Anda di halaman 1dari 68

SYARIKAT ISLAM

Rabu, 22 Oktober 2008


SYARIKAT ISLAM atau MASYUMI
SYARIKAT ISLAM atau MASYUMI

Himbauan kepada para pemimpin dan ummat Islam Indonesia untuk merenungkan,
memikirkan dan meluruskan sejarah Partai Islam sebagai landasan mewujudkan
persatuan dalam ummat Islam dibidang politik
Terbentuknya Partai Politik Islam Masyumi sesungguhnya adalah merupakan suatu
kesalahan karena Masyumi itu didirikan sebagai Majelis Permusyawatan Para Ulama
Indonesia dan kolompok / organisasi Islam yang ada pada waktu itu untuk tujuan
mendirikan majelis imamah dan bukan untuk menjadi partai politik. Idenya sebagai
kelanjutan dari MIAI (Al Majlisul Islamil A’la Indonesia) yang didirikan tahun 1937
di Surabaya untuk menyelesaikan perbedaan dan perselisihan paham dikalangana
ummat islam.
Hal ini adalah merupakan suatu kealpaan dan kelengahan tokoh PSII yang tidak
menyadari bahwa PSII sedang dalam keadaan uzur (tidak bubar)
Para tokoh PSII seharusnya mendeklarasikan lebih dahulu aktifnya kembali PSII
sebagai partai politik Islam dan mengajak para pemimpin Islam itu menggunakan PSII
sebagai satu-satunya partai politik Islam dan mencegah berdirinya Masyumi sebagai
partai politik Islam karena tindakan tersebut dapat diibaratkan mendirikan sebuah
mesjid baru disamping mesjid yang sudah ada dalam sebuah lingkungan. Hukumnya
adalah membuat firkah yang tidak sesuai dengan ketentuan Allah dalam Al Qur’an
surat Ali Imran (103).
Lahirnya Partai Syarikat Islam Inodesia (PSII)
Bahwa dengan ketentuan dan izin Allah, Partai Syarikat Islam Indonesia atau PSII
sebagai sebuah organisasi politik dan kemasyarakatan yang pertama di Indonesia,
didahului oleh kelahiran Sarekat Dagang Islam (SDI) pada tanggal 16 Oktober 1905
oleh Haji Samanhudi di Surakarta (Solo). Lahir dizaman bangsa Indonesia berada
dibawah kekuasaan penjajah kaum kolonial Belanda yang telah menguras kekayaan
dan menjadikan bangsa Indonesia sebagai hamba sahaya dan budak mereka selama
lebih dari tiga abad.
Untuk meluaskan gerakan dan memenuhi aspirasi ummat Islam yang berkembang
waktu itu, setelah para pemimpin SDI mengadakan perhubungan dengan HOS
Tjokroaminoto maka pada tahun 1912 dikukuhkanlah nama Syarikat Islam sebagai
badan pergerakan, ditetapkan Anggaran Dasarnya, kemudian tanggal 14 September
1912 dimintakan pengesahan Akte Notaris Pendiriannya (Recht Persoon) dari
pemerintahan Kolonial Belanda. Setelah itu SI menjadi Partai Syarikat Islam Hindia
Timur (PSIHT) melalui Kongres (Majelis Tahkim) tahun 1927 di Madiun, lalu menjadi
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) melalui Majelis Tahkim di Batavia tahun 1930.
PSII sebagai peletak nilai dasar sejarah dan pelopor dalam barisan organisasi politik
pada zaman pra kemerdekaan telah memiliki nilai historis yang amat berarti dan telah
melakukan peranan yang amat penting dalam kontek peletakan nilai dasar sejarah
pergerakan bangsa Indonesia dan telah melahirkan proses pembangunan semangat
juang yang tinggi untuk melepaskan bangsa dari cengkeraman kaum yang menjajah
dan memperbudak bangsa Indonesia.Partai Syarikat Islam Indonesia dizaman
penjajahan adalah organisasi yang paling ditakuti oleh pemerintah kolonial Belanda
karena sepak terjangnya yang nyata nyata akan membawa bangsa Indonesia kepada
kemerdekaan sebagai bangsa, dan kemerdekaan yang lebih luas yang disebut
kemerdekaan sejati, yaitu kemerdekaan yang bebas dari segala macam perhambaan
dan penindasan serta penghinaan diri dan dari segala ketakutan dalam segala aspek
kehidupan dan pergaulan karena kaum Syarikat Islam hanya akan menghambakan diri
kepada Allah SWT semata-mata, tiada kepada yang lainnya. PSII akan menwujudkan
persamaan derajat bangsa Indonesia dengan bangsa bangsa lainnya di dunia yang
dilandasi etika dan moral sesuai dengan ajaran Islam.
Persatuan dalam Ummat Islam adalah kebutuhan dan perintah Allah
Dengan kesadaran akan perlunya ada persatuan dalam ummat Islam dalam bidang
politik untuk dapat terhimpunnya kekuatan supaya dapat menjalankan Islam dengan
sepenuh-penuhnya asas dan seluas-luasnya syari’at, sehingga akan memerdekakan
bangsa Indonesia dari penjajahan kaum kolonial dan dari segala macam bentuk
perbudakan dan perhambaan, maka Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
menetapkan: “PERSATUAN DALAM UMMAT ISLAM” sebagai landasan utama dalam
program asasnya, yang lengkapnya berbunyi: “Kaum Partai Syarikat Islam Indonesia
percaya bahwa untuk menjadikan Ummat Islam yang bersatu, lebih dahulu di dalam
seluruh Indonesia mesti dibangunkan suatu kaum (Partai) yang tidak berpecah pecah
atau berbahagi-bahagi sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala dalam
Qur’an suart Ali ‘Imram ayat ke 103:
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, (QS:Ali Imran:103).
Kemudian pada surat Ali 'Imran ayat ke 105 Allah berfirman:
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih
sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang
yang mendapat siksa yang berat.
Kemudian Allah berfirman lagi dalam surat Al Al Anfal ayat 73:
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian
yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah
diperintahkan Allah itu (keharusan adanya persaudaraan yang teguh antara kaum
muskimin), niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.
Sudah sangat jelas sekali dari keterangan diatas bahwa Allah memerintahkan dan
mewajibkan kepada ummat Islam untuk bersatu, tidak bercerai berai dan membangun
kerja sama dengan senantiasa menggugah serta menggerakkan hati nurani, akal dan
budi untuk menghimpun kearifan demi tercapai dan terpeliharanya islam dalam wujud
kemerdekaan, tegaknya keadilan, tercipta dan terpeliharanya perdamaian, adanya
kemak-muran dan kesejahteraan dalam keridhaan dan ampunan Allah SWT.
Persatuan yang demikian itulah dibangunkan oleh kaum Partai Syarikat Islam
Indonesia yang didalam persatuannya itu menjadi sebagian pula dalam Persatuan
Ummat Islam se dunia.
Tokoh-tokoh pendahulu PSII telah terlibat dalam berbagai peristiwa penting proses
perjuangan dan peletakan sendi dasar sistem kehidupan bangsa Indonesia, seperti
Sumpah Pemuda, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Piagam Jakarta,
penyusunan Undang-Undang Dasar 1945, peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya,
serta dalam cikal bakal dan pembangunan Angkatan Perang Republik Indonesia dan
berbagai kegiatan politik setelah kemerdekaan Indonesia.

Uzur tidak berarti bubar


Pada zaman penjajahan facicme Jepang (tahun 1942) seluruh kegiatan politik PSII
dinyatakan uzur karena tekanan yang kuat dan pelarangan semua kegiatan politik oleh
Jepang.
Pernyataan uzur dalam PSII tidaklah berarti PSII membubarkan diri atau bubar,
akan tetapi menghentikan sementara kegiatannya karena adanya suatu hal luar biasa
yang tidak memungkinkan dilaksanakannya kegiatan organisasi partai secara formil,
kemudian jika keadaan telah memungkinkan maka PSII akan menjalankan kembali
aktivitasnya sebagai partai politik. Hal ini dinyatakan dalan Anggaran Dasar PSII,
bahwa: “Sekalian anggota Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) haruslah
berkeyakinan dan beri’tiqad, bahwa Partai itu tidak dapat bubar atau dibubarkan.
Adapun kalau sekiranya ada udzur baginya, hendaklah dikembalikan kepada firman
Allah dalam Al Qur’an surat At Taghabun ayat 16: “Fattaqullaha mastatha’tum”,
(Takutlah kamu sekalian kepada Allah dengan sekuat kuatmu).
Akan tetapi, meskipun PSII dalam keadaan uzur, para pemimpin dan kader PSII
tetap melakukan berbagai kegiatan baik secara diam diam dibawah tanah maupun
kegiatan formil dalam pemerintahan Jepang. Mereka telah turut berperan
mengantarkan bangsa Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan 17 Agustur
1945.

Tokoh Tokoh PSII yang terlibat dalam sejarah perjuangan kemedekaan


Apabila kita melihat kebelakang sejarah bangsa Indonesia, tidak sedikit tokoh-tokoh
Syarikat Islam telah terukir namanya dan tidak dapat dihapus dalam sejarah
pergerakan kemerdekaan bangsa ini, antara lain K.H. Samanhudi, HOS Cokroaminoto,
H.Agus Salim, Abdul Muis, Dr.Sukiman, Abikusno Tjokrosuyoso, Mr.Muh. Roem,
A.M.Sangadji dan banyak lagi yang tersebar diseluruh daerah Indonesia sebagai
suhada. Presiden R.I. ke I Ir.Sukarno (almarhum) yang mendapat gemblengan dari
tokoh Syarikat Islam berkata dalam otobiografinya yang ditulis Cindy Adams
halaman 52 tentang HOS Tjokroaminoto: “Seorang tokoh yang mempunyai daya cipta
dan cita-cita tinggi, seorang pejuang yang mencintai tanah tumpah darahnya. Pak
Tjokro adalah pujaanku. Aku muridnya. Secara sadar atau tidak sadar dia
menggemblengku”. Selain itu KH.Achmad Dahlan yang kemudian dikenal sebagai tokoh
dan Pimpinan Muhammadiyah, sesungguhnya adalah tokoh sayap pendidikan Syarikat
Islam, yang dipisahkan dari organisasi Syarikat Islam untuk kepentingan
mempertahankan eksistensi kegiatan pendidikan ini ditengah-tengah pemerintahan
kolonial Belanda, karena Syarikat Islam pada tahun 1922 melancarkan politik non
kooperatif terhadap pemerintah Hindia Belanda.

Menghindari perselisihan karena soal furuk dan khilafiah


Pada tahun 1922 atas inisiatif orang-orang Syarikat Islam dilangsungkan Kongres Al
Islam pertama bertempat di Cirebon yang dihadiri oleh para pemuka dari berbagai
organisasi Islam dan para ulama seluruh Indonesia. Dengan adanya Kongres tersebut
telah dicegah menjalarnya perselisihan dan pertikaian dalam soal agama Islam,
terutama sekali mengenai soal-soal furuk dan dengan itu persatuan kaum muslimin
dapat lebih dipererat dari waktu yang sudah-sudah. Selain keputuan dalam bidang
pendidikan, Kongres tersebut memutuskan mendirikan Badan Komite Al Islam Pusat,
yang pimpinannya diserahkan kepada Saudara Suroso tokoh Syarikat Islam dari
Garut. Masyumi sebelum menjadi Partai Politik dan kesalah fahaman yang terjadi
setelah Masyumi menjadi Partai.

Pada awal kemerdekaan setelah penjajahan Jepang dibentuklah Majelis Syura


Muslimin Indnesia sebagai Majelis Permusyawatan Para Ulama Indonesia dan
kolompok/organisasi Islam yang ada pada waktu itu dan bukan sebagai partai politik.
Idenya sebagai kelanjutan dari MIAI (Al Majlisul Islamil A’la Indonesia) yang
didirikan tahun 1937 di Surabya. Para tokoh Syarikat Islam secara perorangan
(bukan mewakili PSII karena PSII masih dalam keadaan uzur) turut serta
membentuk Masyumi sebagai lembaga musyawa-rah ummat Islam Indonesia.
Kemudian setelah keluar pengumuman pemerintah pada awal kemerdekaan agar
masyarakat membentuk partai-partai politik, yang dimaksudkan untuk menunjukan
kepada dunia luar bahwa kemerdekan Indonesia yang telah diproklamasikan itu
didukung dan ditopang oleh kekuatan partai partai politik bangsa Indonesia, maka
organisasi Majelis Syura Muslimin Indonesia menjadi partai Politik Islam Masyumi.

Terbentuknya Partai Politik Islam Masyumi sesungguhnya adalah merupakan


suatu kesalahan
Hal ini adalah karena Masyumi itu didirikan sebagai Majelis Permusyawatan Para
Ulama Indonesia dan kolompok / organisasi Islam yang ada pada waktu itu untuk
tujuan mendirikan majelis imamah dan bukan untuk menjadi partai politik. Idenya
sebagai kelanjutan dari MIAI (Al Majlisul Islamil A’la Indonesia) yang didirikan
tahun 1937 di Surabaya untuk menyelesaikan perbedaan dan perselisihan paham
dikalangana ummat islam.

Hal ini adalah merupakan suatu kealpaan dan kelengahan tokoh PSII yang tidak
menyadari bahwa PSII sedang dalam keadaan uzur (tidak bubar)
Para tokoh PSII seharusnya mendeklarasikan lebih dahulu aktifnya kembali PSII
sebagai partai politik Islam dan mengajak para pemimpin Islam itu menggunakan PSII
sebagai satu-satunya partai politik Islam dan mencegah berdirinya Masyumi sebagai
partai politik Islam karena tindakan tersebut dapat diibaratkan mendirikan sebuah
mesjid baru disamping mesjid yang sudah ada dalam sebuah lingkungan. Hukumnya
adalah membuat firkah yang tidak sesuai dengan ketentuan Allah dalam Al Qur’an
surat Ali Imran (103).

Setelah terlanjur berdirinya partai politik Islam Masyumi dimana terdapat para
pemimpin dan tokoh-tokoh PSII didalamnya, maka para tokoh PSII dari Sumatera
Barat (Sumatera Tengah pada waktu itu) menyampaikan peringatan kepada para
tokoh PSII yang ada dalam Masyumi, bahwa PSII yang sedang uzur harus diaktifkan
kembali sebagai partai politik Islam. Maka sebagian besar tokoh PSII yang
menyadari dan taat sebagai kader yang telah mengucapkan bai’at sebagai anggota
PSII, kembali mengaktifkan PSII pada tahun 1947 di Yogyakarta sebagai partai
politik dan keluar dari Masyumi.

Untuk diketahui bunyi bai’at PSII adalah sbb.:


Asyhadu allailaha illallah wa asyhadu anna –Muhammadan rasulullah
Wallahi. Demi Allah !, sesungguhnya saya masuk menjadi anggota Partai Syarikat
Islam Indonesia dengan ikhlas dan suci hati, tidak karena sesuatu keperluan diri saya
sendiri, atau karena megharapkan pertolongan dalam suatu perkara dari sebelum saya
menjadi anggota.
Selama-lamanya saya akan meninggikan Agama Islam diatas segala apa-apa yang
dapat saya pikirkan, maka saya akan tetap mengerjakan segala perintah Allah dan
perintah Rasul Allah dan menjauhi segala larangan-Nya
Saya hendak mengusahakan diri dengan sekuat-kuat ketakutan saya kepada Allah
Ta’ala dan dengan sekuat-kuat fikiran dan tenaga saya hendak menyampaikan maksud
Partai Syarikat Islam Indonesia dan sekali-kali tidak akan membuat bencana atau
khianat atas Partai Syarikat Islam Indonesia.
Saya hendak memperhatikan dan menurut dengan sungguh-sungguh ketentuan-
ketentuan Peraturan Dasar dan keputusan-keputusan Majelis Tahkim Partai Syarikat
Islam Indonesia dan selalu membela Partai Syarikat Islam Indonesia dari pada
bencana fihak mana saja.

Kejadian tersebut menimbulkan salah paham dan friksi yang pertama dari sebagian
pemimpin Islam yang ada di Masyumi kepada para tokoh dan kaum PSII yang
mengaktifkan kembali PSII, yang dipandang sebagai telah keluar dan tidak taat
dalam persatuan Islam dengan mendirikan PSII itu, pada hal keadaannya adalah
karena taat kepada azas partai tentang uzur dan taat kepada bai’at yang tercantum
dalam anggaran dasar PSII. Kondisi kesalah pahaman ini berkembang dan berlanjut
hingga saat ini tanpa pernah adanya clarifikasi dan penjernihan serta pemecahan
masalah tentang pemahaman arti persatuan dalam ummat Islam dibidang politik.

Perlu adanya klarifikasi tentang sejarah Partai Politik Islam

Berdasarkan hal hal yang diuraikan tersebut diatas kita tidak dapat menyalahkan
betul keterlanjuran berdirinya Masyumi pada waktu itu, akan tetapi kita juga tidak
dapat menyalahkan tokoh-tokoh PSII mengaktifkan kembali Partai Syarikat Islam
Indonesia (PSII). Keadaan yang demikian itu telah menyebabkan terjadinya firkah
partai politik Islam di Indonesia. Persoalan selanjutnya adalah bahwa partai Masyumi
telah dibubarkan oleh pemerintah Sukarno, karena alasan terlibat dalam
pemebrontakan PRRI dan PERMESTA. Jika secara hukum hal pembubaran itu sah
adanya, maka partai Masyumi tidak memenuhi syarat lagi untuk diaktifkan atau
dihidupkan kembali, akan tetapi jika tindakan Sukarno membubarkan Masyumi
dianggap tidak syah secara hukum, hanya sah secara politik maka Masyumi menurut
pandangan demokrasi liberal boleh hidup lagi jika keadaan politik mengizinkannya.
Akan tetapi jika ditinjau dari sudut pandangan Islam berdasarkan Qur’an surat Ali
‘Imran (103), bila telah ada partai Islam maka tindakan mendirikan lagi partai Islam
adalah termasuk tindakan membuat firkah. Apalagi jika ditinjau dari sejarah
terbentuknya Masyumi dimana telah ada Partai Syarikat Islam Indonesia yang
sedang uzur, maka seharusnya Partai Syarikat Islam Indonesialah yang mesti
digunakan sebagai wadah partai bagi Ummat Islam Indonesia. Silahkan para
pemimpin, cendekiawan dan tokoh Islam berkiprah didalammnya. Dan menggunakan
nama Partai Syarikat Islam Indonesia sebagai satu-satunya Partai Islam milik kaum
muslimin Indonesia tidaklah boleh diartikan memenangkan kepentingan dan untuk
kebanggaan kaum Syarikat Islam akan tetapi hendaklah dianggap sebagai
melaksanakan perintah Allah untuk bersatu dalam wadah (jamaah) yang telah ada,
dan yang menang dan bangga adalah ummat Islam Indonesia.
Cita-cita PSII untuk mewujudkan suatu kaum (jamaah) yang tidak terpecah belah
belum dapat terwujud karena kenyataan, muncul banyak partai Islam di Indonesia
dan ikut dalam Pemilu Pertama (1955), yaitu partai Islam NU, PERTI, Masyumi dan
PSII.
PSII semasa dan setelah orde baru

Pada zaman orde baru, berdasarkan Undang-undang Parpol dan Ormas yang
memasung hak demokrasi dan hak politik rakyat, PSII terpaksa dengan berat hati
dibawah tekanan politik yang amat berat memfusikan kegiatan politiknya kedalam
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yaitu partai yang didirikan dengan memfusikan
kegiatan politik dari 4 partai politik Islam: NU, MI, PSII dan PERTI. Setelah itu
PSII berubah menjadi organisasi kemasyarakatan non politik dengan nama Syarikat
Islam.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang dibentuk semasa orde baru itu meskipun
dilahirnya sangat sesuai dengan doktrin atau paham kemasyarakatan Syarikat Islam
tentang persatuan dalam ummat Islam, akan tetapi usaha tersersebut disinyalir kuat
berbau rekayasa untuk mengendalikan dan memecah kekuatan dan persatuan dalam
kelompok kelompok ummat Islam. Hal tersebut menjadi dasar keengganan sebagaian
besar kaum Syarikat Islam untuk memfusikan kegiatan politiknya kepada PPP dan lagi
pula karena hal itu bertentangan dengan Anggaran Dasar, keyakinan dan i’tiqad kaum
Syarikat Islam bahwa PSII itu tidak dapat bubar atau dibubarkan sebagaimana yang
dinyatakan oleh anggaran dasarnya.

Sinyalemen tersebut terbukti dari berhasilnya pemerintah mengintervensi PPP,


mengkebirinya, dan menyelewengkan fungsinya, sehingga PPP menjadi partai
ornament pemerintah atau ornament penguasa orde baru. PPP dizaman order baru
hanya sebagai tukang stempel keinginan penguasa dan tukang pemberi komentar yang
baik terhadap semua rencana pemerintah, serta tukang mengusulkan kemauan
penguasa yang seolah-olah usul dari partai ini.
Tindakan lebih lanjut dari pemerintah orde baru mengeliminir kekuatan Islam adalah
mencabut diberlakukannya asas Islam bagi partai politik termasuk PPP, sehingga
dengan demikian tidak ada lagi partai Islam semasa orde baru, meskipun dalam setiap
kampanye para aktivisnya selalu membohongi ummat meneriakkan PPP adalah partai
Islam warisan para ulama, sedangkan asas Islam dan jiwa keulamaan itu telah
tercabut dari tubuh PPP. Pemerintah turut campur dan memaksa melalui sistem
intelnya kepada partai pada setiap kesempatan musyawarahnya di semua lini untuk
mengganti fungsionaris yang tidak disukai pemerintah dengan orang yang diingini dan
selalu ada titipan (susupan) orang pemerintah kedalam partai sehingga partai dapat
dikendalikan.

Pencabutan asas Islam kemudian diberlakukan pula kepada semua ormas Islam yang
ada termasuk SI yang telah menjadi ormas, menggantinya dengan Pancasila, sebagai
syarat untuk memperoleh legalitas atau syarat perizinan melakukan kegiatannya
secara formil.
PPP yang telah berhasil dijadikan ornament pemerintah ini lebih jauh telah menjadi
partai per ”SATE” an bagi kehidupan ormas pendiri PPP. Politik belah bambu yang
sering diterapkan para fungsionaris PPP terhadap ormas-ormas pendiri PPP karena
tekanan politik penguasa yang dalam istilahnya dikenal dengan nama operasi TUNTAS
yaitu TUNTUNAN DARI ATAS dan ditambah lagi dengan berkembangkanya usaha-
usaha untuk memperjuangkan kepentingan kelompok sendiri didalam partai telah
menghasilkan perpecahan dalam tubuh ormas-ormas pendiri PPP. Organisasi kaum
Syarikat Islam adalah salah satu korban yang tercabik-cabik oleh rekayasa sistem
politik orde baru itu disamping NU, MI dan PERTI. Pernyataan NU kembali kepada
khitah tahun 26 menjelang pemilu 1987 adalah sebagai akibat dan jawaban dari sepak
terjang kebijakan penguasa orde baru yang menekan dan mendorong PPP untuk
menjalankan politik belah bambu yang sangat merugikan organisasi NU itu. Kelompok
MI yang tidak terorganisir secara formil dan tidak pernah melaksanakan kongres
ataupun munas, seperti mendapat penunjukan dari penguasa untuk memegang kendali
yang mengontrol PPP. Tidak pernah PPP di ketua umumi oleh orang bukan MI setelah
tidak menjadi partai Islam.

Gugurlah arti dan makna fusi partai partai Islam

Dengan kondisi PPP yang seperti itu maka seluruh ormas pendiri PPP secara tidak
resmi menganggap gugur arti dan makna serta kesepakatan fusi partai-partai Islam
pada tanggal 5 Januari 1973 yang menjadi tumpuan harapan ummat Islam itu. Dan
dilain pihak penguasa orde baru melalui undang-undang parpol yang menerapkan
sistem massa mengambang yang direkayasa sejalan dengan perekayasaan
pembentukan anggota DPR dan MPR-nya tidak memberi kesempatan kepada seluruh
anggota ormas pendiri PPP melakukan kegiatan politik praktis kecuali sebagian kecil
anggota yang menduduki jabatan dalam PPP yang dalam istilahnya adalah orang-orang
yang berada dalam sistem, yaitu maksudnya berada dalam sistem kekuasaan politik.
Hakikatnya semua partai politik waktu itu (zaman orde baru) berada dibawah suatu
kontrol dan kendali kekuasaan politik. Dengan demikian PPP sebagai partai Islam
harus dianggap sudah tidak ada lagi, dan seharusnya partai itu ditinggalkan dan
dibubarkan, dan para anggotanya kembali bergabung kepada organisasi masing-
masing sebelum PPP. Dengan demikian PPP sebagai salah satu sumber pemecah belah
ummat pada organisasi pendirinya dapat diakhiri.

Reformasi yang menghidupan Demokrasi dan mengantarkan Syarikat Islam


kembali pada fitrahnya sebagai Partai Politik Islam

Setelah berlalunya masa orde baru, dengan adanya gerakan moral oleh para
mahasiswa yang mendorong dilakukannya reformasi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, untuk mengembalikan kehidupan demokrasi dan melepaskan pemasungan
hak politik rakyat, maka Syarikat Islam sebagai organisasi perintis dalam perjuangan
kemerdekaan Indonesia yang telah mengantarkan bangsa Indonesia kedepan pintu
gerbang kemerdekaan 17 Agustus 1945, serta turut aktif dalam kegiatan politik dan
kemasyarakatan mengisi kemerdekaan, telah mengambil sikap dan langkah
mengembalikan kiprahnya sebagai partai politik pada tanggal 29 Mei 1998 yaitu
mengaktifkan kembali PSII dengan berasaskan dienul Islam sebagaimana semula.

