Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terbentuknya MIAI dilatarbelakangi oleh kesadaran para pemimpin organisasi-organisasi


Islam besar di Indonesia, seperti KH.Mas Mansur (Muhammadiyah), KH Muhammad Dahlan
dan KH Wahab Hasbullah (Nahdlatul Ulama), dan W Wondoamiseno (Sarekat Islam). Para
tokoh ini ingin mendirikan suatu federasi yang dapat menampung semua organisasi Islam
yang berkembang di Indonesia. Keinginan untuk membentuk federasi ini didorong dengan
adanya perpecahan di kalangan umat Islam, yang terbagi menjadi dua kubu, yakni kaum
reformis dan tradisional. Maka dari itu, dibentuklah MIAI. Majelis Islam A'la Indonesia
didirikan oleh KH Mas Mansyur dan rekan-rekannya pada September 1937.

Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia atau disingkat menjadi Masyumi, adalah partai
politik Islam yang pernah ada selama era Demokrasi Liberal di Indonesia. Partai ini
dibubarkan oleh Presiden Sukarno pada tahun 1960 karena keterlibatan tokoh-tokohnya
dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Masyumi adalah nama yang diberikan kepada sebuah organisasi yang dibentuk oleh
Jepang yang menduduki Indonesia pada tahun 1943 dalam upaya mereka untuk
mengendalikan umat Islam di Indonesia.[2] Tidak lama setelah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, pada tanggal 7 November 1945 sebuah organisasi baru bernama Masyumi
terbentuk. Dalam waktu kurang dari setahun, partai ini menjadi partai politik terbesar di
Indonesia. Masyumi termasuk dalam kategori organisasi Islam, sama seperti Nahdlatul
Ulama dan Muhammadiyah. Selama periode demokrasi liberal, para anggota Masyumi
duduk di Dewan Perwakilan Rakyat dan beberapa anggota dari partai ini terpilih sebagai
Perdana Menteri Indonesia, seperti Muhammad Natsir dan Burhanuddin Harahap.
B. Tujuan

1. Menjelaskan latar belakang sejarah organisasi Majelis Islam A’la Indonesia dan
Masyumi.
2. Menyampaikan maksud dan tujuan dibentuknya organisasi Majelis Islam A’la Indonesia
dan Masyumi.
3. Menyampaikan tokoh pendiri organisasi Majelis Islam A’la Indonesia dan Masyumi.

C. Manfaat

1. Memperluas wawasan dan memberikan manfaat pada pembaca.


2. Memberikan informasi penting mengenai majelis Islam a’la dan Masyumi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah MIAI

Terbentuknya MIAI dilatarbelakangi oleh kesadaran para pemimpin organisasi-


organisasi Islam besar di Indonesia, seperti KH Mas Mansur (Muhammadiyah), KH Muhammad
Dahlan dan KH Wahab Hasbullah (Nahdlatul Ulama), dan W Wondoamiseno (Sarekat Islam).
Para tokoh ini ingin mendirikan suatu federasi yang dapat menampung semua organisasi Islam
yang berkembang di Indonesia. Keinginan untuk membentuk federasi ini didorong dengan
adanya perpecahan di kalangan umat Islam, yang terbagi menjadi dua kubu, yakni kaum
reformis dan tradisional. Maka dari itu, dibentuklah MIAI. Majelis Islam A'la Indonesia didirikan
oleh KH Mas Mansyur dan rekan-rekannya.
Selain itu, MIAI juga mencetus sebuah program, yaitu rencana membangun Masjid
Agung di Jakarta dan universitas. Sayangnya, usulan ini ditolak oleh Jepang, yang hanya setuju
jika MIAI membentuk lembaga pengelola amal (baitulmal).
Tugas MIAI:
1. Menempatkan umat Islam secara layak dalam masyarakat Indonesia
2. Mengharmoniskan kembali Islam sesuai tuntutan perkembangan zaman
3. Turut membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya

Bubarnya MIAI
Dalam perkembangannya, MIAI kian sadar bahwa mereka tidak bisa terus hidup di
bawah naungan Jepang. Maka, MIAI terus mengembangkan organisasi mereka dengan
membentuk Majelis Pemuda yang dipimpin oleh Ir Sofwan pada Mei 1943. Tidak hanya itu,
MIAI juga membentuk Majelis Keputrian yang diketuai oleh Siti Nurjanah dan menerbitkan
majalah bertajuk Soeara MIAI.
Lewat majalah ini, MIAI mendapat simpati dari umat Islam di Indonesia. Hal itu
membuat Jepang semakin waspada. Jepang terus mengawasi setiap aktivitas yang dilakukan
para tokoh Islam dan sempat melakukan pelatihan bagi para kiai selama satu bulan.
Hasilnya, MIAI tidak membahayakan Jepang namun tak memberikan kontribusi terhadap
Jepang mengakibatkan MIAI dibubarkan pada November 1943. Organisasi penggantinya
adalah Majelis Syuro Muslimin Indonesia atau Masyumi.

