Anda di halaman 1dari 26

SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA

PARTAI POLITIK MASA PERGERAKAN NASIONAL

Dosen Pengampu : Yustina Sri Ekwandari, S.Pd., M.Hum

Yusuf Perdana, S.Pd., M.Pd

Kelompok 10

Anggota:

Miya Fitriyanti 1913033001

Nuril Huda 1913033012

Wahyu Andini 1913033031

Padot Tua Sihotang 1953033010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa‟atnya di akhir
nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah dari mata kuliah Sejarah Pergerakan Nasional
Indonesia dengan judul “Partai Politik Masa Pergerakan Nasional”. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bandarlampung, Juni 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan ...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3

2.1 Pengertian Partai Politik........................................................................... 3

2.2 Latar Belakang Terbentuknya Partai Politik Masa Pergerakan ............... 4

2.3 Partai-Partai Politik Masa Pergerakan Nasional ...................................... 6

BAB III PENUTUP .................................................................................... 21

3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Partai Politik sebagai sarana bagi warga negara dalam rangka untuk ikut serta
dalam pengelolaan negara merupakan suatu organisasi yang baru di dalam
kehidupan manusia di bandingkan dengan organisasi negara, akan tetapi sejarah
kelahiran partai politik cukup panjang. Partai politik pada pertama kali lahir di
negara – negara Eropa barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat
merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses
politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi
penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain (Budiharjo,
1998:397).

Bangsa Indonesia, sesungguhnya telah akrab dengan kehidupan partai-partai


politik. Sebelum “Republik Indonesia” berdiri, partai politik telah berfungsi dan
berperanan tampil sebagai wadah perjuangan yang menggelorakan semangat
nasionalisme (Kadir, 2014:134). Keberadaan partai politik di Indonesi adapat
dilacar sejak masa penjajahan Belanda. pada masa itu sudah mulai berkembang
kekuatan-kekuatan politik dalam tahap pengelompokan yang diikuti dengan
polarisasi, ekspansi dan pelembagaan. Munculnya berbagai organisasi politik
dapat dilihat sebagai hasil pendidikan modern saat diberlakukan kebijakan politik
etis oleh pemerintah kolonial belanda (Safa‟at, 199:2011).

Partai politik di Indonesia pertama–tama lahir dalam zaman kolonial sebagai


manifestasi bangkitnya kesadaran nasional. Berbagai organisasi modern muncul
sebagai wadah pergerakan nasional untuk mencapai kemerdekaan. Walaupun pada
awalnya berbagai organisasi tidak secara tegas menamakan diri sebagai partai
politik, namun memiliki program – program serta aktivitas politik.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa


permasalahan sebagai berikut

1. Apa itu partai politik?


2. Bagaimana latar belakang terbentuknya partai politk pada masa
pergerakan nasional Indonesia?
3. Apa saja partai politik pada masa pergerakan nasional?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat di tuliskan tujuan penulisan sebagai


berikut

1. Untuk mengetahui pengertian partai politik.


2. Untuk mengetahui latar belakang terbentuknya partai politik masa
pergerakan nasional Indonesia.
3. Untuk mengetahui partai politik apa saja pada masa pergerakan nasional.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Partai Politik

A. Menurut para ahli

Miriam Budiardjo menyebutkan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang
terorganisir yang anggota-anggotanya memiliki orientasi, nilai-nilai dan cita-cita
yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik, biasanya dengan cara konstitusional, untuk
melaksanakan kebij aksanaan-kebijaksanaan mereka (Zainal Abidin Saleh, 2008:
69).

Menurut Sigmund Neumann dalam karangannya Modern Political Parties, partai


politik adalah organisasi dari aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk
menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar
persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai
pandangan yang berbeda. Dengan demikian, partai politik merupakan perantara
yang besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi-ideologi sosial
dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengkaitkannya
dengan aksi politik di dalam masyarakat yang lebih luas (Zainal Abidin Saleh,
2008: 69).

Carl J. Friedrich menyatakan Partai Politik adalah sekelompok manusia yang


terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan kekuasaan
terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini
memberikan kepada anggora partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun
materiil (Zainal Abidin Saleh, 2008: 70).

B. Menurut undang-undang nomor 2 tahun 2011 tentang partai politik

Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh
sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik

3
anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tirhun 1945 (Muhadam Labolo,2015: 11-13).

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka pada hakikatnya Partai Politik


adalah suatu kelompok manusia yang terorganisir secara teratur baik dalam hal
pandangan, tujuan maupun tata cara rekruitmen keanggotaan, dengan tujuan
pokok yakni menguasai, merebut ataupun mempertahankan kekuasaannya dalam
pemerintahan secara konstitusional. Partai politik merupakan suatu keharusan
dalam kehidupan politik modern yang demokratis. Sebagai suatu organisasi, partai
politik secara ideal dimaksudkan untuk mengaktifkan dan mobilisasi rakyat,
mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang
saling bersaing, serta menyediakan secara maksimal kepemimpinan politik secara
sah dan damai. Secara umum, dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu
kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai
dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan
politik dan merebut kedudukan politik, biasanya dengan cara konstitusional untuk
melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka (Sekar Anggun,2017: 71).

2.2 Latar Belakang Terbentuknya Partai Politik Masa Pergerakan

Masa pergerakan nasional merupakan masa yang sangat krusial bagi masyarakat
bumiputera, karena pada masa inilah bibit pemahaman berbangsa dan bernegara
belum begitu banyak dipahami. Bumiputera sebagai warga yang terjajah hanya
mempunyai prinsip bagaimana dapat bertahan hidup di negerinya sendiri.
Kesenjangan budaya antara masyarakat yang menjajah dengan terjajah
mengakibatkan perbedaan pandangan dalam memahami bernegara. Bernegara
bagi bumiputera tidak terlepas dengan sistem kekuasaan feodalis yang
memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang abstrak, sementara pemerintah
Hindia Belanda yang menjadi kolonialis mengunakan sistem bernegara barat yang
bersifat kongkrit. Realitanya, sistem pemerintahan Hindia Belanda di wilayah
jajahannya menerapkan sistem pemerintahan yang bersifat dualisme. Disatu sisi
menerapkan sistem birokrasi modern yang diterapkan dalam sistem politik
pemerintahan Hindia Belanda dan diterapkan bagi kepentingan orang-orang kulit

4
putih yang berada di Hindia Belanda. Di sisi lain, pemerintah Hindia Belanda
tetap menerapkan sistem pemerintahan lokal yang dianggap tradisional untuk
kekuasaan dan kepentingan masyarakat bumiputera. Dalam perkembangannya
pemerintahan Hindia Belanda menerapkan sistem pemerintahan modern yang
berbeda dengan negeri induknya (Sri Ana Handayani, 2019: 157-158).

