleransi antarumat
beragama.15 Muhammadiyah memiliki misi yakni, untuk menanamkan tauhid yang tulen
sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang disertai dengan pemajuan bersumber nilai-

13
Handayani, Puspita; Faizah SP, Ima. Buku Ajar AIK Kemuhammadiyahan 3. UMSIDA Press: Sidoarjo. 2017.
14
Tanfidz Keputusan Muktamar Satu Abad Muhammadiyah (PP Muhammadiyah, 2010).
15
Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah
nilai Islam dan juga penerapan nilai keislaman untuk diri sendiri atau keluarga hingga
masyarakat.Visi tanpa misi seperti mimpi tanpa aksi. Setelah mengetahui visi dari
Muhammadiyah, tentu bukan hal yang baru bahwa visi juga bersandingan dengan misi.
Muhammadiyah mempunyai beberapa misi yang menajdi penunjang daripada visi diatas.
Misi yang pertama yakni penegakan tauhid yang dilandasi Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Maksud dari visi pertama ini adalah bertauhid murni dengan persaksian dan kepercayaan
penuh bahwa tiada ilah selain Allah. Dengan tauhid, manusia mendedikasikan seluruh
hidupnya untuk beribadah kepada Allah semata, karena itulah tujuan penciptaan
manusia.
Misi yang kedua adalah penyebaran dan pemajuan ajaran Islam yang bersumber
pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahihah/maqbulah. Bidang dakwah
Muhammadiyah yang terdepan adalah Majlis Tabligh, dimana fungsi utamanya adalah
muballigh/muballighat pelatihan, pengajian, dan transmisi ajaran Islam. Dakwah ajaran
Islam sendiri dilakukan Muhammadiyah dengan cara tajdid, yaitu pemurnian, pembaruan,
pemahaman sesuai konteks zaman dan penemuan kandungan ajaran Islam. 16
Misi yang terakhir adalah menerapkan nilai Islam dalam kehidupan. Maksud dari
misi ini adalah mewujudkan pribadi muslim yang baik dari aspek akidah, akhlak, ibadah,
dan muamalat. Saat pribadi seseorang itu sudah baik dan sesuai dengan syariat Islam
maka keluarga yang terbentuk pun juga akan baik sesuai tuntunan ajaran Islam. Dari
keluarga yang baik sesuai tuntunan Islam akan tercipta masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya juga. 17
Sebagai umat muslim kita bertanggung jawab dalam melaksanakan visi misi
tersebut karena jika terwujud akan menjadikan kita sebagai pribadi yang benar sesuai
tuntunan jalan Allah SWT sehingga mendapatkan keridhaan-Nya dan ditempatkan di
surga. Proses mewujudkan suatu visi berlangsung seumur hidup sampai Allah memanggil
kita kembali. Selain di ranah pribadi, tugas kita adalah memperjuangkannya di ranah
keluarga dan masyarakat. Tidak perlu menunggu perjuangan pribadi terlebih dahulu yang
sempurna untuk meresap ke dalam keluarga dan masyarakat, tetapi biarkanlah itu berjalan
beriringan. Keduanya saling melengkapi dan menguatkan. Harapan kesempurnaan
hampir tidak terpenuhi, yang semakin membuat proses terwujudnya visi semakin lama.
Yang terpenting adalah kita menyelesaikan proses dengan sempurna. Adapun itu, semoga
Allah yang menilainya.
Dalam hidup kita jangan mengklaim bah/wa kita telah mencapai tahap menjadi
seorang pribadi muslim yang sebenar-benarnya. Biarkan Allah yang menilai dan
memutuskan. Yang terpenting adalah berusaha keras untuk mewujudkan ajaran Islam
dalam diri kita. Kita bersedia dan mampu bergabung dalam perjuangan untuk mencapai
visi Muhammadiyah. Kesediaan kita untuk membimbing perjalanan kita di dunia adalah
langkah menuju jannatun na'iem (surga), sehingga perjuangan di Muhammadiyah terkait
