HMI
Lima zaman pengembaraan HMI adalah era sejarah bangsa ini: 1. Era
Kemerdekaan; 2. Era Demokrasi Parlementer; 3. Era Demokrasi Terpimpin;
4. Era Demokrasi Pancasila dan 5. Era Reformasi. Tiap era sejarah itu
memiliki karakteristiknya masing-masing. Pada era Kemerdekaan (1945-
1951), HMI menyatu dengan rakyat membela mati-matian kemerdekaan
negara yang baru diproklamasikan, tekad “Merdeka atau Mati”
dikumandangkan HMI. Sampai kini semboyan itu tidak lapuk dan sering
bermanfaat secara politik. Di era inilah HMI didirikan mahasiwa bernama
Lafran Pane dan teman-temannya. Pane sampai akhir hayat menjadikan
perguruan tinggi sebagai orientasi utama hidupnya. Baginya, HMI haruslah
menjadi “perguruan tinggi kedua” untuk anggotanya. Bila di perguruan
tingginya anggota HMI memperoleh nilai tambah ilmu pengetahuan, di HMI
anggotanya memperoleh nilai tambah kepemimpinan, menjadi pemimpin. Bila
ilmu pengetahuan membuat manusia paham nilai-nilai kebenaran sehingga
bisa membedakan yang benar dan yang salah. Pemimpin adalah orang yang
bertanggungjawab menegakkan kebenaran (ma’ruf) dan mencegah
kesalahan (mungkar). Karena itu, menurut Pane, pengurus HMI yang tidak
becus megurus kaderisasi anggota menjadi pemimpin, ia tidak paham untuk
apa HMI didirikan.
=================================
Wawancra Prof DR Agus SalimSitompul (Sejarawan HMI)
HMI Sekarang Mengalami Kemunduran
Ketika berada di Pontianak, menjadi salah satu pembicara LK-II yang digelar HMI
Cabang Mempawah, Pontianak Post menyempatkan untuk mewawancarai Prof DR H
Agus Salim Sitompul, sang sejrawan. Dengan lancar dan pajang lebar guru besar
IAIN Sunan Kalijaga tersebut memaparkan kiprah HMI. Berikut ketikan
wawancaranya.
Penyebabnya adalah karena HMI jauh dari mahasiswa. HMI Komisariat sebagai
ujung tombak untuk mengakomodir apa yang dikehendaki mahasiswa. Artinya HMI
kurang mampu memberi layanan kepada mahasiswa. Padahal tahun 1966 HMI
mampu memberi servis terhadap apa yang dibutuhkan mahasiswa, misalnya
bimbingan belajar, rekreasi, kesenian, asrama, buku diktat, dan sebagainya. Nyatanya
saat ini tak mampu.
Ya, sekitar 1980-an itu. Terjadi penurunan drastis. Mereka mahasiswa yang masuk
HMI sangat sedikit sekali.
Oh, ya, memang ada pengkaderan tersebut. Tapi, proses kesinambungan dengan satu
usaha untuk mendapatkan sebanyak mungkin secara efektif ternyata tidak. Harusnya
semua mahasiswa masuk baru berbondong masuk HMI, namun rupanya tidak.
Mengapa demikian?
Karena itu tadi, tak mampu mengakomodir problem Dan apa yang dikehendaki
mahasiswa.
Ada kaitan dengan faktor usia sehingga kurang mampu mengikuti ritme zaman?
Idealnya dengan usia yang sudah 57 tahun, HMI malah kian matang. Mengapa tidak,
karena tidak mampu mengikuti perkembangan zaman. Organisasi tidak solid untuk
menarik mahasiswa. Kegiatannya banyak terlibat ke politik praktis, sehingga
masalah-masalah pengkaderan, pembinaan lembaga, anggota, komisariat terabaikan.
Apa ada kaitan dengan konstitusi HMI yang tak lagi relevan?
Wah, konstitusinya masih sangat relevan. Cuma, orang atau SDM yang mengelola
terjadi penurunan. Komitmen membesarkan organisasi agak terabaikan oleh aktivitas
politik dan sebagainya.
Masalah jumlah kader tentu sangat terkait dengan kelangsungan sebuah organisasi.
