Anda di halaman 1dari 4

ESSAY

SENIOR COURSE (SC)


CABANG CIPUTAT

NAMA:

MUHAMMAD FACHRI MUZAQI S

CABANG CIPUTAT
GENERASI MILENIAL DALAM PERKADERAN HMI

Konsep millennial dalam paradigma politik menjadi salah satu ketertarikan


sendiri bagi seluruh kalangan baik akademisi, aktivis dan politisi sekalipun. Salah
satu faktor mendasar adalah generasi tersebut memiliki peran penting untuk
menentukan masa depan Indonesia dari berbagai sektor.
Generasi millennial merupakan salah satu konsep yang mulai
dikembangkan oleh Manheim salah  seorang pemikir sosiologi yang melihat
perubahan terjadi di setiap generasi dan selalu membentuk kelompoknya sendiri,
hal ini didasari bahwa pada gerenasi yang lebih muda tidak dapat bersosialisasi
dengan sempurna kepada generasi tua karena adanya perbedaan nilai dan
pengalaman sehingga menjadi batasan tersendiri. Maka hal demikian dengan
secara tidak langsung dapat diilhami bahwa tidak semua kader Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) memiliki pengalaman yang sama serta tantangan yang
sama.
Munculnya generasi millennial ditantadi dengan maju dan berkembangnya
teknologi informasi yang semakin masif (perilaku baru pada generasi dan menjadi
pertanda suatu generasi). Generasi ini juga sering disebut sebagai generasi “Y”
yang lahir dikisaran tahun 1980-2000, asumsi tersebut berangkat dari pandangan
Manheim dalam esainya yakni The Problem of Generation yang mellihat
perubahan generasi.
Sebagai kader HMI pastinya memiliki tafsiran tersendiri mengenai konsep
generasi millennial dan masa depan organisasi, akan tetapi yang menjadi tolak
ukur untuk menentukan analisa adalah berangkat dari acuan yang digunakan
dengan landasarn teori yang jelas. Kader dalam arti yang singkat adalah
sekelompok orang yang terorganisir dan digodok secara terus menerus dan
menjadi tulang punggung organisasi. Dalam tafsiran lain seperti Albert Sidney
Hornby seorang ahli tata bahasa Inggris kisaran tahun 1978-1998 yang
mendefinisikan cadre atau kader adalah Cadre is small group of people who are
specially chosen and tarined a particular purpose. Maka sangat tepat kiranya jika
kader merupakan individu yang memiliki peran besar dalam menentukan masa
depan organisasi.
Sejarah panjang HMI telah menjadi catatan bagi kita, secara tidak
langsung yang berangkat dari berbagai macam tantangan HMI dari masa ke masa
baik dari fase konsolidasi sampai pada fase pergolakan pemikiran,  namun yang
menjadi fase paling berat adalah fase pergolakan pemikiran yang sampai saat ini
masih belum muncul fase baru secara kesepahaman bersama di dalam tubuh HMI,
itu artinya seluruh kader HMI masih berada pada fase ini dan akan terus
melahirkan kader dengan kapasitas pemikiran yang menjadi acuan bagi seluruh
kader secara kompleksitas dan seluruh masyarakat Islam Indonesia pada
umumnya. Namun untuk menentukan masa depan HMI adalah berangkat dari
desain perkaderan yang menjadi prioritas utama seluruh penerus, terutama
pengurus Komisariat (sebagai landasan perkaderan HMI yang ideal) maka akan
ditopang oleh semua elemen pengurus HMI secara struktural.
Barometer yang digunakan untuk menentukan masa depan HMI adalah
melihat perilaku kader HMI saat ini. Seperti yang terlahir sebelumnya beberapa
tokoh HMI yang mewarnai pergolakan pemikiran akademis maupun politik di
Indonesia yakni Ab Wahid, Cak Nur, Akbar Tanjung, Mahfud MD dan beberapa
tokoh lainnya yang seringkali dijadikan sebagai ikon HMI dalam masa perkenalan
HMI secara kapasitas.
Beberapa tokoh di atas berangkat dari aktivitas perkederan HMI seperti
yang dijalankan pada saat ini, akan tetapi terdapat beberapa perbedaan yang cukup
signifikan yakni proses menuju pada kematangan pengetahuan. HMI tumbuh
sebagai organisasi yang mengedepankan aspek ke-Indonesiaan, Ke-islaman serta
ke-ummatan, maka ditopang dengan aktivitas diskursus dan penguatan bacaan-
bacaan serta karya yang menggambarkan kapasitas pengetahuan yang dimiliki
oleh kader HMI.
Menarikanya adalah, HMI memiliki kepekaan pada wilayah
keIndonesiaan, dimana hampir seluruh aktivitas Negara (politik), HMI terus ikut
ambil bagian di dalamnya seperti halnya HMI kawal demokrasi, HMI dan pemilu
cerdas, HMI tidak terima suap dan isu-isu politik lainya.
Menjaga tiga komitmen HMI terkesan pinjang atau berjalan satu kaki (ke
Indonesiaan) sehingga ini menjadi cikal untuk menentukan masa depan HMI
adalah konsen pada wilayah politik, kader HMI secara tidak langsung lebih
tertarik ketika membicarakan soal politik tidak memandang basic keilmuan (tidak
menyalahkan akan tetapi disiplin ilmu yang ditekuni harus menjadi ikon capaian
tujuan HMI). Ditambah lagi dengan alumni HMI yang semakin banyak berkiprah
di bidang politik (sekalipun ada yang memiliki profesi lain akan tetapi tidak
terlalu nampak seperti alumni yang berkarir di politik, sehingga ini menjadi
ketertarikan sendiri di kalangan kader HMI).
Maka tidak bisa dipungkiri bahwa akan ada komunikasi yang terbangun,
sekalipun bukan pada ranah politik, tetapi kader memiliki ketertarikan sendiri
untuk menjadi politisi, minimal sebagai orang yang terlibat dalam politik. Secara
wacana yang mulai menguat adalah akan adanya lembaga politik di dalam tubuh
HMI, entah dalam bentuk badan atau partai tapi yang jelas sebagai wadah untuk
pendistribusian kader yang memiliki minat tentang politik. Maka ini adakan
menjadi ketertarikan bagi kader untuk ikut bergabung sebagai anggota badan atau
lembaga tersebut (salah satu motivasi adalah bersilaturahmi sebatas senior-junior
dan sama-sama berjuang atas terwujudnya tujuan HMI yang berangkat dari
instrument politik). Sementara lembaga kajian dan diskusi saat ini memiliki nilai
jual yang semakin menurun sehingga kader yang akan lahir secara ideologi dan
kuat secara pengetahuan akan terus minim.

Anda mungkin juga menyukai