Anda di halaman 1dari 23

INDEPENDENSI HMI DAN POLITIK ISLAMISASI,

REFLEKSI NUSANTARA KLASIK KE ARAH


KONTEMPORER

Disusun untuk melengkapi Persyaratan Peserta Intermediate Training (LKII)

Nama: Batara Abdullah Nst

Asal: HMI Cabang Medan

INTERMEDIATE TRAINING

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

CABANG SEMARANG 21-27 AGUSTUS 2017


PE N GAN TAR

Puji syukur kehadirat Allah, sebagai Dzat Yang Maha Kuasa atas segala
wujud yang terhampar di dunia ini.Shalawat kepada nabi Muhammad SAW.
Seorang pejuang berbudi luhur sehingga membawa makna tersendiri dalam
sebuah ajaran terstruktur, sistematis dan massif yang sekarang kita yakini yaitu
islam. Ucapan terima kasih penyusun ucapkan kepada HMI komisariat UISU yang
banyak memberikan pembelajaran yang berarti.Sebagai Komisariat pemrakarsa
berdirinya HMI Cabang Medan dan Komisariat pertama berdiri diluar pulau Jawa
maka antara HMI dan UISU tidak dapat dipisahkan, maka menjadi tanggung
jawab sosial bagi anggota HMI komisariat UISU keberlangsungan HMI Cabang
Medan. Terima kasih juga penyusun sampaikan kepada para senior dan alumni
yang bersedia membimbing dan memotivasi untuk mengerjakan makalah dengan
judul: Independensi HMI dan Politik Islamisasi, Refleksi Nusantara Klasik ke
Arah Kontemporer.

Makalah ini membahas tentang pergulatan politik islam dimasa Indonesia


masih bernamakan Nusantara, dengan tujuan menjadi i’tibar (pembelajaran) untuk
dimasa sekarang dan yang akan datang. Proses politisasi islam yang kuat dimasa
lampau dapat menjadikan islam sebagai mayoritas penduduk yang memeluknya
dan begitu superior untuk sebuah perbandingan dengan agama lain. Namun
belakangan di era modern begitu tidak jelas orientasiperjuangan umat islam.

Babakan perjuangan umat islam saat ini sudah seharusnya menggunakan


intelektualitas dikarenakan tuntutan zaman, dalam artian masyarakat umum lebih
mengedepankan hal-hal yang bersifat materialis. Untuk itu garis perjuangan
tersebut seharusnya tertanam dalam aktivitas HMI dalam perjuangan di Indonesia
nantinya.Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini dan
memohon maaf untuk segala kekurangan yang terdapat dalam makalah ini.

Medan, 1 agustus 2017

Penulis

Batara Abdullah Nst

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................ii
BAB I (PENDAHULUAN).........................................................................................................1

BAB II (PEMBAHASAN)...........................................................................................................4
2.1 Pengertian...................................................................................................................................4
2.2 Sejarah Politik Islami..............................................................................................................6
2.3 Hubungan Antara Independensi HMI Dengan Politik Islamisasi..............................9
2.4 Penerapan Politik Islamisasi Kontemporer.......................................................................12
BAB III (PENUTUP)....................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................17
3.2 Saran.............................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

“kalau Umat Islam tidak menulis tentang dirinya sendiri, maka


orang lain akan menulis tentang umat islam dan tentang Islam
1
sesuai dengan visi dan kepentingannya” -Moehammad Roem

Babakan sejarah yang menyebabkan perjuangan umat islam di


Indonesia telah memasuki fase pembangunan dan penelitian untuk
menghasilkan sebuah “produk” dari hasil islamisasi yang telah dilakukan
di masa lampau. Sama halnya dengan proses islamisasi yang dilakukan
oleh para mubaligh di masanya dengan mengedepankan nilai-nilai
ketauhidan dan mengaktualisasikannya dengan nilai yang hidup ditengah
masyarakat tersebut. paramubaligh tersebut terdiri dari bangsa arab itu
mencapai Cina melalui ekspedisi laut yang awalnya bertujuan untuk
2
perniagaan . Proses islamisasi tersebut tidak lain yang tidak bukan untuk
meng-islamkan bangsa Indonesia yang dilihat pada masa tersebut dalam
keterpurukan akibat sistem kasta yang diterapkan oleh penguasa hindu dan
budha pada awal-awal nusantara.

