Anda di halaman 1dari 15

Asal Usul Sejarah Partai Bulan Bintang ( PBB )

Partai Bulan Bintang (PBB) adalah sebuah partai politik Indonesia yang berasaskan Islam berdiri pada
tanggal 17 Juli 1998 di Jakarta dan dideklarasikan pada hari Jumat tanggal 26 Juli 1998 di halaman
Masjid Al-Azhar Kemayoran Baru Jakarta.

Partai Bulan Bintang didirikan dan didukung oleh ormas-ormas Islam tingkat Nasional yaitu Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Badan Koordinasi
dan Silaturahmi Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI), Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI), Forum
Silaturahmi Ulama, Habaib dan Tokoh Masyarakat (FSUHTM), Persatuan Islam (PERSIS), Partai
Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Umat Islam (PUI), Perti, Al-Irsyad, Komite untuk Solidaritas
Dunia Islam (KISDI), Persatuan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), Lembaga Hikmah, Himpunan
Mahasiswa Islam Indonesia (HMI), Pelajar Islam Indonesia (PII), Gerakan Pemuda Islam (GPI), KB-PII,
KB-GPI, Hidayatullah, Asyafiiyah, Badan Koordinasi Pemuda & Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI),
Badan Koordinasi Muballigh Indonesia (Bakomubin),Wanita Islam, Ikatan Keluarga Masjid Indonesia
(IKMI), Ittihadul Mubalighin, Forum Antar Kampus dan Lembaga Penelitian Pengkajian Islam (LPPI).
Berbagai ormas ini bergabung didalam Badan Koordinasi Umat Islam (BKUI) yang didirikan pada
tanggal 12 Mei 1998. BKUI merupakan pelanjut dari Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) yang didirikan
pada tanggal 1 Agustus 1989 oleh Pemimpin Partai Masyumi yaitu DR.H. Mohammad Natsir,
Prof.DR.HM. Rasyidi, KH. Maskur, KH. Rusli Abdul Wahid, KH. Noer Ali, DR. Anwar Harjono, H. Yunan
Nasution, KH. Hasan Basri dan lain-lain.

Pada awal berdirinya PBB diketuai oleh Prof.DR. Yusril Ihza Mahendra, SH,MSc tokoh reformasi yang
menjadi arsitek berhentinya Soeharto dari jabatan Presiden RI ketika reformasi bergulir dan juga
sebagai tokoh yang mempelopori Amandemen Konstitusi Pasca reformasi ditengah tuntutan
Federalisme dari berbagai tokoh reformasi ketika itu dan pernah pula menjadi Menteri Hukum dan
Hak Azasi Manusia dan Menteri Sekretaris Negara.

Sedangkan DR. H.MS. Kaban diangkat sebagai Sekretaris Jendral, tokoh HMI yang sangat disegani
dan pernah menjabat sebagai Menteri Kehutanan yang juga dikenal tanpa kompromi dengan para
cukong kayu dan perambah hutan Indonesia.

Berikutnya MS Kaban dipilih sebagai Ketua Umum PBB pada tanggal 1 Mei 2005 dan Drs.H. Sahar L.
Hasan sebagai Sekjen. Sejak Muktamar ke-3, April 2010, di Medan partai ini telah menetapkan
kembali DR.H.MS Kaban sebagai Ketua Umum dan Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH., M.Sc. sebagai
Ketua Majelis Syuro dan BM Wibowo,SE., MM., mantan Sekretaris Jenderal Organisasi Massa Islam
Hidayatullah, sebagai Sekretaris Jenderal.

Partai Bulan Bintang sejak reformasi telah menjadi peserta pemilu dan telah mengikuti Pemilu tahun
1999, 2004 dan Pemilu tahun 2009. Pada Pemilu tahun 1999, Partai Bulan Bintang mempu meraih
2.050.000 suara atau sekitar 2% dan meraih 13 kursi DPR RI. Sementara pada Pemilu 2004
memenangkan suara sebesar 2.970.487 pemilih (2,62%) dan mendapatkan 11 kursi di DPR.

Dalam Pemilihan Umum Anggota Legislatif 2009, PBB memeroleh suara sekitar 1,8 juta yang setara
dengan 1,7% dan dengan system parliamentary threshold 2,5% sehingga berakibat hilangnya wakil
PBB di DPR RI, meski di beberapa daerah pemilihan beberapa calon anggota DPR RI yang diajukan
mendapatkan dukungan suara rakyat dan memenuhi persyaratan untuk ditetapkan sebagai Anggota
DPR RI. Namun PBB masih memiliki sekitar 400 Anggota DPRD baik di tingkat Propinsi maupun
Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Visi
Terwujudnya kehidupan masyarakat Indonesia yang Islami

Misi
Membangun masyarakat dan bangsa Indonesia yang maju, mandiri berkepribadian tinggi, cerdas,
berkeadilan, demokratis dan turut menciptakan perdamaian dunia berdasarkan nilai-nilai Islam.
Yusril Ihza Mahendra dan Partai Bulan
Bintang: Ihwal Gerakan Politik Islam di
Indonesia Menuju Pemilihan Umum 2014

Usaha-usaha untuk merevitalisasi dan mendirikan sebuah partai politik Islam di Indonesia
sesungguhnya telah dirintis, ketika FUI (Forum Umat Islam) berdiri pada 16 Dzulhijjah, 1440
Hijriah, atau bertepatan dengan tanggal 1 Agustus tahun 1989. Beberapa tokoh yang hadir
kala itu, seperti Dr. Moh Natsir, Prof. Dr. HM Rasjidi, Dr. Anwar Harjono, M. Yunan
Nasution, Prof. Dr. Ismail Suny, KH. Nur Ali, KH. Hasan Basri, M. Soleiman, KH. Masjkur,
M. Buchari Tamam, Ir. Hussein Umar, Ir. AM Luthfi, H. Saiful Masjkur, dan beberapa yang
lainnya, menyadari sepenuhnya bahwa forum ini sangat efektif sebagai wadah silaturahmi
yang berperan terhadap pembangunan kualitas umat.

