Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH PARTAI POLITIK DI INDONESIA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Makalah

Pada Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen Pengampu:

Dr. Imam Turmudi, M.M

Disusun Oleh:

Ahmad Fathur Rochim (222103050006)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM

FAKULTAS DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH ACHMAD SIDDIQ JEMBER

MARET 2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt yang maha pengasih lagi maha
penyayang karena atas rahmat dan hidayah-Nya kelompok kami bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “sejarah partai politik di Indonesia” ini
insyaallah dengan tepat waktu.

Makalah ini telah disusun dengan semaksimal mungkin serta mendapat


bantuan dari beberapa pihak sehingga dapat memperlancaran proses pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari itu semua, kami menyadari terdapat banyak kekurangan


dalam makalah ini. Untuk itu, kami menerima saran dan kritik yang mendukung,
sehingga kami dapat memperbaiki makalah kami. Akhirnya, dengan adanya
makalah ini kami berharap semoga makalah kami memberikan manfaat serta
pemahaman mendalam mengenai sejarah partai politik di Indonesia.

Jember, 6 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

SEJARAH PARTAI POLITIK DI INDONESIA....................................................1

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I.......................................................................................................................4

PENDAHULUAN...................................................................................................4

1. Latar Belakang.....................................................................................................4

2. Rumusan Masalah................................................................................................4

3. Tujuan Penulisan..................................................................................................4

BAB II......................................................................................................................5

PEMBAHASAN......................................................................................................5

4. Munculnya Organisasi Politik Di Indonesia........................................................5

5. Partai Politik Pada Masa Awal Kemerdekaan (Orde Lama)................................6

6. Partai Politik Pada Masa Orde Baru....................................................................9

BAB III..................................................................................................................13

PENUTUP..............................................................................................................13

1. Kesimpulan........................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara yang menganut paham demokrasi


dan juga negara hukum, sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945 yang
merupakan konstitusi bangsa Indonesia. Dalam UUD 1945 Pasal 1 Ayat (2)
menyatakan bahwa: kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut dengan undang-undang dasar, dalam paham demokrasi rakyatlah yang
memilki kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Masuknya Partai politik
sebagai perserta pemilihan umum, memperlihatkan kepada kita bahwa dalam
setiap sistem demokrasi partai politik mempunyai posisi dan peranan yang
sangat penting. Partai menjadi jembatan pemghubung antara proses-proses
pemerintahan dengan warga negara. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa
partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi, seperti yang
dikatakan oleh Schattsheider, “Political parties created democrasy.” Oleh
karena itu, partai politik merupakan pilar yang sangat penting untuk diperkuat
derajat pelembagaannya dalam setiap sistem politik yang demokratis.

2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah terbentuknya partai politik di Indonesia?


2. Bagaimana dinamika parpol di Indonesia pada masa awal
kemerdekaan?
3. Bagaimana dinamika parpol di Indonesia pada masa orde baru?

3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya parpol di Indonesia


2. Untuk mengetahui dinamika parpol di Indonesia pada masa orde lama
3. Untuk mengetahui dinamika terbentuknya parpol di Indonesia pada
masa orde baru

