Anda di halaman 1dari 10

Pertemuan 1-2

A. PERJUANGAN MUHAMMADIYAH PADA PERIODE AWAL

Dari waktu ke waktu, dinamika zaman terus mengalami perubahan. Perubahan kehidupan
masyarakat antara lain dapat ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, politik, spiritual dan budaya.
Terjadinya perubahan kehidupan masyarakat dalam aspek-aspek tersebut mendorong sebagian
warga masyarakat, tidak terkecuali Muhammadiyah, untuk melakukan langkah-langkah
antisipatif dan responsif, Karena itu, Muhammadiyah selalu berusaha menjadi garda terdepan
dalam menyikapi setiap perubahan yang terjadi pada kehidupan masyarakat.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma'ruf nahi munkar dan tajdid
tidak lahir tiba-tiba atau secara kebetulan. Tentu ada hal-hal penting dan mendasar yang
melatarbelakangi KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah di Yogyakarta pada tanggal 8
Dzulhijjah 1330 H atau bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 M. Perlu kalian ketahui,
bahwa pada saat itu Indonesia belum merdeka karena masih dijajah oleh Belanda. Sebagai
bangsa yang terjajah, pada saat itu umat Islam menemui berbagai persoalan baik yang timbul
dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal) Persoalan internal merupakan masalah yang
timbul dari dalam umat Islam Indonesia. Sedangkan, persoalan eksternal adalah masalah yang
timbul dari luar umat Islam Indonesia Persoalan internal dan eksternal adalah pengelompokan
atas problematika umat yang mendorong Muhammadiyah didirikan.
Faktor-faktor internal yang mendorong Persyarikatan Muhammadiyah didirikan antara lain
sebagai berikut :
1. Umat Islam banyak yang terjangkit penyakit syirik, taklid, serta TBC (takhayul,
bid'ah, churafat). Penyakit-penyakit tersebut merusak akidah Islam yang lurus.
Syirik berarti menduakan Allah Swt. Pada saat itu umat Islam banyak yang berbuat
syirik dengan berbagai variasinya. Mereka meyakini terdapat kekuatan pada benda -benda,
seperti batu, pohon besar, lautan, dan sebagainya. Padahal syirik adalah dosa besar yang
tidak diampuni. Selain syirik sebagain umat Islam juga terjangkiti penyakit taklid buta. Taklid
berarti mengikuti seseorang atau pendapatnya tanpa mengetahui dasarnya, sehingga dalam
beribadah tidak mau mencari sumber aslinya, yakni al-Qur'an dan al-Hadits. Dampak dari
taklid ini antara lain, banyak umat Islam pada saat itu yang mengikuti atau membuat atau
mengada-adakan amalan-amalan baru yang tidak ada perintahnya dalam al-Qur'an maupun
contoh dari Rasulullah SAW. Amalan amalan baru ini dikenal dengan istilah bid'ah.
Bid'ah adalah mengada-ada atau membuat amalan baru dalam hal ibadah mahdhah
yang tidak ada contoh/dalil sharih nya. Selain syirik, taklid, dan bid'ah, juga ditemukan dari
sebagian umat Islam pada saat itu yang meyakini takhayul dan churafat Takhayul adalah
mengait-kaitkan kejadian-kejadian yang dianggap aneh dengan sesuatu, dan hal itu tidak
ada dasarnya di dalam ajaran Islam. Karena hal ini maka umat Islam di Indonesia banyak
yang diliputi kebodohan dan kemiskinan, baik struktural maupun kultural. Churafat hampir
sama dengan takhayul, tetapi lebih dikaitkan dengan legenda atau dongeng tentang alam
ghaib ataupun makhluk ghaib.
Timbulnya syirik, taklid, dan bid'ah, karena pada saat itu masyarakat masih miskin.
Mereka tidak bisa belajar di lembaga pendidikan formal. Selain itu, segala hasil pertanian
yang dikerjakan masyarakat menjadi milik penjajah Belanda, dan mereka diberi upah (gaji)
yang sangat sedikit karena bekerja sebagai buruh. Secara sederhana, rakyat pribumi saat itu
menjadi babu (pembantu atau pelayan) di negeri sendiri.

2. Umat Islam terpecah ke dalam tiga golongan, yaitu priyayi, santri, dan abangan
sehingga memicu kesenjangan sosial.
