Anda di halaman 1dari 19

1. Islam adalah agama Mayoritas di Indonesia.

a. Adakah kontribusi umat Islam kepada sistem perpolitikan di Indonesia?


Dalam sejarah politik nasional, partai Islam mampu mengidentifikasikan
dirinya dengan aspirasi politik Bumi Putera untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Demikian pula pada penyusunan Dasar Negara Indonesia merdeka peran politik
umat Islam sangat menonjol dengan lahirnya Piagam Jakarta yang kemudian
menjadi Negara Pancasila sejak 18 Agustus 1945. Setiap peristiwa penting dalam
perjalanan sejarah bangsa Indonesia, peran politik umat Islam sangat menentukan,
sejak perjuangan kemerdekaan, pengisian kemerdekaan, dan perubahan rezim
kekuasaan dari Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi.
b. Kalau ada sebutkan beberapa kontribusi itu!
 Perjuangan Kemerdekaan
Sarekat Islam
Aktualisasi politik Islam, muncul pertamakali dalam Sarekat Islam
(SI), sebagai partai politik pertama dalam sejarah Indonesia yang bercorak
nasional. Dengan demikian, Sarekat Islam adalah partai pelopor. Partai ini
menjadi dinamis dibawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto. Salah satu aspek
yang menarik dari Sarekat Islam pada periode awal karena ia mampu
mengidentifikasikan dirinya dengan aspirasi politik Bumi Putera untuk
perjuangan kemerdekaan.
Dengan kata lain denyut nadi perjuangan SI ialah denyut nadi rakyat
terjajah. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa Sarekat Islam pada
tahun-tahun awal berdirinya begitu menjulang. Interposisi elit tradisional
yang berpendidikan Barat dan Cina cenderung menyamarkan peranan
Belanda sebagai pengisap tenaga pribumi. Inilah sebabnya sejak permulaan
Gerakan Politik SI bercorak anti kolonial, anti Cina, bersifat Islami.
Islam segera menjadi senjata ideologis dari berbagai gerakan
melawan penjajah yang kafir, dan gerakan keislaman untuk membantu dan
memajukan kepentingan Bumi Putera sebagaimana yang terjadi pada
Sarikat Dagang Islam (SDI) 1905, sebagai gerakan massa pertama yang
besar dan diorganisasi secara politik, sehingga dengan mudah ditafsirkan
sebagai nasionalisme yang kuat.
Sarekat Dagang Islam (SDI) yang lahir 1905 berkembang menjadi
Sarekat Islam tahun 1911. Sarekat Islam yang semula sekedar bertujuan
memajukan perdagangan saling membantu, terbinanya rohani dan
jasmani serta memajukan kehidupan beragama umat Islam, berkembang
menjadi gerakan politik yang mencita-citakan kemerdekaan dalam Kongres
ke-III di Jogyakarya 1914 watak politiknya telah tampak dengan
membentuk Central Sarekat Islam (CSI) untuk menyatukan cabang-cabang
di berbagai daerah. Dalam kongres CSI di Bandung 1916, mereka telah
menggunakan istilah ‘Kongres Nasional’. Dari kenyataan seperti terlihat
dalam kongres CSI yang bersifat massal dan nasional, dapat dikatakan
bahwa Sarekat Islam merupakan organisasi massa yang pertama
memperkenalkan konsep nasional far excellence ditengah-tengah rakyat.
Islam menjadi tempat menegaskan identitas diri ketika berhadapan dengan
kekuatan asing. Karena itu, Sarekat Islam menjadi gerakan politik pertama
di Indonesia yang tidak saja meletakkan dasar, tetapi sekaligus menegakkan
kesadaran nasionalisme moderen di Indonesia.
MIAI – MASYUMI
Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) didirikan di Surabaya pada
September 1937, disponsori oleh dua organisasi besar, NU dan
Muhammadiyah. MIAI merupakan federasi organisasi Islam dan
bercirikan Semangat non koperatif terhadap pemerintahan penjajah
Belanda. Karena bercirikan semangat non koperatif terhadap penjajah,
maka pada awal kedatangan Jepang di Indonesia, sangat khawatir dengan
keberadaan MIAI. Karena itu Jepang mencoba membentuk organisai
federatif yang akan menggantikan kedudukan MIAI. Lahirlah kemudian
Persiapan Persatuan Umat Islam (PPUI) yang diketuai Abikusno
Cokrosuyoso yang juga ketua PSII.
Pada tanggal 14 September 1942 PPUI mengadakan pertemuan di
Jakarta yang dihadiri pimpinan organisasi serta tokoh-tokoh Islam. Agenda
utamanya adalah membentuk satu wadah persatuan baru. Namun pertemuan
tersebut gagal melahirkan organisasi baru, bahkan mempertahankan
keberadaan MIAI, memilih ketua baru W. Wondoamiseno dari PSII dan
menyetujui perpindahan kantor pusat dari Surabaya ke Jakarta.
Meskipun telah memberi pengakuan secara resmi, Jepang tampaknya
tidak percaya sepenuhnya kepada MIAI. Organisasi ini tidak banyak diberi
peran, bahkan cenderung dibatasi. Selanjutnya MIAI dibubarkan dan
digantikan dengan Majelus Syura Muslimin Indonesia (MASYUMI) pada
bulan November 1943. pembubaran MIAI dan pembentukan MASYUMI,
tampaknya didasari kekhawatiran pemerintah Jepang akan potensi non
koperatif MIAI terhadap pemerintah Militer Jepang.
Tujuan utama pembentukan MASYUMI adalah memperkuat
persatuan seluruh organisasi Islam, disamping membantu pemerintah
militer Jepang menuju terciptanya Asia Timur Raya. Keanggotaan MIAI
adalah perseorangan, sedang keanggotaan MASYUMI adalah organisasi
Islam. Ketua MASYUMI dipercayakan kepada KH Hasyim Asy’ari (Ketua
Rois Akbar NU), didampingi empat ketua masing-masing Mas Mansyur
(Muhammadiyah), Wahid Hasyim (NU), Zainal Arifin (NU), dan Anwar
Cokroaminioto (PSII). Meskipun MIAI dan MASYUMI bukan partai
politik, tetapi partisipasi di bidang politik sangat besar dan nyata.