Pemerintah Hindia Belanda melaksanakan program politik etik atau balas budi.
Program yang berkaitan dengan irigasi, edukasi, dan imigrasi merupakan program
untuk meningkatkan taraf hidup bumiputera. Dari ketiga program yang dijalankan
oleh pemerintah Hindia Belanda, program pendidikan yang berjalan dengan cepat
dan dapat diterima oleh masyarakat bumiputera. Sentuh budaya cara berpikir
orang Barat dengan pendidikan bumiputera, membuka cakrawala baru tentang
dunia yang mengglobal pada waktu itu. Banyak hal-hal baru yang dapat dipelajari
melalui pendidikan, masyarakat yang sudah mengenyam pendidikan dapat
mempelajari buku-buku yang sudah dicetak dalam huruf latin dan menggunakan
bahasa yang sekarang dapat dipahami. Cakrawala baru inilah yang menentukan
perubahan berpikir segelintir masyarakat bumiputera untuk memahami arti
kemerdekaan sebagai suatu bangsa (Sri Ana Handayani, 2019: 158).

Bangsa Indonesia mengalami masa penjajahan yang panjang dan menyakitkan


sejak kedatangan Portugis, Belanda, Inggris, dan Perancis. Rasa benci rakyat
Indonesia muncul karena adanya jurang pemisah antara bangsa Barat dengan
rakyat Bumiputra. Hal ini karena penindasan yang dilakukan oleh pemerintah
kolonial dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam bidang politik terjadi
keterbatasan memperoleh kesempatan dalam bidang politik dan pemerintahan,
dalam bidang ekonomi adanya sistem monopoli, dalam bidang sosial adanya
kesombongan rasial yang ditonjolkan, dalam bidang pendidikan kurangnya
sekolah dan diskriminasi dalam memperoleh kesempatan belajar. Penderitaan
yang terjadi di berbagai sektor kehidupan ini menjadikan rakyat Indonesia muncul
kesadaran nasionalnya dan mulai memahami perlunya menggalang persatuan.
Atas prakarsa para intelektual maka angan-angan ini dapat menjadi kenyataan
dalam bentuk perjuangan modern (Yudi Setianto. dkk, 2016: 49-50).

5
Para pelopor pergerakan nasional terdiri atas para pelajar STOVIA. Kelompok
intelektual khususnya lulusan dokter Jawa termasuk kelompok yang peka terhadap
keadaan pada saat itu, mengingat tugas yang diembannya berupa pengabdian
terhadap kondisi masyarakat Indonesia yang sangat memprihatinkan. Di mana-
mana terlihat lingkungan yang kurang bersih sehingga menimbulkan penyakit
menular khususnya penyakit kulit, kolera, disentri, dan penyakit endemi lainnya.
Selain itu kemampuan berkomunikasi dan intelektualitas mereka juga menjadi
modal berharga yang membuka cakrawala berfikir sehingga pada gilirannya pada
diri mereka timbul gagasan-gagasan segar, tercermin dari gagasannya dalam
mengembangkan taktik perjuangan dari gerakan yang bersifat fisik (perjuangan
menggunakan senjata/fisik ke dalam organisasi modern (perjuangan
diplomasi/non fisik) (Yudi Setianto. dkk, 2016: 52).

Rasa kebangsaan terbentuk sejak Kebangkitan Nasional pada tahun 1908.


Perjuangan yang dilakukan bangsa Indonesia menghadapi penjajah dipicu oleh
harga diri sebagai bangsa yang ingin merdeka di tanah airnya sendiri tanpa
tekanan penjajah. Hal ini ditunjang dengan munculnya pendidikan. Kebutuhan
pendidikan telah disadari sebagai kebutuhan yang tidak bisa ditunda dan
diabaikan lagi, kesadaran ini semakin hari semakin meluas di Indonesia.
Pendidikan pula yang akhirnya melahirkan golongan terpelajar yang mampu
membuka kesadaran bahwa penguasaan ilmu pengetahuan merupakan bekal untuk
menghadapi bangsa Barat menuju kemerdekaan. Selain golongan terpelajar
muncul juga golongan sosial dan politik yang bekerja sesuai dengan bidangnya ,
kaum politik menjadi cikal bakal bangsa indonesia dalam meraih kemerdekaan
(Yudi Setianto. dkk, 2016: 54).

2.3 Partai-Partai Politik Masa Pergerakan Nasional

Partai Nasional Indonesia

Latar belakang didirikannya PNI adalah akibat dari situasi sosio-politik serta
pasca dilarangnya kegiatan yang berbau komunis, pada tahun 1927 berdirilah PNI
yang dipelopori oleh Soekarno dan mayoritasnya anggotanya berasal dari
Algemene Studie Club Bandung yang merasa aspirasinya tidak tersalurkan pada

6
organisasi lain. Tujuan PNI pada waktu adalah mencapai Indonesia merdeka,
dengan asas self help atau berdikari, non-koperasi, serta marhaenisme. Berdirinya
PNI juga dilatarbelakangi oleh pemikiran-pemikiran para mahasiswa yang
dulunya tergabung dalam Perhimpunan Indonesia, memang sangat dirasakan besar
kontribusi Perhimpunan Indonesia dalam hal membentuk PNI, ini dikarenakan
banyak tokoh dan anggota dari Perhimpunan Indonesia yang ikut menjadi anggota
PNI. Walaupun satu sama lain dari kedua organisasi tersebut tidak memiliki
hubungan, tetapi kesamaan pola pikir dan prinsip-prinsip yang hampir sama
dimiliki keduanya. Dari kelompok-kelompok belajar tersebut, banyak dilakukan
pertemuan-pertemuan yang membicarakan keadaan-keadaan sosial politik pada
saat tersebut. Dalam perjuangannya seringkali PNI melalui Soekarno sebagai
penarik massa karena kelihaianya akan berorasi mampu membuat PNI menjadi
organisasi yang banyak pengikutnya, selain itu Soekarno pun selalu membuat
propaganda yang mampu membakar semangat rakyat seperti perlunya
menghilangkan ketergantungan pada pemerintah kolonial, serta perlawanan antara
front kulit putih dengan sawo matang. Propaganda yang sering dilancarkan
Soekarno membuat pemerintah kolonial khawatir sehingga gubernur jenderal pada
sidang Volkraad memberi PNI peringatan agar jangan terlalu radikal, namun pada
sekitar tahun 1929 tersebar fitnah bahwa PNI akan memberontak sehingga
mengakibatkan penangkapan tokoh-tokohnya. Soekarno sebagai salah satu yang
ditangkap menuliskan pembelaannya sehingga dikenal sebagai Indonesia
Menggugat. PNI pun akhirnya dibubarkan namun setelah terjadi perpecahan
sehingga terbentuklah partai baru Partindo dan PNI baru (Ayi Budi Santosa &
Encep Supriatna, 2008:41).