B. Sejarah Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia)

Masyumi pada awalnya merupakan sebuah organisasi Islam yang berada dalam
pengawasan pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tanggal
24 Oktober 1943 sebagai pengganti MIAI (Madjlisul Islamil A'laa Indonesia). Tujuan
pembentukan Masyumi sebagai sarana penghimpun masyarakat muslim di Indonesia untuk
dijadikan sebagai pasukan pendukung Jepang dalam perang pasifik.

Kegagalan Jepang mendapatkan dukungan dari kalangan nasionalis melalui Putera


(Pusat Tenaga Rakyat) juga menjadi salah satu faktor dibentuknya Masyumi. Awalnya, Masyumi
belum menjadi partai politik, melainkan federasi yang menaungi organisasi Islam yang diizinkan
pada masa pendudukan Jepang. Masyumi mendeklarasikan diri sebagai partai politik setelah
Indonesia merdeka.

Dalam kongres pertama itu, Masyumi mendeklarasikan diri sebagai partai Politik dan
bukan lagi organisasi yang menghimpun organisasi-organisasi Islam di Indonesia. Salah satu
alasan berubahnya haluan Masyumi disebabkan oleh keluarnya maklumat pemerintah tanggal
3 November 1945 yang berisi anjuran untuk mendirikan partai politik. Perkembangan anggota
Masyumi semakin pesat sejak berkat bergabungnya organisasi-organisasi Islam dari berbagai
daerah.

Perkembangan Masyumi

Tahun 1952, NU memutuskan keluar dari Masyumi. NU sudah merasa tidak nyaman
sejak pelaksanaan Muktamar Masyumi IV di Yogyakarta pada 15-18 Desember 1949. Salah satu
alasannya adalah adanya perubahan Majelis Syuro menjadi badan penasehat, serta kedudukan
wakil NU di jajaran pimpinan partai tidak seimbang dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya.

Banyak tokoh Masyumi yang menempati posisi penting di pemerintahan, bahkan


perdana menteri, seperti Mohammad Natsir (6 September 1950-21 April 1951), Sukiman
Wiryosanjoyo (26 April 1951-1 April 1952), hingga Burhanudin Harahap (12 Agustus 1955-24
Maret 1956).
Penyebab Masyumi Bubar

PRRI disebut-sebut melancarkan aksi pemberontakan terhadap pemerintahan Republik


Indonesia. Meningkatnya aktivitas PRRI membawa dampak negatif bagi Masyumi, terutama di
daerah-daerah yang bergolak. Pemerintahan Sukarno pun mengeluarkan peringatan tertanggal
5 September 1958 tentang larangan terhadap sejumlah partai politik atau organisasi, termasuk
Masyumi, di Tapanuli, Sumatera Barat, Riau, serta Sulawesi Utara dan Tengah.

Tahun 1960, Bung Karno mengeluarkan Keputusan Presiden terkait kebijakan anti-
multipartai. Presiden Sukarno menegaskan bahwa partai politik di Indonesia tidak usah terlalu
banyak jumlahnya karena akan membuat rakyat bingung. Kebijakan inilah yang kemudian
memungkasi riwayat Masyumi. Masyumi dinyatakan bubar per tanggal 13 September 1960
untuk menghindari cap partai terlarang dan jatuhnya korban. Adapun yang menyebutkan
Masyumi dibubarkan paksa karena menolak menyalahkan PRRI. Disebutkan pula, beberapa
anggota senior Masyumi dipenjara dengan tudingan terlibat pemberontakan.

C. Visi dan Misi


MIAI mengoordinasikan berbagai kegiatan dan menyatukan umat Islam di Indonesia
dalam menghadapi politik Belanda seperti menolak undang-undang perkawinan dan wajib
militer bagi umat Islam. KH Hasyim Asy'ari menjadi ketua badan legislatif dengan 13 organisasi
tergabung dalam MIAI. MIAI dapat berkembang menjadi organisasi besar yang mendapat
simpati dari seluruh umat islam Indonesia sehingga Jepang mulai mengawasi kegiatannya.
Sesuai dengan AD/ART Partai Masyumi, melaksanakan ajaran dan hukum Islam secara
pribadi, orang perorang, bangsa dan negara dalam negara NKRI untuk menciptakan masyarakat
adil makmur yang di ridai oleh Allah.

