Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“Dinasti Politik di Beberapa Partai Politik yang Ada di Indonesia”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Ilmu Politik

Dosen Pengampu: Dr. H. Setia Gumilar, S.Ag., M.Si.

Agung Purnama, M.Hum.

Disusun Oleh:

1. Agnia Rasyidah (1215010005)


2. Akhmad Banazir Braza (1215010011)
3. Anisa Siti Nur Asyah (1215010022)
4. Arief Rachman Saputra (1215010027)
5. Assyifa Khania Faradila (1215010031)
6. Bilqis Nabilah (1215010034)
7. Dede Firmansyah (1215010041)

KELAS III-A

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2022
ii
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr. Wb

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, juga tidak lupa pula shalawat serta salam kita panjatkan kepada nabi kita
Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman yang
terang benderang seperti saat ini, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas penyusunan
Makalah Ilmu Politik ini dengan tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak
Dr. H. Setia Gumilar, S.Ag., M.Si. dan selaku Bapak Agung Purnama, M.Hum. pada mata
kuliah Ilmu Politik. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
“Dinasti Politik di Beberapa Partai Politik yang Ada di Indonesia” bagi para pembaca dan
juga bagi penyusun.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Setia Gumilar, S.Ag., M.Si.
dan selaku Bapak Agung Purnama, M.Hum. dosen pengampu yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Bandung, 10 Desember 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................i

DAFTAR ISI .....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah ...............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................1
1.3 Tujuan Pembahasan ......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................3

2.1 Indonesia Sebagai Negara Dengan Sistem Multi partai ...............................................3


2.2 Dinasti Politik di Indonesia ..........................................................................................4
2.3 Faktor-Faktor Terbentuknya Dinasti Politik .................................................................9
2.4 Urgensi Pembatasan Masa Jabatan Ketua Umum Partai Politik ..................................10

BAB III PENUTUP ..........................................................................................................14

Kesimpulan .........................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dinasti politik di Indonesia muncul dan tumbuh berkembang sejak orde lama. Namun
dalam ranah lokal, dinasti politik muncul sejak pertamakali pemilukada langsung
diberlakukan pada tahun 2005 maupun implementasi otonomi daerah tahun 2001. Sebagai
wujud demokratisasi lokal pada saat itu berbagai elit politik lokal muncul untuk
mengooptasi kedua proses tersebut, yang kemunculan para elit tersebut dikenal dengan
reorganisasi kekuasaan.
Dinasti politik pada dasarnya tidak ada dalam demokrasi, walaupun sejarah mencatat
dalam negara-negara demokrasi modern fenomena dinasti politik tumbuh berkembang.
Negara demokrasi menjunjung tinggi hak seluruh warga negara untuk memilih dan
dipilih. Tidak dibenarkan jika mengatasnamakan dan konstitusi lantas kehidupan politik
didominasi oleh sekelompok golongan tertentu, karena negara adalah milik bersama.
Setiap warga negara berhak menduduki jabatan politik selama mendapat kepercayaan
oleh rakyat. Proses pengawasan dan pembatasan yang berlaku selama ini hanya
diserahkan kepada landasan etik terkait kepatutan dan kepantasan.
Tapi fakta yang terjadi di lapangan justru politik dinasti berkembang dan subur dalam
lingkup negara demokrasi kita. Sistem yang berlaku dalam politik dinasti berdasarkan
kedekatan secara personal bukan atas dasar kapasitas dan kualitas. Hal itu mencemari
keberlangsungan perpolitikan yang berkembang.
Dinasti politik yang berkembang di Indonesia menjadi ancaman keberlangsungan dan
masa depan perpolitikan di Indonesia. Selain memotong hak rakyat juga dapat
melahirkan pemimpin yang tidak kompeten serta melahirkan neo-tirani (tirani dalam
bentuk baru).
Oleh karena itu, melihat permasalahan dan fakta di lapangan yang terjadi pada saat
ini, penulis akan menguraikan beberapa hal terkait dengan dinasti politik, faktor penyebab
terbentuknya dinasti politik dan bagaimana solusi dengan pembatasan masa jabatan ketua
umum partai politik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Indonesia sebagai negara dengan sistem multi partai?

1
2. Bagaimana dinasti politik di Indonesia?
3. Apa saja faktor-faktor penyebab terbentuknya dinasti politik?
4. Bagaimana urgensi pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik?