Priyayi adalah istilah dalam budaya Jawa untuk kelas sosial dalam golongan
bangsawan. Priyayi adalah suatu golongan tertinggi dalam masyarakat karena mereka
memiliki keturunan dari keluarga kerajaan atau bangsawan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, priyayi adalah orang yang termasuk lapisan masyarakat yang kedudukannya
dianggap terhormat. Keluarga kerajaan, bangsawan dan pegawai negeri adalah contoh dari
golongan priyayi. Karena status sosial tersebut maka golongan priyayi sangat berbeda
dengan mereka yang masuk dalam kelompok santri, apalagi abangan.
Santri secara umum adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan
agama Islam di pesantren (tradisional). Menurut bahasa, istilah santri berasal dari bahasa
Sansekerta, shastri yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kita b
suci, agama, dan pengetahuan. Ada pula yang mengatakan bahwa santri berasal dari kata
contrik yang berarti para pembantu begawan atau resi. Seorang cantrik biasanya diberi upah
berupa ilmu pengetahuan began atau resp Hal ini tidak ja berbeda dengan seorang santr
yang mengabdi di pesantren Karena pimpinan pesantren memberikan tunjangan ilmu
pengetahuanj kepada santi sabagai konsekuensi karena telah mengabdi.
Abangan adalah istilah Jawa bagi golongan masyarakat penganut agama Islam yang
tidak sepenuhnya menjalankan agama sesuai dengan syariat. Mereka menganggap dirinya
muslim, namun tidak menjalankan ibadah seperti shalat lima) waktu, shalat Jum'at bagi laki-
laki, dan menunaikan ibadah haji meskipun mereka mampu. Rukun Islam yang mereka
penuhi biasanya hanya mengusapkan kalimat syahadat, berpuasa dan zakat saja Hlam
abangan sering dikaitkan dengan adat kejawen, yakni pandangan hidup yang didasari oleh
adat dan tradisi Jawa Pandangan ini diakibatkan oleh adat dan tradisi Jawa yang masih
banyak dipengaruhi ajaran agama Hindu dan Budha. Oleh karena itu, pengertian mereka
tentang tirakat, puasa, karma, menitis atau reinkarnasi merupakan hasil sinkretis dengan
ajaran agama: agama tersebut

3. Sistem pendidikan Islam yang lemah


Ketika Barat sudah menerapkan pembelajaran modern lembaga pendidikan Islam di
Indonesa masih berkutat pada sistem tradisional Umat Islam pada saat itu belum berupaya
untuk menerapkan pendidikan yang lebih modern. Pada saat itu sebagian umat Islam
mengalami stagnasi pemikiran. Bagi mereka pintu ijtihad telah tertutup sehingga hal itu
menjauhkannya dari kesan ilmiah dan modern. Dalam kondisi seperti ini, sistem pendidikan
Islam pada saat itu sangat lemah dan belum dapat mengikuti ritme kemajuan zaman
Sedangkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi Persyarikatan
Muhammadiyah didirikan antara lain :
1. Penjajahan Kolonial Belanda
Penjajah Barat (Kristen) masuk ke negeri-negeri Timur (Islam), termasuk ke
Indonesia karena doktrin dan semangat 3G, yaitu Gold, Glory dan Gospel. Gold berarti
emas atau berarti kekuasaan/ pemerintahan, dan Gospel yang dimaksud adalah Injil/
kristenisasi. Banyak disebutkan dalam buku-buku sejarah, baik sejarah umum maupun
sejarah Indonesia, bagaimana Belanda melalui perusahaan dagangnya (VOC) masuk ke
Indonesia untuk menjajah. Bagaimana penjajah mengeruk kekayaan alam di bumi
Indonesia dengan segala cara, mengadu domba para pemimpin negara dan ulama,
sehingga terjadi kesenjangan sosial dan perpecahan umat.