Seiring dengan berjalannya waktu, setelah melalui pertimbangan yang matang, beberapa
tokoh dalam FUI itu kemudian merangkul ormas-ormas Islam nasional seperti Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia, Muhammadiyah, Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam,
ICMI, Syarikat Islam, Al-Irsyad, Persatuan Islam (Persis), Al Irsyad, Ikatan Masjid
Indonesia, Gerakan Pemuda Islam, Badan Koordinasi Mubaligh Indonesia, Badan Koordinasi
dan Pemuda dan Remaja Mesjid Indonesia, Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia, Komite
Islam untuk Solidaritas Umat Islam (KISDI), Ittihadul Mubalighin dan Forum Silaturahmi
Habaib, dan beberapa yang lainnya, untuk mencapai tujuan yang lebih besar secara bersama-
sama. Hingga pada akhirnya, pada tanggal 12 Mei 1998, melalui persetujuan kolektif dan
kerjasama itu, terbentuklah apa yang dikenal dengan BKUI (Badan Koordinasi Umat Islam),
sebagai cikal bakal dimulainya gerakan politik Islam di tanah air kita ini, beberapa hari
menjelang kekuasaan Orde Baru berakhir.

Setelah melalui proses yang berliku-liku tersebut, akhirnya pada 23 Rabiul Awal, 1419
Hijriah, atau bertepatan dengan tanggal 17 Juli 1998, dimulailah momen bersejarah
kebangkitan kembali gerakan politik Islam di Indonesia, dengan terbentuknya sebuah Partai
Politik Islam, yang dinamakan Bulan Bintang. Dipilihnya nama itu oleh karena identifikasi
historis sebuah keluarga besar dari organisasi dan jamaah pendukung Partai Masyumi di masa
kejayaan politik Islam Indonesia pada Pemilihan Umum tahun 1955 yang lalu.

Lambang bulan bintang dalam masyarakat Muslim dunia seperti di Afrika Utara, Afrika
Selatan, Timur Tengah, maupun Asia Tenggara, pada umumnya memang dikesankan sebagai
simbol Islam, meskipun tidak bisa diingkari bahwa tidak menutup kemungkinan adanya tafsir
yang berbeda terhadap simbol dan lambang tersebut. Simbol bulan bintang di masa yang lalu
misalnya pernah digunakan sebagai tanda gambar Sarekat Islam, sebagai cikal bakal
Pergerakan Islam di masa pra-kemerdekaan tahun 1945, dan terakhir digunakan juga sebagai
tanda gambar Masyumi, ketika Partai Politik ini diumumkan pada awal November 1945.

Gambaran simbol bulan bintang dalam partai ini tidak lain adalah untuk menggambarkan
kesinambungan historis perjuangan Islam sejak berabad-abad lampau, sejak kaum Muslimin
mulai tumbuh dan berkembang di masyarakat kita ini, kemudian berjuang dan mendirikan
kesultanan-kesultanan Islam, bertempur melawan penjajah, dan akhirnya bahu-membahu
dengan segenap komponen kekuatan bangsa mencapai kemerdekaan pada tahun 1945,
dilanjutkan dengan perjuangan politik pasca kemerdekaan, sampai pada dewasa ini.

Peran simbol dalam penamaan sebuah partai atau sebuah gerakan politik kiranya menjadi hal
yang penting untuk mengintrodusir kepada masyarakat perihal pemahaman atas visi dan misi
yang diusung dalam aktivitasnya. Dalam batas yang minimal dari segi doktrin tetapi
penting dari segi sosial dan politik, agama pun kerap digunakan sebagai simbol-simbol
identitas diri.

Seseorang yang mengaku diri Muslim dalam sebuah masyarakat Islam, terkadang
menunjukkan arti tertentu yang membedakan dirinya dengan orang atau komunitas-
komunitas lain. Bagi pejuang Bosnia, Islam sebagai identitas diri mungkin lebih penting dari
mengerjakan amal-amal ibadah khashasah seperti shalat, puasa dan sebagainya. Sebab
dengan menonjolkan simbol-simbol Islam itulah, mereka dapat mengidentifikasikan diri, dan
sekaligus membedakannya dengan orang-orang Serbia.

Dr. Anwar Harjono sebagai juru bicara terakhir dari Partai Masyumi, pendiri dan sekaligus
sesepuh dari Partai Bulan Bintang, menyatakan bahwa Partai ini adalah penerus cita-cita
perjuangan Masyumi, yang didirikan dengan niat Izzul Islam Wal Muslimin, dan bertujuan
untuk membangun bangsa dan negara bagi kepentingan seluruh rakyat Indonesia, tanpa
membedakan asal-usul keturunan, agama, maupun golongan, sesuai dengan prinsip Islam
sebagai Rahmatan Lil Alamin.

Setelah didirikan pada hari Jumat tanggal 17 Juli 1998, maka 40 hari kemudian, pada tanggal
2 Rabiul Awal, 1419 Hijriah, atau bertepatan dengan 26 Juli 1998, di halaman Masjid Agung
Al-Azhar, Partai Bulan Bintang ini dideklarasikan dan disosialisasikan ke tengah-tengah
masyarakat Indonesia, sekaligus terpilihnya seorang intelektual muda Muslim saat itu,
bernama Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH, M.Sc., sebagai Ketua Umum sebuah partai
yang menjadi simbol perjuangan politik Islam Indonesia di awal era reformasi tahun 1998.

Selanjutnya, pada Musyawarah Kerja Nasional Perdana Partai Bulan Bintang, yang
diselenggarakan pada tanggal 25-28 Februari 1999, Sang Ketua Umum itu kembali
menegaskan bahwa Partai ini merupakan representasi perjuangan Masyumi dahulu, yang
menggunakan cara-cara yang sah dan konstitusional dalam memperjuangan aspirasinya,
dengan prinsip gerakan Islamic Modernism. Ia menambahkan bahwa Masyumi boleh mati,
tetapi ruh-nya akan tetap hidup dalam cita-cita dan sanubari para penerusnya dalam
kesinambungan pergerakan politik Islam di tanah air.

Selain itu, pada berbagai kesempatan, baik dalam kedudukan sebelumnya sebagai Ketua
Umum, maupun sebagai Ketua Majelis Syura sekarang ini, Yusril Ihza Mahendra senantiasa
mensosialisasikan bahwa Partai Bulan Bintang memposisikan dirinya sebagai Ummatan
Wasathan, seperti yang dikatakan Al-Quran bahwa Umat Islam itu adalah umat yang
pertengahan. Dengan demikian, prasangka-prasangka yang menyebut bahwa Partai ini
adalah ekstrim kiri atau ekstrim kanan adalah tidak berdasar dan contradictio in terminis
dengan ajaran Islam itu sendiri.