Karena dulu kita mendapatkan banyak anggota baru sehingga alumninya juga bany
+++++++++++++++
> Tanggapan :
> Ass. wr.wb.
WSS. WR. WB.
> Saya bisa memahami keresahan dari sdr Ibnu Sina tentang
>HMI yang
> sekarang sudah kehilangan identitas & idealisme
>organisasinya.
> Khususnya di tingkatan Badko & PB HMI. Hingga di antara
>kawan-kawan
> ada joke :
> " Jika kalian ingin mencari idealis maka carilah di
>Komisariat. Karena
> HMI merupakan organisasi yang paradox. Semakin tinggi
>strukturalnya,
> semakin merosot pula idealismenya.
> Jika diambil presentase maka idealisme :
> Pengurus komisariat adalah 80 - 100%
> Pengurus korkom adalah 70 - 85%
> Pengurus Cabang adalah 55 - 80%
> Pengurusbadko adalah 30 - 50%
> Pengurus PB masih syukur jika bisa sampai 25%
> selebihnya adalah birahi politik & kekuasaan"
SEPERTINYA GEJALA INI HANYA MENJAMUR DI TEMAN-TEMAN DIPO
DEH. AFWAN YA....
Apakah
> ketika kita kita berbeda kita harus membentuk kelompok
>sempalan baru?
> Kalau seperti ini terus bukan problem solving yg
>terjadi, namun malah
> menghadirkan permasalahan baru.
> Menurut pendapat saya, kita harus melihat permasalahan
>secara
> menyeluruh. Permasalahan utama HMI bukan permasalahan
>struktral (namun
> bukan berarti permasalahan ini tidak penting). Tapi
>permasalahan
> mendasar ada pada proses kaderisasi di HMI.
SEPAKAT SAMPAI DISINI KANDA
Ada beberapa
>pertanyaan
> mendasar yang harus kita jawab dengan jujur:
> 1. Sudahkah kita melaksanakan proses kaderisasi secara
>maksimal sesuai
> dengan tujuan kaderisasi HMI?
SEPERTINYA BELUM TUH
BERBEDA DENGAN INSAN ULUL ALBAB (KADER CITA HMI MPO) YANG
MENYATUKAN FIKIR DAN DZIKIR SECARA INTEGRAL DAN HOLISTIK
LIHAT QS. 3 : 190-191 DISANA ULUL ALBAB ADALAH MEREKA YANG
PADA SAAT BERFIKIR MAKA PADA SAAT ITU JUGA BISA DISEBUT
BERDZIKIR.
> Ini dulu sebagai bahan renungan bagi kita semua &
>sebagai langkah awal
> guna menyongsing HMI baru yang lebih berorientasi pada
>kepentingan
> umat & kepentingan rakyat serta pantas bergabung dalam
>kelompok
> syahidullah.
KEANGKUHAN NDP MEMBUAT KADER DIPO MENGALAMI
KEPERIBADIAN
TERBELAH YANG AKUT.
INILAH PERSOALAN MENDASAR PERBEDAAN DIPO DAN MPO
BUKAN LAGI HANYA PADA KATA "ISLAM DI MPO" DAN "PANCASILA
DI DIPO"
PERBEDAAN SEKARANG TERLETAK PADA:
"ISLAM = NDP, DI DIPO"
"ISLAM = KHITTAH PERJUANGAN, DI MPO"
TAFSIR ISLAM INILAH YANG MEWARNAI PERBEDAAN YANG ADA
KANDA
TIDAK SESEDERHANA KATA ISLAM DAN PANCASILA SEMATA.
> Af1 jika ada kata2 yang menyinggung tapi ini hanyalah
>sebagai bentuk
> ukhuwah & kecintaan pada HMI & seluruh kader
>hijau-hitam.
AKU JUGA MELAKUKANNYA DEMI UKHUWAH, DAN SEMANGAT SALING
BERTABAYYUN.
KALAU MAU SERIUS MENGURUSI PERBEDAAN DAN PERSAMAAN DIPO
DAN MPO, JANGAN CUMA LIHAT BAHWA DIPO SUDAH ISLAM LAGI....
MOHON MENILAI SECARA SERIUS
JANGAN MENYEDERHANAKAN MASALAH
MESKIPUN INI TIDAK BERARTI BAHWA PERSOALAN HARUS DIPERUMIT
LHO.