Terbukti dengan politik islamisasi tersebut terciptanya sebuah


sistem atau tatanan masyarakat baru dikawasan Nusantara bahkan Asia
Tenggara. Mubaligh awal-awal masuknya islam ke Indonesia mengetahui
kondisi sosiologis dari bangsa Indonesia yang terpuruk sehingga mereka
menciptakan sebuah basic interests (ketertarikan dasar) sehingga
masyarakat Nusantara saat itu menjadi dominan memeluk islam.

Atas dasar semangat tersebut maka sudah saatnya di masa yang


sekarang ini pengetahuan sejarah perjuangan dan islamisasi yang selama

1Catatan Ir. Saleh Khalid, pertemuan M. Natsir dan Moehammad Roem dengan PB HMI tahun
1982 dalam peringatan Jong Islamieten Bond (JIB)
2Lihat Yusuf Abdullah Puar, Masuknya Islam Ke Indonesia, Indradjaya, Jakarta, 1984, hlm. 15.

1
ini terpampang jelas dalam sistem pendidikan nasional hanya menjadi
teori-teori belaka dan hanya untuk wawasan pengetahuan saja, namun
aksiologi dari wawasan tersebut sedikit sekali menjadi kenyataan.

Kehadiran HMI sebagai organisasiguide of social change


(pengawal perubahan sosial) dan juga menempati posisi middle of social
structure mampu menjawab tantangan perubahan zaman dan juga arus
perubahan sosial dengan mulai menata kembali khittah perjuangan yang
sudah digariskan oleh founding father HMI. Semangat politik islamisasi
dewasa ini sudah terbatas hanya di kalangan tertentu dan tidak mencakup
secara general perjuangan islam. Bahkan HMI seringkali tergerus dalam
arus pusaran politik kekuasaan yang terkesan pragmatis dan
materialistik.Untuk itu independensi yang ditanamkan dalam training-
training di HMI mampu diaktualisasikan kedalam aktivitas organisasi dan
aktivitas kader-kader HMI.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan tersebut penulis


merumuskan beberapa permasalahan yang menjadi pembahasan pada
makalah ini, yaitu:

1. Apa penngertian dari independensi, politik dan islamisasi ?


2. Bagaimana sejarah politik islamisasi ?
3. Apa hubungan antara independensi dengan politik islamisasi ?
4. Bagaimana penerapan politik islamisasi kontemporer ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Sebagai studi pustaka keterkaitan HMI di era modern tentang
pengembangan ajaran Islam di masa lalu sebagai i’tibar dan pelajaran.
2. Sebagai kerangka berfikir HMI dalam pergulatan arus politik
kekuasaan dengan tetap mempertahankan independensi secara
keseluruhan.
3. Untuk bahan kajian diskusi seputar permasalahan aktivitas organisasi

2
4. Sebagai syarat untuk mengikuti LK II (Intermediate Training) HMI
Cabang Semarang.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

A. independensi

Independensi bukanlah sebuah kata asing bagi kader-kader


HMI namun terkadang kebanyakan tidak mengetahui esensi dari
inependensi tersebut.dalam hal ini penulis mencoba menjelaskan
independensi dalam perspektif HMI. HMI membagi karakteristik
3
independensi kedalam dua hal .yang keduanya memiliki makna atau
esensi yang sama namun hanya saja cakupannya yang berbeda.
Pembagian karakteristik tersebut yaitu:

