Anda di halaman 1dari 16

PERANAN NILAI-NILAI INDEPENDENSI HMI DALAM

KANCAH POLITIK NASIONAL

Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti Intermediate Training (LK II)

HMI Cabang Sinjai

Disusun Oleh:

A. ALDIN ALFATHAYAT

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM CABANG BONE

KOMISARIAT UPP PGSD FIP UNM BONE

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah, sebagai Dzat Yang Maha Kuasa atas segala
wujud yang terhampar di dunia ini. Shalawat kepada nabi Muhammad SAW.
Seorang pejuang berbudi luhur sehingga membawa makna tersendiri dalam
sebuah ajaran terstruktur, sistematis dan massif yang sekarang kita yakini yaitu
islam. Ucapan terima kasih penyusun ucapkan kepada HMI komisariat UPP
PGSD Bone yang banyak memberikan pembelajaran yang berarti. Terima kasih
juga penyusun sampaikan kepada para senior dan alumni yang bersedia
membimbing dan memotivasi untuk mengerjakan makalah dengan judul: Peranan
Independensi HMI dalam Kancah Politik Nasional.

Makalah ini membahas tentang kedudukan indenpendensi HMI yang


menjadi watak HMI mampu menjadi kekuatan yang bersumber pada nilai-nilai
ruhani dan spriritual yang tinggi sehingga mencapai pada kebenaran yang hakiki
dalam merealisasikan moral politiknya .

Babakan perjuangan umat saat ini sudah seharusnya menggunakan


intelektualitas dikarenakan tuntutan zaman, dalam artian masyarakat umum lebih
mengedepankan hal-hal yang bersifat materialis. Untuk itu garis perjuangan
tersebut seharusnya tertanam dalam aktivitas HMI dalam perjuangan di Indonesia
nantinya.Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini dan
memohon maaf untuk segala kekurangan yang terdapat dalam makalah ini.

Bone, 6 Juli 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ .................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................... .................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................ .................. 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... .................. 1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................ .................. 1
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Independensi HMI dan Politik...................................... .................. 3


2.2 HMI dan Politik di Indonesia ......................................................... .................. 4
2.3 Hubungan Independensi HMI dengan Politik ................................ .................. 6
2.4 Independensi HMI dengan Politik Nasional ................................... .................. 7
2.5 Penerapan Independensi HMI di Masa yang akan datang .............. .................. 10
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. .................. 13


B. Saran ........................................................................................... .................. 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... .................. 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara demokrasi, dengan kekuasaan tertinggi


berada ditangan rakyat memiliki peranan penting dalam aspek kehidupan
bernegara. Oleh karena itu sangatlah penting masyarakat untuk
mengetahui tentang cara berkehidupan berbangsa dan bernegara atau
dengan kata lain berpolitik. Tanda adanya kesadaran politik, maka tingkat
partisipasi politik masyarakat juga rendah yang dapat berdapak pada
terhambbatnya pembangunan nasional. Kesadaran politik dapat diperoleh
melalui beberapa hal, salah satunya adalah dengan mengikuti organisasi,
terutama bagi para mahasiswa untuk mengikuti organisai kemahasiswaan.

HMI sebagai organisasi yang berasaskan islam maka setiap gerak


dan langkah HMI senantiasa dilandasi oleh ajaran islam baik dalam
kehisupan berorganisasi maupun yang tercermin dalam pola pikir, sikap
dan aktivitas kader HMI. Bersamaan dengan itu ditengah kritisme dan
pesimisme banyak kalangan aktivis dan alumninya aka menyimpan
sejumlah optimism bahwa HMI akan tetap menjadi anak kandung umat
(rakyat) bang Indonesia sepanjang masih memiliki visi, misi dan tujuan
yang tak pernah berubah dari cita-cita awal didirikannya HMI.