Pada 24 Mei 1929, PNI mempunyai pimpinan yang terdiri dari Sukarno (ketua),
Isqaq (Sekertaris), Sartono (Bendahara). Bulan November 1929 yang menjdi
pimpinan pusat adalah Sukarno, Gatot Mangkoepraja, Manadi, dan Maskoen.
Untuk merealisasikan tujuannya, PNI melakukan berbagai macam upaya. Upaya
tersebut dikumandangkan dalam Kongres Pertama di Bandung dan memuat
beberapa agenda antara lain :

I. Politik

7
1. Memperkuat perasan kebangsaan dan perasaan persatuan Indonesia.
2. Menyebarkan pengetahuan dan ilmu tentang sejarah nasional dan
memperbaiki hukum nasional.
3. Mempererat perhubungan antar bangsa-bangsa di Asia.
4. Menuntut kemerdekaan diri, kemerdekaan pers, dan kemerdekaan
berserikat dan

II. Ekonomi

1. Berusaha mencapai perekonomian nasional yang dapat berdiri sendiri.


2. Menyokong perdagangan dan perindustrian nasional.
3. Mendirikan bank nasional dan koperasi-koperasi untuk mencegah riba.

III. Sosial

1. Memajukan pengajaran nasional.


2. Memperbaiki kedudukan perempuan.
3. Memajukan sarekat-sarekat buruh dan tani.
4. Memperbaiki kesehatan rakyat.
5. Menganjurkan monogami (mempunyai hanya seorang istri).

Berkat upaya dan perjuangan keras dari Sukarno serta dukungan dari Inggit
Garnasih, PNI mampu tercatat sebagai partai garis depan di era 1920-an. Untuk
membesarkan PNI tidak mudah seperti yang diangnakan. Kendatipun Sukarno
pandai menghimpun massa dengan kekuatan dan gaya pidatonya, massa masih
juga sedikit. Disamping itu, tidak bisa dipungkiri bahwa Sukarno kadang-kadnag
merasa kesulitan memahami bahasa sunda. Tampak bahwa Inggit memang
bukanlah „perempuan sembarangan„. Dia mampu bertindak sebagai penerjemah
bahasa sunda yang profesional. Selain itu, dia juga menjadi sibuk dalam kegiatan
PNI. Inggit memberikan semuanya denganikhlas tanpa pamrih. Meski dia harus
bekerja keras membanting tulang memenuhi kebutuhan keluarga, Inggit jarang
mengeluh. Inggit memberikan yang terbaik untuk suaminya. Sukarno makin
tampil sempurna. Sebagi basis penguatan kekuatan, PNI di Bandung dibagi
menjadi empat kekuatan masing-masing Bandung Utara, Bandung Selatan,
Bandung Barat dan Bandung Timur. Rapat-rapat rutin diadakan untuk

8
menggalang konsep, kekuatan, dan pengautan kader. Dalam hal ini, sukarno tidak
hanya mengkader laki-laki yang telah berumur, namun juga perempuan. Memang
diakui, pada saat ini perjuangan Sukarno untuk menghimpun kekuatan bangsa
Indonesia semakin berat. Dia tidak hanya mendapatkan pertentangan lawan politik
dari dalam, namun yang menyulitkan adalah pengawasan polisi-polisi Belanda
yang membatasi geraknya. Pertentangan dari dalam muncul karena corak PNI
yang terlalu progresif sehngga mengingatkan rakyat pada PKI memberontak pada
1926. corak perjuangan partai yang dibawa Sukarno menjadi gambaran yang
tajam dikalangan rakyat karena di sana ditemukan juga mantan-mantan anggota
PKI yang secara nyata memberi label buruk bagi masyarakat(Ayi Budi Santosa &
Encep Supriatna, 2008:75).

PNI dibubarkan karena sikap konfrontatif yang dilakukan terutama oleh Soekarno
larangan terhadap WNI mulai ditawarkan pada 1927 Rangkaian peristiwa
dilanjutkan dengan adanya larangan menjadi anggota PNI bagi Anggota militer
beserta keluarga dan pembantunya pada 29 Desember 1928 terjadi penangkapan
terhadap tokoh-tokoh PNI termasuk Soekarno pada 17 April 1931 menetapkan
hukuman 4 tahun penjara bagi Soekarno 2 tahun bagi maskun 1 tahun 8 bulan
bagi supriadinata dan 1 tahun 3 bulan bagi Gatot mangkupraja karena Nyatakan
bersalah setelah ikut satu perkumpulan yang bertujuan melakukan kejahatan
pemberontakan keputusan itu menuntut pringgodigdo dapat di artikan Sama
halnya dengan menyatakan PNI sebagai partai terlarang hingga dibubarkan PNI
akhirnya secara resmi dibubarkan oleh Mister Sutarno ketua saat itu pada 11
November 1931 sebagai penggantinya muncul partai pendidikan Indonesia yang
didirikan pada akhir Desember 1933 di Jogjakarta(Muchammad Ali Syafaat,
2009:123)

Partai Komunis Indonesia

Partai komunis indonesia dibawah pinpinan D.N Aidit mulai menentukan sikap
dimana PKI menempuh garis kanan sebagaimana yang digariskan oleh Moskow,
yaitu jalan Legal parlementer dengan dilengkapi taktik merangkul golongan-
golongan non Komunis. Berdasarkan Markisme-Leninisme yang Konpensional.
Menurut Aidit orientasi politik lebih menjadi faktor penentu kelas sosial

9
dibandingkan dengan kelas sosial itu sendiri yang menentukan orientasi Partai
Politik. Jadi, dia menyatakan bahwa kaum Komunis dapat bekerjasama dengan
kaum borjuasi kecil-kecilan dan kaum borjuasi nasional melawan kelas borjuis
komparador dan kelas feodal. (Ricklefs, 2007: 362 dalam Runalan Soedarmo &
ganajar 2014:130).