1.3........................................................................................................................................Tuju
an Pembahasan
Tujuan dari makalah ini untuk:
1. Mengetahui Bagaimana Indonesia sebagai negara dengan sistem multi partai.
2. Mengetahui Bagaimana dinasti politik di Indonesia.
3. Mengetahui Apa saja faktor-faktor penyebab terbentuknya dinasti politik.
4. Mengetahui Bagaimana urgensi pembatasan masa jabatan ketua umum partai
politik.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Indonesia Sebagai Negara Dengan Sistem Multi Partai


Sistem multi partai adalah salah satu varian dari beberapa sistem kepartaian yang
berkembang di dunia modern saat ini. Sistem partai politik ini menjadi sebuah jaringan
dari hubungan dan interaksi antara partai politik di dalam sebuah sistem politik yang
berjalan. Tipe sitem kepartaian yang dikenal secara umum, dibedakan menjadi 3 sistem,
yaitu sistem partai tunggal, sistem dua partai, dan sistem multi partai. Dari pengertian
yang telah dikemukakan itu, dengan mudah menentukan sistem partai politik di sebuah
negara. Kalau di negara tersebut hanya terdapat satu partai politik yang tumbuh atau satu
partai politik yang dominan dalam kekuasaan maka dapat dipastikan bahwa sistem
tersebut adalah sistem partai tunggal. Namun jika terdapat dua partai politik maka sistem
partainya adalah sitem dua partai. Sebaliknya, jika di dalam negara tersebut tumbuh lebih
dari dua partai politik maka dikatakan sebagai sistem multi partai.1
Dalam demokrasi, partai berada dan beroperasi dalam suatu sistem kepartaian
tertentu. Setiap partai merupakan bagian dari sistem kepartaian yang diterapkan di suatu
negara. Dalam suatu sistem tertentu, partai berinteraksi dengan sekurangkurangnya satu
partai lain atau lebih sesuai dengan konstruksi relasi regulasi yang diberlakukan. Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tidak mengamanatkan secara jelas sistem
kepartaian apa yang harus diimplementasikan. Meskipun demikian konstitusi
mengisyaratkan bahwa bangsa Indonesia menerapkan sistem multi partai. Pasal tersebut
adalah pasal 6A (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Pasangan Presiden dan Wakil
Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Dari pasal tersebut
tersirat bahwa Indonesia menganut sistem multi partai karena yang berhak mencalonkan
pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah partai politik atau gabungan partai
politik. Kata “gabungan partai poltitik” artinya paling sedikit dua partai politik yang
menggabungkan diri untuk mencalonkan presiden untuk bersaing dengan calon lainnya
1
Junaidi, Pengaruh Sistem Multi Partai dalam Pemerintahan di Indonesia. Jurnal Al-Daulah Vol. 4 No. 1 2015,
hlm 141-142.

3
yang diusung oleh partai politik lain. Dengan demikian dari pasal tersebut di dalam
pemilu presiden dan wakil presiden paling sedikit terdapat tiga partai politik. 2
Indonesia telah menjalankan sistem multi partai sejak Indonesia mencapai
kemerdekaan. Surat Keputusan Wakil Presiden M. Hatta No X/1949 merupakan tonggak
dilaksanakannya sistem multi partai di Indonesia. Keputusan Wapres ini juga ditujukan
untuk mempersiapkan penyelenggaraan pemilu yang pertama pada tahun 1955. Pada
pemilu tersebut diikuti oleh 29 partai politik dan juga peserta independen (perseorangan).
Pada pemilu pertama tahun 1955 adalah tonggak kehidupan politik pasca kemerdekaan,
menghasilkan lima partai besar: PNI, Masyumi, NU, PKI, dan PSI. Dengan melaksanakan
sistem pemilu proporsional, menghasilkan anggota legislatif yang imbang antara Jawa
dan Luar Jawa. Memasuki dekade 1970-an sampai Pemiliu 1971, Indonesia masih
menganut sistem multipartai sederhana (pluralisme sederhana). Waktu itu ada sembilan
partai politik yang tersisa dari Pemilu 1955. Kesembilan partai ditambah Golkar, ikut
berlaga dalam Pemilu 1971.
Fenomena menarik pada era orde baru, sistem kepartaian masih disebut sistem
multipartai sederhana, namun antarpartai tidak terjadi persaingan. Karena Golkar menjadi
partai hegemoni. Sehingga ada pendapat bahwa secara riil sistem kepartaian menjurus ke
sistem partai tunggal (single entry). Kenapa? Karena Golkar hanya berjuang demi status
quo. Golkar mendapatkan “previlage” dari pemerintah untuk selalu memenangkan
persaingan perebutan kekuasaan. Salah satu reformasi dibidang politik adalah
memberikan ruang bagi masyarakat untuk mendirikan partai politik yang dianggap
mampu merepresentasikan politik mereka. Liberalisasi politik dilakukan karena partai
politik warisan Orde Baru dinilai tidak merepresentasikan masyarakat Indonesia yang
sesungguhnya. Hasilnya tidak kurang dari 200 partai politik tumbuh di dalam masyarakat.
Dari ratusan parpol tersebut hanya 48 partai yang berhak mengikuti pemilu 1999. Pemilu
1999 menghasilkan beberapa partai politik yang mendapatkan suara yang signifikan dari
rakyat Indonesia adalah PDI Perjuangan, Golkar, PKB, PPP, dan PAN.3

