Anda di halaman 1dari 15

KONTRIBUSI PEMIKIRAN PURIFIKASI ISLAM

SYEKH AHMAD SURKATI

PROPOSAL TESIS

Diajukan Kepada
Program Studi Magister Studi Islam
Konsentrasi Pemikiran dan Peradaban Islam
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Magister Dalam Ilmu Agama Islam
(Pemikiran dan Peradaban Islam)

Oleh:

UNTUNG SUPRIYADI
NIM: O 00080028

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI ISLAM


KONSENTRASI PEMIKIRAN DAN PERADABAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010

0
A. Latar Belakang Masalah

Ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad sama dengan ajaran para

Nabi terdahulu, yaitu menitik beratkan aspek aqidah sebagai awal dakwahnya.

Kurang lebih tiga belas tahun lamanya sejak Muhammad diangkat menjadi

Nabi dan Rasul, beliau berkonsentrasi pada penanaman aqidah yang benar

kepada masyarakat Makkah, dengan mengajak mereka untuk mentauhidkan

Allah, menjadikan Allah sebagai satu satunya Rab dan Ilah yang patut

disembah. Konsekwensi dari aqidah tauhid ini, masyarakat Makkah harus rela

meninggalkan sesembahan yang selama ini telah mentradisi sebagai warisan

nenek moyang mereka.

Fase penanaman aqidah ini biasa dikenal dengan periode Makkah, pada

masa ini Nabi dengan segala kemampuannya dan dukungan wahyu Allah,

berusaha mengubah kepercayaan masyarakat jahiliyah terhadap berhala-

berhala yang mereka pertuhankan menuju kepada penghambaan mutlak

kepada Allah tanpa dipengaruhi oleh kepercayaan dan perbuatan yang

menyekutukanNya. Setelah fase penanaman dan penguatan aqidah ini, barulah

Nabi mengajarkan ummatnya tentang ibadah, muamalah dan hal hal lainnya,

khususnya setelah beliau dan para sahabatnya hijrah ke Madinah, yang

kemudian dikenal dengan periode Madinah.

Tahapan dakwah Nabi dengan menanamkan aqidah yang kokoh terlebih

dahulu kepada para sahabat, menghasilkan kualitas pribadi luar biasa pada diri

mereka. Para sahabat yang merupaka generasi awal ummat ini, berhasil

menorehkan tinta emas dalam sejarah kehidupan manusia, sebagai manusia

1
unggul dalam segala aspek kehidupan, dihormati, disegani dan mampu

memimpin peradaban dunia, mengalahkan bangsa bangsa lainnya. Mereka

juga memiliki aqidah yang lurus, tidak dipengaruhi sama sekali oleh ajaran

dan perbuatan jahiliyah yang menjadi masa lalu mereka.

Tahapan dakwah Nabi Muhammad ini tidak diterapkan ketika Islam masuk

ke wilayah Indonesia, para pendakwah Islam di Indonesia lebih mendahulukan

aspek ibadah, ahlak dan muamalah islami daripada aspek aqidah. Mereka

bersikap toleran dan akomodatif terhadap kebudayaan dan kepercayaan

setempat, yang dibiarkannya eksis sebagaimana semula, hanya saja kemudian

diwarnai dan diisi dengan ajaran Islam. Sikap toleran dan akomodatif terhadap

kepercayaan dan kebudayaan setempat, di satu sisi memang dianggap

membawa dampak positif, karena menjadi jembatan yang memudahkan bagi

masyarakat untuk menerima Islam sebagai agama mereka yang baru. Dan

sebaliknya, memudahkan pihak Islam untuk mengenal dan memahami

pemikiran budaya setempat. Namun disisi lain memunculkan dampak negatif,

yaitu sinkretisasi dan pencampuradukkan antara Islam dengan kepercayaan-

kepercayaan lama, sehingga sulit dibedakan mana yang benar-benar ajaran

Islam dan mana yang berasal dari tradisi.

