Anda di halaman 1dari 12

BOOK RIVIEW

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah ilmu Politik

Dosen Pengampu : RAFIEQAH NALAR RIZKY, S.Sos., Μ.A.

Disusun oleh :

Wiji Cahya Lestari (2303110059)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah SWT. Karena atas izinNya
lah saya dapat menyelesaikan Critical Book Riview (CBR) ini tepat waktu. Tak lupa pula
kiriman shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.
Beserta keluarganya,para sahabat Nya, dan seluruh umatNya yang senantiasa istiqomah
hingga akhir jaman

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung saya
dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada RAFIEQAH NALAR RIZKY, S.Sos., Μ.A.
selaku dosen mata kuliah ilmu politik yang telah memberikan tugas ini kepada saya. Saya
memperoleh banyak manfaat setelah menyusun Critical Book Riview (CBR) ini.

Akhirul kalam, saya menyadari bahwa Critical Book Riview (CBR) ini masih jauh dari
sempurna, baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan
yang saya miliki. Karena itu saya mengharapkan saran dan kritik konstruktif demi
perbaikan Critical Book Riview (CBR) dimasa mendatang. Harapan saya semoga makalah
ini bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai pihak.

Demikian Critical Book Riview (CBR) ini saya susun, semoga bisa memberikan
manfaat kepada kita semua.

Medan,01 Januari 2024

Wiji Cahya Lestari

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Bibliografi
A. Judul Buku : Sistem Politik Indonesia: Kestabilan, Peta Kekuatan Politik
dan pembangunan
B. Penulis : Drs. Arbi Sanit
C. ISBN :979-421-017-x
D. Penerbit : Pustaka Setia
E. Tahun Terbit : 1995
F. Tebal Buku : 114 Halaman
1.2 Tentang Penulis

Penulis buku ini adalah Drs. Arbi Sanit, lahir di Painan, Sumatera Barat, pada
tahun 1939. Ia menyelesaikan pendidikan tinggi di FISIP UI pada tahun 1969.
Setelah lulus, pada tahun 1973 – 1974, Arbi Sanit mengambil studi bebas mengenai
sistem politik di University of Wisconsin, USA. Saat ini, selain aktif dalam menulis
dan berpartisipasi dalam berbagai seminar dan pertemuan di dalam dan luar negeri, ia
juga mengajar di beberapa Universitas, termasuk Universitas Indonesia, IKIP Jakarta,
Universitas Nasional Jakarta, dan memberikan kuliah khusus tentang ilmu politik di
SESKOAL dan SESDILU. Arbi Sanit telah menghasilkan banyak karya tulis dan
buku, termasuk “Sistem Politik Indonesia,” “Penghampiran dan Lingkungan.”

Arbi Sanit dikenal sebagai individu yang gemar membaca, sehingga bukunya tidak
hanya merupakan karya semata, melainkan juga merupakan upaya untuk menyajikan
pandangan-pandangan mengenai aspek kehidupan sosial dan menjelajahi berbagai
dinamika kehidupan politik dalam upaya mencari identitas khususnya di Indonesia.

1
.

BAB II

RINGKASAN BUKU

2.1 KESTABILAN POLITIK DAN PETA POLITIK

Gambaran ketidakstabilan politik Indonesia tampak pada masa pemerintahan


kabinet-kabinet Demokrasi Konstitusional yang berlangsung selama 23 bulan,
yang membatasi waktu setiap kabinet untuk menyelesaikan permasalahan yang
dihadapinya.

Sumber ketidakstabilan terkini berasal dari kurangnya struktur dan prosedur


politik yang memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat dalam proses politik.
Teoritis, stabilitas politik ditentukan oleh perkembangan ekonomi memadai,
perlembagaan baik struktur maupun proses politik, dan partisipasi politik.

Masalah politik penting disebabkan oleh perkembangan industri yang cepat,


memperbanyak jumlah buruh tidak ahli dari desa yang tidak mampu
menyesuaikan diri dengan kecepatan perkembangan industri. Untuk mengatasi ini,
perlu upaya meningkatkan hasil pertanian agar sektor tersebut menyerap tenaga
kerja. Namun, ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan tumbuhnya potensi
radikal di kalangan petani pedesaan dan masyarakat kota yang merasa tidak puas
dan tidak aman.

Partisipasi politik yang rendah juga dapat menggoyahkan kestabilan politik.


Dalam jangka pendek, kewibawaan pemerintah, kemampuan berkompromi, dan
kepemimpinan kharismatik memegang peran penting. Jangka panjang ditentukan
oleh perkembangan ekonomi, pelembagaan politik, dan partisipasi politik.