langsung dengan pembentukan pribadi muslim yang sebenar-benarnya.
16
Keterangan Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah Pokok Pikiran keenam.
17
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah dalam kehidupan pribadi.
Sekarang berbicara mengenai misi yang harus kita jalankan agar terwujudnya misi
Muhammadiyah. Yang pertama harus diterapkan dalam diri kita adalah menegakkan
tauhid yang murni pada diri kita sendiri. Dengan menerapkan prinsip tauhid dalam
kehidupan, manusia mampu: (1) menempatkan dirinya pada posisi yang benar-benar
selaras dengan penciptaan manusia yang dikehendaki Allah; (2) untuk melindungi
kehormatan mereka, untuk tetap menjadi makhluk yang mulia; (3) mengabdikan seluruh
hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Untuk menyelesaikan tugas ini,
berkomitmenlah untuk mengenal Allah lebih baik. Dia menampilkan diri-Nya secara
langsung melalui Al-Qur'an dan Rasul-Nya sebagaimana didokumentasikan dalam
Hadis.18
Misi kita yang kedua adalah mempelajari dan menyebarluaskan ajaran Islam yang
bersumber kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahihah/maqbulah. Seluruh anggota
Muhammadiyah wajib menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai makanan
pokok mereka, dan menguasai keterampilan yang unggul untuk mencapai kesejahteraan
hidup di dunia dan di akhirat. Dasar ilmunya adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah. Demikian
pula, landasan Muhammadiyah dalam praktik Islam adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Oleh karena itu, anggota Muhammadiyah harus sungguh-sungguh mempelajarinya
hingga paham dan mengamalkannya, mempelajari ilmu dan teknologi dan diterapkan di
lapangan. Untuk mengemban misi kedua Muhammadiyah, seseorang harus mempelajari
dan menyebarkan ajaran Islam. Oleh karena itu, kajian dan penyebarluasan ajaran Islam
yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah harus menjadi misi kedua kita.
Misi kita yang terakhir adalah mewujudkan Islam dalam kehidupan pribadi,
keluarga, dan masyarakat binaan kita. Misi ketiga Muhammadiyah adalah mengamalkan
ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan. Rasulullah memerintahkan agar kita mulai
dari diri kita sendiri, diikuti oleh keluarga dan masyarakat. Memahami ajaran Islam
adalah perbuatan amal shaleh. Dalam kehidupan pribadi, anggota Muhammadiyah harus
mewujudkan kehidupan Islam dalam hal akidah, akhlak, ibadah, dan muamalat
duniawiyat. Dalam hal akidah harus bertauhid murni terlebih dahulu.
Pada sisi moral. (1) Keluhuran budi pekerti, mengikuti teladan Nabi, menjauhkan
diri dari perilaku tercela; (2) Kejujuran dan kebaikan dalam melakukan perbuatan baik.
(3) Menahan diri dari perbuatan yang tidak layak (riya, sombong, ishraf, fasad, fahsya,
dan munkar); (4) Hindari melakukan sesuatu yang dapat merugikan atau menghancurkan
orang lain. 19Dalam hal ibadah yang bisa kita lakukan adalah (1) Mensucikan jiwa dengan
rajin beribadah, agar terpancar akhlak yang saleh. (2) Perkaya kegiatan amal nawafil
dengan melakukan shalat dengan cara yang terbaik. Yang terakhir dalam aspek muamalah
duniawiyah yang bisa dilakukan (1) mengakui diri sebagai hamba dan khalifah di muka
bumi dan menyikapi kehidupan dunia secara positif; (2) Mempertimbangkan Burhani
(pendekatan teks dan konteks), Bayani (pendekatan fakta dan rasio), dan Ilfani

