Kelompok 10
Anggota:
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa‟atnya di akhir
nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah dari mata kuliah Sejarah Pergerakan Nasional
Indonesia dengan judul “Partai Politik Masa Pergerakan Nasional”. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat. Terima kasih.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Partai Politik sebagai sarana bagi warga negara dalam rangka untuk ikut serta
dalam pengelolaan negara merupakan suatu organisasi yang baru di dalam
kehidupan manusia di bandingkan dengan organisasi negara, akan tetapi sejarah
kelahiran partai politik cukup panjang. Partai politik pada pertama kali lahir di
negara – negara Eropa barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat
merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses
politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi
penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain (Budiharjo,
1998:397).
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Miriam Budiardjo menyebutkan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang
terorganisir yang anggota-anggotanya memiliki orientasi, nilai-nilai dan cita-cita
yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik, biasanya dengan cara konstitusional, untuk
melaksanakan kebij aksanaan-kebijaksanaan mereka (Zainal Abidin Saleh, 2008:
69).
Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh
sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik
3
anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tirhun 1945 (Muhadam Labolo,2015: 11-13).
Masa pergerakan nasional merupakan masa yang sangat krusial bagi masyarakat
bumiputera, karena pada masa inilah bibit pemahaman berbangsa dan bernegara
belum begitu banyak dipahami. Bumiputera sebagai warga yang terjajah hanya
mempunyai prinsip bagaimana dapat bertahan hidup di negerinya sendiri.
Kesenjangan budaya antara masyarakat yang menjajah dengan terjajah
mengakibatkan perbedaan pandangan dalam memahami bernegara. Bernegara
bagi bumiputera tidak terlepas dengan sistem kekuasaan feodalis yang
memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang abstrak, sementara pemerintah
Hindia Belanda yang menjadi kolonialis mengunakan sistem bernegara barat yang
bersifat kongkrit. Realitanya, sistem pemerintahan Hindia Belanda di wilayah
jajahannya menerapkan sistem pemerintahan yang bersifat dualisme. Disatu sisi
menerapkan sistem birokrasi modern yang diterapkan dalam sistem politik
pemerintahan Hindia Belanda dan diterapkan bagi kepentingan orang-orang kulit
4
putih yang berada di Hindia Belanda. Di sisi lain, pemerintah Hindia Belanda
tetap menerapkan sistem pemerintahan lokal yang dianggap tradisional untuk
kekuasaan dan kepentingan masyarakat bumiputera. Dalam perkembangannya
pemerintahan Hindia Belanda menerapkan sistem pemerintahan modern yang
berbeda dengan negeri induknya (Sri Ana Handayani, 2019: 157-158).
Pemerintah Hindia Belanda melaksanakan program politik etik atau balas budi.
Program yang berkaitan dengan irigasi, edukasi, dan imigrasi merupakan program
untuk meningkatkan taraf hidup bumiputera. Dari ketiga program yang dijalankan
oleh pemerintah Hindia Belanda, program pendidikan yang berjalan dengan cepat
dan dapat diterima oleh masyarakat bumiputera. Sentuh budaya cara berpikir
orang Barat dengan pendidikan bumiputera, membuka cakrawala baru tentang
dunia yang mengglobal pada waktu itu. Banyak hal-hal baru yang dapat dipelajari
melalui pendidikan, masyarakat yang sudah mengenyam pendidikan dapat
mempelajari buku-buku yang sudah dicetak dalam huruf latin dan menggunakan
bahasa yang sekarang dapat dipahami. Cakrawala baru inilah yang menentukan
perubahan berpikir segelintir masyarakat bumiputera untuk memahami arti
kemerdekaan sebagai suatu bangsa (Sri Ana Handayani, 2019: 158).
5
Para pelopor pergerakan nasional terdiri atas para pelajar STOVIA. Kelompok
intelektual khususnya lulusan dokter Jawa termasuk kelompok yang peka terhadap
keadaan pada saat itu, mengingat tugas yang diembannya berupa pengabdian
terhadap kondisi masyarakat Indonesia yang sangat memprihatinkan. Di mana-
mana terlihat lingkungan yang kurang bersih sehingga menimbulkan penyakit
menular khususnya penyakit kulit, kolera, disentri, dan penyakit endemi lainnya.