Golongan kekuatan politik di Indonesia, seperti ABRI, Partai Politik,


Golongan Karya, dan kekuatan politik anomi seperti mahasiswa dan pemuda,
dapat dikategorikan sebagai radikal, konservatif, dan moderat, masing-masing
dengan pendekatan dan tujuan yang berbeda.

2
Masyarakat yang memiliki pemahaman terbatas mengenai berbagai sistem
politik di dunia berusaha menerapkan salah satu atau kombinasi dari sistem politik
yang mereka kenal. Sama halnya dengan partai politik yang sebelum kemerdekaan
sudah menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan partainya. Para perintis
kemerdekaan telah merencanakan sistem kepartaian yang akan dikembangkan di
Indonesia, namun mereka tidak mendapat kesempatan untuk
mengimplementasikan ide-ide mereka. Selain itu, perkembangan ekonomi dan
sosial belum memberikan peluang untuk membentuk dasar kehidupan partai
politik yang diharapkan.

2.2 Struktur Dan Peran Besar Organisasi Masyarakat Dalam Politik

Struktur Vertikal Masyarakat

Peran besar agama dalam masyarakat telah menjadi dasar bagi kekuasaan
raja-raja pada masa lalu, seperti terlihat dari peninggalan sejarah seperti candi-
candi Borobudur, Pawon, Mendut, dan sebagainya. Meskipun masuknya Islam
tidak berbeda jauh dengan masa Hindu-Budha, di mana agama menjadi landasan
kekuasaan raja, perkembangan Islam menimbulkan pembentukan kelompok baru
dalam masyarakat, yaitu Islam dan non-Islam, atau santri dan abangan.

Pada masa kolonial Belanda, hubungan kekuasaan dengan agama hampir


tidak berubah, dengan Belanda memiliki kebijakan sekuler sementara tetap
menjalankan kekuasaan yang terkait dengan agama melalui sistem indirect rule,
yang melibatkan pemimpin lokal sebagai lapisan atas masyarakat Indonesia.

Aliran dan Organisasi Pergerakan Kemerdekaan

3
Golongan-golongan seperti Budi Utomo, Syarikat Dagang Islam, Nahdathul
Ulama, dan Muhammadiyah memiliki pengaruh besar terhadap organisasi sosial
dan politik. Organisasi-organisasi ini lebih menekankan pada tuntutan sosial
golongan tertentu di masyarakat, sementara kelompok-kelompok berdasarkan
suku kedaerahan juga muncul. Ketidakpuasan dari golongan menengah dan
terdidik secara Barat mengarah pada pergerakan politik, dengan perjuangan
mereka didorong oleh ketidakadilan dan hasrat akan kemerdekaan.

Pengorganisasian Partai Politik

Ikatan primordial, seperti agama, suku, dan kedaerahan, memengaruhi


pengorganisasian partai politik dan hubungannya dengan massa. Hubungan ini
terlihat dengan jelas selama perjuangan kemerdekaan. Organisasi kepentingan,
seperti organisasi-organisasi wanita, pemuda, veteran, buruh, petani, dan lain-lain,
membentuk aliran politik tertentu.

Dukungan partai politik cenderung terpusat di daerah tertentu, seperti terlihat


dari hasil pemilu tahun 1955 dan 1971, di mana Masyumi mendapatkan dukungan
utama di beberapa wilayah, NU dominan di pulau Jawa, dan Parkindo dominan di
Sumatera Utara dan Maluku.

Partai politik memiliki hubungan mendasar dengan pendukungnya,


mencerminkan pandangan masyarakat. Namun, permasalahan kepemimpinan
partai politik, yang sering disebut sebagai “bapakisme,” menghadirkan tantangan,
dengan pemimpin yang sulit digantikan dan memicu sentralisasi dalam organisasi
partai politik. Meskipun sistem organisasi partai politik di Indonesia
menggabungkan keanggotaan langsung dan tidak langsung, kehidupan politik
tetap tertutup dan sulit menerima ide-ide baru. Upaya penyederhanaan partai
politik pada masa Orde Baru dengan membatasi jumlah partai tidak selalu berhasil
memperbaiki kehidupan partai, dan kemungkinan dampaknya sulit diprediksi.

4
Kemunculan militer dalam ranah politik, sosial, dan ekonomi negara-negara
berkembang bersumber dari kurangnya kontrol pihak sipil terhadap berbagai
aspek kehidupan masyarakat. Politisi sipil sering kali dihadapkan pada tantangan
dalam merumuskan sistem politik dengan tergesa-gesa dan mencoba-coba
menentukan model pelayanan masyarakat. Lebih lanjut, ketidakefektifan dan
kurangnya solidaritas elit sipil memainkan peran besar dalam mendorong peran
militer dalam politik.