Lantaran sebagai oranisasi kemahasiswaan islam tertua di


Indonesia, HMI memang bukan sebagai organisasi politik melalui
independensinya. Dalam perspektif semacam itu kekhawatiran terhadap
intervensi kekuatan politik dan ekonomi alumninya, atau kekuatan politik
bernegara tampaknya tidak perlu untuk dirisaukan. HMI memiliki
kekuatan politik bukan pada proses dukung mendukung atau tolak
menolak berdasarkan kalkulasi dan perhitungan politik kekuasaan, lebih
dari sekedar itu HMI masih memiliki komitmen yang kuat bagi tumbuh
suburnya masyarakat madani atau civil society di Indonesia.

2
1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan tersebut penulis


merumuskan beberapa permasalahan yang menjadi pembahasan pada
makalah ini, yaitu:
1. Apa pengertian dari independensi dan politik?
2. Bagaimana HMI dan politik di Indonesia?
3. Bagaimana hubungan HMI dan politik di Indonesia ?
4. Apa hubungan independensi HMI dengan politik?
5. Bagaimana peran indenpendensi HMI di masa yang akan datang ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari indeoendensi dan politik


2. Untuk memgetahui HMI dan politik di Indonesia
3. Untuk mengetahui hubungan dan politik di Indonesia
4. Untuk mengetahui independensi HMI dengan politik
5. Untuk mengetahui peran independensi HMI dimasa yang akan datang

3
BAB II

PEMBAHASAN

1.2 Pengertian Independensi HMI dan Politik

A. Independensi
Independensi bukanlah sebuah kata asing bagi kader-kader HMI
namun terkadang kebanyakan tidak mengetahui esensi dari
inependensi tersebut.dalam hal ini penulis mencoba menjelaskan
independensi dalam perspektif HMI. HMI membagi karakteristik
independensi kedalam dua hal3.yang keduanya memiliki makna atau
esensi yang sama namun hanya saja cakupannya yang berbeda.
Pembagian karakteristik tersebut yaitu:
1. Independensi etis
Yaitu sifat independensi yang pada hakikatnya sifat yang
sesuai dengan fitrah kemanusiaan.Independensi etis tersebut hanya
melekat dalam kaitannya dengan kodrat manusa sebagai hamba
yang hanief (cenderung pada kebenaran).
2. Independensi organisatoris
Bahwa dalam keutuhan kehidupan nasional HMI selalu
melakukan partisipasi aktif , konstruktif, korektif, dan
konstitusional agar perjuangan bangsa dan segala usaha
pembangunan demi mencapai cita-cita semakin hari semakin
terwujud.

Cakupan independensi tersebut mengidentifikasikan


karakteristik person dan organisasi untuk mampu bertindak secara
aktif dadlam garis perjuangan bangsa.

B. Politik
Secara etimologi politik berasal dari bahasa Yunani: politikos,
yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga Negara.
Kaitannya dengan politik dalam masa nusantara klasik maka tidak

4
lepas dari proses masuknya islam ke Nusantara dengan berbagai
cara namun tujuan utama tidak terlepas dalam proses tersebut.
politik yang digunakan dalam proses masuknya islam dengan
metode harmonisasi yang dijalin oleh para mubaligh tersebut
terbukti berpengaruh besar terhadap perkembangan islam.
Azyumardi Azra berpendapat :
“kelas pedagang yang menggunakan hartanya dan kekayaan
mereka untuk kepentingan dakwah yang sangat berbeda dengan
penyebaran islam ke wilayah lainnya yang mengalami politik
ekspansi militer dan penaklukan serta kekuatan politik, para
peneliti tentang penyebaran islam ke Nusantara pada umumnya
sepakat menyatakan bahwa islamisasi di kawasan ini umumnya
dilakukan dengan jalan damai.”
Harmonisasi yang dilakukan para mubaligh tersebut
mengakibatkan adanya interaksi emosional yang terjalin antara
penduduk bumiputera dengan para mubaligh yang umumnya
merupakan saudagar adan pedagang sehingga islam mudah
diterima ditengah mereka.