Yang menjadi pertanyaan, apakah Partai Bulan Bintang ini bercorak inklusif atau eksklusif?

Sehubungan dengan pertanyaan fundamental dari perspektif kepartaian diatas, Yusril Ihza
Mahendra selaku pengendali Partai juga selalu menjelaskan berulang-ulang, bahwa pada
prinsipnya partai ini bersifat terbuka. Dalam Anggaran Dasarnya hanya dijelaskan syarat
menjadi anggota Partai Bulan Bintang adalah laki-laki atau perempuan, warga negara
Indonesia, dan berumur serendah-rendahnya 17 tahun atau pernah menikah. Tidak
disyaratkan bahwa untuk menjadi anggota Partai ini adalah mereka yang harus beragama
Islam. Mereka yang tidak beragama Islam, yang setuju terhadap dasar perjuangan dan cita-
citanya, dipersilahkan untuk masuk dalam keanggotaan Partai Bulan Bintang.

Seperti halnya di negara lain seperti Jerman, terdapat Partai Kristen Demokrat yang
berungkali memerintah negara Jerman. Pada faktanya secara internal, tidak sedikit jumlah
dan bilangannya kaum Muslimin Jerman menjadi anggota Partai tersebut, sebagaimana juga
Partai Bulan Bintang di Indonesia ini, sejauh mereka setuju dan sepakat menerima dasar dan
tujuannya.

Bagaimanakah konsepsi pemikiran dan tindakan politik Yusril Ihza Mahendra mempengaruhi
konfigurasi Partai Bulan Bintang sebagai gerakan politik Islam dalam kurun satu dasawarsa
terakhir?

Dalam menganalisis dinamika sebuah Partai, selain membaca AD/ART sebagai


konstitusinya, yang terpenting adalah kita harus memahami dasar pemikiran, dan tindakan
dari para pemimpin/aktor politiknya dalam kurun waktu tertentu. Demikian pula bila
berbicara mengenai Partai Bulan Bintang dan corporate thinking-nya, memang tidak bisa
dilepaskan dari refleksi pemikiran dan tindakan politik seorang Yusril Ihza Mahendra, yang
secara konfiguratif sangat mendominasi gerak dan langkah perjuangan Partai ini.

Menurut Yusril Ihza Mahendra, secara singkat, membicarakan Islam di Indonesia tidak bisa
dilepaskan dari sejarah bangsa. Sejak berabad-abad lalu, para pemimpin Islam berperang
melawan bangsa Eropa. Pada awal abad ke-20, berbagai gerakan Islam bermunculan. Mereka
berbicara atas nama Islam, tapi tidak berjuang untuk negara lain. Mereka berjuang untuk
masyarakat dan manusia yang mendiami kawasan ini. Jadi jika mereka bicara Islam, itu
berarti mereka bicara bangsa. Akan tetapi kalau kita berbicara bangsa, belum tentu berbicara
tentang Islam. Dengan demikian, hal tersebut sangat historis. Karena itu, tidak mungkin
membicarakan masa depan bangsa jika bangsa itu tercabut dari akar historis dan budayanya.
Belajar dari pengalaman bangsa lain seperti Turki, yang mencoba mencabut akar religius dan
budayanya, pada akhirnya tidak bergerak kemana-mana.

Partai Bulan Bintang bukanlah merupakan romantisme sejarah yang memimpikan kejayaan
masa lampau, karena yang dibangun bukanlah sebuah gerakan ideologi, melainkan gerakan
politik melalui wahana Partai. Contoh gerakan ideologi Islam itu, dalam pandangan Yusril
Ihza Mahendra, adalah seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir atau Jamaat Islami di Pakistan.
Keduanya disebut ideological movement, dan bukannya Partai Politik, karena tujuan
organisasinya adalah menyangkut kesadaran ideologi. Hal yang sangat berbeda dengan Partai
Politik yang memasuki koridor kekuasaan.

Ditegaskan kembali oleh Yusril, bahwa Bulan Bintang adalah adalah sebuah Partai Politik,
karena itu ia tidak perlu menekankan soal ideologi. Yang ditekankan adalah pragmatisme,
persoalan konkrit yang dihadapi bangsa. Karena itu, ia berasas Pancasila, namun berakidah
dan berakhlak Islami. Partai ini lebih relevan diperbandingkan dengan Liga Muslim di Liga
Muslim di India/Pakistan, sewaktu Pakistan belum memisahkan diri dari benua India, atau
Partai Masyumi di Indonesia, yang memiliki tingkat akseptabilitas tinggi dari masyarakat,
internalnya sangat plural, dan dapat menjalin kerjasama (aliansi) dengan kelompok-kelompok
lainnya pada zaman itu, seperti Partai Sosialis Indonesia, Partai Katolik dan Partai Kristen
Indonesia.

Dari segi platform, Partai Bulan Bintang sejak awal pendiriannya, pada dasarnya ingin
membangun kerjasama dengan setiap kelompok politik manapun, dengan terlebih dulu
memperjelas identitas masing-masing, Saya ini begini dan Anda begitu. Dengan menyadari
ada pendirian masing-masing, nanti dicari titik persamaannya dalam membangun kerjasama
itu. Bukannya, kita membangun kekuatan bersama dimana masing-masing pihak
menyembunyikan identitas dan pemikirannya, sehingga hanya menghasilkan kemunafikan
dalam berpolitik.

Seperti halnya mengamati tulisan ataupun polling yang dilakukan oleh para pengamat
ataupun lembaga survei akhir-akhir ini, Yusril Ihza Mahendra melihat banyak analisis yang
tidak disajikan secara proporsional. Ia menyatakan mengerti perbedaan akar sosiologis antara
Indonesia dengan negara lain, semisal Jerman. Seperti telah diungkapkan sebelumnya, bahwa
di negara itu terdapat Partai Kristen Demokrat yang daya akseptabilitasnya tinggi, bukanlah
sebuah gerakan ideologi, melainkan Partai Politik. Karena dalam posisi itu, maka ia bertindak
pragmatis-realistis dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi bangsa Jerman.