Pendirian PKI sendiri sesungguhnya banyak didukung oleh Komunistische


Internationale pasca Revolusi Rusia. Oleh karena itu, sesuai dengan sikap dan
aksi gerakan, PKI dengan orang-orangnya yang mantan anggota SI yang dipecat
karean berlakunya disiplin partai, dalam gerakan radikalisasinya bukan cuma
ditujukan kepada pemerintah colonial, akan tetapi juga ditujukan kepada
organisasi lain. Pada kongres istimewa, 24 Desember 1920, Semaun sebagai
pemimpin PKI menuduh SI sebagai pergerakan rakyat yang menyokong
kapitalisme (Pringgodigdo, 1980: 26 dalam Ayi Budi Santosa & Encep Supriatna,
2008:32).

PKI memiliki tujuan untuk mewujudkan masyarakat komunis, baik secara


parlementer maupun revolusioner. Sebagaimana yang tercantum pada
mukaddimah AD/ART PKI yang juga terdapat dalam buku pedoman ABC
Revolusi Indonesia, PKI menyatakan bahwa hari depan revolusi Indonesia adalah
komunis. PKI berkiblat pada paham Marxisme yang dipelopori oleh Karl Marx
dan landasan yang dipakai adalah class conflict. Cepatnya peningkatan pengaruh
komunis mencerminkan buruknya keadaan ekonomi dan buruknya hubungan
antara gerakan politik dan pemerintah Belanda. Revolusi Rusia 1917 mendorong
pergerakan Indonesia waktu itu menjadi radikal dan sebagai bukti bahwa
pemogokan yang terjadi setelah tahun 1922 dikendalikan oleh kaum komunis.
Radikalisme kaum komunis menyebabkan pemerintah mengusir orang-orang
Belanda pendiri ISDV dari Indonesia yang kemudian terjadi peralihan
kepemimpinan yang diserahkan kepada orang Indonesia. Pada bulan Mei 1920
organisasi ini diganti namanya menjadi Perserikatan komunis Hindia dan pada
tahun 1924 diubah lagi menjadi Partai Komunis Indonesia. Pada tahun 1920 PKI
bergabung dengan Comintern (Communist International) yang merupakan forum
dan pusat eksekutif bagi partai-partai komunis seluruh dunia. Sementara itu juga

10
PKI mendapat kekuatan di kalangan buruh, sebagai akibat dari depresi ekonomi.
Namun pada akhirnya, PKI hancur dalam proses perebutan kekuasaan dan
pemerintah melakukan penindasan secara besar-besaran (Ayi Budi Santosa &
Encep Supriatna, 2008:41).

PKI dibubarkan Karena melakukan pemberontakan pada tanggal 13 November


tahun 1926 di Jakarta disusul dengan aksi kekerasan di Jawa Barat Jawa Tengah
dan Jawa Timur dan di Sumatera Barat pada 1 Januari 1927 namun
pemberontakan tersebut dapat ditangani pemerintah kolonial Belanda dan para
pemimpin PKI melarikan diri ke luar negeri sebagian yang tertangkap dikenakan
hukuman mati penjara atau dibuang ke Boven digoel Papua akibat pemberontakan
tersebut PKI dan salah satu organisasi bentukan nya yaitu Serikat rakyat pada 23
Maret 1928 dibubarkan menyatakan sebagai organisasi terlarang (Muchammad
Ali Syafaat, 2009:123)

Partindo

Partindo adalah partai demokratis, non-kooperatif dan radikal, yang dalam


kegiatan ekonomi dan sosialnya berusaha menyiapkan Indonesia untuk merdeka.
Didirikannya Partindo menuai pro kontra di kalangan mantan pemimpin PNI, ada
yang mendukung ada pula yang menolak. Dalam kongres Partindo, Mr. Sartono
berpidato bahwa Partindo adalah sebuah partai politik yang menghendaki
kemerdekaan penuh bagi Indonesia dan mendasarkan programnya pada empat
prinsip, yakni menentukan nasib sendiri, kebangsaan Indonesia, menolong diri
sendiri, dan demokrasi (Ingleson, 1988:194). Partindo terdiri dari seluruh lapisan
masyarakat, lapisan atas danbawah, lapisan kaya dan miskin, dan bukan partai
untuk kepentingan kelompok tertentu. Salah satunya yaitu Mohammad Hatta yang
marah dan sedih atas tindakan yang dilakukan oleh Mr.Sartono karena dianggap
memalukan dan melemahkan pergerakan rakyat Indonesia yang tidak mau
berkorban. Maka dari itu, Hatta bersama orang yang kontra terhadap Partindo
membentuk Golongan Merdeka yang kemudian menjadi Pendidikan Nasional
Indonesia (PNI Baru). PNI Baru ini dipimpin oleh Hatta dan Sjahrir yang
bermaksud mendidik kader partai yang tidak mengenyam pendidikan formal

11
tinggi, yang berasal dari rakyat biasa, bukan berlatar belakang priyai atau ningrat
(Alfarizi, 2009:72 dalam Reza Azhari 2016:9).

Berdirinya Partindo menjadikan aktivitas politik Mr. Sartono dan kawankawan


kembali berlanjut. Apalagi ketika Soekarno telah keluar dari penjara dan memilih
Partindo sebagai kendaraan politiknya. Adanya persamaan visi dan misi dalam hal
aksi massa antara PNI dan Partido menjadi alasan bagi Soekarno lebih memilih
Partindo dari pada PNI Baru bentukan Hatta dan Sjahrir (Ricklefs, 2009:406).
Organisasi Partindo ini kembali melancarkan aktivitasnya dengan melakukan ide-
ide atau gagasan tentang kemerdekaan bangsa Indonesia. Dan untuk kedua
kalinya, pemerintah kolonial kembali menangkap Soekarno pada tanggal 30 Juli
1933, kemudian dibuang ke Endeh lalu dipindahkan ke Bengkulu (Kansil dan
Julianto, 1988:37). Sama halnya dengan pimpinan PNI Baru seperti Hatta dan
Sjahrir, pemerintah kolonial melakukan pembuangan terhadap mereka ke Digul.
Bulan April 1937, bekas-bekas pemimpin Partindo, seperti Mr. Sartono, A.K
Gani, dan Moh. Yamin mendirikan organisasi baru yang diberi nama Gerakan
Rakyat Indonesia (Gerindo) yang bekerja sama dengan pemerintah kolonial.
Namun, Gerindo juga tidak bertahan lama setelah adanya perbedaan pendapat di
kalangan pimpinan Partindo (Reza Azhari 2016:9).