BAB II

PEMBAHASAN
4. Munculnya Organisasi Politik Di Indonesia

Partai politik di Indonesia sudah ada sejak masa penjajahan Belanda. Pada masa
itu sudah mulai berkembang kekuatan-kekuatan politik dalam tahap
pengelompokan yang diikuti dengan polarisasi, ekspansi, dan pelembagaan. Partai
politik di Indonesia lahir bersamaan dengan tumbuhnya gerakan kebangsaan yang
menandai era kebangkitan nasional. Berbagai organisasi modern muncul sebagai
wadah pergerakan nasional untuk mencapai kemerdekaan. Walaupun pada
awalnya berbagai organisasi tidak secara eksplisit menamakan diri mereka sebagai
partai politik, namun memiliki program-program dan aktivitas politik.Munculnya
berbagai organisasi politik dapat dilihat sebagai hasil pendidikan modern saat
diberlakukan kebijakan politik etis oleh pemerintah kolonial Belanda. Walaupun
tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Belanda sebenarnya hanya untuk
memenuhi tuntutan kebutuhan administrasi dan birokrasi kolonial tingkat rendah,
namun telah membangkitkan kesadaran kebangsaan dan cita-cita kemerdekaan
melalui gerakan politik. Salah satu puncak perubahan pemerintahan kolonial
Belanda adalah dibentuknya Volksraad pada 1916. Dewan itu pada awalnya hanya
memiliki kekuasaan sebagai penasihat, bukan pembentuk undang-undang. Baru
pada 1925, berdasarkan Undang-Undang Tata Pemerintahan Hindia Belanda,
Volksraad memiliki kekuasaan mengajukan petisi, membahas undang-undang,
dan menyetujuinya. Meskipun begitu, Gubernur Jenderal memiliki hak prerogatif
sehingga wewenang dari Volksraad itu sendiri tidak banyak dapat dilaksanakan.
Organisasi-organisasi politik yang ada pada saat itu ada yang bersikap kooperatif
dan ada yang mengambil jalan non kooperatif. Hal itu dapat dilihat dari berdirinya
Budi Utomo (BU) pada 20 Mei 1908 dan Sarekat Islam (SI) pada 1911. Kedua
organisasi itu tidak secara tegas menyatakan diri sebagai organisasi politik.
Namun dalam perkembangan kedua organisasi tersebut, program dan aktivitasnya
telah merambah ke wilayah politik. Hal itu dapat dilihat dari kontribusi kedua
organisasi tersebut dalam Volksraad. Bahkan, pada 23 Juli 1916 BU dan SI telah
melakukan aktivitas politik menuntut ketahanan Hindia Belanda guna
menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia saat itu telah berpikir mandiri. Aksi itu
dikenal dengan Weerbaar Actie. Wakil-wakil BU dan SI juga menjadi anggota
koalisi radical concentratie di dalam Volksraad yang menuntut adanya Majelis
Nasional sebagai parlemen pendahuluan untuk menetapkan hukum dasar
sementara bagi Hindia Belanda. Keberadaan kedua organisasi politik tersebut
diikuti dengan munculnya berbagai organisasi partai politik setelahnya. Partai-
partai tersebut di antara lain adalah Indische Partij (IP), Insulinde, Indische
Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV), Partai Komunis Indonesia (PKI),
Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Indonesia Raya (Parindra), Partai
Indonesia (Partindo), Indische Sociaal Democratische Partij (ISDP), Indische
Katholijke Partij, Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), dan Partai Rakyat
Indonesia (PRI). Selain berbagai partai politik, juga pernah terbentuk federasi
organisasiorganisasi politik. Pada 17 Desember 1927 lahir Permufakatan
PerhimpunanPerhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) yang dibentuk
oleh PNI,PSI, BU, Sarikat Pasundan, Sarikat Sumatera, dan Kaum Betawi. PPPKI
berupaya menyamakan arah aksi dan kerja sama, dan menghindarkan perselisihan
yang melemahkan aksi kebangsaan.