Namun ada satu bagian dari 3G yang jarang direkam sejarah, yaitu Gospel (Injil/
Kristenisasi). Sampai saat ini belum banyak buku yang membahas tentang bagaimana
agama Kristen bisa masuk ke Indonesia. Adalah fakta bahwa ajaran Kristen masuk ke
negeri-negeri Timur (Islam) melalui penjajahan itu sendiri. Para misionaris Kristen
banyak yang berlindung di balik jubah kekuasaan penjajah. Selain itu, para misionaris
Kristen dari luar negeri juga banyak yang dikirim atau ditugaskan ke Indonesia, salah
satunya di Jawa, Misionaris Kristen yang ditugaskan di Jawa
2. Gerakan Pembaruan Islam Dunia
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan di tengah-tengah arus kemunduran dunia
Islam. Negeri-negeri Timur (Islam) yang dijajah semakin terpuruk dan terjebak dalam
stagnasi pemikiran dan menutup pintu ijtihad, sehingga peradaban Islam yang dahulu
maju kemudian menjadi terpuruk dan terbelakang. Atas dasar itulah, maka muncul para
tokoh pemikir cendekiawan muslim dunia seperti Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad
Abduh, Muhammad Rasyid Ridha. Mereka menyuarakan gagasan tentang persatuan
Islam (Pan Islamisme) maupun pembaruan (tajdid) di segala bidang untuk melawan
penjajahan Barat. Tokoh-tokoh Islam dunia tersebut bangkit menyuarakan pembaruan
pemikiran Islam sekaligus menyatakan bahwa pintu ijtihad akan selalu terbuka untuk
menjawab tantangan zaman. Mereka menyuarakan ide-ide Islam yang berkemajuan
melalui buku dan majalah hingga sampai ke tangan para ulama pembaru di Indonesia,
salah satunya adalah K.H. Ahmad Dahlan.

Berdasarkan faktor-faktor di atas, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Persyarikatan


Muhammadiyah. Dengan wadah persyarikatan Muhammadiyah, maka dakwah pemurnian
akidah dan pembaruan gerakan (tojdid) dilakukan secara berkesinambungan. Gerakan
pembaruan Muhammadiyah berjalan secara pelan tapi pasti sebagai jawaban terhadap
persoalan-persoalan yang dihadapi umat Islam. Karena itu, pembaruan yang dilakukan
Muhammadiyah pada periode awal difokuskan untuk menggarap empat bidang, yaitu
keagamaan, pendidikan, penerbitan, dan sosial kemasyarakatan.
1. Bidang Keagamaan (Tabligh)
Pembaruan Muhammadiyah di bidang keagamaan antara lain:
a. Penyederhanaan makam (kuburan) yang semula dihiasi secara berlebihan
b. Menghilangkan kebiasaan berziarah ke makam orang-orang suci (wali)
c. Meluruskan arah kiblat
d. Merintis penyelenggaraan shalat Hari Raya di tanah lapang
e. Membentuk panitia khusus pengumpulan dan pembagian zakat fitrah dan kurban
pada dua Hari Raya untuk didistribusikan kepada mereka yang berhak menerimanya
f. Penyampaian khutbah dalam bahasa Jawa atau bahasa Melayu
g. Penyederhanaan upacara kelahiran, khitanan, pernikahan, dan pemakaman dengan
menghilangkan unsur politeistis
h. Membersihkan anggapan adanya berkah yang bersifat ghaib yang dimiliki oleh kiai
atau ulama tertentu dan menghilangkan pengkultusan terhadapnya
i. Penggunaan kerudung untuk perempuan
j. Mendirikan mushalla khusus perempuan
k. Mempelopori berdirinya Badan Penyuluhan Perkawinan Syiar dakwah Islam ke luar
kota/ luar daerah.
2. Bidang Pendidikan
Pembaruan Muhammadiyah di bidang pendidikan berupa pendirian sekolah/
madrasah bersistem modern. Sekolah/ madrasah yang digagas Muhammadiyah tidak
hanya mengajarkan mata pelajaran agama semata, tetapi juga ilmu pengetahuan umum.
Sekolah/madrasah yang dirintis yaitu Madrasah Ibtidaiyah biasa dikenal dengan nama
Sekolah Rakyat. Sekolah/madrasah ini didirikan pada tanggal 1 Desember 1911,
beberapa bulan sebelum organisasi Muhammadiyah didirikan.