2.2 HMI dan Politik di Indonesia

Sejarah dinamika politik di Indonesia, mencatat berlangsungnya


transisi kekuasaan dari negara otoriter yang didominasi militer ke sistem
demokrasi sipil. Transisi kekuasaan tersebut menandai berakhirnya
kekuasaan Soeharto sebagai Presiden RI pada 21 Mei 1998 yang
memimpin Indonesia lebih dari 32 tahun. Mundurnya Soeharto adalah
awal dari runtuhnya rezim Orde Baru menuju Era Reformasi. Transisi
kekuasaan tersebut juga berdampak pada perubahan politik secara dramatis
di Indonesia, semua menjadi saksi masuknya situasi yang disebut sebagai
liberalisasi politik.

5
Sebagaimana diketahui, perjuangan tegaknya demokrasi bagi HMI
tidak bisa dipisahkan dari dua komitmen yakni keislaman dan
keindonesiaan (Sitompul, 2008:13). Kedua komitmen tersebut merupakan
hasil dari pemikiran HMI yang tidak bisa dilepaskan dari realitas sosial-
keagamaan yang ada di Indonesia. Seperti yang diungkapkan Lafran pane
bahwa sikap akomodatif HMI tersebut merupakan kodrat bagi organisasi,
karena menurutnya, HMI adalah nasionalis dahulu, baru kemudian Islam
(Forum Pemuda, 1983). HMI tumbuh pada masyarakat pluralis dan
mejemuk.
Sikap akomodatif ini paling menonjol ketika periode demokrasi
terpimpin, HMI selalu berusaha menunjukkan diri berada sejalan dengan
garis revolusioner rezim orde lama. Pada waktu itu, Sulastomo menjadi
Ketua Umum Pengurus Besar (selanjutnya disingkat PB) HMI periode
1963-1966, bahkan sampai ketika Soekarno secara de facto tidak berkuasa
lagi (Sulastomo, 1989: 46). HMI selalu mengambil sikap moderat, bahkan
cenderung akomodatif, ketika berhadapan dengan kebijaksanaan
pemerintah terutama yang tampak represif hingga sampai akhir tahun
1970-an.

Pada masa orde baru, HMI dihadapkan dengan situasi yang cukup
berat yakni perdebatan mengenai rehabilitasi dari partai Masyumi, wacana
pembaharuan pemikiran Islam oleh Nurcholis Majid, hingga kepada
kebijakan pemerintah yang memaksa diberlakukannya azaz tunggal
Pancasila yang kemudian berdampak pada perpecahan di internal HMI,
antara pendukung azaz tunggal dan Islam. Bagi HMI yang tidak setuju
dengan azaz tunggal mengadakan Kongres dengan mendirikan HMI MPO
(Majelis Penyelamat Organisasi).

Di era reformasi, HMI terlibat dalam demonstrasi yang turut


membantu mempercepat peralihan kekuasaan. Habibie setelah disumpah
sebagai Presiden oleh MPR, mengambil langkah cepat dengan mengangkat
Syarwan Hamid sebagai Menteri Dalam Negeri yang baru untuk segera

6
mengangkat dan memberi mandat kepada Tim tujuh untuk merevisi
undang-undang politik. Tim tujuh ini diketuai oleh Ryaas Rasyid, dengan
anggota Ramlan Surbakti, Andi Mallarangeng, Afan Gaffar,
Djohermansyah Djohan, Luthfi Mutty dan Anas Urbaningrum (Ambardi,
2009:100). Keterlibatan Anas Urbaningrum dalam Tim Tujuh, yang pada
waktu bersamaan masih menjabat Ketua Umum PB HMI
merepresentasikan bentuk perjuangan HMI yang lebih praktis dalam
memperjuangkan tegaknya demokrasi di Indonesia.