Euphoria yang ke bablasan

Dalam awal arus reformasi yang sedang berembus itu para tokoh dan para pemimpin
masyarakat dari berbagai golongan dengan riang gembira ramai-ramai mendirikan
partai-partai politik menyambut datangnya era demokrasi. Tidak ketinggalan para
tokoh Islam atau yang menganggap dirinya tokoh Islam turut pula mendirikan
berbagai partai Islam dengan berbagai latar belakang pemikiran.

Apabila tindakan mendirikan partai Islam itu dirujuk kepada Al Qur’an surat Ali
Imran (103), maka hal tersebut menurut paham kaum Syarikat Islam dapat
dikategorikan sebagai membuat firkah yaitu mendirikan partai Islam setelah adanya
partai Islam sebelumnya. Termasuk dalam hal ini PPP diklassifikasikan sebagai
mendirikan partai Islam baru, dikarenakan PPP yang lama sudah dianggap tidak ada
karena tidak lagi memegang amanat fusi yang dirusak orde baru serta dipaksa
berasas Pancasila dan tertutupnya kesempatan aktifis ormas untuk bisa aktif dalam
partai dan PPP sudah tidak berasas Islam.

Perolehan kursi tidak berarti legitimasi hukum sebagai partai Islam sesuai Al
Qur’an
Diperolehnya banyak kursi oleh PPP dalam DPR pada pemilu 1999 belum dapat
dianggap sebagai legitimasi PPP sebagai partai Islam yang keberadaannya sesuai
dengan Al Qur’an, melainkan hanya karena emosinal ke islaman para pendukung yang
tidak menyadari keadaan dan hukum tentang keberadaan partai Islam menurut Al
Qur’an.
Mencari titik temu dengan membuka hati dan berlapang dada, ikhlas karena
Allah, meletakkan kepentingan Islam diatas kepentingan pribadi dan kepentingan
golongan

Dengan menyadari telah terlanjurnya berdiri banyak partai-partai Islam di Indonesia


sebagai firkah-firkah kekuatan politik ummat Islam yang tidak sesuai dengan Al
Qur’an, maka para pemimpin partai dan tokoh tokoh Islam bertanggung jawab, harus
membuka hati selapang-lapangnya dan pikiran seluas-luasnya menyeleng-garakan
forum forum dialog secara luas dan terus menerus hingga tercapai titik temu dalam
visi dan missi serta rumusan-rumusan tentang hakikat, tujuan, fungsi dan peranan
serta garis pemikiran yang detail tentang bagaimana seharusnya partai partai Islam
Indonesia. Setiap orang Islam yang sesungguhnya adalah seorah pejuang. Seorang
pejuang / mujahid Islam adalah mereka yang meletakkan kepentingan Islam diatas
kepentingan pribadi dan kepentingan golongan.
Peringatan HOS Tjokroaminoto

Kalau kita mengerti benar-benar dan dengan sungguh sungguh hati menjalankan
perintah perintah Islam, maka selama-lamanya kita tidak akan dapat dihinggapi
nafsu egoisme, individualisme, despotisme, kapitalisme, dan lain-lain nafsu “isme”
yang jahat itu.
Sebaliknya apabila ada orang Islam masih juga menjadi seorang egois, individualis,
despoot, kapitalis dan lain-lain nafsu isme yang jahat itu, maka hilanglah sebagian
kecil atau sebagian besar dari keislamannya atau keislamannya gugur sama sekali….
Nauzubillahi minzaliq
Billahi fi sabilil haq.