2.2 Dinasti Politik di Indonesia

Politik dinasti adalah proses mobilisasi regenerasi kekuasaan kaum oligarki yang
bertujuan untuk meraih atau melanggengkan kekuasaan. Dinasti politik ialah sistem

2
Ibid, hlm 144.
3
Ibid, hlm 145.

4
reproduksi kekuasaan yang mengandalkan familisme atau hubungan kekerabatan. Dinasti
politik dapat disebut sebagai sistem yang bertentangan dengan demokrasi karena telah
membatasi ruang lingkup demokrasi yang seharusnya membuka peluang dalam berpolitik
seluas-luasnya.

Dinasti politik di Indonesia sudah muncul sejak orde lama, yakni dalam keluarga
presiden pertama Indonesia, Soekarno. Keturunan Soekarno meneruskan profesinya
sebagai politisi: Megawati Soekarnoputri, Sukmawati, dan Guruh Soekarno. Fenomena
dinasti politik juga terlihat dalam keluaraga Gusdur (KH. Abdurrahman Wahid), yakni
terjunnya saudara-saudara kandungnya, juga anak kandungnya ke dalam dunia politik.
Begitu juga Megawati Soekarnoputri yang terlihat ada gejala dinasti politik dengan
terlibat aktifnya Puan Maharani dalam perpolitikan di Indonesia hingga akhirnya menjadi
ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Pada keluarga Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun demikian. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY),
Eddie Baskoro, Hartanto Edhie Wibowo, Agus Hermanto, Sartono Hutomo, Dwi Astuti
Wulandari, dan Agung Budi Santosa merupakan sederatan keluarga SBY yang terjun
dalam perpolitikan di Indonesia.

Dinasti politik, yang oleh masyarakat dianggap sebagai virus demokrasi pada
awalnya muncul optimisme penyakit ini akan hilang dengan terpilihnya Jokowi sebagai
penguasa karena dia bukan berasal dari keluarga elit politik. Namun anggapan itu ternyata
salah, karena Jokowi telah tertular virus elit politik masa lalu yang melakukan nepotisme
dan politik dinasti. Jokowi telah merestui anaknya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi
calon walikota Solo. Tidak hanya putranya, menantu Jokowi, Bobby Nasution, juga
disinyalir akan maju sebagai wali kota Medan. Bahkan Siti Nur Azizah, anak wakil
Presiden RI 2019-2020, Ma’ruf Amin, mencalonkan diri dalam pemilihan Wali Kota
Tangerang Selatan 2020.

Pada level daerah, dinasti politik juga tumbuh subur. Berdasarkan riset yang dirilis
oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), bahwa pada 2010 termasuk menjadi sorotan
utama karena terdapat beberapa kepala daerah yang terpilih dan bersatatus sebagai
kerabat kepala daerah sebelumnya.4

Marcuz Mietzner menilai bahwa kecenderungan politik dinasti cukup menguat


dalam politik kontemporer di Indonesia. Menurutnya, praktik politik dinasti merupakan
4
Gunanto, D, Tinjauan Kritis Politik Dinasti di Indonesia. Jurnal Administrasi Negara, Vol 8 No. 2 2020, hlm
179-180.

5
penyakit dalam demokrasi. Politik dinasti melemahkan controlling terhadap pemerintah
yang merupakan hal penting dalam negara demokrasi. Pengamat politik banyak menyebut
dinasti politik dengan oligarki politik, karena dalam sistem ini elit politik berbasiskan
keterikatan darah atau perkawinan. Di Indonesia, elit politik memiliki kemampuan dalam
mempengaruhi proses pembuatan keputusan politik. Dalam kontestasi politik, mereka
relatif mudah dalam memenangkan kekuasaan.5

2.2.1 Berkembanganya Dinasti Politik di Indonesia

Dinasti politik di Indonesia muncul dan tumbuh berkembang sejak orde lama.
Namun dalam ranah lokal, dinasti politik muncul sejak pertamakali pemilukada
langsung diberlakukan pada tahun 2005 maupun implementasi otonomi daerah tahun
2001. Sebagai wujud demokratisasi lokal pada saat itu berbagai elit politik lokal muncul
untuk mengooptasi kedua proses tersebut, yang kemunculan para elit tersebut dikenal
dengan reorganisasi kekuasaan.

