Anda di halaman 1dari 8

BERDIRINYA MUHAMMADIYAH DAN PROFIL KH.

AHMAD DAHLAN

Oleh:
Zidan Naufal Januarta - 202110230311306
Ahmad Fauzan Angga Wardana - 202110230311311

Dosen pengampu:
Mursalin, S.Pd.I., M.Pd.

FAKULTAS PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2023
LATAR BELAKANG BERDIRINYA MUHAMMADIYAH

Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330
H, yang bertepatan pada tanggal 18 November 1912 M di Yogyakarta. KH. Ahmad Dahlan
adalah seorang pemikir islam yang terinspirasi oleh gerakan reformis dan memiliki visi untuk
menghidupkan kembali islam yang murni dan menghilangkan praktik-praktik yang dianggap
bid’ah atau sesat. Dalam pembentukannya KH. Ahmad Dahlan banyak melakukan kajian dan
tadabur yang mendalam pada Al-Quran, terutama surat Ali-imran : 104.
Secara garis besar faktor yang melatarbelakangi lahirnya Muhammadiyah antara lain
dikarenakan: (1) kondisi internal umat islam dan (2) kondisi eksternal umat islam.

1. Kondisi Internal Umat Islam

Keberagaman umat islam di indonesia tidak bisa lepas dengan proses penyebaran
islam di jawa. Pada waktu agama islam datang ke jawa, masyarakat jawa telah memiliki
tradisi dan kepercayaan keagamaan yang merupakan perpaduan antara tradisi dan
kepercayaan tradisional yang telah berubah menjadi adat istiadat bersifat agamis berbentuk
mistik berjiwa hindu dan budha (sinkritisme).
Tradisi dan kepercayaan masyarakat jawa pra islam tersebut masih tetap hidup bahkan
ikut berkembang bersama dengan proses perkembangan islam selanjutnya. Hal ini
disebabkan para penyebar islam di jawa adalah para saudagar dari Gujarat dan mereka
merupakan bangsa dari india yang kehidupan sehari-hari telah terbiasa dengan kepercayaan
yang beraroma animistik dan dinamistik. Para Gujarat banyak dari kalangan sufi, sehingga
lewat ajaran tasawuf itulah nampaknya yang lebih memudahkan masyarakat jawa pra islam
yang menganut ajaran kebatilan. Bisa diartikan dengan kata lain, islam sampai ke indonesia
bukan islam yang didekati dengan kekuatan nalar pikir (nalar rasional).
Keterbatasan jumlah para wali dan keterbatasan sarana transportasi maupun sarana
informasi, maka penyebaran islam di jawa umumnya terkonsentrasi di daerah-daerah yang
berdekatan dengan tempat tinggal para wali atau daerah-daerah yang mudah dijangkau
dengan sarana transportasi laut seperti perahu. Oleh sebab itu ajaran islam kurang merata
sentral kekuatan islam di jawa terpusat di sekitar jalur pantura (pantai utara), sementara jalur
pantai selatan atau daerah yang tidak terjangkau oleh para wali posisi islam tetap lemah.
Meskipun begitu mereka tetap menganut agama islam namun tetap berbaur dengan tradisi
dan kepercayaan masyarakat jawa pra islam yang kemudian melahirkan islam kejawen yang
sangat terkenal dengan ajaran animistik dan dinamistik.
Tidak meratanya proses islamisasi di jawa juga disebabkan pengaruh kerajaan hindu
dan budha yang pernah berabad-abad menguasai pulau jawa. Sebagian besar daerah jawa,
proses islamisasi mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan pengaruh kerajaan hindu
dan budha
Faktor internal lainya yang turut andil mengilhami Ahmad Dahlan mendirikan
Muhammadiyah adalah kondisi perekonomian umat islam, solidaritas sosial yang memudar
antara umat islam dan pendidikan umat islam yang memprihatinkan.
Pendidikan islam sebelum jauh kedatangan belanda ke nusantara terpusat pada
pondok pesantren. Sistem yang digunakan ialah serogan dan sistem bandongan/wetonan dan
sistem klasikal pada waktu itu belum dikenal, tidak ada ujian atau pengontrolan kemajuan
pengetahuan santri, tidak ada waktu batas waktu berapa lama santri harus bertempat tinggal
di pesantren, penekanan pendidikan lebih kepada hafalan terhadap teks semata sehingga tidak
merangsang santri untuk berdiskusi. Demikian juga cabang ilmu agama yang diajarkan
sebatas ilmu tradisional seperti hadits dan mustahlah hadits, fiqih, dan ushul fiqih, ilmu
tauhid, ilmu tasawuf, ilmu mantiq, ilmu falaq, ilmu bahasa arab termasuk di dalam Nahwu,
Sharaf dan Balaghah. Sistem tersebut berlangsung sekitar abad 20 awal.