GAPI (Gabungan Politik Indonesia)

Kepasifan PPPKI menyebabkan tenggelamnya persatuan. Oleh karena itu,


diperlukan wadah baru untuk merapatkan barisan dalam menentang penjajah
Belanda. Hal ini ditempuh karena beberapa sebab. Pertama, tidak adanya
keputusan yang bersifat politik baik dari MIAI sebagai organisasi religius maupun
Parindra dari non religius (Kartodirdjo, 1990: 185). Kedua, ―tersumbatnya‖
Volksraad dalam mengeluarkan aspirasi Bangsa Indonesia melalui kaum
pergerakan. Mandegnya fraksi nasional dan ditolaknya Petisi Soetardjo
merupakan contoh dari kegagalan ini. Ketiga, kegagalan Badan Perantaraan
Partai-partai Politik Indonesia (BAPEPPI) dalam melaksanakan programnya.
Keempat, melalui heterogenitas Indonesia dikumandangkan rencana Colijn untuk
membentuk negara-negara pulau sebagai reaksi dari politik devide et impera.
Selain faktor-faktor di atas, hal yang tidak kalah pentingnya adalah situasi

12
internasional pada saat itu. Alasan ini pula yang melatarbelakangi inisiatif Husni
Thamrin (Parindra) mengadakan rapat tanggal 19 Maret 1939 untuk mendirikan
badan konsentrasi yang baru. Sebagai realisasi dari rapat di atas, maka pada
tanggal 21 Mei 1939 diadakan rapat umum yang menghasilkan pembentukan
konsentrasi nasional, Gabungan Politik Indonesia (GAPI) (Ayi Budi Santosa &
Encep Supriatna, 2008:41).

Meskipun persatuan nasional merupakan dasar aksi GAPI, akan tetapi dalam
kenyataannya perpecahan dalam tubuh kaum pergerakan tidak bisa diabaikan
begitu saja. Bagaimanapun hal ini akan mempengaruhi bahkan menghambat
pencapaian tujuan GAPI. Perpecahan tersebut terlihat ketika berdidinya Golongan
Nasional Indonesia di samping adanya Fraksi Nasional. Di samping itu, di antara
anggota-anggota pun terdapat perbedaan yang tidak bisa diselesaikan.
Terdapatnya anggota-anggota GAPI, Parindra, PSII, PII, Pasundan dan Gerindo
yang mempunyai konflik: PII Sukiman dengan PSII Abikusno; Gerindo dengan
Moh. Yamin. Sementara itu perpecahan kaumm pergerakan tidak menjadi
penghalang utama bagi GAPI untuk melakukan aksi-aksinya. Pada rapatnya
tanggal 4 Juli 1939 GAPI memutuskan pendirian Kongres Rakyat Indonesia
(KRI). Pembentukan kongres ini merupakan pelaksanaan program GAPI.
Disamping itu GAPI melakukan aksi Indonesia Berparlemen. Dengan aksi ini
diharapkan pemerintah Nederland memberi peluang untuk meningkatkan
keselamatan dan kesejahteraan rakyat melalui Kongres Rakyat Indonesia. Tujuan
ini dikemukakan berhubung dengan timbulnya Perang Dunia II. Bertalian dengan
hal di atas, GAPI juga menawarkan hubungan kerja sama Indonesia dengan
Belanda, dengan harapan adanya perhatian Belanda terhadap aspirasi rakyat
Indonesia. Hal ini untuk merealisasikan keputusan-keputusan konferensi GAPI
yang dilangsungkan pada tanggal 19 dan 20 September 1939, antara lain sebagai
berikut

1. Perlunya dibentuk parlemen yang anggota-anggotanya dipilih dari dan


oleh rakyat, pemerintah harus bertanggung jawab kepada parlemen itu.

2. Jika keputusan no. 1) dipenuhi, maka GAPI akan memaklumkan kepada


rakyat untuk mendukung Belanda.

13
3. Anggota-anggota GAPI akan bertindak semata-mata dalam ikatan

Dalam berbagai konferensi dan resolusi, GAPI ternyata tetap mendesak


pemerintah agar mengadakan parlemen sejati; bagaimanapun Volksraad yang ada
tidak representatif bagi rakyat Indonesia. Oleh karena itu, aksi-aksi GAPI
―Indonesia Berparlemen‖ merupakan program yang terus-menerus dan
disebarluaskan kepada semua partai baik anggota GAPI maupun anggota Kongres
Rakyat Indonesia. Tambahan pulabahwa GAPI sebagai badan pekerja KRI itu
sudah menjadi kewajiban GAPI untuk mempropagandakannya oleh semua
Komite Indonesia Berparlemen di seluruh Indonesia. Tuntutan GAPI, Indonesia
Berparlemen, ternyata kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Alasan yang
dikemukakannya adalah bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan status
kenegaraan Indonesia akan dibicarakan setelah selesai perang. Kondisi Belanda
yang diduduki Jerman sejak bulan Mei 1940 ini tentu merupakan salah satu alasan
bagi pemerintah Belanda. Dan ketika pemerintah Netherland menjadi Exile
Government di London ini berarti semakin menjauhkan hubungan Indonesia
dengan Belanda (Ayi Budi Santosa & Encep Supriatna, 2008:95-96).

