Dari waktu ke waktu, dinamika zaman terus mengalami perubahan. Perubahan kehidupan
masyarakat antara lain dapat ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, politik, spiritual dan budaya.
Terjadinya perubahan kehidupan masyarakat dalam aspek-aspek tersebut mendorong sebagian
warga masyarakat, tidak terkecuali Muhammadiyah, untuk melakukan langkah-langkah
antisipatif dan responsif, Karena itu, Muhammadiyah selalu berusaha menjadi garda terdepan
dalam menyikapi setiap perubahan yang terjadi pada kehidupan masyarakat.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma'ruf nahi munkar dan tajdid
tidak lahir tiba-tiba atau secara kebetulan. Tentu ada hal-hal penting dan mendasar yang
melatarbelakangi KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah di Yogyakarta pada tanggal 8
Dzulhijjah 1330 H atau bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 M. Perlu kalian ketahui,
bahwa pada saat itu Indonesia belum merdeka karena masih dijajah oleh Belanda. Sebagai
bangsa yang terjajah, pada saat itu umat Islam menemui berbagai persoalan baik yang timbul
dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal) Persoalan internal merupakan masalah yang
timbul dari dalam umat Islam Indonesia. Sedangkan, persoalan eksternal adalah masalah yang
timbul dari luar umat Islam Indonesia Persoalan internal dan eksternal adalah pengelompokan
atas problematika umat yang mendorong Muhammadiyah didirikan.
Faktor-faktor internal yang mendorong Persyarikatan Muhammadiyah didirikan antara lain
sebagai berikut :
1. Umat Islam banyak yang terjangkit penyakit syirik, taklid, serta TBC (takhayul,
bid'ah, churafat). Penyakit-penyakit tersebut merusak akidah Islam yang lurus.
Syirik berarti menduakan Allah Swt. Pada saat itu umat Islam banyak yang berbuat
syirik dengan berbagai variasinya. Mereka meyakini terdapat kekuatan pada benda -benda,
seperti batu, pohon besar, lautan, dan sebagainya. Padahal syirik adalah dosa besar yang
tidak diampuni. Selain syirik sebagain umat Islam juga terjangkiti penyakit taklid buta. Taklid
berarti mengikuti seseorang atau pendapatnya tanpa mengetahui dasarnya, sehingga dalam
beribadah tidak mau mencari sumber aslinya, yakni al-Qur'an dan al-Hadits. Dampak dari
taklid ini antara lain, banyak umat Islam pada saat itu yang mengikuti atau membuat atau
mengada-adakan amalan-amalan baru yang tidak ada perintahnya dalam al-Qur'an maupun
contoh dari Rasulullah SAW. Amalan amalan baru ini dikenal dengan istilah bid'ah.
Bid'ah adalah mengada-ada atau membuat amalan baru dalam hal ibadah mahdhah
yang tidak ada contoh/dalil sharih nya. Selain syirik, taklid, dan bid'ah, juga ditemukan dari
sebagian umat Islam pada saat itu yang meyakini takhayul dan churafat Takhayul adalah
mengait-kaitkan kejadian-kejadian yang dianggap aneh dengan sesuatu, dan hal itu tidak
ada dasarnya di dalam ajaran Islam. Karena hal ini maka umat Islam di Indonesia banyak
yang diliputi kebodohan dan kemiskinan, baik struktural maupun kultural. Churafat hampir
sama dengan takhayul, tetapi lebih dikaitkan dengan legenda atau dongeng tentang alam
ghaib ataupun makhluk ghaib.
Timbulnya syirik, taklid, dan bid'ah, karena pada saat itu masyarakat masih miskin.
Mereka tidak bisa belajar di lembaga pendidikan formal. Selain itu, segala hasil pertanian
yang dikerjakan masyarakat menjadi milik penjajah Belanda, dan mereka diberi upah (gaji)
yang sangat sedikit karena bekerja sebagai buruh. Secara sederhana, rakyat pribumi saat itu
menjadi babu (pembantu atau pelayan) di negeri sendiri.
2. Umat Islam terpecah ke dalam tiga golongan, yaitu priyayi, santri, dan abangan
sehingga memicu kesenjangan sosial.
Priyayi adalah istilah dalam budaya Jawa untuk kelas sosial dalam golongan
bangsawan. Priyayi adalah suatu golongan tertinggi dalam masyarakat karena mereka
memiliki keturunan dari keluarga kerajaan atau bangsawan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, priyayi adalah orang yang termasuk lapisan masyarakat yang kedudukannya
dianggap terhormat. Keluarga kerajaan, bangsawan dan pegawai negeri adalah contoh dari
golongan priyayi. Karena status sosial tersebut maka golongan priyayi sangat berbeda
dengan mereka yang masuk dalam kelompok santri, apalagi abangan.