2. Kondisi Eksternal Umat Islam


Selain kondisi internal umat islam, ada juga kondisi eksternal umat islam yang
melatarbelakangi berdirinya muhammadiyah, yaitu:

A. Kebijakan Politik Kolonial Belanda terhadap Umat Islam

Sejak Belanda mendarat pertama kali di bumi Nusantara (sekitar 1556 M) kehidupan
Islam mulai terusik. Belanda beserta rombongannya pertama kali mendarat di pelabuhan
Banten dengan dipimpin oleh Cornelis De Houtmen dan Dayer. Mereka datang dengan
memiliki misi ganda yaitu mereka tidak saja ingin menguasai Nusantara yang terkenal
dengan rempah-rempah melainkan sekaligus ada unsur misi kristenisasi. Akan tetapi,
terdapat seorang missionaris Belanda yang memunculkan suatu rekomendasi yang
diberikan kepada pemerintahan Roma dan hal itu menjadikan tujuan misi kristenisasi
tersebut terbongkar. Isi dari rekomendasi tersebut meliputi:
a. Pemerintah kolonial Belanda pada dasarnya siap membantu missionaris di Jawa
dengan catatan Jawa digarap secara serius
b. Setiap missionaris yang datang ke pulau Jawa hendaknya bersikap sabar, menguasai
budaya masyarakat Jawa termasuk menguasai bahasa Jawa
c. Setiap missionaris hendaknya berdomisili di daerah-daerah yang berdekatan dengan
pemukiman masyarakat Jawa dan jauh dari pusat kekuasaan pemerintah Belanda
d. Setiap missionaris hendaknya berbuat simpatik dengan cara memberi bantuan medis,
ekonomi dan pendidikan terhadap masyarakat pulau Jawa
e. Setiap missionaris hendaknya berupaya semaksimal mungkin agar tidak
membicarakan agama pada awal-awal berdomisili di pulau Jawa
f. Setiap missionaris harus paham bahwa tipe masyarakat pulau Jawa mau masuk agama
Kristen karena beberapa faktor, diantaranya karena kecewa terhadap umat islam
karena tuntutan materi dan karena murni atas inisiatifnya mereka sendiri.
Adapun sikap politik yang dilakukan oleh kolonial Belanda terhadap umat islam adalah
pengawasan yang sangat ketat terhadap hubungan umat islam dengan dunia luar termasuk
setelah umat islam berkenalan dengan pemikiran Pan-Islamisme dari Jamaluddin
Al-Afghani. Maka cara yang dilakukan oleh kolonial Belanda untuk membatasi ruang
gerak umat Islam, selain meminimalkan bahkan memutus sama sekali hubungan umat
Islam dengan dunia luar termasuk bagi umat Islam yang akan menunaikan ibadah haji,
beberapa kelompok didirikan kolonial Belanda yang berasal dari unsur masyarakat
Indonesia untuk bersama-bersama menghadapi umat islam seperti perang Padri di
Sumatera Barat yang terjadi pada tahun 1821-1838 dan perang Aceh pada tahun
1872-1909 yang merupakan sebuah campur tangan kolonial Belanda dan bentuk
pembuktian adanya aliansi dukungan kolonial Belanda dengan memihak kaum adat
melawan kaum ulama.
B. Pengaruh Perkembangan Islam di Timur Tengah
Pengaruh gerakan pembaharuan pemikiran Islam di Timur Tengah juga turut andil
terhadap berdirinya Muhammadiyah. Gerakan reformasi intelektual kaum Muslimin yang
