Anda di halaman 1dari 5

MATERI KE-HMI-AN

A. Sejarah HMI
1. HmI didirikan pada tanggal 5 Februari 1947 M atau 14 Rabiul Awal 1366 H di STI atau
sekarang Bernama UII
2. Berdirinya HMI diprakarsai oleh Lafran Pane. Lafran Pane disebut sebagai pelopor
atau pemrakarsa sekaligus sebagai pendiri. Sementara Lafran Pane bersama 14
temannya yang lain disebut sebagai pendiri, mereka adalah Kartono Zarkasyi, Dahlan
Husein, Maisaroh Hilal, Suwali, Yusdi Ghozali, Mansyur, Siti Zainah, Muhammad
Anwar, Hasan Basri, Marwan, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Muslim dan Badron
Hadi.
3. HMI ikut terlibat dalam Agresi Militer Belanda I (saat itu umur HMI masih 4 bulan) dan
Pemberontakan PKI Madiun 1948 di mana dalam struktur kelembagaan HMI
kemudian dibentuk Compi/Corp Mahasiswa (CM) yang dokomandoi oleh Achmad
Tirtosudiro. Pada masa itu Achmad Tirtosudiro merupakan salah satu Pengurus Besar
HMI (setelah karir aktivismenya ia aktif menjadi TNI dengan pangkat terakhir Letnan
Jenderal).
4. Pada peringatan 1 tahun berdirinya HMI, tanggal 6 Februari 1948, Jenderal Besar
Soedirman berpidato yang berisi pesan beliau kepada HMI supaya HMI melaksanakan
Anggaran Dasarnya. Selanjutnya, ia mengungkapkan bahwa HMI di satu sisi dapat
diartikan Himpunan Mahasiswa Islam. Sedang satunya lagi berarti “Harapan
Masyarakat Indonesia.”
5. Pada tahun 1949 Lafran Pane dalam Pidatonya yang berjudul “Keadaan dan
Kemungkinan Kebudayaan Islam di Indonesia” menyampaikan perihal alasan
didirikannya HMI. Menurutnya HMI lahir dikarenakan 3 faktor atau kondisi waktu itu.
Pertama, Indonesia baru saja merdeka pada 17 Agustus 1945 dan itu memerlukan
keterlibatan pemuda muslim dalam hal mengisi dan mempertahankan kemerdekaan
tersebut. Kedua, banyak pemuda khususnya para Pelajar muslim yang dalam
aktivitasnya sehari-hari enggan atau malu mengekspresikan dirinya sebagai seorang
muslim. Hal ini diyakini Lafran sebagai wujud dari kekurang pahaman Pelajar itu akan
keelokan ajaran Islam. Dan Ketiga, komunitas Islam yang masih terkotak-kotak antara
kelompok tradisional dan modernis. Dua kubu ini memerlukan adanya penengah,
itulah kemudian HMI menjadi golongan penengah itu.
6. Tahun 1963 dibentuk tafsir asas HMI pertama yang dikenal sebagai “Cita Diri atau
Kepribadian HMI”. Dokumen ini merupakan kertas kerja yang dibuat oleh Sularso dan
Sudjoko Prasojo. Menggunakan pendekatan sejarah untuk merumuskan ciri-ciri
kepribadian HMI. Berisi semacam manifesto komunis, tulisan karl max, atau pidato
“lahirnya pancasila” bung karno. Memuat tentang ide-ide kebangsaan, sosialisme dan
demokrasi. Pendekatannya liberal-progresif. Muatannya dipengaruhi oleh pemikiran
Tjokroaminoto, Tan Malaka, Sukiman Wirjosandjojo, dan Willie Achler.
7. Lewat Instruksi Presiden No. 08 tahun 1964 Soekarno menegaskan HMI merupakan
alat revolusi yang progresif-revolusioner. 20 Juli 1964 HMI memberangkatkan ke garis
depan dalam tugas Dwikora sebanyak 37 orang sukarelawan dokter HMI, termasuk di
dalamnya Ketua Umum PB HMI ketika itu, dr. Sulastomo. 200 orang anggota HMI
Cabang Pontianak dikerahkan ke medan pertempuran di fron terdepan Kalimantan.
Bahkan, seorang dari mereka gugur dan dua diantaranya mengalami luka berat.
Anggota HMI Cabang Makassar, Pare-Pare, Sompeng dan Palopo diturunkan pada
Tumpas-Operasi kilat dalam rangka menghentikan gerakan ‘kritik bersenjata’ Kahar
Muzakar dan Andi Mattola. Di pulau ujung timur Indonesia, daerah Fakfak Irian Barat,
pada tanggal 11 Agustus 1964 gugur seorang sukarelawan pembangunan yang