SEJARAH BERDIRINYA NII


AWAL MULANYA PERGERAKAN ISLAM DI INDONESIA
1. Berdirinya SDI ( Syarikat Dagang Islam )
Syarikat Dagang Islam di dirikan di Solo, pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Kyai
Haji Samanhudi di bantu oleh M. Asmadimejo, M. Kertokirono daqn M. Haji Rojak.
Motif utma didirikannya organisasi ini adalah berusaha menerapkan sistem ekonomi
islam di dunia Perdagangan Indonesia. Khususnya bagi pedagang batik di Solo.
Menjelang lahirnya SDI, terjadi diskriminasi tajam yang sengaja di lakukan piak
bangsawan kepad masyarakat biasa. Juga sangat menonjol sikap angkuh dan
superioritas dari kalangn pedagang pedagang yang banyak mendominasi perdagangan
pada saat itu. Maka SDI di maksudkan sebagai benteng utuk menentang si
Superioritas dan dominasi Pedagang-pedagang Cina sekaligus mendobrak diskriminasi
bangsawan yang bertindak sewenang-wenang terhadap masyarakat awam.
Sesungguhnya di dalam jiwa pendiri SDI ini terkandung maksud yang lebih jauh lagi,
yaitu ingin menegakkan Islam sebagai satu satunya sistem yang berlaku di bumi
Indonesia
Namun karena terbatasnya kemampuan beliau di tambah pula dengan kondisi
penjajahan yang sangat keras dan ganas dalam mengawasi dan menghambat setiap
bentuk gerakan bangsa Indonesia, maka Untuk sementara waktu Beliau ( Kyai Haji
Samanhudi ) hanya berorientasi pada masalah ekonomi saja. Meswki demikian SDI
tetap di anggap sebagai ( Miqod = awal pemberangkatan / Starting point ) bagi
perjalanan sejarah ini. Menyadari akan keterbatasan kemampuan ini, Kyai Haji
Samanhudi selalu mencari dan menghubungi tokoh tokoh Islam lainnya untuk di ajak
bersama sama mengelola lembaga perjuangan ini. Sekitar bulan Mei 1912. SDI
memperoleh seorang tokoh tangguh yang ikut mewarnai perjalanan Sejarah ini, yaitu
Haji Umar Said Cokroaminoto setelah ada persesuaian antara keduanya dalam
pandangan mengenai garis garis perjuangan Sunnah Rasulullah SAW.
2. Masa Peralihan Pada SI ( Syarikat Islam )
Setelah HOS Cokroaminoto bergabung ke dalam SDI, beliau mencoba menyusun
sebuah anggaran dasar organisasi yang dapat di berlakukan di seluruh Indonesia
dengan tidak memperhatikan persyaratan dari residen Surakarta yang gigih
menghambat perkembangan organisasi tersebut. Beliau mengemukakan untuk
membentuk pan Islamisme, artinya membentuk dunia ( Khalifatullah fil ardi ) untuk
merealisasikan gagasan itu beliau membagi tahapan tahapan perjuangan sebagai
berikut :
a. Kemerdekaan Indonesia ( mengusir pihak penjajah dari bumi Indonesia )
b. Kemerdekaan Islam Indonesia, artinya Islam sebagai satu satunya sistem yang
haq bisa berlaku di Indonesia dengan sempurna dan di lindungi oleh kekuasaan
( Negara Islam Indonesia ).
c. Kemerdekaan di seluruh Dunia, artinya membentuk Khalifah fil ardi / struktur
pemerintahannya memberlakukan hukum Islam sebagai penjabaran dari
mulkiyah-tullah / Kerajaan Allah di muka bumi.
Langkah lanjut dari gagasan tersebut maka pada tanggal 11 Nopember 1912 SDI di
ganti dengan nama Syarikat Islam (SI) yang orientasinya bukan sekedar masalah
masalah ekonomi saja, melainkan sudah mencakup kepada seluruh Manhijul hayal, (
meliputu segala aspek kehidupan untuk di warnai dengan corak Islam saja ).
Dalam kongres SI pertama di Surabaya tahun 1913 telah di putuskan untuk
membantu cabang cabangnya di seluruh tanah air yang di bagi tiga wilayah, yaitu
wilayah Jawa Barat ( meliputi Sumatera dan pukau sekitarnya), Jawa Tengah (
meliputi Kalimantan ) dan Jawa Timur ( meliputi Sulawesi, Bali, Lombok dan
Sumbawa).
Kemudian pada tahun tahun berikutnya bergabung pula beberapa tokoh Islam lainya.
Inilah tokoh tokoh yang banyak berperan aktif pada tahun tahun awal sejak
berdirinya SI
Kepribadian HOS Cokroaminoto menampilkan sikap tidak pernah kompromi terhadap
kolonia Belanda. Beliau lahir di Bakur, Madiun Jawa Timur, pada tanggal 16 Agustus
1882 dari keluarga yang taat kepada Islam. Beliau pernah belajar administrasi
Pemerintahan, serta mengikuti kursus kursus dalam soal teknik mesin. Sikap HOS
Cokroaminoto yang tegas terhadap orang orang Kafir ( dalam hal ini pihak Belanda ),
ini di buktikan ketika beliau di panggil oleh pemerintah Belanda untuk menghadap,
dengan tegap dan menampilkan sikap ksatria da hadpan orang Bekanda, tidak seperti
sikap orang orang pribumi pada umumnya yang apabila menghadap Belanda harus
duduk di lantai tidak boleh duduk di kursi serta dilarang memakai alas kaki. HOS
Cokroaminoto menyadari hal itu, yakni suatu penghinaan terhadap bangsa Indonesia
yang mayoritas Islam oleh pihak Belanda yang Nasrani.
Kira kira lima tahun pertama sejak HOS Cokroaminoto bertindak sebagai ketua, dia
banyak menyumbangkan pikiran demi kemajuan Syarikat Islam. Dalam anggaran dasar
yang beliau susun, banyak mewarnai kehidupan Syarikat Islam berikutnya, sehingga
dalam anggaran dasarnya pun Syarikat Islam secara keseluruhan ( Kaffah ) mencakup
semua aspek kehidupan baik secara pe4mahaman Aqidah Islam, Ekonomi, Politik,
Sosial, Budaya dan Pemerintahan menurut tuntunan Al Qur’an dan Sunnah Rasul
Untuk merealisasikan gagasan membentuk dunia Islam ini. HOS Cokroaminoto
mempersiapkan Kader kader militan yang terdiri dari mahasiswa mahasiswa yang
berjiwa progresif. Diantaranya Soekarno yang di harapkan dapat menghimpun dan
mengelola kaum Intelektual serta Cendikiawan dalam satu wadah dan satu arah dalam
menentang penjajah. Semaun di arahkan untuk memyadarkan masyarakat awam dan
akan kepenyingan kemerdekaan sekaligus melibatkan perjuangan dalam menentang
penjajah. Sementara SM Kartosuwiryo di tugaskan untuk mempengaruhi para Ulama
dan para Kyai untuk di ajak bersama sama dalam menyegakkan Al Islam menjadi satu
satunya sistem hidupm di Indonesia. Meski akhirnya, keduanya kader yang pertama
yaitu Soekarno dan Semaun beberapa tahun kemudian menyimpang dari garis garis
Syarikat Islam. Lalu membentuk wadah baru yang tidak berdasarkan Islam dan tidak
berpedoman kepada Al Qur’an dan Sunnah.
Selama di bawah kepemimpinan HOS Cokroaminoto, SI di seluruh daerah mencapai
435 cabang di dukung oleh jutaan anggota. Sampai akhirnya kegemilangan SI mulai
menurun pada periode-periode berikutnya dengan terdapatnya perselisihan-
perselisihan pendapat dalam intern pimpinan yang berakibat munculnya berbagai
partai dan organisasi lain yang tidak sejalan dengan syarekat islam.
3. Awal Perpecahan Dalam SI
Malapetaka ini bermula dengan hadirnya dua orang belanda yang bernama Henricus
Yosephus Fransiciscus Marie Sneevliet dan Adolf Baars yang datang ke indonesia
pad tahun 1913. Pada mulanya ia bekerja sebagai pimpinan redaksi “ Hardels Blad”
Surabaya selama dua bulan. Kemudian menjadi sekretaris K.D.S. (Kamar Dagang
Semarang) pada tahun yang sama. Keduanya kader-kader komunis yang telah dididik
di negri Rusia. Kemudian mereka mendirikan ISDV (Indische Sociaal Democraticehc
Vereneging) pada tahun 1914 di semarang, yang merupakan partai sosialis kemudian
berkembang menjadi partai komunis terutama setelah berhasilnya revolusi Rusia
pada tahun 1917.
Menurut analisis tokoh tokoh SI, munculnya ISDV yang di kembangkan pleh dua orang
Belanda tersebut adalah meruoakan usaha pemerintah Belanda untuk mengoncangkan
kesetabilan SI, sekaligus pemecah belah dari akar tubuh SI karena pemerintah
memang khawatir dengan semakin kuatnya posisi SI ini. Usaha Sneevliet berhasil
setelah mampu mempengaruhi pimpinan SI di Semarang yang waktu itu di pegang oleh
Smaun Himidan Darsono dengan masuknya ke tubuh ISDV. Kegiatan mereka
senantiasa menciptakan kerusuhan dan pergolongaqn dalam tubuh SI, terutama
menyesatkan fitnah fitnah keji terhadap pimpinan SI, kemudian setelah merasa
posisi mereka kuat, mereka mendirikan Partai Komunis India ( Hindia ) oada tanggal
23 Mei 1920 yang merupakan transformasi dari ISDV, tindakan mereka seperti itu
tercium oleh pimpinan SI dalam suatu kongres partai pada tahun 1921, mereka di
keluarkan dari keanggotaan SI, ini akibat di canangkannya “disiplin partai” dimana
dinyatakan bahwa anggota SI tidak di perkenankan menjadi anggota kelompok /
partai lain.
Sekeluarnya mereka dari SI, mereka semakin giat melakukan propaganda dalam
usaha memasyarakatkan fahamnya, bahkan tidak sekedar propaganda, mereka juga
memfokuskan Move move yang bersifat “ Phsyie” ( kejiwaan ). Puncak peris tiwa
adalah ketika mereka memproklamasikan berdirinya PKI, kemudian mengadakan
pemberontakandi daerah Jawa Tengah dan Sumatera Barat pad atahun 1926.
Kelompok ini lebih di kenal dengan “SI” merah ( Sosialis Indonesia ).
Pada tahun berikutnya tegasnya pada tahun 1927, Soekarno yang di harapkan jadi
kader SI militan menyimpang / bertentangan faham dengan HOS Cokroaminoto
mengenai dasar dan tujuan perjuangan. Soekarno berpendapat hanya faham
kebangsawananlah bukan Islam yang dapat mempersatukan bangsa Indonesia dalam
mempersatukan langkah menghadapi kolonial Belanda, kemudian ia mendirikan Partai
Nasional Indonesia ( PNI ) yang berdasarkan nasional sekuler.
4. Lahirnya Sikap Hijrah SI
Hijrah suatu sikap politik SI yang di lancarkan untuk pertama kalinya dalam tahun
1923. Sebagai akibat ketidakpercayaan partai terhadap pemerintah kolonial dan
keyakinan pimpinan partaibahwa kerjasama dengan pihak pemerintah kolonial (kafir)
hanya akan menimbulkan kerugian dunia akhirat dan mengakibatkan tergelincirnya
partai lebih jauh lagi dari tujuan yang sebenarnya.
Hijrah adalah strategi Illahi yang telah di tetapkan menjadi salah satunya pola
perjuangan para Rasul Nya dalam mengemban risalah menegakkan Dienul Haq atas
dien dien lainnya . Termasuk Nabi Muhammad SAW pola perjuangannya adalah
Hijrah, tegasnya Iman-Hijrah-Jihad.
Pimpinan SI menyadari benar , bahwa berjuang mentegakkan Islam adalah Ibadah.
Oleh karenanya dalam pelaksanaannyaharus mengikuti yang telah di contohkan oleh
Rasulullah SAW, apapun resikonya harus di hadapi, tidak boleh membut cara sendiri,
malah kiranya motivasi yang melatarbelakangi di tetapkannya sikap hijrahsebagai
garis politik yang resmi dari SI. Ditambah dengan kondisi yang mendorong untuk
mengambil sikap tegas semacam ini, dimana pada pada saat itu semakin jelas, bahwa
pemerintah Belanda dan Volkstraadnya ( Dewan Rakyat ) bukan memberi kemenangan
terhadap perjuangan SI, justru sebaliknya mereka berusaha menyikat dan meringkus
dengan halus tokoh-tokoh SI agar tunduk dan patuh terhadap segala kehendak
mereka (Pemerintah Kolonial), tanpa membantah apalagi mengahalanginya. Juga
dengan menyimpangnya Semaun Cs dan Soekarno dari garis Islam dengan membentuk
Partai Komunis Indonesia dan PNI yang bedanya sangat menentang Islam yang telah
menjadi dasar perjuangan SI, inipun merupakan faktor yang ikut mendorong untuk
mengambil sikap hijrah dengan tegas lagi. Terutama terlihat dari langkah-langkah
partai yang semakin menampakkan permusuhan terhadap pemerintah Belanda pada
tahun 1930, yang telah berubah namanya menjadi PSII (Partai Syarekat Islam
Indonesia).
Tahun 1933 mencatat suatu penyesuaian struktur partai, juga dasar perjuangan
partai yang dihasilkan pada tahun itu dianggap sesuatu yang telah sempurna para
pemimpinnya terutama dengan figure HOS Cokroaminoto dibantu SM. Kartosuwiryo
sebagai sekretaris pribadinya, berusaha mewarnai lembaga PSII ini dengan warna
Islam saja, tanpa ada warna-warni lainnya ini bisa dilihat dari dasra strategi partai
yang Islami.
5. Menyimpangnya Beberapa Tokoh SI dari Garis Hijrah
Setelah Si menetapkan dan mempertegas politik hijrahnya yang berarti tidak ada
kerjasama dan tidak ada garis taat kepada pemerintah Belanda, maka pihak
pemerintah segera menyambutnya dengan tindakan-tindakan keras dan tegas,
mereka keluarkan peraturan-peraturan yang sangat ketat, sehingga mempersempit
ruang gerak SI.
Memang demikianlah resikonya dari sikap hijrah sebagaiman yang telah dialami oleh
Nabi Muhammad s.a.w. beliau dengan sikap hijrahnya telah mendapat perlakuan kasar
dan kejam yang penuh dengan sikap permusuhan dari pihak pemerintah Quraisy.
Beliau dengan para sahabatnya dicari-cari, dicekam, diintimidasi, diblokade, diusir
bahkan direncanakan untuk dibunuh. Tapi Allah telah merencanakannya atau
memnyelamatkannya dan memenangkannya atas orang-orang kafir itu karena memang
hijrah adalah stategui Allah untuk meyelamatkan dan memenangkan Rasulullah
beserta umatnya dalam berjuang mennegakkan Al-Haq.
Melihat tindakan Pemerintah Belanda yang makin keras terhadap SI akibat dari sikap
poloitik hijrahnya ini, maka beberapa tokoh SI duiantaranya Sukiman dan Wali Al-
Fatah serta beberapa orang pemimpin Muhamaddiyah termasuk ketua umumnya KH.
Mas Mansyur bersama-sama mengusulkan kepada pemimpin SI agar merubah langkah
politik hijrahnya, karena menurut pendapat mereka bahwa politik semacam itu
merupakan sesuatu langkah taktik saja dan bukan sesuatu prinsip yang tidak bisa
dirubah.
Mereka melihat politik hijrah seperti yang dilaksanakan oleh SI tidak bersifat ketat
dan baku sehingga menjadi penghambat perjuangan partai sendiri, karena tidak
memungkinkan penyesuaian dengan situasi. Disamping itu, orang-orang ini
mengusulkan kepada SI agar partai ini membatasi diri pada bidang poloitik saja dan
mempercayakan aspek-aspek sosial dan pendidikan pada organisasi lain dalam rangka
pergerakan kebangsaan yang memang didirikan untuk mengahadapi bidang itu.
Mereka juga meminta agar tindakan disiplin terhadap Muhammadiyah yang telah
dilakukan oleh SI pada tahun 1927 itu dicabut kembali (dibatalkan)
a. Keluarnya Sukiman Cs
Dalam mengahadapi usulan-usulan itu, HOS Cokroaminoto sebagai pimpinan puncak
dan penanggung-jawab PSII telah bertindak cukup tegas, beliau menolak seluruh
usulan-usulan tersebut dengan alasan:pertama, tentang hijrah: bahwa hijrah bukan
sekedar taktik, akan tetapi merupakan prinsip yang tidak bisa dirubah-rubah. Bahkan
merupakan faktor yang sangat menentukan syah tidaknya amal ibadah dan amal jihad
umat Islam dihadapan Allah Rabbul Izati. Bergeser dari hijrah berarti bergeser pula
pada kemurnian Islam.
Menuju kepada percampuran haq dan bathil, sebab hijrah adalah salah satu
usaha untuk memurnikan ibadah tau pengabdian kepada Allah (realisasi dari tauhidul
ibadah) yang lawanya adalah musyrik. Kedua, tentang pembatasan ruang lingkup SI :
bahwa SI adalah gerakan Islam yang bersifat universal mempunyai tujuan
menegakkan Khaifatullah fil ardhi, artinya pemerintahan Allah di muka bumi. Tentu
saja hal ini tidak bisa dilakukan dalam satu bidang/parsial saja tetapi harus mencakup
seluruh aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial, pendidikan, juga termasuk
aqidah dan ubudiyyahnya.
Terakhir tentang tindakan displin Muhammadiyah bahwa tindakan tersebut sesuai
dengan peraturan yang berlaku dalam SI setelah sebelumnya pihak pimpinan memberi
beberapa kali peringatan terhadap Muhammadiyyah untuk tidak bertindak sendiri
dan harus merasa terikat dengan peraturan-pertauran SI. Namun, hal ini selalu
diabaikan oleh Muhammadiyah, karena itu tidak ada jalan lain untuk menjunjung tinggi
peraturan-peraturan SI yang berlandaskan Islam (Sukiman dan Wali Al-Fatah cs)
tidak mau menerima alsan-alasan tersebut dan mereka bersikeras berusaha agar
usulannya itu diterima oleh partai bahkan mereka mengancam akan mendirikan lagi.
Pada “skorsing” Sukiman cs dikeluarkan dari PSII tindakan ini banyak mendapat
kecaman dari beberapa golongan, terutama dari pers Indonesia dan pihak-pihak yang
tidak setuju terhadap politik hijrah.
Mereka menghimbau agar HOS Cokroaminoto menarik kembali tindakan
terhadap Sukiman cs tersebut. Namun HOS Cokroaminoto tetap tidak goyah dengan
sikapnya ini. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1933, yang kemudian orang-orang ini
dengan kekecewaannya berusaha membentuk suatu penelis yang kemungkinan
persatuan islam indonesia yang mempunyai dasar campuran : Islam Nasional dan
budaya. Pnelis ini menarik kerjasama dengan PSII merdeka di Yogyakarta (termasuk
yang tidak setuju dengan politik hijrah) untuk bersama-sama membentuk partai islam
indonesia (PARTI). Tetapi usaha ini segera mundur pada tahun berikutnya. walaupun
mendapat sambutan dari berbagai tempat di Jawa, dapat disimpulkan bahwa kegiatan
seperti ini merupakan suatu permulaan daripada yang dalam 4 Desember 1938
menjadi Partai Islam Indonesia (PII) yang diketuai oleh Raden Widodo dan Sukiman.
b. Keluarnya Agus Salim
Selain Mr. Sukiman cs sesungguhnya masih ada kelompok yang tidak setuju
dengan kelompok hijrah, yang menurut pendapat mereka, poltik semacam ini yang
hanya akan menimbulkan kesulitan dan keruwwetan belaka. Atau menurut istilah
mereka dikatakan “ bak membenturkan kepala ke tembok saja”. Kelompok ini dimotori
oleh H. Agus Salim. Namun pada saat itu ketika pimpinan partai masih HOS
Cokroaminoto, kelompok ini belum berani secara terang-terangan mengatakan
ketidaksetujuan terhadap kelompok/politik hijrah. Bagaimanapun mereka masih
segan dengan karishma pribadi dan kepimpinan HOS Cokroaminoto. Baru setelah
Cokroaminoto wafat pada tahun 1934, dan kepemimpinan partai jatu ditangan
saudarnya, yaitu Abi Kusno Cokro Suryo dan wakilnya SM. Kartosuwiryo, maka
kelompok lain mulai berani angkat suara untuk menentang politik. hijrah. Hal ini dapat
dilihat pada bulan Maret 1935, H. Agus Salim yang saat itu sebagai ketua dewan
partai meminta dengan sangat kepada lanjnah tanfiziyah untuk meninjau kembali
kebijaksanaan “politik hijrah”. Sehubungan dengan keluarnya peraturan-peraturan
yang lebih ketat dari pemerintahan kolonial Belanda, pada tahun tersebut dalam
menghadapi partai-partai politik yang bersifat nonkooperatif.
Lebih lanjut lagi, pada April tahun yang sama H. Agus Salim berusaha untuk
merubah sepenuhnya kebijaksanaan dan melaksanakna referendum dari cabang-
cabang partai diadakan menghadapi saran-sarannya itu. Bahkan Kusno curiga bahwa
Salim berambisi pribadi untuk duduk dalam Volstraat dan memang pemerintah
kolonial Belanda pernah menawarkan itu padanya. Lebih lagi, kongres partai yang
diadakan pada tahun 1936 menolak pendirian Agus Salim ini dan tetap menjadikan
hijrah sebagai politik resmi dari PSII. Melihat kenyataan ini, Agus Salim tidak tahan
lagi, dimana posisi dirinya semakin tersisihkan. Maka dia bertindak lebih jauh lagi
dengan membentuk satuan fraksi dalam lingkungan partai yang disebut dengan
“Barisan Penyadar Partai Syarekat Islam Indonesia” (BPPSII) pada tanggal 18
November 1936 dengan maksud agar pemikiran-pemikirannya dapat diterima oleh
partai. Gerakan ini diketuai oleh Mr. Moh. Room yang direncanakan akan bergerak
dalam lingkungan SI sendiri. Tetapi ternyata penyebab gerakan ini yang sampai
kecabang-cabang partai, dianggap oleh Abi Kusno suatu hal yang sempat mematahkan
stabiliotas partai.
Oleh sebab itu, dia menginstruksikan pada semua anggota SI untuk mengakhiri
perdebatan masalah hijrah, sebab hijrah sudah menjadi politik resmi partai yang
telah didukung dengan kiyas-kiyas syar’i yang sudah tidak bisa dirubah-rubah lagi.
Kepada seluruh barisan agar menyatu untuk meneruskan kegiatannya dan kembali
menta’ati seluruh kebijaksanaan yang telah digariskan oleh partai dan terus berusaha
“menyadarkan” orang-orang yang dianggap tidak memahami situasi dan kondisi.
Menghadapi kelompok Agus Salim ini, maka Abi Kusno mengadakan rapat
gabungan antara dewan partai dan lajnah fan fidziyah yang memang kedua lembaga
ini mempunyai wewenang penuh untuk mengambil suatu keputusan dalam menghadapi
problema yang terjadi, kemudian rapat ini memutuskan tindakan (skorsing).
Pemecahan masalah terhadap pimpinan-pimpinan badan penyadar diantaranya Mr.
Moh. Room dan Sobari pada bulan januari 1937. Bulan berikutnya dipecat pula H. Agus
Salim, AM. Sangaji dan 24 tokoh penyadar lainnya. Abi Kusno dan kawan-kawannya
merasa perlu untuk membenarkan tindakan tersebut dalam mempertahankan politik
hijrah, terutama seluruh anggota partai. Demikianlah sekitar bulan April dan mei
1937. Diadakan rapat-rapat dari cabang partai untuk mengencangkan kebenaran
politik hijrah dan kebenaran tindakan Pemimpin politik menskorsing orang-orang
“penyadar” yang dengan keras menentang hijrah.
Tidak cukup dengan rapat-rapat saja, penjelasan dengan politik hijrah ini
disusul pula dengan penerbitan sebuah brosur yang berjudul “Sikap Hijrah Partai
SII” terdiri dari 2 jilid disusun oleh SM. Kartosuwiryo yang saat itu menjabat
sebagai wakil ketua lajnah fanfidziyah PSII. Jilid pertama dalam brosur tersebut
kartosuwiryo berhasil menguraikan secara panjang lebar tentang pengertian Ad Dien
(agama) yang menyangkut sebuah aspek kehidupan tentang status dan tugas manusia
dalam kehidupan didunia ini, juga tentang sikap serta perjalanan hijrah Nabi
Muhammad SAW yang menjadikan satu satunya pedoman serta pola perjuangan oleh
seluruh umatnya. Sesudah pembahasan arti hijrah, SM Kartosuwryo melanjutkan
dengan mangatakan hampir pada setiap tempat dimana kata “hijrah” digunakan dalam
Al Qur’an, kata ini di asosiasikan dengan jihad. Maka sehubungan dengan itu ia
menulis, “tiada tindakan hijrah di anggap abash bila dalam cita cita jihad tidak
dilaksanakan.
Demikianlah SM Kartosuwiryo dengan brosurnya tersebut telah mencoba
mengutarakan pengertian hijrah dan jihad secara panjang lebar dan menekankan
untuk segera di realisaikan dalam kenyataan
BAB II. REALISASI SIKAP HIJRAH UMMAT ISLAM BANGSA INDONESIA.
1. Mengenal Pribadi SM. Kartosuwiryo
Dia seorang tokoh SI yang cukup gigih dan konsekwen dalam mempertahankan
politik hijrah, meskipun harus menghadapi tantangan dan kecaman dari berbaga pihak
sampai – sampai dia harus dipecat dari berbagai jabatan dan keanggotaan PSII oleh
ketua umumnya sendiri yaitu Abi Kusno Cokro Suryoso. Karena Kartosuwiryo menolak
untuk berpindah haluan dari hijrah ke parlementer.
SM. Kartosuwiryo sebuah nama gabungan dari namanya sendiri, ayah dan kakeknya.
Nama aslinya adalah Sekarmadji, ayahnya Maridjan dan kakeknya Karto Suwiryo.
Ayahnya seorang pegawai kraton dari kesultanan Solo. Seorang yang paham sejarah,
pekerjaannya sebagai petugas pemeliharaan barang-barang sejarah termasuk buku-
buku sejarah yang ditulis oleh orang-orang zaman dahulu. Dan memang masih ada
hubungan darah kesultanan, baik dengan kesultanan Solo maupun Demak. Tidak benar,
kalau ayah Sekarmadji dikatakan sebagai pedagang candu, itu hanya fitnah belaka
yang sengaja dilontarkan oleh orang-orang non muslim untuk menjatuhkan martabat
putranya yang kemudian dipercaya mengemban tugas ilahi. menegakan pemerintahan
Allah di bumi Indonesia inil. Sebaliknya, Maridjan adalah seorang muslim yang sholeh.
Seorang ayah yang berhasil membentuk jiwa dan pribadi putranya menjadi muslim
yang sejati dan konsekwen. Dan tetap islam dijadikannya sebagai satu-satunya
pedoman hidup dan satu-satunya sistem hidup yang mewarnai seluruh aspek
kehidupannya.
Jenjang Pendidikan Umum
Sekarmadji dilahirkan di Cepu, sebuah daerah kecil antara Blora dan
Bojonegoro, pada tanggal 7 Februari 1905, status ayahnya yang termasuk bangsawan
(ningrat) dikalangan kraton Solo, menyebabkan Sekarmadji dapat menikmati jenjang
pendidikan di cukuo sukse, di dukung pula oleh kemampuan otaknya yang cemerlang.
Pada usia 6 tahun, dia masukk Inlandsche School der tweede klasce/ sekolah bumi
putra kelas dua selama empat tahun. Kemudian melanjutkan ke sekolah dasar kelas 1.
Mulai dari inlandsche School (I-IIS), yaitu sekolah putra bahasa Belanda. Kemudian
pada tahun 1919 setelah orang tuanya pindah ke Bojonegoro, dia masuk ke
EuropeecheLegere School (ELS) sekolah dasar Eropa, bagi seorang putra pribumi,
keduanya merupakan sekolah elite.
Sekolah Bumi Putra bahasa Belanda (HIS) dimasukan untuk anak-anak anggota