ada di wilayah Timur Tengah seperti Makkah dan Kairo sangat mempengaruhi
perkembangan Islam modernis di Indonesia. Orang Indonesia sendiri yang secara kebetulan
menunaikan ibadah haji dan sekaligus mereka tetap bermukim di tanah suci untuk menuntut
ilmu merupakan sebuah pengaruh dari gerakan pembaharuan tersebut.
Mereka belajar dan mengkaji ajaran-ajaran Islam terutama ilmu Fiqih. Sekembalinya
ke Indonesia, mereka menyampaikan pengetahuan yang telah diperolehnya kepada umat
Islam Indonesia terutama terhadap umat Islam di sekitar tempat tinggalnya. Mereka kelak di
kemudian hari mengorganisir gerakan keagamaan di Minangkabau Sumatera Barat guna
membersihkan pengaruh-pengaruh tradisi setempat terhadap kehidupan umat Islam.
Pada belahan Timur Tengah lainnya seperti di Kairo dan Mesir, ide-ide pembaharuan
Muhammad Abduh telah menyebar hampir ke seluruh negara-negara Muslim atau
negara-negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam termasuk Indonesia melalui
penyebaran majalah “ Al Manar ”. Diantara sekian banyaknya pembaca “ Al Manar ” itu
terdapat seorang pembaca yang intens, yaitu K.H. Ahmad Dahlan (pendiri
Muhammadiyah). Selain merupakan pembaca berat “ Al Manar ” K.H. Ahmad Dahlan juga
pernah bermukim di Timur Tengah selama dua tahun yaitu tahun 1903-1905 untuk
memperdalam berbagai disiplin ilmu keislaman. Dengan berbagai ilmu yang telah dipelajari
tersebut menjadikan K.H. Ahmad Dahlan untuk mengadakan pembaharuan Islam di
Indonesia melalui organisasi yang didirikannya yaitu Muhammadiyah.
Sebagai bukti adanya pengaruh perkembangan pemikiran islam di Timur Tengah
terhadap berdirinya Muhammadiyah, sejumlah cendekiawan membuat persamaan pemikiran
pendidikan KH. Ahmad Dahlan dengan beberapa pemikir Islam Timur Tengah. H. A. R.
Gibb mengklasifikasikan pembaharuan atau pendidikan yang dilakukan Muhammad Abduh
(1849-1905) di Mesir, sebagai berikut:
a. Membersihkan Islam dari pengaruh dan kebiasaan asing
b. Pembaharuan pendidikan tinggi islam
c. Reformulasi doktrin Islam dengan alam pikiran modern
d. Mempertahankan Islam dari pengaruh-pengaruh Eropa dan serangan Kristen
Sementara H.A. Mukti Ali membuat rumusan bahwa pembaharuan maupun
pendidikan yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan berorientasi pada:
a. Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam
b. Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern
c. Reformasi ajaran Islam dan pendidikan Islam
d. Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar Islam
Perbandingan diatas menunjukkan sesungguhnya substansi pembaharuan antara
Muhammad Abduh dengan K.H. Ahmad Dahlan mempunyai kesamaan yaitu sama-sama
ingin meningkatkan sumber daya manusia (SDM) umat Islam, sedangkan perbedaannya
hanya terletak pada setting wilayah yaitu Muhammad Abduh di Mesir sedangkan K.H.
Ahmad Dahlan di Indonesia.
PROFIL KH. AHMAD DAHLAN