Selain itu kemampuan berkomunikasi dan intelektualitas mereka juga menjadi
modal berharga yang membuka cakrawala berfikir sehingga pada gilirannya pada
diri mereka timbul gagasan-gagasan segar, tercermin dari gagasannya dalam
mengembangkan taktik perjuangan dari gerakan yang bersifat fisik (perjuangan
menggunakan senjata/fisik ke dalam organisasi modern (perjuangan
diplomasi/non fisik) (Yudi Setianto. dkk, 2016: 52).
Latar belakang didirikannya PNI adalah akibat dari situasi sosio-politik serta
pasca dilarangnya kegiatan yang berbau komunis, pada tahun 1927 berdirilah PNI
yang dipelopori oleh Soekarno dan mayoritasnya anggotanya berasal dari
Algemene Studie Club Bandung yang merasa aspirasinya tidak tersalurkan pada
6
organisasi lain. Tujuan PNI pada waktu adalah mencapai Indonesia merdeka,
dengan asas self help atau berdikari, non-koperasi, serta marhaenisme. Berdirinya
PNI juga dilatarbelakangi oleh pemikiran-pemikiran para mahasiswa yang
dulunya tergabung dalam Perhimpunan Indonesia, memang sangat dirasakan besar
kontribusi Perhimpunan Indonesia dalam hal membentuk PNI, ini dikarenakan
banyak tokoh dan anggota dari Perhimpunan Indonesia yang ikut menjadi anggota
PNI. Walaupun satu sama lain dari kedua organisasi tersebut tidak memiliki
hubungan, tetapi kesamaan pola pikir dan prinsip-prinsip yang hampir sama
dimiliki keduanya. Dari kelompok-kelompok belajar tersebut, banyak dilakukan
pertemuan-pertemuan yang membicarakan keadaan-keadaan sosial politik pada
saat tersebut. Dalam perjuangannya seringkali PNI melalui Soekarno sebagai
penarik massa karena kelihaianya akan berorasi mampu membuat PNI menjadi
organisasi yang banyak pengikutnya, selain itu Soekarno pun selalu membuat
propaganda yang mampu membakar semangat rakyat seperti perlunya
menghilangkan ketergantungan pada pemerintah kolonial, serta perlawanan antara
front kulit putih dengan sawo matang. Propaganda yang sering dilancarkan
Soekarno membuat pemerintah kolonial khawatir sehingga gubernur jenderal pada
sidang Volkraad memberi PNI peringatan agar jangan terlalu radikal, namun pada
sekitar tahun 1929 tersebar fitnah bahwa PNI akan memberontak sehingga
mengakibatkan penangkapan tokoh-tokohnya. Soekarno sebagai salah satu yang
ditangkap menuliskan pembelaannya sehingga dikenal sebagai Indonesia
Menggugat. PNI pun akhirnya dibubarkan namun setelah terjadi perpecahan
sehingga terbentuklah partai baru Partindo dan PNI baru (Ayi Budi Santosa &
Encep Supriatna, 2008:41).
Pada 24 Mei 1929, PNI mempunyai pimpinan yang terdiri dari Sukarno (ketua),
Isqaq (Sekertaris), Sartono (Bendahara). Bulan November 1929 yang menjdi
pimpinan pusat adalah Sukarno, Gatot Mangkoepraja, Manadi, dan Maskoen.
Untuk merealisasikan tujuannya, PNI melakukan berbagai macam upaya. Upaya
tersebut dikumandangkan dalam Kongres Pertama di Bandung dan memuat
beberapa agenda antara lain :
I. Politik
7
1. Memperkuat perasan kebangsaan dan perasaan persatuan Indonesia.
2. Menyebarkan pengetahuan dan ilmu tentang sejarah nasional dan
memperbaiki hukum nasional.