kelas atas kemasyarakatan pribumi. syarat-syarat untuk masuk ke ELS adalah yang
paling ketat dari semuanya. Sesuai dengan namanya sekolah ini direncanakan sebagai
lembaga pendidikan hanya untuk orang Eropa dan masyarakat Indo Eropa. Walaupun
dalam jumlah yang terbatas, Pribumi juga diperkenankan masuk. Bagian yang akhir ini
terutama adalah anak-anak yang dapat terjamin berdasarkan latar belakang
sosialnya, diharapkan melanjutkan pelajarannya pada lembaga-lembaga Eropa untuk
tingkat pendidikan menengah dan tinggi dan kedua bagi anak-anak yang berbakat
khusus yang mampu melanjutkan pelajaran merekan pada salah satu lembaga yang
mendidik bumi putra, ahli hukum/pegawai negeri. Diterimanya SM. Kartosuwiryo di
sekolah elite tersebut karena termasuk kategori-kategori kedua, yaitu beliau
mempunyai bakat (keistimewaan) khusus, setelah menyelesaikan ELS dia berangkat
ke Surabaya untuk melanjutkan studi ke Nenderlandsch Indische Artsen School
(NIAS) atau Sekolah Dokter Hindia Belanda. Memulai pelajaran di NIAS ini pada
tahun 1923 dalam usianya yang ke delapan belas (18).
Sesungguhnya di sekolah kedokteran itu harus ditempuh paling sedikit selama 6
tahun. Kemudian menjadi seorang pribumi, tetapi beliau gagal ditengah jalan, karena
pada tahun 1927 beliau harus keluar dari sekolahnya, akibat kegiatan politik anti
penjajahannya terlalu terbuka yaitu pada saat beliau aktif memimpin “Jong
Islamaiten Bond” sebuah organisasi pemuda islam. Ternyata ruhul islam dan ruhul
jihad yang telah ditanamkan oleh ayahandanya semenjak kecil, tidak luntur oleh
pelajaran berbau sekuler yang telah diterimanya selama ini. Bahkan semakin
menjiplak ruhul jihad dalam jiwanya/dadanya tidak dapat dibendung lagi.melihat
penderitaan umat yang semakin hari semakin parah, akibat sistem penjajahan yang
kejam dan sadis, yang selaui mewarnai kehidupan umat ini.
Jiwanya terpanggil untuk mencoba berbuat dan berusaha membebaskan umat
dari belenggu penjajahan ini, agar dapat bebas melaksanakan kehidupan islam dengan
sempurna. meskipun akhirnya dengan tindakannya ini beliau harus mengorbankan
kariernya sebagai calon dokter pada sekolah kedokteran yang menjadi idola
masyarakat pada saat itu. Terlebih-lebih setelah beliau bertemu dengan Haji Oemar
Said Cokro aminoto di Surabaya. Seorang tokoh PSII yang paling menonjol dan
memiliki karisma kepemimpinan yang tinggi, SM. Kartosuwiryo banyak belajar
menyerap ilmu dan akhlaq dari tokoh ini. Terutama dalam bidang tauhid dan politik
islamsetelah dikeluarkan dari NIAS tahun 1927. Beliau berkeinginan hati untuk
tinggal bersama HOS Cokroaminoto dirumahnya. Sekaligus menjadikannya guru dan
pemimpin yang dapat membimbing dirinya dalam melaksanakan pengabdiannya kepada
Allah dan dalam perjuangan menegakkan Dienullah/hukum islam.
Mulai saat itu beliau diangkat sebagai sekretaris oleh pak Cokroaminoto dan
fungsi ini berlanjut sampai tahun 1929. Sebagi pembantu dan sekretaris pribadi,
beliau banyak memberikan ide-ide yang islami terhadap pak Cokro dalam
mempertegas garis islamnya. Terutama dalam mempertahankan dan merealisasikan
politik hijrah PSII yang telah diputuskan oleh kongres. Hal inilah yang mnyebabkan
pak Cokro semakin percaya terhadap diri SM. Kartosuwiryo bahwa ia benar-benar
kader muslim mujahid yang militan, yang bisa dipercaya untuk melanjutkan
perjuangan islam ini. Maka pada kongres PSII tahun 1933 beliau diangkat menjadi
sekretaris jendral PSII sampai akhir hayat HOS Cokroaminoto yang wafat pada
tahun1934, pada periode ini periode bersatunya SM Kartosuwiryo dengan pak Cokro,
akan semakin jelas terlihat arah perjuangan PSII yang semakin berusaha
memurnikan azas dan warna islamnya dari campuran-campuran yang lainnya semacam
nasionalis sekuler, sosialisme, dan komunisme. Akibatnya cokroaminoto dan PSII-nya
ditinggalkan dan diisolir oleh tokoh-tokoh sosialis komunis yang dulu pernah bersama-
sama dalam Syarekat Islam. Apabila telah ditetapkannya politik hijrah sebagai
politik resmi dari PSII bila dilihat dari lahirnya, memang PSII semakin kecil dan
semakin lemah akibat sikap hijrah ini, tapi dihadapan Allah bukanlah demikian.
Sebaliknya PSII semakin bernilai oleh Allah Rabbul Izzati bukanlah besarnya quality,
kuantitas, melainkan tingginya kualitas dan keberhasilan iman.
Pendidikan Islamnya
Tentang pengetahuan islamnya SM. Kartosuwiryo berbeda dengan tokoh-tokoh islam
lainnya yang mendapatkan pengetahuan tentang islam melalui pedidikan
pesantren/madrasah-madrasah. Maka beliau mendapatkannya dangan cara autodidak
(belajar sendiri) dan sering berkonsultasi pribadi dengan ‘ulama-ulama’ yang
konsekwen dan sholeh. Bermodalkan semangat islam yang mengalir dalam dirinya yang
ditanamkan orang tuanya semenjak kecil, beliau terus mempelajari dan mendalami Al
Islam, melalui buku-buku yang ada pada saat itu. Kesibukan kuliahnya dalam bidang
Ilmu Fisika yang cukup berat itu, tidak menghalangi dari usaha menggali islam.
Setelah dikeluarkannya dari NIAS, keempatan mempelajari Al Islam semakin luas
apalagi setelah tinggal dengan pak cokroaminoto, mulai tahun 1927-1929. Beliau juga
banyak mewarisi sifat-sifat kepemimpinan Cokro aminoto, terutam dalam
ketegasannya memegang prinsip kebenaran (Al Haq).
Pada tahun 1929 karena alasan kesehatan disanping tugas dari pimpinannya,
terpaksa beliau harus berpisah dengan cokroaminoto untuk pindah ke jawa barat.
Kemudian bermukim di magelang, sebuah kota kecil dekat garut dan tasikmalaya.
Disana beliau berguru pada ‘ulama’ setempat antara lain Kyai Yusuf Tadjri dan Kyai
Ardi Wisastro yang disebut belakangan ini disamping sebagai guru juga merangkap
sebagai mertuanya, sebab menikah dengan putrinya yang bernama Dwi Ummi Kalsum
pada tahun 1929.
Kyai Ardi Wisastra adalah seorang ulama yang termashur di daerah malangbong,
disamping sebagai tokoh PSII terkemuka di daerah itu beliau juga seorang sufhi,yang
selalu nerusaha membersihkan diri dari kotoran-kotoran dosa, dan meningkatkan
martabat diri di hadapan Allah dengan melaksanakan amalan nawafil, disamping
ibadah fardhu yang terbatas itu. Bidang inilah yang sangat menarik SM.
Kartosuwiryo, untuk mempelajari lebih dalam, sebab menurut pendapatnya untuk
menjadi mujahid (pejuang islam) yang baik, mesti dibutuhkan kebersihan jiwa dari
penyakit-penyakit riya,’ujub, iri hati, syirik dan semacamnya. Bagaimana seseorang
akan memperjuangkan berlakunya islam untuk orang lain, sedangkan dirinya sendiri
belum islam secara konsekwen lahir dan bathin, apalagi untuk menjadi seorang
pemimpin islam harus mesti mempunyai sifat-sifat Warosatul Ambiya menjadi
kekasih Allah (Waliyullah).
Dengan bimbingan mertua sekaligus gurunya, beliau melakasanakan praktek-
praktek sufhi, mengkonsentrasikan jiwa hanya untuk berdzikir kepada Allah saja.
Sementara hubungan dengan yang bersifat duniawi diputuskannya. Dengan maksud
mencontoh perilaku Nabi Muhammad Rosullullah s.a.w. Menjelang menerima wahyu
pertama, beliau selalu mengadakan kholwat ( mengasingkan diri dari kehidupan
duniawi), tabattul (membulatkan perhatian dan jiwa hanya untuk Dzikrullah semata),
dan taqorub (mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah nawfil),
sehingga aku mencintainya, Aku akan menjadi pendengarannya (membimbing
pendengarannya dengan hidayah dan taufiknya), yang mana dia mendengar dengan-
Nya dan aku menjadi tangannya, yang dia memluk dengan-Nya, dan aku menjadi
kakinya yang dia berjalan dengan-Nya. Apabila dia meminta sesuatu kepada-Ku, pasti
aku akan memberinya, dan apabila dia meminta pwerlindungan pada-Ku, pasti aku akan
melindunginya (Diriwayatkan Bukhori).
SM. Krtosuwiryo telah berusaha mengamalkan konsep ini dengan membangun Goa
buatan, yaitu dengan menggali tanah untuk lubang. Disanalah beliau berkhalawat dan
bertafakkur, mengasingkan diri dari kesibukan-kesibukan duniawi, menjernihkan jiwa
dari rizail-rizail (kotoran-kotoran dosa ma’siat). Selama beberapa hari beliau
bertaqarub dengan melaksanakan ibadah-ibadah fardhu dan nawafil.
Allah SWT menepati janji-Nya dengan mencintai hamba-Nya yang ini, yang telah
bernujahadah sekuat kemampuan, berjalan di atas fardhu dan nawafil, menuju ridho-
Nya. Akhirnya Allah menurukan cahaya hidayahnya dan taufiq-Nya, yang membimbing
dan menuntun pendengarannya, penglihatannya, kakinya, banyak di ijabah do’anya dan
beliau sering mendapat perlindungan Allah pada saat kritis, dari ancaman musuh-
musuhnya, musuh Allah dan musuh islam.
Ubudiyahnya
Menurut Keterangan teman dekatnya yaitu ustadz H. Masduki, seorang ulama yang
sejak muda telah lafadz Al - Qur’an seluruhnya dan terpelihara sampai sekarang ini,
bukan hany sekedar hafal, tapi juga faham terhadap ma’na yang tersirat didalamnya,
serta mampu menyebarkannya. Karena kemampuannya inilah, maka dia di angkat oleh
S.M Kartosuwiryo sebagai penasehat pribadinya, sehingga dia banyak tahu tentang
pribadi S.M Kartosuwiryo. Sebagai ustadzini menerangkan “pak Karto adalah seorang
‘ahbid (ahli ibadah ) yang khusu’ dan istiqomah. Sholat-sholat fardhu selalu
dilakukannya diawal waktu dan selalu dilengkapi dengan sholat rowatib, kalu malam
sangat sedikit sekali waktu yang digunakan untuk quamul lail (sholat malam) serta
menyusun konsep-konsep dan program-program perjuangan islam, terlebih lagi
setelah beliau menjabat sebagai imam Negara Islam Indonesia. Panglima Tinggi
Tentara Islam, pendeekatan kepada Allah lebih di perketat lagi.
Beliau selalu rajin membangunkan keluarganyapada dua pertiga malam untuk
quamil lail. Pada suatu saat pernah beliau bercerita kepada saya tentang suatu
keanehan yang terjadi pada dirinya, yaitu pada saat malam ,menjelang hari ke empat
puluh beliau berkhalwat dan tabattul, tiba-tiba datang cahaya yang terang benderang
menerangi alam sekitar beliau, yang saat itu sedang malam keadaan gelap gulita.
Dengan cahaya itu beliau dapat melihat darah yang ada dalam pembuluh nadinya, dan
sum-sum yang ada dalam tulangnya, beliau merasa ajaib dengan peristiwa itu
terlebih-lebih tatkala beliau membuka buku-buku berbahasa arab gundul, beliau
menjadi mampu untuk membaca dan memahamiya. Padahal sebelumnya beliau belum
pernah belajar ilmu-ilmu alat seperti, nahwu, shorof, balaghoh, usul fiqih, mantiq, dan
lain sabagainya secara mendalam. Namun sejak saat itu hingga akhir hayatnya, beliau
mempunyai kemampuan mempergunakan ilmu-ilmu tersebut, untuk membaca dan
mendalami ayat-ayat Al-Qur’an dan tafsirnya serta kitab-kitab hadist, ilmu semacam
ini disebut ilmu laduni, artinya ilmu yang langsung dikaruniakan oleh Allah kepada
seseorang hamba yang dicintai-Nya, tanpa melalui proses belajar sebagaimana
biasanya. Ini sesuai dengan apa yang telah diketahui. Maka Allah akan memberikan
kepadanya ilmu yang belum ia ketahui” Al-Hadist.
Demikianlah keterangan ustadz H. Masduki, dalam suatu wawancara dengan
penulis tentang usaha-usaha SM. Kartosuwiryo dalam mempelajari dan memahami Al-
Islam yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Al Hadits.
Akhlaqnya
SM. Kartosuwiryo adalah seorang yang Zuhud (sederhana dalam kehidupan dunia).
Tidak senang kepada kemewahan dan berlebih-lebihan. Sebagai seorang tamatan ELS
dan jebolan sekolah dokter, sesungguhnya sekarmadji dapat hidup cukup baik dalam
kehidupan sosial ekonominya, kalau saja ini jalannya, beliau mau menjadi seorang
pegawai pemerintahan atau bekerja di suatu kantor perusahaan, tetapi rupa-rupanya
beliau lebih suka hidup sederhana denganbertyani alakadarnya. Dan mencurahkan
seluruh tenaga dan pikirannya untuk perjuangan Islam. Orientasi hidupnya bukan lagi
duniawi tetapi ukhrawi. Kehidupan duniawinya hany dijadikan sebagai marad’atil
akhirat, artinya ladang tempat beramal dan mempersiapkan bekal untuk menuju
kebahagian di Akhirat, kata seorang ajengan teman dekatnya pernah satu rumah
dengannya yang tidak mau disebutkan namanya. Zuhudnya (kesederhnaannya) itulah
salah satu ciri kepribadian sekarmadji, “Hampir setiap pagi kalau turun ke sawah,
saya melihat sekarmadji memakai celana sulam model kuno, teatpi dia tidak lama di
sawah, apabila dia silaturahim ke rumah kerabatnya / ke rumah anggota pengurus
PSII setempat untuk membicarakan langkah-langkah perjuangan , dia selalu
kelihatan memakai baju yang itu-itu juga, sepasang jas tutup dan celana dari kain
yang murah, ia selalau berjalan dengan menundukkan kepala penuh rasa takwadhu dan
selalu bersukap hormat kepada setiap orang yang di temuinya. Sehingga tidak
seorang pun mengira, kecuali yang sudah mengenal bahwa dia seorang (ningrat) dan
terpelajar”.
Demikian ajengan itu melanjutkannya keterangannya tentenag pribadi S.M
Kartosuwiryo “Sekarmadji seorang penyantun, suka meringankan kesulitan orang lain,
terutama kepada fakir - miskin dan yatim piatu, beliau sangat dekat sekali. Inilah
yang memikat hati masyarakat sekitarnya sehingga mereka benar-benar percaya
terhadap kepada kepemimpinannya”. Demikianlah ajengan tersebut mengakhiri
keterangannya.
Ustadz H. M. Masduki menambahkan keterangan tentang akhlaq SM. Kartosuwiryo
“Beliau adalah seorang yang tawadhu’ dan rendah hati, toleransinya sesama ikhwan
sangat tinggi, seorang pemaaf yang sabar dan mampu melaksanakan itsani ‘alan nafsi
(lebih mementingkan orang lain, meskipun dirinya sangat memerlukan). Pernah suatu
saat saya terpisah dari pasukan karena menghindari TNI yang sedang petroli,
kemudian saya bertemu dengan pak Imam bersama putranya Dodo yang sama-sama
terpisah dari pasukan kami akhirnya berjalan bersama untuk menuju ke induk
pasukan. Setelah cukup lelah berjalan menyusuri hutan belantara, kami beristirahat
dan membuat kemah alakadarnya untuk dapat berlindung. Ransel saya yang berisi
perbekalan terbawa oleh pasukan, sehingga saya pada saat itu tidak membawa apa-
apa, kecuali pakaian yang dipakai saja. Pak Imam pun perbekalannya sangat tipis
sekali, tinggal beras beberapa sendok saja, piringnya pun Cuma satu-satunya. Tiba-
tiba pak Karto menyodorkan piringnya itu kepada saya sambil berkata: Silahkan
ustadz, ini adalah hak ustadz”. Makanlah” karena saya merasa beliaulah yang lebih
berhak, sebab beliau lebih tua dan lebih membutuhkan daripada saya. Saya lebih
muda dan lebih kuat untuk menahan lapar, silahkan ini untuk bapak saja”. Namun
beliau memaksa saya dengan mengeluarkan alasan yang kuat: “Ustadz, ini memang
milik saya, tapi hak ustadz, karena ustadz adalah tamu saya, maka berilah saya
kesempatan untuk melaksanakan ayat Allah (Q.S. Al-Hasyr ayat 19)”, terima ini dan
makanlah, ini adalah hak ustadz. Akhirnya saya tidak bisa menolak lagi, lalu saya
makan tidak sampai habis, kemudian saya serahkan sisa nasi itu kepada baliau barulah
beliau makan dan dibagi dua dengan anaknya”. Demikianlah ustadz HM. Masduki
berkisah tentang penglamannya, kemudian beliaupun melanjutkan pada waktu
menjelang tidur, pak Karto memberikan kain yang hanya satu-satunya kepada saya
untuk selimut sambil berkata “ustadz pakailah selimut ini karena udara malam sangat
dingin sekali, berilah saya kesempatan untuk melaksanakan sunnah rasul jangan
ustadz menolaknya, ini hak ustadz”. Saya tidak bisa berbuat apa-apa selain
menerimanya. Namun perasaan saya tidak enak sebab beliau lebih tua, lebih tidak
tahan kondisi badannya menghadapi udara yang sangat dingin. Udara pegunungan dan
malam hari, maka terlihat beliau tidur, kain sarung saya selimutkan kepada beliau.
Kemudian sayapun tertidur, tapi ketika tengah malam saya terbangun, kain sarung
sudah berpindah lagi menyelimuti tubuh saya, dan beliau tidur nyenyak tanpa selimut,
kemudian saya kembalikan lagi sarung tersebut untuk menyelimuti beliau. Demikian
berkali-kali kain sarung itu berpindah-pindah, sehingga pada saat saya bangun
terakhir kalinya, kain itu ada pada saya dan beliau saya lihat sedang solat tahajjud”.
Demikianlah keterangan ustadz Masduki tentang akhlaq. SM. Kartosuwiryo adalah
figure utama pewaris nabi, yang mampu merealisasikan Sunnah Rasul dan layak
menjadi imam ummat Islam Indonesia.
2. Akhirnya KPK, PSII
Ternyata Abi Kusno, Aruji Kartawinata, Wonodoamiseno dkk, belum siap mental
untuk menghadapi resiko daripada pelaksanaan sikap hijrah itu. Semangat hijrahnya
yang menggebu-gebu pada beberapa belakangan ini dengan melakukan tindakan tegas
kepada setiap penantangnya seperti skorsing yang dijatuhkan kepada H. Agus Salim,
Moh. Room dkk dari barisan penyadar, ternyata kandas setelah melihat kenyataan
betapa sulit dan rumitnya perjalanan ini.
Tindakan dan kecurigaan dari pemerintahan Belanda terhadap partai politik yang
berhaluan non kooperasi yang demikian yang semakin hari semakin ketat dan
menurunnya kuantitas anggota-anggota PSII yang merosot sangat drastis akibat
pengaruh propokasi dari orang-orang barisan penyadar, adalah merupakan faktor-
faktor pendorong Abu Kusno cs berputar haluan, meningkatkan politik hijrah beralih
kepada garis parlementer, pada tahun 1938. Abi Kusno mempelopori terbentuknya
GAPI (Gabungan Politik Indonesia). Dia berusaha merangkul bekas-bekas musuhnya
yang menentang hijrah, diantaranya Mr. Sukiman yang menjadi ketua PII (Partai
Islam Indonesia) dan H. Agus Salim dengan barisan penyadarnya, untuk masuk
bergabung dalam GAPI, sebagai suatu federasi Partai Politik Indonesia yang
tujuannya untuk parlemen yang benar-benar representatif. Tindakan Abi Kusno itu
sama sekali diluar pengetahuan SM. Kartosuwiryo, yang saat itu menjabat sebagai
wakilnya (Wakil Presiden PSII). Setelah mengetahui akan hal ini, Pak Karto berusaha
menegur Abi Kusno agar menarik kembali langkahnya yang telah menyimpang dari
garis hijrah kebenaran. Namun Abi Kusno tidak menanggapinya, bahkan ia membujuk
Kartosuwiryo agar mau merobah haluan, dengan alasan bahwa hijrah itu adalah salah
satu taktik perjuangan saja bukan prinsip, sehingga bisa berubah menurut tuntunan
situasi dan kondisi.
Maka untuk situasi semacam ini, demi penyelamatan dan mempartahankan partai dan
kesulitan dan kebangkrutan, perlu adanya perubahan taktik / siasat SM.
Kartosuwiryo menolak mentah-mentah ajakannya, karena menurut pendiriannya
bahwa, hijrah bukanlah sekedar taktik melainkan suatu prinsip yang tidak bisa
dirubah-rubah dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga. Perjuangan islam
tanpa hijrah adalah batal, sebab tanpa hijrah akan terjadi percampuran antara hak
dan bathil dalam suatu wadah perjuangan, yang mengakibatkan gugurnya haq
(kebenaran) tersebut. Karena itu hijrah harus dipertahankan apapun resiko yang
harus dihadapi, menyimpang dari hijrah sama halnya dengan menyimpang dari islam,
begitu tegar dan kokoh pendirian SM. Kartosuwiryo dalam mempertahankan prinsip
perjuangan, yaitu sikap hijrah, meskipun dia harus menghadapi mayoritas pengurus
elite PSII yang akan berakibat ancaman pemecatan terhadap dirinya dari PSII.
Padahal dalam satu atau dua tahun yang telah lalu, pihak yang tampak akrab dan
mesra sama-sama berada dalam kubu, mempertahankan Poitik hijrah secara
terperinci dalam brosurnya yang terdiri dari dua jilid yang berjudul “Sikap Hijrah
PSII”, pihak Abi Kusno kawan-kawanya memberikan dukungan penuh atas usaha ini.
Bahkan dalam kata pengantar yang ditandatangani oleh Abi Kusno sebagai presiden
dan Aruji Kartawinata sebagai sekretaris PSII. Pada jilid ke dua, dia membuat
pernyataan bahwa pandangan-pandangan, pendapat-pendapat dan gagasan-gagasan
tentang penafsiran sikap hijrah PSII yang diuraikan dalam brosur ini telah
dibicarakan panjang lebar dengan presiden terpilih Dewan Pimpinan Partai dan Komite
Ekslusif Partai sebelum dan sesudah (Brosur) ditulis oleh pengarang.
Namun pada saat itu, tegasnya pada tahun 1938, mereka terlibat dalam pertengkaran
dan perselisihan pendapat yang cukup sangat sengit, tentang perlu dirubahnya atau
tidak hijrah ini, Abi Kusno telah menggunakan wewenang selaku presiden partai.
Dengan tindakan mengeluarkan dari PSII, karena telah dianggap membangkang
terhadap pemerintahan-pemerintahan puncak pimpinan untuk merobah haluan dan
menarik kembali, serta mengkritik penyebaran brosur tersebut yang mengandung
pikiran-pikiran yang bersifat anakronisme.
Keputusan mengeluarkan SM. Kartosuwiryo dan beberapa dukungannya termasuk Kyai
Yusuf Tadjid dan Kamran Hidayatullah, yang saat itu menjadi pemimpin bagian
pemuda PSII, diambil Komite Eksklusif Partai pada 30 Januari 1939, kemudian
disetujui oleh kongres partai pada bulan Januari 1940, tetapi mereka di cabut
keanggotaannya menolak keputusan tersebut. SM. Kartosuwiryo berpendirian bahwa
PSII bukanlah lembaga milik pribadi Abi Kusno dan kelompoknya, tetapi lembaga milik
Allah, sebagai wadah perjuangan dalam mendhohirkan Mulkiyyah (Struktur Kerajaan
Allah) di muka bumi ini, karena itu lembaga ini harus diselamatkan dari pengkhianatan
oknum pimpinannya yang telah menyimpang dari rel Sabillillah, garis yang telah
ditentukan oleh Allah SWT. Maka atas prakarsa SM. Kartosuwiryo dibentuknya suatu
komite tantangan. Komite Pertahanan Kebenaran PSII (PKP PSII), karena
dimaksudkan untuk menggebrak didalam PSII, komite mengabaikan resolusi
pemecatan ketika ternyata ini tidak mungkin dilakukan,mereka pada rapat umum
komite di Malangbong pada 24 Maret 1940. Diputuskan untuk membentuk partai yang
bebas, sebagai upaya penyelamatan politik hijrah, yang merupakan amanah Allah,
amanah Rasulullah dan amanat ummat yang telah diputuskan dalam kongres-kongres
partai pada tahun-tahun yang silam.
Partai yang baru ini, yang juga biasa disebut PSII kedua. Dimana SM. Kartosuwiryo
diangkat sebagai ketuanya, diharapkan bisa berkembang menjadi PSII yang
sebenarnya untuk mempertahankan dan merealisir nilai-nilai dan tujuan islami yang
menjadi ciri khas PSII yang telah dirancangkan oleh pendirinya, HOS. Cokroaminoto,
terutama dimaksudkan untuk merealisasikan politik hijrah lebih kongkrit lagi,
sebagaimana telah diputuskan dengan kongres partai yang diadakan di Surabaya pada
tahun1937. Oleh karena itu PSII Abi Kusno Cokro Suyoso sudah tidak bisa
diharapkan lagi untuk mengemban amanah suci ini, sebab mereka terdiri dari
pengkhianat-pengkhianat yang telah mengkhianati perjuangan islam yang
sesungguhnya. Dan menodai nilai-nilai islam yang pada mulanya telah mereka sepakati
bersama. Dengan demikian mereka tidak lagi berhak memakai nama Syarekat Islam
Indonesia (PSII), sebab telah bergeser dari Al-Islam, hal ini tampak lebih jelas
sekali Abi Kusno memindahkan corak perjuangan Islam kepada corak nasional, seperti
terlibat dalam GAPI, yang sudah tidak ada identitas Islamnya lagi.
Upaya SM. Kartosuwiryo ini rupanya mendapat dukungan yang lebih besar dari
masyarakat yang masih konsekwen dengan Islam, ini bisa dilihat dengan
perkembangan yang cukup pesat, dari dua cabang saja yang pada saat baru berdirinya
KPK PSII, telah meningkat menjadi dua puluh dua cabang pada Maret 1940, bahkan
boleh dikatakan dimana ada cabang PSII Abi Kusno, disitu akan berdiri pula cabang
PSII kedua yang tetap konsekwen dengan politik hijrah.
3. Lahirnya Institut Suffah
Bermaksud mencontoh pola Rasulullah s.a.w pada awal perkembangan hijarahnya ke
Yatsrib dengan membentuk masyarakat yang Isalam dan lembaga pendidikan serta
pengkaderan, maka SM. Kartosuwiryo berusaha mendirikan sebuah lembaga
pendidikan dan pengkaderan yang bernama “Institut Suffah”. Lembaga ini diharapkan
akan menjadi modal utama dalam usaha melahirkan “Darul Islam” dikemudian hari.
Gagasan ini sesungguhnya sudah lama dicanangkan sejak kongres pada tahun 1937 di
Surabaya. SM. Kartosuwiryo yang sungguh mengerti akan pentingnya lembaga
kaderisasi kepemimpinan dan yang memberi perhatian pada bidang ini dalam brosus
hijrahnya, diberi kepercayaan untuk mendirikan suatu lembaga yang direncanakan
guna melatih kader-kader pimpinan Islam yang “militan” oleh kongres partai saat itu.