Sekolah/madrasah ini menggunakan sistem pendidikan Barat, tetapi isinya tetap
Islam. Kurikulum yang digunakan adalah integralistik, yaitu perpaduan antara ilmu
agama Islam dengan ilmu pengetahuan umum. Proses belajarnya diselenggarakan di
dalam kelas dengan menggunakan meja, kursi, dan papan tulis. Pembelajarannya pun
disajikan dengan metode klasikal.
Pada masa awal perintisan, sekolah/madrasah ini kurang mendapatkan perhatian
dari masyarakat karena sistem pendidikan yang digunakan masih tergolong baru dan
asing Namun, berkat kegigihan K.H. Ahmad Dahlan, rintisan lembaga pendidikan Islam
modern itu dapat berkembang pesat sampai ke luar Kauman. Meningkatnya jumlah
siswa mengharuskan Muhammadiyah untuk membuka tempat-tempat baru untuk
menampung siswa yang begitu banyak. Untuk menutupi kekurangan guru/pengajar
maka K.H. Ahmad Dahlan mendirikan lembaga pendidikan tingkat menengah yang diberi
nama al Qismul Arga. Lembaga pendidikan tersebut yang kemudian berubah nama
menjadi Madrasah Mu'allimin/Mu'allimat, ditujukan untuk mempersiapkan calon guru.
Berkat pendidikan modern yang dirintis, didirikan dan diselenggarakan oleh
Muhammadiyah, maka anak-anak muslim pribumi di kemudian hari dapat mengisi posisi-
posisi penting di tengah masyarakat. Di antara mereka ada yang menjadi guru, dokter,
dan pegawai pamong praja. Dengan adanya fakta ini, jelas Muhammadiyah telah
membuka celah-celah cahaya pencerahan untuk mengentaskan umat Islam dari
permasalahan kemiskinan dan kebodohan.
Selain itu, pendidikan yang diselenggarakan Muhammadiyah juga diharapkan
dapat melahirkan kader-kader muda yang siap dan sanggup menjadi pelopor,
pelangsung dan penyempurna amal usaha persyarikatan. Tujuan ini dapat dilihat dari
pesan yang sering disampaikan K.H. Ahmad Dahlan kepada murid-muridnya. Pesan itu
berbunyi: "Muhammadiyah sekarang ini berbeda dengan yang akan datang. Maka,
teruslah kalian belajar. Jadilah guru, mesteer, insinyur dan dokter, tetapi kembalilah
kepada Muhammadiyah". Selain itu juga masih terdapat pesan K.H. Ahmad Dahlan yang
juga disampaikan kepada murid-muridnya, yaitu "jadilah ulama berkemajuan, dan
jangan kenal lelah bekerja untuk persyarikatan Muhammadiyah
3. Bidang Kepustakaan (Penerbitan)
Salah satu usaha yang dilakukan Muhammadiyah pada masa awal adalah
penyebaran ajaran agama Islam melalui media. Selain mengajarkan agama Islam melalui
pengajaran langsung atau ceramah dalam berbagai pengajian, Muhammadiyah juga
mengembangkan pengajarannya melalui tulisan. Muhammadiyah mencetak dan
menerbitkan selebaran yang berisi doa harian, jadwal shalat, jadwal puasa Ramadhan,
dan masalah agama lainnya. Muhammadiyah juga menerbitkan berbagai buku yang
berhubungan dengan agama Islam, antara lain masalah fikih, akidah, tajwid, hadits,
terjamah ayat-ayat al-Qur'an mengenai akhlak dan hukum, serta sejarah para Nabi dan
Rasul.
Pada tahun 1915 Muhammadiyah mendirikan majalah Soewara Moehammadijah
(Suara Muhammadiyah). Beberapa majalah Muhammadiyah lainnya adalah majalah
Soerjo (Surya) dan majalah Bintang Islam. Saat itu majalah Suara Muhammadiyah ditulis
menggunakan bahasa dan aksara jawa. Majalah ini dirintis langsung oleh K.H. Ahmad
Dahlan sebagai media penyampaian dakwah Islamiyah amar ma'ruf nahi munkar
sekaligus berfungsi sebagai media resmi milik Muhammadiyah. Program dan kegiatan
Muhammadiyah disampaikan kepada masyarakat luas melalui majalah Suara
Muhammadiyah.