3. Mempererat perhubungan antar bangsa-bangsa di Asia.
4. Menuntut kemerdekaan diri, kemerdekaan pers, dan kemerdekaan
berserikat dan
II. Ekonomi
III. Sosial
Berkat upaya dan perjuangan keras dari Sukarno serta dukungan dari Inggit
Garnasih, PNI mampu tercatat sebagai partai garis depan di era 1920-an. Untuk
membesarkan PNI tidak mudah seperti yang diangnakan. Kendatipun Sukarno
pandai menghimpun massa dengan kekuatan dan gaya pidatonya, massa masih
juga sedikit. Disamping itu, tidak bisa dipungkiri bahwa Sukarno kadang-kadnag
merasa kesulitan memahami bahasa sunda. Tampak bahwa Inggit memang
bukanlah „perempuan sembarangan„. Dia mampu bertindak sebagai penerjemah
bahasa sunda yang profesional. Selain itu, dia juga menjadi sibuk dalam kegiatan
PNI. Inggit memberikan semuanya denganikhlas tanpa pamrih. Meski dia harus
bekerja keras membanting tulang memenuhi kebutuhan keluarga, Inggit jarang
mengeluh. Inggit memberikan yang terbaik untuk suaminya. Sukarno makin
tampil sempurna. Sebagi basis penguatan kekuatan, PNI di Bandung dibagi
menjadi empat kekuatan masing-masing Bandung Utara, Bandung Selatan,
Bandung Barat dan Bandung Timur. Rapat-rapat rutin diadakan untuk
8
menggalang konsep, kekuatan, dan pengautan kader. Dalam hal ini, sukarno tidak
hanya mengkader laki-laki yang telah berumur, namun juga perempuan. Memang
diakui, pada saat ini perjuangan Sukarno untuk menghimpun kekuatan bangsa
Indonesia semakin berat. Dia tidak hanya mendapatkan pertentangan lawan politik
dari dalam, namun yang menyulitkan adalah pengawasan polisi-polisi Belanda
yang membatasi geraknya. Pertentangan dari dalam muncul karena corak PNI
yang terlalu progresif sehngga mengingatkan rakyat pada PKI memberontak pada
1926. corak perjuangan partai yang dibawa Sukarno menjadi gambaran yang
tajam dikalangan rakyat karena di sana ditemukan juga mantan-mantan anggota
PKI yang secara nyata memberi label buruk bagi masyarakat(Ayi Budi Santosa &
Encep Supriatna, 2008:75).
PNI dibubarkan karena sikap konfrontatif yang dilakukan terutama oleh Soekarno
larangan terhadap WNI mulai ditawarkan pada 1927 Rangkaian peristiwa
dilanjutkan dengan adanya larangan menjadi anggota PNI bagi Anggota militer
beserta keluarga dan pembantunya pada 29 Desember 1928 terjadi penangkapan
terhadap tokoh-tokoh PNI termasuk Soekarno pada 17 April 1931 menetapkan
hukuman 4 tahun penjara bagi Soekarno 2 tahun bagi maskun 1 tahun 8 bulan
bagi supriadinata dan 1 tahun 3 bulan bagi Gatot mangkupraja karena Nyatakan
bersalah setelah ikut satu perkumpulan yang bertujuan melakukan kejahatan
pemberontakan keputusan itu menuntut pringgodigdo dapat di artikan Sama
halnya dengan menyatakan PNI sebagai partai terlarang hingga dibubarkan PNI
akhirnya secara resmi dibubarkan oleh Mister Sutarno ketua saat itu pada 11
November 1931 sebagai penggantinya muncul partai pendidikan Indonesia yang
didirikan pada akhir Desember 1933 di Jogjakarta(Muchammad Ali Syafaat,
2009:123)
Partai komunis indonesia dibawah pinpinan D.N Aidit mulai menentukan sikap
dimana PKI menempuh garis kanan sebagaimana yang digariskan oleh Moskow,
yaitu jalan Legal parlementer dengan dilengkapi taktik merangkul golongan-
golongan non Komunis. Berdasarkan Markisme-Leninisme yang Konpensional.
Menurut Aidit orientasi politik lebih menjadi faktor penentu kelas sosial
9
dibandingkan dengan kelas sosial itu sendiri yang menentukan orientasi Partai
Politik. Jadi, dia menyatakan bahwa kaum Komunis dapat bekerjasama dengan
kaum borjuasi kecil-kecilan dan kaum borjuasi nasional melawan kelas borjuis
komparador dan kelas feodal. (Ricklefs, 2007: 362 dalam Runalan Soedarmo &
ganajar 2014:130).