Tetapi ketika pimpinan PSII memutar haluan politiknya ke Parlementer, maka partai
tidak ada lagi minatnya terhadap rencana tersebut. Namun SM. Kartosuwiryo dengan
kesungguhan hati meneuskan persiapan guna pembentukan lembaga pengkaderan dari
penyesuaian itu, dengan pola Rasulullah s.a.w. Lembaga yang dimaksudkannya tidak
lagi terikat dengan PSII lama. Pimpinan Abi Kusno cs yang dirasakannya telah
mengkhianati perjuangan ummat Islam Indonesia, lembaga ini akan menjadi lembaga
pendidikan yang terikat dan diawasi oleh PSII kedua, tegasnya PSII hijrah.
Setelah rencana itu disyahkan oleh kongres PSII kedua pada Maret 1940. Didirikan
“Institut Suffah” yang beralokasi di Malangbong, dengan institute ini paling tidak
ada dua target yang dapat digarap. Pertama, membentuk para mujahid, kader-kader
yang militan, yang kuat aqidahnya dan menguasai ilmu Islam yang nantinya mampu
menggerakkan jihad fisabilillah, termasuk jihad dalam arti “fisik” menumbangkan
dominasi penguasa-penguasa dzolim, dalam rangka menegakkan Daulah Islamiyyah.
Kedua, menciptakan masyarakat yang Islami, dengan mulai pengenalan serta
penerapan mulai dari sistem hidup dengan Islami bagi setiap pribadi, masyarakat
Malangbong dan sekitarnya menjadi objek bagi pelaksanaan program ini, yang bisa
diharapkan menjadi basis kekuatan dan pusat komando gerakan jihad ummat Islam
dikemudian hari. Jihad adalah merupakan tindak lanjut daripada hijrah, sebab sikap
hijrah tidak dianggap absah bila tidak diiringi dengan jihad.
Lembaga pendidikan Suffah ini disusun menurut sistem pesantren dan madrasah,
menghasilkan hubungan yang sangat erat antara guru dengan murid / siswanya. Guru
disini, disamping pendidik dan pengajar juga berfungsi sebagai contoh suri tauladan
(Uswatun Hasanah) bagi para siswanya dalam menerapka nilai-nilai Islam dalam
kehidupan sehari-hari, sekaligus sebagai pemimpin dan pembimbing yang membawa
para siswanya kearah mardhotillah di dunia dan akhirat. Disini para siswa akan
digamblang selama empat atau enam bulan, sehingga mereka benar-benar menjadi
kader yang tangguh dan militan, yang bisa diharapkan menanamkan dan menyebarkan
idea serta cita-cita Islam dikalangan masyarakat dimana mereka akan kembali.
Kebanyakan yang datang menjadi siswa disini adalah para pemuda yang berasal dari
daerah Parahiyangan, ada juga yang dari jauh seperti dari Banten, Wonorejo,
Cirebon, bahkan dari Toli-toli dan Sulawesi Utara. SM. Kartosuwiryo, selaku pimpinan
lembaga ini, beliau memegang pelajaran ilmu Tauhid, untuk menanamkan aqidah dan
keyakinan pada siswa, diuraikannya pengertian kalimah (Lailaha ilallah), yang
merupakan dasar serta sumber segala aspek kehidupan ummat Islam, uraiannya secar
sepintas bisa kita lihat seperti di bawah ini :
Artinya : Tidak ada yang maujud kecuali atas idzin dan takdir Allah, hal ini untuk
membulatkan aqidah dan keyakinan bahwa setiap kejadian baik yang terjadi atau yang
menjadi, baik yang disengaja oleh manusia ataupun yang tidak, baik yang sesuai
dengan keinginan atau tidak, yang bersifat biasa atau luar biasa, yang manis yang
pahit, yang baik maupun yang buruk, itu semua atas kodrat dan irodat Allah atas
kuasa dan kehendak Allah SWT.
Disini posisi makhluk termasuk manusia tidak ada peran sama sekali yang
berpengaruh dalam mewujudkan sesuatu, ia hanya dijadikan salinan dan sambungan
belaka. Daya ikhtiar dan akal pikiran manusia bagaimanapun besarnya tidak akan
mampu mewujudkan sesuatu tanpa idzin dan kuasa Allah, ikhtiar dan akal manusia
hanya berfungsi sebagai sarana dan penyambung dari kuasa dan kehendak Allah yang
mutlak, karena itu manusia harus menyadari akan kelemahan dan kekerdilannya di
hadapan Allah Rabbul Izzati, segala hidup dan kehidupan bergantung mutlak kepada
kuasa dan kehendak Allah, manusia tidak punya daya dan kuasa sedikitpun kecuali
atas kehendak dan kuasa Allah, inilah yang dikatakan Wahdatul Maujud (1).
Tidak ada yang berhak disembah (di-ibadati), kecuali Allah setelah meyakini
Mahdatul Maujud, artinya segala sesuatu yang maujud selain Allah, itu semua
tergantung kepada qudrat dan iradat Allah, kita harus meyakini bahwa semua yang
dijadikan atas takdir Allah itu tidak ada yang sia-sia, tetapi semua kejadian itu
dijadikan untuk menjadi sarana dan medan pengabdian manusia kepada Allah. Seorang
mukmin harus bertekad bahwa segala takdir yang terjadi pada dirinya, dimana saja,
kapan saja dan bagaimana saja, akan dijadikan sarana beribadah dan mengabdi
kepada Allah, sebab kalau kosong dari nilai ibadah kepada Allah, dia akan terjebak
ke dalam Syirik (mengabdi kepada selain Allah atau Maksiat (durhaka kepada Allah)),
hal ini disebut Wahdatul Ma’bud / Taukhidul ‘ibadah (2).
Tidak ada yang dicari untuk ditaati dan dicari untuk dihindari, kecuali perintah dan
larangan Allah. Setelah meyakini bahwa setiap takdir yang datang kepada kita adalah
untuk sarana ibadah (pengabdian kepada Allah), maka kita harus yakin bahwa setiap
takdir yang datang kepada kita ini mengandung perintah dan larangan dari Allah yang
terperinci, melaksanakan sistem hidup yang digariskan dari Allah, pada setiap
tempat, setiap saat dan setiap keadaan. Kita harus berusaha untuk mewarnai
kehidupan kita sehari-hari dengan warna Islam saja. Jangan sesaat pun diri kita lepas
dari nilai Islam yang telah kita yakini sebagai satu-satunya Dienullah : sistem hidup
yang digariskan Allah yang membawa kemaslahatan kehidupan di dunua dan akhirat.
Inilah Mahdatul Matlub, artinya : kebulatan dan langkah sepanjang aturan Allah
SWT.
Tidak ada yang dimaksud (dituju), kecuali keridhoan Allah setelah kita berada di jalan
Allah, dengan melaksanakan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan sehari-hari,
jangan sampai kita menyimpang dari arah dan tujuan yang haqiqi, yaitu keridhoan
Allah. Jauhkan diri kita dari sifat riya, takabur, ambisi dan tujuan-tujuan duniawi
dan bisa menghapuskan nilai amal kita.
Jadi kita melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi laranganNya,
melaksanakan sistem-sistem Islam dan menjauhi sistem Thoghut, itu tujuannya
semata-mata ikhlas mencari keridhaan Allah, bukan yang lainnya. Inilah Wahdatul
Makshud (satu tujuan hanya untuk Allah). Empat perubahan diatas ini, adalah
merupakan inti dari ajaran yang diterapkan dalam Institut Suffah, dalam usaha
membentuk pribadi Muwahid (serba satu-satu dalam aqidah, satu dalm niat (niat
ibadah), satu dalam perbuatan, yaitu menurut sistem Allah, dan satu dalam tujuan,
yaitu mencari ridha Allah. Dalam istilah lain dikatakan Minallah (dari Allah) ‘alallah
(di atas jalan Allah) dan Ilallah (menuju Allah)).
Disamping ilmu tauhid dan ilmu-ilmu lainnya d\seperti Ubudiyyah, Akhlak Sirath
Rasul, Tasawul, juga ilmu pengetahuan umum dan keterampilan diajarkan disini,
seperti bahasa Belanda, bahasa Arab, bercocok tanam, menanam dan membuat
anyaman. Kemudian pada awl tahun 1944 dalam masa penjajahan Jepang, Suffah
meningkatkan aktifitasnya menjadi pusat pelatihan militer untuk daerah
parahyangan, dan dari sana terbentuklah kesatuan militer yang bernama “Sabilillah”
yang nantinya menjadi inti Tentara Islam Indonesia dikemudian hari.
Demikianlah sekilas melihat dasar sistem kurikulum dan tujuan pendidikan, serta
pengkaderan lembaga Suffah, yang sangat berbeda dengan sistem pendidikan isalam
lainnya, semacam pesantren-pesantren dan madrasah-madrasah yang tidak
mempunyai arah yang pasti dalam perjuangan-perjuangan menegakkan Islam, juga di
Suffah ini diselenggarakannya sistem bai’at yaitu ikrar dan janji setia kepada allah
yang disaksikan oleh pimpinan, yang merupakan syarat berjama’ah dalam Islam,
sehingga mereka terikat dengan sikap mendengar dan ta’at terhadap pimpinan juga
ukhuwah (persaudaraan) dikalangan para siswanya dengan kuat.
BAB III. PERANAN UMAT ISLAM DALAM PERGERAKAN NASIONAL
1. Golongan Islam parlementer dan MIAI
Diluar jalur syarekat islam, ada beberapa organisasi islam yang didirikan, meskipun
sesungguhnya tidak dibenarkan oleh islam adanya lebih dari satu jama’ah dalam waktu
dan tempat yang sama, namun demikianlah kenyataan sejarah sesuai dengan firman
Allah dalam surat Al-mu’minun ayat 52 & 53 yang dalam istilah Al-Qur’an dan Al
Hadits disebutkan diluar jama’ah adlah “Firqoh”, dan Firqoh itu dilarang dalam umat
islam. Sebab firqoh itu akan menimbulkan bencana yang besar bagi umat islam
seluruhnya. Diantaranya, sebuah organisasi sosisal islam yang didirikan pada tanggal
18 november 1912 di Yogyakarta, yaityu yang bernama “muhammadiyah”. Organisasi
ini didirikan oleh pendirinya, yaitu K.H Ahmad Dahlan, atas saran yang dianjurkan
oleh murid-muridnya dan beebrapa anggota budi utomo, untuk merelisir program
sosial dan mendirikan suatu lembaga parlemen yang bersifat parlemen. Jadi
muhammadiyah bukanlah organisasi politik yang mempunyai gagasan untuk
menegakkan Daulah Islamiyah, Sebagai syarat berlakunya sistem secara
keseluruhan, tapi ia sebagai syarat berlakunya sistem secara keseluruhannya, tapi ia
hanya merupakan organisasi sosial yang bergerak dalam bidang pendidikan saja, yang
merupakan satu keping dari sistem Islam yang sempurna. Atas ajakan HOS
Cokroaminoto, organisasi sempat masuk bergabung kedalam PSIIm, namun
penggabungannya, rupanya tidak mau meninggalkan baju muhammadiyahnya.
Setelah diberi peringatan berkali-kali, dan tidak ditanggapi maka pimpinan PSII
mengadakan tindakan disiplin terhadap organisasi-organisasi ini, Muhammadiyah
dikeluarkan dari PSII pada tahun 1927. Dalam bidang furu (cabang-cabang
‘ubudiyah)organisasi ini membawa faham aliran muhammad bin abdul wahab yang
bersifat reformis (pembaharuan) menurut faham mereka, melaksanakan syarat
tanpa mazhab tanpa melalui mazhab yang empat, dianggap sebagai mempermainkan
dan merusak Syarikat itu sendiri, maka wajarlah kalau mereka memandang gerakan
wahabi yang dilakukan muhammadiyah ini sebagai bahaya besar dan fitnah dalam
Agama.
Mereka tergerak hatinya untuk mengadakan usaha-usaha membendung pengaruh
gerakan tersebut, demi memperhatikan faham yang mereka sebut sebagai faham
ahlusunnah wal jama’ah, untuk keperluan ini pada tahun 1926 didirikanlah organisasi
sosial yang bernama Nahdatul ‘Ulama yang kebangkitan para ulama, oleh pendirinya
yaitu K.H Hasyim Asari , seorang ulama yang memimpin pondok pesantren yang
tersebar di tiap-tiap pelosok. Organisasi ini dalam waktu singkat berhasil meraih
banyak anggota dari kalangan masyarakat awam,. yang sejak lama dicekoki dengan
faham taklid buta.
Dengan berdirinya Nahdatul Ulama (NU) ini, Ummat Islam tenggelam dalam
pertentangan sengit antar sesamanya, hanya memperdebatkan masalah-masalah kecil
saja. Sedangkan masalah-masalah besar dan prinsip seperti masalah aqidah, jihad dan
daulah islamiyah mereka lupakan dan mereka tinggalkan, pertentangan-pertentangan
ini akhirnya meningkat menjadi permusuhan. Orang-orang Muhamadiyah menganggap
orang-orang NU sebagai musuh yang telah keluar dari sunnah, sebaliknya orang NU
menganggap orang-orang Muhammadiyah adalah musuhnya bukan yang lain. Melihat
kenyataan ini, para pemimpin dari kedua belah pihak merasa prihatin. Untuk itu
mereka sepakat untuk mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh utusan-utusan
kedua belah pihak, dari pertemuan yang diadakan di Cirebon itu, menghasilkan suatu
permufakatan, untuk segera membentuk suatu wadah / federasi yang dapat
menampung aspirasi dari kedua belah organisasi tersebut, maka pada tahun 1937,
berdirilah Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI), yang bersifat non politik. Ditekankan
untuk meninggalkan masalah-masalah yang menjadi titik pertengkaran dan
mengalihkan perhatiannya kepada masalah-masalah besar, yaitu aqidah dan
menentang kedzoliman.
Pimpinan (MIAI), namun Abi Kusno Cokro Suryono yang saat itu menjadi ketua
partai dan masih konsisten dengan sikap hijrahnya, menolak ajakan tersebut, bahkan
ia balik mengajak mereka untuk bergabung saja kedalam PSII karena menurut
pendiriannya, PSII-lah yang berhak disebut Al jama’ah, dan yang paling awal
berdirinya dan yang lainnya adalah firqoh, yang dilarang dalam islam. Tetapi setelah
kelompok Abi Kusno berputar haluan dari hijrah ke parlementer, dan setelah ia
bergabung dalam GAPI, ajakan MIAI yang dulu ditolaknya sekarang diterimanya
dengan kedua belah tangan terbuka, dengan motif untuk menciptakan Wahdatul
Ummah (Persatuan Umat Islam). Maka pada tahun 1939, Abi Kusno cs resmi
bergabung ke dalam MIAI menjadi satu-satunya wadah perjuangan politik ummat
islam yang berhaluan parlementer.
Karena konsisten dengan konsep hijrahnya, tidak terdapat tanda-tanda bahwa SM.
Kartosuwiryo beserta PSII keduanya, mempertimbangkan kemungkinan masuk ke
dalam MIAI, sebab menurut pendapatnya betapapun besarnya persatuan umat islam,
kalau tanpa hijrah, maka tidak ada harganya sama sekali dalam perjuangan islam.
2. Masa Pendudukan Jepang Dan Berdirinya BPUPKI
Hindia Belanda terlibat dalam perang Asia Pasifik, segera setelah serangan udara
jepang terhadap Pearl Harbour pada Desember 1941. Segera setelah mendengan
berita tentang serangan itu dari pernyataan perang Jepang terhadap Amerika dan
Inggris pemerintah Belanda dan mengasingkan di London menyatakan perang
terhadap Jepang. Penjelasan ini disampaikan kepada mentri luar negri Jepang 10
Desember 1942. Pasukan Jepang memasuki wilayah Hindia Belanda pada awal bulan
berikutnya. Tentara Hindia Belanda pun menyerah pada 5 maret 1942, tanpa mampu
memberikan perlawanan yang berarti.
Dengan kejadian (mengejutkan) ini, pada mulanya bangsa Indonesia terutama yang
bergabung dalam MIAI, menaruh harapan bahwa Jepang akan mengikut-sertakan
orang Indonesia, turut ambil bagian yang lebih aktif dan memegang peranan dalam
menentukan kebijaksanaan politik dan memperbaiki sosial bangsa Indonesia.
Ternyata harapan itu buyar sama sekali dengan diumumkan dekrit panglima militer
Jawa (ma’lumat no. 3 pada 30 Maret) yang melarang membicarakan dalam bentuk
apapun struktur bangsa Indonesia. Dekrit ini ditempatkan dalam tindakan keras
membekukan dan membuyarkan organisasi-organisasi politik dari semua aliran, baik
yang sosialis komunis yang nasionalis sekuler ataupun yang nasionalis islam termasuk
didalamnya MIAI, barulah mereka tahu bahwa Jepang tidaklah lebih baik daripada
Belanda, bahkan tentara Dai Nippon ini lebih licik, lebih kejam, lebih sadis, tanpa ada
pertimbangan prikemanusiaan lagi.
Namun para pemimpin gerakan indonesia khususnya tokoh MIAI, selalu berusaha
memohon dan mendesak penguasa militer jepang agar diberi hak berkumpul dan
berorganisasi. Untuk dapat berkiprah dalam pelajaran sosial masyarakat. Akhirnya
pihak jepang pun mengabulkan permohonan mereka untuk mngizinkan kembali
organisasi-organisasi yang telah dibubarkan, dengan persyaratan yang ketat dan
pengawasan yang tajam, maka pada bula Desember 1943 atas restu penguasa,
dirikanlah organisasi islam Masyumi (Majelis Syuro Muslim Indonesia) sebagai
penjelmaan MIAI yang telah dibekukan itu.
Sementara SM. Kartosuwiryo dan PSII kedua yang pernah dipaksa untuk mengakhiri
segala kegiatannya, sebagai realisasi dari dekrit militer itu, namun SM. Kartosuwiryo
yang saat itu mencurahkan segala perhatiannya untuk mengelola “Institut Suffah”,
karena sikap hijrahnya yang melarang menta’ati selain Allah, tidak menghiraukan
dekrit militer itu. Dibantu oleh faktor lokasi yang letaknya agak jauh dari pusat
politik dan pemerintahan, yang memungkinkan lemahnya kontrol dan pengawasan dari
penguasa. SM. Kartosuwiryo melanjutkan program-program suffahnya tanpa pernah
berhenti, meskipun kadang-kadang untuk mengelanui pengawasan, dia harus merubah-
rubah siasat dan taktik, misalnya dengan cara sembunyi-sembunyi atau dengan cara
menyusupi jumlah muridnya dalam setiap angkatan.
Ketika pasang perang beralih, dimana posisi jepang terdesak oleh pihak sekutu, maka
dengan mengharap memperoleh dukungan bangsa indonesia, dengan memperkenankan
mereka mengambil peran yang lebih aktif dalam urusan Negara, serta kebebasan
bergerak yang lebih leluasa. Orang indonesia kini diperkenankan membentuk
organisasi bersenjata sendiri. Pertam pada tahun 1943 PETA (Pembela Tanah Air).
Kemudian pada akhir tahun 1944 dibentuklah “Hazbbullah”, sebagai Pasukan
bersenjata Masyumi. Hal ini dipandang oleh SM. Kartosuwiryo sebagai suatu
kesempatan yang baik untuk meningkatkan kegiatan institut suffah, dari pendidikan
biasa menjadi pusat militer. Sehingga siswa-siswa suffah nantinya akan benar-benar
menjadi kader-kader Mujahid Militant, karenma beliau sadar betul, bahwa
pwrjuangan islam tidak akan mungkin berhasil tanpa didukung oleh kekuatan senjata
(militer), seperti dinyatakn oleh Allah dalam surat Al-Hadid ayat 25, bahwa besi yang
mengandung kekuatan besar itu diciptakan untuk mengawal perjuangan Islam.
Demi kader-kader Suffah inilah kemudian dibentuk kader-kader gerilyawan Islam
yang utama, yaitu Sabilillah dan Hizbullah, yang akan menjadi inti tentara Islam
Indonesia di kemudian hari.
Posisi jepang semakin hari semakin terdesak dalam perang melawan sekutu,
diperkirakan tidak akan bertahan lama lagi jepang menduduki daerah jajahannya,
dengan pertimbangan daripada Indonesia ini jatuh ke tangan sekutu, lebih baik
diserahkan kepada pimpinan nasional negeri itu sendiri. Maka pada tanggal 1 maret
1945 panglima tertinggi jepang menjanjikan kemerdekaan kepada indonesia sebgai
penegasan daripada janji yang pernah disampaikan oleh perdan menteri Kino, pada
tanggal 7 September 1945 Panglima Tertinggi jepang menjanjikan kemerdekaan pada
Indonesia sebagai penegasan darpada janji yang pernah di sampaikan oleh perdana
menteri Kino pada 7 September 1944 untuk keperluan ini maka dibentuklah suatu
panitia Penyelidik Periapan Kemerdekaan (BPUPKI). Susunan panitianya disusun pada
tanggal 29 April 1945, terdiri dari 62 orang dengan Dr. Rajiman Wediodingrat
sebagai ketuanya.
3. Peranan Ummat Islam Masyumi
Panitia penyelidik ini terdiri dari beberapa aliran idiologi dan agama yang ada di
Indonesia, baik dari sosialis komunis, nasionalis sekuler juaga nasional Islam, pihak
Islam hanya menduduki 25 % saja dalam panitia ini, yakni 15 orang komposisi panitia
ini dititik berartikan kepada faktor ideologi oleh karenanya golongan nasionalis Islam
menjadi pihak mayoritas sehingga sedikitnya bisa mewarnai keputusan dalam
musyawarah nanti. Disana duduk tokoh-tokoh Islam terkenal seperti Abu Kusno cs,
Agus Salim, Sukiman, Mas Mansur, Ki Bagus Hadi Kusumo, Abdul Salim Kahar
Muzakir, Ahmad Sanusi, Abdul Walid Hasyim dan sejumlah tokoh Islam Lain,
berdampingan dengan tokoh-tokoh Islam terkenal seperti : Soekarno, Muhammad
Hatta, Muhammad Yamin dll.
Dalam rangka sidangnya panitia ini, yang diadakan dua tahap, pertama dari tanggal
29 mei sampai 1 juni dan yang kedua berlangsung dari tanggal 10 sampai 16 juli 1945
tetapi perselisihan pendapat yang tajam dalam menentukan bentuk dan dasar uang
akan lahir nanti. Satu pihak menginginkan dasar kebangsaan, dan pihak lain
menghendaki dasar islam, Sementara ada pihak lain yang mengusulkan dasar sosialis
komunis setelah diadakan pemungutan suara, ternyata hanya 15 suara sa dari 60
suara yang memilih dasar islam, selebihnya memilih dasar nasionalis sekuler ini yang
intinya telah disampaikan oleh Ir. Sukarno dalam pidatonya pada tanggal 1juni
disidang pertama BPUPKI, yangkemudian dikenal dengan nama Pancasila itu adalah
merupakan suatu filsafat yang bersumber dari buah pikiran Dr. Suto tan sen, melalui
tulisannya yang berjudul “San Min Hui” atau “The Tree People’s Priciples”, dan
digabung dengan buah pikiran Adilf Bears tentang Sosialisme, ini seperti yang diakui
oleh sukarno sendiri kemudian untuk memenuhi tuntutan dari pihak nasionalis islam
agar dasar kebangsaan indonesia adalah pemeluk islam. Maka dibentuklah panitia
kecil terdiri dari 9 orang. Dari sidangnya yang diselenggarakan pada pertengahan
juni, panitia ini berhasil memutuskan suatu kesepakatan yang akhirnya disebut
“Piagam Jakarta”, yang ditandatangani bersama pada tanggal 22 juni 1945, ada
sedikit warna islam yang tercantum dalam preem bul piagam jakarta ini, yaitu kalimat
ke Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Sesungguhnya, kalau kita analisa dengan cermat, hal ini adalah suatu yang tidak
mungkin untuk dilaksanakan, mengingat mayoritas panitia dominir oleh nasionalisme
sekuler yang seleranya bertentangan dengan Islam.
Namun Golongan nasionalis islam cukup merasa puas dengan hasil ini,
merekatidak perlu lagi curiga dengan sikap kaum sekuler, yang setiap saat selalu
mencari kesempatan untuk menghapus nilai-nilai islam dari dasar, dan dari kehidupan
bangsa indonesia setelah merdeka nanti.
Kemerdekaan yang dijanjikan oleh pihak jepang sekitar bulan september yang
akan datang, tapi ternyata saat itu akan datang lebih cepat lagi dari rencana, setelah
pihak sekutu menjatuhkan bom atom di pusat pemerintahan jepang, Hiroshma &
Nagasaki pada tanggal 6 Agustus 1945, disusul dengan pernyataan Hirohito, jepang
menyerah tanpa Syarat kepada sekutu pada tanggal 14 agustus 1945. Oleh sebab itu,
sebelum penguasa meninggalkan indonesia, merek memanggil anggota-anggota panitia
penyelidik untuk bersiap-siap menerima dan mengumumkan kemerdekaan sebelum
tentara sekutu masuk ke indonesia.
4. Proklamasi RI yang Sekuler
Maka 5 hari setelah pernyataan menyerahnya jepang tegasnya pada tanggal 17
agustus 1945, Sukarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Keesokan harinya, 18 agustus 1945 panitia persiapan
kemerdekaan yang baru dibentuk segera bersidang. Panitia persiapan ini dibentuk
atas izin jepang, terdiri dari 21 orang dengan Sukarno sebagai ketuanya Hatta
sebagai wakil ketua, kemudian atas saran Sukarno, enam orang anggota ditambah,
sidang panitia kali ini dimaksudkan untuk membahas secara final tentang dasar
negara yang telah dirumuskan oleh panitia penyelidik, yang dianggap masih
mengambang, terutam, tentang piagam jakarta yang dianggap oleh golongan non
muslim sebagai tidak adil, bahkan mereka berasal dari indonesia, apalagi piagam
jakarta tidak dihapus.
Pihak nasionalis Islam yang minoritas, hanya empat orang saja dalam panitia ini, yaitu
kasman singa dimeja, teuku Muhammad hasan,Ki Bagus, Kusumo dan pihak sekuler
yang berusaha dengan gigih untuk menghapus piagam jakarta yang dianggap
penghalang besar bagi tercapainya cita-cita rendah mereka. Akhirnya setelah
dibujuk, dirayu, dam di tekan, keempat wakil kalangan islam itu menyerah, merelakan
dihapuskannya piagam jakarta dan semua kalimat-kalimat corak islam, dari
pembukaan dan batang tubuh undang-undang dasar. Maka pada hari itu juga, tepatnya
jam 13.45,mereka beserta anggota panitia persiapan yang lain, menandatangani
priembule dan batang tubuh UUD yang telah dibersihkan dari nilai-nilai islam. Maka
lahirlah republik Indonesia sebagai negara sekuler murni, yang menolak hukum-hukum
Allah secara keseluruhan, melalui sidangnya yang terakhir yang diselenggarakan pada
22 agustus, panitia persiapan berhasil membentuk struktural Pemerintahan yang
sebagian besar dikuasai oleh tokoh-tokoh sekuler dan sosialis komunis, yang siap
menggiring umat Islam bangsa Indonesia kedalam lumpur kekufuran, kemusyrikan,
dan kemunkaran. Perjuangan Masyumi yang beahaluan parlementer ternyata gagal
total, hasilnya nol besar, dan sesuai dengan ketentuan yang diabadiakan dalam Al-
Qur’an, sebagaimana yang telah dibahas dalam mukadimah, bahwa perjuangan islam
dengan jalan kerjasama dalam bentuk satu wadah (parlemen) dengan orang-orang non
muslim (kafir, musyrik, dan munafik) akan menimbulkan kerugian dan kegagalan serta
kemunkaran Allah semata.

5. Masa Penjajahan Belanda Yang Ke Dua Kali


Setelah Jepang menyerah dan harus segera meninggalkan Indonesia, maka tentara
sekutu bersiap-siap untuk mengambil alih Indonesia dari tangan Jepang. Tentara
sekutu yang diwakili oleh Inggris masuk ke Indonesia pada tanggal 20 september
1945, melalui Jakarta dan Surabaya, dengan maksud segera memulangkan tentara
Jepang ke Negaranya sendiri. Namun rakyat Indonesia, terutama umat islamnya,
yang sedang demam kemerdekaan, kehadiran menentang tentara sekutu. Maka pada
tanggal 10 november 1945, bung Tomo dengan gema kalimah “Allahu Akbar, Allahu
Akbar”, berhasil menggerakkan ummat islam di Surabaya untuk melawan sekutu, yang
menjadi marak setelah rakyat menculik, lalu membunuh seorang jenderal sekutu yang
bernama Malaby pada hari sebelumnya. Arek-arek surabya ternyata bukan imbangan
bagi tentara sekutu yang sudah professional itu, dan mereka pun lebih leluasa di
indonesia. belanda tidak menyia-nyiakan kesempatan yang selalu ditunggu-tunggunya
itu, mereka pun kembali masuk ke indonesia dengan membonceng kepada sekutu,
setelah pihak sekutu meninggalkan indonesia, maka dengan ambisi kolonialnya,
Belanda mencengkramkan kuku penjajahan di negeri ini untuk kali yang ke dua.
Belanda menuduh kepada Negara RI yang di proklamirkan pada tanggal 17 agustus
1945 itu tidak syah, karena merupakan bikinan jepang yang sudah takluk kepada
sekutu, Republik yang masih muda dengan angkatan perang yang masih relatif lemah
itu, ternyata tidak berdaya menghadapi tentara belanda yang sudah berpengalaman
itu.
tentara jepang tidak mau menyerahkan persenjataaannya kepada pihak republik,
kecuali yang disebut secara paksa oleh rakyat yang sudah merasa muak dengan
penjajahan, sebab jepang takut kalau-kalau dituduh oleh sekutu menghidupkan dan
membantu Republik, padahal itu bertentangan dengan penjajahan dengan perjanjian
yang telah dapat bersikap mengalah saja dalam menghadapi banyak mempunyai
senjata ini, hanya dapat bersikap mengalah saja dalam menghadapi tekanan Belanda,
meskipun ada perlawanan gerilya dari satuan-satuan militer, tetapi itu tidak banyak
berarti bagi menggoyahkan kekuatan koloni. Oleh karena. Oleh karena itulah,
pimpinan republik lebih memilih jalan diplomasi daripada kekerasan dalam menghadapi
belanda, padahal jalan kompromi itulah yang mendatangkan berbagai kerugian bahkan
kekecewaan bagi republik ini dikemudian hari. Tragis memang, RI sebagai pihak yang
kalah dan lemah, sementara belanda sebagai pihak yang kuat dan menang, tentu saja
mereka akan bisa mendikte dan melaksanakan setiap kehendaknya dalamsetiap
diplomasi dan pengundian. Pada bulan maret 1947, Diadakan perundingna diantara
kedua belah pihak yang terkenal dengan nama ‘ Perjanjian Linggar Jati’. Isinya sangat
merugikan pihak republik, karen wilayah republik hanya diberi wilayah Jawa dan
Sumatera saja, sedangkan wilayah lain yang terhampar sangat luas itu dinyatakan
sebagai daerah pendudukannya.
Baru empat bulan perjanjian itu berlangsung, Belanda telah membuat
pengkhianatan, dengan melancarkan agresi militernya yang pertama, pada bulan juli
pada tahun ini juga. Menghadapi agresi militer ini republik tidak dapat berbuat
banyak, Akhirnya mereka ditekan oleh belanda untuk menandatangani perjanjian
baru, yaitu “Perjanjian Rnville”, pada januari 1948. Dengan perjanjian Renville ini akan
terlihat jelas bahwa, ternyata pimpinan republik ini terdiri dari para pengecut, tak
punya harga diri dan mengabaikan tanggung jawab sama sekali. Pimpinan RI sampai
hati menyerhkan sebagian besar rakyat wilayah bangsa indonesia kepada pihak
penjajah, untuk ditindas dan diperas, sebab isi perjanjian Renville ini diantaranya
adalah :
- Wilyah RI hanya Yogya dan sekitarnyayang terdiri dari 7 karesidenan yang biasa
disebut dengan daerah demokrasi “Van Mook”.
- Ibukota RI harus dipindahkan dari Jakarta ke Yogya.
- Seluruh kesatuan TNI dan gerilya lainnya harus ditarik dan kantong-kantongnya
untuk menuju ke Yogyakarta.
Akibat dari naskah Renville ini, maka RI memboyong seluruh aparatur
pemrintahannya dan perlengkapan administrasi negara dari Jakarta ke Yogyakarta,
maka harus menarik satuan-satuan gerilyanya dari berbagai daerah untuk
menghimpun di Yogyakarta. Dalam hal ini termasuk revisi Siliwangi yang mengawasi
Jawa barat harus meninggalkan daerah dan rakyatnya. secara logika dengan
tindakannya ini berarti Siliwangi telah mengkhianati rakyat Jawa barat yang
mayoritas muslim, dengan menyerahkan ke cengkraman kaum penjajah yang ganas dan
kejam. Sementara Siliwangi sendiri menyelamatkan diri ke Yogyakarata. Padahal
sudah cukup besar jasa dan bantuan yang diberikan oleh rakyat Jawa barat terhadap
penyembuhan dan kehidupan Siliwangi.
Setelah pimpinan republik dan satuan-satuan tentara berkumpul di Yogyakarta,
timbul rasa was-was dan khawatir terhadap kemungkinan belanda pada suatu saat
akan mengepung dan menyerah mereka, karena memang Belanda sudah tidak bisa
dipercaya lagi untuk bisa dan teguh memegang janji, sebagaimana dengan tindakannya
dalam agresi militer pertama yang mengkhianati naskah perjanjian Linggar Jati.
Untuk menghadapi kemungkinan ini, maka dengan siasat militer yang diketuai
Soekarno-Hatta, yang beranggotakan antara lain : Jendral Sudirman, A.H Nasution,
TB. Simatupang, mengadakan musyawarah yang memutuskan untuk bergerilya
mengadakan perlawanan dengan sekuat tenaga, bahkan untuk Soekarno-Hatta telah
disiapkan tempatnya di daerah Sami Galih, Yogyakarta. Keputusan untuk bergerilya
ini dikuatkan pula dengan pertemuan yang dihadiri oleh Hamengkubuwono ke IX.
Sudirman dan Soekarno-Hatta pada bulan Mei 1948 yang memutuskan bahwa
pemerintah akan segera meninggalkan Yogya dan bergerilya, apalagi Belanda
melancarkan serangan ke pusat pemerintahan Republik di Yogyakarta.
Perkiraan itu pun akhirnya menjadi kenyataan, menjelang Shubuh, ahad 19
desember 1948, pasukan khusus Belanda menduduki lapangan udara Maguwo yang
sekarang bernama Adi Sucipto dan beberapa jam kemudian, ibukota republik Yogya
diduduki Belanda. Soekarno-Hatta sebagai pimpinan republik menjadi kecut dan panik
menghadapi kenyataan itu, tekadnya untuk melawan dan bergerilya, serta semangat
yang pantang mundur yang telah diumumkan dihadapan para pimpinan militer, menjadi
lumer di telan sifat pengecutnya yang sangat memalukan, Soekarno merasa ragu
dengan kekuatan militernya untuk mampu menjalankan kehidupan di hutan belantara.
Maka dalam sidang yang diadakan di gedung agung yogya, Soekarno memutuskan
untuk “menyerah” saja dan yang memilih jalan gerilya. Berkibarlah bendera putih,
menggantikan dwi warna, sebagai tanda penyerahan tanpa syarat kepada pihak
penjajahan belanda. Soekarno-Hatta pun ditangkap beserta ketua KNIP (Komite
Nasional Indonesia Pusat) dan beberapa menteri kabinet. Pimpinan militer menjadi
kecewa dengan perubahan sikap Soekarno-Hatta yang secara tidak langsung telah
meremehkan pihak militer, apalagi dengan pernyataan “menyerah” yang berarti
menyerahkan negeri dan rakyatnya kepada pihak penjajah, sekaligus menghancurkan
nilai-nilai proklamasi 45. Dalam kekecewaannya ini, jenderal Sudirman walaupun dalam
keadaan sakit, memimpin pasukannya untuk meninggalkan Yogya dan bergerilya di
Hutan-hutan. Namun tidak banyak yang dapat diperbuat oleh pasukan gerilya ini,
karena terbentur dengan beberapa faktor antara lain :
- Pengkhianatan pihak Civil, yang tidak konsekuen dengan sikap dan strategi yang
telah diputuskan bersama.
- Sakitnya jendral Sudirman yang semakin parah. Sehingga sebagai panglima ia
tidak dapat menyusun strategi yang akurat.
- Perlengkapan dan kemampuan militer yang masih sangat lemah.
Kalau toh sekarang ada hambatan sejarah tentang serangan umum 1 maret
1949 yang dipimpin oleh Soekarno sehingga bisa menguasai Yogya selama 6 jam, ini
perlu dicek kebenarannya, sebab sebelum Soekarno menjadi presiden, peristiwa itu
belum pernah terdengar dan tidak tercatat dalam sejarah. Memang dengan
Kekuasaan, sejarah itu bisa dirubah dan diputarbalikkan menurut selera penguasa.
Dengan peristiwa 19 desember 1948, pengamat sejarah yang jujur akan menilai dan
mencatat”jatuhnya Republik sebagai Negara”, baik secara de fakto maupun de yure.
De yure karena dengan berkibarnya bendera putih tanda menyerah, jatuhnya
martabatnya sebagai Negara. Lalu Indonesia mengalami vacum, tidak ada
pemerintahan yang sah. Tiga hari kemudian, tepatnya 22 Desember 1948, dari Bukit
Tinggi, Sumatra Barat, terdengar pengumuman terbentuknya pemerintahan darurat
Republik Indonesia (PDRI) yang dipimpin oleh Syafrudin Prawira Negara, sebagai
presiden merangkap menteri pertahanan. Perlu diingat, sesuai dengan pengakuan
Syafrudin sendiri (wawancara Tempo no 43 thn XV, 21 Desember 1985), bahwa PDRI
dibentuk atas dasar inisiatif sendiri beserta kawan-kawan. Bukan atas dasar mandat
Soekarno baik hitam diatas putih ataupun secara lisan. Jadi Soekarno benar-benar
menyerah 100% pada Belanda kala itu, tanpa memperdulikan jerih payah rakyat
Indonesia yang telah mengorbankan jiwa raganya untuk mempertahankan
kemerdekaannya. Hal ini sangat mengecewakan Mr. Syafrudin, kekecewaannya
bertambah segera setelah diketahui bahwa Soekarno tidak menghiraukan bahkan
meremehkan PDRI. Ini terbukti setelah Soekarno memberikan mandat kepada Moh.
Room dengan Van Royen dari pihak Belanda tanpa sepengetahuan apalagi persetujuan
PDRI, padahal baik secara de facto maupun de yure, Soekarno bukanlah presiden
lagi.perundinagn Room Royen berlangsung dan ditandatangani pada 7 Mei 1949, yang
intinya antara lain Belanda segera menarik pasukannya dari Yogya karena republik
sudah bersedia menjadi Negara boneka semacam negara pasundan dan yang lain-
lainnya. Selanjutnya para pemimpin Republik yang ditawan, telah dikeluarkan karena
sudah siap menjadi aparat (kaki tangan) pemerintah kolonial belanda, untuk memeras
dan menindasrakyat bangsa indonesia terutama umat islam (mayoritas pendidikan
indonesia).
Untuk pengaturan teknis dan administrasinya sebagai Negara boneka akan segera
dibicarakan pada sidang KMB (Konferensi Meja Bundar) yang aakan diselenggarakan
di Den Hag pada bulan september mendatang. PDRI tidak berdaya menghadapi
kenyataan ini, karena memang kalah pengaruh dengan Soekarno yang licik dan lihai,
serta mempunyai bakat orator (pidato yang memikat), dan menyerahkan mandatnya
kepada Soekarno, setelah keluar dari tahanan. Dengan demikian tamatlah riwayat
PDRI, dan tamat pula riwayat RI sebagai negara merdeka, karena telah berubah
menjadi “Negara Boneka” kolonial, dimasukkan kedalam kebun binatang modern,
diikat dan dikurung.