 Perjuangan Pasca Kemerdekaan


Perumusan Dasar Negara
Dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), pada Mei-Juli 1945 terjadi perdebatan
yang bersifat ideologis politis antara kelompok Islam dan kelompok
nasionalis. Dalam perdebatan panjang itu, kelompok Islam diwakili antara
lain KH A. Sanusi dan KH Abdul Halim (PUI), Ki Bagus Hadi Kusuma,
KH Mas Mansyur, dan Abdul Kahar Muzakkir (Muhammadiyah), KH A.
Wahid Hasyim dan KH Masykur (NU), Sukiman Warjosanjoyo (PII), Abi
Kusno Cokrosuyoso (PSII), dan Agus Salim (Penyadar). Juru bicara
kelompok nasionalis adalah: Soekarno, Muhammad Hatta, Soepomo, dan
Rajiman Wirjodiningrat.
Juru bicara kelompok Islam memperjuangkan Islam sebagai dasar
Negara Indonesia merdeka. Sedangkan kelompok nasionalis
memperjuangkan nasionalisme sebagai dasar negara. Kedua kelompok ini,
masing-masing mempertahankan keinginannya. Perdebatan Kelompok
Islam dan nasionalis tentang dasar Negara Indonesia merdeka, barulah
mereda ketika Soekarno menyarankan agar kedua belah pihak bersedia
berkorban, karena sangat mendesak memikirkan situasi Indonesia merdeka.
Akhirnya para anggota BPUPKI itu bersepakat bahwa masa depan
Indonesia didasarkan kepada: percaya kepada Tuhan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menerima Islam
sebagai dasar Negara, dan bahwa presiden RI harus seorang muslim.
Kesepakatan ini kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Carter).
Tetapi segera tampak di permukaan bahwa kompromi itu pada
dasarnya dibangun di atas landasan yang tidak kokoh. Pada tanggal 18
Agustus 1945 sore sehari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia,
Piagam Jakarta kembali dipersoalkan. Atas desakan Muhammad Hatta,
kelompok Islam dengan tokoh Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim,
Kasman Singadimejo dan Teuku Muhammad Hasan (Wakil Umat Islam
Sumatera) bersepakat menghapuskan unsur-unsur legalistik formal Islam
dalam pembukaan UUD 1945, terutama mengenai Islam sebagai dasar
Negara, persyaratan bahwa presiden RI harus seorang muslim, dan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Sebaliknya, unsur teologi monoteistik dimasukkan kedalam sila pertama
dalam pancasila, sehingga berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari fakta
tersebut di atas tampak bahwa partisipasi politik umat Islam dalam
perumusan dasar Negara Indonesia merdeka sangat menentukan. Mereka
berhasil menetapkan legalitas formal Islam sebagai dasar Negara, tetapi
demi persatuan seluruh bangsa, mereka bersedia menghapus unsur-unsur
yang dinilai pihak minoritas non muslim dapat mengganggu perjalanan
sejarah bangsa Indonesia kedepan.
Wahana Perjuangan Politik
Usia Piagam Jakarta dalam sejarah konstitusi Indonesia, tidaklah
mengendorkan semangat perjuangan politik Indonesia di alam merdeka.
Sebuah kongres umat Islam yang berlansung di Aula Muallimin
Muhammadiyah Jogyakarta tanggal 7-8 November 1945, berhasil
membentuk wahana perjuangan politik umat Islam yang diberi nama
MASYUMI. Pendukung utama organisasi ini dari kalangan NU dan
Muhammadiyah MASYUMI ini tidak ada kaitannya dengan MASYUMI
bentukan Jepang. Melalui MASYUMI, sebuah federasi organisasi Islam
yang belakangan menjadi partai politik bagi umat Islam. Dengan
MASYUMI, kelompok Islam berhasil memobilisasi kekuatan politik cukup
besar. Kebesaran MASYUMI tampak pada beberapa kali kesempatan
dipercaya memimpin kabinet, seperti Kabinet Muhammad Natsir (1950-
1951), Kabinet Sukiman (1951-1952), dan Kabinet Burhanuddin Harahap
(19551956). 12 Prestasi Kabinet Burhanuddin terutama pada
keberhasilannnya menyelenggarakan Pemilihan Umum pertama dalam
sejarah RI. Prestasi kedua adalah dibubarkannya Uni Indonesia-Belanda
secara Uni Lateral, suatu keberanian politik yang patut dicatat. Prestasi
lainnya ialah mengembalikan wibawa pemerintah terhadap Angkatan Darat,
yang pada masa kabinet Ali Sastrowijoyo sangat merosot.
Secara umum dapat dikatakan bahwa perilaku politik MASYUMI
selama periode kritis pun tetap mempertahankan kemurnian cita-cita
kemerdekaan, dibuktikan oleh sikapnya yang menolak perjanjian dengan
Belanda yang dinilai menodai perjuangan bangsa. Prinsip kemurnian
perjuangan itu juga dibuktikan dengan beroposisi terhadap presiden
Soekarno yang menyimpang dari Negara demokrasi dengan konsep
demokrasi terpimpin (1959-1965).
Pada peristiwa G 30 S/PKI, umat Islam bekerjasama dengan tentara
bangkit mengamankan Negara RI dengan menumpas pengkhianatan PKI.
Partai dan organisasi massa Islam secara tegas menolak kebijaksanaan
politik Presiden Soekarno tentang Demokrasi Terpimpin, Kabinet Gotong
Royong yang memasukkan semua partai politik termasuk PKI dalam
kabinet (NASAKOM). Umat Islam menyambut baik pembubaran PKI,
mendukung berdirinya Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto tahun
1965.
Runtuhnya Orde Baru, berganto Orde Reformasi merupakan jasa
besar partisipasi politik umat Islam. Tokoh-tokoh seperti Amin Rais, Yusril
Ihza Mahendra, Abdurrahman Wahid, dan lain-lain merupakan tokoh yang
sangat menonjol dalam peristiwa ini. Amin Rais menjadi lokomotif gerakan
reformasi, bersama dengan mahasiswa dan unsur bangsa lainnya
mengerakkan demonstrasi besar-besaran berhasil memaksa Presiden
Soeharto meletakkan jabatan pada tahun 1998. Tidak mengherankan bila
hasil pemilu 1999 menempatkan Amin Rais sebagai ketua MPR,
Abdurrahman Wahid sebagai presiden, dan Yusril Ihza Mahendra
menempati posisi penting dalam kabinet.
Begitulah umat Islam selalu memiliki peran politik yang sangat
menentukan dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, sejak zaman
perjuangan kemerdekaan, menentukan dasar Negara Indonesia perubahan
dari Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi. Meskipun peran politik
umat Islam selalu menonjol dalam setiap perubahan penting sejarah bangsa
Indonesia, tetapi tidak pernah secara stabil mengendalikan kekuasaan untuk
menerapkan prinsip Islam secara kaffah dalam pemerintahan.
2. Semua orang mempunyai hak asasi yang sama.
a. Apa pengertian Hak Asasi Manusia itu
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.