5. Partai Politik Pada Masa Awal Kemerdekaan (Orde Lama)

Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Pada 18


Agustus 1945, PPKI melaksanakan sidang yang salah satu keputusannya adalah
mengesahkan UUD 1945 sebagai konstitusi Indonesia. Di dalam UUD 1945, tidak
terdapat pengaturan mengenai partai politik. Ketentuan yang terkait adalah Pasal
28 yang menyatakan “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-
undang.” Ada pendapat yang menyatakan bahwa ketentuan tersebut belum
memberikan jaminan hukum yang resmi. Pada 22 Agustus 1945, PPKI
menyelenggarakan rapat yang salah satu keputusannya adalah membentuk Partai
Nasional Indonesia. PNI diharapkan menjadi partai tunggal atau partai negara dan
sebagai pelopor dalam kehidupan bangsa Indonesia. Keputusan itu telah
ditindaklanjuti dengan persiapan pembentukan Partai Nasional Indonesia di
daerah-daerah. Namun, pada 31 Agustus 1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah
yang menunda segala aktivitas persiapan dan pembentukan PNI sebagai partai
tunggal. Hal itu dimaksudkan untuk memusatkan perhatian dan tindakan ke dalam
Komite Nasional karena kedudukannya yang dipandang sangat penting. Adanya
gagasan partai tunggal tersebut sesuai dengan pandangan Soekarno sejak sebelum
kemerdekaan. Soekarno telah mengemukakan perlunya partai pelopor untuk
bangsa Indonesia. Pandangan Soekarno mengenai partai tunggal berlawanan
dengan pandangan Sjahrir yang menentang konsep kepartaian monolitik karena
akan lebih banyak menjadi alat untuk mengontrol dan mendisiplinkan perbedaan
pendapat. Pandangan itu dalam perkembangannya mempengaruhi usulan BP
KNIP di mana Sjahrir menjadi Ketua. Dalam Pengumuman Badan Pekerja
Komite Nasional Nomor 3 disebutkan bahwa pembentukan satu partai, yaitu
Partai Nasional Indonesia, pada saat itu memang diperlukan untuk
mempersatukan segala aliran dalam masyarakat guna mempertahankan negara.
Namun yang dapat memenuhi keperluan tersebut adalah Komite Nasional.
Dengan kata lain, Komite Nasional-lah yang mempersatukan berbagai aliran yang
berbeda, apalagi sudah berubah menjadi badan perwakilan rakyat sejak 16
Oktober 1945. Mengingat hal tersebut dan sesuai dengan semangat menjunjung
asas demokrasi, diusulkan untuk memberi kesempatan kepada rakyat mendirikan
partai politik. Dengan adanya partai-partai politik akan mempermudah prediksi
kekuatan perjuangan serta meminta pertanggungjawaban para pemimpinnya. Pada
3 November 1945 atas usulan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat
(BP KNIP), pemerintah mengeluarkan Maklumat yang menyatakan bahwa
pemerintah menyukai berdirinya partai-partai politik terkait dengan akan segera
diselenggarakannya pemilihan umum. Maklumat ini ditandatangani oleh Wakil
Presiden karena Presiden Soekarno sedang mengadakan kunjungan ke luar negeri.
Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 tersebut disambut antusias
sehingga dalam waktu singkat telah terbentuk sekitar 40 partai politik. Berbagai
partai politik yang sebenarnya sudah ada sebelum kemerdekaan, bangkit kembali.
Pada 7 November 1945 didirikan kembali Majelis Sjuro Muslimin Indonesia
(Masjumi) di Jogjakarta. Pada 29 Januari 1946 didirikan PNI di Kediri yang
berasal dari Serikat Rakyat Indonesia (Serindo), PNI Pati, PNI Madiun, PNI
Palembang, PNI Sulawesi, Partai Kedaulatan Rakyat, Partai Republik Indonesia,
dan beberapa partai kecil lain. Ketuanya yang pertama adalah S. Mangoensarkoro.
Partai-partai lain yang terbentuk, baik merupakan partai baru maupun kelanjutan
dari partai politik yang telah ada sebelum kemerdekaan di antaranya adalah Partai