Persoalannya saat ini, banyak sekali analis mengalami kekeliruan akademis dengan
mengelompokkan secara teoritik tentang variabel Partai Islam, tanpa mampu
membedakannya sebagai sebuah Partai Politik dan gerakan ideologi. Jika menggunakan
kerangka analisis yang membedakan keduanya dengan jelas, maka publik pun dapat
mengerti, sehingga adanya kekhawatiran atas ekstremisitas dan fundamentalisme terhadap
bulan bintang seakan-akan sebuah gerakan Islam yang revolusioner menjadi hal yang absurd.
Problem kontemporer lain yang diungkapkan Yusril Ihza Mahendra, bahwa tetap
meruncingnya dikotomi antara Islam dan Nasionalis dalam fragmentasi kepartaian ini,
sesungguhnya tak lepas dari adanya misi politik. Alumni Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah seperti Saiful Mujani, dan kawan-kawan misalnya, yang seringkali
melakukan riset semacam itu, sedikit banyak dipengaruhi oleh pemikiran Alm. Nurcholish
Majid, yang menganggap Islam Yes Partai Islam No". Dengan demikian, tidaklah
mengherankan bahwa ada penggiringan opini ke arah pengguguran eksistensi Partai Islam.
Karenanya, sudah tidak relevan membicarakan dikotomi antara Islam dan Nasionalis, karena
sejujurnya, mungkin Partai yang diklaim sebagai nasionalis itu juga akan menghadapi dilema,
apabila kategorisasi ideologisnya digeser menjadi dikotomi antara Partai Islam dengan Partai
Sekuler.

Dengan demikian, secara konsepsional, sebagaimana diungkapkan Yusril Ihza Mahendra,


bahwa sebagai kekuatan sejarah, Islam di Indonesia adalah kekuatan yang telah memainkan
peranan yang besar, baik di masa lalu, di masa kini, maupun di masa depan. Untuk melihat
itu, diperlukan kearifan dengan menggunakan berbagai perangkat analisis ilmiah, dengan
menjauhi sikap-sikap a-priori dan purbasangka. Islam sendiri dapat menyumbangkan sesuatu
yang amat berarti bagi masa depan Indonesia. Sebagai doktrin yang amat multidimensional,
Islam menjadi sumber motivasi yang tak pernah kering bagi umatnya untuk mendorong
proses perubahan ke arah yang lebih baik dari masa kini.

Untuk itulah, umat Islam dituntut untuk tumbuh dan berkembang menjadi dewasa dan
memahami secara sungguh-sungguh, dimanakah peranan doktrin yang sesungguhnya dalam
konteks riil sebuah masyarakat dan sebuah negara bangsa (nation state)? Sebagai rahmat bagi
sekalian alam, kehadiran Islam hendaknya bukan saja menuntut arah perubahan bangsa ini
pada suatu titik yang lebih cerah sebagaimana diharapkan umat Islam, namun kehadirannya
diharapkan menjadi sesuatu yang juga menjadi rahmat bagi pemeluk-pemeluk agama lain
yang menjadi bagian tak terpisahkan dari bangsa ini.

Dalam kedudukannya sebagai Pejabat Negara pasca reformasi, baik selaku Menteri
Kehakiman dan HAM di masa Kabinet Megawati, maupun sebagai Menteri Sekretaris
Negara di era Susilo Bambang Yudhoyono, Yusril Ihza Mahendra secara brilian telah
berhasil mentransformasikan asas-asas syariat Islam dalam membuat berbagai produk hukum
seperti UU Pemerintahan Aceh (Qanun), UU Kepailitan, UU Otonomi Khusus Papua, Perpu
Terorisme, UU Perbankan yang melahirkan sistem keuangan Islam seperti Bank Muamalat,
dan ratusan peraturan perundang-undangan lainnya dalam berbagai bentuk, yang dilahirkan
pada era-nya, serta kebijakan-kebijakan lainnya dalam menyelesaikan persoalan bangsa dan
negara kita.

Memang di era itu, sebagai Pejabat Negara yang juga merupakan representasi sosok politisi
Islam di kabinet, Yusril Ihza Mahendra seolah tidak kehilangan warna dan jati dirinya,
sehingga tidak ada keseganan yang tampak untuk senantiasa memberikan pendidikan politik
bagi rakyat mengenai gagasan politik, baik dalam refleksi pemikirannya sebagai seorang
intelektual, maupun dasar perjuangan yang diusung oleh Partainya, Partai Bulan Bintang.

Seperti diketahui bahwa di masa transisi itu, secara konsepsional, Partai Bulan Bintang
memang tetap memperjuangkan tegaknya syariah Islam dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara kita, seperti menjunjung tinggi kemajemukan. Syariah Islam dalam
arti peribadatan seperti solat, puasa dan haji dapat dilaksanakan umat Islam seluas-
luasnya, tanpa sedikitpun kewenangan negara untuk mencampuri atau menghalanginya.
Syariah Islam dalam kehidupan pribadi dan keluarga seperti perkawinan dan kewarisan
dijamin untuk dilaksanakan bagi umat Islam, sebagaimana umat beragama lain juga tunduk
kepada ketentuan-ketentuan agama mereka.

Sedangkan konsep syariah yang diperjuangkan Partai Bulan Bintang dalam kehidupan yang
lebih luas, berkaitan dengan hukum publik, adalah sumber hukum yang universal, yang dapat
ditransformasikan ke dalam hukum nasional atau peraturan di daerah-daerah. Kalau sudah
selesai ditransformasikan, maka namanya bukan lagi syariat Islam, melainkan hukum
nasional Republik Indonesia atau Peraturan Daerah, atau peraturan lainnya yang merupakan
hukum negara Republik Indonesia.

Bukan hanya syariah Islam sebagai sumber hukum yang ditransformasikan, asas-asas hukum
Adat, Hukum Eks Kolonial Belanda yang telah diterima masyarakat, dan juga konvensi-
konvensi internasional yang telah kita ratifikasi, dalam pandangan Partai Bulan Bintang,
semuanya adalah sumber hukum, di samping Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Asas dan cita-cita perjuangan PBB adalah sejalan dengan
kemajemukan bangsa Indonesia. Partai ini menjunjung tinggi asas Bhinneka Tunggal Ika.
Asas ini disahkan menjadi kata-kata yang diletakkan di dalam lambang negara Garuda
Pancasila. Pengesahan itu dilakukan oleh Perdana Menteri Dr. Sukiman Wirjosandjojo di
tahun 1952. Dr. Sukiman adalah Ketua Umum Pertama Partai Masyumi, Partai Islam yang
memberi inspirasi kepada asas dan perjuangan Partai Bulan Bintang.