> Billahi taufiq wal Hidayah
> Wassalamu'alaikum wr.wb
ASSALAMU ALAIKUM.
+++++++++++++++
HMI Dipersimpangan Jalan : Merajut Harapan dan Tantangan
Harry Azhar Azis
Merupakan suatu keniscayaan sejarah, bila gerak suatu organisasi mengikuti model
pendulum yang terus berayun secara zig zag mengikuti ritme dan dimanika yang
merupakan hasil dari proses interaksi antara struktur dan aktor dalam organisasi
tersebut. Hal yang sama terjadi pada HMI yang merupakan salah satu organisasi
Mahasisa Islam terbesar di Indonesia juga mengalami periode gerak pendulum yang
bergerak keatas yang merepsentasikan periode keemasan dan kebawah yang
merepsentasekan periode krisis kader.
Memasuki satu dekade terakhir, dikalangan internal HMI, baik kader HMI maupun
Alumni HMI berkembang autokritik tentang mulai nampaknya gejala degradasi
kualitas sistem perkaderan HMI atau degradasi kualitas intelektual HMI. Begitu pula
kritik atas perilaku sejumlah alumni HMI yang dianggap menyimpang dari norma-
norma yang diajarkan dalam proses kaderisasi HMI. Sebutlah, misalnya, bahwa
beberapa koruptor yang terungkap adalah alumni HMI tidak secara otomatis dapat
diserahkan pertanggungjawabannya kepada sistem perkaderan HMI. Masih banyak
alumni alumni yang tidak terkontaminasi oleh perilaku korupsi atau kejahatan
lainnya, yang bekerja dengan sungguh-sungguh dan memegang teguh norma-norma
ajaran yang diterimanya ketika menjadi anggota HMI.
Maka dalam kerangka itu, menjadi strategis untuk menjadikan pelaksanaan Kongres
HMI XXVI di Palembang pada Akhir juli 2008 sebagai momentum untuk
memikirkan secara lebih detil dan memetakan tentang sejumlah tantangan untuk
keluar daeri periode krisis kader HMI. Tulisan singkat ini mencoba melihat apa yang
seharusnya menjadi perhatian PB HMI untuk dua tahun mendatang, yang mungkin
saja merupakan suatu periode HMI yang krusial untuk masa-masa selanjutnya.
Kembali ke Perkaderan
Sementara network HMI banyak dipuji kalangan luar, perkaderan HMI justru
mendapat sorotan negatif kalangan alumni HMI dan juga sebagian anggota HMI. Cak
Nur pernah minta HMI dibubarkan karena sistem perkaderan HMI ternyata tidak
mampu menghasilkan alumni yang “insan kamil.” Kasus-kasus korupsi yang
melibatkan beberapa alumni HMI menjadi tema utamanya, walau mungkin koruptor
yang bukan alumni bisa saja lebih banyak lagi. Mungkinkah ia hanya berwacana atau
sekedar memberikan shock terapy bahwa sesuatu harus diperbaiki dalam perkaderan
HMI? Walau pertanyaan-pertanyaan itu bisa saja bersifat educatainment, hasil
perkaderan HMI memang harus diuji oleh outputnya, yaitu alumni HMI. Di banyak
universitas maju, kebanggaan atas universitas itu salah satunya adalah apabila para
alumninya dapat menduduki jabatan-jabatan penentu dengan gaji yang tinggi. Di
dunia politik atau juga birokrasi, memang banyak alumni HMI. Mungkin berikutnya
adalah dunia intelektual, perguruan tinggi dan aktivitas sosial. Di dunia bisnis,
mungkin dapat dihitung dengan jari. Sayang, HMI atau KAHMI tidak memiliki data
yang akurat sehingga kita memperoleh informasi, misalnya, tentang value added dan
produktifitas para alumni secara periodik.
Brand image HMI sebagai organisasi pencetak pemimpin memang memukau. Tetapi
pemimpin apa? Pemimpin yang bagaimana? Mungkinkah kita terlalu berharap banyak
terhadap sistem perkaderan HMI, sementara added value bagi mahasiswa yang
menjadi anggota HMI sulit diukur melalui komptensi maupun karakternya? Berbeda
dengan suatu perguruan tinggi yang relatif memilik data tentang kompetensi awal
mahasiswa yang diterima di perguruan tinggi tersebut sehingga output akhirnya bisa
diukur. Di HMI, mungkin karena karakter voluterisme para angotanya, data seperti itu
memang hampir tidak mungkin dimiliki. Kalau begitu, apa yang mungkin dilakukan?