Pandangan tersebut membuka peluang bagi perkembangan kemampuan


militer dalam mengelola kehidupan politik Indonesia. Keunggulan militer terletak
pada organisasinya yang lebih terstruktur dibandingkan sipil, dengan sentralisasi
komando, hirarki, disiplin, dan komunikasi internal yang baik. Sifat-sifat ini tidak
secara sistematis dikembangkan oleh pihak sipil.

2.3 Angkatan Bersenjata: Pembangunan dan Pembaharuan Politik

Pergeseran ABRI ke ranah politik, sosial, dan ekonomi berlangsung selama


20 tahun, dengan sejarah politik Indonesia menunjukkan kurangnya koordinasi
antara sipil dan militer. Terlihat dari ketidakpuasan militer terhadap kebijakan
politik yang diambil oleh politisi sipil, terutama pada masa Demokrasi
Konstitusional di mana politisi sipil berusaha mengontrol kepemimpinan dan
organisasi militer.

Dalam aspek sosial, militer dapat berperan sebagai modernisator karena


lebih cepat beradaptasi, proses akulturasi dalam tentara lebih terfokus pada
teknologi, dan akulturasi tentara lebih terlibat secara politis dalam negara secara
keseluruhan. Militer juga memiliki keterikatan yang kuat pada pembangunan,
diperkuat oleh perbandingan dengan masyarakat di negara lain, pola pikir rasional
dan efisien, serta jarak yang sedikit lebih besar dengan masyarakat sipil.

Kepemimpinan politisi sipil didasarkan pada unsur tradisional seperti


kharisma, sedangkan kepemimpinan militer Indonesia berlandaskan pada lembaga
masyarakat yang lebih modern. Sistem komando militer lebih mampu berada
dalam organisasi yang utuh, didukung oleh hirarki yang disiplin. Keutuhan

5
kepemimpinan militer memperkuat efektivitasnya, dengan kesatuan pandangan
yang ditanamkan melalui sosialisasi seragam di ABRI.

Masalah-masalah militer, seperti kendala legitimasi dan keterlibatan


lembaga masyarakat, diselesaikan melalui kerja sama ABRI dengan berbagai
unsur masyarakat. Pembentukan Golongan Karya (GOLKAR) sebagai organisasi
massa berlandaskan profesi mencerminkan pergeseran ideologi pada
pembangunan, tetapi juga digunakan oleh pemerintah Orde Baru untuk
mempertahankan kekuasaan dan melancarkan agenda pembangunan. Meskipun
demikian, efektivitas ABRI dalam mengendalikan politik nasional memerlukan
partisipasi masyarakat untuk menerima dan melegitimasi kekuasaan militer.

2.4 Mahasiswa dan Angkatan Muda

Sumpah Pemuda tahun 1928 diakui sebagai awal dari pendapat bahwa
angkatan muda adalah bagian penting dalam masyarakat dan terlibat dalam
kehidupan politik Indonesia. Meskipun kemerdekaan telah diraih, kegiatan
angkatan muda dalam politik Indonesia tetap aktif, dan teknik perjuangannya serta
permasalahan yang menjadi fokus kegiatan dapat berubah dari waktu ke waktu.

Bagi partai politik, pertumbuhan jumlah mahasiswa dianggap sebagai


kekuatan potensial. Jelang pemilu tahun 1955, partai politik intensif dalam
berkegiatan di kalangan mahasiswa untuk mendapatkan dukungan. Karakteristik
mahasiswa menjadi faktor pendorong bagi peningkatan peran mereka dalam
kehidupan politik angkatan muda.

Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang mendapatkan pendidikan


terbaik, mahasiswa memiliki pemahaman yang luas dan dapat bergerak di antara
lapisan masyarakat. Kedua, karena mereka telah lama mengenyam pendidikan,
mahasiswa dianggap telah melalui proses sosialisasi yang panjang, termasuk di
bidang politik melalui berbagai organisasi mahasiswa. Mereka memiliki
pengetahuan sosial dan politik yang lebih banyak.

Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup unik di kalangan


mahasiswa, dan universitas memiliki makna yang kentara dalam membentuk

6
akulturasi sosial dan budaya di antara angkatan muda. Keempat, mahasiswa
dianggap sebagai kelompok elit di antara angkatan muda karena memiliki latar
belakang sosial, ekonomi, dan pendidikan yang lebih baik.

Kelima, peningkatan kepemimpinan mahasiswa tidak terlepas dari perubahan


orientasi universitas. Mahasiswa memiliki kesempatan terlibat dalam pemikiran
dan penelitian tentang masalah-masalah yang mereka anggap penting, seperti
sebagian besar lulusan universitas yang mencari pekerjaan di kota karena
lapangan pekerjaan di daerah asal terbatas.