Indonesia Raya (PIR), Partai Rakyat Indonesia (PRI), Partai Banteng Republik
Indonesia, Partai Rakyat Nasional (PRN), Partai Wanita Rakyat, Partai
Kebangsaan Indonesia (PARKI), Partai Kedaulatan Rakyat (PKR), Serikat
Kerakyatan Indonesia (SKI), Partai Rakyat Jelata (PRJ), Partai Tani Indonesia
(PTI), Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai
Sosialis Indonesia (Parsi) di bawah pimpinan Mr. Amir Sjarifuddin, Partai Murba,
Partai Buruh Indonesia, Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (PERMAI), Partai
Demokrat Tionghoa, dan Partai Indo Nasional. Walaupun pada masa awal
kemerdekaan belum dapat dilaksanakan pemilihan umum hingga 1955, namun
partai politik telah mewarnai kehidupan nasional. Partai-partai politik di awal
kemerdekaan telah memiliki pengaruh besar baik dalam parlemen maupun
pemerintahan. Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang pada awalnya
berdasarkan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 membantu Presiden
menjalankan kekuasaan sebelum terbentuknya MPR, DPR, dan DPA, berdasarkan
Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945 kedudukannya
menjadi parlemen. Maklumat tersebut menyatakan bahwa KNIP sebelum
terbentuknya MPR dan DPR, diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan
garis-garis besar dari pada haluan negara, serta menyetujui bahwa pekerjaan
sehari-hari KNIP dilakukan oleh Badan Pekerja yang dipilih dari dan oleh anggota
KNIP. Komposisi anggota KNIP dari unsur partai politik pada awalnya adalah
Masjumi 35 anggota, PNI 45 anggota, Partai Sosialis 35 anggota, PBI 6 anggota,
Parkindo 4 anggota, PKRI 2 anggota, dan PKI 2 Anggota. Berdasarkan PP Nomor
6 Tahun 1946, wakil partai politik meningkat menjadi Masjumi 60 anggota, PNI
tetap, Partai Sosialis tetap, PBI 35 anggota, Parkindo 8 anggota, PKRI 4 anggota,
dan PKI 35 Anggota. Berdasarkan sistem parlementer, pemerintahan dijalankan
oleh kabinet yang dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Pembentukan kabinet
dilakukan dengan persetujuan KNIP sebagai parlemen Indonesia saat itu. Bahkan,
menteri sebagai satu kesatuan kabinet maupun secara sendiri-sendiri
bertanggungjawab kepada KNIP. KNIP menentukan pembentukan dan jatuhnya
kabinet. Pada 31 Desember 1949, sebagai salah satu pelaksanaan hasil Konferensi
Meja Bundar, negara Indonesia yang semula adalah negara kesatuan berubah
menjadi negara serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat. Konstitusi yang
berlaku adalah Konstitusi RIS488. Dalam Konstitusi RIS ketentuan-ketentuan
yang mengatur hak asasi manusia lebih banyak jumlahnya. Namun demikian,
seperti halnya dalam UUD 1945, tidak ada ketentuan khusus mengenai
keberadaan dan pengaturan partai politik. Pasal-pasal hak asasi manusia yang
terkait adalah Pasal 20 yang menyatakan “Hak penduduk atas kebebasan
berkumpul, berapat setjara damai diakui dan sekadar perlu didjamin dalam
peraturan2 undang-undang.” Konstitusi RIS berlaku kurang dari satu tahun.
Karena tuntutan yang kuat untuk kembali ke negara kesatuan, akhirnya
berdasarkan Piagam Persetujuan Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan
Pemerintah Republik Indonesia tanggal 19 Mei 1950 ditetapkan Undang-Undang
Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950) yang disahkan pada 15 Agustus 1950. Hal
itu menandai kembalinya bentuk negara kesatuan.489 UUDS 1950 pada
prinsipnya merupakan perubahan Konstitusi RIS yang disesuaikan dengan bentuk
negara kesatuan. Oleh karena itu, ketentuan tentang partai politik secara khusus
juga tidak ada.