Pada masa order baru, pusat membatasi kekuasaan para elit. Mekanisme yang
dilakukan cenderung pada pengangkatan secara langsung. Elit lokal yang pro dengan
Orde Baru mendapat keistimewaan, sedangkan yang kontra bisa tersingkir di arena
politik lokal di daerahnya. Momentum transisi dari otoriaritanisme menuju demokrasi
yang ditandai dengan kebijakan otonomi daerah dimanfaatkan betul oleh kelompok dua
kelompok, pro dan kontra terhadap Orde Baru, untuk berkuasa secara penuh di
daerahnya dalam kontestasi untuk menjadi elit pemenang maupun membangun sinergi
yang biasanya melalui jalur perkawinan. Tidak heran jika otonomi daerah kemudian
memunculkan raja-raja kecil di daerah. Perkembangan politik lokal Orde Baru
kemudian dikenal dengan istilah ‘Cendanaisasi’ lokal. Istilah cendanaisasi merujuk
pada Keluarga Cendana semasa 32 tahun kepemimpinan Presiden Soeharto yang sangat
berkuasa dalam ekonomi-politik Indonesia.

Dinasti politik di Indonesia dilakukan dengan dua cara: by design dan by


accident. Dinasti politik by design telah terbentuk sejak lama. Secara relasi, jejaring
familisme dalam pemerintahan sudah kuat, sehingga kerabat yang masuk dalam
pemerintahan atau terjun dalam kontestasi politik sudah diatur sedemikian rupa untuk
merekayasa keberhasilan tujuannya. Adapun dinasti politik by accident terjadi dalam
situasi suksesi pemerintahan yang secara tiba-tiba mencalonkan kerabat untuk

5
Ibid, hlm 183.

6
menggantikannya demi menjaga kekuasaan informal erhadap penggantinya jika menang
dalam kontestasi politik.6

2.2.2 Dinasti Politik dalam Negara Demokrasi

Dinasti politik pada dasarnya tidak ada dalam demokrasi, walaupun sejarah
mencatat dalam negara-negara demokrasi modern fenomena dinasti politik tumbuh
berkembang. Negara demokrasi menjunjung tinggi hak seluruh warga negara untuk
memilih dan dipilih. Tidak dibenarkan jika mengatasnamakan dan konstitusi lantas
kehidupan politik didominasi oleh sekelompok golongan tertentu, karena negara adalah
milik bersama. Setiap warga negara berhak menduduki jabatan politik selama mendapat
kepercayaan oleh rakyat. Proses pengawasan dan pembatasan yang berlaku selama ini
hanya diserahkan kepada landasan etik terkait kepatutan dan kepantasan. Fakta yang
terjadi di lapangan justru politik dinasti berkembang dan subur dalam lingkup negara
demokrasi kita. Sistem yang berlaku dalam politik dinasti berdasarkan kedekatan secara
personal bukan atas dasar kapasitas dan kualitas. Hal itu mencemari keberlangsungan
perpolitikan yang berkembang.

Dinasti politik yang berkembang di Indonesia menjadi ancaman


keberlangsungan dan masa depan perpolitikan di Indonesia. Selain memotong hak
rakyat juga dapat melahirkan pemimpin yang tidak kompeten serta melahirkan neo-
tirani (tirani dalam bentuk baru). Tidak hanya secara politik, tumbuh berkembangnya
dinasti politik juga merugikan secara ekonomi karena dapat mengganggu persaingan
usaha yang sehat. Di berbagai negara, khususnya Indonesia, tercatat bahwa
pemerintahan cenderung melibatkan kerabat dalam menopang kebijakan ekonominya.

Dinasti politik ditentang di Indonesia karena tidak dibangun berdasarkan sistem


meritokrasi yang dinilai cocok dengan iklim politik di Indonesia. Sistem meritokrasi
adalah memberikan privilege kepada siapapun yang memiliki prestasi. Meritokrasi
dianggap dapat mengikis sistem dinasti politik dan dianggap sebagai sistem yang adil
dengan memberikan hak lebih kepada individu-individu yang berprestasi untuk menjadi
pemimpin.7

Gubernur Lemhaas Letjeyy TI (Purn) Agus Widjojo bekata bahwa Akibat


fenomena dinasti politik, rekrutmen politik hanya dikuasai oleh sekelompok atau
6
Ibid, hal. 183-184.