Dengan berasaskan Islam dan menimba inspirasi dan motivasi yang seluas-luasnya dari
ajaran Islam yang universal itu, Partai Bulan Bintang berjuang untuk memajukan bangsa dan
negara Republik Indonesia, dan tidak menjual agama sebagaimana dituduhkan orang-orang
sekuler-nasionalis, karena agama bukanlah barang dagangan yang dapat diperjual-belikan.
Karena itulah, Partai Bulan Bintang seperti diungkapkan oleh Yusril Ihza Mahendra
mengatakan bahwa di samping sebuah Partai Islam, ia adalah juga Partai Indonesia.
Karenanya akan terus berjuang membela tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan nama Republik Indonesia itu.

Partai Bulan Bintang ini juga tidak berniat untuk mengubah nama negara kita menjadi
Republik Islam Indonesia seperti sering dituduhkan secara kontroversial oleh berbagai pihak.
Namun Partai ini memperjuangkan ajaran Islam yang universal, dapat menjiwai dan
menyemangati kehidupan bangsa dan negara kita, dengan tetap menjunjung tinggi dan
menghormati keberadaan pemeluk-pemeluk agama lainnya, sesuai dengan jaminan ajaran
Islam tentang kemerdekaan memeluk agama dan menjalankannya, yang semuanya adalah
sejalan dengan ketentuan-ketentuan di dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Di sisi lain, Partai Bulan Bintang dengan tegas menolak sekularisme, yang bercita-cita ingin
memisahkan urusan keagamaan dengan urusan kenegaraan. Karena itu Partai Bulan Bintang
ini bukan hanya menginginkan Umat Islam menjadi maju, tetapi menginginkan agar semua
umat beragama yang merupakan bagian dari rakyat dan bangsa Indonesia harus sama-sama
mencapai kemajuan. Partai ini bukan hanya ingin agar umat Islam dapat dengan leluasa
menjalankan ajaran agamanya, melainkan semua pemeluk agama dapat menjalankan ajaran
agama mereka dengan leluasa, aman dan sentosa.

Secara faktual, tiap analis politik umumnya sependapat pada kesimpulan umum bahwa
perjalanan politik Partai Bulan Bintang dalam mengartikulasikan platform dan gagasan-
gagasannya sebagai sebuah institusi politik dalam satu dekade ini, memang tidak bisa
dilepaskan dari peranan seorang tokoh sentralnya, yakni Yusril Ihza Mahendra. Walaupun
dalam berbagai kesempatan, tokoh ini selalu menekankan kepada setiap kadernya, untuk
menjauhkan diri sikap fanatik berlebihan atau taasub kepada Partai yang sesungguhnya
bukan merupakan tujuan dalam hidup berbangsa dan bernegara, melainkan hanya alat
untuk mencapai tujuan. Dan secara pribadi ataupun dalam konteks nasional, Yusril juga
berulang kali menganjurkan secara subyektif untuk menghindari sikap kultus-individu yang
menurutnya hanya akan meracuni moral setiap warga bangsa, baik fanatisme terhadap
perseorangan maupun terhadap Partai, sehingga hal yang paling ditakutkannya dalam hidup
ini adalah: masih hidup kita dikultuskan orang, sudah mati kuburan kita dikeramatkan
orang,.. Naudzubillah min dzalik.

Gambaran diatas memperlihatkan bahwa sudah demikian banyak peran Yusril Ihza Mahendra
dalam memberikan arah dan warna perjuangan Partai Bulan Bintang dalam kurun satu
dasawarsa ini. Pertanyaan besarnya adalah, mampukah kemudian Partai bernomor urut 14
pada Pemilu 2014 ini, kembali eksis mewarnai gerakan politik Islam di tanah air kita, dengan
melampaui ambang batas parlemen 3,5% (parliamentary treshold), dan menghantarkan tokoh
sentralnya itu menuju tampuk kepemimpinan nasional bangsa ini? Atau justru sang tokoh
sendiri yang akan mendobrak presidensialisme positif yang seharusnya berlaku di Indonesia,
apabila permohonannya atas pengujian UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden ternyata dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi?

Yusril Ihza Mahendra berharap bahwa para hakim MK dapat memberikan tafsir sesuai
"original intent" dari konstitusi atas norma yang terdapat dalam Pasal 6A ayat (2), Pasal 22E
ayat (1), (2) dan (3) tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dikaitkan dengan sistem
pemerintahan Presidensial sebagaimana diatur oleh norma Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 7C
UUD 1945, sebagai seorang negarawan yang memahami konstitusi bukan tafsir para
legislator di DPR dan Presiden yang terkadang bias dalam menafsirkan norma konstitusi ke
dalam undang-undang karena berbagai kepentingan politik yang melatar-belakanginya.
Semoga akan terjadi perubahan politik yang besar, menghancurkan eksistensi kelompok
status-quo yang oligarki di republik ini.

Berbagai strategi dan program kiranya tengah disusun oleh Partai Politik Islam pengusung
tema perjuangan Mewujudkan Keadilan dan Kepastian Hukum pada Pemilu 2014 ini,
untuk sebanyak mungkin meraih partisipasi publik, termasuk mempengaruhi rekaan dan
spekulasi yang akan terus bermunculan melalui berbagai sarana dan media, menjelang pesta
demokrasi yang akan diselenggarakan pada pertengahan tahun depan.

Karena itu, bagian terakhir tulisan ini akan menggambarkan secara singkat biografi dari
Yusril Ihza Mahendra, seorang tokoh politik Islam yang hampir dipastikan akan dicalonkan
oleh Partai Bulan Bintang sebagai Calon Presiden Republik Indonesia, pada Pemilihan
Umum Presiden Tahun 2014 nanti.