Memorandum yang diajukan GAPI itu menunjukan bahwa bangsa Indonesia


mempunyai keinginan dan kemampuan untuk mengurus sendiri bangsa dan
negaranya. Hal ini juga sekaligus menghapus ketidakpercayaan pemerintah
kolonial yang selalu menganggap bahwa bangsa Indonesia masih mentah dan
belum bisa menyelenggarakan pemerintah sendiri.Sebagaimana dijelaskan pada
butir C.2.d bahwa pemerintah Hindia Belanda akan mengadakan Majelis Rakyat.
Meskipun aksi GAPI ditolak, akan tetapi Majelis Rakyat Indonesia terbentuk
sebagai pengganti Kongres Rakyat Indonesia (13-14 September 1941).
Pembentukan MRI itu juga tidak lepas dari tujuan GAPI semula: mencapai
kesentosaan dan kemuliaan rakyat yang berdasarkan demokrasi. Tambahan pula
MRI ini dianggap sebagai suatu badan perwakilan rakyat Indonesia, dimana di
dalamnya terdapat GAPI, MIAI, dan PVPN. Jika dilihat anggota-anggotanya MRI
ini dapat dikatakan sebagai koonmsentrasi nasional. Apalagi ia merupakan badan
yang meliputi seluruh pergerakan rakyat. Akan tetapi unsur dari GAPI
mempunyai pengaruh terbesar dalam MRI. Agar terlihat aktivitas dan orientasi

14
komsentrasi nasional PPPKI dan GAPI. (Ayi Budi Santosa & Encep Supriatna,
2008:100).

Gerakan Rakyat Indonesia

Bekas pimpinan Partindo mendirikan Gerindo di Jakarta tanggal 24 Mei 1937.


Diantara pemimpinnya adalah A. K. Gani, Mr. Mohamad Yamin, dan Mr.
Sartono. Gerindo memiliki azas koperasi, mau kerjasama dengan pemerintah, para
anggotanya boleh duduk dalam badan perwakilan, organisasi ini bercorak
internasional dan sosialistis dan terus mempertahankan demokratis. Pemimpin
Gerindo tidak setuju dengan sebagian kaum nasionalis yang lebih setuju pada
faham fasisme daripada demokrsi. Untuk itu Gerindo bergerak di bawah tanah
memerangi fasisme, dengan dana 2.500 Yen Jepang pemberian pemerintah
Belanda untuk menentang Jepang. Dalam beberapa kongres, Gerindo ingin
mencapai bentuk masyarakat yang bersendikan demokrasi politik, ekonomi dan
sosial, dengan jalan demokrasi. Ketidak sesuaian pendapat menyebabkan Mr.
Muhamad Yamin dipecat, dan ia mendirikan partai baru dengan nama Partai
Persatuan Indonesia (Parpindo) pada tanggal 21 Juli 1939 di Jakarta. Sifatnya
koperasi dengan mengusung asas sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi (Ayi
Budi Santosa & Encep Supriatna, 2008:102).

Masyumi

Kedudukan umat Islam secara politis tidak terlalu menggembirakan pada bulan-
bulan pertama kemerdekaan Indonesia. Keadaan ini bisa dilihat dari kurang
terwakilinya tokoh Islam dalam Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Melihat kedudukan umat Islam dan aspirasi umat Islam seperti itulah yang
kemudian menimbulkan kesadaran di kalangan tokoh-tokoh Islam untuk
membentuk partai politik Islam. Serangkaian pembicaraan dan diskusi pun
dilakukan untuk menjawab tantangan itu. Pembicaraanpembicaraan itu pada
awalnya dilakukan secara informal pada bulan September 1945 di Jakarta, seperti
pembicaraan antara K.H. Wahid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir dan Moh. Roem.
Pembicaraan informal seperti itu disambut para tokoh Islam lainnya, sehingga
makin berkembang dan mengkristal untuk membentuk partai politik Islam.

15
Mereka mengadakan rapat di Yogyakarta pada tanggal 11 Oktober 1945 untuk
menyusun rencana aksi dalam rangka membentuk partai politik Islam, Adanya
keinginan bersama di kalangan umat Islam untuk membentuk partai politik Islam
mendapat legitimasi setelah keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember
1945 yang berisi anjuran untuk mendirikan partai politik. Empat hari setelah
keluarnya Maklumat tersebut, maka diadakanlah Muktamar Umat Islam pada
tanggal 7 dan 8 Nopember 1945 bertempat di Gedung Muallimin Yogyakarta.
Pelaksana muktamar adalah Majelis Syuro Muslimin Indonesia.2 Muktamar ini
dihadiri tokoh-tokoh Islam, yakni para ulama, guru-guru agama dari pondok
pesantren dan madrasah serta pemimpin-pemimpin organisasi Islam( Siregar,
2013:90).

Muktamar tersebut memutuskan beberapa hal. Pertama, Masyumi merupakan


partai politik Islam. Kedua, Masyumi merupakan satu-satunya partai politik di
kalangan umat Islam. Ketiga, memperkuat persiapan umat Islam untuk berjihad fi
sabilillah dalam melawan segala bentuk penjajahan. Keempat, memperkuat
pertahanan Negara Indonesia dengan menyusun Barisan Sabilillah di daerah-
daerah. Kelima, memilih Dr. Soekiman sebagai ketua, dan wakil ketua masing
masing Abikusno dan Wali al Fatah. Ketiga orang itu diberi mandat untuk
menyusun kepengurusan Masyumi ( Siregar, 2013:90).

Kepengurusan Masyumi terdiri dari Pimpinan Partai dan Majelis Syuro. Pimpinan
Partai merupakan lembaga eksekutif yang membuat pernyataan politik, dan
memutuskan kebijakan partai. Majelis Syuro merupakan lembaga penasehat yang
berfungsi untuk member nasehat dan fatwa kepada Pimpinan Partai dalam
pekerjaan partai secara garis besar. Susunan kepengurusan pimpinan partai
didominansi oleh politisi karir yang berlatar belakang pendidikan Barat. Dr.
Sukiman misalnya, pernah menjadi Ketua Partai Islam Indonesia yang didirikan
pada 4 Desember 1938. Sementara itu, pada level Majelis Syuro didominasi oleh
para ulama, terutama para pemimpin organisasi keislaman, seperti K.H. Hasyim
Asyari dan K.H. Wahid Hasyim dari NU, dan Ki Bagus Hadikusumo dari
Muhammadiyah. Meskipun pada awalnya Partai Masyumi tidak memberikan
keterangan yang tegas, jelas dan terperinci tentang ideologinya, namun

16
sebenarnya dapat dengan mudah dibaca kalau Masyumi berideologikan Islam.
Identitas keislaman dalam Masyumi sangat menonjol, baik dalam mengambil
keputusan dan pola pikirnya yang bersumber dari ajaran Islam maupun dengan
seringnya menggunakan kata-kata Islam dalam Anggaran Dasar (AD) dan
Anggaran Rumah Tangga Masyumi serta resolusi-resolusi yang dikeluarkan
Masyumi. Resolusi Partai Masyumi pada masa perang kemerdekaan misalnya,
menyerukan kepada seluruh umat Islam untuk melakukan jihad fi sabilillah dalam
menghadapi segala bentuk penjajahan, terutama menghadapi sekutu yang masuk
ke Indonesia setelah kemerdekaan Indonesia. Di dalam AD Masyumi disebutkan
bahwa tujuan Partai Masyumi adalah untuk menegakkan kedaulatan negara dan
agama Islam. Selain itu, Partai Masyumi juga mempunyai tujuan untuk
melaksanakan cita-cita Islam dalam urusan kenegaraan.( Siregar, 2013:92).