7
Ibid, hlm. 186.

7
segelintir orang melalui oligarki. Padahal Indonesia merupakan negara demokrasi,
dimana dalam memilih pemimpin, rakyat mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi
langsung didalam pemilihan umum, baik dalam hal memilih eksekutif maupun
legislatif, baik tingkat nasional maupun tingkat daerah. Fenomena dinasti politik
tersebut yang kemudian justru menghambat konsolidasi demokrasi di tingkat lokal,
sekaligus melemahkan institusional partai politik dan lebih mengemukakan
pendekatan personal ketimbang kelembagaan. 8

2.2.3 Contoh dari Dinasti Politik di Beberapa Partai Politik di Indonesia


a. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono9
1.) Edhie Baskoro Yudhoyono (anak): Sekretaris Jenderal PD (20102015), anggota
DPR (2009 - 2014), Wakil Ketua Umum KADIN.
2.) Hartnto Edhie Wibowo (adik Ani Yudhoyono): anggota DPR (20092014), Ketua
Departemen BUMN PO (20102015).
3.) Hadi Utomo (adik ipar): Ketua Umum PD (2005-2010), Anggota dewan Pembina
PD (20102015).
4.) Nurcahyo Anggoro Jati (anak Hadi Utomo): anggota DPR (20092014)
5.) Agus Hermanto (adik Hadi Utomo): anggota DPR (20092014).

b. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri


1.) Taufiq Kiemas (suami): Ketua MPR (2009 - 2014), Ketua Dewan Pertimbangan
Pusat Partai PDIP.
2.) Puan Maharani (anak): anggota DPR (2009 - 2014), Ketua. DPP PDIP.
3.) Guruh Soekarno Putra (adik): anggota DPR (2009 2014).
4.) Puti Guntur Soekarno Putri (keponakan): anggota DPR (2009 2014).
5.) Nazarudin Kiemas; (adik Taufiq Kemas): anggota DPR (2009 2014).

2.3 Faktor-Faktor Terbentuknya Dinasti Politik

Terdapat beberapa hal yang mendasari terbentuknya dinasti politik, diantaranya:

8
Endah Heliana. Gubernur Lemhannas: Dinasti Politik Menghambat Konsolidasi
Demokrasi. Lemhannas.go.id. 11 Februari 2021.https://www.lemhannas.go.id/index.php/publikasi/press-
release/983-gubernur-lemhannas-dinasti-politik-menghambat-konsolidasi-demokrasi
9
Harjanto, Nico, Politik Kekerabatan dan Instutisionalisasi Partai Politik di Indonesia. Analisis CSIS, Vol. 40
No. 2 2011, hlm 156-157.

8
Pertama, mecetnya kaderisasi partai politik dalam merekrut calon/kandidat
politik yang berkapasitas dan berkualitas, sehingga partai politik bersikap pragmatisme
dengan mengusung calon yang berasal dari keluarga pejabat yang sedang menduduki
pemerintahan.

Kedua, konteks masyarakat yang menjaga status quo, khususnya di tingkat


daerah, yang menginginkan kepala daerah untuk berkuasa dengan cara mendorong
kerabat atau orang yang dekat dengan kepala daerah untuk menggantikan incumbent.

Kedua faktor umum tersebut adalah awal dari munculnya sikap pro dan kontra
terhadap berkembangnya fenomena dinasti politik di Indonesia. Pihak yang kontra
terhadap dinasti politik menginginkan adanya pembatasan terhadap sanak saudara elit
yang sedang menjabat untuk diikutsertakan dalam kontestasi politik. Sedangkan pihak
yang pro terhadap dinasti politik berpandangan bahwa tidak perlu ada pembatasan
dalam pencalonan, melainkan sistem perkaderan partai politik saja yang perlu untuk
diperbaiki dan dibenahi. Munculnya sikap pro dan kontra masyarakat terhadap
berkembangnya dinasti politik tidak terlepas dari kaitannya dengan budaya politik yang
berkembang di masyarakat. Dari segi penerimaan publik ataupun pembangunan rezim,
budaya politik erat kaitannya dengan preferensi kekuasaan yang dibangun.10

Terdapat beberapa sudut pandang penting dalam menggambarkan bahayanya


dinasti politik di Indonesia:

a. Politik kekerabatan di Indonesia menyulitkan masuknya kritik pengawasan,


maupun mekanisme checks and balances. Dinasti politik di Indonesia sebatas
mengutamakan kekerabatan, dan dalam pengambilan kebijakan juga
menguntungkan pihak tertentu saja.
b. Berkembangnya politik dinasti menyebabkan playing field mengalami
ketimpangan karena politik dinasti sudah mampu mengakumulasi pengaruh,
kekayaan, penguasaan terhadap wilayah, maupun kontrol ekonomi tertentu,
sehingga memungkinkan persentase kemenangan yang potensial dalam kontestasi
politik dibandingkan calon lain yang masih memiliki keterbatas dalam
sumberdaya dan modal.