6. Partai Politik Pada Masa Orde Baru

Pada masa Orde Baru partai politik diberi kesempatan untuk bergerak lebih
leluasa. Akan tetapi, sesudah diadakan pemilihan umum tahun 1971, dimana
Golkar menjadi pemenang pertama dengan disusul oleh tiga partai besar NU,
Parmusi, dan PNI, agaknya partai-partai harus menerima kenyataan bahwa
peranan mereka dalam proses pengambilan keputusan untuk sementara akan
tetap terbatas. Penyederhanaan jumlah partai pada awal masa Orde Baru
menujukkan peranan Presiden Soeharto yang semakin besar, hal ini sangat
membatasi ruang gerak masyarakat terutama untuk menyalurkan aspirasi
ataupun memberikan kritik kepada pemerintah. Sampai tahun 1973 Soeharto
tampaknya menjadi penguasa politik Indonesia meskipun tergantung pada
penerusan garis utama kebijakankebijakan sebelumnya tetapi mampu
mengisolasi dan mengatasi lawanlawannya, menjaga konsensus luas intra-
militer, dan mengendalikan sektor sipil (setelah komunis) dengan kursi langsung
relatif minim. Perkembangan partai politik sejak awal hingga berakhirnya masa
Orde Baru mengalami pasang surut dalam pembangunan bangsa khususnya
peningkatan partisipasi politik masyarakat dalam segenap aspek kehidupan
pembangunan nasional. Kebijakan-kebijakan Orde Baru terhadap partai politik
menjadikan partai politik tidak mampu menjalankan fungsinya menuju
demokratisasi. Masa Orde Baru berjalan dimulai pada tahun 1966 dimana
Presiden Soekarno digantikan oleh Presiden Soeharto, hingga tahun 1998 yaitu
saat Presiden Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden. Pada masa Orde
Baru terjadi enam kali pemilihan umum. Adanya keikutsertaan Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dalam pemilihan umum dengan
bergabung dalam Golongan Karya (Golkar). Pada masa pemerintahan orde baru,
salah satu tindakan MPRS saat itu yang berhubungan dengan partai politik
adalah pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) melalui TAP MPRS No.
XXV/1966 disamping ketetapan pencabutan penetapan Presiden Soekarno
sebagai presiden seumur hidup. Sementara itu, terjadi perdebatan melalui
berbagai seminar dan media massa, antara lain mengenai perlunya mendirikan
demokrasi dan membentuk suatu sistem politik yang demokratis dengan
merombak struktur politik yang ada. Partai politik menjadi sasaran utama dari
kecaman masyarakat dianggap telah bertindak memecah belah karena terlalu
mementingkan ideologi serta kepentingan masing-masing. Pemilihan umum
anggota DPR, pertama semenjak tahun 1971, dilaksanakan pada bulan Mei
setelah kampanye panas oleh majalah berita Jakarta Tempo disamakan dengan
perang saudara. Kontestan utama dalam pemilihan umum ialah Golkar yang
didukung Soeharto dan Angkatan Bersenjata dengan PPP (Partai Persatuan
Pembangunan). Ketegangan terus berlanjut selama beberapa bulan setelah
Pemilu. Di atas permukaan ketegangan yang berlangsung terutama antara
Muslim dan mahasiswa versus Presiden dan Hankam, tetapi juga ada tanda tanda
kontra dan problematika dalam elit utama. Terlaksananya fusi partai-partai
politik pada masa Orde Baru merupakan sebuah keberhasilan yang sempat
tertunda pada rezim sebelumnya. Jika dikaji sejarahnya, rencana
penyederhanaan jumlah partai politik sebenarnya sudah dimulai sejak masa
Soekarno. Hanya saja, saat itu masing-masing partai politik masih demikian
besar pengaruhnya, sehingga sulit mencari jalan bagaimana cara
menyederhanakannya, mengingat masing-masing partai politik merasa punya
hak hidup sesuai dengan aliran atau ideologinya masing-masing. Munculnya
Orde Baru sekaligus membawa warna baru dalam dunia perpolitikan Indonesia.
Salah satu ciri yang menonjol di dalam periode perkembangan partai politik
pada masa Orde Baru adalah adanya penciutan jumlah partai politik.
Pembaharuan ini akhirnya mengerucut menjadi ide tentang penyederhanaan
jumlah partai dan membagi partai-partai yang ada menjadi tiga kelompok.
Kelompok pertama yaitu kelompok spiritual material yang menitik-beratkan
program-programnya pada pembangunan spiritual, tetapi tidak mengabaikan
pembangunan material; kedua yaitu kelompok Nasionalis atau kelompok
material spiritual yang menitik-beratkan programprogramnya pada
pembangunan material tetapi tidak mengabaikan aspek-aspek spiritual; ketiga
yaitu kelompok karya. Pada tahun 1973 konsep penyederhanaan partai (Konsep
Fusi) sudah dapat diterima oleh partai-partai yang ada dan dikukuhkan melalui
Undang-Undang No. 3/1975 tentang Partai Politik dan Golongan, sistem fusi ini
berlangsung hingga lima kali Pemilu selama pemerintahan Orde Baru yaitu pada
tahun 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Partai politik atau organisasi politik sudah ada sejak sebelum masa
kemerdekaan, meskipun, tidak secara tegas menyebutkan bahwa mereka adalah
organisasi politik pada saat itu akan tetapi, seiring perkembangannya organisasi
yang ada pada saat itu memiliki tujuan politis. Pasca kemerdekaan bangsa
Indonesia merupakan masa awal negara Indonesia memiliki kepemerintahan
secara mandiri. Pembentukan partai politik di Indonesia dimulai sejak turunnya
Maklumat Pemerintah pada tanggal 3 November 1945, sejak saat itu banyak
berdiri partai politik di Indonesia hinnga berjumblah kurang lebih 40 partai.
Pada masa Orde Baru terjadi fusi atau penggabungan terhadap partai
politik yang sudah ada sejak masa Orde Lama. Partai politik digabungkan menjadi
3 golongan besar. Meskipun begitu, pada masa Orde Baru partai politik tidak
dapat menjalankan fungsinya secara maksimal karena pemerintahan pada masa itu
bersifat otoriter.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Safa'at, Muchammad. (2009). Sejarah Partai Politik Dan Pembubaran Partai
Politik Pada Masa Orde Lama. (Universitas Indonesia, 2009) Diakses dari
https://lib.ui.ac.id.

Hidayat, Arif. "Perkembangan Partai Politik Pada Masa Orde Baru", Jurnal
Ilmiah Mimbar Demokrasi, Volume 17 (2), 2-8.

Anda mungkin juga menyukai