H. Hussein Badjerei menulis:


Pada awal perkembangannya, Islam di Indonesia, terutama sekali di pulau
jawa sebagai pulau yang paling padat penduduknya serta pusat kerajaan
Hindu-Jawa, nampaknya tatacara ibadahnya berkembang lebih dahulu
ketimbang aqidahnya. Dengan demikian dalam perkembangannya itu
Islam sama sekali tidak menimbulkan kegaduhan dan hiruk- pikuk di
kalangan masayarakat. Hal itu bisa terjadi karena Islam tidak membangun
masyarakat yang terpisah dan terpilah-pilah seperti halnya di India.
Aqidah Islam yang ditanamkan kepada masyarakat jauh setelah

2
tersebarnya ibadah Islam.1

Pada masa Islam berkembang di Indonesia ada dua hal yang perlu dicatat.

Pertama, pada waktu itu hampir secara keseluruhan dunia Islam dalam

keadaan mundur. Dalam bidang politik, antara lain ditandai dengan jatuhnya

Dinasti Abbasiyah oleh serangan Mongol pada 1258M,2 dan tersingkirnya

Dinasti Al Ahmar di Andalusia (Spanyol) oleh gabungan tentara Aragon dan

Castella pada 1492 M.3 Di bidang pemikiran,. kalau pada masa-masa

sebelumnya telah muncul ulama-ulama besar di bidang hukum, teologi,

filsafat, tasauf, dan sains, pada masa-masa ini pemikiran-pemikiran tersebut

telah mengalami stagnasi. Pada masa ini telah semakin berkembang pendapat

bahwa pintu ijtihad telah tertutup dan kelompok-kelompok tarekat sesat

semakin berkembang di kalangan umat Islam.

Kedua, sebelum kedatangan Islam di Indonesia, agama Hindu, Budha, dan

kepercayaan asli yang berdasarkan animisme dan dinamisme telah beruratakar

di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, dengan datangnya Islam terjadi

pergumulan antara Islam di satu pihak, dengan kepercayaan-kepercayaan yang

ada sebelumnya di pihak lain. Akibatnya, muncul dua kelompok dalam

menerima Islam. Kelompok yang menerima Islam secara total dengan tanpa

mengingat pada kepercayaan-kepercayaan lama. Dan kelompok lainnya

adalah mereka yang menerima Islam, tetapi belum dapat meninggalkan ajaran

lama.

1
. Hussein Bajrei, Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa (Jakarta: Presto Utama, 1985 ). h. 7
2
. Phlip K. Hitti, Sejarah Ringkas Dunia Arab (Yogyakarta: Pustaka Iqra, 2001), h. 72
3
. Mussthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adabi Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan
Islam (Yogyakarta: Pustaka SM, 2009), h. 16

3
Kedua hal tersebut diatas menjadi faktor penguat bagi tumbuh

kembangnya pergeseran perge seran kemurnian ajaran Islam. Terutama apa

yang dipertontonkan oleh mereka yang belum bisa meninggalkan keyakinan

lamanya, dari merekalah muncul sinkretisisasi ajaran Islam dengan Hindu,

Budha dan animisme serta dinamisme. Kondisi tersebut membuat resah

sebagian kaum ulama, mereka khawatir karena penyimpangan tersebut dapat

merusak aqidah umat Islam. Sehingga timbul pemikiran dikalangan banyak

ulama bahwa demi menyelamatkan aqidah dan syariah dari praktek bidah dan

khurofat maka proses pemurnian Islam harus segera dilakukan.

Persoalan ini turut juga dirasakan oleh Syekh Ahmad Surkati (1874-1943),

tokoh pemurni Islam kelahiran Sudan, pendiri perhimpunan al-Irsyad al-

Islamiyyah. Beliau berpendapat bahwa praktek-praktek keagamaan yang

menyimpang haruslah segera diluruskan sebelum praktek tersebut semakin

mengakar hingga sulit dibedakan dengan ajaran yang betul-betul datang dari

Al-Quran dan Hadis, yang nantinya justru akan berimbas kepada lemahnya

umat Islam itu sendiri.

Jika dilihat dari tulisan-tulisannya, Ahmad Surkati tampaknya menyadari

bahwa kaum muslimin di Indonesia masih sangat lemah. Keadaan moral,

sosial dan intelektualnya juga sangat rendah, ditandai dengan adanya

kebiasaan yang sangat tidak dianjurkan Islam. Mereka bahkan bisa dikatakan

tidak mengenal Islam dan rukun Islam. Oleh karenanya ia berkeinginan

menebalkan keimanan mereka.

