Anda di halaman 1dari 15

Latar Belakang

Berdiri dan
Tujuanya
Kelompok 5
1. Meidina Putri Pitaloka (J500190086).
2. Zulaikha Hanif Hamdani (J500190014).
3. Mauliya orezha wati (J500190129).
4. Fadhilla nurul meydhiza (J500190073).
5. Anteng Naruma Asmarawati (J500190148).
6. Salsabila UH (J500190131).
7. Lorenza eka damayanti (J500190004).
8. Rizka Aurina Dwindasari (J500190041).
9. Hilwamadda Arrumaisha (J500190066).
10.Ida maesaroh (J500190123)
11.Leli yulia khambali (J500170063)
Table of contents
01 02 03
Intelektualitas dan Realitas Sosio-Agama di
Indonesia Realitas Sosio-Pendidika
Religiusitas KH. Ahmad
Dahlan

04 05 06
Realitas Politik Islam Proses Berdirinya Tujuan Muhammadiyah dan
Hindia Belanda Muhammadiyah Perkembangannya
1. Intelektualitas dan Religiusitas
KH. Ahmad Dahlan

Factor-factor yang melatar belakangi muhammadiyah didirikan :

Factor subjektif : factor pertama berkaitan langsung dengan perjalanan biografi pribadi
ahmad dahlan

Factor objektif: factor kedua berkaitan dengan kondisi internal dan eksternal bangsa
Indonesia

Kondisi Internal: menyangkut implementasi islamdi indonesia

Kondisi eksternal: menyangkut pengaruh pengaruh asing.


.
Ahmad Dahlan mempunyai obsesi besar tentang masa depan Islam
yang mampu membebaskan masyarakat seperti yang diperankan
Rasulullah dan para salafiyun. Islam harus dipahami dari sumber
utamanya, yaitu al-Qur'an dan al-Sunnah.
 
pemahaman terhadap ayat al-Qur'an tidak sekedar pada tataran
kognifnif, tetapi menuntut aktualisasi nyata sehingga masyarakat
dapat merasakan perubahan yang lebih baik. Dengan cara
demikian, risalah Islam sebagai hudan dan rahmat lial-'alamm
terjadi di dalam masyarakat.
2. Realitas Sosio-Agama di
1. Keberadaan Umat Islam MUHAMMADIYAH Indonesia
Dalam pandangan Ahmad Dahlan, Islam sebagai agama di Indonesia tidak mampu membawa dan mendorong umat
Islam Indonesia menjadi masyarakat yang dinamis, maju, dan modern. Kemacetan dalam tubuh umat Islam Indonesia
terjadi tidak hanya pada Islam sebagai agama saja, tetapi Islam

.
sebagai tradisi pemikiran juga mengalami kemacetan
Islam sebagai agama, ajaran-ajarannya banyak dipengaruhi oleh budaya lokal yang memang telah berkembang di Indonesia
dan sudah tidak lagi didasarkan kepada sumber utama Islam, yakni al-Qur'an dan al-Sunnah al-Maqbulah. Akibat dari
kondisi demikian, muncul pengamalan ajaran Islam yang bid'ah, khurafat, dan takhayyul.
Sebelum kehadiran Islam, penduduk Nusantara mempunyai tiga kepercayaan, yaitu dinamisme, animisme, dan totemisme.
Dinamisme yaitu kepercayaan bahwa setiap benda yang ada mempunyai kekuatan ghaib. Sedang animisme adalah kepercayaan
tentang arwah nenek moyang mereka. Adapun totemisme adalah kepercayaan tentang adanya orang yang telah meninggal yang

kemudian menjelma menjadi harimau, babi, dll .