BAB IV. PROSES BERDIRINYA NEGARA ISLAM INDONESIA


1. Sikap SM. Kartosuwiryo Terhadap perjuangan Nasional
Tidak ada tanda-tanda SM. Kartosuwiryo terlibat dalam pergerakan nasional
menjelang kemerdekaan yang diprakarsai Jepang, sikap hijrahnya yang mendarah
daging, membuatnya tidak berminat sama sekali untuk ikut bergabung dalam MIAI,
yang kemudian atas campur tangan Jepang, berubah menjadi Masyumi dan akhirnya
masuk menjadi anggota BPUPKI yang dibentuk atas restu dan prakarsa Jepang, sebab
menurut pendirinya BPUPKI adalah salah satu wadah yang berfungsi untuk
mencampur-adukkan haq dan bathil. Disana dudukkan tokoh-tokoh Muslim dan non
muslim yang terdiri dari kelompok sekuler dan sosialis komunis, bahkan golongan yang
kedua ini menduduki posisi mayoritas dalam komposisi panitia penyelidik tersebut.
Sudah barang tentu dari sidangnya nanti akan menghasilkan suatu idiologi campuran
dan UUD campuran, yaitu dasar islam dan non islam (Jahiliyah), atau mungkin tidak
ada warna islamnya sama sekali. SM. Kartosuwiryo yang melihat gerakan politik
nasionalis muslim yang berhaluan parlementer dengan kacamat wahyu meyakini bahwa
akhirnya mereka gagal dan masuk perangkap kaum sekuler yang lihai dan licik (kaum
munafiq). Sebagaimana firman Allah dalam Alquran dibeberapa surat dan ayat , yang
telah dibahas di muqodimah dan artikel ini.
Dan keyakinannya ini akhirnya menjadi kenyataan, tatkala 19 Agustus 1945,
dikumandangkan Proklamasi RI, tanpa ada warna Islam sama sekali, sebab sehari
kemudian Piagam Jakarta yang diadakan sebagai pengawal Pancasila dan UUD 45
untuk menuju Islam dihapus oleh Panitia Persiapan, disusul dengan dibentuknya
struktural pemerintahan yang didominasi oleh golongan sekuler. Saat itu membuat
Masyumi (Nasional Islam) benar-benar masuk kotak. Melihat kenyataan ini, SM.
Kartosuwiryo tergerak hatinya untuk mendekati tokoh-tokoh Masyumi, terutama
dari kalangan generasi mudanya dengan harapan mereka dapat mengambil Ibrah
(pelajaran) dari kegagalannya itu, dan kemudian mau mengambil (kembali) pada
“khitah perjuangan Islam yang benar”, yang telah dijabarkan dalam assunnah, yaitu
garis-garis Hijrah dan Jihad. Kemudian bersama-sama Muhammad Natsir dan kawan-
kawannya. SM. Kartosuwiryo ikut membentuk “Masyumi Baru” pada november 1945,
dalam organisasi ini, yang akhirnya menjadi paratai politik, dan menduduki jabatan
sekretaris umum, sementara jabatan ketua dipegang oleh Muhammad Natsir.
Masyumi Baru ini dimasukkan untuk mengganti masyumi lama yang dibentuk pada masa
jepang, dan diharapkan akan menjadi satu-satunya wadah politik dan perjuangan bagi
semua kelompok islam, anggaplah ini merupakan salah satu untuk menciptakan
Wahdatul Ummah (Kesatuan Umat Islam). Guna menghadapi kekuatan golongan
sekuler, sehingga akan tampak jelas bahwa Masyumi berjalan diatas garis perjuangan
islam. Sementara ini mereka telah terlibat dalam perjuangan yang bertolak
kebangsaan (Ashobiyah)yang tidak dibenarkan oleh islam. Padahal tokoh-tokoh islam
ini mau berdiri sendiri tanpa tergantung pada lembaga sekuler. Maka cukup
mempunyai potensi yang besar daripada potensi yang dimiliki kaum sekuler, maka
mempunyai dukungan masayang besar, karena memang mayoritas masyarakat
Indonesia adalah muslim. Disamping itu mereka juga mempunyai kekuatan militer yang
cukup besar, yaitu Hizbullah dan Sabilillah.
Ini rupanya yang menjadi sarana SM. Kartosuwiryo yang telah merangkul orang-orang
Masyumi untuk menghimpun seluruh kekuatan umat Islam, demi mentegakkan Daulah
Islamiyah. Soekarno Presiden RI, melihat Masyumi baru ini sebagai ancaman yang
berbahaya bagi kekuatan Republik. Maka Soekarno berusaha merangkul Masyumi
untuk ikut duduk dalam kursi kabinet. Tentu saja kursi-kursi yang tidak terlalu
memegang peranan, termasuk SM. Kartosuwiryo pun melalui PM. Amir Syafrudin
pernah ditawari kursi wakil menteri pertahanan, namun tawaran itu ditolaknya melalui
sepucuk surat yang disampaikan kepada soekarno, sikap Hijrahnya pula yang
mendasari penolakannya tersebut. tetapi tokoh Masyumi lainnya seperti : Syarifudin
Prawira Negara, Moh. Room dan lain-lainnya menerima tawaran tersebut dan
duduklah mereka dalam kabinet republik. SM. Kartosuwiryo merasa kecewa dengan
sikap-sikap tokoh-tokoh Masyumi ini dan masih mau mengikat diri kepada lembaga
sekuler yang ternyata darah nasionilnya lebih besar daripada darah islamnya,
sehingga tidak bisa ditarik kegaris Islam yang sebenarnya. akhirnya SM.
Kartosuwiryo mengambil keputusan untuk menjauhi Masyumi dan kembali ke
Malangbong dengan tidak memegang jabatan sekretaris umum dan komisaris Masyumi
Jawa Barat, dan mengalihkan perhatiannya untuk menyusun kembali pasukan gerilya
Islam Di daerah ini.
Pada tahun 1947 beliau mendirikan Dewan Pertahanan Umat Islam (DPUI) di Garut,
dan Majelis Umat Islam (MUI) di Tasikmalaya. Atas nama Masyumi, kedua organisasi
ini direncanakan untuk memperdalam dan mengkoordinasi perjuanagn Islam ( Umat
Islam) masyarakat Islam setempat melawan belanda, organisasi perjuangan gerilya
disarankan sangat perlu, mengingat keadaannya dalam 3 minggu sesudah mereka
mengadakan aksi militer besarnya, apa yang disebut “aksi polisionil pertama”. Belanda
menduduki kota-kota utama di Prianagn seperti Garut, Tasikmalaya dan Ciamis.
Dengan kedua organisasi ini, SM. Kartosuwiryo berusaha memurnikan perjuangan
islam , dengan menarik semua kesatuan-kesatuan yang terdiri dari Sabililah,
Hizbullah dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) yang selama ini telah
bergabung kedalam organisasi yang bernama Perjuangan Pembelaan Nasional (PPN)
merupakan federasi semua partai politik dan organisasi gerilya yang beroperasi di
priangan. Selain oraganisasi Islam, yang masuk kedalam federasi ini organisasi-
organisasi lain, seperti : PKI, PNI, PARKINDO, SOBSI, BTI. Dengan usaha SM.
Kartosuwiryo ini, maka kekuatan Islam berada dalam kubu tersendiri, terpisah dan
kekuatan non Islam (Sekuler dan Komunis), Tampaklah dengan Jelas mana Sabilillah
(Jalan Allah) dan mana pula Sabili thought (jalan Syaitan).
2. Pembentukan TII Dan Majelis Islam (MI)
Akibat persetujuan Renville yang ditandatangani pada bulan Januari 1948, maka
kekuatan republik ditarik dari kantong-kantong gerilya, untuk berhimpun di Yogya.
Termasuk devisi Siliwangi yang menguasai Jawa Barat pun ditarik ke Yogya. Lalu Jawa
barat menjadi kosong tidak ada yang menguasai dan melindungi rakyatnya. Belanda
sudah siap mengambil alih untuk menancapkan kuku penjajahannya kembali.
Menghadapi saat kritis di jawa barat ini. SM. Kartosuwiryo yang memimpin Hizbullah
dan Sabillillah, termasuk Oni Qital yang saat itu menjadi komandan sabillillah, di
daerah pegunungan sekitar ttasikmlaya, guna menjawab (membahas), kegentingan
situasi politik (tidak perlu berhimpun di Yogya), demi mempertahankan dan
meluindungi rakyat jawa barat yang mayoritas muslim, dari cengkraman Belanda.
Mereka pun bersepakat perlu mengadakan pertemuan yang lebih luas dan lebih
lengkap lagi, guna mengatur strategi dan siasat dalam menghadapi situasi yang selalu
berubah.
Pertemuan itu akhirnya diadakan pada tanggal 10dan 11 Februari di desa pang
wedasan Kec. Cisayong dalam daerah segitiga : Malangbong, garut, Tasikmalaya.
Hadir para pemimpin Organisasi Islam, Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII),
serta para pemimpin Hizbullah dan Sabillillah.
Keputusan terpenting yang diambil dalam konferensi Cisayong itu, antara lain :
- Merubah ideologi Islam dalam bentuk Kepartaian menjadi bentuk kenegaraaan
yang konkrit .
- Membekukan Masyumi Jawa Barat.
- Membentuk Majelis Islam (MI)sebagai pemerintahan dasar ummat Islam di Jawa
Barat, maka seluruh organisasi Islam harus bergabung ke dalamnya.
- Membentuk tentara Islam Indonesia (TII) yang merupakan peleburan dari
Hizbullah dan Sabilillah.
Untuk memimpin TII ini, diangkatlah R. Oni Qital, nama lengkapnya Raden Rohani
Qital sebagai Panglima pertama, dengan tugas merencanakan suatu struktur yang
konkrit bagi tentara Islam yang baru didirikan. Mula-mula TII yang berjumlah lebih
kurang 4000 (empat ribu) orang dibentuk menjadi empat batalyion, yaitu :
- Bataliyon I dipimpin oleh Danu M. Hasan
- Bataliyon II dipimpin oleh Zaenal Abidin
- Bataliyon III dipimpin oleh Nur Lubis
- Bataliyon IV dipimpin oleh Adah JaelaniTita Praja.
Sementara komandan, resimen dipegang oleh Oni Qital Sendiri, Bataliyon Nur
lubis bertugas di daerah kec. Cikoneng dan ci haur beuti, sebagai daerah modal
pertama bagi NII. Selain tentara islam yang sebenarnya, dibentuk pula korps-korps
khusus seperti, PADI (Pahlawan Darul Islam) dan BARIS (Barisan Rakyat Islam).
Untuk mengetahui keadaan musuh, baik kekuatannya maupun kelemahannnya,
dibentuk Pasukan Polisi Rahasia (Intelijen ) yang bernama Mahdiyyin yang berarti
terpimpin secara benar, semua pasukan-pasukan khusus ini langsung dipimpin oleh
Oni, yang diangkat sebagai Amirul Jaisy (Kepala Tentara).
Pada akhir Konferensi di Cisayong, juga di bahas tentang pentingnya mengangkat
seorang imam, yang merupakan syarat utama dalam melaksanakan syari’ah Islam. Ada
dua sistem yang digunakan dalam pemilihan ini, yaitu : Musyawarah dan Istikhoroh
(memohon petunjuk dari Allah), dengan Shalat dua rakaat, akhirnya para peserta
yang tidak kurang seribu ulama (pemimpin- pemimpin islam)sepakat untuk memilih
dengan mengangkat imam. Setelah melalui pertmbangan-pertimbangan yang
cermat,musywarah sepakat memilih SM. Kartosuwiryo sebagai imam. Sebelum jalan
istikhoroh ditempuh dua tahap. Tahapan pertama, memohon siapa orangnya, ternyata
shurah(gambaran) yang ditunjukkan Allah, seperti yang diakui ustadz H. masduki,
salah seorang peserta koferensi adalah gamabaran SM. Kartosuwiryo. Dan Tahap
Kedua, Mohon petunjuk apakah dia itu termasuk orang yang ikhlas). Jawabannya
adalah kalimat : Mukhlisun (termasuk golongan orang – orang yang ikhlas), dan tidak
ada keraguan lagi, seluruh ulama yang hadir, mufakat untuk memilih dan mengangkat
SM. Kartosuwiryo sebagai Imam untuk Ummat Islam di jawa Barat, dan akhirnya
untuk seluruh indonesia. Jadi, jelaslah bahwa tampilnya beliau sebagai imam, bukan
karena ambisi pribadi sebagaimana dituduhkan orang-orang sekuler (kafir,munafik).
Karena toh diperbolehkan menolak, tentu beliau lebih suka menolak, kemudian
memilih orang lain, tetapi dalam islam tidak ada kamus menolak tugas (amanat) dalam
rangka menegakkan hukum Allah, kecuali harus menjawab : “Aku dengar dan aku taat”,
sebagaiman termaktub dalam Al-Qur’an surat An Nuur ayat 51.
Kemudian SM. Kartosuwiryo selaku Imam, berusaha menyempurnakan struktur dan
administrasi lembaga MI, sebagai persiapan lahirnya Negara Islam Indonesia. Pada
suatu Koferensi yang diadakan di ci jiho, desa pasir lamcang, kecamatan ci haur beti,
Ciamis, 1 mei 1948, telah disusun rancangan konstitusi yang disebut “Qonun Asasi”,
serta dibentuk Dewan Imamah (Dewan kabinet) dan Dewan Fatwa (Dewan Penasehat).
Didalam Qonun asasi di tegaskan antara lain bahwa Negara Islam Indonesia adalah
sebuah Negara yang berbentuk Jumhuriyah (republik Islam) yang dipimpin oleh
seorang Imam, Hukum yang tertinggi adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits Sokheh.
Susunan Dewan Imamah yang pertama, yang dibentuk pada saat itu adalah sebagai
berikut ini :
1. Imam merangkap Kuasa Usaha
(Ketua Majelis Luar Negri) : SM. Kartosuwiryo
2. Ketua Majelis Pertahanan : R. Oni Qital
3. Wakil Ketua Majelis Pertahanan : Kamran Hidayatullah
4. Ketua Majelis Keuangan : Sanusi Partawijaya / Khadimuddin
5. Ketua Majeli Dalam Negeri : Sanusi Partawijaya
6. Ketua Penerangan : Tata Arsyad
Susunan Dewan Imamah ini lebih disempurnakan lagi pada konfrensi
selanjutnya. Terutama setelah Negara Islam Indonesia akan lebih lengkap dan
sempurna. Langkah-langkah SM. Kartosuwiryo tentu saja bertentangan dengan
Tokoh-tokoh Masyumi yang telah mengikatkan diri dengan Republik Sekuler, dan
otomatis terikat dengan peralihan renvile yang mengharuskan mereka berpindah ke
Yogya. Mulai sat itulah SM. Katosuwiryo memisahkan diri dari Masyumi.
3. Tindakan Belanda Terhadap TII
Setelah pasukan siliwangi meninggalkan Jawa Barat, Belanda segera mempersiapkan
diri untuk masuk keseluruh pelosok Jawa Barat guna menancapkan kuku-kuku
penjajahan kembali. Namun langkahnya terhenti setelah mengetahui masih adanya
satuan-satuan gerilya yang tidak mematuhi perjanjian renvile itu yang kemudian
mengkoordinasikan diri menjadi Tentara Islam Indonesia. Tentara menghubungi
Jendral Sudirman di Yogya, Sebagai penanggung jawab perjanjian renvile untuk
segera memerintahkan satuan-satuan gerilya yang masih ada di Jawa Barat untuk
mengosongkan daerah itu. Sudirman mengirim utusannya Sutoko untuk
memerintahkan/membujuk SM. Kartosuwiryo beserta TII-nya untuk segera
meninggalkan Jawa Barat, tapi SM. Kartosuwiryo yang merasa tidak terikat kepada
republik apalagi dengan renvile, menolak perintah itu. Dengan tegas beliau menjawab
“Apapun resiko yang terjadi kami akan tetap mempertahankan Jawa Barat, dan
melundungi rakyat yang mayoritas muslim, lebih baik mati berhalang tanah sebagai
shuhada daripada harus tunduk kepada penjajah dan menyerahkan ummat islam Jawa
Barat ke dalam cengkraman mereka”.
Begitu tinggi sifat ksatria SM. Kartosuwiryo dalam usaha melindungi ummat,
tidak seperti pemimpin-pemimpin republik yang pengecut dan licik. Pemimpin republik
hanya mementingkan keselamatan dirinya, tanpa menghiraukan nasib rakyatnya yang
akan segera ditindas dan dijajah kembali oleh Belanda.
Setelah mengetahui usaha Sudirman untuk membujuk SM. Kartosuwiryo dan TII-nya
gagal, Belanda segera mengerahkan pasukannya untuk menyerang posisi TII, pada
tanggal 17 februari baru saja 6 hari dibentuknya TII yang berada di daerah Gunung
Cepu, meliputi 2 kecamatan yaitu Cikoneng dan Cihaur Beuti. Belanda masuk dari
daerah timur Cikoneng, yaitu dari kota Ciamis. tentara Islam yang sudah bisa di
koordinir dan membuat pertahanan di daerah itu, baru satu batalion yang dibawah
pimpinan Nur Lubis dengan perlengkapan 17 pucuk senjata api saja. Pak Oni yang
kebetulan ada disana, langsung memegang komandan taktis, maka berhadapanlah dua
pasukan dan dua kekuatan yang sangat berbeda ideologi dan tujuannya, yang pertama
pasukan islam yang berdiri tegak di atas landasan Aqidah, dalam rangka
mempertahankan dan menegakan Dienullah, dengan mengharap ridho Allah semata.
mereka mengharap kebahagiaan ukhrowi yaitu Jannah, dan juga mereka mencintai
mati syahid, karena tanpa mati dalam jihad tak mungkin bertemu Jannah.
Dengan ini mereka mempunyai kekuatan jiwa yang besar dan mental yang kokoh
sedikit pun persenjataan mereka, dan besarnya persenjataan musuh, tidak
mempengaruhi jiwa mereka, bahkan iman mereka semakin mantap, dan semakin besar
kepasrahannya kepada Allah, mereka hanya menunggu satu diantara dua kebaikan,
terbunuh menjadi syuhada-langsung surga atau hidup mendapatkan kemenangan dan
kemuliaan. Sementara lawan adalah pasukan kafir yang berdiri diatas falsafah
(ideologi) yang rapuh. Motivasinya adalah hawa nafsu yang penuh dengan kesesatan
dan kepalsuan. Orientasinya adalah duniaw, karena itu mereka cinta dunia, dan pasti
takut mati. Kekuatannya tanpa didukung oleh kekuatan jiwa tidak banyak berarti.
Pertempurannya pun tidak bisa dielakan lagi karena memang tidak ada kompromi dan
diplomasi lagi bagi tentara islam. Belanda memulai serangannya dengan geger dan
membabi buta dan menggunakan senjata-senjata berat lainnya, tentara islam tidak
menjadi kecut dan berkecil hati, dengan penuh kewaspadaan dan ketenangan, mereka
mengatur siasat menyadari persenjataan yang relative sangat sedikit dan peluru yang
sangat terbatas maka mereka berusaha menggunakannya seefisien mungkin, mereka
tidak akan menembak kalau tidak benar-benar tepat sasarannya. Penguasaan medan
sampai kedetail-detailnya sangat menguntungkan mereka. Allah Maha Benar dan
menepati janji-Nya untuk memberikan pertolongan pada tentaranya yang ada dibumi
(TII) dengan menunjukan jalan (siasat) dalam menghadapi musuh-musuhnya. sesuai
dengan firman Allah dalam surat An Anfal ayat 9 dengan keberanian yang luar biasa
satu pasukan TII berhasil menguasai posisi yang strategis yang menjadi titik
kelemahan pihak musuh(Belanda), kemudian mereka meluncurkan tembakan-
tembakan yang tepat pada sasaran yang vital. tentara Belanda terkejut mereka panik
mendapat serangan dari arah yang mereka tidak diduga-duga, mereka seperti melihat
kekuatan baru pada tentara islam, yang jumlahnya seolah-olah lebih besar dari jumlah
mereka.
Menurut pengelihatan mata mereka inilah mungkin yang digambarka Allah SWT
dalam Q.S. 3/33, posisi Belanda menjadi porak poranda, mereka jatuh mental,
jiwanya dicekan perasaan takut mati, ngeri melihat kawan-kawannya yang mulai
berjatuhan, tidak ada jalan lain kecuali mengundurkan diri. Pertempuranpun berhenti
selam berlangsungnya satu hari penuh, kemenangan mutlak berada di tangan Tentara
Islam, yang telah berhasil menewaskan puluhan tentara Belanda dan merampas
sebanyak 53 pucuk senjata dan kini jumlah tentara islam menjadi 70 pucuk.
Alhamdulillah mereka memanjatkan syukur kehadirat Allah yang telah berkenan
memberikan tolong dan karunianya kepada mereka.
Imam SM. Kartosuwiryo pada saat itu tidak berada di front (daerah Gunung Cepu),
beliau sedang sibuk melanjutkan musyawarah dengan tokoh-tokoh MI lainnya dalam
menyusun dan menyempurnakan struktur pemerintahan majelis islam yang
dilanjutkan dengan konfrensi Cijoho dan Ciperendeuy, beliau telah memberikan
mandat penuh kepada Pak Oni sebagai panglima pada saat itu, untuk mengatur taktik
dan strategi dalam menghadapi serangan Belanda dengan pertimbangan, mungkin
Belanda akan melaksanakan serangan besar-besaran untuk membalas kekalahannya.
Maka Pak Oni yang juga merangkap sebagai komandan resimen menyusun kekuatan
yang masih ada di luar front, Batalion Pak Danu dengan mambawa dua buah brand di
tambah satu granat dan Pasukan Zainal Abidin yang bermarkas di daerah Garut,
daerah gunung Cepu, yang meliputi kecamatan Cikoneng dan Cihaurbeuti merupakan
daerah defacto Majelis Islam. Kecamatan Cikoneng dengan penduduk berjumlah 53
ribu, dipimpin oleh Ustadz Masduki yang bertindak sebagai camat dan Komandan
Pertahanan Kecamatan Cihaurbeuti dengan jumlah penduduk 43 ribu dipimpin oleh R.
Basuki, 2 kecamatan ini kemudian dijadikan front pertahanan utama yang didukung
oleh 4 batalion TII dengan persenjataan 3 buah brand dan sekitar 170 pucuk senjata
biasa, untuk beberapa bulan Belanda tidak masuk daerah ini, bahkan mereka
memasang papan pengumuman bahwa daerah ini adalah “daerah berbahaya”.
Sekitar 1 Juni 1938 barulah Belanda bisa mengerahkan pasukannya secara besar-
besaran untuk tindakan balas dendam setelah mengadakan persiapan matang selama
3 bulan lebih, dengan mengerahkan pasukan tidak kurang 14 batalion yang diperkuat
dengan tank baja serta didukung oleh angkatan udara. Balanda bermaksud untuk
mengepung dan menghancurkan daerah gunung Cepu sebagai basis pertahanan TII.
Jendral Spoor yang menjabat sebagai gubernur militer sekaligus merangkap pucuk
pimpinan tertinggi pemerintah kolonial di Indonesia ini, memimpin langsung pasukan
ini. Belanda sebagai kekuatan Nasional (kafir) sangat membenci terhadap gerakan-
gerakan islam, oleh karenanya mereka ingin sekali menghancurkan secara tuntas
dengan sesingkat mungkin. Mereka merencanakan untuk masuk/mengepung daerah
pertahanan Gunung Cepu dari segala arah kemudian membombardirnya dengan
meriam dan canon. ternyata usaha mereka itu tidak dapat terlaksanan dengan
secepatnya karena daerah pertahanan islam itu dibentengi oleh sungai Citanduy yang
cukup lebar dan dalam dari sebelah selatan, sedangkan dari sebelah utara ada bukit-
bukit yang sudah di jaga tentara islam. Memang sudah di atur sedemikian rupa oleh
Pak Oni ahli strategi. sehingga Belanda cukup sulit untuk mendobrak daerah
pertahanan itu.
Pasukan-pasukan Belanda yang dipilih untuk berjaga dihutan dengan didukung oleh
pasukan tank baja, mencoba menerobos dengan melintas jembatan Citanduy
(Cirahong) yang panjangnya 150m Sedangkan diseberang sana tentara islam dengan
3 buah brand siap untuk menembak musuh yang coba-coba untuk melintas jembatan.
Setelah dikomando tentara Belanda mulai masuk kejembatan tapi sampai ditengah
mereka mulai diberondong dengan brand. dan mayatpun bergelimpangan masuk ke
sungai. Datang lagi pasukan lain setelah dipaksa komandannya untuk maju dan mereka
pun menjadi sasaran peluru tentara islam dari seberang sana. Tentara Belanda terus
meju dengan bergelombang setelah tidak kurang dari 2000 tentara mereka yang
tewas dan tentara islam pun semakin menipis persediaan amunisinya dan akhirnya
bobolah pertahanan TII dari daerah selatan yang dipimpin oleh H. Zaenal Abidin, dan
Belanda pun masuk, tentara islam memundurkan daerah pertahanannya dengan
meninggalkan 7 desa, yaitu sindang tasik sebelah timur, Nasal, Panaragan, Cimahi,
Darma Caang, Cegempalan dan desa Cikoneng, yang kemudian diduduki oleh Belanda
dari sinilah mereka menggempur posisi TII dengan tembakan canon dan meriam
dengan tidak henti-hentinya angkatan udara dengan pesawat-pesawat tempurnya
membantu serangan ini dengan tembakan dari atas, posisi TII manjadi terkepung
dari berbagai arah dan semakin terjepit.
Kemudian Ustadz Masduki sebagai komandan pertahanan daerah Cikoneng
melihat kejadian ini berakhir saban (mengadakan introspeksi ke dalam) kenapa
pertahanan islam bisa didobrak musuh padahal tidak ada sunnahnya dari rasul waktu
perang khandaq tidak ada musuh yang bisa masuk kedaerah pertahanan tentara
rasulullah, kecuali untuk mati. Setelah diperiksa ternyata ada syar’ie (Hududullah)
yang dilakukan oleh beberapa anggota TII. Ada seorang mata-mata yang cermat
maka terbongkarlah kegiatan-kegiatannya selaku mata-mata Belanda. Untuk mencari
dan mendapatkan informasi/data penting tentang kekuatan TII. Hukuman mati
adalah yang paling tepat untuk pengkhianat saking marah dan geramnya, Beberapa
anggota TII anak buah A.Z. Abidin melakukan tindakan melampui batas yaitu
memotong-motong kemaluan orang yang telah ditembak itu. Inilah kiranya yang
menjadi penyebab datangnya malapetaka itu, sebagai peringatan dari Allah, dengan
bobolnya pertahanan batalion Zainal Abidin. Pimpinan TII memerintahkan agar
semuanya bertaubat dan memohon ampun kepada Allah atas perbuatan isrof-
nya(berlebihan) yang telah mereka lakukan.
Kemudian para pimpinan mengadakan musyawarah untuk merencanakan langkah-
langkah selanjutnya dalam menghadapi situasi yang genting itu. Pak Masduki sebagai
salah seorang komandan merangkap pimpinan daerah setelah mendapat mandat dari
komandan rerimen untuk mengatur siasat, mengajukan suatu gagasan yang sangat
tepat sekali, beliau berkata dihadapan komandan batalion “saat ini lihat benar-benar
terjepit, terkepung dari segala arah, dari utara mulai dari Ciamis-Kawali sampai
Panjalu rapat dengan tentara musuh, begitupula dengan sebelah barat Panambangan
sudah dikuasai musuh, sebelah selatan jalan raya sampai Banjar sudah penuh dengan
tank baja. Beruntung kita punya pertahanan alam yaitu Citanduy tetapi karena
kekuatan kita sangat terbatas kita tidak akan bisa mempertahankan daerah ini.
Apalagi brigade khusus musuh yang membawa peralatan berat sudah sampai di basis
utara di belakang kita. Untuk mengatasi situasi yang sangat genting ini saya telah
diberi mandat oleh komandan tempur untuk mencari jalan keluar, karena itu saya
memutuskan seluruh anggota TII supaya berusaha keluar dari daerah blokade ini,
kemudian membuat front yang lebih terbuka dengan sistem gerilya, kita bukan front
(lari meninggalkan perang) tetapi kita bersiasat melaksanakan surat An Anfal ayat
16. Jadi keluar daerah ini sudah menjadi keputusan kita tinggal bermunajat kepada
Allah, kalu memang jalan ini dibenarkan Allah pasti Allah akan memberikan cara dan
jalan keluarnya, karena kalau kita melihat dhohirnya sulit untuk bisa keluar, sebab
harus menembus pagar senjata dan tank baja”. (Q.S. 29/69). Demikianlah Pak
Masduki telah memutuskan diluar dugaan seorang TII yang bertugas diTasikmalaya
yang menjabat sebagai Stoot Resimen yang bernama Syaifullah, dia mendapat tugas
dari Bupati MI Tasikmalaya, H.A. Sobari untuk minta bantuan pasukan satu regu saja
guna menghadapi keganasan CV-CV Belanda (orang-orang pribumi yang menjadi kaki
tangan Belanda). yang selaulmemeras dan menindas rakyat. Inilah rupanya jalan yang
diberikan Allah memecahkan kesulitan. Akhirnya diputuskan bukan hanya satu regu
yang akan dikirimkan, tapi semua pasukan yang terdiri dari tiga batalion akan
dikeluarkan dari daerah ini, dan ditempatkan dan ditempatkan didaerah Raja Polah,
Tasikmalaya. Siasat pun diatur untuk mengeluarkan pasukan dan para keluarganya
serta orang-orang luka tembakan.
Kemudian ditawarkan kepada komandan-komandan, siapa yang bersedia untuk
menyamar dan menipu musuh, resikonya kalau ketahuan akan ditembak musuh.
Syaifullah yang tampil menyanggupkan diri, lalu ia ganti pakaian untuk menyamar
sebagai rakyat biasa. tugasnya ialah datang kemarkas Belanda. minta izin untuk
membawa rakyat keluar yang terkena luka tembakan canon dan meriam dan
melaporkan bahwa tentara islam (Sabilillah) telah lari meninggalkan tempat. Siasat
itu rupanya berhasil Syaifullah diizinkan keluar dengan membawa orang-orang yang
sakit rombongan ini selamat sampai ketempat tujuan. Bersamaan dengan itu pasukan
TII pun bergerak keluar melalui Cijoho dan Cihaur. tepat jam 12 malam tentara
belanda yang ada di pos sebelah barat, utara dan melihat iring-iringan tentara islam,
mereka terkejut dan panik kemudian lari meninggalkan posnya tanpa mengadakan
perlawanan, dengan demikian tentara islam dapat melintasi pos-pos tentara Belanda
yang telah aman dan leluasa dan mereka baru sampai ditempat tujuan yaitu daerah
Tajamaya, Raja Polah, Tasikmalaya pada jam 3 dini hari, peristiwa ini terjadi pada
tanggal 20 juni, siang harinya Belanda mulai mengadakan serangan-serangan dengan
gencar sekali, menggunakan senapan otomatis biasa sampai persenjataan artileri
berat. Dari atas dan dari bawa, semuanya memuntahkan peluru dengan satu sasaran,
yaitu markas-markas TII, yang merasa belum tahu bahwa tempat itu sudah
dikosongkan, jejak-jejak TII waktu menerobos keluar sempat dihapus oleh rakyat
setempat pada malam hari itu juga. Sehingga sama sekali tidak melihat jejak bahwa
TII sudah keluar. Serangan pun dihentikan setelah melihat tidak ada reaksi dari
lawan, dan ternyata tempat itu sudah kosong. Sementara TII yang sudah sampai di
tempat tujuan kemudian cepat menyebar. melihat tempat-tempat strategis dan
melancarkan serangan gerilya dengan mendadak Belanda yang mendapat serangan
mendadak dari belakang itu menjadi jatuh mentalnya, mereka kalang kabut dan lari
meninggalkan meda. Sama sekali Belanda menderita kekalahan besar, dengan
tewasnya ribuan tentara mereka secara sia-sia. Mereka melihat suatu kekuatan
besar yang tidak dilihat sebelumnya, jendral Spoor sebagai gubernur militer yang
memimpin langsung pasukan raksasa tersebut, tidak tahan menaggung malu dan aib
atas kesalahannya ini, dan langsung mengambil keputusan jalan pintas”bunuh diri”.
Peristiwa Gunung Cepu ini sangat penting artinya bagi perjuangan tentara islam,
peristiwa yang penuh dengan karomah, dan merupakan awal kemenangan tentara
islam. Maka untuk menghargai peristiwa-peristiwa ini, Imam memberikan gelar (GT)
(Gunung Tjupu) bagi pasukan yang terlibat dalam perang ini, sesuai dengan sunnah,
dimana Rasulullah pun memberikan gelar “Ahlil Badri” sebagai penghargaan terhadap
pasukan-pasukan yang ikut ambil bagian dalam perang badar.
Tentara Islam kini dapat menyusun strategi dan siasat yang jauh lebih mantap lagi.
Mereka menguasai daerah lebih banyak lagi dan ummat pun semakin besar simpati
dan dukungannya terhadap perjuangan TII. Sekarang mereka tidak menggunakan lagi
sistem konsentrasi dan frontal, tapi menggunakan sistem gerilya malam hari, sasaran
vital Belanda dihancurkan, tanpa diberi kesempatan untuk memberikan perlawananan
yang cukup berarti, Akhirnya Belanda dipaksa untuk meninggalkan daerah-daerah
Jawa Barat. Mereka hanya menguasai kota-kota besar saja seperti bandung, dan
Jakarta. dengan pertahanan yang cukup tangguh.
melihat kemenangan-kemenangan yang dicapai oleh TII dalam melawan tentara
Belanda Jenderal Sudirman yang dulu memerintahkan SM. Kartosuwiryo dan TII-nya
meninggalkan Jawa Barat sekarang dia menaruh simpati dan mendukung langkah-
langkah yang diambil oleh TII dalam usaha mempertahankan Jawa Barat, Bahkan
secara diam-diam dia mengirimkan persenjataan dari Yogya. Tindakan Sudirman ini
sempat tercium oleh Belanda yang kemudian hal ini di jadikan alasan oleh Belanda
untuk menyerag Yogya dengan militernya yang kedua pada 19 desember 1948.
4. Awal Perang Segitiga
Setelah Belanda terpaksa mengundurkan diri dari daerah-daerah di Jawa Barat, TII
dengan cepat mengadakan perluasan daerah kekuasaannya daerah Periangan Timur
sebagian besar dikuasai TII dengan pembagian kekuasaan sebagai berikut :
- Bataliyon III menguasai daerah Ciamis Selatan dan Utara.
- Bataliyon II masuk dan menguasai Garut, sementara
- Bataliyon IV menguasai daerah Tasikmalaya.
Tiga daerah kabupaten inilah yang dijadikan basis utama MI dan TII, dan akhirnya
menjadi basis Negara Islam Indonesia, setelah agustus nanti.
Untuk menetapkna administrasi pemerintah, maka di Jawa Barat dibentuk struktur
daerah-daera yang telah dikuasai oleh MI.
- Daerah satu (D.I) : Yaitu daerah-daerah yang telah dikuasai oleh MI dan TIIde
facto maupun de yure pmerintahannya, rakyatnya, maupun
hukumnya adalah Islam, meliputu Ciamis selatan, barat dan utara,
Garut timur dan Ciamis Utara sebelah timur dan sekitarnya.
- Daerah dua (D.II) : Daerah yang hanya de yure milik MI, rakyatnya kebanyakan
mendukung MI, sedang secara de facto dikuasai oleh belanda,
disini adan dua pemerintahan, Belanda dan MI secara bayangan.
Ini seperti kota-kota kabupaten dan sekitarnya seperti : Cirebon,
kuningan, indaramayu, dan sekitarnya.
- Daerah tiga (D.III) : Daerah yang dikuasai oleh musuh (belanda), hanya ada
pengaruh-pengaruh kota dimasyarakat sana, yaitu ibukota
propinsi bandung, Jakarta dan daerah perbatasan Jawa Barat,
Jawa tengah, Cilacap dan Brebes.
Demikianlah posisi Majelis Islam dan TII yang semakin mantap menguasai sebagian
besar daerah Jawa Barat.
Melalui Perjalanan yang cukup jauh. Apa yang disebut dengan “Long March”, Pasukan-
pasukan Siliwangi akhirnya sampai keperbatasan Jawa Barat, Jelas sekali terlihat
bahwa perjalana Long March Sliwangi ini, bukan perajalanan “Para Pahlawan Bangsa”,
karena memang tidak ada nilai kepahlawanannya sama sekali. Lebih tepat bila
dikatakan “Perjalanan Para Pengecut”, yang telah mengkhianati dan mengorbankan
rakyatnya pada pihak musuh dan mereka sendiri masuk kedalam perangkap yang telah
ia buat oleh musuh, kemudian diserang habis-habisan tanpa dapata mengadakan
perlawanan, apalagi para pemimpinnya sudah menyerah.Dalam keadaan kalah perang
inilah Siliwangi, berjalan jauh, kembali kepada rakyat yang telah dikhianatinya di
Jawa Barat. Sementara disana telah tegak dengan kokohnya “Para Pahlawaan Sejati”
yang telah berhasil melindungi rakyatnya dari cengkraman penjajahan dan sekaligus
mengusir penjajah itu dari Jawa Barat. Mereka adalah Majelis Islam dan Tentara
Islam Indonesia. Mereka telah merentangkan sistem pemerintahan Islam yang adil
dan bijaksana, sehingga rakyat merasa tentram dan damai.
Kedatangan pasukan Siliwangi di Jawa Barat dismbut dengan penuh rasa
perasaudaraan oleh MI dan TII, mengingat bahwa, Siliwangi itu banyak yang berasal
dari unsur Hizbullah dan Sabilillah, maka besar harapan MI, agar Siliwangi bisa
meleburkan diri kedalam TII. Untuk itu pimpinan MI dan TII menyampaikan
bebarapa Alternatif kepada pihak Siliwangi untuk menentukan sikap, diantaranya :
1. Silahkan masuk ke daerha-daerah de facto MI dan bersama-sama melawan
belanda dengan status TII yang mencerminkan perlawanan rakyat (Ummat
Islam), sementar pemerintah RI sudah menyerah kepada Belanda, dan tidak
punya harga sama sekali di forum Internasional.
2. Kalau keberatan, silahkan masuk ke daerah-daerah yang belum de facto majelis
Islam, dan bersama-sama melawan Belanda tanpa ada permusuhan dengan TII.
1. Atau letakkan senjata, kemudian menjadi rakyat biasa dibawah perlindungan
TII.
Menghadapi alternatif ini pasukan Siliwangi terpecah menjadi 3 bagian, sesuai
dengan latar belakang ideologi masing-masing, yang berasal dari Hizbullah dan masih