Muhammad Darwis adalah nama kecil dari seorang Ahmad Dahlan lahir pada 1
Agustus tahun 1868 dari pasangan orang tua yang dikenal sebagai pemuka agama, ayahnya
Kyai Haji Abu Bakar adalah seorang khatib dan imam besar di Masjid besar Kesultanan
Yogyakarta, sedangkan ibunya bernama Siti Aminah anak seorang penghulu bernama Haji
Ibrahim. Anak ke 4 dari 7 saudara mendapat nama kehormatan Raden Ngabei Ngabdul
Darwis Sri Sultan karena kedudukan ayahnya yang cukup tinggi di keraton. Ayahnya masih
keturunan dari Syekh Maulana Malik Ibrahim penyebar agama di Gresik pada abad 15 yang
juga merupakan salah satu dari 9 tokoh besar wali songo. Bahkan bila ditelusuri lebih lanjut
ada garis keturunan Rasulullah dari jalur cucunya yaitu Hussain bin Ali bin Abi Thalib.
Muhammad Darwis mendapat pendidikan agama islam pertama kali dari orangtuanya.
Kemudian, ia berguru kepada kedua kakaknya iparnya yaitu, KH Muhammad Shalih ia
belajar tentang ajaran fiqih dan kepada KH Muhsin ia belajar nahwu. Muhammad Darwis
juga berguru kepada KH Muhammad Nur dan KH Abdul Hamid tentang berbagai ilmu
agama islam. Selain itu ia juga belajar tentang ilmu Falak semua itu menjadi bekalnya ketika
berangkat ke Tanah Suci.
Muhammad Darwis menunaikan ibadah Haji dua kali, ketika masih dalam usia muda,
pertama ia menunaikan Haji pada tahun 1980, ketika berumur 22 tahun, sambil mendalami
ilmu agama islam di Tanah Suci. Kembali ke tanah air , Muhammad Darwis mengubah
namanya menjadi Ahmad Dahlan nama yang diberi gurunya pada ijazah kelulusan belajar
dari makkah, kemudian ia menikah dengan Siti Walidah. KH Ahmad Dahlan menunaikan
ibadah haji yang kedua pada tahun 1903, ketika berumur 35 tahun atas fasilitas Sri Sultan. Sri
Sultan menegaskan bahwa zaman sekarang sudah berubah dari perang senjata menjadi perang
intelektual. Kesempatan tersebut digunakan untuk berhaji dan untuk studi lanjut
memperdalam ajaran-ajaran islam kepada beberapa ulama indonesia yang tinggal di Tanah
Suci.
Pada tahun 1909 K.H. Ahmad Dahlan bergabung dengan perkumpulan Boedi Oetomo
yang saat itu dipimpin Dr. Cipto Mangunkusumo setelah sebelumnya beliau mengundurkan
diri dari Khatib Masjid Gede Kauman untuk kebaikan bersama. Lalu, dengan ditemani istri
tercinta (Nya Walidah) dan lima murid-murid setianya yaitu Sudja’, Sangidu, Fahruddin,
Hisyam dan Dirjo membentuk perkumpulan Muhammadiyah dengan tujuan umat Islam agar
berpikiran maju sesuai perkembangan zaman dengan dibantu Budi Utomo dalam mengurus
izin pendirian perkumpulannya.
Pada akhirnya, tanggal 12 November 1912 M ditetapkan oleh K.H. Ahmad Dahlan
sebagai lahirnya Muhammadiyah yang dihadiri 30 orang muridnya meskipun surat izinnya
belum turun dan surat izin tersebut turun setelah beberapa hari yang didalamnya tercantum
tanggal 18 November 1912.
Sosok Kyai Dahlan tidaklah seperti ulama tradisional yang hanya fasih berbicara
(mubaligh), Kyai Dahlan juga merupakan sosok intelektual organik, beliau menjalankan
fungsi intelektualnya sebagai organisator dan penggerak bagi kaumnya juga betul-betul
berpartisipasi aktif dalam kehidupan praktis.
K.H. Ahmad Dahlan wafat pada tanggal 23 Februari 1923 di Yogyakarta dikarenakan
menderita sakit paru-paru. Lalu, pada tahun 1961 pemerintah Indonesia mengangkat K.H.
Ahmad Dahlan sebagai pahlawan Nasional. Melalui surat keputusan Presiden Soekarno
Nomor 657 tanggal 27 Desember 1961 dikemukakan 4 pertimbangan pengangkatan K.H.
Ahmad Dahlan sebagai pahlawan Nasional, yaitu:
1. K.H. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangunan Umat Islam Indonesia untuk
menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat
2. Dengan Organisasi Muhammadiyah yang didirikan telah memberikan ajaran islam
yang murni kepada bangsanya. Ajaran Islam yang menuntut kemajuan, kecerdasan
dan beramal bagi masyarakat dan umat dengan dasar Iman dan Islam
3. Dengan organisasinya Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan
pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangunan dan kemajuan bangsa, dengan
jiwa ajaran Islam
4. Dengan organisasinya bagian wanita atau “ Aisyiyah telah mempelopori kebangunan
wanita Bangsa Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat
dengan pria ”.
DAFTAR PUSTAKA
Tim AIK UMM. (2012). Al Islam-Kemuhammadiyahan III. UMM Press: Malang.

Anda mungkin juga menyukai