Banyak pengamat yang menilai bahwa Yusril Ihza Mahendra, adalah hampir satu-satunya
tokoh Islam yang mampu masuk dan berkibar di atmosfir pemikiran Islam nasional. Ini
disebabkan karena ia mampu mengartikulasikan aspirasi-aspirasinya tidak saja melalui
pergulatan intelektualisme ataupun kesehariannya sebagai praktisi hukum, namun ia juga
dianggap mampu meletakkan dirinya saat berkomunikasi, dalam spektrum umat Islam yang
beragam secara elegan dan moderat, tanpa kehilangan jati diri dan pendiriannya sendiri.
Tokoh yang memiliki motto hidup Ungkapkan Kebenaran Melalui Pengetahuan dan
Keberanian ini, berhasil menyelesaikan pendidikan kesarjanaannya pada Fakultas Hukum
jurusan Hukum Tata Negara dan Jurusan Filsafat Fakultas Sastra di Universitas Indonesia. Ia
kemudian meneruskan pendidikannya dengan mengikuti program Pascasarjana di Universitas
yang sama dengan mengambil Jurusan Hukum dan Ilmu Pengetahuan Islam. Di kampus yang
membesarkannya ini, ia bahkan pernah menjadi Ketua Majelis Permusyawatan Mahasiswa,
yang pada masa itu menentang keras kehadiran konsep NKK dan BKK, walau akhirnya ia
dikenai skorsing di zaman Menteri Pendidikan Dr. Daoed Joesoef.

Yusril Ihza Mahendra kemudian meneruskan pendidikannya hingga mendapat gelar Master
of Science pada Graduate School of Humanities and Social Science, University of the Punjab,
di Pakistan. Ia pun pernah mengikuti pendidikan setingkat Masters Degree (Master of
Law), Leiden Universiteit, di negeri Belanda. Selanjutnya, ia memberanikan diri untuk
meneruskan pendidikan doktoralnya di New York, Amerika Serikat dan mengambil
program Southeast Asian studies, Cornell University. Walaupun sangat disayangkan, akibat
masalah politik dan pembiayaan sponsor, ia hanya dapat menyelesaikan pendidikannya di
Universitas terkemuka itu selama 2 (dua) semester. Namun atas saran promotor
tetapnya (Prof. George McTurnan Kahin), Yusril pada akhirnya dapat melanjutkan dan
menyelesaikan Ph.D-nya, dengan spesialisasi Perbandingan Politik Islam pada Universiti
Sains Malaysia, pada tahun 1993.

Sekembalinya ke tanah air, Yusril kembali aktif mengajar pada almameternya di Universitas
Indonesia, sampai akhirnya diangkat sebagai Ketua Jurusan Tata Negara di Fakultas Hukum
UI, selain tetap beraktivitas dalam dunia pergerakan di luar kampus, sebagaimana
kebiasaannya sejak muda dulu, ia pernah aktif di Himpunan Mahasiwa Islam (HMI), Pemuda
Muslimin afiliasi PSII, ICMI, Pemuda Muhammadiyah, Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia, Badan Komunikasi Pemuda Masjid Indonesia (BKPMI), serta bekerja sebagai
peneliti pada Lembaga Riset LIPPM (bersama Moh. Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, HM.
Rasjidi, Burhanuddin Harahap dan Anwar Harjono). Hal itu disebabkan karena cita hidupnya,
yang ingin menggabungkan antara aktivisme dan intelektualisme.

Hingga beberapa waktu kemudian, tepatnya di akhir tahun 1993, Yusril direkrut oleh
Sekretariat Negara sebagai Asisten Mensesneg Urusan Khusus. Sejak saat itu, ia dipercaya
sebagai speech writer Presiden Soeharto, yang berlangsung hingga menjelang Kepala
Negara ke-2 Republik Indonesia itu mengundurkan diri, pada tanggal 21 Mei 1998. Namun
setahun sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra telah dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum
Tata Negara di Universitas Indonesia, dan sejak saat itu ia berhak menyandang gelar
Profesor di depan namanya. Ia pun pernah menjadi Guru Besar Tamu di University of
Hamburg, Jerman.

Perubahan konstelasi politik di tahun 1998, yang ditandai dengan jatuhnya rezim Presiden
Soeharto kala itu, telah mengubah juga alam demokratisasi, khususnya sistem politik kita
menjadi multi-partai. Singkatnya, dalam kontestasi ini, Yusril Ihza Mahendra tampil untuk
pertama kalinya sebagai tokoh muda yang memimpin sebuah Partai Politik Islam Bulan
Bintang, sebagaimana telah digambarkan secara komprehensif sebagai topik utama tulisan
ini, dan posisi Partainya pada pemilu 1999 waktu itu cukup diperhitungkan, karena termasuk
dalam 6 Partai besar yang berhasil melampaui electoral treshold 10%, dan mendapatkan
kursi di MPR/DPR RI.
Langkah politik Ketua Umum Partai Bulan Bintang ini, melalui koalisinya dengan beberapa
Partai berbasis massa Islam di Parlemen, yang tergabung dalam kelompok Poros Tengah,
akhirnya telah membawa Abdurrahman Wahid menuju Kursi Kepresidenan, dan
mengikutsertakan pula Yusril Ihza Mahendra, sebagai anggota kabinetnya, dengan jabatan
Menteri Hukum dan Perundang-undangan. Namun seiring dengan penggantian
kepemimpinan nasional, dimana Gus Dur harus dimakzulkan (impeachment) lewat Sidang
Istimewa MPR tahun 2001, akibat mengeluarkan Dekrit yang berisi: (1) pembubaran
MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu
dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar. Dan ketika Megawati Soekarno
Putri selaku Wakil Presiden mengambil alih kekuasaan sebagai Presiden menggantikan Gus
Dur, Yusril kembali dipercaya menduduki kursi Menteri Kehakiman dan HAM.

Perjalanan politik Yusril kian cemerlang, ketika pada tahun 2004, Partai Bulan Bintang yang
menjadi shareholder utama pendukung pasangan SBY-JK, selain Partai Demokrat dan
PKPI, pada akhirnya memenangkan pertarungan pada Pemilihan Umum Presiden,
mengalahkan calon Incumbent kala itu, Megawati Soekarno Putri. Sekali lagi, Yusril kembali
dipercaya untuk duduk dalam kabinet baru itu, sebagai Menteri Sekretaris Negara. Namun
akibat berbagai isu dan propaganda politik, khususnya melalui trial by the press yang
dilancarkan oleh lawan-lawan politik dan berbagai pihak yang tidak nyaman atas
keberadaannya di lingkar kekuasaan, membuatnya harus di-reshuffle oleh Presiden SBY,
dengan isu utama dugaan keterlibatan Yusril dalam kasus pengadaan sidik jari
AFIS (Automatic Finger Print Identification System) dan Pencairan Uang Tommy Soeharto
di BNP Paribas, yang secara hukum tidak pernah terbukti hingga saat ini.