10
PKI mendapat kekuatan di kalangan buruh, sebagai akibat dari depresi ekonomi.
Namun pada akhirnya, PKI hancur dalam proses perebutan kekuasaan dan
pemerintah melakukan penindasan secara besar-besaran (Ayi Budi Santosa &
Encep Supriatna, 2008:41).
Partindo
11
tinggi, yang berasal dari rakyat biasa, bukan berlatar belakang priyai atau ningrat
(Alfarizi, 2009:72 dalam Reza Azhari 2016:9).
12
internasional pada saat itu. Alasan ini pula yang melatarbelakangi inisiatif Husni
Thamrin (Parindra) mengadakan rapat tanggal 19 Maret 1939 untuk mendirikan
badan konsentrasi yang baru. Sebagai realisasi dari rapat di atas, maka pada
tanggal 21 Mei 1939 diadakan rapat umum yang menghasilkan pembentukan
konsentrasi nasional, Gabungan Politik Indonesia (GAPI) (Ayi Budi Santosa &
Encep Supriatna, 2008:41).
Meskipun persatuan nasional merupakan dasar aksi GAPI, akan tetapi dalam
kenyataannya perpecahan dalam tubuh kaum pergerakan tidak bisa diabaikan
begitu saja. Bagaimanapun hal ini akan mempengaruhi bahkan menghambat
pencapaian tujuan GAPI. Perpecahan tersebut terlihat ketika berdidinya Golongan
Nasional Indonesia di samping adanya Fraksi Nasional. Di samping itu, di antara
anggota-anggota pun terdapat perbedaan yang tidak bisa diselesaikan.
Terdapatnya anggota-anggota GAPI, Parindra, PSII, PII, Pasundan dan Gerindo
yang mempunyai konflik: PII Sukiman dengan PSII Abikusno; Gerindo dengan
Moh. Yamin. Sementara itu perpecahan kaumm pergerakan tidak menjadi
penghalang utama bagi GAPI untuk melakukan aksi-aksinya. Pada rapatnya
tanggal 4 Juli 1939 GAPI memutuskan pendirian Kongres Rakyat Indonesia
(KRI). Pembentukan kongres ini merupakan pelaksanaan program GAPI.
Disamping itu GAPI melakukan aksi Indonesia Berparlemen. Dengan aksi ini
diharapkan pemerintah Nederland memberi peluang untuk meningkatkan
keselamatan dan kesejahteraan rakyat melalui Kongres Rakyat Indonesia. Tujuan
ini dikemukakan berhubung dengan timbulnya Perang Dunia II. Bertalian dengan
hal di atas, GAPI juga menawarkan hubungan kerja sama Indonesia dengan
Belanda, dengan harapan adanya perhatian Belanda terhadap aspirasi rakyat
Indonesia. Hal ini untuk merealisasikan keputusan-keputusan konferensi GAPI
yang dilangsungkan pada tanggal 19 dan 20 September 1939, antara lain sebagai
berikut
13
3. Anggota-anggota GAPI akan bertindak semata-mata dalam ikatan
14
komsentrasi nasional PPPKI dan GAPI. (Ayi Budi Santosa & Encep Supriatna,
2008:100).
Masyumi
Kedudukan umat Islam secara politis tidak terlalu menggembirakan pada bulan-
bulan pertama kemerdekaan Indonesia. Keadaan ini bisa dilihat dari kurang
terwakilinya tokoh Islam dalam Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Melihat kedudukan umat Islam dan aspirasi umat Islam seperti itulah yang
kemudian menimbulkan kesadaran di kalangan tokoh-tokoh Islam untuk
membentuk partai politik Islam. Serangkaian pembicaraan dan diskusi pun
dilakukan untuk menjawab tantangan itu. Pembicaraanpembicaraan itu pada
awalnya dilakukan secara informal pada bulan September 1945 di Jakarta, seperti
pembicaraan antara K.H. Wahid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir dan Moh. Roem.
Pembicaraan informal seperti itu disambut para tokoh Islam lainnya, sehingga
makin berkembang dan mengkristal untuk membentuk partai politik Islam.