2.3 Hubungan Independensi HMI dengan politik

A. Independensi HMI sebagai Grundnorm


Dalam ilmu Hukum dikenal dengan Teori Stufenbau yang terdapat
istilah Grundnorm( norma yang paling mendasar ) didalamnya. Teori
tersebut dipopulerkan oleh Hans Kelsen dalam eksperimennya untuk
menemukan sebuah norma yang menjadi keharusan bagi sebuah
rechtpersoon (subjek hukum). Penulis mencoba mengambil analogi
dari istilah grundnorm tersebut untuk dijadikan hubungan antara
Independensi dengan politik islamisasi.
Di HMI terdapat Norma dan Nilai yang sangat mendasar bagi
seluruh kader HMI baik secara pemikiran personal maupun secara
aktivitas keorganisasian secara general. Hal tersebut dibuktikan
dengan adanya beberapa tafsir dan ideologi dari HMI.Diantaranya
yang menjadi perhatian penulis ialah Tafsir independensi dan Nilai
Dasar Perjuangan.Independensi seringkali di identifikasikan sebagai
watak HMI secara general. Watak azasi dari kader HMI teraktualisasi
secara riil melalui watak dan kepribadian serta sikap-sikap yang:
- Cenderung pada kebenaran (hanief)
- Bebas, terbuka dan merdeka
- Befikir rasional dan kritis
- Progresif dan dinamis
- Demokratis, jujur dan adil

7
Karakteristik tersebut sangat berpengaruh jika diantara masing-
masing indikator sikap diatas tercermin dalam perilaku kader
HMI.Dewasa ini sering sekali oknum di HMI kehilangan
independensinya dengan terseret arus kekuasaan yang menjadikan
pelemahan terhadap eksistensi dan marwah organisasi.Dalam konteks
ini Independensi HMI adalah institusionalisasi sikap, pandangan
hidup, dan karakter pribadi. Karakter pribadi itu sebagai modal sosial
untuk berpendirian teguh sebagai watak idealis HMI. Hal ini senada
dengan ayat Al-qur’an, diantaranya:
“ Maka tetaplah kamu kepada jalan yang benar, sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta
kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS.Hud,11:112).

2.4 Independensi HMI dalam politik nasional

Dalam mewujudan tujuan HMI, “terbinanya insan akaddemis,


pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas
terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”, HMI
memiliki kekuatan indenpendensi yang bersumber pada nilai-nilai ruhani
dan spiritual yang tinggi bahwa hakekat kemanusiaan setiap manusia akan
selalu cenderung kepada nilai-nilai kebenaran (hanif)

Kecenderungan setiap manusia kepada nilai-nilai kebenaran (hanif)


itu pula yang meletakkan posisi independensi HMI berdasarkan nilai-nilai
perjuangannya pada nilai-nilai kebenarannya yang paing hakiki dalam
merealisasikan moral politiknya, sebagaimana di dalam Al-Quran, “Dan
hendaklah adad diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebaikan, menyuruh keoada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar,
mereka ialah orang-orang yang berntung, (QS. Ali-Imran:104).

“dan orang-orang yang beriman, lelaki danperempuan, sebagian


mereka (ialah) menjadi penolong sebagian lain. Mereka menyuruh

8
(mengerjakan) yang ma’ruf mencegah yang mungjar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka
itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
maha Bijaksana.” (QS. At-taubah:71)

Dengan sandaran yang bersifat transendental itulah maka HMI


memiliki kekuatan politik, tepatnya moral politik yang besar untuk
mendorong hadirnya kehidupan masyarakat madani (civil society) di
Indonesia. Dalam tinjauan yang sangat teoritis kekuatan moral politik HMI
juga mesti mendorong hadirnya komunikasi politik yang makin terbuka
sebagai suatu syarat hadirnya masayarakat madani (civil society)
sebagaimana Gramsci mensyaratkan dua syarat bagi terbentuknya
masyarakat madani (civil society), yaitu: Pertama, sangat tergantung pada
tersedia atau tidaknya sebuah ruang atau pentas bagi pertarungan ide,
gagasan atau ideologi. Karenanya masalah demokrasi dan masyarakat
madani (civil society) tidak bisa dipisahkan dari komunikasi politik.