4
Surkati merasa menghadapi masyarakat yang memiliki kesamaan ciri

dengan yang dihadapi Muhammad Abdul Wahab pada masanya. Baik Surkati

maupan Abdul Wahab sama-sama dihadapkan pada persoalan yang sangat

mendasar dalam agama Islam, yakni kerusakan tauhid. Kehadiran Surkati di

Indonesia, membuat dia merasa prihatin dengan kemurnian ajaran tauhid yang

berkembang dimasyarakat. Meskipun agama Islam telah berkembang cukup

lama di Indonesia, namun pengaruh Hindu-Budha maupun budaya lokal masih

sangat kuat, apalagi di kota Solo4 yang merupakan pusat situs kerajaan besar

di Indonesia, tentu persinggungan islam dengan budaya setempat masih sangat

intentif.

Mensikapi kondisi yang demikian, Surkati menyampaikan beberapa

pandangan tentang ketauhidan, yang bila di bandingkan dengan pandangan

Muhammad bin Abdul Wahab terdapat kemiripan, sebagai contoh, Sukarti

mempersoalkan perkara-perkara yang ia anggap bidah sebagai berikut:

Pertama, Taklid buta sebagaimana dilakukan para ulama yang sebenarnya

memiliki kemampuan untuk memahami Al-Quran dan Hadits. Namun mereka

menjadikan pendapat seseorang sebagai dalil agama. Sukarti menyatakan

adapun taklid buta dan menjadikan pendapat orang sebagai dalil agama tidak

diperbolehkan oleh Allah dan rosul-Nya, para sahabat maupun para ulama

terdahulu,danmerupakanbidahyangsesat.

4
.Di kota inilah cikal bakal perseteruan Surkati dengan Alawiyyin dimulai, yaitu fatwa
Surkati tentang dibolehkannyaq Syarifah (perempuan golongan Alawiyyin) menikah dengan laki-
laki non Alawiyyin. Fatwa ini merupakan jawaban Surkati atas pertanyaan yang dilontarkan pada
saat Ia berkunjung ke Solo.

5
Kedua, meminta syafaat kepada orang yang sudah mati dan bertawassul

dengan mereka, Surkati menyatakan sebagai perbuatan yang munkar dan

bidah, sebab hal tersebut tidak pernah di kerjakan oleh Rasulullah, al-khulafa

al-rasyidin ataupun oleh para mujtahid, baik bertawassul dengan rasul sendiri

atau dengan yang lain, hal tersebut merupakan sesuatu yang diada-adakan

dalam ruang lingkup agama. Setiap yang baru dalam agama adalah bid ah,

setiap bidah adalah sesat dan setiap yang sesat akan masuk neraka.

Ketiga, dalam kasus pembayaran fidyah membayar sejumlah tebusan

kepada orang lain untuk mengganti shalat dan puasa yang di tinggalkan oleh

salah seorang anggota keluarganya, ketika menyampaikan fidyah seseorang

berkata:terimalah uang ini sebagai penebus shalat dan puasa si fulan

kemudian si penerima menjawab:saya terima pemberian ini. Bagi Surkati,

perbuatan ini dilarang karena tidak di dasarkan atas dasar dalil agama, dan

merupakan perbuatanbidah.

Keempat, dalam kasus pembacaan talqin untuk mayat yang baru di kubur,

Surkati melihatnya sebagai pembuatan yang tidak bedasarkan tuntunan al

quran danhadits,jugatidakadapetunjukdariparasahabat.

Kelima, perbuatan berdiri pada saat melakukan pembacaan kisah maulid

nabi Muhammad, bgi Sukarti bukan perbuatan agama, amun demikian,apa bila

perbuatan tersebut di pandang sebagai perbuatan agama,atau termasuk dalam

ruang lingkup agama,maka pembuatan tersebuttetap di anggap sebagai

perbuatan bidah.