para wali dalam mengislamkan Jawa dilakukan dengan mengg-unakan dua pola. Pola pertama, melalui pengg-unaan lambang-lambang-
dan simbol budaya Jawa, dengan menggunakan metode akulturasi dan singkretisasi. Dengan demikian, muncul Islam dengan
corak tersendiri, yang oleh Hamka disebut dengan Islam yang memuja kubur, wali, dan sebagainnya yang biasa disebut dengan
Islam kejawen. Dalam bidang kepercayaan dan ibadah, muatannya menjadi khurafat dan bid'ah. Khurafat adalah kepercayaan
tanpa pedoman yang sah dan al-Qur'an dan Sunnah. Sedangkan bid'ah biasanya muncul karena ingin memperbanyak ritual tetapi
pengetahuan Islamnya kurang luas, sehingga tidak bersumber pada ajaran Islam. Contoh bid’ah yaitu selamatan dalam tradisi
Jawa adalah suatu upacara kultural untuk memenuhi suatu hajat yang berhubungan dengan suatu kejadian yang ingin diperingati.
Bentuk khurafat lain yang biasa dilakukan orang Jawa adalah penghormatan kuburan orang-orang suci. Bentuknya bisa berziarah ke
kuburan sambil meminta do'a restu atau pertolongan dari ruh orang yang telah meninggal dunia. Islam mengajarkan cara berziarah
ini dengan dua sasaran, yaitu: (1) mendoakan orang yang sudah meninggal, dan (2) menyadarkan orang yang berziarah bahwa
kelak mereka demikian, dengan meminta pertolongan kepada orang yang telah meninggal dunia maka cara demikian sudah di luar
yang diajarkan tentang ziarah dalam Islam. Inilah bentuk sinkretisme dalam masyarakat Jawa.
A. Rifa'i, seperti dikutip Majlis Pustaka (1993: 13-14), menyimpulkan bahwa pengamalan Islam yang dilakukan orang Jawa banyak
yang menyimpang dari ajaran aqidah Islamiyah dan harus diluruskan. Akibat dari praktek-praktek ini, ajaran Islam tidak murni,
tidak beriungsi sebagaimana mestinya, dalam arti tidak memberikan manfaat kepada pemeluknya.
● B. Realitas Umat Non-Muslim
● Perkembangan kegiatan misi Kristen di jawa merupakan faktor yang
menyebabkan lahirnya Muhammadiyah. Penetrasi Kristen ini berawal
ketika para penguasa keraton Yogyakarta menyetujui pencabutan
larangan penginjilan terhadap masyarakat jawa. Pada tahun-tahun
pertama abad ke-20 sekolah misi Kristen mulai ikut serta dalam
program pendidikan pemerintah. Secara perlahan namun pasti, misi
Kristen berhasil, sedangkan pengaruh islam makin merosot. Karena hal
tersebut kaum muslimin Yogyakarta merasa berkewajiban
menghentikan, atau setidaknya membatasi merebaknya misi-misi
Kristen. Muhammadiyah didirakan pada waktu itu untuk menawarkan
suatu cara mempertahankan diri dari misi Kristen.
3.REALITAS SOSIO-PENDIDIKAN

Realitas Sosio Pendidikan di Indonesia Ahmad dahlan mengetahui bahwa pendidikan di Indonesia
terpecah menjadi dua yaitu pendidikan pesantren yang hanya mengajarkan ajaran-ajaran agama dan
pendidikan barat yang sekuler. Kondisi ini menjadi jurang pemisah antara golongan yang mendapat
pendidikan agama dengan golongan yang mendapatkan pendidikan sekuler. Kesenjangan ini
termanifestasi dalam bentuk berbusana, berbicara, hidup dan berpikir. Ahmad Dahlan mengkaji secara
mendalam dua sistem pendidikan yang sangat kontras ini. Dualisme sistem pendidikan diatas membuat
prihatin Ahmad Dahlan, oleh karena itu cita-cita pendidikan Ahmad Dahlan ialah melahirkan manusia
yang berpandangan luas dan memiliki pengetahuan umum, sekaligus yang bersedia untuk kemajuan
masyarakatnya. Cita-cita ini dilakukan dengan mendirikan lembaga
pendidikan dengan kurikulum yang menggabungkan antara Imtak dan Iptek. Faktor objektif yang kedua
secara ekternal, yaitu disebabkan politik kolonialisme dan imperialisme Belanda yang menimbulkan
perpecahan di kalangan bangsa Indonesia. a. Periode Pertama (periode sebelum Snouck Hurgronje) Belanda
berprinsip agar penduduk Indonesia yang beragama Islam tidak memberontak. Menerapkan dua strategi yaitu
membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya membendung dan melakukan kristenisasi bagi penduduk
Indonesia. Dalam pelarangan pengalaman ajaran islam, Belanda membatasi masalah ibadah haji dengan
berbagai aturan tetapi pelarangan ini justru kontraproduktif bagi Belanda karena menjadi sumber pemicu
perlawanan terhadap Belanda sebagai penjajah karena menghalangi kesempurnaan islam seseorang. b.
Periode Kedua (periode setelah Snouck Hurgronje menjadi penasihat Belanda untuk urusan pribumi di
Indonesia) Dalam hal ini, tidak semua kegiatan pengamalan Islam dihalangi bahkan dalam hal tertentu
didukung. Kebijakan didasarkan atas pengalaman Snouck berkunjung ke Makkah dengan menyamar sebagai
seorang muslim bernama Abdul Ghaffar. Kebijakan Snouck didasarkan tiga prinsip utama,yaitu: Pertama
rakyat indonesia dibebaskan dalam menjalankan semua masalah ritual keagamaan seperti ibadah, Kedua
pemerintah berupaya mempertahankan dan menghormati keberadaan lembaga-lembaga sosial atau aspek
mu’amalah dalam islam, Ketiga pemerintah tidak menoleransi kegiatan apapun yang dilakukan kaum
muslimin yang dapat menyebarkan seruan-seruan Pan- Islamisme atau menyebabkan perlawanan politik atau
bersenjata menentang pemerintah kolonial Belanda.
4. Realitas Politik Islam Hindia Belanda