10
Op. Cit, Gunanto, hlm 187.

9
c. Tumbuh suburnya politik dinasti menunjukkan bahwa institusionalisasi kepartaian
yang semakin buruk dan menunjukkan kualitas partai politik yang lemah dalam
menjalankan fungsinya dalam rekrutmen dan kaderisasi.
d. Kekuatan partai politik semakin melemah karena kekuatan individu kandidat
menjadi faktor determinan dalam kemenangan kontestasi. Partai politik
mengutamakan calon yang mempunyai hubungan dengan kerabat yang memiliki
jabatan politik karena dianggap mumpuni dari segi finansial, popularitas, serta
kemampuan dalam memobilisasi massa. Kemenangan dalam kontestasi menjadi
prioritas utama partai politik, bukan lagi efektivitas kekuasaan dalam jangka
menengah dan panjang, sehingga berbagai cara dapat dilakukan oleh partai politik
untuk memastikan terjaminnya kemenangan.11

2.4 Urgensi Pembatasan Masa Jabatan Ketua Umum Partai Politik


a. Agar terciptanya proses demokratisasi di dalam tubuh parpol.12
Dengan dibatasinya masa jabatan ketua umum parpol, tentu akan
menciptakan demokratisasi yang sehat didalam tubuh partai politik, dikarenakan
akan mengalami regenerasi kepemimpinan setiap periode. Dengan adanya
regenerasi itu tentu anggota-anggota yang muda dan berkompeten akan
memiliki peluang untuk bisa menduduki jabatan tersebut.
Demokrasi didalam partai politik bukan hanya persoalan proses pengangkatan
ketua umum, dan saling tukar pendapat untuk mencapai mufakat saja, namun
ada hal lain yang lebih penting yaitu mengenai pembatasan masa jabatan ketua
umum tersebut. Jika hal tersebut tidak perlu diatur maka kemungkinan besar suatu
partai akan mengarah kepada partai yang otoriter atau bahkan terciptanya dinasti
politik didalamnya. Tentu semua ini bukan dari konsep demokrasi yang selama
ini kita kenal.
Didalam UU Parpol sendiri dikatakan dengan jelas sebagaimana tertuang
didalam pasal 13 huruf d yang menegaskan bahwa partai politik berkewajiban
menjunjung tinggi: supremasi hukum, demokrasi dan hak asasi manusia. Namun
dalam kenyataanya sebagian besar partai politik yang ada tidak menjalankan amanat
dari UU dan pasal itu sebagaimana semestinya. Hal itu bisa kita lihat pada tabel

11
Ibid, hlm 188.
12
Riqiey, Baharuddin, dkk, Pembatasan Masa Jabatan Ketua Umum Parpol dalam Perspektif Demokrasi.
Jurnal Mengkaji Indonesia, Vol. 1 No. 1 2022, hlm 8.