6
Keenam, mengucapan niat (nawaitu atau ushalli) bagi Surkati adalah

perbuatan biddah. Alasannya, melafalkan niat demikian dipadang sebagai

tambahan dalam melaksanakan niat yang seharusnya merupakan maksud

didalam hati. tidak ada petunjuk bahwa perbuatan tersebut pernah

diriwayatkankan dari nabi Muhammad atau dari para sahabat, walaupun

diajarkan oleh salah satu imam yang empat. Dari berbagai sumber rujukan

dapat disimpulkan bahwa niat adalah maksud dalam hati, lebih tidak beralasan

lagi ialah pendapat tentang wajib atau sunnahnya pengucapan lafal niat

tersebut. Itu berarti mewajibkan apa yang sebenarnyatidakwajib.

Ketujuh, adat berkumpul untuk melakukan ritual tahlil dirumah orang yang

baru tertimpa musibah kematian. Menurut Surkati merupakan perbuatan

bidah dan bertentangan dengan sunnah rasul. Surkati menilai parbuatan

tersebut sebagai perbuatan yang membebani keluarga yang terkena musibah.

Padahal perbuatan terpuji yang berkenan dengan keluarga yang terkena

musibah adalah penyediakan makanan, sebagaimana sabda Nabi ketika Jafar

bin Abi Thalib meninggal dunia, Buatlah makanan bagi keluarga Jafar ,sebab

mereka telah ditimpa sesuatu yang membuatmerekalupamakan.

Kedelapan, adat berdzikir bersama dan berdoa bersama setelah shalat

wajib lima waktu, menurut surkarti merupakan perbuatan bidah dan

bertentangan dengan sunnah Rasul. Surkati menilai perbuatan tersebut sebagai

perbuatan yang mengada-ada dan menambah-nambah karena Rasulallah

selesai sholat wajib lima waktu, langsung mengerjakan sholat sunnah badiyah

7
dirumah, tetapi kalau ada yang akan dia sampaikan maka dia berdiri lalu

menyampaikannya kepada para sahabat.

Pemikiran pemikiran Syekh Ahmad Surkati untuk memurnikan ajaran

Islam, seperti kedelapan permasalahan diatas dan yang lainnya, beliau

tuangkan dalam buku buku seperti, Risalah Surat al-Jawab (1915), Risalah

Tawjih al-Quran ila Adab al-Quran (1917), al-Masail al-Stalast (1925), al-

Wasiyyat al-Amiriyyah (1918), Zedeleer Uit Den Qoran (1923), al-Khawatir

al-Lisan (1941) dan Muhammadiyah Bertanya Surkati Menjawab serta

majalah ad-Dakhirah al-Islamiyyah (1912). Tulisan tulisan Surkati itu,

sesungguhnya merupakan gagasan rasional yang juga menjadi keyakinan

para sahabat nabi pada kurun awal Islam, gagasan itulah yang kemudian

memberi kontribusi besar bagi Al-Irsyad Al-Islamiyyah, sebuah gerakan

pembaharuan untuk memperbaiki pemahaman keberagaman muslim

Indonesia.

Seperti halnya pembaharu muslim Indonesia yang lain. Pemikiran-

pemikiran yang berkembang di Al-Irsyad banyak dipengaruhi oleh pemikiran

puritanisme yang berkembang di Timur Tengah, yang diplopori oleh

Muhammad bin Abdul Wahab, pemikiran tersebut secara intensif memasuki

Indonesia pada awal abad ke-20, melalui kontak personal antara masyarakat

Arab di Indonesia dengan mereka yang berada di Timur Tengah, melalui

kontak selama pelaksanaan ibadah haji, juga lewat penerbitan-penerbitan

majalah, seperti majalah Al-Manar dan lain-lainnya. 5

5
. Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999),
bag. 3, h. 331.

