MATA KULIAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
KELAS 14
DEMOKRASI DI INDONESIA
Disusun oleh:
Cutrey Febiola Adfias 210110101002
Septiantika Puspita Sari 210110101043
Akmal Kusuma Putra W 210710101241
Hilda Pramesti Arminata S 210910201131
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan segala
nikmat, taufik, serta hidayah-Nya. Sehingga kami diberikan kemudahan dalam membuat
dan menyelesaikan makalah yang berjudul “Demokrasi di Indonesia” untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Sholawat serta salam juga selalu
tercurahkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah menyampaikan wahyu
Allah SWT dan menuntun umat islam dari zaman jahiliyah menuju zaman terang-
benderang yang penuh dengan cahaya ilmu.
Dalam proses pembuatan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak dan juga referensi buku, jurnal, maupun informasi yang bersumber dari berbagai
media. Ucapan terima kasih juga kami tujukan kepada Bapak Adzkiyak, M.A. sebagai
dosen pengampu mata kuliah pendidikan Pendidikan Kewarganegaraan yang telah
membimbing kami sebagai mahasiswa dan juga memberikan kami kesempatan untuk
menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini tentunya masih terdapat banyak
kekurangan. Maka dari itu kami sangat menantikan dan menerima kritik dan saran dari
para pembaca untuk membangun pengetahuan yang dapat kami terapkan pada makalah-
makalah berikutnya. Demikian, semoga makalah ini memberikan manfaat bagi kita
semua.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................5
1.3 Tujuan dan Manfaat...................................................................................................5
1.4 Sistematika Penulisan................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................7
2.1 Demokrasi..................................................................................................................7
2.2 Pancasila....................................................................................................................8
BAB III ISI DAN PEMBAHASAN.......................................................................................9
3.1 Konsep dan Urgensi Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila..............................9
3.2 Alasan Diperlukan Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila..............................17
3.3 Sumber Historis dan Sosiologis Demokrasi yang Berasal dari Pancasila...............18
BAB IV PENUTUP...............................................................................................................24
4.1 Kesimpulan dan Saran.............................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................25
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Harjono, Negara Hukum, Demokrasi, dan mahkamah konstitusi, Universitas Jambi, 2010 hlm. 11.
4
Namun, dalam kenyataannya praktik demokrasi belumlah sesuai dengan arti
yang dikandungnya, dimana yang seharusnya ia mengutamakan kepentingan dan suara
rakyat sebagai acuan, malah menyeleweng dari arti demokrasi itu sendiri. Banyak sekali
kasus-kasus yang kita jumpai baik dari pemerintahan daerah sampai pemerintahan
nasional. Oknum-oknum yang tidak bertanggunjawab sering menyalahgunakan
jabatannya untuk kepentingan individual yang bahkan sampai melanggar Undang-
Undang yang berlaku, mengkhianati kepercayaan rakyat, dan juga tidak
mengimplementasikan arti dari demokrasi itu sendiri.
Pentingnya untuk memahami konsep dan urgensi dari demokrasi yang
berlandaskan Pancasila agar kita dapat lebih memahami dengan jelas apa sebenarnya
maksud dari demokrasi itu sendiri dan mengapa demokrasi itu penting dalam
kehidupan, terutama bagi pemerintahan di Indonesia. Dengan begitu kita dapat
mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi yang terkandung di dalam Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pada kehidupan nyata supaya
budaya demokrasi terus berkembang dan menjadi suatu kebiasaan di masyarakat, dan
diharapkan kita sebagai warga negara bisa menyadari jika terdapat penyelewengan yang
lain dan tidak apatis dalam menyikapi hal tersebut. Sehingga seluruh warga negara
Indonesia dapat dengan aktif memantau dan memberi masukan kepada pemerintah dan
juga masyarakat sekitar agar demokrasi di Indonesia dapat berjalan selaras dengan
maknanya.
1.2 Rumusan Masalah
1. 2. 1. Bagaimana konsep dan urgensi demokrasi yang bersumber dari Pancasila?
1. 2. 2. Mengapa diperlukan demokrasi yang bersumber dari Pancasila?
1. 2. 3. Apa saja sumber historis dan sosiologis tentang demokrasi yang bersumber dari
Pancasila?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1. 3. 1. Untuk mengetahui konsep dan urgensi demokrasi yang bersumber dari
Pancasila.
1. 3. 2. Untuk mengetahui alasan diperlukannya demokrasi yang bersumber dari
pancasila.
1. 3. 3. Untuk mengetahui sumber historis dan sosiologis tentang demokrasi yang
bersumber dari pancasila.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini, disusun sebagai berikut:
5
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, serta
sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi gambaran dan deskripsi terkait dengan demokrasi.
BAB III ISI DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang hasil dari analisis data dan diskusi terkait dengan
demokrasi yang bersumber dari Pancasila.
BAB IV PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan juga saran.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya memewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara
untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Istilah demokrasi berasal dari bahasa
Yunani Kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh
awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun,
arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah
berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di
banyak
Titik Triwulan Tutik berpendapat bahwa “demokrasi sendiri secara etimologis
(tinjauan bahasa) terdiri dari dua kata berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang
berarti rakyat (penduduk suatu tempat) dan “cretein” atau “cratos” yang berarti
kekuasaan (kedaulatan).”
Demokrasi merupakan konsep pemerintahan yang identik dengan kedaulatan
rakyat. Dimana dalam konsep pemerintahan ini, rakyat ditempatkan sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi dalam melaksanakan pemerintahan suatu negara. Terdapat juga
gagasan yang sangat identik dengan demokrasi yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat. Artinya kekuasaan itu pada pokoknya diakui berasal dari ralyat, dank arena
rakyatlah yang sebenarnya menentukan dan memberi arah serta yang sesungguhnya
menyelenggarakan kehidupan kenegaraan.2
Untuk mewujudkan konsep negara demokrasi maka diperlukan adanya prinsip-
printsip yang bisa menjadi tolak ukur dalam menilai sistem pemerintahan yang
demokratis. secara umum prinsip demokrasi terdiri dari 4 pilar utama, yaitu: Pertama,
lembaga legislatif/parlemen sebagai wakil rakyat. Kedua lembaga eksekutif sebagai
penyelenggara pemerintahan dalam arti sempit. Ketiga, lembaga yudikatif sebagai tempat
pemberi putusan hukum dan keadilan dalam pelaksanaan undang-undang. Keempat, pers
sebagai alat kontrol masyarakat.
Sedangkan dalam perkembangannya, sebagai ukuran dalam menilai sistem politik
pemerintahan yang demokratis, sekurang-kurangnya harus memiliki tiga prinsip dasar,
sebagai berikut:
2
Jimly Asshiddiqie, 2012, Hukum tata negara dan pilar-pilar demokrasi, (Jakarta:Sinar Grafika), hlm. 293
7
Pertama, Ditegakkannya etika dan integritas serta moralitas dalam politik
pemerintahan sehingga menjadi landasan kerja bagi sistem politik, ekonomi, dan sosial di
dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Kedua, Digunakannya prinsip konstitusionalisme dengan tegas dalam sistem
penyelenggaraan pemerintahan dan kepatuhan terhadap supremasi hukum yang berlaku.
Ketiga, Diberlakukannya akuntabilitas publik, dimana orang-orang yang memegang
atau menduduki jabatan publik pemerintahan harus dapat dimintakan pertanggung
jawaban oleh rakyat.
2.2 Pancasila
Secara etimologis “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta. Menurut Muhammad
Yamin, dalam bahasa Sansekerta, Pancasila memiliki dua macam, arti secara leksikal,
yaitu: panca yang artinya lima, syila vokal “I” pendek yang artinya batu sendi, syila
vokal “I” panjang yang berarti peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau
senonoh.3
Kata-kata tersebut kemudian diserap ke bahasa Indonesia yaitu “susila” yang
berkaitan dengan moralitas. Oleh karena itu, secara etimologis diartikan sebagai “Panca
Syila” yang memiliki makna berbatu sendi lima atau secara harfiah berarti dasar yang
memiliki lima unsur. Dapat disimpulkan bahwa Pancasila dapat diartikan sebagai
landasan hidup yang berjumlah lima unsur.
Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa nilai-nilai Pancasila
dijadikan sebagai landasan dasar dalam penyelenggaraan negara. Nilai pancasila bersifat
abstrak dan normatif. Dalam hal ini seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan
pemerintahan harus mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
Pancasila sebagai ideologi bangsa berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila menjadi cita-cita normatif penyelenggaraan bernegara. Nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila pada hakikatnya merupakan gambaran bagaimana kehidupan
bernegara harus dijalankan. Sebagai suatu ideologi, Pancasila bersifat dinamis,
reformatif, dan terbuka.
3
Kaelan, Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: Paradigma, 2010), hlm. 21.
8
BAB III
ISI DAN PEMBAHASAN
11
mencapai prestasi yang demokratis tanpa perubahan lebih dulu dalam
ketidakseimbangan sosial dan kesadaran sosial, tetapi kita juga tidak dapat mencapai
perubahan dalam ketidakseimbangan sosial dan kesadaran sosial tanpa peningkatan
partisipasi terlebih dahulu. Dengan kata lain, perubahan sosial dan partisipasi
demokratis perlu dikembangkan secara bersamaan karena satu sama lain saling memilki
ketergantungan.
Dikutip dari pandangan Mansbridge dalam “Participation And Democratic
Theory” dikatakan bahwa fungsi utama dari partisipasi dalam pandangan teori
demokrasi partisipatif adalah bersifat edukatif dalam arti yang sangat luas. Pengalaman
dari pasrtisipasi demokrasi ini akan mambu mengembangkan dan memantapkan
kepribadian yang demokratis. Oleh karena itu, peranan negara demokratis harus dilihat
dari dua sisi (Torres, 1998:149), yakni demokrasi sebagai method dan content.
Sebagai method demokrasi pada dasarnya berkenaan dengan political
representation; perwakilan politik yang berarti kepentingan, nilai, tujuan dari warga
negara diwakili oleh sistem politik dan politisi yang ada, terutama oleh mereka yang
berada di lembaga pemerintahan khususnya lembaga eksekutif dan legislatif; yang
mencakup prosedur pemungutan suara yang teratur, pemilihan umum yang bebas,
sistem parlementer dan yudikatif yang bebas dari control eksekutif, konsep
keseimbangan dalam sistem, dominasi hak individu atas hak kolektif, serta kebebasan
berpendapat. Sebagai content, demokrasi berkenaan dengan partisipasi politik oleh
rakyat dalam hubungan public.
3. 1. 3. Pemikiran tentang Demokrasi Indonesia
Indonesia yang sudah menganut sistem pemerintahan demokrasi tentunya
memiliki ciri khas atau keunikan tersendiri dalam pelaksanaannya. Mengutip dari
Budiardjo dalam buku “fundamentals of political science” (2008), demokrasi yang
dianut di Indonesia adalah demokrasi yang berdasarkan Pancasila yang masih terus
berkembang dalam sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran dan pandangan.
Meskipun demikian tidak dapat disangkal bahwa nilai-nilai pokok dari demokrasi
konstitusional telah cukup tersirat dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan
gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-
unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur,
berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan[ CITATION Hat98 \l 1033 ] .7 Dalam
7
Augustam, Konsepsi dan Implementasi Demokrasi Pancasila Dalam Sistem Perpolitikan Di Indoensia, Jurnal
TAPIs Vol. 7 No.12, 2011 hlm. 82
12
demokrasi Pancasila ini, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri
atau dengan persetujuan rakyat, kebebasan individu tidak bersifat mutlak tetapi harus
diselaraskan dengan tanggung jawab sosial, keuniversalsan cita-cita demokrasi
dipadukan dengan cita-cita bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan,
sehingga tidak ada dominasi mayoritas maupun minoritas.
Dalam rancangan TAP MPR RI tentang Demokrasi Pnacasila disebutkan
bahwa demokrasi pancasila merupakan norma yang mengatur penyelenggaraan
kedaulatan rakyat dan penyelenggaraan pemerintahan negara, dalam kehidupan politik,
ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, bagi setiap warga negara Republik
Indonesia, organisasi kekuatan sosial politik, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga
kemasyarakatan lainnya serta lembagalembaga negara baik di pusat maupun di daerah.
Adapun demokrasi pancasila memiliki prinsip-prinsip yang telah disusun
sesuai dengan nilai-nilai yang tumbuh dalam masayarakat, yaitu;8
Pertama, Kebebasan dan persamaan (freedom/equality). Kebebasan merupakan
dasar demokrasi, prinsip ini dianggap sebagai sarana mencapai kemajuan dan
memberikan hasil maksimal dari usaha orang tanpa pembatasan dari penguasa supaya.
Semua masyarakat dianggap sama dan memperoleh akses dan kesempatan yang sama
untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensinya. . Kebebasan yang dikandung
dalam demokrasi Pancasila ini tidak berarti Free Fight Liberalism yang tumbuh di
Barat, tapi kebebasan yang tidak mengganggu hak dan kebebasan orang lain.
Kedua, Kedaulatan Rakyat (people’s sovergeignity). Dengan konsep ini,
hakikat ynag dibuat merupakan kehendak rakyat dan untuk kepentingan rakyat.
Mekanisme semacam ini akan mencapai dua hal. Pertama, kecil kemungkinan
terjadinya penyalah gunaan kekuasaan. Kedua, terjaminnya kepentingan rakyat dalam
tugas-tugas pemerintahan. Perwujudan lain dari konsep kedaulatan adalah pengawas
rakyat, yakni pengawasan yang dilakukan karena demokrasi tidak mempercayai
kebaikan hati penguasa.
Ketiga, pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab. Meliputi Dewan
Perwakilan Rakyat yang representative, badan kehakiman / peradilan yang bebas dan
merdeka, pers yang bebas, prinsip Negara hukum, sistem dwi partai atau multi partai,
pemilihan umum yang demokratis, prinsip mayoritas, jaminan akan hak-hak dasar dan
hak-hak minoritas.
8
Augustam, Konsepsi dan Implementasi Demokrasi Pancasila Dalam Sistem Perpolitikan Di Indoensia, Jurnal
TAPIs Vol. 7 No.12, 2011 hlm. 83
13
Sementara itu demokrasi konstitusional ialah pemerintahan yang kekuasaan
politik dan kekuasaan pemerintah dibatasi konstitusi atau Undang-Undang Dasar 9.
Dalam pandangan Miriam Budiardjo (2008) demokrasi konstitusional merupakan
gagasan bahwa pemerintahan demokratis ialah pemerintah yang terbatas
kekuasaannya. Pandangan demikian sejalan dengan tujuan dibentuknya konstitusi
sebagai langkah konkret melakukan pembatasan kekuasaan. Bagaimanapun,
kekuasaan yang tanpa pembatasan akan cenderung diselewengkan atau
disalahgunakan.
Ahmad Sanusi dalam “Memberdayakan Masyarakat Dalam Pelaksanaan 10
Pilar Demokrasi” (2006), mengemukakan sepuluh pilar demokrasi konstitusional
Indonesia menurut pancasila dan UUD 1945. 10
- Pertama, Demokrasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, artinya sistem serta
perilaku dalam menyelenggarakan kenegaraan RI harus taat dan sesuai dengan nilai-
nilai dan kaidah dasar Keuhanan Yang Maha Esa.
- Kedua, Demokrasi dengan kecerdasan, artinya mengatur dan menyelenggarakan
demokrasi menurut UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi lebih menuntut kecerdasan
rohaniah, kecerdasan aqliyah, kecerdasan rasional dan kecerdasan emosional.
- Ketiga Demokrasi yang berkedaulatan rakyat, artinya kekuasaan tertinggi ada di
tangan rakyat dan dalam batas batas tertentu kedaulatan rakyat dipercayakan pada
wakil-wakil rakyat melalui lembaga eksekutif dan legislatif.
- Keempat, demokrasi dengan rule of law, memiliki empat makna penting yaitu:
kekuasaan negara RI harus mengandung, melindungi, serta mengembangkan
kebenaran hukum atau legal truth, Kekuasaan negara itu memberikan keadilan
hukum atau legal justice, kekuasaan negara itu menjamin kepastian hukum atau legal
security, kekuasaan negara itu mengembangkan manfaat atau kepentingan hukum
atau legal interest seperti kedamaian dan pembangunan.
- Kelima, demokrasi dengan pemisahan kekuasaan negara, demokrasi dikuatkan
dengan pemisahan kekuasaan negara dan diserahkan kepada badan-daban negara
yang bertanggung jawab. Demokrasi menurut UUD 1945 mengenal pembagian dan
pemisahan kekuasaan (division and separation of power) dengan sistem pengawasan
dan perimbangan (check and balances).
9
Saldi Isra, “konstitusi, konstitusionalisme, dan Demokrasi konstitusional”,
https://mediaindonesia.com/internasional/436323/taliban-ancam-amerika-serikat-jika-terbangkan-drone-ke-
afghanistan (diakses pada 30 September, pukul 19:00)
10
Arum Sustrini Putri, “10 Pilar Demokrasi di Indonesia”,
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/07/170000669/10-pilar-demokrasi-indonesia?page=all (diakses
pada 30 September, pukul 21.00)
14
- Keenam, demokrasi dengan hak asasi manusia, artinya demokrasi menurut UUD
1945 mengakui HAM yang tujuannya bukan saja menghormati hak-hak asasi,
melainkan juga untuk meningkatkan martabat dan derajat manusia seutuhnya.
- Ketujuh, demokrasi dengan pengadilan yang merdeka, artinya demokrasi
menurut UUD 1945 menghendaki pemberlakuan sistem pengadilan yang merdeka.
Memberikan peluang seluas-luasnya pada semua pihak yang berkepentingan untuk
mencari dan menemukan hukum yang seadil-adilnya.
- Kedelapan, demokorasi dengan otonomi daerah, artinya otonomi daerah
merupakan pembatasan terhadap kekuasaan negara, khususnya kekuasaan legislatif
dan eksekutif di tingkat pusat. UUD 1945 dengan jelas memerintahkan pembentukan
daerah-daerah otonom pada provinsi dan kabupaten atau kota, dengan begitu, daerah
otonom disiapkan untuk mampu mengatur dan menyelenggrakan urusan-urusan
pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya sendiri.
- Kesembilan, demokrasi dengan kemakmuran, demokrasi bukan hanya soal
kebebasan hak, kewajiban, dan tanggung jawab, asal mengorganisir ledaulatan rakyat
atau pembagian kekuasaan kenegaraan, namun juga ditujukan untuk membangun
negara kemakmuran (welfare state) oleh dan untuk sebesar-besarnya rakyat
Indonesia.
- Kesepuluh, demokrasi yang berkeadilan sosial, artinya demokrasi menurut UUD
1945 menggariskan keadilan sosial antara di antara berbagai kelompok, golongan dan
lapisan masyarakat.
Namun, sebelum demokrasi pancasila dan demokrasi konstitusional muncul,
Indonesia sudah muncul pada zaman sebelum kemerdekaan Indonesia. Moh Hatta
berpendapat bahwa Demokrasi Desa merupakan suatu tradisi yang dahulu
berkembang di masa-masa sebelum kemerdekaan Indonesia. 11 Demokrasi desa
merupakan demokrasi sejati di Indonesia yang ditandai oleh tiga hal, yaitu cita-cita
rapat, cita-cita massa protes, dan cita-cita tolong menolong.
3. 1. 4. Pentingnya Demokrasi Sebagai Sistem Politik Kenegaraan Modern
Sebagai bentuk pemerintahan, demokrasi awalnya dimulai dari sejarah
Yunani kuno. Namun demikian demokrasi saat itu hanya memberikan hak
berpartisipasi politik pada minoritas kaum laki-laki dewasa. Menurut pemikir yunani
pada saat itu yakni Plato dan aristoteles, demokrasi bukanlah bentuk pemerintahan yang
11
Ismail dan Sri Hartanti, Pendidikan Kewarganegaraan Konsep Dasar Kehidupan Berbangsa dan
Berd=negara di Indonesia, CV. Penerbit Qiara Media (Pasuruan, 2020), hlm. 111.
15
ideal. Mereka menilai demokrasi sebagai pemerintahan orang miskin atau sebagai
pemerintah para idiot. Demokrasi Yunani selanjutynya mulai tenggelam saat
kemunculan Kekaisaran Romawi dan tumbuhnya negara-negara kerajaan di Eropa
sampai abad ke-17.
Pada akhir abad ke-17 lahirlah demokrasi modern yang di pelopori oleh para
pemikir barat seperti Thomas Hobbes, Montesque, dan J.J. Rousseasu dengan
munculnya konsep negara-bangsa di Eropa. Selanjutnya, perkembangan demokrasi
ini semakin pesat dan diterima mulai diterima oleh semua bangsa, terutama setelah
perang dunia kedua. Sebuah studi UNESCO dari tahun 1949 menyatakan “mungkin
bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah, demokrasi dinyatakan sebagai nama yang
terbaik dan cocok untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan
oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh”. Sejauh ini, demkorasi telah
dipertimbangkan dan diterima sebagai sistem politik yang baik untuk menjamin
kesejahteraan bangsa.
Demokrasi sebagai tatanan politik adalah model tepat untuk mengatur
kehidupan bernegara. Meskipun pada kenyataannya, demokrasi bukan model atau
sistem yang paling sempurna. Namun sejarah telah menunjukkan bahwa demokrasi
memiliki sisi yang sangat kecil untuk menistakan kemanusiaan. Jika suatu dalam suatu
negara, segala sesuatunya diatur oleh pemerintah atau oleh mereka yang berkuasa, maka
hilanglah kesejahteraan yang dimiliki oleh masyarakat. Dalam kehidupan
bermasyarakat, demokrasi juga memegang peran penting yakni sebagai budaya yang
mengajarkan salaing menghargai satu sama lain, menerima perbedaan pendapat, dan
sikap tenggang rasa sehingga kehidupan bermasyarakat dapat berjalan dengan tenteram
dan damai. Demokrasi memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan rezim politik
yang lain.12 Pertama, demokrasi menolong untuk mencegah tumbuhnya pemerintahan
oleh kaum otoriter yang kejam dan licik. Kedua, demokrasi menjamin warga negaranya
dengan sejumpah hak asasi yang tidak diberikan dan tidak dapat diberikan oleh rezim
politik lainnya. Ketiga, demokrasi menjamin kebebasan pribadi yang lebih luas sebagai
warga negara. Keempat, demokrasi membantu orang-orang untuk melindungi
kepentingan pokok mereka. Kelima, hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat
memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi rakyat untuk menggunakan kebebasan
untuk menentukan nasibnya sendiri. Keenam, demokrasi memberikan kesempatan untuk
menjalankan tanggung jawab moral. Ketujuh, demokrasi membantu perkembangan
12
“Kenapa Pilih Jalan Demokrasi?”, https://news.detik.com/kolom/d-1032254/-kenapa-pilih-jalan-demokrasi
(diakses pada 1 Oktober 2020, pukul 01:00)
16
manusia lebih total daripada alternative lain yang memungkinkan. Kedelapan,
membantu perkembangan kadar persamaan politik yang relative tinggi. Kesembilan,
negara demokrasi dalam era modern ini tidak pernah berperang satu sama lain, artinya
demokrasi mengutamakan dan menjunjung tinggi perdamaian dunia. Kesepuluh, negara
dengan pemerintahan yang demokratis cenderung lebih makmur daripada negara-negara
dengan sistem pemerintahan lainnya.
3.2 Alasan Diperlukan Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila
Hingga saat ini seringkali kita jumpai sejumlah persoalan tentang kelemahan pada
praktik demokrasi di Indonesia. Beberapa permasalahan tersebut seperti: buruknya
kinerja lembaga perwakilan dan partai politik, krisis partisipasi politik, munculnya
penguasa di dalam demokrasi, dan demokrasi yang dalam praktiknya terkesan
membuang kedaulatan rakyat.
Krisis partisipasi rakyat ini dapat terjadi karena tidak adanya peluang untuk
berpartisipasi atau karena terbatasnya kemampuan untuk berpartisipasi dalam politik.
Secara spesifik, terdapat beberapa hal yang menyebabkan krisis partisipasi rakyat dalam
ranah politik: Tingkat pendidikan yang rendah, tingkat ekonomi rakyat yang rendah,
serta kurangnya tempat yang disediakan untuk partisipasi rakyat. Dari aspek pendidikan
dan juga ekonomi, kita tahu bahwa kedua aspek tersebut dalam perkembangannya
memang belum tersebar merata di seluruh penjuru nusantara. Meskipun sudah banyak
daerah-daerah yang memiliki tingkat pendidikan dan ekonomi yang cukup baik, namun
kita tidak bisa memungkiri bahwa tidak sedikit juga daerha-daerah yang masih
mengalami kemunduran dalam kedua aspek tersebut. Sehingga, terdapat beberapa
golongan masyarakat yang mungkin belum bisa berpartisipasi dalam politik.
Hal ini dapat dilihat dari munculnya para penguasa di dalam demokrasi yang
ditandai dengan menjamurnya “dinasti politik” yang menguasai segala kehidupan
masyarakat: seperti contohnya beberapa daerah pemimpinnya di dominasi oleh orang
dari keluarga yang sama atau memiliki hubungan darah, dapat dilihat juga di dalam
ranah pemerintahan, bisnis, peradilan, dsb. Perihal demokrasi membuang kedaulatan
rakyat terjadi akibat adanya kenyataan yang memprihatinkan, bahwa meskipun kita
sudah lepas dari sistem otoriter dan kemudian digantinkan dengan demokrasi, namun
pada kenyataannya demokrasi disini malah mencerminkan sistem kekuasaan terpusat
pada sekelompok kalangan elit, sementara sebagian besar masyarakat biasa tetap jauh
dari sumber-sumber kekuasaan wewenang, uang, hukum, informasi, pendidikan, dan
sebagainya).
17
Berdasarkan kenyataan pahit inilah kita bisa menyimpulkan bahwa pentingnya
demokrasi yang bersumber dari Pancasila. Sudah jelas bahwa Pancasila itu merupakan
ideologi negara yang di dalamnya terkandung nilai keagamaan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Maka dari itu demokrasi yang bersumber dari pancasila
diharapkan akan selalu memberikan fondasi kepada sistem pemerintahan demokrasi di
Indonesia untuk tidak melewati dan melanggar hal-hal yang sekiranya terkandung
dalam nilai-nilai pancasilla demi terwujudnya suatu sistem demokrasi di Indonesia yang
dapat menuntun kita mencapai tujuan bangsa.
3.3 Sumber Historis dan Sosiologis Demokrasi yang Berasal dari Pancasila
Terciptanya demokrasi di Indonesia sejatinya berasal dari sumber historis dan
sosiologis yang sudah tercipta di masa lampau. Sebagaimana telah dikemukakan
Mohammad Hatta, demokrasi Indonesia yang bersifat kolektivitas itu sudah tertanam di
dalam kehidupan rakyat Indonesia. Menurutnya, demokrasi dapat ditekan karena
kesalahannya sendiri, tetapi setelah persidangan yang pahit, demokrasi akan kembali
dengan keyakinan. Setidaknya ada tiga sumber yang menghayati cita-cita demokrasi di
hati rakyat Indonesia. Pertama, tradisi sosialisme dari permusyawaratan desa. Kedua,
ajaran Islam, yang menuntut kebenaran dan keadilan ilahi dalam masyarakat dan
persaudaraan antar manusia sebagai ciptaan Tuhan. Ketiga, konsep sosialis barat yang
menarik perhatian para pemimpin gerakan nasional karena tentang prinsip-prinsip dasar
kemanusiaan yang membelanya dan menjadi tujuannya.
Dari aspek historis dapat dianalisa melalui peristiwa di masa lampau yang
memiliki hubungan atau dampak hinggal masa kini, dari bagaimana awal mula suatu
peristiwa muncul dan berkembang di masyarakat. Sedangkan sumber dari aspek
sosiologis lebih berokus kepada dampak dari suatu kejadian yang ada kaitannya dengan
masyarakat entah itu dari proses sosial, struktur sosial, dan juga respon atau
perkembangan masyarakat terhadap dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa tersebut.
3. 3. 1. Sumber Nilai yang Berasal dari Demokrasi Desa
Demokrasi yang diformulasikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat merupakan fenomena baru bagi Indonesia ketika merdeka. Kerajaan
pra-Indonesia adalah kerajaan feodal yang diperintah oleh raja-raja otokratis. Namun,
sampai batas tertentu, nilai-nilai demokrasi telah berkembang dalam budaya nusantara
dan setidaknya diterapkan dalam entitas politik yang lebih kecil seperti desadesa di
Jawa, negara bagian Sumatra Barat, dan Balkan di Bali Pendidikan Kewarganegaraan
18
[ CITATION Lat11 \l 1033 ] . Berdasarkan demokrasi dalam tradisi desa kita, kita akan
meminjam dua jenis analisis.
Pertama, paham kedaulatan rakyat sebenarnya sudah tumbuh sejak lama di
Nusantara. Di Minangkabau, misalnya pada abad XIV sampai XV kekuasaan raja
dibatasi oleh ketundukannya pada keadilan dan kepatutan. Terdapat istilah yang cukup
tekenal pada masa itu bahwa “Rakyat ber-raja pada Penghulu, Penghulu ber-raja pada
Mufakat, dan Mufakat ber-raja pada alur dan patut”. Dengan demikian, raja sejati di
dalam kultur Minangkabau ada pada alur (logika) dan patut (keadilan). Alur dan
patutlah yang menjadi pemutus terakhir sehingga keputusan seorang raja akan ditolak
apabila bertentangan dengan akal sehat dan prinsip-prinsip keadilan [ CITATION Mal05 \l
1033 ]
Kedua, tradisi demokrasi tradisional nusantara juga dipertahankan di bawah
feodalisme raja-raja nusantara, karena tanah itu tidak dikontrol oleh raja di banyak
tempat sebagai faktor produksi yang penting, tetapi milik penduduk desa. Karena
kepemilikan bersama desa ini, keinginan semua orang untuk menggunakannya harus
berasal dari izin rakyat mereka. Hal ini mendorong tradisi gotong royong dalam
penggunaan tanah bersama, yang semakin memperumit area lain, termasuk masalah
kepentingan pribadi seperti pembangunan rumah, makan, dll. Adat hidup seperti itu
membawa kebiasaan bermusyawarah menyangkut kepentingan umum yang diputuskan
secara mufakat (kata sepakat). Seperti pepatah Minangkabau berbunyi: "Bulek aei
Pendidikan Kewarganegaraan dek pambuluah, bulek kato dek mufakat” (Bulat air
karena pembuluh/bambu, bulat kata karena mufakat). Tradisi negosiasi ini mengarah
pada pembentukan pertemuan di lokasi tertentu yang dipimpin oleh kepala desa.
Setiap orang dewasa yang merupakan warga desa berhak untuk bertemu. Untuk
alasan kepemilikan faktor-faktor umum produksi dan tradisi yang disengaja, tradisi desa
dapat digulingkan oleh kekuatan feodal, tetapi tidak dapat dihapuskan dan tidak
berkembang sebagai kebiasaan. Ada kepercayaan dalam gerakan bahwa demokrasi adat
di kepulauan itu kuat, bahwa "keaktifan" seperti yang terkandung dalam Minangkabau,
yang mengatakan "selera yang baik, penurunan yang baik", tidak panas, tidak buruk
karena hujan [ CITATION Moh92 \l 1033 ].
Ada dua elemen lain dari tradisi demokrasi tradisional desa: hak untuk protes
bersama melawan keputusan raja, yang dianggap tidak adil, dan hak rakyat untuk
menarik diri dari kedaulatan jika mereka tidak suka tinggal di sana. Dalam protes, orang
biasanya berkumpul dalam aliansi dan duduk di sana untuk sementara waktu tanpa
19
melakukan apa pun yang mengungkapkan bentuk demonstrasi damai. Tidak sering
orang melakukannya dengan penuh semangat. Namun, dalam kasus ini, tanda tersebut
menggambarkan situasi menarik yang memaksa pihak berwenang untuk
mempertimbangkan kembali aturan yang telah mereka adopsi. Hak untuk pergi dapat
dilihat Pendidikan Kewarganegaraan sebagai hak seseorang untuk memilih takdirnya.
Ini semua adalah fondasi para pendiri bangsa untuk mencoba mengembangkan konsep
modern demokrasi Indonesia berdasarkan pada demokrasi asli desa mereka [ CITATION
Lat11 \l 1033 ]
Lebih lanjut Hatta menjelaskan tentang lima elemen demokrasi asli: rapat,
mufakat, gotong royong, hak mengadakan protes bersama dan hak menyingkir dari
daerah kekuasaan raja, dipuja dalam lingkungan pergerakan nasional sebagai pokok
yang kuat bagi demokrasi sosial, yang akan dijadikan dasar pemerintahan Indonesia
merdeka di masa datang [ CITATION Lat11 \l 1033 ].
3. 3. 2. Sumber Nilai yang Berasal dari Islam
Nilai demokratis yang berasal dari Islam bersumber dari akar teologisnya. Inti
dari keyakinan Islam adalah pengakuan pada Ketuhanan Yang Maha Esa (Tauhid,
Monoteisme). Dalam keyakinan ini, hanya Tuhanlah satu-satunya wujud yang pasti.
Semua selain Tuhan, bersifat nisbi belaka. Konsekuensinya, semua bentuk pengaturan
hidup sosial manusia yang melahirkan kekuasaan mutlak, dinilai bertentangan dengan
jiwa Tauhid [ CITATION Lat11 \l 1033 ] . Pengaturan hidup dengan menciptakan kekuasaan
mutlak pada sesama manusia merupakan hal yang tidak adil dan tidak beradab. Sikap
pasrah kepada Tuhan, yang memutlakkan Tuhan dan tidak pada sesuatu yang lain,
menghendaki tatanan sosial terbuka, adil, dan demokratis [ CITATION NMa92 \l 1033 ].
Kelanjutan logis dari prinsip Tauhid adalah paham persamaan (kesederajatan)
manusia di hadapan Tuhan, yang melarang adanya perendahan martabat dan pemaksaan
kehendak antarsesama manusia. Bahkan seorang utusan Tuhan tidak berhak melakukan
pemaksaan itu. Seorang utusan Tuhan mendapat tugas hanya untuk menyampaikan
kebenaran (tabligh) kepada umat manusia, bukan untuk memaksakan kebenaran kepada
mereka. Dengan prinsip persamaan manusia di hadapan Tuhan itu, tiap-tiap manusia
dimuliakan kehidupan, kehormatan, hak-hak, dan kebebasannya yang dengan kebebasan
pribadinya itu manusia menjadi makhluk moral yang harus bertanggung jawab atas
pilian-pilihannya. Dengan prinsip persamaan, manusia juga didorong menjadi makhluk
sosial yang menjalin kerjasama dan persaudaraan untuk mengatasi kesenjangan dan
meningkatkan mutu kehidupan bersama [ CITATION Lat11 \l 1033 ].
20
Sejarah nilai-nilai demokrasi sebagai refleksi dari prinsip-prinsip monoteisme
diilustrasikan oleh contoh nabi Muhammad S.A.W. sejak tumbuhnya komunitas politik
Islam di Madinah melalui pengembangan bentuk dasar dari apa yang kemudian dikenal
sebagai bangsa. Negara-kota Madinah yang dibangun Nabi adalah sebuah entitas politik
berdasarkan konsepsi Negara-bangsa (nation-state), yaitu Negara untuk seluruh umat
atau warganegara, demi maslahat bersama (common good). Sebagaimana termaktub
dalam Piagam Madinah, “negara-bangsa” didirikan atas dasar penyatuan seluruh
kekuatan masyarakat menjadi bangsa yang satu (ummatan wahidah) tanpa membeda-
bedakan kelompok keagamaan yang ada. Robert N. Bellah menyebutkan bahwa contoh
awal nasionalisme modern mewujud dalam sistem masyarakat Madinah masa Nabi dan
para khalifah. Robert N. Bellah mengatakan bahwa sistem yang dibangun Nabi itu
adalah “a better model for modern national community building than might be
imagined” (suatu contoh bangunan komunitas nasional modern yang lebih baik dari
yang dapat dibayangkan). Komunitas ini disebut modern karena adanya keterbukaan
bagi partisipasi seluruh anggota masyarakat dan karena adanya kesediaan para
pemimpin untuk menerima penilaian berdasarkan kemampuan. Lebih jauh, Bellah juga
menyebut sistem Madinah sebagai bentuk nasionalisme yang egaliter partisipatif
(egalitarian participant nationalism). Hal ini berbeda dengan sistem republik negara-
kota Yunani Kuno, yang membuka partisipasi hanya kepada kaum lelaki merdeka, yang
hanya meliputi lima persen dari penduduk [ CITATION Lat11 \l 1033 ].
Stimulus Islam membawa transformasi Nusantara dari sistem kemasyarakatan
feodalistis berbasis kasta menuju sistem kemasyarakatan yang lebih egaliter.
Transformasi ini tercermin dalam perubahan sikap kejiwaan orang Melayu terhadap
penguasa. Sebelum kedatangan Islam, dalam dunia Melayu berkembang peribahasa,
“Melayu pantang membantah”. Melalui pengaruh Islam, peribahasa itu berubah menjadi
“Raja adil, raja disembah; raja zalim, raja disanggah”. Nilai-nilai egalitarianisme Islam
ini pula yang mendorong perlawanan kaum pribumi terhadap sistem “kasta” baru yang
dipaksakan oleh kekuatan kolonial [ CITATION Wer56 \l 1033 ]. Dalam pandangan
Soekarno (1965), pengaruh Islam di Nusantara membawa transformasi masyarakat
feodal menuju masyarakat yang lebih demokratis. Dalam perkembangannya, Hatta juga
memandang stimulus Islam sebagai salah satu sumber yang menghidupkan cita-cita
demokrasi sosial di kalbu para pemimpin pergerakan kebangsaan.
3. 3. 3. Sumber Nilai yang Berasal dari Barat
21
Masyarakat Barat (Eropa) memiliki akar demokrasi yang panjang. Pusat utama
pertumbuhan demokrasi di Yunani adalah kota Athena, yang sering digunakan sebagai
contoh untuk mewujudkan demokrasi partisipatif di negara-negara kota sekitar abad ke-
5 SM. Lalu ada praktik pemerintahan serupa di Romawi, tepatnya di kota Roma (Italia),
sistem pemerintahan republik. Model demokratis Athena dan Roma kemudian
menyebar ke kota-kota lain di sekitarnya seperti Florence dan Venesia. Model
demokratis ini telah menurun sejak jatuhnya Kekaisaran Romawi sekitar abad ke-5 M,
muncul sebentar di berbagai kota di Italia sekitar abad ke-11, dan menghilang pada
akhir Eropa "abad pertengahan". Sejak pertengahan 1300, pemerintahan demokratis di
Eropa telah digantikan oleh sistem pemerintahan otoriter karena kemunduran ekonomi,
korupsi dan perang [ CITATION Dah92 \l 1033 ].
Pemikiran-pemikiran humanisme dan demokrasi mulai bangkit lagi di Eropa
pada masa Renaissance (sekitar abad ke-14 – 17 M), setelah memperoleh stimulus baru,
antara lain, dari peradaban Islam. Tonggak penting dari era Renaissance yang
mendorong kebangkitan kembali demokrasi di Eropa adalah gerakan Reformasi
Protestan sejak 1517 hingga tercapainya kesepakatan Whestphalia pada 1648, yang
meletakan prinsip co-existence dalam hubungan agama dan Negara—yang membuka
jalan bagi kebangkitan negara-bangsa (nation-state) dan tatanan kehidupan politik yang
lebih demokratis.
Kehadiran kolonialisme Eropa, khususnya Belanda, di Indonesia membawa
dua pihak pada medali peradaban Barat: penindasan imperialisme-kapitalisme dan sisi
demokratishumanis. Penindasan politik dan eksploitasi ekonomi melalui imperialisme
dan kapitalisme, seringkali bekerja dengan kekuatan-kekuatan feodal dunia, mendorong
penindasan, antikolonialisme, dan anti-feodalisme di antara para pelopor kemerdekaan
nasional. Dalam perlawanan mereka terhadap penindasan politik-ekonomi kolonial,
mereka juga menerima impuls dari ide-ide humanis-demokrasi di Eropa [ CITATION Lat11
\l 1033 ].
Penyebaran nilai-nilai humanisme demokratis telah diperbarui dalam
munculnya ruang publik modern di Indonesia sejak akhir abad ke-19. Ruang publik ini
berkembang di sekitar lembaga pendidikan modern, kapitalisme cetak, klub sosial gaya
Eropa, munculnya berbagai gerakan sosial (seperti Buddha Oetomo, Syarekat Islam dan
lain-lain) yang mengarah pada pembentukan partai politik (sejak 1920) dan keberadaan
Volksraad sejak 1918. Sumber inspirasi dari unsur-unsur demokrasi desa, doktrin Islam
dan sosiodokrasi Barat membentuk dasar bagi kesatuan keanekaragaman. Seluruh
22
variasi ideologi politik yang dikembangkan, yang sifatnya religius dan sekuler,
memiliki titik temu dalam ide-ide demokrasi sosialis (kekerabatan) dan umumnya
menolak individualisme.
23
BAB IV
PENUTUP
24
DAFTAR PUSTAKA
25
26