10
2 diatas yang menggambarkan bahwa semakin dominannya posisi ketua
umum untuk menjabat dalam waktu yang begitu lama.
Akibat dari itu semua yang semula partai politik itu semestinya menjadi wadah
demokrasi berubah menjadi terpersonalisasi yaitu partai politik berubah
menjadi alat oleh individu untuk melanggengkan kekuasaannya. Biasanya
personalisasi terlihat tatkala suatu organisasi mengalami kesulitan dalam melakukan
suksesi atau pergantian kepemimpinan.
b. Untuk menyehatkan penyelenggaraan demokrasi di Indonesia.
Pembatasan masa jabatan ketum parpol menjadi hal penting demi
menciptakan penyelenggaraan demokrasi yang sehat ataupun ideal karena
partai politik merupakan pilar penting dalam mewujudkan demokrasi yang
produktif serta menjadi komponen utama dalam sistem demokrasi. Partai politik
harus terorganisir secara demokratis, dan memiliki akar yang kuat dalam masyarakat
sehingga mampu menularkan nilai-nilai demokrasi yang hakiki kepada
masyarakat.
Partai politik memiliki tugas untuk mengartikulasikan kehendak publik,
mengadakan pendidikan politik, mengembangkan dan menawarkan alternatif
kebijakan dan menyediakan pilihan politik kepada masyarakat. Maka dari itu
demokrasi yang sehat tidak akan bisa muncul di Indonesia jika proses
penyelenggaraan demokrasi tidak berjalan di dalam tubuh partai politik. Salah satu
contohnya adalah jika jabatan ketua umum sebuah partai politik dijabat secara terus
menerus oleh satu orang. Yang akan menyebabkan terciptanya oligarki dan
kekuasaan absolut di internal partai dimana proses pengambilan keputusan hanya
akan berkutat di sosok ketua umum dan elit partai yang diangkatnya.
Bahkan ketua umum akan cenderung mempertahankan kekuasaan politiknya
dengan menempatkan keluarganya dalam jabatan penting di internai partai politik.
c. Untuk mencegah terjadinya politik dinasti dan personalisasi tokoh dalam Partai
Politik.
Dengan diaturnya pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik, hal
tersebut merupakan salah satu cara untuk mencegah dari politik dinasti. Politik
dinasti dan dinasti politik merupakan dua hal berbeda. Politik dinasti adalah
proses mobilisasi regenerasi kekuasaan kaum oligarki yang bertujuan untuk meraih
atau melanggengkan kekuasaan, sedangkan dinasti politik ialah sistem
reproduksi kekuasaan yang mengandalkan familisme atau hubungan kekerabatan.
11
Kedua hal tersebut dapat dikatakan sebagai sistem yang bertentangan dengan
demokrasi karena telah membatasi ruang lingkup demokrasi yang seharusnya
membuka peluang berpolitik seluas-luasnya.
Penyebab personalisasi partai-politik adalah masa jabatan, keuangan, dan
lemahnya peran partai-politik. Untuk itu perlu di adakan perubahan mengenai
penataan partai-politik, semua penyebab dari personalisasi ada dalam undang undang
partai-politik. Untuk itu perlu ada perubahan terhadap undang-undang partai-
politik
Pertama, harus ada pembatasan masa jabatan ketua umum partai-politik, ketua
umum partai-politik hanya dapat menjabat ketua umum selama 2 periode perubahan
UUD terutama yang membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden
menjadi contoh bahwa dengan membatasi masa jabatan presiden dan wakil
mampu mencegah pemerintahan yang absolut dan otoriter.
Kedua, menambah bantuan keuangan kepada partai-politik, penambahan
bantuan keuangan ini bertujuan agar keuangan partai-politik tidak bergantung
kepada tokoh ketua umumnya sehingga meminimalisasi akibat yang di
timbulkanya yaitu personalisasi jual beli jabatan dan korupsi. Bantuan itu tidak
harus berbentuk uang tetapi fasilitas-fasilitas lain yang menunjang kegiatan partai-
politik misalnya di sediakan kantor seketariat di daerah sehingga beban
pengeluaran partai-politik dapat di tekan semaksimal mungkin.
Ketiga, memperkuat peran dari mahkamah partai-politik, untuk memperkuat
peran dari mahkamah partai-politik perlu dibuat aturan dari undang-undang
mengenai hukum formal dan materialnya dan juga menempatkan mahkamah
partai politik sebagai peradilan yang berkedudukan di luar partai-politik, dan di isi
oleh hakim-hakim yang terdiri ahli-ahli hukum sehingga mahkamah partai-politik
tidak hanya alat dari tokoh-tokoh partai-politik untuk melanggengkan kekuasaannya.
d. Untuk melakukan regenerasi calon pemimpin Indonesia.
Figur ketua partai politik seringkali mengidentikkan atau bahkan menyamakan
dirinya dengan partai itu sendiri sehingga menihilkan peran para anggotanya.
Sehingga tiap apa yang dikeluarkan oleh partai tersebut bisa dibilang itu adalah
sesuatu yang diinginkan oleh ketua umum tersebut.
Melihat dinamika politik nasional pada saat ini, ternyata masih didominasi
oleh wajah-wajah lama. Akibat dari itu semua, paradigma dan perilaku politik yang
dilakukan juga tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman. Banyak
12
kalangan, khususnya generasi muda yang mengeluhkan regenerasi
kepemimpinan partai politik yang melemah bahkan cenderung mandek. Hal
itu ditunjukkan oleh dominasi nama-nama lama yang kembali hadir sebagai
pucuk pimpinan partai politik nasional.
Dengan banyaknya keluhan dari kalangan khususnya generasi muda, maka
sudah saatnya untuk segera diatur mengenai pembasan masa jabatan ketua umum
parpol. Karena selama ini dengan belum diaturnya masa jabatan ketua umum
parpol sangat terlihat bahwa tidak terciptanya regenerasi, padahal dengan
terciptanya regenerasi tersebut diharapkan akan muncul calon-calon pemimpin
yang diharapkan.13