Inilah pertanyaan dasar bagi PB HMI sekarang, yang bisa saja dijawab melalui
semacam needs simulation para anggota dan masyarakat terhadap HMI. Mirip seperti
menjawab Panglima Besar Sudirman ketika menyatakan bahwa HMI adalah Harapan
Masyarakat Indonesia. Apa itu? Proses selanjutnya adalah proses manajemen
organisasi, yang lazim disebut strategic management atau kadang-kadang disebut juga
sebagai visionary management.
Perkaderan HMI memang harus meluas (widening) dan mendalam (deepening). Dari
bersifat administrative menjadi institutional leadership. Karena keahlian HMI adalah
mencetak pemimpin, maka fokus perkaderan HMI melahirkan pemimpin dari yang
bertumpuk di suatu bidang (politik atau birokrasi) menjadi ke semua bidang
kepemimpinan. Tentu ini tidak mungkin dilakukan oleh PB HMI satu periode saja.
Apabila HMI kembali dengan serius menekuni kegiatan perkaderannya, yang terus-
menerus dimodifikasi sesuai perkembangan kebutuhan, dan tantangan zamannya,
tampaknya kecemasan atas merosotnya mutu perkederan organisasi ini tdak perlu
muncul lagi di masa datang. BIla tidak, bila HMI terlalu terpukau oleh “kebesaran”
networking para alumninya, bila HMI makin terjerumus dengan kegiatan politik
praktis, bila HMI terlalu responsif terhadap situasi yang bersifat current event, maka
organisasi ini secara pasti akan semakin menjadi myopic, minat mahasiswa untuk
menjadi anggotanya semakin minimal dan seterusnya, dan seterusnya. Karena
peristiwa-peristiwa datang dan pergi, kemampuan menagkap essence perubahan,
dengan memahami gejala-gejalanya atau tanda-tandanya, adalah kemampuan yang
telah terbukti diperani oleh HMI selama 61 tahun sejarahnya. Karena itu, peran
sesungguhnya HMI bukanlah lagi sekedar menjaga eksistensi dirinya, tetapi selalu
mencari dan menemukan kembali substansi perannya dalam zaman yang terus
berubah ini. Itulah sesungguhnya tugas utama setiap pengurus HMI, di semua
tingkatannya, seusai sifat independensinya dalam situasi masyarakat dunia yang
makin terinterdependensi.
++++++++++++++++++
(Refleksi kecintaan kader HMI ditengah badai krisis yang
menimpanya)
Untuk kita harus sadar sesadar – sadarnya, bahwa kita ber-HMI bukan hanya
untuk rame-rame, sok aktivis, tetapi kita disini adalah belajar dan berjuang.
Hakikat berjuang di HMI bukan setelah menjadi alumni HMI tetapi saat ini
kita juga adalah pejuang, HMI adalah alat perjuangan kita . Organisasi
perjuangan akan terasa perannya bila organisasi itu kuat dan solid.
Bagaimana dan seperti apa jalan untuk menguatkan HMI kembali ? mari kita
jawab dengan pleno ini.
Karena kita telah menyintai HMI maka kita kita harus berjuang dengan HMI,
kita buktikan kecintaan kita dengan ketulusan hati dalam wujud mencipta dan
mengabdi. Kita harus tetap mencintai HMI meski kita tak pernah “katakan
cinta” pada HMI.
Billahitaufiq Walhidayah.
+++++++++++++++++++++++++
Tesis di atas setidaknya bisa dibuktikan dari aktivitas kader HMI yang tidak lagi
merindukan semangat kepemimpinan dan intelektualisme. Di samping itu, secara
internal, sistem kaderisasi HMI tidak mampu dikembangkan secara antisipatif dengan
kebutuhan zamannya. Prestasi kebesaran HMI berhenti pada sekitar tahun 1980-an.
Setelah itu tidak muncul lagi gerakan-gerakan yang mampu merespon zamannya.