18
Penjelasan Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah pokok pikiran pertama
19
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah dalam kehidupan pribadi aspek Akhlak
(pendekatan hati nurani) dengan cara-cara yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. (3)
memiliki etos kerja yang islami.

D. Biografi Pendiri Muhammadiyah


KH Ahmad Dahlan yang lahir di tanggal 1 Agustua 1860 yang menetap di
Yogyakarta. KH Ahmad Dahlan ketika kecil bernama Muhammad Darwis. Ayahnya
seorang anggota ordo dan bekerja menjadi khatib Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta
dan Ibunya adalah putri dari Raja Ibrahim.20
Muhammad setelah menyelesaikan studinya, Muhammad Darwis melakukan
perjalnan Yogyakarta di hari pertama Syafar 1309 H,maupun tahun 1891M.Dengan ilmu
yang ditawarkan Makkah yang setelah itu di salurkan kepada santri ayahnya. Pada
khususnya Santri Remaja. Akibat kecerdasan dan pemahaman ilmu agamanya yang
tinggi,oleh karena itu ayahnya menyuruh mendidik para santri baik sudah balig ataupun
sudah berumur. Setelah kematian ayahnya di tahun 1896. 21
Beliau masuk haji pada umur 15 tahun dan bertempat di Mekkah semasa lima
tahun. Dan waktu tahun ini Ahmad Dahlan sedang bersambung kepada pemikiran-
pemikiran yang terdapat pembaruan dalam Islam contoh Muhammad Abduh , Al-Afghani
, dan Rasyid Ridha.Pada waktu pulang ke kampungnya 1888 berubah menjadi Ahmad
Dahlan.Tahun 1903 kembali ke Mekkah mereka tinggal semasa dua tahun.Pada saat itu
dia mahasiswa Syeh Ahmad Khatib pada saat itu mahasiswa pendiri NU, KH. Hasyim
Asyari.Kiai Ahmad Dahlan membangun lembaga sebuah Muhammadiyah yang
bertempat di kampungnya yaitu Kampung Kauman Yogyakarta.Kiai Ahmad Dahlan
membangun lembaga yang diberi nama Muhammadiyah tanggal 18 November 1912 (8D
Dzulhijjah 1330) .Lembaga tersebut telah hidup dalam bidang kemasyarakatan dan
Pendidikan serta membangun masyarakat.Pada organisasi ini ia berusaha memajukan
Pendidikan serta membangun masyrakat .Darwis belajar oleh Ulama Arab Saudi yang
berada di Masjidil Haram pada saat itu belajar oleh ulama madzhab Syafi'i Bakri
Syata'.Selain mengajar ilmu,Darwis juga mendapatkan ijazah atas nama Ahmad Dahlan
untuk mengganti nama ayahnya.22
Untuk KH Ahmad Dahlan, Islam yang didekati serta di kaji melalui cara sudut
pandang modern yang sama dengan panggilan dan tuntunan zaman yang tidak sama
dengan tradisional. Beliau menerangkan tentang kitab suci Al-Qur’an serta terjemahan
makna untuk memudahkan kelompok yang tidak pintar dalam membaca Al-Qur’an agar
bisa memahami kata lain yang terdapat di dalamnya. Dengan begitu kita mengharapkan
serta menghasilkan amal perbuatan yang harus cocok dengan ajaran serta terdapat di
dalam Al-Qur’an.Menurut pengamatan situasi kelompok yang sebelumnya cuma belajar
20
Handayani, Puspita; Faizah SP, Ima. Buku Ajar AIK Kemuhammadiyahan 3. UMSIDA Press: Sidoarjo. 2017.
21
Ibid. hal 57
22
Handayani, Puspita; Faizah SP, Ima. Buku Ajar AIK Kemuhammadiyahan 3. UMSIDA Press: Sidoarjo. 2017.
Islam pada kulitnya tanpa harus memahami dan mendalami tentang isi Al-Qur’an itu
sendiri. Sehingga membuat Islam itu menjadi suatu pedomana yang mati.
KH Ahmad Dahlan mencari ilmu dari berbagai kiai yaitu KH. Muhammad Shaleh
pada bidang ilmu fikih dari KH. Muhsin pada bidang ilmu Nahwu-Sharaf (tata bahasa);
dari Kiai Mahfud dan Syekh KH. Ayyat pada bidang ilmu hadis.
III. Kesimpulan
Manusia dalam kesehariannya selalu berinteraksi dengan orang lain dalam
berbagai bidang kehidupan, mulai dari politik, agama, sosial hingga budaya. Konflik
bermula dari adanya perbedaan pola pikir, keseharian, daya intelektualitas, keyakinan,
dan sebagainya yang dianggap normal. Menurut Aisyah, konflik normal terjadi di
masyarakat, jika konflik tidak terjadi artinya subyek dari konflik itu tidak ada. Dalam ini
disebut masyarakat
Perpecahan umat Islam dimulai dari wafatnya Nabi Muhammad SAW yang mana
saat itu umat Islam butuh sosok pemimpin pengganti Nabi. Di kala itu, terdapat tiga
kelompok yang merasa berhak menempati posisi sebagai pemimpin diantaranya berasal
dari kaum Muahjirin, Bani Hasyim, dan Anshar. Di lain sisi,umat Islam memiliki
kecenderungan keyakinan dalam memilih jalan yang benar sesuai dengan versinya
masing-masing. Fanatisme yang membabi buta terhadap mahzab yang dianut
berimplikasi pada keyakinan yang mereka anut dianggap paling benar dan secara
bersamaan akan menyalahkan mahzab ataupun kelompok lain
Di Indonesia sendiri khususnya Jawa, ada dua kelompok Muslim yang sering
bersetegang satu sama lain yakni antara puritan dengan kultural. Kelompok puritan
berdedikasi untuk memurnikan ajaran Islam tanpa adanya campur tangan budaya luar.
Dengan pemikiran, keyakinan, dan dalam praktek keagaaman Islam mereka tidak mau
mencampuradukkan dengan budaya luar yang bertentangan dengan ajaran Islam, jika hal
tersebut bersatu maka ajaran Islam sudah tidak murni lagi. Misalnya, PERSIS, MTA,
Jamaah Tabligh, Jamaah Salafi, dan Muhammadiyah. Lain halnya dengan kelompok
kultural yang berpandangan bahwa ajaran Islam sudah seyogyanya diakulturasi dengan
budaya-budaya masyarakat yang ada sehingga ajaran Islam berperan sebagai media
transformasi ilmu agama. Mereka beranggapan bahwa ajaran Islam merupakan bagian
dari budaya masyarakat. Misalnya, NU dan pengikut Islam Kejawen.
Sinkretisme dan akulturasi lahir karena adanya peran Wali Songo dalam
berdakwah. di lain sisi dengan adanya cara ini membuat masyarakat tertarik dengan Islam
namun di lain sisi, masyarakat dengan tanpa dilandasi keyakinan yang kurang kuat akan
mencampuradukkan antara budaya pra Islam dengan Islam, yang mana seringkali
bertentangan. Beberapa perbedaan yang terjadi akibat perbedaan mahzab, aliran, dan
keyakinan itulah yang mendorong Muhammadiyah muncul sebagai kelompok Gerakan
pembaharuan Islam di Indonesia yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 1912
dengan tujuan pemurnian ajaran Islam. Ditilik dari faktor eksternal, secara garis besar,
lahirnya Muhammadiyah akibat dua faktor utama, yakni:
1. Gerakan kristenisasi semakin pesat di masyarakat Indonesia
2. Kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia

IV. Daftar Pustaka

Aisyah BM, S. (2014). Konflik Sosial dalam Hubungan Antar Umat Beragama. Jurnal Dakwah
Tabligh, 16-17.
Alfandi, M. (2013). Potensi Pemicu Konflik Internal Umat Islam. Jurnal Walisongo, 113-138.
Azra, A. (1999). Konteks Berteologi di Indonesi. Jakarta: Paramadina.
Baihaki, E. S. (2018). Konflik Internal Umat Islam Antara Warisan Sejarah dan Harapan Masa
Depan. Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan, 57.
Handayani, P., & Faizah SP, I. (2017). Buku Ajar AIK Kemuhammadiyahan 3. Sidoarjo:
UMSIDA Press.
Harahap, S. 2. (2011). Teologi Kerukunan. Jakarta: Prenada.
Jamrah, S. (2015). Studi Ilmu Kalam. Jakarta: Kencana.
Koentjaraningrat. (1984). Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
KS, S. A. (2010). Seabad Muhammadiyah dalam Pergumulan Budaya Nusantara. Yogyakarta:
Global Pustaka Utama.
Purnama, F. F. (2016). Khawarijisme: Pergulatan Politik Sekretarian dalam Bingkai Wacana
Agama. Al-A’raf: Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat, 78-86.
Rusydi, R. (2016). Peran Muhammadiyah (Konsep Pendidikan, Usaha-Usaha di Bidang
Pendidikan, dan Tokoh. Jurnal Pendidikan Agama Islam, 51-72.
Sukaca, A. (2020). Menyelaraskan Visi Misi Pribadi dengan Muhammadiyah. Yogyakarta: 9GH
Publishing Yogyakarta.
Syamsul Hidayat, d. (2009). Study Muhammadiyah : Kajian Historis, Ideologi, dan Organisasi.
Surakarta: Lembaga Pengembangan Ilmu-Ilmu Dasar (LPID) Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Tuakia, H. (2015). Integrasi Sosial Kelompok Faham Keagamaan dalam Masyarakat Islam.
Salam, 10-12.
Yunus, F. M. (2014). Konflik Agama di Indonesia Problem dan Solusi Pemecahanny. Jurnal
Ilmu-ilmu Ushuluddin, 45-60.

Anda mungkin juga menyukai