15
Mereka mengadakan rapat di Yogyakarta pada tanggal 11 Oktober 1945 untuk
menyusun rencana aksi dalam rangka membentuk partai politik Islam, Adanya
keinginan bersama di kalangan umat Islam untuk membentuk partai politik Islam
mendapat legitimasi setelah keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember
1945 yang berisi anjuran untuk mendirikan partai politik. Empat hari setelah
keluarnya Maklumat tersebut, maka diadakanlah Muktamar Umat Islam pada
tanggal 7 dan 8 Nopember 1945 bertempat di Gedung Muallimin Yogyakarta.
Pelaksana muktamar adalah Majelis Syuro Muslimin Indonesia.2 Muktamar ini
dihadiri tokoh-tokoh Islam, yakni para ulama, guru-guru agama dari pondok
pesantren dan madrasah serta pemimpin-pemimpin organisasi Islam( Siregar,
2013:90).
Kepengurusan Masyumi terdiri dari Pimpinan Partai dan Majelis Syuro. Pimpinan
Partai merupakan lembaga eksekutif yang membuat pernyataan politik, dan
memutuskan kebijakan partai. Majelis Syuro merupakan lembaga penasehat yang
berfungsi untuk member nasehat dan fatwa kepada Pimpinan Partai dalam
pekerjaan partai secara garis besar. Susunan kepengurusan pimpinan partai
didominansi oleh politisi karir yang berlatar belakang pendidikan Barat. Dr.
Sukiman misalnya, pernah menjadi Ketua Partai Islam Indonesia yang didirikan
pada 4 Desember 1938. Sementara itu, pada level Majelis Syuro didominasi oleh
para ulama, terutama para pemimpin organisasi keislaman, seperti K.H. Hasyim
Asyari dan K.H. Wahid Hasyim dari NU, dan Ki Bagus Hadikusumo dari
Muhammadiyah. Meskipun pada awalnya Partai Masyumi tidak memberikan
keterangan yang tegas, jelas dan terperinci tentang ideologinya, namun
16
sebenarnya dapat dengan mudah dibaca kalau Masyumi berideologikan Islam.
Identitas keislaman dalam Masyumi sangat menonjol, baik dalam mengambil
keputusan dan pola pikirnya yang bersumber dari ajaran Islam maupun dengan
seringnya menggunakan kata-kata Islam dalam Anggaran Dasar (AD) dan
Anggaran Rumah Tangga Masyumi serta resolusi-resolusi yang dikeluarkan
Masyumi. Resolusi Partai Masyumi pada masa perang kemerdekaan misalnya,
menyerukan kepada seluruh umat Islam untuk melakukan jihad fi sabilillah dalam
menghadapi segala bentuk penjajahan, terutama menghadapi sekutu yang masuk
ke Indonesia setelah kemerdekaan Indonesia. Di dalam AD Masyumi disebutkan
bahwa tujuan Partai Masyumi adalah untuk menegakkan kedaulatan negara dan
agama Islam. Selain itu, Partai Masyumi juga mempunyai tujuan untuk
melaksanakan cita-cita Islam dalam urusan kenegaraan.( Siregar, 2013:92).
17
merumuskan dua alternatif mengenai asas negara, yaitu “Republik Indonesia
berdasarkan Islam” atau “Republik Islam Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Rancangan tersebut menggambarkan cita-cita tertinggi partai
Masyumi mengenai negara yang diinginkan oleh Islam. Masyumi menggunakan
tiga cara untuk mencapai tujuan-tujuannya, yaitu dengan kekerasan, keterlibatan
dalam pemerintahan, dan diplomasi. Ketiga cara ini dianggap sebagai cara-cara
yang paling sesuai untuk dilakukan,Cara pertama dimulai dengan menggunakan
otoritas karismatik para ulama untuk mengumumkan perang jihad untuk
menghapuskan imperialisme dan kolonialime serta mengusir penjajah dari
Indonesia. Kaum Kolonialis dan Imperialis telah merendahkan dan menghina
agama Islam, maka tidak ada pilihan lain kecuali melawan mereka sebagai perang
Sabil. Masyumi juga mendesak rayat untuk mengangkat senjata mengusir
penjajah sebagai fardhu ‘ain. Bagi mereka yang mati dalam perang kemerdekaan
itu adalah mati syahid( Iahaqro, 2015:52).