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Politik dinasti adalah proses mobilisasi regenerasi kekuasaan kaum oligarki yang
bertujuan untuk meraih atau melanggengkan kekuasaan. Dinasti politik ialah sistem
reproduksi kekuasaan yang mengandalkan familisme atau hubungan kekerabatan. Dinasti
politik dapat disebut sebagai sistem yang bertentangan dengan demokrasi karena telah
membatasi ruang lingkup demokrasi yang seharusnya membuka peluang dalam berpolitik
seluas-luasnya.

1. Faktor-Faktor Terbentuknya Dinasti Politik:


13
Ibid, hlm 8-15.

13
Terdapat beberapa hal yang mendasari terbentuknya dinasti politik, diantaranya:

Pertama, mecetnya kaderisasi partai politik dalam merekrut calon/kandidat


politik yang berkapasitas dan berkualitas, sehingga partai politik bersikap pragmatisme
dengan mengusung calon yang berasal dari keluarga pejabat yang sedang menduduki
pemerintahan.

Kedua, konteks masyarakat yang menjaga status quo, khususnya di tingkat


daerah, yang menginginkan kepala daerah untuk berkuasa dengan cara mendorong
kerabat atau orang yang dekat dengan kepala daerah untuk menggantikan incumbent.

2. Bahayanya dinasti politik di Indonesia:

a. Politik kekerabatan di Indonesia menyulitkan masuknya kritik pengawasan,


maupun mekanisme checks and balances.

b. Politik kekerabatan di Indonesia menyulitkan masuknya kritik pengawasan,


maupun mekanisme checks and balances.

c. Berkembangnya politik dinasti menyebabkan playing field mengalami


ketimpangan karena politik dinasti sudah mampu mengakumulasi pengaruh,
kekayaan, penguasaan terhadap wilayah, maupun kontrol ekonomi tertentu, sehingga
memungkinkan persentase kemenangan yang potensial dalam kontestasi politik
dibandingkan calon lain yang masih memiliki keterbatas dalam sumberdaya dan
modal.

d. Tumbuh suburnya politik dinasti menunjukkan bahwa institusionalisasi kepartaian


yang semakin buruk dan menunjukkan kualitas partai politik yang lemah dalam
menjalankan fungsinya dalam rekrutmen dan kaderisasi.

e. Kekuatan partai politik semakin melemah karena kekuatan individu kandidat


menjadi faktor determinan dalam kemenangan kontestasi.

3. Urgensi Pembatasan Masa Jabatan Ketua Umum Partai Politik:

a. Agar terciptanya proses demokratisasi di dalam tubuh parpol.14


b. Untuk menyehatkan penyelenggaraan demokrasi di Indonesia.

14
Riqiey, Baharuddin, dkk, Pembatasan Masa Jabatan Ketua Umum Parpol dalam Perspektif Demokrasi. Jurnal
Mengkaji Indonesia, Vol. 1 No. 1 2022, hlm 8.

14
c. Untuk mencegah terjadinya politik dinasti dan personalisasi tokoh dalam Partai
Politik.
d. Untuk melakukan regenerasi calon pemimpin Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Junaidi. (2015). Pengaruh Sistem Multi Partai dalam Pemerintahan di Indonesia. Jurnal Al-
Daulah Vol. 4 No. 1.

Endah Heliana. (2021) Feb 11. Gubernur Lemhannas: Dinasti Politik Menghambat
Konsolidasi Demokrasi. Lemhannas.go.id. [diunduh 2022 Des 10]. Tersedia pada:
https://www.lemhannas.go.id/index.php/publikasi/press-release/983-gubernur-
lemhannas-dinasti-politik-menghambat-konsolidasi-demokrasi

Gunanto, D. (2020). Tinjauan Kritis Politik Dinasti di Indonesia. Sawala : Jurnal


Administrasi Negara, 8(2), 177–191. https://doi.org/10.30656/sawala.v8i2.2844

Nico Harjanto. Politik Kekerabatan dan Instutisionalisasi Partai Politik di Indonesia. Analisis
CSIS, Vol. 40 No. 2.

15
Baharuddin Riqiey, dkk, Pembatasan Masa Jabatan Ketua Umum Parpol dalam Perspektif
Demokrasi. Jurnal Mengkaji Indonesia, Vol. 1 No. 1 2022.

16

Anda mungkin juga menyukai