Faktor-faktor pendorong mahasiswa untuk terlibat dalam politik tidak


terpisah dari unsur-unsur penyebab politik angkatan muda. Perbedaan nilai antara
generasi angkatan muda dan generasi yang lebih tua mendorong pembentukan
generasi muda sebagai kekuatan politik di Indonesia. Mahasiswa yang aktif
berpolitik umumnya memiliki pandangan pesimis mengenai peluang memperoleh
posisi baik di masyarakat, sementara yang yakin akan ketersediaan kesempatan
cenderung kurang tertarik pada politik. Idealisme menjadi faktor penting dalam
mendorong kegiatan politik mahasiswa, terutama dalam konteks perubahan sistem
politik dari Demokrasi Terpimpin ke Demokrasi Pancasila.

Politik dan ekonomi di Indonesia memiliki keterkaitan yang erat, seperti


terlihat dalam perencanaan dan mobilitasi masyarakat dalam memajukan
pembangunan ekonomi, mencerminkan hubungan yang sangat terkait antara
politik dan ekonomi.

2.5 Politik, Pembangunan dan Kesejahteraan Masyarakat

Keterkaitan erat antara politik dan ekonomi di Indonesia dapat dijelaskan


oleh beberapa faktor. Pertama, sebagai negara yang baru saja membebaskan diri
dari sistem ekonomi kolonial, di mana ekonomi terbagi menjadi ekonomi ekspor
dan ekonomi lokal. Tindakan ini penting mengingat ekonomi lokal terlibat dalam
produksi untuk kebutuhan sendiri, bahkan untuk pasar yang memerlukan produksi
dalam jumlah besar.

7
Kedua, sebagai hasil dari sistem ekonomi penjajahan yang menitikberatkan
pada sektor produksi pertanian, sektor industri dan perdagangan menengah atau
perantara dengan sektor ekspor menjadi sangat lemah.

Ketiga, kelompok ekonomi yang baru berkembang ini juga memiliki posisi
yang lemah untuk bersaing dengan kelompok ekonomi yang telah berpengalaman
sebagai perantara dalam sistem ekonomi kolonial.

Keempat, secara nasional, kelompok-kelompok ekonomi tersebut belum


sepenuhnya menyadari potensi sebenarnya yang dimiliki Indonesia, membuat sulit
bagi mereka untuk bersaing dengan kelompok ekonomi lainnya.

Yang paling penting dalam hubungan antara sistem ekonomi dan politik
adalah bahwa politik memiliki kekuasaan untuk mengambil kebijakan-kebijakan
yang dapat menjadi solusi untuk menstabilkan atau bahkan memajukan
perekonomian Indonesia.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bahwa politik dan ekonomi di Indonesia saling terkait erat, menciptakan


dinamika kompleks dalam pembangunan dan perencanaan masyarakat. Peran
militer, organisasi politik, dan partisipasi mahasiswa memainkan peran penting
dalam evolusi politik tanah air. Faktor sejarah, seperti masa kolonial dan
perubahan sistem politik, memengaruhi struktur ekonomi dan politik. Terdapat
juga permasalahan kepemimpinan dalam partai politik, seperti “bapakisme” yang
dapat membatasi pemikiran baru.

3.2 Komentar

Buku ini menyajikan analisis mendalam mengenai dinamika politik


Indonesia, terutama dalam konteks stabilitas politik, peran organisasi masyarakat,
pergeseran peran militer, serta keterlibatan mahasiswa dan angkatan muda.
Penulis membahas permasalahan politik yang muncul pada masa kabinet-kabinet
Demokrasi Konstitusional, menyoroti kurangnya struktur dan prosedur politik
yang mendukung partisipasi masyarakat sebagai sumber ketidakstabilan. Selain
itu, buku juga menggambarkan peran vital organisasi masyarakat, partai politik,

9
dan golongan kekuatan politik dengan pendekatan yang berbeda-beda. Pergeseran
peran militer ke dalam aspek politik, sosial, dan ekonomi juga diulas secara
mendalam, dengan penekanan pada keunggulan organisasi militer. Terakhir, buku
mengamati peran mahasiswa dalam politik dan mencermati keterkaitan erat antara
politik dan ekonomi di Indonesia. Dengan analisis yang komprehensif, buku ini
memberikan pemahaman yang mendalam mengenai faktor-faktor yang
memengaruhi stabilitas politik dan perkembangan politik Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Mufti, Muslim, 2013, Kekuatan Politik di Indonesia, Bandung: CV Pustaka Setia


Anthonius Sitepu, P. 2004. Transformasi Kekuatan-Keekuatan Politik Suatu Studi
Teori Kelompok dalam Konfigurasi Politik Sistem Politik Indonesia. Jurnal
Pemberdayaan. Komunitas, September 2004, Volume 3, Nomor 3, Halaman 163-
171

10

Anda mungkin juga menyukai