8
Syekh Ahmad Surkati melalui Jamiyyah al-Irsyad al-Islamiyyah yang

didirikan tahun 1914 M. tidak sendirian dalam memeperjuangkan ide-ide

pembaharuannya, sejaman dengan Surkati ada KH. Ahmad Dahlan yang

mendirikan Perserikatan Muhammadiyah (1912), ada Ahmad Hasan yang

mendirikan Persatuan Islam (1923). Mereka bertiga dikenal sebagai tiga

serangkai pelopor pembaharuan Islam di Indonesia. Walau demikian, Surkati

tidak lebih dikenal dibanding kedua rekannya, tidak banyak sejarawan menulis

biografi hidupnya, apalagi perjuangan dan kiprah dakwahnya. Hal ini

mungkin disebabkan karena Surkati bukan penduduk asli, melainkan imigran

dari Sudan. Bisa jadi juga karena Surkati dengan al-Irsyadnya lebih banyak

bergulat dengan masyarakat Arab, sehingga al-Irsyad lebih identik dengan

masyarakat Arab. Ada juga yang berpendapat sosok Surkati memang orang

yang tidak menyukai publikasi dan jauh dari keinginan untuk dihormati,

terlebih bila penghormatan tersbut secara berlebihan.

Menilik masa awal pendirian ketiga organisasi pembaharu tersebut, maka

usia ketiganya jauh lebih tua dari usia Negara Kesatuan republik Indonesia

tercinta ini, namun demikian, kondisi kaum muslim saat sekarang tidak jauh

berbeda dengan keadaan moyang mereka di jaman dahulu. Bidah, khurafat

dan tahayul masih mejadi warna dalam kehidupan sehari-hari, banyak kaum

muslim yang tidak memahami ajaran agamanya, sehingga perbuatan dosa

banyak dilakukan, perintah agama tidak mereka laksanakan, glamour

kenikmatan kehidupan dunialah yang menjadi orientasi tujuan hidup.

9
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pembatasan masalah perlu dilakukan dalam sebuah penelitian, dalam

penelitian ini bahasannya dibatasi pada pemikiran-pemikiran Syekh Ahmad

Syurkati tentang pemurnian ajaran Islam yang terkait dengan masalah-masalah

aqidah. Sebagaimana dicatat dalam tulisan sejarah, Surkati dengan al-

Irsyadnya juga telah melakukan pembaharuan dalam dunia pendidikan, sampai

sekarang ini sekolah sekolah yang dimiliki al-Irsyad, yang sudah barang tentu

merupakan bagian dari warisan warisan Surkati, berdiri megah dengan sistim

pendidikan yang lebih baik dibanding umumnya dunia persekolahan. Namun

demikian hal ini tidak menjadi bahasan dalam tesis ini, karena bukan

merupakan bagian dari masalah aqidah.

Sesuai pembatasan masalah di atas, disusunlah perumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana pemikiran purifikasi Syekh Ahmad Surkati?

2. Bagaimana kontribusi pemikiran purifikasi Islam Syekh Ahmad

Surkati di Indonesia?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Secara umum, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan

mendeskripsikan pemikran aqidah Surkati, sedangkan secara terperinci,

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; pemikiran Syurkati tentang

purifikasi Islam serta kontribusi pemikirannya dalam kehidupan masyarakat

Indonesia. Guna penelitian ini maka penulis akan membatasi pada tiga isu

10
sentral yang menjadi fokus kajian pemikiran Syeikh Ahmad Surkati dalam

upaya purifikasi Islam di Indonesia; 1). Terkait dengan isu ijtihad dan taklid;

2). Sunnah dan bidah; dan 3). Terkait dengan syafaat, tawasul dan talkin.

Ketiga permasalahan tersebut telah ditulis oleh Syurkati dalam bukunya yang

berjudul al-masail al-stalast.

Kegunaan penelitian ini tidak hanya untuk kepentingan ilmiah teoritis

saja, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan yang bersifat praktis.

Dalam bidang ilmiah teoritis penelitian ini berguna untuk menyingkap sisi

gelap yang belun terungkap dengan jelas selama ini tentang pemikiran Surkati

khususnya dalam masalah aqidah. Dengan kata lain penelitian ini diharapkan

mampu memberikan sumbangan dan memperkaya khazanah pemikiran

intelektual muslim. Sedangkan kegunaan penelitian ini secara praktis, adalah

menggunakan dan menerapkan pemikiran pemikiran Surkati dalam masalah

aqidah dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus juga menyegarkan kembali

ingatan dan pemahaman kaum muslim pada umumnya dan irsyadiyyin pada

khususnya tentang pemikiran Syurkati.