b. Jelaskan prinsip-prinsip Hak asasi Manusia dalam al Qur’an dan al Hadits


Hak Asasi Manusia atau disingkat HAM adalah term bahasa Indonesia. Dalam
bahasa Arab disebut al-huquq al-insaniyah. kata haquq diambil dari bentuk mufrad
haqq di mana artinya adalah milik, ketetapan dan kepastian. Jika melacak pada haqq
dalam al-Qur’an, ditemukan beberapa makna yang digunakan, antara lain:
Ada yang bermakna menetapkan sesuatu dan membenarkannya, seperti yang
terdapat dalam QS. Yasin: 7:
‫َلَقْد َح َّق اْلَقْو ُل َع ٰٓلى َاْكَثِرِهْم َفُهْم اَل ُيْؤ ِم ُنْو َن‬
Terjemahnya:
“Sesungguhnya Telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah)
terhadap kebanyakan mereka, kerena mereka tidak beriman”
Ada yang berarti menetapkan dan menjelaskan seperti dalam QS. al-Anfal: 8:
‫ِلُيِح َّق اْلَح َّق َو ُيْبِط َل اْلَباِط َل َو َلْو َك ِر َه اْلُم ْج ِرُم ْو َۚن‬
Terjemahnya:
“Agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang
batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak
menyukainya”
Dan ada juga yang bermakna bagian yang terbatas seperti dalam QS. al-
Baqarah: 241:
‫َو ِلْلُم َطَّلٰق ِت َم َتاٌع ۢ ِباْلَم ْع ُرْو ِۗف َح ًّقا َع َلى اْلُم َّتِقْيَن‬
Terjemahnya:
“Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh
suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kewajiban
bagi orang-orang yang bertakwa”

Pada dasarnya HAM dalam Islam terpusat pada lima hal pokok yang
terangkum dalam al-dharuriyat alkhamsah. Konsep ini mengandung lima hal pokok
yang harus dijaga oleh setiap individu yaitu hifdzu al-din, hifdzu al-nafs, hifdzu
al-‘aql, hifdzu al-nasl, dan hifdzu al-mal. Kelima hal pokok inilah yang harus dijaga
oleh setiap umat Islamsupaya menghasilkan tatanan kehidupan yang lebih
manusiawi berdasarkan atas penghormatan individu atas individu, individu dengan
masyarakat, masyarakatdengan masyarakat, masyarakat dengannegara dan
komunitas agama dengankomunitas agama lainnya.
Terdapat lima prinsip utama HAM dalam Islam seperti yang termuat dalam
hukum Islam sebagai berikut:
1. Prinsip perlindungan terhadap agama.
Beragama merupakan kebutuhan asasi manusia yang harus dipenuhi.
Agama Islam memberikan jaminan perlindungan kepada semua pemeluk agama
untuk menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya dan tidak memaksakan
pemeluk agama lain untuk meninggalkan agamanya untuk memeluk agama
Islam. Hal ini jelas tergambar dalam QS. Qaf/50: 45:
‫ࣖ َنْح ُن َاْعَلُم ِبَم ا َيُقْو ُلْو َن َو َم ٓا َاْنَت َع َلْيِهْم ِبَج َّباٍۗر َفَذِّك ْر ِباْلُقْر ٰا ِن َم ْن َّيَخ اُف َوِع ْيِد‬
Terjemahnya:
“Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka katakan, dan
kamu sekali-kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka.
Maka beri peringatanlah dengan Al Quran orang yang takut
dengan ancaman-Ku”
2. Prinsip perlindungan terhadap jiwa.
Menurut hukum Islam, jiwa itu harus dilindungi. Untuk itu hukum Islam
wajib memelihara dan memberikan perlindungan terhadap jiwa manusia. Islam
melarang keras pembunuhan sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan
melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk
mempertahankan kemaslahatan dan kelangsungan hidupnya.
3. Prinsip perlindungan terhadap akal.
Menurut hukum Islam, manusia wajib memelihara akalnya karena akal
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupannya. Untuk itu akal
wajib dilindungi dari berbagai hal yang dapat merusak fungsinya. Hukum Islam
secara tegas melarang manusia melakukan berbagai upaya yang dapat merusak
akal diantaranya meminum minuman yang memabukkan karena dapat berakibat
merusak fungsi akal manusia. Karenanya, Islam memberikan sanksi hukum bagi
orang yang meminum minuman yang memabukkan seperti yang tertulis dalam
QS.al-Maidah/5: 90:
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَّنَم ا اْلَخ ْم ُر َو اْلَم ْيِس ُر َو اَاْلْنَص اُب َو اَاْلْز اَل ُم ِر ْج ٌس ِّم ْن َع َمِل الَّشْيٰط ِن َفاْج َتِنُبْو ُه َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحْو َن‬
Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan”
4. Prinsip perlindungan terhadap keturunan.
Dalam hukum Islam, memelihara keturunan merupakan hal yang sangat
urgen. Karenanya, Islam memberikan jaminan pemeliharaan keturunan bagi
manusia dengan ketentuan yang sah menurut ajaran Islam melalui perkawinan
sebagai sarana untuk mendapatkan keturunan dan melarang melakukan
perbuatan zina sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Isra‟/17: 32:
‫َو اَل َتْقَر ُبو۟ا ٱلِّز َنٰٓى ۖ ِإَّن ۥُه َك اَن َٰف ِح َش ًة َو َس ٓاَء َس ِبيًل‬
Terjemahnya:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”
5. Prinsip perlindungan terhadap harta.
Harta merupakan pemberian dari Allah swt kepada manusia untuk
melangsungkan hidup dan kehidupannya. Karena itu, manusia dilindungi
haknya untuk memperoleh harta asalkan dengan cara-cara yang halal dan sah
menurut hukum serta benar menurut ukuran moral. Islam memberikan jaminan
hak pemilikan yang sah terhadap harta manusia dan mengharamkan penggunaan
cara apapun untuk mendapatkan harta orang lain yang bukan haknya
sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah/2: 188:
‫َو اَل َتْأُك ُلْٓو ا َاْم َو اَلُك ْم َبْيَنُك ْم ِباْلَباِط ِل َو ُتْد ُلْو ا ِبَهٓا ِاَلى اْلُح َّك اِم ِلَتْأُك ُلْو ا َفِرْيًقا ِّم ْن َاْم َو اِل الَّناِس ِباِاْل ْثِم َو َاْنُتْم َتْع َلُم ْو َن‬
Terjemahnya:
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian
yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu
mengetahui”
Oleh karena itu, Islam melarang riba dan semua upaya yang dapat
merugikan orang lain seperti tindakan penipuan dalam perdagangan. Sabda Nabi
saw:
“Jual beli itu dengan pilihan selama antara penjual dan pembeli belum
berpisah. Jika keduanya jujur dalam jual beli, maka mereka diberkahi. Tetapi
jika berdusta dan menipu berkah jual beli mereka dihapus” (HR. al- Khamsah).