Sebelum maupun saat duduk di pemerintahan sebagai anggota kabinet, Yusril Ihza
Mahendra, juga tercatat pernah menduduki beberapa posisi dan tugas strategis, baik dalam
level nasional maupun internasional, antara lain menjadi Ketua Tim Ahli bidang Hukum pada
Pusat Penelitian dan Pelayanan Informasi DPR RI, Presiden Asian-African Legal
Consultative Organization (AALCO), Komisaris PT Pertamina, Anggota MPR/DPR RI,
Ketua Delegasi Republik Indonesia dalam berbagai perundingan Internasional termasuk
sidang ASEAN, Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan APEC, Ketua Delegasi Republik
Indonesia untuk berbicara dan berpidato dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa di New
York dan Komisi Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa, Ketua Delegasi Republik Indonesia
pada Konferensi Internasional tentang Tsunami dan Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika,
Sekretaris Regional Islamic Dawah Council of Southeast Asia and the Pasific di Kuala
Lumpur yang diketuai oleh Tunku Abdul Rahman Putra Al-Haj (Mantan Perdana Menteri
Malaysia), Penyusun dan Penandatangan Konvensi PBB atas nama Pemerintah Republik
Indonesia seperti UN Convention on Transnational Organized Crime di Palermo Italia,
dan UN Convention Against Corruption di Markas PBB New York, AS, dan beberapa posisi
dan tugas penting lainnya.

Pemberhentiannya sebagai Mensesneg, ternyata tidak serta-merta membuat gerak-langkah


Yusril Ihza Mahendra, baik sebagai seorang politisi Muslim maupun sebagai advokat surut.
Berbagai tawaran untuk menduduki berbagai posisi yang strategis kembali oleh Presiden
SBY, seperti Menteri Dalam Negeri, Duta Besar RI di Malaysia, bahkan sebagai Ketua
Mahkamah Konstitusi tidak diterimanya. Ia terlihat lebih menikmati aktivitasnya di luar
struktur, namun tetap kritis mengoreksi setiap kebijakan pemerintahan yang dianggapnya
keliru.
Akan tetapi babak-babak perlawanan hukum Yusril Ihza Mahendra terhadap Pemerintah,
sesungghnya dimulai pada saat penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi
Sisminbakum pada tahun 2010 yang lalu. Langkah yang dilakukannya ketika itu, selain
menghadapi proses pemeriksaan di Kejaksaan Agung, adalah mempersoalkan legalitas Jaksa
Agung, dan mengujinya ke Mahkamah Konstitusi. Singkatnya, MK pada akhirnya
membenarkan pendapat Yusril dan menganggap bahwa kedudukan Hendarman Supandji
selaku Jaksa Agung, sejak dibacakannya putusan, tanggal 24 September 2010, menjadi tidak
lagi sah, hingga membuat Presiden SBY harus membuat Keputusan Presiden pengganti
Hendarman, yang memang tidak pernah dilantik kembali pada saat pembubaran Kabinet
Indonesia Bersatu Jilid I, tahun 2009.

Keberhasilan perlawanan Yusril Ihza Mahendra diatas, yang ditempuh dengan cara dan
mekanisme yang sah dan konstitusional, kemudian diikuti oleh kemenangan-kemenangan
gemilang berikutnya atas pemerintah. Beberapa yang tercatat, diantaranya adalah, uji materi
Pasal 97 ayat (1) UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian di Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan Yusril dengan menghilangkan frasa 'setiap
kali' dalam pasal yang berbunyi: "Jangka waktu pencegahan paling lama enam bulan dan
'setiap kali' dapat diperpanjang paling lama enam bulan". Akibat putusan itu, setiap penegak
hukum hanya bisa mencegah seseorang maksimal setahun atau 2 x 6 bulan, sudah termasuk
perpanjangan. "Lebih dari itu, penegak hukum melanggar HAM".

Pelajaran berikutnya yang ditunjukkan Yusril Ihza Mahendra, adalah meluruskan kekeliruan
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM, yang digawangi Amir
Syamsuddin dan Denny Indrayana, terkait moratorium pemberian remisi dan pembebasan
bersyarat bagi narapidana korupsi dan terorisme. Kebijakan itu dianggap Yusril sebagai
sebuah pelanggaran hukum dan HAM, karena telah menghilangkan hak-hak narapidana yang
telah dijamin dalam UU. Hingga akhirnya PTUN pun membatalkan Keputusan Menteri
Hukum dan HAM tersebut, karena dianggap tidak sesuai dengan peraturan-perundangan yang
berlaku, dan tidak sejalan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Dalam negara
hukum, baginya, setiap tindakan aparatur negara harus didasarkan kepada hukum positif yang
berlaku, karena apabila tidak, maka tujuanrechstaat itu akan bergeser menjadi machstaat,
tergantung selera sang penguasa.

Kemenangan Yusril berikutnya adalah saat mengabulkan uji materi beberapa pasal dalam
KUHAP terkait saksi meringankan. Gugatan ini dilayangkan karena kejaksaan menolak
menghadirkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden kelima Megawati
Soekarno Putri sebagai saksi karena dianggap tidak relevan. Padahal UU PNBP secara
eksplisit telah menerangkan bahwa yang berwenang menetapkan sesuatu item sebagai PNBP,
hanyalah seorang Presiden.

Tetapi dari sekian banyak keberhasilan diatas, barangkali keberhasilan terakhirnya adalah
yang cukup fenomenal, dan cukup relevan dengan topik tulisan ini, yaitu kemenangannya
sebagai Ketua Majelis Syura dalam memperjuangkan Partai Bulan Bintang besutannya, untuk
dapat lolos pada Pemilihan Umum 2014 mendatang, melalui jalur hukum. Kemenangan di
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, atas kesewenang-wenangan KPU tersebut, dalam
putusannya sangat jelas dan terang menyatakan bahwa telah terjadi kesalahan dalam proses
verifikasi faktual terhadap Partai Bulan Bintang, sehingga hasil verifikasi faktual itu
dinyatakan cacat hukum. Putusan ini juga telah memaksa KPU selaku pihak Tergugat, untuk
merevisi Surat Keputusan KPU Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penetapan Partai Politik
Peserta Pemilu tahun 2014, dan menambahkan PBB sebagai partai peserta Pemilu.
Selanjutnya, kemenangan demi kemenangan Yusril melawan pemerintah dalam mengajukan
gugatan, pembelaan, ataupun membantu aparat penegak hukum dalam memberantas mafia
hukum (kepailitan) atau pertambangan misalnya, yang tidak dapat disebutkan satu persatu
dalam tulisan ini, tidak jarang menimbulkan beragam analisa politik, seperti adagium
beginilah cara Yusril mengajari SBY soal hukum, sebagai orang yang tidak lagi terlibat
dalam pusaran kekuasaan. SP3 atas kasusnya sendiri adalah pembuktian ucapannya bahwa
kekuasaan masih dapat dikalahkan oleh hukum.