Kejayaan masa lalunya malah membuat para aktivisnya yang lahir pasca tahun 1980-
an terpenjara di bawah kebesaran para pendahulunya (Nabil:2008).
Kecenderungan paling kuat, program dan aktivitas HMI sekarang senang beraktivitas
di luar kampus. Misalnya membuat kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan
kampus. Termasuk, ketika menggelar diskusi juga tidak di ruang ini (baca: kampus).
Kondisi lemahnya penguasaan HMI di kampus harus disikapi, di tengah era
kebebasan, dan beragamnya berbagai elemen-elemen gerakan mahasiswa, HMI harus
memiliki strategi yang tepat untuk mengambil positioning di tengah-tengah kehidupan
kampus (Syafei: 2008).
HMI harus back to campus, makna HMI back to campus adalah bagaimana program
kerja komisariat maupun Cabang bersinergis terhadap kebutuhan mahasiswa kekinian
kalau HMI tidak mau back to campus, bubarkan saja HMI, biar ramai [] Dodo
Lemahnya gerakan dan tradisi intelektual di atas telah membawa HMI lebih banyak
berorientasi “politis praktis” dengan berbagai ketegangan internalnya. Dari persoalan
internal itulah kemudian independensi HMI mendapat berbagai tantangan dan
tentangan yang cukup kuat, terutama sejak Kongres XVI di Padang tatkala pihak
eksternal organisasi ikut “nimbrung” di dalamnya, yang akhirnya HMI terpecah
menjadi dua, HMI (Dipo) pro rezim orde baru berasaskan Pancasila dan HMI (MPO)
tetap berasas Islam. Walaupun HMI (Dipo) telah kembali keasas Islam, dua HMI
yang pisah “van tapel en bed” ini belum rekonsiliasi, karena keduanya menganggap
paling berhak atas HMI yang diwariskan oleh Lafran Pane ini, “quo vadis HMI (Dipo
dan MPO) ?
Mas Kris
++++++++++++++++++++++++++++++
otokritik himpunan
Sejak berdirinya HMI 14 rabiul awal 1336 H.bertepatan dengan tanggal 5 februari
1947,Himpunan Mahasiswa Islam yang didirikan oleh para Mahasiswa Tingkat
Sekolah Tinggi,baik Sekolah Tinggi Islam maupun Sekolah Tinggi Umum.dengan
pencetus dan pemakrasanya yaitu oleh Lafran Pane agaknya memang HMI satu-
satunya Organisasi Mahasiswa Islam yang Independent.ia lahir tanpa campur tangan
pihak luar maupun di cetuskan oleh mahasiswa itu sendiri, menurut catatan sejarah
yang dimilikinya,organisasinya lahit di ruang kuliah dengan semangat kebangsaan
yang tinggi.kofigurasi politik,sosial,ekonomi,pendidikan,agama dann kebudayaan
bangsa turut memetangkan kelahiran dan keberadaanya di tengah-tengah bangsa.
"Pemahaman tentang Islam ini yang harus dibenahi oleh HMI kedepan. Kaderisasi
HMI harus lebih difokuskan pada pemahaman Islam yang benar. Di akhir zaman ini
umat Islam banyak menghadapi tantangan dan fitnah, terutama fitnah kebodohan yang
menimpa kaum muslimin. Jangan sampai HMI tergerus arus dan hanyut dalam
kebodohan itu.”
Himpunan Mahasiswa Islam atau yang dikenal dengan HMI merupakan
organisasi mahasiswa yang mempunyai sejarah cukup panjang. Ia lahir dari sebuah
keprihatinan atas kondisi bangsa dan umat Islam yang saat itu sangat terpuruk dan
terbelakang dalam segala aspek, baik moral, mental, kemandirian dan intelektualitas.
Oleh karena itu, tujuan didirikannya HMI itu pun tidak lepas dari semangat itu,
yakni untuk melakukan syiar Islam dan memajukan bangsa Indonesia.
DR Agus Salim sitompul salah seorang yang selama ini aktif dalam menulis sejarah
perjuangan HMI mencatat,kondisi Obyektif yang mendorong berdirinya HMI terdiri
dari tiga hak mendasar yaitu:
1.adanya kebutuhan penghayatan keagamaan di kalangan mahasiswa islam yang sedang
menuntut ilmu di peguruan tinggi,yang selam itu yang belum mereka nikmati
sebagaimana mestinya,karena pada umumnya mahasiswa-mahasiswa belum
memahami dan kurang mengamalkan ajaran agamanya,sebagai akibat dari sistem
pendidikan dan kondisi masyarakat kala itu.