3. Di dalam Islam ada yang disebut dengan polotik Islam.


a. Apa pengertian Politik Islam secara etimologi?
Politik Islam (bahasa Arab: ‫ )سياسي إسالمي‬adalah Politik di dalam bahasa Arab
dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama
dikenal istilah siyasah syar’iyyah. Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa -
yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan bererti Qama ‘alaiha wa
radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan
sasa al amra ertinya dabbarahu (mengurusi / mengatur perkara). Bererti secara
ringkas maksud Politik Islam adalah pengurusan atas segala urusan seluruh umat
Islam.
Dalam kamus bahasa Arab siyasah secara etimologi mempunyai beberapa arti;
mengatur, mengurus, memerintah, memimpin, membuat kebijaksanaan,
pemerintahan dan politik

b. Sebutkan prinsip-prinsip Politik Islam


Prinsip-prinsip dasar hukum politik Islam adalah: 1). Prinsip Kedaulatan; 2).
Prinsip Keadilan; 3). Prinsip Musyawarah dan Ijma’; 4). Prinsip Persamaan; 5).
Prinsip Hak dan Kewajiban Negara dan Rakyat; 6). Prinsip Amar Ma’ruf Nahi
Munkar.
1) Prinsip Kedaulatan, yakni kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Kedaulatan
yang mutlak dan legal adalah milik Allah. Kedaulatan tersebut dipraktekkan dan
diamanahkan kepada manusia selaku khalifah di muka bumi.
Prinsip kedaulatan atau al Hukmiyah dapat ditemukan dalam Al Quran Surat
Yusuf: 40:
“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah)
Nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah
tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang Nama-nama itu.
keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar
kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui”
Prinsip kedaulatan juga terdapat dalam Al Quran Surat Al A’raf: 54, dan Al
An’am: 57.
Dalam kajian teori konstitusi maupun tata negara, kata kedaulatan merupakan
satu kata kunci yang selalu muncul dan menjadi perdebatan sepanjang sejarah.
Kedaulatan dalam pandangan klasik tidak dapat dipisahkan dari konsep negara.
Tanpa kedaulatan apa yang dinamakan negara itu tidak ada, karena tidak
berjiwa.

2) Prinsip Keadilan. Prinsip keadilan ditemukan dalam Al Quran Surat An Nisa:


58 dan 135
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat”
Sebagaimana prinsip ini juga didapati dalam surat As Syura: 15. Prinsip
keadilan adalah kunci utama penyelenggaraan negara. Keadilan dalam hukum
menghendaki setiap warga negara sama kedudukannya didepan hukum. Ketika
Rasulullah memulai membangun negara Madinah, ia memulainya dengan
membangun komitmen bersama dengan semua elemen masyarakat yang hidup
di Madinah dari berbagai suku dan agama. Prinsip keadilan dan persamaan
dapat ditemukan dalam pasal 13, 15, 16, 22, 23, 24, 37, dan 40 dari Piagam
Madinah.

3) Prinsip musyawarah dan Ijma’. Prinsip musyawarah ditemukan dalam Al


Quran Surat Al Imran: 159:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu
ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-
Nya”
Prinsip musyawarah juga didapati dalam surat As Syura: 38. Syura dan Ijma’ada
lah proses pengambilan keputusan dalam semua urusan kemasyara katan yang
dilakukan melalui konsensus dan konsultasi dengan semua pihak.
Kepemimpinan negara dan pemerintahan harus ditegakkan berdasarkan
persetujuan rakyat melalui pemilihan secara adil, jujur, dan amanah. Sebuah
pemerintahan atau sebuah otoritas yang ditegakkan dengan cara-cara otoriter
dan tiran adalah tidak sesuai dengan prinsip Islam.
Jika merujuk pada ayat Alquran diatas tidak ada isyarat khusus kepada siapa
musyawarah dilakukan, dan juga bagaimana pola dan teknisnya. Oleh karenanya
Rusjdy Ali Muhammad berpandangan bahwa syura dapat dilakukan dengan
seluruh rakyat baik yang pro maupun kontra dengan rezim penguasa. Syura
tidak terbatas pada satu kelompok masyarakat tertentu sebagaimana pandangan
Rasyid Ridha dan Ja’far al Shadiq dalam tafsir mereka. Sebab ketika hati
pemimpin keras, tidak mau menerima saran dan bermusyawarah, maka
dipastikan rakyat akan lari dari penguasa tersebut. Lari itu dapat berbentuk sikap
tidak lagi memilih pemimpin atau partai tersebut dalam pemilu yang akan
datang atau bentuk lainnya.

4) Prinsip persamaan. Prinsip persamaan ditemukan dalam Al Quran Surat Al


Hujarat: 10:
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”
Dan Surat Al Hujarat:13:
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi
Maha Mengenal”
Ayat diatas jelas membuktikan pengakuan Islam terhadap adanya pluralitas
dalam sosial budaya masyarakat. Namun Islam tidak mentolerir paham
pluralisme jika yang dimaksud adalah kebenaran relatifitas seluruh ajaran agama
atau semua agama adalah sama. Karena Allah menutup ayat tersebut dengan
kalimat Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa. Artinya parameter kebaikan dan kebenaran intinya
adalah Agama bukan akal apalagi perasaan.
Warga negara yang non-Muslim memiliki hak-hak sipil yang sama. Karena
negara ketika itu adalah negara ideologis, maka tokoh-tokoh pengambilan
keputusan yang memiliki posisi kepemimpinan dan otoritas (ulu al-amr),
mereka harus sanggup menjunjung tinggi syari’ah. Dalam sejarah politik Islam,
prinsip dan kerangka kerja konstitusional pemerintahan seperti ini, termaktub
dalam Konstitusi Madinah atau “Piagam Madinah” pada era kepemimpinan
Rasulullah di Madinah, yang mengayomi masyarakat yang plural.
5) Hak dan Kewajiban Negara dan Rakyat. Prinsip hak dan kewajiban negara
dan rakyat ditemukan dalam Al Quran Surat An Nisa: 59:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat
tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”
Sebagaimana juga prinsip ini ditemukan dalam surat At Taubah: 41, Al
Maidah:2, Al Imran:110.
Semua warga negara dijamin hak-hak dasar tertentu. Menurut Subhi
Mahmassani dalam bukunya Arkan Huquq al-Insan, beberapa hak warga
negara yang perlu dilindungi adalah: jaminan terhadap keamanan pribadi, harga
diri dan harta benda, kemerdekaan untuk mengeluarkan pendapat dan
berkumpul, hak untuk mendapatkan pelayanan hukum secara adil tanpa
diskriminasi, hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, pelayanan medis
dan kesehatan, serta keamanan untuk melakukan aktifitas-aktifitas ekonomi.
Prinsip hak-hak dasar manusia sangat banyak dijumpai dalam Al Quran, seperti
hak untuk hidup, hak untuk memiliki, hak kebebasan beragama, hak
memelihara kehormatan manusia, hak kontrol sosial, hak mendapatkan
kehidupan yang layak, dan lain-lain. Diantaranya dalam surat Al Isra:33, Al
Baqarah: 256, Al Baqarah: 188, Al An Nur: 27, dll.
Sementara Prinsip kewarganegaraan ditemukan dalam Al Quran Surat Al Anfal:
72 dimana asas kewarganegaraan dalam Islam dilandasi atas keimanan dan
bukan atas dasar yang sempit seperti suku, ras, atau bangsa.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad
dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang
memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang
muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi dan (terhadap)
orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, Maka tidak ada
kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka
berhijrah. (akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu
dalam (urusan pembelaan) agama, Maka kamu wajib memberikan
pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada Perjanjian antara
kamu dengan mereka. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”
Ayat-ayat diatas tidak hanya mengandung pesan moral maupun nilai-nilai mulia
yang wajib diikuti oleh setiap muslim, akan tetapi juga mengandung tafsir
politik yang sangat tinggi dan mendalam menyangkut prinsip dasar konstitusi
negara dalam sistem politik Islam. Ayat-ayat ini menegaskan bahwa
sesungguhnya Al Quran mengandung nilai-nilai yang bersifat universal dan
komprehensif yang tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya,
tetapi sekaligus berbicara tentang sistem bermuamalah dengan sesama manusia
dalam kerangka kehidupan yang majmuk dalam sebuah institusi negara. dimana
umat Islam sebagai objek hukum dituntut untuk mengamalkannya dalam
kehidupan bernegara dan berbangsa.

6) Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Prinsip ini ditemukan dalam Alquran
surat Al Imran 104
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang munkar; merekalah orangorang yang beruntung”
Amar ma’ruf nahi munkar adalah sebuah mekanisme check and balancing
dalam sistem politik Islam. Sistem ini terlembaga dalam Ahlul Hilli wal ‘aqdi
(parlemen), wilayat al Hisbah serta wilayat al Qadha’. Seorang pemimpin dalam
pandangan mayoritas Islam (sunni) bukan seorang yang suci (ma’shum), oleh
karenanya sangat mungkin untuk dikritisi dan dinasehati.
Filosofi pemimpin negara juga mirip dengan filosofi seorang imam dalam salat
yang dapat ditegur oleh makmumnya dengan cara-cara yang telah diatur. Sikap
paling ekstrim yang bisa dilakukan oleh makmum ketika tidak lagi ridha dengan
imam adalah memfaraq diri dari jama’ah tanpa merusak kesatuan salat jamaah
itu sendiri. Tidak ada istilah penggantian imam ditengah salat. Semua persoalan
termasuk mengganti imam hanya bisa dilakukan selesai salam dan membentuk
jamaah baru dengan imam baru. Begitu juga kiasannya dalam system pergantian
kepemimpinan dalam Islam. Sikap oposisi, kritik membangun dan saran kepada
pemerintah dibenarkan selama tidak memprovokasi kesatuan umat dan bangsa.
Sebegitu pentingnya amar ma’ruf nahi munkar, Islam bahkan menjadikannya
sebagai salah satu tujuan bernegara sebagaimana Alquran surat Al Hajj: 41
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat,
menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar;
dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”
Peran amar ma’ruf nahi munkar tidak hanya diemban oleh para lelaki mukmin
tetapi Islam juga membebankannya kepada para wanita mukminah. Firman
Allah dalam surat At Taubah: 71:
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan
Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”
Atas dasar ayat ini sebagian ulama berpandangan bahwa wanita dapat bekerja
sebagai anggota parlemen karena fungsi parlemen pada hakikatnya adalah
melakukan amar ma’ruf nahi munkar atau check and balancing bagi penguasa.

4. Seorang pemimpin seharusnya dapat dipercaya, diterima dan mampu.


a. Bagaimana strategi Rasulullah ketika memimpin negara Madinah
Sebagai kepala negara untuk setiap keputusan yang beliau tetapkan Nabi
Muhammad Saw. selalu melakukan musyawarah dengan para sahabat tidak bersikap
otoriter, kiranya perlu dicatat dalam proses musyawarah sebagaimana yang
ditetapkan oleh rasulullah berhak mengeluarkan pendapat tentang sesuatu yang
menjadi pokok masalah beliau tidak pernah bersikap atau memperlihatkan
tandatanda bahwa beliau lebih dominan daripada sahabat-sahabatnya sebagai mitra
dalam pengambilan setiap keputusan yang penting, yang berkaitan dengan negara
Madinah, beliau sangat menghargai perbedaan pendapat walaupun sebagai kepala
negara mungkin memiliki pendapat sendiri yang berkaitan dengan kebijaksanaanya.
Prinsip persamaan sangat berkaitan erat dengan prinsip keadilan, Nabi tidak
membedakan kedudukan sipelaku pidana, apakah ia seorang pembesar atau
penguasa mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum. Muhammad Saw.
dan sebagai kepala negara di Madinah tidak merasa dirinya lebih dari yang lain
sesuai dengan doktrin Alqur’an ukuran kelebihan seseorang terletak pada tingkat
taqwanya, beliau memperlakukan Bilal yang kulit hitam semula budak sama dengan
pengikut yang lainnya. Bahkan diangkat sebagai muazzin beliau senantiasa
menghindar dalam melaksanakan tugas fungsinya sebagai kepala negara.
Nabi Muhammad Saw. menerapkan prinsip kebebasan dalam Islam misalnya
dalam kebebasan beragama orang Yahudi bebas melaksanakan agama mereka dan
karena itu kaum muslimin di Madinah tidak boleh meghalangi mereka untuk
beribadah dalam hubungan dengan kewajiban pemerintah Madinah untuk
melindungi orang-orang non-muslim, yang dinamakan kaum dzimmy. Begitu besar
perhatian Rasulullah selaku kepala negara di Madinah terhadap non-muslim beliau
memperingatkan pengikutnya supaya tidak memusuhi golongan dzimmy itu, karena
keselamatan dan keadaan mereka menjadi tanggung jawab kepala negara baik orang
Yahudi maupun Kristen memiliki kebebasan penuh.
Selain itu yang perlu diperhatikan ialah, meskipun pada masa Rasulullah orang
yang belum mengenal teori pemisahan ataupun pembagian kekuasaan namun beliau
telah mewujudkan dalam pemerintahannya. Pembagian tugas kenegaraan dengan
cara mengangkat orang yang memenuhi syarat misalnya wazier (menteri) katib
(sekretaris) wali (gubernur) ‘amil (pengelola zakat) qadhi (hakim) sudah ada pada
masa rasulullah.
Untuk menghadapi kemungkinan gangguan dari musuh, Nabi sebagai kepala
pemerintahan mengatur siasat dan membentuk pasukan militer, ummat Islam
diizinkan berperang dengan dua alasan:
1. Untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya.
2. Menjaga keselamatan dalam penyebaran dan mempertahankannya dari orang-
orang yang menghalanginya.

