Disusun Oleh:
A. ALDIN ALFATHAYAT
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah, sebagai Dzat Yang Maha Kuasa atas segala
wujud yang terhampar di dunia ini. Shalawat kepada nabi Muhammad SAW.
Seorang pejuang berbudi luhur sehingga membawa makna tersendiri dalam
sebuah ajaran terstruktur, sistematis dan massif yang sekarang kita yakini yaitu
islam. Ucapan terima kasih penyusun ucapkan kepada HMI komisariat UPP
PGSD Bone yang banyak memberikan pembelajaran yang berarti. Terima kasih
juga penyusun sampaikan kepada para senior dan alumni yang bersedia
membimbing dan memotivasi untuk mengerjakan makalah dengan judul: Peranan
Independensi HMI dalam Kancah Politik Nasional.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
2
1.2 Rumusan masalah
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Independensi
Independensi bukanlah sebuah kata asing bagi kader-kader HMI
namun terkadang kebanyakan tidak mengetahui esensi dari
inependensi tersebut.dalam hal ini penulis mencoba menjelaskan
independensi dalam perspektif HMI. HMI membagi karakteristik
independensi kedalam dua hal3.yang keduanya memiliki makna atau
esensi yang sama namun hanya saja cakupannya yang berbeda.
Pembagian karakteristik tersebut yaitu:
1. Independensi etis
Yaitu sifat independensi yang pada hakikatnya sifat yang
sesuai dengan fitrah kemanusiaan.Independensi etis tersebut hanya
melekat dalam kaitannya dengan kodrat manusa sebagai hamba
yang hanief (cenderung pada kebenaran).
2. Independensi organisatoris
Bahwa dalam keutuhan kehidupan nasional HMI selalu
melakukan partisipasi aktif , konstruktif, korektif, dan
konstitusional agar perjuangan bangsa dan segala usaha
pembangunan demi mencapai cita-cita semakin hari semakin
terwujud.
B. Politik
Secara etimologi politik berasal dari bahasa Yunani: politikos,
yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga Negara.
Kaitannya dengan politik dalam masa nusantara klasik maka tidak
4
lepas dari proses masuknya islam ke Nusantara dengan berbagai
cara namun tujuan utama tidak terlepas dalam proses tersebut.
politik yang digunakan dalam proses masuknya islam dengan
metode harmonisasi yang dijalin oleh para mubaligh tersebut
terbukti berpengaruh besar terhadap perkembangan islam.
Azyumardi Azra berpendapat :
“kelas pedagang yang menggunakan hartanya dan kekayaan
mereka untuk kepentingan dakwah yang sangat berbeda dengan
penyebaran islam ke wilayah lainnya yang mengalami politik
ekspansi militer dan penaklukan serta kekuatan politik, para
peneliti tentang penyebaran islam ke Nusantara pada umumnya
sepakat menyatakan bahwa islamisasi di kawasan ini umumnya
dilakukan dengan jalan damai.”
Harmonisasi yang dilakukan para mubaligh tersebut
mengakibatkan adanya interaksi emosional yang terjalin antara
penduduk bumiputera dengan para mubaligh yang umumnya
merupakan saudagar adan pedagang sehingga islam mudah
diterima ditengah mereka.
5
Sebagaimana diketahui, perjuangan tegaknya demokrasi bagi HMI
tidak bisa dipisahkan dari dua komitmen yakni keislaman dan
keindonesiaan (Sitompul, 2008:13). Kedua komitmen tersebut merupakan
hasil dari pemikiran HMI yang tidak bisa dilepaskan dari realitas sosial-
keagamaan yang ada di Indonesia. Seperti yang diungkapkan Lafran pane
bahwa sikap akomodatif HMI tersebut merupakan kodrat bagi organisasi,
karena menurutnya, HMI adalah nasionalis dahulu, baru kemudian Islam
(Forum Pemuda, 1983). HMI tumbuh pada masyarakat pluralis dan
mejemuk.
Sikap akomodatif ini paling menonjol ketika periode demokrasi
terpimpin, HMI selalu berusaha menunjukkan diri berada sejalan dengan
garis revolusioner rezim orde lama. Pada waktu itu, Sulastomo menjadi
Ketua Umum Pengurus Besar (selanjutnya disingkat PB) HMI periode
1963-1966, bahkan sampai ketika Soekarno secara de facto tidak berkuasa
lagi (Sulastomo, 1989: 46). HMI selalu mengambil sikap moderat, bahkan
cenderung akomodatif, ketika berhadapan dengan kebijaksanaan
pemerintah terutama yang tampak represif hingga sampai akhir tahun
1970-an.
Pada masa orde baru, HMI dihadapkan dengan situasi yang cukup
berat yakni perdebatan mengenai rehabilitasi dari partai Masyumi, wacana
pembaharuan pemikiran Islam oleh Nurcholis Majid, hingga kepada
kebijakan pemerintah yang memaksa diberlakukannya azaz tunggal
Pancasila yang kemudian berdampak pada perpecahan di internal HMI,
antara pendukung azaz tunggal dan Islam. Bagi HMI yang tidak setuju
dengan azaz tunggal mengadakan Kongres dengan mendirikan HMI MPO
(Majelis Penyelamat Organisasi).