#SalamProfetik
#gorintel
merupakan seorang anggota HMI bernama M. Sjahidin. Ia adalah anggota HMI
Cabang Ciputat dari Komisariat IAIN al-Djami’ah Ciputat
8. Pada periode 1963-1966 HMI face to face melawan PKI bersama dengan para
organisasi pendukungya, hal ini terus berlanjut hingga PKI dan para organisasi
afiliasinya dibubarkan resmi oleh pemerintah.
9. 17 September 1966 dibentuk secara nasional organisasi semi otonom Bernama Korp
HMI-Wati (KOHATI) pada saat Kongres Ke-8 diadakan di Surakarta atau tepatnya di
Kota Solo. Di Yogyakarta, KOHATI lebih dahulu dibentuk pada tanggal 17 Januari
1966.
10. Tahun 1967 “Citra Diri atau Kepribadian HMI” diganti dengan “Garis-Garis Pokok
Perjuangan.” Dan Tahun 1969 digantikan lagi oleh “Nilai Dasar Perjuangan (NDP)”.
NDP ini diprakarsai oleh Nurcholis Madjid, dan kemudian dirapikan bersama Endang
Saifudin Anshari dan Sakib Mahmud. Menggunakan pendekatan normatif-teologis dan
bersifat fundamentalis tentang ajaran-ajaran pokok agama Islam sebagai upaya
menderivasikan pemahaman rukun iman dan islam sehingga dapat dijadikan landasan
operasional gerak organisasi. Berisi tentang dasar kepercayaan, hakikat
kemanusiaan, kemerdekaan manusia (ikhtiar), dan keharusan universal (Taqdir),
Ketuhanan yang maha esa (Tauhid) dan perikemanusiaan, individu dan masyarakat,
keadilan social dan ekonomi, serta kemanusiaan dan ilmu pengetahuan.
11. NDP secara resmi di tetapkan pada kongres ke-10 di Pelembang tahun 1971. Di tahun
yang sama nilai-nilai Pancasila, yakni; ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
Musyawarah, dan keadilan, dimasukkan ke dalam bagian tak terpisahkan dari
mukaddimah Anggaran Dasar HMI. Hal ini menjadikan HMI sebagai organisasi non
pemerintahan pertama di Indonesia yang memuat nilai Pancasila dalam peraturan
dasar organisasinya.
12. Kongres ke-15 di Medan merekomendasikan dilakukan tafsir azas atas NDP. Inilah
cikal bakal lahirnya Khittah Perjuangan.
13. Kongres ke-16 di Padang menyebabkan struktur HMI berkembang menjadi 2, satu sisi
dikenal sebagai MPO dan sisi yang lain dikenal DIPO (merujuk nama jalan di
sekretariat PB HMI pada masa itu).
14. MPO pada mulanya adalah kepanitiaan kecil yang berisi beberapa cabang seperti
Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Metro, Semarang, Purwokerto, Ujung Pandang
(Makassar), dan lainnya. Tujuan dibentuknya MPO ada tiga; 1) Mempertahankan
Islam sebagai azas organisasi pada kongres ke 16 di Padang, 2) Memenangkan kursi
ketua umum PB HMI dari kubu MPO, dan 3) jika poin kesatu dan kedua gagal maka
kubu MPO mengadakan kongres tandingan.
15. Saleh Khalid terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI hasil kongres ke 16 di Padang
tahun 1986, sementara Kongres ke 16 tandingan di tahun yang sama dari kubu MPO
menetapkan Egie Sudjana sebagai Ketua Umum.
16. Lokakarya pada tahun 1992 dan Kongres ke-19 di Semarang pada tahun yang sama
berhasil merumuskan serta menetapkan draft Khittah Perjuangan sebagai tafsir azas
resmi organisasi.
17. HMI ikut terlibat dalam pergolakan reformasi tahun 1998, salah satu tokoh penting dari
kubu HMI yaitu Ubedilah Badrun yang merupakan salah satu pendiri sekaligus tokoh
sentral Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Se-Jakarta (FKSMJ). Ia merupakan
Ketua Umum HMI Cabang Jakarta tahun 1997-1998. Ia juga salah satu aktivitas yang
menghendaki pembubaran Golkar dan menuntut dibentuknya Dewan Presidium
Nasional guna menjalankan roda pemerintahan menggantikan Era Orba. Gayung
bersambut dengan apa yang dimulai oleh Ubedilah Badrun bersama kawan-kawan di
Jakarta, HMI Cabang Malang mengeluarkan suatu gagasan penting untuk reformasi
1998 yang dikenal dengan “revolusi sistemik.”