b. Sebutkan deklarasi apa yang Rasulullah lakukan dengan beberapa etnis di


Madinah
Deklarasi yang Rasulullah buat itu dikenal dengan sebutan Deklarasi Madinah
atau Piagam Madinah.
Umat Islam menjadi sata komunitas yang bebas dan merdeka setelah pada
tahun 622 M Hijrah ke Madinah, kota yang sebelumnya disebut dengan Yastrib.
Tidak lama sesudah Hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad SAW membuat
suatu Piagam politik untuk kehidupan bersama di Madinah yang dihuni berbagai
macam golongan.
Ia memandang perlu meletakkan aturan pokok tata kehidupan bersama di
Madinah, agar terbentuk kesatuan hidup di antara seluruh penghuninya.
Ditetapkannya Piagam politik ter-sebut merupakan salah satu siasat Rasul
sesudah Hijrah ke Madinah, yang dimak-sudkan untuk membina kesatuan hidup
berbagai golongan warga Madinah.
Pada masa awal klassik Islam, umat Islam di bawah pimpinan Nabi
Muhammah Saw, membentuk kesatuan hidup bersama dengan golongan lain
berdasar Piagam Madinah.
Piagam madinah merupakan kesepakatan Rasulullah SAW bersama
masyarakat Madinah untuk membentuk suatu konsep ummah.
Adanya piagam Madinah tidak terlepas dari perjuangan dan perjalanan
Rasulullah sebagai kepada negara pada saat itu. Piagam Madinah ialah konstitusi
bagi masyarat Madinah yang harus ditaati, karena ia merupakan hukum dasar dalam
bernegara dalam dunia Islam.
Istilah piagam Madinah atau dalam bahasa Arab mitlaq al-Madinah adalah
sebutan bagi shahifah yaitu suatu lembaran yang tertulis atau kitab yang tertulis oleh
Nabi Muhammad SAW.
Sebelum terbentuknya negara Madinah, Nabi Muhammad SAW membangun
masyarakat melalui perjanjian tertulis bersama kelompok-kelompok sosial di
Madinah, dengan tujuan untuk menjamin hak-hak mereka, menetapkan kewajiban
mereka, menetapkan hubungan baik dan kerja sama serta hidup berdampingan damai
diantara kelompok sosial politik.
Terdapat 14 prinsip yang dibangun dan terangkum dalam butir butir piagam
yang terdiri 47 pasal.
Prinsip-prinsip tersebut adalah persamaan, umat dan persatuan, kebebasan,
toleransi beragama, tolong-menolong dan membela yang teraniaya, musyawarah,
keadilan, persamaan hak dan kewajiban, hidup bertetangga, pertahanan dan
perdamaian, amar ma'ruf nahi munkar, ketakwaan dan kepemimpinan yang
terangkum dalam butir piagam madinah tersebut.
Lebih lanjut Muhammad Khalid merumuskan 8 prinsip dalam Piagam
Madinah, antara lain:
1) Kaum Muhajirin dan Anshar serta siapa saja yang ikut berjuang bersama
mereka adalah umat yang satu.
2) Orang-orang mukmin harus bersatu menghadapi orang bersalah dan orang yang
durhaka walaupun itu anaknya sendiri.
3) Jaminan Tuhan hanya satu dan sama untuk semua melindungi orang-orang
kecil.
4) Orang-orang mukmin harus saling membela diantara mereka dan membela
golongan lain, dan siapa saja kaum Yahudi yang mengikuti mereka berhak
memperoleh pembelaan dan bantuan seperti yang diperoleh orang muslim.
5) Perdamaian orang muslim itu adalah satu.
6) Apabila terjadi persengketaan di antara rakyat yang beriman, maka
penyelesaiannya dikembalikan kepada hukum Tuhan dan kepada Muhammad
sebagai kepala negara.
7) Kaum Yahudi adalah umat yang satu bersama kaum muslimin. Mereka bebas
memeluk agama mereka.
8) Sesungguhnya tetangga adalah seperti diri kita sendiri, tidak boleh dilanggar
haknya dan tidak boleh berbuat kesalahan kepadanya.