mempunyai ruhul Islam, mereka memilih point pertama, bergabung dengan TII,
seperti kadir Salihat beserta pasukannya. Ada juga yang memilih point ke dua, (tidak
mau bergabung kepada TII), dan ini yang terbanyak, mereka yang berideologi
nasionalis sekuler (PNI, Pesindo) diantaranya pasukan-pasukan dibawah pimpinan M.
Rifai, Aag Kunaefi, Nasukhi, Amir Mahmud, Sueb dan Umar Wirahadi Kusuma, yang
lainnya point ketiga, yaitu meletakkan senjata dan menjadi rakyat biasa.
Demikianlah tampak sekali kebesaran jiwa pimpinan Majelis Islam ini, bijaksana dan
toleransi, tidak ada sama sekali niat untuk memusuhi atau menganggap musuh
terhadap pasukan Siliwangi, bahkan menganggapnya sebagai kawan seperjuangan
dalam menghadapi penjajah. Namun ternyata pasukan Siliwangi dan Nasionalis
Sekuler (kafir) ini tidak menghargai atas kebaikan pimpinan TII, mereka masuk ke
daerah de facto majelis Islam, kemudian memeras dan merampas hak-hak rakyat
dengan penuh kesombongan dan kecongkakan dan mereka pun mulai berani
menampakkan sikap-sikap permusuhan terhadap TII. Puncak permusuhan dan
pengkhianatan mereka itu terjadi pada hari selasa, 25 januari 1949 di desa Antralina
kec. Ciawi, daerah tasikmalaya Utara-barat, mereka menyerang dari belakang
terhadap markas TII, sehingga puluhan Anggota TII gugur akibat pengkhianatan
mereka. Pasukan TII pun akhirnya mengadakan perlawanan terhadap mereka, untuk
membalas pengkhianatan mereka. Terjadilah pertempuran yang cukup sengit antara
kedua belah pihak pada hari itu juga.
Setelah melihat adanya pengkhianatan besar dari pasukan Siliwangi yang sudah tidak
bisa ditolerir lagi, maka MS. Kartosuwiryo selaku imam dan selaku Panglima Tertinggi
TII Mengeluarkan maklumatnya, dengan kode “Maklumat Militer No. 1” tertanggal
25 januari 1949 yang isinya antara lain : Setelah mengingat dan menimbang beberapa
hal, kemudian memutuskan bahwa divisi Siliwangi (TNI) yang kemudian disebut
sebgaia tentara Liar (TL), dianggap sebagai penghalang revolusi Islam Indonesia,
yang harus dihadapi dengan tindakan Militer. Untuk itu diperintahkan kepada seluruh
angkatan perang Negara Islam Indonesia untuk melakukan tindakan :
a. Melucuti tentara liar itu,
b. Merampas harta benda hak kesatua (dari gerombolan golongan itu), yang perlu
untuk kepentingan Negara Islam Indonesia.
Tentara Islam pun dikerahkan untuk melaksanakan ma’lumat tersebut, melucuti dan
merampas persenjataan beserta seluruh perlengkapan pasukan Siliwangi. Ternyata
pasukan Siliwangi yang dalam keadaaan grogi tak berdaya menghadapi tindakan
militer TII, hanya dalam beberapa minggu saja kekuatan Siliwangi sudah bisa
ditundukkan. Sebagian ditangkap dan ditawan, dan yang lain ada yang berlindung dan
bergabung kepada pemerintahan Negara Boneka bikinan Belanda, yaitu Negara
Pasundan.
Peristiwa 25 januari yang kemudian dik kenal dengan “pristiwa antralina”itu di
nyatakan sebagai awal perang segi tiga,TII melawan Belanda (negara pasundan),TII
melawan siliangi (TNI),sementara TNI masih bermusuhan dengan Blanda.Belanda
setelah mengalami kekalahan dan melihat kekuatan islam,berniat untuk
mengundurkan diri dari kancah pertempuran,supaya tidak terlibat panjang
berhadapan dengan tentara islam,tapi cukup dengan menggunakan point-pointnya
(negara-negara bonekanya),termasuk RI yang sudah menyerah pun sedang
dipersiapkan untuk menjadi point mereka guna menghadapi kekuata islam,dengan
melalui perundingan Room-Royen.
5. Saat –saat menjelang proklamasi Negara Islam Indonesia
Semenjak pertama kali merjunkan diri kedalam kancah perjuangan politik mulai
dari PSII nya sampai pada masa perjanjian Jepang dan Belanda yang kedua kalinya
SM. Kartosuwiryo telah mendasari perjuangan dengan islam, untuk menuju satu arah
perjuangan yaitu lahirnya Negara Islam Indonesia yang merdeka, yang dapat
menjamin seluruh ummat islam dalam melaksanakan pengabdiannya kepada Allah
Rabbul Izzati dengan murni anpa di campuri dengan kemusrikan. Tidak pernah
terlintas dalam hatinya untuk terlibat dalam perjuangan Nasional, yang bertujuan
mendirikan sebuah negara yang berdasarkan nasionalisme dan dengan penuh
kesabaran beliau selalu memperingari dan mengajak mereka untuk memutar haluan
menyesuaikan langkah perjuangan dengan Rasulullah S.A.W, ini bisa dibuktikan
dengan melihat tindakan-tindakan beliau, baik sebelum maupun sesudah proklamasi
RI.
Sesungguhnya begitu beliau mendengar pengumuman menyerahnya Jepang
kepada sekutu, pada 14 agustus 1945, dan tidak adanya persiapan dari tokoh-tokoh
nasionalis muslim untuk memproklamirkan kemerdekaan, maka pada tanggal itu pula
beliau memproklamirkan kemerdekaan, maka pada tanggal itu juga beliau
memproklamirkan Negara Islam Indonesia. ternyata ummat islam belum siap
menerima konsep Negara Islam Indonesia ini, perhatian mereka berpusat pada
tokoh-tokoh nasionalis yang bergabung dalam BPUPKI. Setelah 3 hari kemudian,
tepatnya pada tangal 17 agustus 1945, Soekarno-Hatta memproklamirkan
kemerdekaan RI, maka SM. Kartosuwiryo menarik kembali proklamasinya, untuk
menghargai revolusi rakyat yang sebagian besar umat islam, yang dikorbankan oleh
tokoh-tokoh islam pula. Namun beliau menjadi kecewa setelah mengetahui bahwa
negara yang baru dilahirkan itu adalah Negara Sekuler Murni, tanpa ada warna
islamnya sama sekali, apalagi setelah melihat struktur pemerintahannya di dominisir
oleh orang-orang sekuler pula.
Beliau kemudian berusaha untuk menjajaki tokoh-tokoh islam yang telah gagal
itu untuk menghimpun potensi ummat islam guna menentukan langkar-langkah
perjuangan islam selanjutnya. Ajakan beliau pun disambut baik terutama oleh tokoh-
tokoh muda seperti Moh. Natsir, Moh. Room, A. Wahab Hasyim dan yang lainnya,
akhirnya terbentuklah Masyumi baru, namun tokoh-tokoh ini menerima tawaran
Soekarno untuk duduk dalam kabinet, dan mengikatkan loyalitas Masyumi kepada
Republik Sekuler. SM. Kartosuwiryo segera menarik diri Masyumi dan kembali ke
Malangbong untuk mengelola “Sabilillah dan Hizbullah” sebagi kekuatan inti untuk
mengawal perjuangan islam, namun beliau tidak memutuskan tali ukhuwah dengan
tokoh-tkoh Masyumi yang telah bergabung dalam pemerintah RI itu. Selalu saja
beliau memperhatikan gerak langkah mereka yang membawa jutaan ummat dengan
memberikan teguran dan peringatan bila terlihat ada penyimpangan yang terlalu jauh
dengan menjual ummat kepada pihak penjajah, seperti terjadi pada saat
diselenggarakannnya perjanjian linggar jati maret 1947, yang membuahkan Agresi
Militer Belanda pertama, yang mengakibatkan penderitaan besar bagi ummat, beliau
mengirimkan statmen (peringatan-peringatan), tapi tidak diizinkan oleh pimpinan
republik.
Demikian pula ketika pihak republik mengadakan naskah renvile yang
mengakibatkan harus menyerahan sebagian besar wilayah dan rakyat indonesia ke
tangan penjajah. Beliau memberi peringatan keras dan mengancamnya, tapi juga tidak
ada peringatan dari mereka. mereka sampai hati meninggalkan rakyatnya disebagian
banyak wilayah, untuk segera diserahkan kepada Belanda dan mereka sekarang hanya
menguasai tujuh keresidenan saja, sesuai dengan garis demarkasi Van Mook, yaitu :
Yogya, Solo, Magelang, Kediri, Madiun, Bojonegoro dan Malang. Republik benar dalam
keadaan kritis, baik politik mapun militer, dan ekonomi sudah benar-benar diambang
kehancuran. Saat itulah SM. Kartosuwiryo mempersiapkan diri dengan menggalang
kekuatan sabilillah dan hizbullah di Jawa Barat, untuk mengalihkan gerakan-gerakan
ummat kepada revolusi yang bercorakkan islam. Setelah Belanda melancarkan
serangan ke Yogya sebagai ibukota Republik, dengan agresi militer II, 19 Desember
1948, yang mengakibatkan jatuhnya republik ke tangan Belanda. Maka SM.
Kartosuwiryo mengeluarkan maklumat no. 5, tertanggal 20 Desember 1948. Isinya
adalah komando umum kepada seluruh lapisan ummat islam bangsa Indonesia untuk
melakuka perang suci mutlak Jihad Fisabilillah, mengusir penjajah Belanda dan
menegakkan Daulah Islamiyah.
Karena melihat keadaan vakum, tidak ada pemerintahan yang sah
bertanggungjawab, maka pada tanggal 21 desember 1948, SM. Kartosuwiryo
bermaksud segera memproklamirkan Negara Islam Indonesia. Namun maksud ini
ditarik lagi setelah keesokan harinya 22 Desember 1948, Mr. Syafrudin
Prawiranegara memproklamasikan PDRI (Pemerintahan Daryrat Republik Indonesia),
di Bukit Tinggi, Sumatra Barat dengan suatu pertimbangan bahwa Mr. Syafrudin
adalah seorang muslim yang baik dan tokoh Masyumi yang mempunyai cita-cita
mendirikan Negara Islam, SM. Kartosuwiryo berharap agar Mr. Syafrudin merubah
PDRI menjadi Sebuah Negara Islam, dan TII pun adalah mendukungnya. Namun
harapan itu menjadi kandas sama sekali manakala Moh. Room, salah satu tokoh
Masyumi dan tokoh PDRI meskipun pada saat itu tidak membawa dari PDRI, tapi
mandat dari Soekarno telah mengadakan perundingan dengan pihak Belanda, yang
dikenal dengan Room dan Royen, di tandatangani tanggal 7 mei 1949.
SM. Kartosuwiryo mengecam keras terhadap perjanjian itu melalui statmennya
yang sempat diedarkan ke berbagai pihak, diantaranya beliau mengatakan , “Dengan
adanya statmen Room Royen ini maka Moh. Room telah menyelesaikan tugasnya”.
sebagai wakil Masyumi, wakil ummat Islam... sungguh sangat memalukan sekali...! kalau
dulu zaman naskah Linggar Jati Masyumi mati-matian ‘anti Linggar Jati’ sekarang
wakil Masyumi dalam kabinet dan wakil ummat Islam sendiri yang mendapat giliran
terakhir menjual Negara sampai habis total, Republik Indonesia sebagai negara yang
merdeka benar-benar sudah bangkrut sementara PDRI tidak mempunyai peranan
apa-apa, sebab kemudia Mr. Syafrudin menyerahkan kembali mandatnya kembali
kepada Soekarno.
6. Proklamasi Negara Islam Indonesia
Apapun alasannya perjanjian Room Royen adalah tindakan dari pimpinan RI mereka
sampai hati menjual kemerdekaan yang telah diperjuangkan dan dipertahankan
dengan darah dan keringat rakyat, hanya sebagai imbalan pembebasan Soekarno cs
dari penjara dan siap untuk masuk kedalam “Kebun Binatang Modern”, yaitu sebagai
Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai Negara Boneka Koloni. Formilnya akan
segera diselesaikan pada Konfrensi Meja Bundar (KMB) di Den Hag bulan september
mendatang.
untuk menghadiri KMB, RI mengirim sebuah delegasi yang diimpin oleh Moh. Hatta
dan mereka berangkat ke negeri Belanda, Pada tanggal 6 Agustus 1949, SM.
Kartosuwiryo memandang, dengan keberangkatan delegasi Hatta ini, sebagai titik
kulminasi kehancuran RI yang diproklamirkan 17 agustus 1945, dan tumbangnya
martabat PDRI. Maka saat ini, benar-benar sangat vacum, baik dipandang dari segi
politik militer, baik de facto maupun de yure. Gambaran situasi ini lebih jelas
diungkapkan dalam maklumat no. 1197 yang disusun oleh SM. Kartosuwiryo ;
Bismillahirrohmanirrohim
Ma’lumat Pemerintah
Negara Islam Indonesia
Nomor 1197
Syahdan, maka peruangan kemerdekaan Nasional, yang diawali proklamasi berdirinya
Republik Indonesia, 17 agustus 1945, sudahlah mengakhiri riwayatnya. Orang lebih
memberi tafsir yang muluk-muluk, yang membumbung tinggi, menembus angkasa,
orang boleh cari lagi alasan-alasan yang lebih licin, lebih yuridis, lebih statrech, lebih
volkan recbtelijk, tetapi meski diputar balik ketetapan, orang yang kuasa membalik
hitam menjadi putih, batil menjadi haq, haram menjadi halal,.... Sepandai-pandainya
manusia bersifat, tidaklah kuasa membalik timur jadi barat, setinggi-tingginya
bangau terbang, kembali kepada pokok pangkal pertama, di tangan musuh, ditangan
penjajah Belanda.
Alhamdulillah pada saat kosong (vacum), saat dimana tiada kekuasaan dan
pemerintahan yang bertanggungjawab (GEJAGE EN REGERINGS VACUM) maka
pada saat yang kritis (membahayakan) dan psychologisch yang lemah itulah ummat
Islam Bangsa Indonesia memberanikan dirinya, menyatakan sikap dan pendirian, yang
jelas tegas kepada seluruh dunia : Proklamasi Berdirinya Negara Islam Indonesia, 7-
8-1949. pada saat itu otomatis (dengan berdirinya), perjuangan indonesia beralih
arah, bentuk, sifat, corak dan tujuannya, menjadilah : perjuangan Islam Indonesia.
Atas Nama Ummat Islam Bangsa Indonesia, kemudian dengan didorong oleh perintah
Allah dalam surat Al Isro ayat 81, yang di awali dengan lafadz (Wa qu) yang artinya
: ‘Proklamasikanlah’ maka tanggal 7-8-1949 yang bertepatan 12 Syawal 1368H. SM.
Kartosuwiryo mem[roklamirkan berdirinya “Negara Islam Indonesia” yang telah
dipersiapkan secara matang dan cermat. Proklamasi dilakukan di Cisampang, desa
Cidugalem, Cigalontong, Tasikmalaya. Teks lengkapnya sebagai berikut, sbb:
PROKLAMASI
Berdirinya Negara Islam Indonesia
Dengan Nama Allah yang Maha Murah dan Maha Asih
Kami ummat Islam Bangsa Indonesia
Menyatakan : Berdirinya “ NEGARA ISLAM INDONESIA “
Maka Hukum Yang Berlaku Atas Negara Islam Indonesia itu Ialah
HUKUM ISLAM
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar
Atas nama Ummat Islam
Bangsa Indonesia
Imam Negara Islam Indonesia
Ttd.
(SM. KARTOSUWIRYO)
Madinah Indonesia, 12 Syawal 1368 / 7 Agustus 1949 M
Penjelasan Singkat :
1. Alhamdulillah, maka Allah telah berkenan menganugrahkan karunianya yang
Maha Besar atas ummat Islam Bangsa Indonesia ialah Negara Karunia Allah
yang meliputi seluruh Indonesia.
2. Negara Karunia Allah itu , adalah “Negara Islam Indonesia” / “Darul Islam”
dengan kata lain “Ad-Daulatul Islamiyah”, atau dengan singkatan yang sering
dipakai orang “DI”, selanjutnya hanya dipakai satu istilah resmi, yaitu Negara
Islam Indonesia.
3. Sejak bulan September 1945, pada waktu turunnya Belanda ke Indonesia.
Khususnya di pulau Jawa, atau sebulan kemudian daripada proklamasi berdiri
“Negara RI”, maka revolusi Nasional yang mulai menyala pada tanggal 17-8-
1945 itu merupakan perang, sehingga sejak masa itu seluruh Indonesia di dalam
keadaan perang.
4. Negara Islam Indonesia tumbuh dimasa perang di tengah-tengah revolusi
nasional pada akhir kemudiannya setelah naskah renvile dan ummat Islam
bangun dan bangkit melawan keganasan penjajah dan perbudakan yang
dilakukan oleh Belanda beralih sifat dan wujudnya menjadilah Revolusi Islam /
Perang Suci.
5. Insya Allah, Perang Suci / Revolusi Islam akan berjalan terus hingga :
a. Negara Islam Indonesia berdiri dengan sentosa dan tegak teguhnya,
keluar dan kedalam 100% de facto dan de yure di seluruh Indonesia.
b. Lenyapnya segala macam penjajahan dan perbudakan.
c. Terusirnya segala musuh Allah, musuh Islam dan musuh Negara Islam
Indonesia.
d. Hukum-hukum Islam berlaku diseluruh Negara Islam Indonesia.
6. Selama itu Negara Islam Indonesia di masa perang / DI fi waktil harbi
7. Maka segala hukum yang berlaku dalam masa itu, di dalam lingkunga Negara
Islam Indonesia ialah hukum Islam di masa perang.
8. Proklamasi ini disiarkan ke seluruh dunia, karena ummat Islam Bangsa
Indonesia berpendapat dan berkeyakinan bahwa, kini adalah tiba saatnya
melakukan “wajib suci” yang serupa itu bagi menjaga keselamatan Negara Islam
Indonesia dan segenap Rakyatnya, serta bagi memelihara kesucian Dien,
terutama berlaku bagi “mendhohirkan kedaulatan Allah di dunia.
9. Pada dewasa ini, perjuangan kemerdekaan Nasional yang diusahakan selam
hampir genap 4 tahun kandaslah sudah.
10.Semoga Allah membenarkan proklamasi berdirinya Negara Islam Indonesia ini
jua adanya Insya Allah, Amin.
Bismilahi....................................................................................................Allahu Akbar
Catatan :
1. Karena dilakukan pada saat vacum, maka Proklamasi Negara Islam Indonesi
Adalah sah menurut hukum manapun juga, bukan mendirikan negara diatas
negara (didalam negara) sebab RI telah masuk ke dalam RIS, mengakibatkan
statusnya sama dengan negara boneka lainnya, Semacam Negara Pasundan,
Negara Sumatra, negara Kalimantan dan lain-lain yang fungsinya ikut memras
dan menjajah bangsa dan rakyat sendiri.
2. Berbeda dengan proklamasi RI tahun 1945, yang dilakukan atas diplomasi dan
prakarsa Jepang, serta dilakukan sangat terburu-buru. Maka proklamasi
Negara Islam Indonesia di tegakkan atas tetesan dara Shuhada dan ribua
mayat mujahid, serta melaui persiapan yang matang dan tidak tergesa-gesa.
3. Negara Islam Indonesia adalah penjabaran dari pemerintahan dan kerajaan
(Mulkiyah) Allah di bumi Indonesia, dengan memberlakukan hukum Allah,
hukum-hukum Islam. Maka semenjak diproklamirkan Negara Islam Indonesia,
menjadi wajib hukumnya bagi seluruh ummat Islam Indonesia untuk menrima,
mendukung, dan memperthankannya. sampai Hukum-hukum Islam secara
keseluruhan, tidak ada hujjah sama sekali dihadapan Allah nanti, bagi ummat
Islam Indonesia untuk menolak Negara Islam Indonesia.
4. Negara Islam Indonesia adalah satu-satunya “Jama’ah” di Indonesia yang
dibenarkan oleh Islam berdiri tegak di atas sabilillah dan Shirotol Mustaqim,
maka seluruh kelompok (firqoh-firqoh) ummat Islam di Indonesia. harus
meleburkan diri ke dalam struktural Negara Islam Indonesia, karena yang
benar (Haq) itu hanya satu saja di luar yang benar adalah salah. Surat Yunus
ayat 32.
BAB V. PERJUANGAN NEGARA ISLAM INDONESIA DALAM MASA
PEMERINTAHAN RIS.
1. Konfrensi Meja Bundar (KMB) dan Hakikat RIS
Setelsh mendapat pengalaman “perang gunung Cepu” melawan TII, Belanda
berkesimpulan bahwa TII merupakan suatu kekuatan yang cukup besar, yang bisa
mengecam dominasinya di Indonesia. Dan mereka pun menjadi kecut hatinya, bila
harus menghadapi TII secara langsung. Mereka melihat dengan mata kepala sendiri,
adanya kekuatan yang luar biasa pada diri Tentara Islam, yang kadang-kadang diluar
perkiraan ratio. Oleh karena itulah mereka membuat siasat lagi, siasat yang licik
sekali, yaitu menjadikan tokoh-tokoh RI yang non Muslim, yang sudah menyerah, baik
sipil maupun yang militernya sebgai boneka yang bisa diperalat untuk menghadapi
kekuatan Tentara Islam Indonesia.
kemudian ditawarkan “perundingan” kepada pimpinan republik yang telah menyerah
dan berada dalam tahanan, mereka pun menerimanya dengan gembira. Soekarno
memberikan mandat kepada Mr. Moh. Room untuk menrima tawaran perundingan,
yang isinya selalu didiktekan oleh pihak Belanda. Maka lahirlah apa yang biasa disebut
“Statmen Room-Royen”, yang isinya antara lain :
1. Crease Fire atau penghentian tembak-menembak.
2. Round Table Conference / KMB dan
3. Kerjasama / Samed Working antara pihak Republik dengan Belanda.
Natijah dari statmen ini adalah pimpinan RI siap untuk manjadi pemerintah boneka
“Belanda” dalam melaksanakan politik ekonomi sosial dan undang-undang kolonial, yang
memras dan menindas rakyatnya. Terutama ummat Islam Bangsa Indonesia. Statme
ini kemudian dimatangkan dalam KMB yang berlangsung 23-08-1949 s/d 02-11-1949
di Den Hag, dengan membentuk sebuah Negara Federasi, merupakan gabungan dari
negara-negara boneka yang ada di Indonesia Serikat (RIS) dalam konfrensi ini pula
Belanda menyerahkan kedaulatan RIS pada tanggal 27-12-1949, dan di Jakarta
terjadi hal yang sama dari RI kepada RIS, sementara RIS itu merupakan
persekongkolan (kerja sama) antara kaum munafiq (tokoh-tokoh sekuler) dan kaum
kafirin (pemerintahan Belanda) dalam menghadapi kekuatan ummat Islam Bangsa
Indonesia yang telah bernaung di dalam Negara Islam Indonesia. Ialah yang
dimaksud oleh Allah (firman-Nya) Q.S. Al-Anfal ayat 73 : “ Adapun Orang-orang yang
Kafir, sebagian mereka menjadi pelindung sebagian yang lain (bekerja sama dalam
menghadapi orang-orang yang beriman), jika kamu (kaum muslimin) tidak
melaksanakan apa yang diperintahkan Allah itu (persaudaraan yang teguh antara
kaum muslimin) niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang
besar”. sangat disesalkan sekali, tokoh-tokoh Masyumi dan partai Islam lainnya, yang
mengaku mempejuangkan Islam, tidak waspada dengan permainan kotor dan licik ini,
sehingga mereka terjerumus kedalam perangkap persekongkolan, antara munafiqin
dan kafirin. Mereka menerima dan mendukung RIS serta menolak Negara Islam
Indonesia, perihal sebgai muslim mestinya wajib, menerima dan mendukung negara
Islam Indonesia, yang jelas-jelas sah dan Islam, serta menolak RIS yang nyata-nyata
sekuler (kafir) dan tidak sah kelahirannya di bumi Indonesia ini, terutama tindakan
mereka itu semata-mata berdasarkan hitungan Ro’yo (Ratio) yang telah ditunggangi
hawa nafsu, tidak berdsarkan wahyu sama sekali, karena mungkin orientasi
kehidupannya bukan lagi ukhrowi, tetapi duniawi (materialistis). berkat dukungan
mereka itulah, RIS sebagai lembaga sekuler yang rapuh menjadi kuat dan kokoh
kedudukannya, terutama setelah M.Natsir sebagi pimpinan Masyumi mengajukan misi
integralnya kepada parlemen RIS pada tanggal 3 April 1950 disetujui untuk merubah
RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia atau Republik Indonesia Kesatuan
(RIK) dengan tetap Soekarno sebagai presiden didampingi Moh. Hatta sebagai
wakilnya.
2. Taktik RIK Menghadapi Negara Islam Indonesia.
Sebagai realisasi KMB Belanda mulai menarik diri secara perlahan-lahan dari
Indonesia setelah dilihat Negara Bonekanya, yaitu RIS cukup kokoh dan kuat
pijakannya, baik politik maupun militer, sehingga sudah dipandang mampu untuk
merealisasikan program utamanya, yaitu “ De Islamisasi “ atau pendangkalan nilai-
nilai Islam di kalangan Ummat Islam Bangsa Indonesia, terutama dalam menghadapi
Negara Islam Indonesia dan TII-nya. Posisi-posisi strategis, perlengkapan dan
markas-markas militer, serta wilayah-wilayah kota yang tadinya dikuasai Belanda,
kini telah diserahkan kepada Republik beserta TNI-nya. Pihak Negara Islam
Indonesia tetap saja hanya menguasai wilayah-wilayah pedesaan dan pegunungan
sebab proses penyerahan kedaulatan kepada RIS, berjalan dengan ketat, sehingga
pihak Negara Islam Indonesia tidak berhasil merebut.
Sukarno memandang masalah Negara Islam Indonesia sebagai masalah yang besar
yang harus dihadapi dengan serius dan dia berpendapat bahwa kekuatan Negara
Islam Indonesia itu disebabkan dukungan ummat Islam. Untuk menghadapi hal ini,
Soekarno mencoba merangkul tokoh-tokoh ummat Islam, dalam hal ini Masyumi yang
memang telah banyak berjasa dalam menyelamatkan dan mempertahankan Negara
sekuler ini, untuk turut serta berperang aktif dalam mengelola Negara kesatuan yang
baru dibentuk, sebagai kelanjutan dari RIS, tentu saja hal ini tidak berarti Soekarno
telah berubah haluan dari sekuler kepada Islam, “tidak”. Tetapi semata-mata sebagai
taktik saja untuk memperalat tokoh-tokoh Masyumi dalam rangka merekrut ummat
Islam yang selama ini mendukung Negara Islam Indonesia terutama di Jawa Barat
dan Jawa Tengah bagian barat. Maka ditampilkanlah Moh. Natsir sebagai perdana
mentri yang pertama dari RIK, yang dibantu oleh beberapa tokoh lainnya dari
Masyumi yang ikut dalam kabinet yang baru terbentuk pada bulan September 1950.
Tugas utama dari kabinet Natsir ini adalah menyelesaikan secepat-cepatnya
masalah-masalah kelompok gerilya liar, terutama sekali Negara Islam Indonesia dan
TII-nya, maka dari program pemerintah yang terdiri dari 7 pasal, kabinet
mengutamakan pasal 5, yaitu menyempurnakan angkatan dan reintegrasi anggota
angkatan bersenjata serta kelompok-kelompok gerilya yang berlebihan ke dalam
masyarakat yang mana inti dan program ini ditujukan kepada Negara Islam Indonesia
beserta TII-nya.
Pada mulanya, dalam merealisasi program ini, kabinet Natsir menempuh jalan halus
dan luwes, yaitu membujuk para gerilyawan TII untuk segera menyerah, pemerintah
RIK mengumumkan “Tawaran Amnesti” pada tanggal 14 November 1950, yang isinya
memberi kesempatan kepada gerilyawan untuk segera melaporkan diri kepada diri
kepada pejabat pemerintahan / kantor Distrik setempat mulai tanggal 28 bulan itu
sampai 14 Desember, kepada mereka dijanjikan akan diterima menjadi anggota
angkatan bersenjata (TNI) atau memberikan mata pencaharian baru agar dapat
hidup layak dalam masyarakat. Juga secara pribadi Natsir berusaha meyakinkan
pimpinan-pimpinan Negara Islam Indonesia, perjuangan menuju berlakunya Hukum
Islam di Indonesia sudah mencapai tahap-tahap akhir yaitu dengan melalui pemilihan
ummat yang segera akan dilaksanakan, dimana dipastikan akan dimenangkan ummat
Islam, sedangkan Soekarno dan Hatta menjamin untuk memberlakukan Hukum Islam
di Negara ini apabila ummat islam mencapai suara mayoritas dalam pemilihan umum
nanti. Oleh karena itu tidak diperlukan lagi tindakan kekerasan, yang menimbulkan
kerugian, bahkan mungkin banjir darah di kalangan ummat Islam sendiri.
Bersamaan dengan itu, pemerintah mengeluarkan petunjuk-petunjuk terperinci
mengenai prosedur penyerahan, takut kalau-kalau para gerilyawan mencari peluang
dari kesempatan itu untuk melakukan penyerangan secara tiba-tiba atau secara diam-
diam menggerakan pasukan mereka. Maka pemerintah Republik memerintahkan
bahwa mereka harus secara terbuka membawa senjata yang mereka miliki, pasukan-
pasukan yang mereka miliki, pasukan-pasukan yang bergerak menuju kantor Distrik
untuk menyerah, selanjutnya diharuskan memakai tanda “Janur Kuning” disilangkan
di badan untuk menunjukan ketulusan hati mereka.
SM. Kartosuwiryo selaku imam Negara Islam Indonesia dan panglima tertinggi TII
menolak mentah-mentah “Tawaran Amnesti” tersebut dengan argumentasi yang
sangat kuat dan tidak bisa dibantah baik secara yuridis maupun secara Historis,
beliau menyatakan bahwa Negara Islam Indonesia adalah satu-satunya pemerintah
yang sah di Indonesia. Bukan gerombolan liar / gerombolan pengacau yang harus
menyerahkan diri, justru Republik Indonesia Kesatuan (RIK) yang tidak ada
kelahirannya, sebab dia lahir dari perut penjajahan dengan membawa seperempat
sistem penjajahannya. Pada saat ini Indonesia telah ada pemerintahan dan Negara
yang sah yang telah di proklamirkan, yaitu Negara Islam Indonesia. Dimana selama
proses berdirinya tidak pernah menyerah kepada pihak penjajahan, bahkan beliau
sangat menyesalkan sekali. Kenapa M. Natsir muslim ini mau diperalat oleh orang-
orang sekuler dan boneka-boneka koloni untuk menghancurkan Negara Islam
Indonesia yang nyata-nyata telah memberlakukan hukum Islam berdasarkan Al-
Qur’an dan Al-Hadist Sholeh, serta telah meminta pengorbanan ribuan syuhada.
Beliau juga menegaskan bahwa Natsir bukanlah pemegang kekuasaan tertinggi di
Republik, tetapi dia hanya sekedar alat dari pemimpin-pemimpin sekuler yang apabila
sudah tidak diperlukan, dia akan dicampakan kembali menjadi rakyat biasa. Karena
itulah SM. Kartosuwiryo segera menginstruksikan kepada seluruh jajaran TII untuk
menanggapi, apalagi menaati seruhan amnesti dari kabinet Natsir itu. Kebanyakan
yang menyerahkan diri akibat tawaran amnesti itu adalah dari gerombolan-
gerombolan liar, seperti organisasi yang bernama polisi gerilyawan, Barisan Berani
Mati (BBM) yang beroperasi didaerah Purwokerto juga dari gerombolan Brigade,
Citarum devisi bambu runcing yang beraliran sosialis, banyak yang menyerahkan diri.
Sedangkan dari pihak TII, hanya sebagian kecil saja yang terpengaruh oleh Amnesti
ini, yaitu yang berada di daerah-daerah terpencil sehingga sulit untuk berkomunikasi
dengan pimpinan pusat, karena terpengaruh oleh bujukan ulama-ulama setempat yang
memang di tugaskan oleh pemerintah, seperti dibeberapa daerah di Jawa barat dan
Jawa tengah bagian barat. Beberapa pasukan TII mendatangi kantor distrik untuk
menyerah, namun mereka tidak disambut baik, seperti yang telah dijanjikan dan
penguman amnesti, tapi mereka disambut pasukan TNI, yang siap untuk membantai
mereka dengan berondongan senjata dan sebagian lagi ada yang ditangkap kemudian
dijebloskan kedalam tahanan militer. Peristiwa itu kemudian dikenal dengan peristiwa
“Janur Kuning”, yang merupakan pengkhianatan besar dari pasukan sekuler TNI, dan
secara tidak langsung M. Natsir pun ikut terlibat dalam pengkhianatan ini yang
kemudian menjadi lembaran hitam dalam perjalanan sejarah Negara Islam Indonesia.
Namun demikian, tawaran amnesti dianggap kegagalan besar bagi kabinet Natsir
dalam merealisasikan program reintegrasi terutama oleh kalangan militer yang
merasa kecewa terhadap langkah ini. Mereka menganggap jalan lunak itu tidak akan
ada artinya lagi, sebab sebelumnya juga sudah ditempuh jalan pendekatan dengan
mengutus tokoh-tokoh ulama untuk berunding dengan SM. Kartosuwiryo ternyata
gagal total, diantaranya Wali Al-fatah yang merasa yakin dapat menundukkan
Hujjah-Hujjah (argumentasi) SM. Kartosuwiryo. Segera menyanggupi diri untuk
membujuk SM. Kartosuwiryo supaya menghentikan kegiatan itu. Maka pada bulan mei
1950, dengan didampingi oleh tiga orang pembantunya, yaitu tasik wira, Muslikh dan
Zainuddin. Wali Al-fatah berusaha mengadakan kontak hubungan dengan pimpinan-
pimpinan TII di Cipanuyaran, daerah lereng gunung Cakra buana untuk bertemu
dengan SM. Kartosuwiryo.
Namun rupanya Wali Al-fatah belum terbuka hatinya untuk menerima kebenaran ini,
karena dipandang terlalu berat resikonya, dia pun kembali ke republik dengan
membawa kekecewaan dalam akibat kegagalan usahnya. Untuk menutupi kekecewaan
ini dia menyatakan kepada pemerintah tidak ada alternatif lain untik menghadapi
gerakan Negara Islam Indonesia, kecuali dengan aksi militer. Memang demikina
akhirnya, setelah himbauan Natsir gagal, maka tentara Republik melancarkan
“Operasi Merdeka”,yaitu operasi militer terhadap TII dan berkas-berkas gerilyawan
lainnya. Kurang lebih selama 8 bulan saja M. Natsir bisa bertahan menjadi perdana
mentri, sebab pada April 1951, dia harus meletakkan jabatannya yang kemudian
digantikan oleh Sukiman, juga seorang politis dari kalangan Masyumi.
Sebab-sebab Tertangkapnya Imam
1. Diperolehnya keterangan dari pimpinan TII yang telah berada dalam tangan
TNI dan ini merupakan tipu muslihat TNI, sebab informasi yang diberikan
meliputi rahasia-rahasia pimpinan tertinggi TII dan rahasia jama’ah Umat
Islam Bangsa Indonesia.
2. Dihadirkannya masa dalam operasi tersebut (Pager Betis).
22 April 1962 terjadi serangan langsung terhadap pimpinan-pimpinan pusat Negara
Islam Indonesia, 24 april 1962 serangan untuk kedua kalinya terhadap pimpinan pusat
Negara Islam Indonesia, akibatnya rombongan terpencar-pencar Imam tertembak
dan terluka dipantatnya. 4 juni 1962 Bapak SM. Kartosuwiryo dalam keadaan sakit
parah tertangkap oleh kompi C bataliyon 328 pada kujang II kodam VI / Siliwangi
dibawah pimpinan Letda Suhanda di kompleks Gunung Gebos malaya Bandung.
Pada bulan april 1962, setelah 1 tahun mengadan aksi perang dengan sandi barata
yudha maka TII akhirnya merubah taktik perang militer jihad menjadi perang gerilya
ideologi di kota. Imam akhirnya dengan sepenuh pertimbangan memutuskan dan
menginstruksikan semua kekuatan militer TII turun gunung, menyusun kembali
kekuatan TII yang telah melemah dengan kekuatan dan metode baru. Turun gunung
bukan berarti menyerah tetapi mengatur perjuangan secara militer dengan siasat
taktik sivil (Q.S. 33/10, 8/15-16).
Penolakan Imam Untuk Menghentikan Jihad
Ketika Imam SM. Kartosuwiryo sudah berada didalam tahanan Kodam VI / Siliwangi,
maka dilanjukan kepada beliau sebuah pernyataan tertulis yang dibuat oleh pimpinan
TNI yang harus ditanda tangani oleh beliau; pernyataan itu antara lain :
1. Perintah menghentikan Jihad Fi Sabilillah.
2. Pencabutan kembali proklamasi 7 – 08 – 1949.
Imam menolak mentah-mentah untuk menandatangani pernyataan tersebut dengan
menegaskan antara lain : bahwa perintah Jihad itu adalah mutlak perintah Allah, jadi
kalian tidak mempunyai wewenang sedikit pun untuk menghentikannya.
Adapun masalah proklamasi adalah, bahwa SM. Kartosuwiryo menolak untuk
membubarkannya, beliau menyatakan bahwasanya hanya bertugas mendirikan Negara
Islam Indonesia dan tidak berhak membubarkannya.
Pengadilan Imam
Pelaksanaan pengadilan militer dilaksanaka terhadap Imam sebenarnya formalitas
saja, sebab sejak sebelumnya pimpinan TNI memang sudah membuat keputusan untuk
mempertahankan hukuman mati kepada beliau, adapun vonis yang dijatuhkan Jawa
barat dan madura terhadap bapak Imam Tertuang di dalam surat keputusan tanggal
16-8-1962 no X / III / 8/ 1962. Sedang pelaksanaannya dilakukan pada jam 07.00
(pagi) tanggal 5 september 1962 dan jenazahnya dikebumikan di pulau Ubi Besar
komplek kepulauan seribu. Perlu dicatat disini maka “Petugas” Komandan pelaksana
surat keputusan Ma’had per Jawa, Madura tersebut di atas adalah Brigadir Jendral
Umar Wira Hadi Kusuma sebagai panglima kodam V / Jaya waktu itu. Walaupun imam
telah dibunuh, namun perjuangan tetap dilanjutkan. Tetapi teknisnya dirubah (Q.S.
3/144), bila kembali kebelakang, bubar (perjuangan terhenti), maka kembali kepada
Jahiliyah.

Anda mungkin juga menyukai