#SalamProfetik
#gorintel
B. Khittah Perjuangan HMI
1. Khittah Perjuangan merupakan tafsir Azas HMI yang berisi pandangan ideologis HMI
tentang eksistensi semesta yang diamini dan jalan hidup yang patut diperjuangkan.
2. Khittah Perjuangan HMI terdiri dari 4 bab, yaitu; Azas, Tujuan, Usaha, dan Sifat atau
Independensi. Pada dasarnya semua bab yang ada di dalam Khittah Perjuangan
berbicara tentang satu hal, yakni tauhid. Bagaimana Tauhid mengilhami individu
manusia, bagaimana tauhid itu diejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari, dan
bagaimana kemudian kesadaran akan tanggungjawab dari segala tindakan manusia
akan kembali kepada dasar tauhid itu.
3. Ada enam sub pembahasan di dalam Bab Azas, yakni; 1) Keyakinan Muslim yang
mempercayai bahwa satu-satunya sistem keyakinan yang dapat menghantarkan
manusia pada pemahaman utuh atas nilai-nilai ilahi adalah sistem keyakinan tauhid,
2) Wawasan Ilmu Islam yang menyatakan bahwa Tuhan telah memberikan tiap-tiap
manusia alat, sumber dan metode untuk memiliki ilmu pengetahuan guna mempelajari
fenomena kehidupan dan memperdalam sistem keyakinan tauhid, 3) Wawasan Sosial
Islam menyebut bahwa tidak ada suatu sistem sosial yang lebih baik di dunia ini selain
sistem sosial tauhid di mana ia hendak mengejawantahkan nilai sosial tauhid yang
diyakini akan membentuk suatu komunitas masyarakat adil, makmur, damai, dan
diridhai Allah Ta’ala, 4) Kepemimpinan berbicara tentang untuk mewujudkan cita-cita
sosial tauhid yang terkandung dalam wawasan sosial Islam maka diperlukan adanya
sosok pemimpin yang menjadi agensi tauhid. Sosok ini dipercaya dapat menjalankan
tugas mulia selaku khalifatullah fiil ardh dan menunaikan misi sosial tauhid, baik pada
saat dia berada di struktur kekuasaan (menjadi pejabat, PNS dan sebagainya)
ataupun pada saat ia di luar struktur kekuasaan, 5) Etos Perjuangan mengingatkan
bahwa misi sosial tauhid merupakan pekerjaan tidak mudah. Ia memerlukan–bahkan–
pengorbanan yang cukup besar–darah, harta, keluarga, dan air mata. Sebab itu,
hanya orang-orang yang kuat, sabar, senantiasa berikhtiar, qanaah, dan bertawakkal
kepada Allah Ta’alah lah yang pada akhirnya tetap mampu menunaikan tugas sebagai
agensi tauhid tersebut, dan 6) Hari Kemudian memberi sinyalelemen integratif bahwa
hidup bukan hanya untuk hari ini tetapi juga akan dimintai segala pertanggungjawaban
atas perbuatan yang telah dilakukan kelak di akhirat. Azas ini juga menegaskan akan
pentingnya prinsip kehati-hatian dan bertanggungjawab setiap kader HMI dalam
menjalankan tugas agar tidak melenceng dari tujuan dan garis juangnya sebagai
agensi tauhid.
4. Tujuan HMI adalah terbinanya mahasiswa Islam menjadi Insan Ulil Albab yang turut
bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi Allah SWT.
Frasa “Terbinanya mahasiswa Islam menjadi Insan Ulil Albab” mengandung makna
bahwa HMI adalah organisasi perkaderan. Sementara frasa “yang turut
bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi Allah SWT”
menandakan bahwa HMI adalah organisasi perjuangan.
5. Bab independensi dalam Khittah Perjuangan HMI mengandung makna bahwa sifat
HMI sebagai organisasi tidaklah bagian atau sayap (underbouw) daripada organisasi
lainnya. Sementara sebagai individu, setiap kader HMI tidak tunduk pada kepentingan
orang lain; baik itu senior atau rekan sejawatnya. Namun, sifat independensi secara
organisatoris dan individual hanya mementingkan dan tunduk pada kebenaran ilahiah
yang diterkandung dalam misi tauhid yang diemban oleh organisasi HMI dan tiap-tiap
individu kader HMI. Artinya, HMI dan kader-kadernya hanya takut dan tunduk pada
apa yang menjadi perintah dan larangan dari Allah Ta’ala serta mengerjakan apa yang
dicontohkan oleh baginda Muhammad SAW.