Suara Muhammadiyah adalah satu-satunya majalah pada zaman perjuangan
kemerdekaan Republik Indonesia yang masih bertahan hingga saat ini. Karena itu, pada
hari pers nasional, 9 Februari 2018, Majalah Suara Muhammadiyah mendapatkan
penghargaan dari Menteri Komunikasi dan Informasi dalam Kategori Kepeloporannya
sebagai Media Dakwah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia. Di samping telah
mendapatkan banyak penghargaan, majalah Suara Muhammadiyah juga berhasil
mendirikan Grha Suara Muhammadiyah. Bangunan kokoh berlantai 5 dan dengan luas
tanah 1600 m² ini dijadikan sebagai kantor majalah Suara Muhammadiyah dan unit-unit
usaha yang lain.
4. Bidang Sosial Kemasyarakatan
Pembaruan Muhammadiyah di bidang sosial kemasyarakatan berawal dari
pengajaran dan kontekstualisas K.H. Ahmad Dahlan terhadap Q.S. al-Ma'un/104: 1-7
kepada murid-muridnya.
ٰ َ ُّ ُ َ َ ْ ُّ ْ ‫ك ذاَّل‬
َ ِ ‫فَ ٰذل‬ ْ ‫الِي‬ ُ ‫ك ّذ‬
َ ُ ‫ِي ي‬ْ ‫ت ذاَّل‬ َ ْ ‫ا َ َرءَي‬
‫ َوَل َيض لَع َط َع ِام‬٢ َۙ‫ِي ي َ ُدع اْلَتِيْ َه‬ ١‫ن‬ ِۗ ِ ِ
ّ ‫ِب ب‬
‫ذ‬ َ ُ َ ْ َ َ ْ َ ْ ُ َ ْ ‫ذ‬ َ ْ ّ‫ فَ َويْ ٌل مّ ِنْ ُم َصن‬٣ ‫ال ْ ِم ْسك ِْي‬
‫ اَّل ِْي َن ُه ْه‬٥ َۙ‫اه ْون‬ ‫ اَّلِين هه عن صَلت ِ ِهه س‬٤ َۙ ‫ِي‬ ِۗ ِ
َ ُ َْ َ َََُْْ َ
٧ ࣖ ‫اع ْون‬ ‫ ويمنعون الم‬٦ َۙ‫ي ُ َراۤءُ ْون‬
Artinya: "Tahukan kamu (orang) yang mendustakan agama? (Mereka) itulah orang yang
menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat (Yaitu) orang orang yang lalai dalam
shalatnya. (Yaitu) orang-orang yang berbuat riya. Dan enggan (menolong dengan)
barang berguna

Semangat dari teologi al-Ma'un inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Amal
Usaha Muhammadiyah di bidang sosial. Di antara amal usaha bidang sosial yang
dikerjakan Muhammadiyah adalah :
a. Bagian Penolong Haji
Bagian Penolong Haji dimaksudkan untuk menolong kesulitan jamaah haji
selama dalam perjalanannya dan Indonesia sampai tanah suci, Makkah, dan kembali
lagi ke Indonesia. Dengan kegigihan yang luar biasa, selain mendirikan Badan
Penolong Haji, Muhammadiyah juga berhasil membentuk semacam biro Pelayaran
dan Dagang Indonesia yang bergerak sebagai biro perjalanan ke tanah suci dengan
biaya yang Gambar Gedung KBIH Aisyiyah Surakarta, salah satu dari ribuan Bagian
Penolong Haji yang dirintis lebih murah dan kualitas oleh Muhammadiyah di
Indonesia. pelayanan yang tidak kalah dengan maskapai pelayaran yang sudah dulu
ada. Sehingga dana umat Islam bisa diserap semaksimal mungkin untuk tujuan
ibadah ke tanah suci.
b. Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO)
PKO didirikan berdasarkan konsep Rumah Sakit Islam yang merawat orang
sakit sesuai dengan semangat dan ajaran al Qur'an dan as-Sunnah. Apa yang
dikerjakan PKO adalah menyalurkan jariyah untuk menolong orang sakit. Rintisan
gedung PKO mengalami perpindahan tempat dan sampai akhirnya mendiami tempat
di Jl. KH. Ahmad Dahlan Yogyakarta hingga saat ini. Kemudian berkembanglah PKO
Muhammadiyah di Kotagede, Srandakan, Moyudan, Brosot, Gamping, bahkan sampai
ke luar Jawa. Kehadiran Rumah Sakit Muhammadiyah merupakan salah satu
pembaruan yang sangat penting. Hal ini karena melalui Rumah Sakit,
Muhammadiyah telah mendidik masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. Dengan
hidup bersih dan sehat, masyarakat akan sulit mengalami sakit. Dalam hal ini,
Muhammadiyah rupanya telah melakukan rasionalisasi terhadap pemahaman
masyarakat yang sebelumnya masih percaya bahwa sakit yang mereka derita
diakibatkan karena pengaruh makhluk halus. Padahal, sakit yang diderita masyarakat
itu boleh jadi disebabkan karena pola hidup yang tidak bersih dan kurang sehat.
Karena itu, Muhammadiyah mengajak kepada masyarakat apabila sakit wajib datang
ke Rumah Sakit, bukan ke dukun.

B. PERJUANGAN MUHAMMADIYAH: SEBELUM DAN SESUDAH KEMERDEKAAN


1. Sebelum Kemerdekaan
Perlu kalian ketahui bahwa pada saat Muhammadiyah didirikan hingga sebelum masa
kemerdekaan, persyarikatan harus berhadapan dengan dua bangsa yang menjajah negara
dan bangsa ini secara bergantian. Bangsa penjajah yang pertama adalah kolonial Belanda,
dan selanjutnya adalah Militeristik Jepang. Pemerintah militeristik Jepang menduduki dan
menjajah bangsa ini tidak lama, sekitar 3 tahun. Sekalipun Jepang tidak lama menjajah
bangsa ini, tetapi pengaruhnya luar biasa besar. Sebab dalam waktu singkat dan didukung
dengan sistem pemerintahan yang militeristik, Jepang mampu mengubah tata kehidupan
masyarakat.
Pada saat pendudukan Jepang, masyarakat dihadapkan dengan peperangan dan
bencana kelaparan. Organisasi organisasi yang didirikan masyarakat, tidak terkecuali
Muhammadiyah, juga hanya diberi ruang gerak yang sempit Latihan perang dan pelatihan-
pelatihan intensif diselenggarakan Jepang untuk melakukan indoktrinasi atas misi besar yang
diusung oleh "negeri sakura" itu. Setiap warga masyarakat dihimbau menggali liang lahat di
setiap rumah, sehingga di saat mereka kejatuhan bom dari pewasat Jepang, tinggal
mengebumikan.
Situasi masyarakat yang demikian itu secara langsung menjadi tantangan bagi Ki
Bagus Hadikusumo yang menjabat sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
menggantikan KH. Mas Mansyur. Ki Bagus Hadikusumo berupaya keras untuk selalu
mempertahankan misi gerakan Muhammadiyah ketika berhadapan dengan pemerintah
Jepang. Muhammadiyah pada tahun 1944 menyelenggarakan Muktamar Darurat demi
mengawal dan mempertahankan misi gerakan.
Selain itu, Ki Bagus Hadikusumo juga gigih menentang instruksi pemerintah Jepang
untuk melaksanakan upacara Sei Kerei. Set Kerei adalah membungkukkan badan. ke arah
timur (Negeri Jepang) untuk menghormati Dewa Matahari, sebagai Dewa Penitis Para Kaisar
Jepang. Upacara Sei Kerei wajib dilakukan para siswa setiap pagi di sekolah/madrasah.
Dalam pandangan Muhammadiyah, upacara Sei Kerei merupakan salah satu bentuk
perbuatan syirik.
Oleh sebab itu, selaku Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ki Bagus Hadikusumo
terpanggil untuk menyelamatkan generasi muslim Indonesia dari syirik itu. Melalui debat
yang seru dengan Pemerintah Jepang, pada akhirnya diberikan dispensasi atau keringanan
bagi sekolah/ madrasah Muhammadiyah. Artinya, khusus bagi semua sekolah/madrasah
Muhammadiyah tidak perlu melakukan upacara Sei Kerei. Keberhasilan untuk tidak
melaksanakan Sei Kerei ini adalah salah satu bentuk keberhasilan perjuangan
Muhammadiyah pada zaman sebelum kemerdekaan (Jepang).