Salah satu faktor penting dari latar historis kelahiran Muhammadiyah adalah realitas politik Islam Hindia
Belanda.Dalam melihat politik Islam Hindia Belanda dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu:

1. Periode sebelum kedatangan Snouck Hurgronje


--> Pada periode ini Belanda tidak membedakan aspek-aspek ajaran Islam mana yang harus dilarang.
Pokoknya, kegiatan-kegiatan keislaman harus dieliminir sedemikian rupa, sehingga dapat mengurangi
perlawanan. Di antara pengamalan Islam yang dibatasi Belanda adalah ibadah haji.

2. Periode setelah Snouck Hurgronje manjadi penasehat Belanda untuk urusan Pribumi di Indonesia.
Secara umum, kebijakan Islam yang disarankan Hurgronje didasarkan atas tiga prinsip utama, yaitu :
- Dalam semua masalah ritual keagamaan. Misalnya ibadah, rakyat Indonesia harus dibiarkan bebas
menjalankannya.
- Sehubungan dengan lembaga-lembaga sosial Islam atau aspek mu'amalah dalam Islam, seperti, perkawinan,
waris, wakaf dan hubungan-hubungan sosial lainnya.
- Dalam masalah politik, pemerintah dinasehatkan untuk tidak menoleransi kegiatan apa pun yang dilakukan
oleh kaum Muslimin yang dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-lslamisme atau menyebabkan
perlawanan politik.
5. PROSES BERDIRINYA
M6HAMMADIYAH
Ahmad Dahlan ingin belajar tentang manajemen organisasi dari Budi Utomo, yang telah mempunyai
pengalaman, di samping pendirinya adalah lulusan Barat. Kontak pertama dengan Budi Utomo melalui
Djojosumarto, seseorang yang sudah dikenal baik oleh Ahmad Dahlan karena sama-sama dari Kauman. Kontak dengan
cendikiawan Barat seperti ini merupakan aktivitas yang tidak populer di kalangan umat Islam waktu itu.Ahmad Dahlan
berkeyakinan bahwa untuk mendirikan Muhammadiyah diperlukan manajemen organisasi yang baik
Belanda dan guru-guru sekolah yang dalam jangka panjang akan mewarnai kedewasaan dan kecerdasan masyarakat
yang kelak akan mewarnai jalannya pemerintahan. Sosialisasi ajaran Islam ini diterima para cendekiawan Budi Utomo
yang sebelumnya takut dengan Islam.
Pada tahun 1911, Ahmad Dahlan mendirikan sekolah rakyat, yang diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah
Islamiyah, yang menggabungkan dua sistem pendidikan, yaitu sistem pesantren dan sistem pendidikan Barat. Ahmad
Dahlan ini mendapat reaksi minor dari masyarakat sekitar karena dianggap menyimpang dari pakem, bahkan
menyimpang dari ajaran Islam yang selama ini berkembang di kalangan kaum Muslim. Untuk mengatasi kondisi
objektif ini, Ahmad Dahlan melakukan lima langkah sebagai persiapan untuk mewujudkan organisasi yang dikemudian
hari organisasi ini diberi nama Muhammadiyah.
Agenda dalam pertemuan membahas tentang nama perkumpulan, maksud dan tujuan, serta tawaran siapa yang
bersedia menjadi anggota. Ahmad Dahlan dan keenam anggota baru Budi Utomo itu mengajukan permohonan kepada
Hoofdbestuur Budi Utomo supaya mengusulkan berdirinya Muhammadiyah kepada pemerintah Hindia-Belanda. Pada
18 November 1912 bertepatan dengan tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah permohonan dikabulkan. Organisasi
Muhammadiyah ini sebagai organisasi
6.Tujuan Muhammadiyah dan
Perkembangannya
Sejak didirikan oleh Ahmad Dahlan sampai Muktamar Muhammadiyah ke 44 di Jakarta tahun 2000, rumusan maksud
dan tujuan Muhammadiyah mengalami tujuh kali perubahan redaksional, susunan bahasan dan istilah yang
dipergunakan. Meski demikian, perubahan itu tidak merubah substansi awal berdirinya Muhammadiyah.
1. Permulaan didirikannya Muhammadiyah
2. Setelah Muhammadiyah meluas ke berbagai daerah diluar Jawa
3. Masa pendudukan Jepang (1942-1945)
4. Muktamar Muhammadiyah ke 31 di Yogyakarta (1950)
5. Muktamar Muhammadiyah ke 34 di Yogyakarta (1959)
6. Muktamar Muhammadiyah ke 41 di Surakarta (1985)
7. Muktamar Muhammadiyah ke 44 di Jakarta (2000)
 
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai