Disusun Oleh:
KELAS III-A
2022
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr. Wb
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, juga tidak lupa pula shalawat serta salam kita panjatkan kepada nabi kita
Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman yang
terang benderang seperti saat ini, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas penyusunan
Makalah Ilmu Politik ini dengan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak
Dr. H. Setia Gumilar, S.Ag., M.Si. dan selaku Bapak Agung Purnama, M.Hum. pada mata
kuliah Ilmu Politik. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
“Dinasti Politik di Beberapa Partai Politik yang Ada di Indonesia” bagi para pembaca dan
juga bagi penyusun.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Setia Gumilar, S.Ag., M.Si.
dan selaku Bapak Agung Purnama, M.Hum. dosen pengampu yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kesimpulan .........................................................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2. Bagaimana dinasti politik di Indonesia?
3. Apa saja faktor-faktor penyebab terbentuknya dinasti politik?
4. Bagaimana urgensi pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik?
1.3........................................................................................................................................Tuju
an Pembahasan
Tujuan dari makalah ini untuk:
1. Mengetahui Bagaimana Indonesia sebagai negara dengan sistem multi partai.
2. Mengetahui Bagaimana dinasti politik di Indonesia.
3. Mengetahui Apa saja faktor-faktor penyebab terbentuknya dinasti politik.
4. Mengetahui Bagaimana urgensi pembatasan masa jabatan ketua umum partai
politik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
yang diusung oleh partai politik lain. Dengan demikian dari pasal tersebut di dalam
pemilu presiden dan wakil presiden paling sedikit terdapat tiga partai politik. 2
Indonesia telah menjalankan sistem multi partai sejak Indonesia mencapai
kemerdekaan. Surat Keputusan Wakil Presiden M. Hatta No X/1949 merupakan tonggak
dilaksanakannya sistem multi partai di Indonesia. Keputusan Wapres ini juga ditujukan
untuk mempersiapkan penyelenggaraan pemilu yang pertama pada tahun 1955. Pada
pemilu tersebut diikuti oleh 29 partai politik dan juga peserta independen (perseorangan).
Pada pemilu pertama tahun 1955 adalah tonggak kehidupan politik pasca kemerdekaan,
menghasilkan lima partai besar: PNI, Masyumi, NU, PKI, dan PSI. Dengan melaksanakan
sistem pemilu proporsional, menghasilkan anggota legislatif yang imbang antara Jawa
dan Luar Jawa. Memasuki dekade 1970-an sampai Pemiliu 1971, Indonesia masih
menganut sistem multipartai sederhana (pluralisme sederhana). Waktu itu ada sembilan
partai politik yang tersisa dari Pemilu 1955. Kesembilan partai ditambah Golkar, ikut
berlaga dalam Pemilu 1971.
Fenomena menarik pada era orde baru, sistem kepartaian masih disebut sistem
multipartai sederhana, namun antarpartai tidak terjadi persaingan. Karena Golkar menjadi
partai hegemoni. Sehingga ada pendapat bahwa secara riil sistem kepartaian menjurus ke
sistem partai tunggal (single entry). Kenapa? Karena Golkar hanya berjuang demi status
quo. Golkar mendapatkan “previlage” dari pemerintah untuk selalu memenangkan
persaingan perebutan kekuasaan. Salah satu reformasi dibidang politik adalah
memberikan ruang bagi masyarakat untuk mendirikan partai politik yang dianggap
mampu merepresentasikan politik mereka. Liberalisasi politik dilakukan karena partai
politik warisan Orde Baru dinilai tidak merepresentasikan masyarakat Indonesia yang
sesungguhnya. Hasilnya tidak kurang dari 200 partai politik tumbuh di dalam masyarakat.
Dari ratusan parpol tersebut hanya 48 partai yang berhak mengikuti pemilu 1999. Pemilu
1999 menghasilkan beberapa partai politik yang mendapatkan suara yang signifikan dari
rakyat Indonesia adalah PDI Perjuangan, Golkar, PKB, PPP, dan PAN.3
Politik dinasti adalah proses mobilisasi regenerasi kekuasaan kaum oligarki yang
bertujuan untuk meraih atau melanggengkan kekuasaan. Dinasti politik ialah sistem
2
Ibid, hlm 144.
3
Ibid, hlm 145.
4
reproduksi kekuasaan yang mengandalkan familisme atau hubungan kekerabatan. Dinasti
politik dapat disebut sebagai sistem yang bertentangan dengan demokrasi karena telah
membatasi ruang lingkup demokrasi yang seharusnya membuka peluang dalam berpolitik
seluas-luasnya.
Dinasti politik di Indonesia sudah muncul sejak orde lama, yakni dalam keluarga
presiden pertama Indonesia, Soekarno. Keturunan Soekarno meneruskan profesinya
sebagai politisi: Megawati Soekarnoputri, Sukmawati, dan Guruh Soekarno. Fenomena
dinasti politik juga terlihat dalam keluaraga Gusdur (KH. Abdurrahman Wahid), yakni
terjunnya saudara-saudara kandungnya, juga anak kandungnya ke dalam dunia politik.
Begitu juga Megawati Soekarnoputri yang terlihat ada gejala dinasti politik dengan
terlibat aktifnya Puan Maharani dalam perpolitikan di Indonesia hingga akhirnya menjadi
ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Pada keluarga Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun demikian. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY),
Eddie Baskoro, Hartanto Edhie Wibowo, Agus Hermanto, Sartono Hutomo, Dwi Astuti
Wulandari, dan Agung Budi Santosa merupakan sederatan keluarga SBY yang terjun
dalam perpolitikan di Indonesia.
Dinasti politik, yang oleh masyarakat dianggap sebagai virus demokrasi pada
awalnya muncul optimisme penyakit ini akan hilang dengan terpilihnya Jokowi sebagai
penguasa karena dia bukan berasal dari keluarga elit politik. Namun anggapan itu ternyata
salah, karena Jokowi telah tertular virus elit politik masa lalu yang melakukan nepotisme
dan politik dinasti. Jokowi telah merestui anaknya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi
calon walikota Solo. Tidak hanya putranya, menantu Jokowi, Bobby Nasution, juga
disinyalir akan maju sebagai wali kota Medan. Bahkan Siti Nur Azizah, anak wakil
Presiden RI 2019-2020, Ma’ruf Amin, mencalonkan diri dalam pemilihan Wali Kota
Tangerang Selatan 2020.
Pada level daerah, dinasti politik juga tumbuh subur. Berdasarkan riset yang dirilis
oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), bahwa pada 2010 termasuk menjadi sorotan
utama karena terdapat beberapa kepala daerah yang terpilih dan bersatatus sebagai
kerabat kepala daerah sebelumnya.4
5
penyakit dalam demokrasi. Politik dinasti melemahkan controlling terhadap pemerintah
yang merupakan hal penting dalam negara demokrasi. Pengamat politik banyak menyebut
dinasti politik dengan oligarki politik, karena dalam sistem ini elit politik berbasiskan
keterikatan darah atau perkawinan. Di Indonesia, elit politik memiliki kemampuan dalam
mempengaruhi proses pembuatan keputusan politik. Dalam kontestasi politik, mereka
relatif mudah dalam memenangkan kekuasaan.5
Dinasti politik di Indonesia muncul dan tumbuh berkembang sejak orde lama.
Namun dalam ranah lokal, dinasti politik muncul sejak pertamakali pemilukada
langsung diberlakukan pada tahun 2005 maupun implementasi otonomi daerah tahun
2001. Sebagai wujud demokratisasi lokal pada saat itu berbagai elit politik lokal muncul
untuk mengooptasi kedua proses tersebut, yang kemunculan para elit tersebut dikenal
dengan reorganisasi kekuasaan.
Pada masa order baru, pusat membatasi kekuasaan para elit. Mekanisme yang
dilakukan cenderung pada pengangkatan secara langsung. Elit lokal yang pro dengan
Orde Baru mendapat keistimewaan, sedangkan yang kontra bisa tersingkir di arena
politik lokal di daerahnya. Momentum transisi dari otoriaritanisme menuju demokrasi
yang ditandai dengan kebijakan otonomi daerah dimanfaatkan betul oleh kelompok dua
kelompok, pro dan kontra terhadap Orde Baru, untuk berkuasa secara penuh di
daerahnya dalam kontestasi untuk menjadi elit pemenang maupun membangun sinergi
yang biasanya melalui jalur perkawinan. Tidak heran jika otonomi daerah kemudian
memunculkan raja-raja kecil di daerah. Perkembangan politik lokal Orde Baru
kemudian dikenal dengan istilah ‘Cendanaisasi’ lokal. Istilah cendanaisasi merujuk
pada Keluarga Cendana semasa 32 tahun kepemimpinan Presiden Soeharto yang sangat
berkuasa dalam ekonomi-politik Indonesia.
5
Ibid, hlm 183.
6
menggantikannya demi menjaga kekuasaan informal erhadap penggantinya jika menang
dalam kontestasi politik.6
Dinasti politik pada dasarnya tidak ada dalam demokrasi, walaupun sejarah
mencatat dalam negara-negara demokrasi modern fenomena dinasti politik tumbuh
berkembang. Negara demokrasi menjunjung tinggi hak seluruh warga negara untuk
memilih dan dipilih. Tidak dibenarkan jika mengatasnamakan dan konstitusi lantas
kehidupan politik didominasi oleh sekelompok golongan tertentu, karena negara adalah
milik bersama. Setiap warga negara berhak menduduki jabatan politik selama mendapat
kepercayaan oleh rakyat. Proses pengawasan dan pembatasan yang berlaku selama ini
hanya diserahkan kepada landasan etik terkait kepatutan dan kepantasan. Fakta yang
terjadi di lapangan justru politik dinasti berkembang dan subur dalam lingkup negara
demokrasi kita. Sistem yang berlaku dalam politik dinasti berdasarkan kedekatan secara
personal bukan atas dasar kapasitas dan kualitas. Hal itu mencemari keberlangsungan
perpolitikan yang berkembang.
7
Ibid, hlm. 186.
7
segelintir orang melalui oligarki. Padahal Indonesia merupakan negara demokrasi,
dimana dalam memilih pemimpin, rakyat mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi
langsung didalam pemilihan umum, baik dalam hal memilih eksekutif maupun
legislatif, baik tingkat nasional maupun tingkat daerah. Fenomena dinasti politik
tersebut yang kemudian justru menghambat konsolidasi demokrasi di tingkat lokal,
sekaligus melemahkan institusional partai politik dan lebih mengemukakan
pendekatan personal ketimbang kelembagaan. 8
8
Endah Heliana. Gubernur Lemhannas: Dinasti Politik Menghambat Konsolidasi
Demokrasi. Lemhannas.go.id. 11 Februari 2021.https://www.lemhannas.go.id/index.php/publikasi/press-
release/983-gubernur-lemhannas-dinasti-politik-menghambat-konsolidasi-demokrasi
9
Harjanto, Nico, Politik Kekerabatan dan Instutisionalisasi Partai Politik di Indonesia. Analisis CSIS, Vol. 40
No. 2 2011, hlm 156-157.
8
Pertama, mecetnya kaderisasi partai politik dalam merekrut calon/kandidat
politik yang berkapasitas dan berkualitas, sehingga partai politik bersikap pragmatisme
dengan mengusung calon yang berasal dari keluarga pejabat yang sedang menduduki
pemerintahan.
Kedua faktor umum tersebut adalah awal dari munculnya sikap pro dan kontra
terhadap berkembangnya fenomena dinasti politik di Indonesia. Pihak yang kontra
terhadap dinasti politik menginginkan adanya pembatasan terhadap sanak saudara elit
yang sedang menjabat untuk diikutsertakan dalam kontestasi politik. Sedangkan pihak
yang pro terhadap dinasti politik berpandangan bahwa tidak perlu ada pembatasan
dalam pencalonan, melainkan sistem perkaderan partai politik saja yang perlu untuk
diperbaiki dan dibenahi. Munculnya sikap pro dan kontra masyarakat terhadap
berkembangnya dinasti politik tidak terlepas dari kaitannya dengan budaya politik yang
berkembang di masyarakat. Dari segi penerimaan publik ataupun pembangunan rezim,
budaya politik erat kaitannya dengan preferensi kekuasaan yang dibangun.10
10
Op. Cit, Gunanto, hlm 187.
9
c. Tumbuh suburnya politik dinasti menunjukkan bahwa institusionalisasi kepartaian
yang semakin buruk dan menunjukkan kualitas partai politik yang lemah dalam
menjalankan fungsinya dalam rekrutmen dan kaderisasi.
d. Kekuatan partai politik semakin melemah karena kekuatan individu kandidat
menjadi faktor determinan dalam kemenangan kontestasi. Partai politik
mengutamakan calon yang mempunyai hubungan dengan kerabat yang memiliki
jabatan politik karena dianggap mumpuni dari segi finansial, popularitas, serta
kemampuan dalam memobilisasi massa. Kemenangan dalam kontestasi menjadi
prioritas utama partai politik, bukan lagi efektivitas kekuasaan dalam jangka
menengah dan panjang, sehingga berbagai cara dapat dilakukan oleh partai politik
untuk memastikan terjaminnya kemenangan.11
11
Ibid, hlm 188.
12
Riqiey, Baharuddin, dkk, Pembatasan Masa Jabatan Ketua Umum Parpol dalam Perspektif Demokrasi.
Jurnal Mengkaji Indonesia, Vol. 1 No. 1 2022, hlm 8.
10
2 diatas yang menggambarkan bahwa semakin dominannya posisi ketua
umum untuk menjabat dalam waktu yang begitu lama.
Akibat dari itu semua yang semula partai politik itu semestinya menjadi wadah
demokrasi berubah menjadi terpersonalisasi yaitu partai politik berubah
menjadi alat oleh individu untuk melanggengkan kekuasaannya. Biasanya
personalisasi terlihat tatkala suatu organisasi mengalami kesulitan dalam melakukan
suksesi atau pergantian kepemimpinan.
b. Untuk menyehatkan penyelenggaraan demokrasi di Indonesia.
Pembatasan masa jabatan ketum parpol menjadi hal penting demi
menciptakan penyelenggaraan demokrasi yang sehat ataupun ideal karena
partai politik merupakan pilar penting dalam mewujudkan demokrasi yang
produktif serta menjadi komponen utama dalam sistem demokrasi. Partai politik
harus terorganisir secara demokratis, dan memiliki akar yang kuat dalam masyarakat
sehingga mampu menularkan nilai-nilai demokrasi yang hakiki kepada
masyarakat.
Partai politik memiliki tugas untuk mengartikulasikan kehendak publik,
mengadakan pendidikan politik, mengembangkan dan menawarkan alternatif
kebijakan dan menyediakan pilihan politik kepada masyarakat. Maka dari itu
demokrasi yang sehat tidak akan bisa muncul di Indonesia jika proses
penyelenggaraan demokrasi tidak berjalan di dalam tubuh partai politik. Salah satu
contohnya adalah jika jabatan ketua umum sebuah partai politik dijabat secara terus
menerus oleh satu orang. Yang akan menyebabkan terciptanya oligarki dan
kekuasaan absolut di internal partai dimana proses pengambilan keputusan hanya
akan berkutat di sosok ketua umum dan elit partai yang diangkatnya.
Bahkan ketua umum akan cenderung mempertahankan kekuasaan politiknya
dengan menempatkan keluarganya dalam jabatan penting di internai partai politik.
c. Untuk mencegah terjadinya politik dinasti dan personalisasi tokoh dalam Partai
Politik.
Dengan diaturnya pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik, hal
tersebut merupakan salah satu cara untuk mencegah dari politik dinasti. Politik
dinasti dan dinasti politik merupakan dua hal berbeda. Politik dinasti adalah
proses mobilisasi regenerasi kekuasaan kaum oligarki yang bertujuan untuk meraih
atau melanggengkan kekuasaan, sedangkan dinasti politik ialah sistem
reproduksi kekuasaan yang mengandalkan familisme atau hubungan kekerabatan.
11
Kedua hal tersebut dapat dikatakan sebagai sistem yang bertentangan dengan
demokrasi karena telah membatasi ruang lingkup demokrasi yang seharusnya
membuka peluang berpolitik seluas-luasnya.
Penyebab personalisasi partai-politik adalah masa jabatan, keuangan, dan
lemahnya peran partai-politik. Untuk itu perlu di adakan perubahan mengenai
penataan partai-politik, semua penyebab dari personalisasi ada dalam undang undang
partai-politik. Untuk itu perlu ada perubahan terhadap undang-undang partai-
politik
Pertama, harus ada pembatasan masa jabatan ketua umum partai-politik, ketua
umum partai-politik hanya dapat menjabat ketua umum selama 2 periode perubahan
UUD terutama yang membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden
menjadi contoh bahwa dengan membatasi masa jabatan presiden dan wakil
mampu mencegah pemerintahan yang absolut dan otoriter.
Kedua, menambah bantuan keuangan kepada partai-politik, penambahan
bantuan keuangan ini bertujuan agar keuangan partai-politik tidak bergantung
kepada tokoh ketua umumnya sehingga meminimalisasi akibat yang di
timbulkanya yaitu personalisasi jual beli jabatan dan korupsi. Bantuan itu tidak
harus berbentuk uang tetapi fasilitas-fasilitas lain yang menunjang kegiatan partai-
politik misalnya di sediakan kantor seketariat di daerah sehingga beban
pengeluaran partai-politik dapat di tekan semaksimal mungkin.
Ketiga, memperkuat peran dari mahkamah partai-politik, untuk memperkuat
peran dari mahkamah partai-politik perlu dibuat aturan dari undang-undang
mengenai hukum formal dan materialnya dan juga menempatkan mahkamah
partai politik sebagai peradilan yang berkedudukan di luar partai-politik, dan di isi
oleh hakim-hakim yang terdiri ahli-ahli hukum sehingga mahkamah partai-politik
tidak hanya alat dari tokoh-tokoh partai-politik untuk melanggengkan kekuasaannya.
d. Untuk melakukan regenerasi calon pemimpin Indonesia.
Figur ketua partai politik seringkali mengidentikkan atau bahkan menyamakan
dirinya dengan partai itu sendiri sehingga menihilkan peran para anggotanya.
Sehingga tiap apa yang dikeluarkan oleh partai tersebut bisa dibilang itu adalah
sesuatu yang diinginkan oleh ketua umum tersebut.
Melihat dinamika politik nasional pada saat ini, ternyata masih didominasi
oleh wajah-wajah lama. Akibat dari itu semua, paradigma dan perilaku politik yang
dilakukan juga tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman. Banyak
12
kalangan, khususnya generasi muda yang mengeluhkan regenerasi
kepemimpinan partai politik yang melemah bahkan cenderung mandek. Hal
itu ditunjukkan oleh dominasi nama-nama lama yang kembali hadir sebagai
pucuk pimpinan partai politik nasional.
Dengan banyaknya keluhan dari kalangan khususnya generasi muda, maka
sudah saatnya untuk segera diatur mengenai pembasan masa jabatan ketua umum
parpol. Karena selama ini dengan belum diaturnya masa jabatan ketua umum
parpol sangat terlihat bahwa tidak terciptanya regenerasi, padahal dengan
terciptanya regenerasi tersebut diharapkan akan muncul calon-calon pemimpin
yang diharapkan.13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Politik dinasti adalah proses mobilisasi regenerasi kekuasaan kaum oligarki yang
bertujuan untuk meraih atau melanggengkan kekuasaan. Dinasti politik ialah sistem
reproduksi kekuasaan yang mengandalkan familisme atau hubungan kekerabatan. Dinasti
politik dapat disebut sebagai sistem yang bertentangan dengan demokrasi karena telah
membatasi ruang lingkup demokrasi yang seharusnya membuka peluang dalam berpolitik
seluas-luasnya.
13
Terdapat beberapa hal yang mendasari terbentuknya dinasti politik, diantaranya:
14
Riqiey, Baharuddin, dkk, Pembatasan Masa Jabatan Ketua Umum Parpol dalam Perspektif Demokrasi. Jurnal
Mengkaji Indonesia, Vol. 1 No. 1 2022, hlm 8.
14
c. Untuk mencegah terjadinya politik dinasti dan personalisasi tokoh dalam Partai
Politik.
d. Untuk melakukan regenerasi calon pemimpin Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Junaidi. (2015). Pengaruh Sistem Multi Partai dalam Pemerintahan di Indonesia. Jurnal Al-
Daulah Vol. 4 No. 1.
Endah Heliana. (2021) Feb 11. Gubernur Lemhannas: Dinasti Politik Menghambat
Konsolidasi Demokrasi. Lemhannas.go.id. [diunduh 2022 Des 10]. Tersedia pada:
https://www.lemhannas.go.id/index.php/publikasi/press-release/983-gubernur-
lemhannas-dinasti-politik-menghambat-konsolidasi-demokrasi
Nico Harjanto. Politik Kekerabatan dan Instutisionalisasi Partai Politik di Indonesia. Analisis
CSIS, Vol. 40 No. 2.
15
Baharuddin Riqiey, dkk, Pembatasan Masa Jabatan Ketua Umum Parpol dalam Perspektif
Demokrasi. Jurnal Mengkaji Indonesia, Vol. 1 No. 1 2022.
16