Setelah Indonesia memperoleh kedaulatan secara penuh dan kembali kepada


NKRI, para pemimpin Masyumi mulai memanfaatkan situasi dengan meluangkan
waktu dan pikirannya untuk menafsirkan asas Partai Masyumi, sebagaimana yang
tertuang secara tegas dalam AD Masyumi yang disahkan Muktamar Masyumi VI
pada bulan Agustus 1952. Sejak tahun 1952 sampai Partai Masyumi dibubarkan
pada tahun 1960 asas Partai Masyumi adalah Islam. Tujuan Partai Masyumi
adalah terlaksananya ajaran dan hukum Islam dalam kehidupan orang seorang,
masyarakat dan Negara Republik Indonesia, menuju keridhoan Ilahi.6 Selain
menyatakan asas Partai Masyumi adalah Islam pada tahun 1952, juga dikeluarkan
tafsir asas Masyumi. Tafsir asas Masyumi ini merupakan rumusan resmi ideologi
partai Masyumi yang dijadikan sebagai pedoman dan pegangan bagi anggota
Masyumi.( Siregar, 2013:92).

Partai Masyumi menghendaki Indonesia menjadi suatu “negara hukum” yang


berdasarkan ajaran-ajaran Islam. Menurut para tokoh Masyumi, suatu negara akan
bersifat Islam bukan karena secar formal disebut “negara Islam”, tapi negara itu
disusun sesuai dengan ajaran Islam. Sebutan “negara Islam” adalah persoalan
sekunder. Persoalan utama dalam hubungan Islam dan negara adalah bagaimana
caranya agar ajaran-ajaran Islam dapat menjiwai kehidupan bernegara. Rancangan
Undang-Undang Republik (Islam) Indonesia yang diusulkan partai Masyumi

17
merumuskan dua alternatif mengenai asas negara, yaitu “Republik Indonesia
berdasarkan Islam” atau “Republik Islam Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Rancangan tersebut menggambarkan cita-cita tertinggi partai
Masyumi mengenai negara yang diinginkan oleh Islam. Masyumi menggunakan
tiga cara untuk mencapai tujuan-tujuannya, yaitu dengan kekerasan, keterlibatan
dalam pemerintahan, dan diplomasi. Ketiga cara ini dianggap sebagai cara-cara
yang paling sesuai untuk dilakukan,Cara pertama dimulai dengan menggunakan
otoritas karismatik para ulama untuk mengumumkan perang jihad untuk
menghapuskan imperialisme dan kolonialime serta mengusir penjajah dari
Indonesia. Kaum Kolonialis dan Imperialis telah merendahkan dan menghina
agama Islam, maka tidak ada pilihan lain kecuali melawan mereka sebagai perang
Sabil. Masyumi juga mendesak rayat untuk mengangkat senjata mengusir
penjajah sebagai fardhu ‘ain. Bagi mereka yang mati dalam perang kemerdekaan
itu adalah mati syahid( Iahaqro, 2015:52).

Cara kedua, Masyumi segera melibatkan diri dalam proses penyusunan


pemerintahan. Hal ini tidak dapat dipisahkan mengingat tokoh-tokoh Masyumi
merupakan tokoh-tokoh yang terlibat dalam perjuangan kemerdekaan sejak zaman
penjajahan. Sejak awal kemerdekaan, beberapa tokoh Masyumi telah ikut dalam
kabinet, parlemen, dan jabatan-jabatan administrasi pemerintahan. Masyumi
memandang keterlibatan secara langsung dalam pemerintahan sebagai suatu jalan
strategis dalam mewujudkan tujuan-tujuannya. Dengan cara demikiann, hukum-
hukum Allah tidak saja disampaikan melalui mimbar di masjid, tetapi juga
melalui pejabat-pejabat pemerintahan dalam bentuk undang-undang negara.
Sesuai dengan pandangan dasarnya yang memandang pluralisme sebagai hal yang
positif membuat Masyumi dapat dengan mudah berkoalisi dengan pihak-pihak
lain. Cara ketiga dilakukan Masyumi melalui aktivitas diplomatik dengan tokoh-
tokoh di negara lain dan organisasi internasional untuk memperoleh pengakuan
kemerdekaan Indonesia( Iahaqro, 2015:52).

Perubahan konstelasi politik, terutama pada pada masa transisi dari demokrasi
parlementer ke demokrasi terpimpin, berdampak terhadap eksistensi Partai
Masyumi. Banyak persoalan politik yang kemudian berimbas kepada keanggotaan

18
Masyumi. Berkurangnya anggota Masyumi, baik karena keluarnya anggota
istimewa dari Masyumi maupun tidak jalannya aktifitas Masyumi di beberapa
daerah, tentunya berdampak langsung terhadap kekuatan politik Masyumi.
Kekuatan politik Masyumi semakin merosot. Berkurangnya anggota Masyumi
semakin memberi peluang bagi lawan politik Masyumi untuk menekan Partai
Masyumi. Sukarno melihat betul perkembangan tersebut, dan kesempatan inilah
yang digunakannya untuk terus menerus menekan Masyumi. Tekanan Sukarno
terhadap Masyumi semakin lama semakin keras, hingga akhirnya Presiden
Sukarno membubarkan Masyumi pada 17 Agustus 1960( Siregar, 2013:101).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan Sukarno membubarkan Masyumi.