Selain peran Ki Bagus Hadikusumo, pada zaman sebelum kemerdekaan juga ada dua
nama tokoh dan kader Muhammadiyah yang perlu dikemukakan, yaitu Jendral Sudirman dan
Jendral Sarbini. Kedunya adalah tokoh dan kader Muhammadiyah yang lahir dari Hiz bul
Wathan. Melalui Kepanduan Hizbul Wathan, kedua tokoh dan kader itu telah ditanamkan
kesadaran kebangsaan, cinta tanah air, disiplin, ikhlas bekerja untuk orang lain, dan
sekaligus meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT.
2. Setelah Kemerdekaan
Indonesia pertama kali dideklarasikan sebagai sebuah negara yang merdeka pada
tanggal 17 Agustus 1945. Hal ini menjadi bukti sejarah bahwa program pengentasan
kemiskinan, pencerdasan kehidupan bangsa dan penanganan kesehatan yang sudah
semestinya dikerjakan negara telah diambil alih oleh organisasi-organisasi yang didirikan
masyarakat, salah satunya Muhammadiyah Jauh sebelum bangsa dan Negara ini merdeka,
Muhammadiyah telah mengambil posisi sebagai salah satu garda terdepan untuk manangani
program-program tersebut.
Demikian halnya di masa kemerdekaan, di mana telah banyak kader Muhammadiyah
yang turut terlibat untuk mempersiapkan kemerdekaan negara Indonesia. Ki Bagus
Hadikusumo dan Abdul Kahar Mudzakkir adalah dua contoh kader Muhammadiyah yang
telah banyak memberikan kontribusi untuk mempersiapkan kemerdekaan negara ini. Mereka
telah "bermandi keringat untuk merumuskan dasar negara Indonesia. Ki Bagus Hadikusumo
terlibat dalam perumusan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, dan meletakkan dasar
negara yang kemudian tertuang ke dalam Sila Pertama Pancasila, "Ketuhanan yang Maha
Esa. Sedangkan, Abdul Kahar Mudzakkir lebih banyak menyoroti tentang batas -batas wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Lantas, bagaimana peran Muhammadiyah setelah kemerdekaan? Untuk menjawab
pertanyaan ini, ada baiknya dikemukakan periode kepemimpinan Ki Bagus Hadikusumo
(1942-1953) dan Buya A.R. Sutan Mansyur (1952-1959). Kedua tokoh tersebut adalah Ketua
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pada masa periode kepemimpinan Ki Bagus Hadikusumo.
Muhammadiyah ikut aktif berjuang untuk mengawal kemerdekaan NKRI. Pada masa ini,
Muhammadiyah turut terjun ke dalam kancah revolusi kemerdekaan melalui berbagai laskar
kerakyatan hingga tahun 1953. Adapun kegiatan-kegiatan keorganisasian yang
diselenggarakan Muhammadiyah di antaranya adalah:
a. mengadakan silaturrahim cabang-cabang se-Jawa pada tahun 1946
b. mengadakan sidang Tanwir perwakilan pada tahun 1950
c. sidang Tanwir di Yogyakarta pada tahun 1951
d. mengadakan sidang Tanwir di Bandung pada tahun 1952
e. mengadakan sidang Tanwir di Solo pada tahun 1953
Sementara, kepemimpinan Buya A.R. Sutan Mansyur tergolong unik tapi penting.
Dikatakan unik karena Buya A.R. Sutan Mansyur adalah Ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah yang dipilih saat Muktamar Muhammadiyah ke-32 di Purwokerto, walaupun
beliau tidak termasuk dalam 9 orang yang dipilih Muktamirin. 9 orang terpilih dalam
Muktamar di Purwokerto adalah H.M. Yunus Anies, H.M. Farid Ma'ruf, Hamka, KH. Ahmad
Badawi, K.H. Fakih Usman, Kasman Singodimejo, Dr. Syamsudin, Abdul Kahar Mudzakkir,
dan Muljadi Djojomartono. Sedangkan, periode kepemimpinan Buya A.R. Sutan Mansyur
dikatakan penting karena pada masa ini, "ruh tauhid ditanamkan kembali. Selain itu juga
disusun langkah Muhammadiyan pada kurun waktu tertentu, yang pertama tahun 1956-1959
yang dikenal dengan nama Khittah Palembang.

Anda mungkin juga menyukai