5. Sepeninggal nabi Muhammad SAW, beliau meninggalkan banyak pengetahuan dan


warisan Al- Qur’an sebagai petunjuk akan kebesaran Allah, dan jalan menuju
kebaikan.” Persoalan kemunduran Islam dalam pengembangan iptek pernah
dilontarkan oleh seorang sarjana Muslim.
a. Mengapa Islam mengalami ketertinggalan dalam hal perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi?
Umumnya, umat Islam mencapai kemajuan dalam sains dan teknologi sejak
zaman dahulu lagi. Hal ini dibuktikan dengan sumbangan hebat para sarjana Islam
seperti al-Khawarizmi, al-Kindi, Ibnu Sina, Ibnu Haitham dan ramai lagi dalam
pelbagai bidang ilmu. Walau bagaimana pun, kegemilangan ini mengalami zaman
kemunduran atau kemerosotan disebabkan faktor yang tertentu. Antaranya termasuk
corak pemikiran umat Islam, perpecahan, perluasan kuasa dan penjajahan serta
kebergantungan kepada kuasa besar. Selain itu, ia turut dipengaruhi oleh unsur
Kolonialisme, sistem pemerintahan, sistem pendidikan serta ekonomi umat Islam.
Dalam falsafah ilmu Islam, ilmu yang sebenarnya ialah ilmu yang mampu
membimbing manusia mengenali dan mendekati Allah SWT (Jasmi, Kamarul Azmi,
2016a). Oleh itu, ilmu pengetahuan dan teknologi perlu dimanfaatkan dengan
pelbagai cara untuk mencapai matlamat tersebut. Contohnya, menggunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk kebaikan manusia sebagai satu cara untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Pencapaian sesuatu negara boleh dilihat dan dinilai dari gaya hidup, sistem
pendidikan yang sempurna dan taraf hidup rakyatnya dalam menjalani kehidupan
seharian. Hal ini mencerminkan budaya yang baik dalam kalangan masyarakat
dalam sesebuah negara.
Amnya, diketahui bahawa tamadun manusia boleh dikatakan mencapai tahap
yang tertinggi, namun manusia sentiasa berusaha dalam mencipta dan memperbaiki
sains dan teknologi melebihi pencapaian sebelumnya (Ibn Khaldun, 2012).
Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sememangnya diakui
banyak memberi implikasi positif daripada negatif dalam pembangunan sesebuah
negara.
Kemajuan sesebuah negara boleh dilontarkan lebih ke hadapan dalam
mendahului negara maju yang lain jika masyarakat dan kepimpinan menerapkan
budaya untuk mengkaji dan menyelidik lebih dalam dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi. Tanpa ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat kini tidak akan
terdedah kepada kemudahan yang dinikmati pada hari ini.
Secara umumnya, umat Islam menyedari pencetus dan penemuan dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi pada awalnya dilahirkan dalam kalangan
umat Islam pada waktu kegemilangan tamadun Islam di dunia ini. Para ilmuan dan
cendiakawan yang disegani dilahirkan dalam pelbagai bidang yang penting
antaranya dalam bidang astronomi, matematik, fizik, biologi dan perubatan.
Kenyataannya pada masa kini, kemunduran dalam bidang sains dan teknologi
terkesan kepada negara yang sedang membangun terutamanya dalam kalangan
negara Islam yang mana perbandingannya amatlah ketara. Cara pemikiran ke arah
mendalami tentang sesuatu perkara atau bidang ternyata sangat kurang dan mentaliti
yang lebih berdaya saing tidak menjadi amalan dalam sesetengah golongan
masyarakat umat Islam pada hari ini.
Corak pemikiran yang lebih berdaya saing perlu diterapkan untuk
mendapatkan hasil yang lebih kreatif dan akan dapat menyaingi serta menjadi
peneraju bagi negara maju yang lain (Ashraf Aziz, 2012; Jasmi, Kamarul Azmi,
2012a; Mahmad Nor et al., 2012).
Perpecahan yang terjadi dalam kalangan pemimpin di kebanyakan negara
Islam menjadi salah satu faktor yang membawa kepada kemunduran dalam bidang
sains dan teknologi di negara Islam (Jusoh & Jasmi, 2006).
Hal ini terjadi pada zaman kegemilangan tamadun Islam yang pernah dikecapi
pada waktu dahulu dan disebabkan oleh perebutan kuasa yang berlaku dalam
kalangan para pegawai serta pemimpin yang lebih mementingkan kepentingan diri
dan kuasa dari segalanya. Sifat begini turut menyumbang kepada berlakunya
perpecahan dan menjadi penghalang kemajuan yang lebih besar pada masa depan.
Tidak dinafikan pada mulanya penemuan dan tercetusnya pembangunan dalam
bidang sains dan teknologi turut dipelopori oleh tokoh dari tamadun Islam sebelum
tersebar ke negara Eropah dan seterusnya kepada kerajaan Rom yang dikenali dunia
sebagai salah satu kuasa besar pada zaman kebangkitan Islam. Segala penemuan dan
ideologi yang ditemui dan dicipta oleh para ilmuan dan tokoh Islam menjadi sumber
rujukan oleh para pengkaji dan masyarakat Eropah pada waktu dahulu. Tetapi
malangnya kegemilangan yang dikecapi oleh masyarakat Islam tidak dapat bertahan
lama kerana disebabkan oleh beberapa faktor yang tertentu.

b. Sebagai seorang Pemuda Islam, Sebut dan jelaskanlah secara konkrit apa saja
tugas dan tanggungjawab yang harus anda pikul dan jalankan. Berilah contoh
nyata atas apa yang anda harus laksanakan.!
 Pertama, Kewajiban Memahami Islam
Pemuda muslim wajib memahami Islam dengan benar. Untuk mengerti
agamanya, pemuda Muslim harus memahami Islam dengan pemahaman yang
murni dan bersih seperti yang dipahami generasi awal ummat Islam.
Banyak orang yang menzhalimi islam dengan memasukkan ke dalam
Islam sesuatu yang tidak berasal dari Islam dan mengeluarkan darinya apa yang
termasuk ajarannya yang prinsipil.
Dalam perjalanan Islam ini ada saja orang yang meyandarkan sesuatu
pada Islam padahal ia tidak berasal dari Islam. Begitu banyak perkara aneh dan
asing yang dimasukkan dalam agama ini padahal ia bukan dari ajaran Islam.
Ajaran-ajaran seperti ini telah merusak keindahan Islam dan mengotori
kejernihannya. Di sana sini bid’ah-bid’ah seperti ini dicap sebagai bid’ah
hasanah dan diberi semboyang “menambah kebaikan itu adalah sesuatu yang
baik”.
Padahal Nabi ummat Islam telah menekankan pada ummatnya agar tidak
memberi tambahan apapun dalam agama ini. Sebab pada prinsipnya segala
sesuatu yang mendapatkan tambahan berarti ia juga bisa menerima
pengurangan. Bukankah Allah ta’ala telah menyempurnakan agama ini. Allah
ta’ala berfirman:
“Hari ini Aku telah sempurnakan agamamu bagimu. Dan telah Aku cukupkan
nikmatKu atasmu. Dan Aku telah redhai Islam sebagai agamamu”. (Al-
Maaidah:3)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Hati-hatilah kalian dari
perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama ini), karena sesungguhnya
perkara-perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah
sesat” (HR. Ahmad).
Selain masalah aqidah yang merupakan asas dan pondasi ajaran islam, di
sana juga ada perkara-perkara fardhu yang berkedudukan sebagai rukun Islam.
Perkara-perkara fardhu ini bertingkat-tingkat. Ada fardhu ‘ain (kewajiban
bersifat individual), ada pula fardhu kifayah (kewajiban yang bersifat kolektif).
Ada sunnah mu’akkadah (sunnah yang sangat ditekankan) dan ada pula sunnah
mustahabbah sunnah yang jika dikerjakan pelakunya mendapat pahala dan jika
tidak maka tidak ada dosa baginya. Jadi persoalan fardu dalam agama ini
tidaklah sederajat melainkan bertingkat-tingkat. Begitu juga larangan-larangan.
Maka untuk mengerti dan memahami Islam para pemuda Muslim harus
menimba Islam dari sumbernya yang jernih dengan kembali kepada kitabullah
dan sunnah RasulNya.