Semoga Yusril sebagai Calon Presiden 2014 yang diusung oleh Partai Bulan Bintang ini akan
kembali berhasil membawa perubahan yang signifikan dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia dengan diadakannya Pemilihan Umum secara serentak, yang senafas dengan UUD
1945, sekali lagi dengan cara-cara yang damai, sah dan konstitusional.

Selain gambaran singkat diatas, Yusril Ihza Mahenda adalah seorang tokoh yang
multidimensi. Ia adalah satu dari dua tokoh hukum Indonesia yg terpilih sebagai Calon
Hakim Mahkamah Internasional di Den Haag, selain Prof. Mochtar Kusumaatmadja (Mantan
Menteri Luar Negeri RI) dalam sepuluh dasawarsa terakhir, sejak 1922 International Court
berdiri. Selanjutnya, tidak banyak orang juga yang mengetahui bahwa ia seorang multi-
linguist, yang menguasai Bahasa China (Hakka & Mandarin), Tagalog, Urdu, Inggris, Arab,
dan Melayu.

Profil terakhir dari seorang Yusril Ihza Mahendra, politisi Muslim yang diprediksi akan
semakin diperhitungkan pada kompetisi Pemilihan Umum Presiden 2014 mendatang, bahwa
ia sesungguhnya telah mendapat amanah dari para Raja, Sultan, dan Pemangku adat se-
Indonesia untuk mengamankan serta mereposisi eksistensi Kerajaan, Kesultanan dan
masyarakat adat nusantara beserta hak-hak tradisionalnya. Selain tanda tangan kolektif yang
telah dibubuhkan itu, sebilah keris juga diberikan kepada Yusril sebagai simbol pengemban
amanah itu, sekaligus pemberian gelar sebagai Sri Narendra Dyah Balitung Saifa al-Din Wa
Al-Daulahuntuk meneruskan perjuangan memajukan, memakmurkan dan menyejahterakan
bangsa. Sebuah amanah gelar yang hanya pernah diterima oleh Pemimpin, sekaligus
Proklamator bangsa ini, Bung Karno.

Sekelumit profil singkat diatas, kiranya masih jauh dari kompleksitas untuk menggambarkan
secara utuh track-record seorang Yusril Ihza Mahendra, baik dari segi ketokohan maupun
kenegarawanan. Mampukah ia dan Partai Bulan Bintang meraih kesuksesan pada Pemilihan
Umum Legislatif dan Pemilihan Umum Presiden 2014 mendatang, sekaligus merevitalisasi
kembali penerapan konsepsi Islam dalam percaturan politik di tanah air kita, demi
mewujudkan keadilan dan kepastian hukum untuk kesejahteraan rakyat Indonesia? Kita
tunggu saja perkembangannya.
Partai Bulan Bintang Akan Dihidupkan
Kembali
Kompas.com - 11/08/2015, 03:02 WIB

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra (Ambaranie Nadia K.M)
JAKARTA, KOMPAS.com- Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza
Mahendra bertekad ingin menghidupkan kembali PBB menjadi partai yang kuat dan mampu
mempunyai wakil kembali di DPR RI dalam pemilu yang akan datang.

"PBB sudah punya infrastruktur sampai ke bawah, hanya selama ini masih terkendala
masalah dana dan manajemen partai," katanya dalam acara pelantikan Pengurus DPP periode
2015-2020 serta Milad ke-17 PBB di Jakarta, Senin (10/8/2015).

Yusril berkeinginan kelemahan-kelemahan tersebut mampu diatasi dalam menghadapi pemilu


yang akan datang.

Dia mengakui bahwa PBB tidak mampu menjaga suara di tingkat pusat sehingga tidak
memiliki wakil di DPR RI. Namun, Yusril mengatakan bahwa PBB masih memiliki wakil di
tingkat DPRD.

"Di Papua ada 38 anggota DPRD, di Kabupaten Timika ada enam kursi, sayang PBB tidak
dapat menjaga suara di pusat. Kelemahan itulah yang akan diperbaiki," ucap dia.

Arah politik PBB periode 2015-2020 akan tetap menempuh cara moderat dan demokratis
dalam perjuangan visi dan misi, serta menjunjung tinggi pluralitas di masyarakat.
"Dari 38 anggota DPRD PBB di Papua, 30 beragama Kristen dan sisanya Muslim. Kenyataan
memang partai ini diterima baik oleh seluruh umat agama," kata Yusril yang pernah menjabat
sebagai Menteri Sekretaris Negara periode 2004-2007.

Muktamar IV PBB pada 26 Mei 2015 memutuskan pengurus partai antara lain Ketua Umum
Yusril Ihza Mahendra, Ketua Majelis Syura MS Kaban, Sekretaris Jenderal Jurhum Lantong,
dan Bendahara Umum Aris Muhammad.

Ketua Majelis Syura DPP Partai Bulan Bintang MS Kaban mengatakan PBB harus menjadi
partai politik yang selalu menjadi pemecah masalah, bukan pembuat masalah.

Selain itu, dia menekankan bahwa pengurus partai harus selalu taat satu komando dari Ketua
Umum dan meminta fungsionaris tingkat pusat dan daerah untuk hati-hati dalam membuat
pernyataan.

"Semoga PBB bisa tumbuh dan hidup kembali," kata Kaban.

Selain dihadiri oleh fungsionaris partai, acara Pelantikan Pengurus DPP periode 2015-2020
serta Milad ke-17 PBB tersebut juga dihadiri Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinator
Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno.

Anda mungkin juga menyukai