D. Tokoh Pendiri
1. Majelis MIAI
 Hasyim Asy'ri: Salah satu pendiri
 Sukiman: Perdana Menteri Indonesia
 Wahid Hasjim: termasuk pimpinan Masyumi
 Abdul Malik Karim Amrullah: Wakil Masyumi dalam konstituante
 KH Aboebakar Atjeh: Wakil Masyumi dalam konstituante
 Muh. Natsir: Menteri Penerangan
 Burhanuddin Harahap: Perdana Menteri Indonesia
 Sjafruddin Prawiranegara: Menteri Kemakmuran
 Moh. Roem: Diplomat
 Muh. Isa Anshari: Ketua Partai Masyumi di parlemen
 Kasman Singodimedjo: Daidan PETA
 Anwar Harjono: juru bicara terakhir Partai Masyumi
2. Majelis Masyumi
 Hasyim Asy'ari, salah satu pendiri,
 Sukiman, Perdana Menteri Indonesia
 Wahid Hasjim, putra KH Hasyim Asy'ari, termasuk dalam pimpinan partai
Masyumi sebelum membentuk Partai NU, akibat perbedaan dan kekecewaan
terhadap kebijakan dalam organisasi
 Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), wakil Masyumi dalam Konstituante, Kader
dan Ulama Muhammadiyah
 Prof. Dr. KH. Aboebakar Atjeh, wakil Masyumi dalam Konstituante
 Muhammad Natsir, Menteri Penerangan dalam beberapa kabinet pada masa
revolusi, Perdana Menteri Pertama NKRI, terkenal dengan Mosi Integral Natsir
yang mengubah Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan Republik
Indonesia
 Burhanuddin Harahap, Perdana Menteri Indonesia
 Syafrudin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran dalam beberapa kabinet pada
masa revolusi, Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia, Gubernur Bank
Indonesia Pertama, terkenal dengan kebijakan Gunting Sjafrudin
 Mr. Mohammad Roem, Diplomat ulung yang dikenal lewat inisiatifnya
dalam perundingan yang kemudian dikenal sebagai Perundingan Roem -
Royen, Kader Muhammadiyah
 Muhammad Isa Anshari, Ketua Partai Masyumi di Parlemen yang dikenal lantang
dan tegas dalam memegang teguh prinsip perjuangan, termasuk saat polemik
tentang dasar negara berlangsung di Majelis Konstituante sebelum akhirnya
dibubarkan dengan Dekret Presiden tanggal 5 Juli 1959.
 Kasman Singodimedjo, Kader Muhammadiyah, Daidan PETA daerah Jakarta, yang
menjamin keamanan untuk diselenggarakannya Proklamasi Kemerdekaan
NKRI dan Rapat Umum IKADA
 Dr. Anwar Harjono, merupakan juru bicara terakhir Partai Masyumi yang
dibekukan oleh Pemerintah Orde Lama, sehingga lahirlah Keluarga Besar Bulan
Bintang dan pada masa Orde Baru mendirikan Organisasi Dakwah.

E. Maksud dan Tujuan

Pada awal didirikan MIAI bertujuan menampung semua organisasi Islam yang
berkembang di Indonesia. Pasalnya, pada masa pendudukan Belanda, umat Islam banyak yang
terpecah dan pemerintah kolonial tidak menyukai umat Muslim di tanah jajahannya. Hal itu
yang kemudian dimanfaatkan oleh Jepang guna mendapatkan dukungan rakyat. Pada 1942,
pemimpin bagian pengajaran dan agama yang dibentuk Jepang, Kolonel Horie,
menyelenggarakan pertemuan bersama beberapa pemuka agama Islam dari Jawa Timur di
Surabaya. Horie mengatakan bahwa ia hendak berkenalan dengan semua pemuka agama Islam.
Namun, itu sebenarnya hanya dalih saja, karena tujuan utamanya yaitu untuk meminta umat
Islam menghentikan kegiatan politiknya. Di tempat lain, Jawa Barat, Horie mengirimkan
anggotanya yang beragama Islam, seperti Abdul Muniam Inada dan Moh Sayido Wakas untuk
secara gantian berkunjung ke masjid besar di Jakarta.

Tujuannya ialah untuk mewujudkan sebuah parti politik yang dimiliki oleh
para umat Islam dan yang merupakan penyatu umat Islam dalam bidang politik. Masyumi
akhirnya dibubarkan oleh Presiden Sukarno pada tahun 1960 kerana tokoh-tokohnya dicurigai
terlibat dalam pemberontakan Pemerintahan Revolusi Republik Indonesia (PRRI). Pada masa
pemerintahannya, Suharto sanggup memulihkan sebagian Masyumi, dengan beberapa
tokohnya dibenarkan aktif semula dalam bidang politik. Mereka itu kemudian meleburkan diri
ke dalam Parti Persatuan Pembangunan (PPP).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulannya, MIAI dibentuk karena ingin menyatukan semua organisasi


Islam di Indonesia, walau demikian, pada akhirnya organisasi ini pada tahun 1943
MIAI dibubarkan, karena penjajah yang berkuasa pada saat itu menganggap MIAI
sudah tidak relevan dengan kebijakan penjajah. Maka dari itu, organisasi tersebut
sudah tidak ada di zaman sekarang.

Selain itu, Masyumi awal mula dibentuk bertujuan sebagai sarana


penghimpun masyarakat muslim di Indonesia untuk dijadikan sebagai pasukan
pendukung Jepang dalam perang pasifik. Namun, dalam perkembangannya
Masyumi berubah menjadi partai politik. Partai ini kemudian dibubarkan oleh
Presiden Sukarno karena dianggap terlibat dalam Pemerintahan Revolusioner
Republik Indonesia (PRR) dan juga beberapa anggota senior Masyumi dipenjara
dengan tudingan terlibat pemberontakan.

Anda mungkin juga menyukai