Perubahan konstelasi politik, terutama pada pada masa transisi dari demokrasi
parlementer ke demokrasi terpimpin, berdampak terhadap eksistensi Partai
Masyumi. Banyak persoalan politik yang kemudian berimbas kepada keanggotaan
18
Masyumi. Berkurangnya anggota Masyumi, baik karena keluarnya anggota
istimewa dari Masyumi maupun tidak jalannya aktifitas Masyumi di beberapa
daerah, tentunya berdampak langsung terhadap kekuatan politik Masyumi.
Kekuatan politik Masyumi semakin merosot. Berkurangnya anggota Masyumi
semakin memberi peluang bagi lawan politik Masyumi untuk menekan Partai
Masyumi. Sukarno melihat betul perkembangan tersebut, dan kesempatan inilah
yang digunakannya untuk terus menerus menekan Masyumi. Tekanan Sukarno
terhadap Masyumi semakin lama semakin keras, hingga akhirnya Presiden
Sukarno membubarkan Masyumi pada 17 Agustus 1960( Siregar, 2013:101).
19
semakin mendorong dan meyakinkan Sukarno untuk membubarkan Masyumi.
Faktor ketiga adalah untuk menjaga kesinambungan pelaksanaan Demokrasi
Terpimpin dan melestarikan kekuasaannya. Sukamokhawatir kalau Masyumi tetap
dibiarkan hidup, maka akan mengancam kekuasaannya, dan menghambat jalannya
Demokrasi Terpimpin. ( Siregar, 2013:93).
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemerintah Hindia Belanda melaksanakan program politik etik atau balas budi.
Program yang berkaitan dengan irigasi, edukasi, dan imigrasi merupakan program
untuk meningkatkan taraf hidup bumiputera. Dari ketiga program yang dijalankan
oleh pemerintah Hindia Belanda, program pendidikan yang berjalan dengan cepat
dan dapat diterima oleh masyarakat bumiputera. Sentuh budaya cara berpikir
orang Barat dengan pendidikan bumiputera, membuka cakrawala baru tentang
dunia yang mengglobal pada waktu itu.
Banyak hal-hal baru yang dapat dipelajari melalui pendidikan, masyarakat yang
sudah mengenyam pendidikan dapat mempelajari buku-buku yang sudah dicetak
dalam huruf latin dan menggunakan bahasa yang sekarang dapat dipahami.
Cakrawala baru inilah yang menentukan perubahan berpikir segelintir masyarakat
bumiputera untuk memahami arti kemerdekaan sebagai suatu bangsa. Terdapat
beberapa partai politik yang terbentuk pada masa pergerakan nasional yaitu Partai
Nasional Indonesia (PNI), Partai Komunis Indonesia (PKI), Partindo, GAPI
(Gabungan Politik Indonesia), Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), dan
Masyumi.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ali S, Muchamad. 2009. Sejarah Partai politik dan Pembubaran Partai Politik
Masa Orde Lama. Fakultas Hukum.Universitas Indonesia. Jakarta.
Azhari, Reza. 2016. Rekam Jejak Politik Mr.Raden Mas Sartono Tahun 1927-
1960. Universitas Pendidikan Indonesia. Jawa Barat.
Budi S, Ayi & Supriatna, Encep. 2008. Sejarah Pergerakan Nasional. Jurusan
Pendidikan Sejarah.Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
Sosial.Universitas Indonesia. Jakarta.
Budiharjo, Miriam. 1998. Partisipasi dan Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Ishaqro, Alfi H. 2015. Dinamika Partai Masyumi Padam Masa Revolusi Fisik
1945-1949. Jurnal Agastya.Volume 5 No 2.
22
Safa‟at, MA. 2011. Pembubaran Partai Politik: Pengaturan Dan Praktik
Pembubaran Partai Politik Dalam Pergulatan Republik. Fakultas Hukum.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Saleh, Zainal Abidin. 2008. Demokrasi Dan Partai Politik. Jurnal Legislasi
Indonesia. Volume 05 Nomor 01.
Yudi Setianto. dkk. 2016. Modul Pelatihan Guru Pada Mata Pelajaran
SMA/SMK. Modul Guru Pembelajar. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
23