Dosen :
DISUSUN OLEH:
ILMU POLITIK
1
Inu Kencana Syafiie, Ilmu Politik.. (Jakarta: Rineka Cipta,2010), halaman 10.
2
Ibid halaman 16
3
Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008 halaman 407-408.
Akan tetapi, dalam makalah ini penulis akan membandingkan perbedaan sistem partai
politik antara era orde lama dengan orde baru.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa itu perbandingan politik?
b. Apa itu partai politik?
c. Bagaimana partai politik pada era orde lama?
d. Bagaimana partai politik pada era orde baru?
4
Inu Kencana Syafiie. Ilmu Politik. Penerbit Rineka Cipta Jakarta 2010 halaman 153.
5
Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2008 halaman 407-
408
6
Ibid
7
Ibid
8
DDIP halaman 325.
kekuasaan (yang menurut pendapat mereka pribadi paling idealis) dengan tujuan untuk
memperjuangkan kebenaran dalam suatu level tingkat negara9.
9
Ibid.
10
DDIP halaman 425.
dan daerah agar seluruh Indonesia terwakili, ditambah dengan anggota PPKI yang
tidak diangkat menjadi menteri. KNI Daerah juga dibentuk di daerah-daerah. Karena
kesibukan membentuk KNI di daerah, pembentukan PNI sementara tertunda.
KNIP kemudian memberikan usulan baru tentang partai politik, yaitu
mengusulkan gagasan membentuk suatu partai tunggal atau partai negara. Gagasan
ini oleh beberapa kalangan dicurigai, dianggap otoriter sebagai sisa pengaruh
fasisme Jepang11.
11
John D. Legge, Soekarno : Sebuah Biografi Politik, Halaman 231.
12
Osman Raliby, Documenta Historica : Sejarah Dokumenter dari Pertumbuhan dan Perjuangan
Negara Republik Indonesia (Jakarta : Bulan Bintang, 1953), halaman 74 dan 529.
Masyumi yang merupakan satu-satunya organisasi yang dalam masa rezim
Jepang dibolehkan mengadakan kegiatan sosial telah memanfaatkan kesempatan
tersebut untuk berorganisasi secara efektif. Hal ini menyebabkan Masyumi muncul
sebagai partai yang paling besar pada awal revolusi. Beberapa organisasi dari zaman
kolonial yang bergabung misalnya Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama.
Selain Masyumi, Partai Nasional Indonesia dapat dianggap sebagai salah satu
partai besar pula. Partai-partai lama seperti Pertindo, Gerindo, dan Parindra
bergabung di dalam PNI. Akan tetapi Parindra, pada bulan November 1949 keluar
dari PNI. Setahun sebelumnya, tahun 1948 beberapa tokoh yang visi politiknya lebih
konservatif dari pimpinan PNI mendirikan Partai Indonesia Raya (PIR).
Di samping partai-partai besar tersebut, partai yang memiliki peran besar pada
awal revolusi adalah golongan sosialis. Pada awalnya, Partai Sosialis yang diketuai
oleh Sjahrir menyetujui penandatanganan Persetujuan Linggarjati. Akan tetapi partai
itu pecah menjadi dua, yaitu Partai Sosialis, diketuai oleh oleh Amir Sjarifudin, dan
Partai Sosialis Indonesia, yang dipimpin oleh Sjahrir. Alasan perpecahan ini ialah
karena Amir dengan sebagian besar anggota Partai Sosialis lebih bergerak ke sikap
radikal, mendekati komunisme, sedangkan Sjahrir tetap pada ideologi demokrat-
sosial yang moderat.
Partai besar lain yang memainkan peran penting dalam dunia politik
Indonesia adalah Partai Komunis Indonesia. Partai itu berhasil menguasai kirian.
Akan tetapi Partai itu memperoleh pukulan berat sebagai akibat dari Pemberontakan
Madiun tahun 1948. Begitu pula suara kelompok-kelompok oposisi yang telah
bergabung dengan Partai Komunis Indonesia seperti Partai Buruh.
Dalam revolusi fisik (1945-1949) partai-partai politik memainkan peran yang
penting dalam proses pembuatan keputusan. Wakil-wakil yang duduk dalam KNIP,
dan orang-orang yang duduk dalam kabinet kebanyakan adalah wakil partai. Dalam
masa ini berbagai kabinet menghadapi bermacam-macam tantangan baik dari luar
maupun dari dalam, misalnya dua Aksi Militer Belanda pada tahun 1947 dan1948,
dan pemberontakan PKI pada tahun 1948. Partai-partai tidak selalu sepakat
mengenai strategi perjuangan dan masalah-masalah lain. Setiap kali kabinet jatuh,
komposisi partai dalam kabinet koalisi pun berubah.
Sikap partai-partai besar terhadap perundingan dengan pihak Belanda tidak
terlalu jelas. Masyumi, meski enam menteri dalam Kabinet Sjahrir yang
menandatangani Perjanjian Linggarjati, memilih untuk abstain ketika KNIP
melalkukan voting tentaf Perjanjian tersebur di Malang pada tahun 1947. Partai
Nasionalis Indonesia, dengan empat menteri dalam Kabinet Shahrir, juga demikian.
Namun, tak satu pun dari kedua partai ini menarik kembali menteri-menterinya,
karena diasumsikan bahwa keberadaan para menteri ini merupakan tanggung jawab
pribadinya. Penarikan kembali menteri baru terjadi saat penandatanganan Perjanjian
Renville oleh Amir Sjarifuddin pada tanggal 23 Januari 1948. Sebagai tanda
penolakannya Masyumi menarik empat menterinya dari kabinet sebelum
penandatanganan, sedangkan Partai Nasional Indonesia setekah penandatanganan.
Sikap partai-partai mengenai Perjanjian Meja Bundar agak lebih jelas. Baik
Masyumi maupun PNI mendukung perjanjian itu ketika dilakukan voting pada
sidang pleno KNIP yang keenam tanggal 14 Desember 1949. PKI yang telah
kehilangan banyak pengikut sebagai akibat Pemberontakan Madiun 1948,
menentang perjanjian itu. Karena itu sikap PKI tidak berpengaruh. Begitu pula suara
kelompok-kelompok oposisi yang telah bergabung dengan PKI, seperti Partai Buruh.
Dapat dikatakan bahwa “Pemberontak Madiun” merupakan titik balik dalam
konstelasi politik di Indonesia. Mulai saat itu, partai-partai seperti PNI dan Masyumi
mendominasi panorama politik Indonesia. Peran mereka ini tercermin dalam KNIP
dan Badan Pekerja.
Dalam masa Orde Baru dengan belajar dari pengalaman Orde Lama lebih berusaha
menekankan pelaksanaan Pancasila secara murni dan konsekuen. Orde Baru berusaha
menciptakan politik dengan format baru. Artinya menggunakan sistem politik yang
lebih sederhana dengan memberi peranan ABRI lewat fungsi sosialnya. Kristalisasi
Parpol Suara yang terdengar dalam MPR sesudah pemilu 1971 menghendaki jumlah
partai diperkecil dan dirombak sehingga partai tidak berorientasi pada ideologi politik,
tetapi pada politik pembangunan. Presiden Suharto juga bersikeras melaksanakan
perombakan tersebut.
Khawatir menghadapi perombakan dari atas, partai-partai yang berhaluan Islam
meleburkan diri dalam partai-partai non Islam berfungsi menjadi Partai Demokrasi
Indonesia (PDI). Dengan demikian semenjak itu di Indonesia hanya terdapat tiga buah
organisasi sosial politik, yaitu PPP, Golkar, dan PDI.