6
mengangkat dan memberi mandat kepada Tim tujuh untuk merevisi
undang-undang politik. Tim tujuh ini diketuai oleh Ryaas Rasyid, dengan
anggota Ramlan Surbakti, Andi Mallarangeng, Afan Gaffar,
Djohermansyah Djohan, Luthfi Mutty dan Anas Urbaningrum (Ambardi,
2009:100). Keterlibatan Anas Urbaningrum dalam Tim Tujuh, yang pada
waktu bersamaan masih menjabat Ketua Umum PB HMI
merepresentasikan bentuk perjuangan HMI yang lebih praktis dalam
memperjuangkan tegaknya demokrasi di Indonesia.
7
Karakteristik tersebut sangat berpengaruh jika diantara masing-
masing indikator sikap diatas tercermin dalam perilaku kader
HMI.Dewasa ini sering sekali oknum di HMI kehilangan
independensinya dengan terseret arus kekuasaan yang menjadikan
pelemahan terhadap eksistensi dan marwah organisasi.Dalam konteks
ini Independensi HMI adalah institusionalisasi sikap, pandangan
hidup, dan karakter pribadi. Karakter pribadi itu sebagai modal sosial
untuk berpendirian teguh sebagai watak idealis HMI. Hal ini senada
dengan ayat Al-qur’an, diantaranya:
“ Maka tetaplah kamu kepada jalan yang benar, sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta
kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS.Hud,11:112).
8
(mengerjakan) yang ma’ruf mencegah yang mungjar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka
itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
maha Bijaksana.” (QS. At-taubah:71)
9
saja datang dari kekuatan tarik-menarik kekuasaan politik kenegaraan akan
tetapi juga dari tarik-menarik kekuatan di dalam internal HMI pada
prakmatisme politik dan idealisme.
10
HMI akan mampu membangun nilai-nilai intelektual sepanjang
HMI senantiasa menjadikan setiap perkaderannya menjadi tempat tumbuh
suburnya budaya mendengar, dengan pengembangan budaya dialog,
berdiskusi dan berdebat baik secara formal maupun informal.
Mengembangkan budaya membaca baik dalam makna yang tekstual
maupun konstektual dalam membaca perkembangan zaman yang makin
pesat dan maju, sehingga kader-kader HMI memiliki wawasan intelektual
yang luas dan memiliki analisis yang memberi solusi bagi kepentingan
sebuah kemajuan. Dan mengembangkan budaya menulis untuk menyusun
ide dan gagasan secara konseptual yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan Umat (rakyat) bangsa Indonesia.
Hari depan HMI adalah luas dan gemilang sesuai status fungsi dan
perannya dimasa kini dan masa mendatang yang menuntut kita pada masa
kini untuk benar-benar dapat mempersiapkan diri dalam menyongsong
hari depan HMI yang gemilang. Dengan sifat dan garis independen yang
menjadi watak organisasi berarti HMI harus mampu mencari, memilih dan
menempuh jalan atas dasar keyakinan dan kebenaran. Maka
konsekuensinya adalah bentuk aktifitas fungsionaris dan kader-kader HMI
harus berkualitas sebagaimana digambarkan dalam kualitas insan cita
11
HMI. Soal mutu dan kualitas adalan konsekuensi logis dalam garis
independen HMI harus disadari oleh setiap pimpinan dan seluruh anggota-
anggotanya adalah suatu modal dan dorongan yang besar untuk selalu
meningkatkan mutu kader-kader HMI sehingga mampu berperan aktif
pada masa yang akan datang.
12
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Sejauh ini telah dibahas mengenai Independensi HMI dan Politik dari
beberapa aspek dan sudut pandang ahli. Pembahasan tersebut mengidetifikasikan
dan menekankan pada i’tibar terhadap perjalanan sejarah dari perkembangan
poltik di Indonesia mencapai tujuannya. Jejak sejarah tersebut sudah
menunjukkan road map untuk HMI perjuangkan kedepannya dan menghasilkan
beberapa poin penting antara lain. Pertama, keterikatan independensi HMI
sebagai karakteristik untuk menjalankan politik yang berdasarkan pada nilai-nilai
keislaman dan keindonesiaan. Kedua, perlunya terhadap HMI sebagai organisasi
perjuangan menyampaikan syi’ar dengan menggabungkan beberapa konsep
modern. Ketiga, pengaruh kebudayaan sekuler dan liberal mengakibatkan
tergerusnya nilai-nilai keisaman dan keindonesiaan yang hidup ditengah
masyarakat secara umum, nilai tersebut akan mengganggu konstalasi norma yang
sedang berkembang.
3.2 Saran.
Sebagai organisasi yang di isi oleh kaum muda intelektual sudah
sepantasnya HMI meninggalkan budaya-budaya politik organisasi yang orthodoks
secara tematis, pada hakikatnya Independensi yang telah ditanamkan dalam norma
organisasi kiranya menjadi rujukan kembali untuk dijalankan sebaik-baiknya
13
DAFTAR PUSTAKA
Tarigam, Azhari Akmal. 2007. Islam Mazhab HMI; Tafsir Tema Besar Nilai
Dasar Perjuangan
14