Santri secara umum adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan
agama Islam di pesantren (tradisional). Menurut bahasa, istilah santri berasal dari bahasa
Sansekerta, shastri yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kita b
suci, agama, dan pengetahuan. Ada pula yang mengatakan bahwa santri berasal dari kata
contrik yang berarti para pembantu begawan atau resi. Seorang cantrik biasanya diberi upah
berupa ilmu pengetahuan began atau resp Hal ini tidak ja berbeda dengan seorang santr
yang mengabdi di pesantren Karena pimpinan pesantren memberikan tunjangan ilmu
pengetahuanj kepada santi sabagai konsekuensi karena telah mengabdi.
Abangan adalah istilah Jawa bagi golongan masyarakat penganut agama Islam yang
tidak sepenuhnya menjalankan agama sesuai dengan syariat. Mereka menganggap dirinya
muslim, namun tidak menjalankan ibadah seperti shalat lima) waktu, shalat Jum'at bagi laki-
laki, dan menunaikan ibadah haji meskipun mereka mampu. Rukun Islam yang mereka
penuhi biasanya hanya mengusapkan kalimat syahadat, berpuasa dan zakat saja Hlam
abangan sering dikaitkan dengan adat kejawen, yakni pandangan hidup yang didasari oleh
adat dan tradisi Jawa Pandangan ini diakibatkan oleh adat dan tradisi Jawa yang masih
banyak dipengaruhi ajaran agama Hindu dan Budha. Oleh karena itu, pengertian mereka
tentang tirakat, puasa, karma, menitis atau reinkarnasi merupakan hasil sinkretis dengan
ajaran agama: agama tersebut
Semangat dari teologi al-Ma'un inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Amal
Usaha Muhammadiyah di bidang sosial. Di antara amal usaha bidang sosial yang
dikerjakan Muhammadiyah adalah :
a. Bagian Penolong Haji
Bagian Penolong Haji dimaksudkan untuk menolong kesulitan jamaah haji
selama dalam perjalanannya dan Indonesia sampai tanah suci, Makkah, dan kembali
lagi ke Indonesia. Dengan kegigihan yang luar biasa, selain mendirikan Badan
Penolong Haji, Muhammadiyah juga berhasil membentuk semacam biro Pelayaran
dan Dagang Indonesia yang bergerak sebagai biro perjalanan ke tanah suci dengan
biaya yang Gambar Gedung KBIH Aisyiyah Surakarta, salah satu dari ribuan Bagian
Penolong Haji yang dirintis lebih murah dan kualitas oleh Muhammadiyah di
Indonesia. pelayanan yang tidak kalah dengan maskapai pelayaran yang sudah dulu
ada. Sehingga dana umat Islam bisa diserap semaksimal mungkin untuk tujuan
ibadah ke tanah suci.
b. Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO)
PKO didirikan berdasarkan konsep Rumah Sakit Islam yang merawat orang
sakit sesuai dengan semangat dan ajaran al Qur'an dan as-Sunnah. Apa yang
dikerjakan PKO adalah menyalurkan jariyah untuk menolong orang sakit. Rintisan
gedung PKO mengalami perpindahan tempat dan sampai akhirnya mendiami tempat
di Jl. KH. Ahmad Dahlan Yogyakarta hingga saat ini. Kemudian berkembanglah PKO
Muhammadiyah di Kotagede, Srandakan, Moyudan, Brosot, Gamping, bahkan sampai
ke luar Jawa. Kehadiran Rumah Sakit Muhammadiyah merupakan salah satu
pembaruan yang sangat penting. Hal ini karena melalui Rumah Sakit,
Muhammadiyah telah mendidik masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. Dengan
hidup bersih dan sehat, masyarakat akan sulit mengalami sakit. Dalam hal ini,
Muhammadiyah rupanya telah melakukan rasionalisasi terhadap pemahaman
masyarakat yang sebelumnya masih percaya bahwa sakit yang mereka derita
diakibatkan karena pengaruh makhluk halus. Padahal, sakit yang diderita masyarakat
itu boleh jadi disebabkan karena pola hidup yang tidak bersih dan kurang sehat.
Karena itu, Muhammadiyah mengajak kepada masyarakat apabila sakit wajib datang
ke Rumah Sakit, bukan ke dukun.