D. Studi Kepustakaan

Sepanjang hasil penelusuran penulis, belum banyak didapati pakar atau

cendikiawan yang menulis tentang Syekh Ahmad Syurkati, terlebih lagi

tulisan khusus yang membahas pemikiran Aqidahnya secara utuh, mendalam

dan konprehensip dalam upaya mewujudkan cita-cita purifikasi ajaran islam

yang dinilai telah banyak menyimpang.

11
Salah satu dianatara mereka yang menulis tentang Syekh Ahmad

Syurkati adalah Prof. Dr. Bisri Affandi, MA, yang telqh menulis tesis tentang

Surkati untuk menyelesaikan program magisternya dalam bidang studi Islam

di Mc Gill university Amerika Serikat. Bisri Affandi dalam tesisnya yang

kemudian diterbitkan menjadi buku dengan judul Syekh Ahmad Surkati

(1874-1942) Pemurni dan Pembaharu Islam di Indonesia, memaparkan

biografi Surkati dari masa kecil di Sudan hingga wafatnya di Indonesia. Akan

tetapi Bisri Affandi tidak memaparkan secara khusus pemikiran Surkati dalam

masalah aqidah.

E. Metode Penelitian

Peneelitian ini bersifat kepustakaan, sumber primer penelitian ini

diambil dari buku-buku dan majalah karya Syekh Ahmad Surkati sendiri,

khususnya al-masail al-stalast dan buku-bukunya lain yang berkaitan dengan

masalah aqidah. Adapun sumber sekunder di ambil dari berbagai karya tulis

berupa kitab, buku maupun tulisan diberbagai jurnal yang relevan dengan

substansi penelitian, baik dalam bahasa Indonesia, Arab maupun Inggris.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

sejarah, filologi dan komparasi. Pendekatan sejarah digunakan untuk

memperoleh data tentang riwayat hidup dan aktivitas intelektual Surkati.

Adapun pendekatan filologi bermanfaat untuk melakukan kajian literatur,

yaitu tulisan-tulisan atau naskah-naskah yang dinisbatkan kepada Surkati

untuk dikoreksi adakah kesalaha kesalahan pada leteratur tersebut, baik

12
kesalahan penulisan ayat, periwayatan hadis, penukilan nama dan lain

sebagainya. Adapun metode komparasi digunakan ketika peneliti

membandingkan pendapat Surkati dengan pendapat ulama lainnya, baik ulama

masa klasik ataupun masa sekarang.

F. Sistimatika Penulisan

Penulisan penelitian ini akan disusun menjadi enam bab, dimulai

dengan bab 1, yang berisisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penulisan, studi kepustakaan,

metodologi penelitian dan sistimatika penulisan.

Bab 2, berisi tentang uraian riwatat hidup Surkati, ruang lingkup

intelektualitasnya dan kiprah perjuangan serta karya-karyanya.

Bab 3, merupakan kajian inti membahas tentang pemikiran purifikasi

Syeikh Ahmad Surkati yang terkait dengan ijtihad dan taqlid, tentang sunnah

dan bidah serta pembahasan tentang syafaat, tawassul dan talqin. Bab ini juga

membahas tentang kontribusi pemikiran Syeikh Ahmad Surkati tersebut dalam

masyarakat dan konteks pemikiran Islam di Indonesia.

Bab 4, merupakan kajian analisis dari pembahasan tesis ini. Mengkaji

tentang signifikansi pemikiran purifikasi Syeikh Ahmad Surkati serta

implikasinya dalam dakwah kemasyarakatan yang beliau lakukan.

Bab 5, Penutup, berupa kesimpulan dan saran-saran akademis.

Daftar Pustaka

Bajrei, Hussein. Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa. Jakarta: Presto Utama. 1985.

Hitti, Phlip K. Sejarah Ringkas Dunia Arab. Yogyakarta: Pustaka Iqra. 2001.

13
Pasha, Mussthafa Kamal dan Ahmad Adabi Darban, Muhammadiyah Sebagai

Gerakan Islam. Yogyakarta: Pustaka SM. 2009.

Lapidus, Ira M. Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.

bag. 3.

14

Anda mungkin juga menyukai