2.tuntutan perjuangan kemardekaan bangsa Indonesia,yang ingin melepaskan diri,dan
bebas dari belenggu penjajahan.
3.adanya sekolah tinggi sebagai ajang dan basis yang di jadikan wahana mewujudkan
cita-cita untuk merubah kondisi umat islam terutama bangsa Indonesia itu
sendiri.apalagi secara sosiologis bangsa Indonesia mayoritas berpenduduk
islam.sehingga pemikiran-pemikiran pembaharuan itu akn memperoleh sambutan
positif dari kalangan perguruan tinggi dan mahasiswa sebagai pusat kebudayaan.
HMI yang kini telah berusia lebih dari 61 tahun (5 Februari 2008) dan hampir
mempunyai kader di seluruh perguruan tinggi di Indonesia dan kader-kadernya
tersebar di seluruh nusantara tidak besar dan eksis seperti saat ini. Awal berdirinya
HMI penuh dengan dinamika dan tantangan yang cukup hebat. Terutama masa-masa
awal kemerdekaan, di mana HMI vis a vis langsung dengan kaum penjajah.
Pada fase berikutnya HMI juga mengahadapi tantangan dari dalam, yakni pada
masa pemerintah Orde Lama. Sebagaimana kita ketahui bahwa saat itu pemerintahan
Soekarno begitu kuat dan didukung penuh oleh kekuatan Partai Komunis Indonesia
(PKI). Sehingga PKI pada saat itu dengan berbagai cara berupaya untuk
membubarkan HMI. Tetapi alhamdulillah Allah melindungi sehingga Orde Lama
Soekarno berpihak kepada HMI dan HMI tidak jadi dibubarkan.
Di masa Orde Baru, gerakan-gerakan yang mengarah pada pengkerdilan
eksistensi dan perjuangan HMI juga sering terjadi, baik yang direncanakan maupun
yang tidak. Gerakan yang dampaknya paling terasa hingga kini adalah ketika
pemerintah Orde Baru Soeharto memberlakukan asas tunggal Pancasila bagi seluruh
organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan (kemahasiswaan).
Tak pelak kebijakan tersebut membuat HMI berada di persimpangan jalan antara
kelompok yang ingin terus mempertahankan asas Islam dengan kelompok yang ingin
menggunakan asas Pancasila.
Memandang keberadaan HMI pada ghalibnya adalah organisasi
perjuangan.karena sejak awal ia tumbuh sebagai wadah pembinaan dan
pengembangan kader umat islam dan kader muda bangsa ini.HMI bisa sebagai
cerminan yang menjadi harapan bangsa dan masyarakat Indonesia,selama puluhan
tahun keberadaanya HMI tak pernah surut menempatkan dirinya,sebagai organisasi
mahasiswa kader,organisasi kader dan perjuangan yang mampu tampil sebagai ovent
garde
Semangat pembaharuan yang terpelihara di setiap jiwa kadernya dan HMI bisa di
katakan sebagai pelopor dan bukan pengekor,organisasi perjuangan HMI sebagai
forum pembinaan dan pengembangan kader umat islam dan bangsa
Indonesia.sekaligus teguh pendirian,sebagai bagian dari masa depan umat dan bangsa.
Nyaris pasca Nurcholish Madjid, Ahmad Wahib, Kuntowijoyo, Mukti Ali, dan
beberapa generasi setelahnya, HMI mandul dalam melahirkan pemikir muslim
berwawasan kebangsaan. Spirit kebangsaan HMI lebih kuat disalurkan dalam gerakan
politik daripada kerja-kerja intelektual. Mimpi menjadi intelektual digerus oleh hasrat
untuk menjadi politisi.
Dalam perjalanannya pada usia 61 tahun, Islam-kebangsaan yang menjadi tonggak
spirit perjuangan HMI harus direnungkan kembali oleh kader-kader HMI yang
berkecimpung saat ini.
Diposkan oleh ARI WIBOWO di 20:48