 Kedua, Mengamalkan Islam


Apakah cukup bagi pemuda Muslim hanya sekedar mengetahui,
membaca, meneliti sehingga kepalanya penuh dengan ilmu lalu tidak ada lagi
aksi sesudah itu? Tentu saja tidak. Islam menghendaki pengetahuan dan
pengertian yang menembus ke lubuk hati sekaligus menggerakkannya untuk
beramal. Hal ini seperti sinyalemen Allah tentang para ulama yang mendalam
ilmunya.
“Sesungguhnya yang paling takut pada Allah hanyalah para ulama”. (QS. Al-
Fathir:28)
Jadi yang diinginkan oleh Islam adalah ma’rifah yang melahirkan
perasaan takut kepada Allah dan rasa takut itu membuahkan amal shalih. Nabi
kita pernah memohon perlindungan kepada Allah dari ilmu yang tidak
bermanfaat bagi pemiliknya seperti yang beliau sebut dalam doanya:
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung padaMu dari ilmu yang tidak
bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari amal yang tidak diterima, dan
dari doa yang tidak dikabulkan”. (HR. Muslim)
Umar bin Khatthab pernah memohon perlindungan kepada Allah dari
orang munafik yang berilmu. Lalu ditanyakan pada beliau, “Wahai Amirul
Mu’minin, apa mungkin seseorang itu munafiq tapi berilmu?” Ia menjawab,
“Benar, yaitu alim lisannya tapi jahil hatinya”.
Dalam sebuah atsar di sebutkan
“Ilmu itu ada dua macam, ilmu yang ada pada lisan, ini adal;ah hujjah Allah
terhadap anak Adam; dan yang kedua adalah ilmu yang ada dalam hati, dan
inilah ilmu yang bermanfaat”.
Seorang pemuda Muslim, setelah ia mempelajari Islam dan memahaminya
dan menjadi contoh dalam kehidupan lantas orang-orang melihatnya, maka
mereka akan berkata, Lihatlah, betapa indah ajaran Islam, alangkah bagusnya
adab Islam, alangkah mulianya akhlak Islam!” Dengan begitu satuan-satuan
ajaran Islam teraplikasi dalam tingkah laku perbuatan.
Di Korea selatan Islam masuk melalui pergaulan dan pengaruh. Pada
mulanya di sana ada tentara-tentara Muslim Turki yang bertugas pada perang
Korea. Pada saat-saat tertentu orang Korea melihat para tentara Turki pergi
bersuci dengan membasuh muka, tangan dan kaki, lalu berbaris dengan khusyu,
tertib dan teratur. Melihat pemandangan itu mereka bertanya, “siapakah kalian?”
Mereka menjawab, “Kami adalah orang-orang Muslim”. Mereka bertanya lagi,
“Apakah Islam itu?”. Lalu diperkenalkanlah Islam itu kepada mereka sesuai
dengan pengetahuan yang dimiliki oleh tentara Turki Muslim itu. Setelah itu
masuklah ke dalam Islam beribu-ribu orang korea karena adanya keteladanan
yang sangat bagus itu.
Beginilah seharusnya lmu yang benar, senantiasa menyatudengan amal.

 Ketiga, Mendakwahkan Islam


Kewajiban pemuda Muslim yang ketiga adalah berdakwah ke jalan Islam.
Tidak cukup seorang Muslim itu shalih secara pribadi. Islam memandang bahwa
tidak cukup seseorang memperbaiki diri sendiri saja. Tetapi ia seharusnya
berpikir agar orang lain selain dia bisa menikmati manisnya Islam.
Karena itu, wajib bagi pemuda Muslim mempekerjakan dirinya demi
tersebarnya Islam, demi agar orang-orang selain mereka juga merasakan
indahnya Islam.
Setelah itu, setiap pemuda harus sadar bahwa usahanya berdakwah pasti
akan mendapatkan rintangan, kecil atau besar. Sebab itu, para pemuda harus
menyertai usahanya menyebarkan Islam dengan kesabaran yang tinggi. Inilah
mungkin rahasianya kenapa Allah dalam surah al-‘Ashr merangkai pesan saling
mewasiatkan dalam kebenaran dengan pesan saling mewasiatkan dalam
kesabaran. Sebab ini adalah tugas yang berat dan besar. Karena pada zaman kita
ini banyak manusia yang berpaling dari kebenaran, banyak manusia yang
berpaling meninggalkan agamanya, dunia memalingkan mereka dari mengingat
Allah, banyaknya pengambat kebaikan serta banyaknya sarana-sarana yang
memalingkan orang dari agama Allah.
Karenanya tugas mengajak manusia ke dalam Islam ini adalah tugas yang
tidak mudah dan ringan. Mereka yang mencoba hidup iltizam sesuai ajaran
Islam pasti dianggap aneh bahkan dtuduh dengan tuduhan yang membunuh
karakter mereka. Sementara itu, mengambil sikap diam dan membiarkan
jauhnya ummat dari Islam bukanlah sikap yang terpuji.
Dengan begitu, sudah seharusnya setiap pemuda Muslim membulatkan
tekad agar tetap berpegang teguh pada Islam dan menyeru orang lain meski
banyak tantangan yang datang dari berbagai arah. Seharusnya setiap pemuda
yang sadar menjadi juru dakwah harus tabah dan kuat. Karena demikianlah
tabiat dakwah ini. Luqman al-hakim berkata pada anaknya dalam firman Allah:
“Wahai anakku dirikalah shalat, serulah kepada yang ma’ruf dan cegahlah
dari kemungkaran, dan sabarlah dari apa yang menimpamu” (Qs. Luqman 17).

 Keempat, tolong menolong dan saling terikat.


Bagi para pemuda yang telah bertekad mempelajari dan memahami Islam
dengan benar, mengimaninya dengan mendalam, hendaknya senantiasa saling
menasehati dan menyeru orang lain kepada Islam. Hendaklah para pemuda
melengkapinya dengan sikap tolong-menolong di antara sesamanya dan
memiliki rasa saling terikat.
Tugas Islam tidak bisa dialakukan secara individu melainkan harus
dilaksanakan secara berjamaah. Dan yang dimaksud dengan amal jama’i di sini
adalah adanya ikatan persaudaraan antara satu dengan yang lain. Yaitu saling
mencaintai karena Allah, saling mengunjungi karenaNya, bersama-sama dalam
perjuangan serta saling berkorban karena Allah.
Tanpa ini semua kita tidak mungkin melaksanakan tugas dan beramal
dengan baik sebab tangan itu kalau hanya sebelah tidak mungkin mampu saling
bertepuk. Allah berfirman,
"Orang kafir itu sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain.
Jika kamu (wahai kaum Muslimin) tidak melaksanakan apa yang diperintahkan
itu niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar"
(Al-Anfaal 73).
Mereka -orang-orang kafir- bekerja sama, saling melindungi, menolong
antara satu dengan lain. Semestinya kita kaum Muslimin juga harus saling
melindungi, tolong menolong, dan bantu membantu.
Dizaman dimana kekuatan kebathilan saling bersatu padu meminggirkan
Islam bahkan menghancurkannya serta memberangus eksistensinya, sudah
sepantasnya jika para penyeru Islam untuk bersatu, bergandeng tangan
menghadapi musuh-musuhnya. Jika perbedaan yang ada ditengah-tengah ummat
ini masih bisa ditolerir, maka hendaknya mereka saling berlapang dada. Tetapi
jika perbedaan itu pada persoalan-persoalan yang prinsipil dan mendasar, maka
mengedepankan sikap tanashuh (saling menasehati dalam kebenaran) adalah
jalan yang paling tepat disaat kita menghadapi musuh dari berbagai arah.

Anda mungkin juga menyukai