Kedua, prasyarat bagi kehidupan masyarakat madani (civil society)


adalah lenyapnya feodalisme sebagai ideologi tunggal. Sebaliknya,
feodalisme akan terkikis dengan sendirinya bila daya kritis dan kreatif
masyarakat dibuka. Untuk membuka semuanya ini, perlu diciptakan suatu
“medan komunikasi terbuka”, termasuk komunikasi politik. Bagi aktivis,
kader HMI dan alumni HMI sudah semstinya mendorong kekuatan politik
moral HMI untuk merealisasikan independensinya pada kekuatan untuk
dukung mendukung dan menyeru pada yang ma’ruf dan kebajikan dan
tolak menolak pada kemungkaran, beriman dan mentaati Allah serta
Rasulnya. Bukan pada prakmatisme politik yang bukan menjadi jati diri
HMI.

Tak dapat dipungkiri, bahwa dalam merealisasikan politik


moralnya, HMI menghadapi berbagai tantangan dan problematikanya di
sepanjang perjalanan sejarah HMI. Tantangan dan problematika itu bukan

9
saja datang dari kekuatan tarik-menarik kekuasaan politik kenegaraan akan
tetapi juga dari tarik-menarik kekuatan di dalam internal HMI pada
prakmatisme politik dan idealisme.

Masa depan HMI ditentukan oleh seberapa besar HMI mampu


menghadapi tantangan dan problematika yang dihadapi dengan senantiasa
menjaga nilai-nilai independensinya. Dan dalam menjaga independensinya
itu HMI mesti mengorientasikan perkaderannya tetap pada tiga nilai-nilai
utamanya:

Pertama, nilai-nilai ke-islaman mesti menjadi orientasi bagi


perkaderan HMI. Dengan nilai-nilai ke-islaman yang inklusif, HMI
mampu menciptakan suasana keagamaan yang kondusif dalam kondisi dan
tantangan keagamaan di Indonesia yang terus menghadapi problem
penistaan agama dan menjaga pluralisme di Indonesia. Oleh karena itu,
penting bagi HMI untuk selalu hadir dalam menyelesaikan problem-
problem keumatan secara nyata sehingga HMI akan benar-benar menjadi
anak kandung umat.

Kedua, nilai-nilai ke-indonesia adalah merupakan bagian yang


menjadi orientasi pula dalam perkaderan HMI. Nilai-nilai ke-indonesiaan
itu sebagai wujud bahwa politik moral HMI benar-benar dapat
direalisasikan bagi kemajuan bangsa Indonesia untuk mewujudkan
Indonesia menjadi negeri yang baik dengan Tuhan yang maha pengampun,
Baldatun Thoyyibatun Warobbun Ghofur (QS. Saba: 15), suatu negeri
yang subur makmur, gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo
yang diridhoi Tuhan.

Ketiga, nilai-nilai ke-intelektualan mesti pula senantiasa menjadi


orientasi dalam perkaderan HMI. Perkaderan HMI diorientasikan pada
pengembangan visi intelektual kadernya. Energi yang besar ini akan
menjadi potensial bagi pengembangan HMI menjadi kampus kehidupan
yang paling nyata bagi mahasiswa di seluruh Indonesia.

10
HMI akan mampu membangun nilai-nilai intelektual sepanjang
HMI senantiasa menjadikan setiap perkaderannya menjadi tempat tumbuh
suburnya budaya mendengar, dengan pengembangan budaya dialog,
berdiskusi dan berdebat baik secara formal maupun informal.
Mengembangkan budaya membaca baik dalam makna yang tekstual
maupun konstektual dalam membaca perkembangan zaman yang makin
pesat dan maju, sehingga kader-kader HMI memiliki wawasan intelektual
yang luas dan memiliki analisis yang memberi solusi bagi kepentingan
sebuah kemajuan. Dan mengembangkan budaya menulis untuk menyusun
ide dan gagasan secara konseptual yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan Umat (rakyat) bangsa Indonesia.