#SalamProfetik
#gorintel
C. Konstitusi HMI
1. Konstitusi HMI adalah sekumpulan peraturan organisasi yang ada di HMI.
2. Konstitusi HMI dikategorisasikan ke dalam tiga pedoman, yaitu; pedoman dasar,
pedoman penjelas, dan pedoman operasional.
3. Pedoman dasar yaitu Anggaran dasar
4. Pedoman penjelas yaitu Anggaran Rumah Tangga dan Khittah Perjuangan HMI
5. Pedoman Penjelas seperti; Pedoman Struktur Organisasi, Pedoman Keuangan,
Pedoman Atribut, Pedoman Kesekretariatan, Pedoman Perkaderan, dan Pedoman
Dasar KOHATI.

REFERENSI
A. Dahlan Ranuwihardjo, Bung Karno dan HMI dalam Pergulatan Sejarah: Mengapa Bung
Karno Tidak Membubarkan HMI?, IntranS, Jakarta, 2002.
Agussalim Sitompul, Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan Sejarah Perjuangan Bangsa
Indonesia, Integrita Dinamika Press, Jakarta, 1986.
, Historiografi Himpunan Mahasiswa Islam Tahun 1947-1993, Intermasa, Jakarta,
1994.
(Ed.), HMI Mengayuh di Antara Cita dan Kritik, Aditya Media, Yogyakarta, 1997.
, HMI dalam Pandangan Seorang Pendeta: Antara Impian dan Kenyataan, CV
Misaka Galiza, Jakarta, 2008.
, Korp HMI-Wati dalam Sejarah, Misaka Galiza, Jakarta, 2008.
Hasanuddin M. Saleh, HMI dan Rekayasa Asas Tunggal Pancasila, Kelompok Studi
Lingkaran & Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996.
Konstitusi HMI Hasil Kongres Ke-32 di Kendari Tahun 2020.
Lukman Hakim, Revolusi Sistemik: Solusi Stagnasi Reformasi dalam Bingkai Sosialisme
Religius, Kreasi Wacana, Bantul, 2003.
M. Alfan Alfian, HMI 1963-1966: Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara, Kompas, Jakarta,
2013.
MHD Zakiul Fikri, Di Bawah Naungan Khittah Perjuangan HMI, Istana Media, Yogyakarta,
2018.
Muchriji Fauzi HA dan Ade Komaruddin Mochamad (Penyunting), HMI Menjawab Tantangan
Zaman, PT. Gunung Kulabu, Jakarta, 1990.
Rusdiyanto, MPO: ‘Anak Haram’ Orde Baru, Pewaris Sah HMI, Sulur Pustaka & PB HMI,
Yogyakarta & Jakarta, 2019.
Saidiman Ahmad dkk. (Ed.), Pembaharuan Tanpa Apologia? Esai-esai tentang Ahmad Wahib,
Yayasan Wakaf Paramadina bekerjasama dengan HIVOS, Jakarta Selatan, 2010.
Suharsono, HMI: Pemikiran dan Masa Depan, CIIS Press, Yogyakarta, 1997.
Sulastomo, Hari-Hari yang Panjang 1963-1966, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1990.
, Dibalik Tragedi 1965, Yayasan Pustaka Ummat, Jakarta, 2006.

#SalamProfetik
#gorintel
Ubedilah Badrun, Radikalisasi Gerakan Mahasiswa: Kasus HMI MPO, Media Raushanfekr,
Jakarta, 2006.
Victor Tanja, Himpunan Mahasiswa Islam: Sejarah dan Kedudukannya di Tengah Gerakan-
Gerakan Muslim Pembaharu di Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, 1982.

#SalamProfetik
#gorintel

Anda mungkin juga menyukai