Pertama, Sukarno ingin merealisasikan pemikiran dan obsesinya yang sudah lama
terkubur, terutama mengenai partai politik, demokrasi dan revolusi. Kesimpulan
ini didasarkan atas beberapa pernyataan dan pemikiran Sukarno yang sudah
berkembang sejak masa pergerakan nasional sampai masa awal Demokrasi
Terpimpin. Kesatu, sejak masa pergerakan nasional Sukarno menginginkan partai
politik cukup satu. Bahkan pada bulan Oktober 1956 Sukarno menyatakan partai
politik adalah penyakit, sehingga hams dikubur. Kedua, Sukarno menginginkan
demokrasi yang diterapkan adalah Democratisch-centralisme, yakni suatu
demokrasi yang memberi kekuasaan pada pucuk pimpinan buat menghukum tiap
penyelewengan, dan menendang bagianpartai yang membahayakan massa (
Siregar, 2013:93).

Faktor kedua, adanya konflik yang berkepanjangan antara Sukarno dengan


Masyumi. Konflik itu mulai muncul ketika Perdana Menteri M. Natsir menolak
usul Presiden Sukarno tentang cara penyelesaian IrianBarat. Selain itu, Natsir juga
mengingatkan Presiden Sukarno supaya jangan mencampuri urusan pemerintah,
dan kalau Sukarno terus-terusan mencampuri kebijaksanaan pemerintah maka
perdana menteri bisa menangkapnya. Kasus ini menimbulkan dendam pribadi
Sukarno kepada M. Natsir. Selain dendam pribadi, Sukarno juga menyimpan
dendam sejarah kepada Partai Masyumi. Partai Masyumi seringkali mengkritisi
dan menentang gagasan dan kebijaksanaan Sukarno. Adanya penentangan dan
perlawanan Masyumi yang tidak putus-putusnya kepada Presiden Sukamo yang

19
semakin mendorong dan meyakinkan Sukarno untuk membubarkan Masyumi.
Faktor ketiga adalah untuk menjaga kesinambungan pelaksanaan Demokrasi
Terpimpin dan melestarikan kekuasaannya. Sukamokhawatir kalau Masyumi tetap
dibiarkan hidup, maka akan mengancam kekuasaannya, dan menghambat jalannya
Demokrasi Terpimpin. ( Siregar, 2013:93).

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemerintah Hindia Belanda melaksanakan program politik etik atau balas budi.
Program yang berkaitan dengan irigasi, edukasi, dan imigrasi merupakan program
untuk meningkatkan taraf hidup bumiputera. Dari ketiga program yang dijalankan
oleh pemerintah Hindia Belanda, program pendidikan yang berjalan dengan cepat
dan dapat diterima oleh masyarakat bumiputera. Sentuh budaya cara berpikir
orang Barat dengan pendidikan bumiputera, membuka cakrawala baru tentang
dunia yang mengglobal pada waktu itu.

Banyak hal-hal baru yang dapat dipelajari melalui pendidikan, masyarakat yang
sudah mengenyam pendidikan dapat mempelajari buku-buku yang sudah dicetak
dalam huruf latin dan menggunakan bahasa yang sekarang dapat dipahami.
Cakrawala baru inilah yang menentukan perubahan berpikir segelintir masyarakat
bumiputera untuk memahami arti kemerdekaan sebagai suatu bangsa. Terdapat
beberapa partai politik yang terbentuk pada masa pergerakan nasional yaitu Partai
Nasional Indonesia (PNI), Partai Komunis Indonesia (PKI), Partindo, GAPI
(Gabungan Politik Indonesia), Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), dan
Masyumi.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ali S, Muchamad. 2009. Sejarah Partai politik dan Pembubaran Partai Politik
Masa Orde Lama. Fakultas Hukum.Universitas Indonesia. Jakarta.

Azhari, Reza. 2016. Rekam Jejak Politik Mr.Raden Mas Sartono Tahun 1927-
1960. Universitas Pendidikan Indonesia. Jawa Barat.

Budi S, Ayi & Supriatna, Encep. 2008. Sejarah Pergerakan Nasional. Jurusan
Pendidikan Sejarah.Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
Sosial.Universitas Indonesia. Jakarta.

Budiharjo, Miriam. 1998. Partisipasi dan Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Ishaqro, Alfi H. 2015. Dinamika Partai Masyumi Padam Masa Revolusi Fisik
1945-1949. Jurnal Agastya.Volume 5 No 2.

Kadir, A Gau. 2014. Dinamika Partai Politik Di Indonesia. Sosiohumaniora,


Volume 16 Nomor. 2.

Kasdi, Aminuddin. 2008. Tragedi Nasional 1965. Unesa University: Surabaya.

Labolo, Muhadam. 2015. Partai Politik Dan Sistem Pemilihan Umum Di


Indonesia Teori, Konsep Dan Isu Strategis. PT. Raja Grafindo Persada:
Jakarta.

Naiti, Lea. 2017. Perjuangan Politik Soekarno Dalam Kancah Pergeraan


Naanata sinal Indonesia Tahun 1927-1931. Makalah program study
pendidikan Sejarah. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pengetahuan.Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.

Pinilih, Sekar A. G. 2017. Mendorong Transparansidan Akuntabilitas Pengaturan


Keuangan Partai Politik. Jurnal Mimbar Hukum, Volume 29 Nomor 01.

22
Safa‟at, MA. 2011. Pembubaran Partai Politik: Pengaturan Dan Praktik
Pembubaran Partai Politik Dalam Pergulatan Republik. Fakultas Hukum.
Universitas Indonesia. Jakarta.

Saleh, Zainal Abidin. 2008. Demokrasi Dan Partai Politik. Jurnal Legislasi
Indonesia. Volume 05 Nomor 01.

Siregar, Insan. F. 2013. Sejarah Pertubuhan Dan Perkembangan Partai Masyumi


(1945-1960). Jurnal Thaqafiyyat. Vol 14 No 1.

Soedarmo, Runalan & Ganjar. 2014. Perkembangan Politik Partai Komunis


Indonesia. Jurnal Artefak. Volume, Volume 2 No 1.

Sri Ana Handayani. 2019. Nasionalisme Dalam Perubahan Di Indonesia: Adaptasi


Atau Transplantasi. Jurnal Historia. Volume. 1, Nomor. 2.

Yudi Setianto. dkk. 2016. Modul Pelatihan Guru Pada Mata Pelajaran
SMA/SMK. Modul Guru Pembelajar. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

23

Anda mungkin juga menyukai