2.5 Peranan Independensi HMI di masa yang akan datang

Dalam suatu negara yang sedang berkembang seperti Indonesia ini


maka tidak ada suatu investasi yang lebih besar dan lebih berarti dari pada
investasi manusia (human investment). Sebagaimana dijelaskan dalam
tafsir tujuan, bahwa investasi manusia yang kemudian akan dihasilkan
HMI adalah adanya suatu kehidupan yang sejahtera material, spiritual, adil
dan makmur serta bahagia. Fungsi kekaderan HMI dengan tujuan
terbinanya manusia yang beriman, berilmu dan berperikemanusiaan seperti
tersebut di atas maka setiap anggota HMI di masa datang akan menduduki
jabatan dan fungsi pimpinan yang sesuai dengan bakat dan profesinya.

Hari depan HMI adalah luas dan gemilang sesuai status fungsi dan
perannya dimasa kini dan masa mendatang yang menuntut kita pada masa
kini untuk benar-benar dapat mempersiapkan diri dalam menyongsong
hari depan HMI yang gemilang. Dengan sifat dan garis independen yang
menjadi watak organisasi berarti HMI harus mampu mencari, memilih dan
menempuh jalan atas dasar keyakinan dan kebenaran. Maka
konsekuensinya adalah bentuk aktifitas fungsionaris dan kader-kader HMI
harus berkualitas sebagaimana digambarkan dalam kualitas insan cita

11
HMI. Soal mutu dan kualitas adalan konsekuensi logis dalam garis
independen HMI harus disadari oleh setiap pimpinan dan seluruh anggota-
anggotanya adalah suatu modal dan dorongan yang besar untuk selalu
meningkatkan mutu kader-kader HMI sehingga mampu berperan aktif
pada masa yang akan datang.

12
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Sejauh ini telah dibahas mengenai Independensi HMI dan Politik dari
beberapa aspek dan sudut pandang ahli. Pembahasan tersebut mengidetifikasikan
dan menekankan pada i’tibar terhadap perjalanan sejarah dari perkembangan
poltik di Indonesia mencapai tujuannya. Jejak sejarah tersebut sudah
menunjukkan road map untuk HMI perjuangkan kedepannya dan menghasilkan
beberapa poin penting antara lain. Pertama, keterikatan independensi HMI
sebagai karakteristik untuk menjalankan politik yang berdasarkan pada nilai-nilai
keislaman dan keindonesiaan. Kedua, perlunya terhadap HMI sebagai organisasi
perjuangan menyampaikan syi’ar dengan menggabungkan beberapa konsep
modern. Ketiga, pengaruh kebudayaan sekuler dan liberal mengakibatkan
tergerusnya nilai-nilai keisaman dan keindonesiaan yang hidup ditengah
masyarakat secara umum, nilai tersebut akan mengganggu konstalasi norma yang
sedang berkembang.

3.2 Saran.
Sebagai organisasi yang di isi oleh kaum muda intelektual sudah
sepantasnya HMI meninggalkan budaya-budaya politik organisasi yang orthodoks
secara tematis, pada hakikatnya Independensi yang telah ditanamkan dalam norma
organisasi kiranya menjadi rujukan kembali untuk dijalankan sebaik-baiknya

13
DAFTAR PUSTAKA

Alfian, A. (2013). HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) 1963-1966 Menegakkan


Pancasila di Tengah Prahara, Jakarta: Kompas.

Deden Faturohman. 2003. Pengantar Ilmu politik. Malang. UMM Press

Hasil-Hasil Kongres Himpunan Mahasiswa Islam XXXI. Surabaya, 2021.

Madjid Nurholis.. 2013. Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan. Bandung:


Mizan Pustaka.

Sitompul, Prof. Agussalim. Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam


(1947-1975), Jakarta: cetakan kedua 2008.

Saiful munjani. 2011. Kuasa Rakyat, mizan publika. Jakarta

Tarigam, Azhari Akmal. 2007. Islam Mazhab HMI; Tafsir Tema Besar Nilai
Dasar Perjuangan

UIN Jakarta Press. 2012. Membingkai Perkaderan Intelektual Setengah Abad


HMI. Ciputat.

14

Anda mungkin juga menyukai