1. Independensi etis
Yaitu sifat independensi yang pada hakikatnya sifat yang sesuai
dengan fitrah kemanusiaan.Independensi etis tersebut hanya
melekat dalam kaitannya dengan kodrat manusa sebagai hamba
yang hanief (cenderung pada kebenaran).
2. Independensi organisatoris
Bahwa dalam keutuhan kehidupan nasional HMI selalu
melakukan partisipasi aktif , konstruktif, korektif, dan
konstitusional agar perjuangan bangsa dan segala usaha
pembangunan demi mencapai cita-cita semakin hari semakin
4
terwujud .

Cakupan independensi tersebut mengidentifikasikan


karakteristik person dan organisasi untuk mampu bertindak secara
aktif dadlam garis perjuangan bangsa.

3Hasil-hasil kongres Himpunan mahasiswa Islam ke-XXVIII Depok: Tafsir Independensi, Hal. 138
4
Ibid, 140

4
B. Politik

Secara etimologi politik berasal dari bahasa Yunani: politikos, yang


berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga Negara. Kaitannya
dengan politik dalam masa nusantara klasik maka tidak lepas dari proses
masuknya islam ke Nusantara dengan berbagai cara namun tujuan utama
tidak terlepas dalam proses tersebut. politik yang digunakan dalam proses
masuknya islam dengan metode harmonisasi yang dijalin oleh para
mubaligh tersebut terbukti berpengaruh besar terhadap perkembangan
islam. Azyumardi Azra berpendapat :

“kelas pedagang yang menggunakan hartanya dan kekayaan mereka


untuk kepentingan dakwah yang sangat berbeda dengan penyebaran islam
ke wilayah lainnya yang mengalami politik ekspansi militer dan
penaklukan serta kekuatan politik, para peneliti tentang penyebaran islam
ke Nusantara pada umumnya sepakat menyatakan bahwa islamisasi di
5
kawasan ini umumnya dilakukan dengan jalan damai ”

Harmonisasi yang dilakukan para mubaligh tersebut


mengakibatkan adanya interaksi emosional yang terjalin antara penduduk
bumiputera dengan para mubaligh yang umumnya merupakan saudagar
adan pedagang sehingga islam mudah diterima ditengah mereka.

C. Islamisasi

Secara terminologi islamisasi merupakan proses konversi


masyarakat menjadi islam. Dalam penggunaan kontemporer, mungkin
mengacu pada pengenaan dirasakan dari sistem sosial dan politik islam di
masyarakat dengan latar belakang sosial dan politik bumiputera yang
berbeda. Konversi penduduk ke agama islam tidak bersifat eksklusif dan
sebagian besar muslim Indonesia yang baru memeluk islam masih tetap
mempertahankan komitmen terhadap berbagai kepercayaan dan praktik
pra-islam mereka.

5Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara (Bandung: Mizan, 2002), h.18

5
Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa islam praktis sudah
menyebar kearah nusantara dengan berdirinya kerajaan-kerajaan islam,
permasalahan tarik menarik antara budaya lokal dengan ajaran islam
belum sepenuhnya selesai. Kenyataan ini memang menciptakan harmoni
antara islam dan budaya setempat, karena keduanya dapat berjalan seiring.
HMI mempunyai trifungsi sebagai tugas pokok yang diemban sebagai
bakti untuk Indonesia dengan berbagai elemen kekuatan yang menopang
eksistensi HMI. Konsep aktualisasi Islam-keindonesiaan dalam aktivitas
hingga ke pemahaman HMI menjadikan garis normatif yang sama sekali
tidak boleh bertentangan dengan nila-nilai alqur’an dan hadits.

2.2 Sejarah Politik Islamisasi

A. Awal Masuknya Islam Ke Indonesia

Kerajaan Samudera Pasai Aceh adalah Negara yang terawal sekali


didatangi oleh orang-orang islam dari jurusan arab, namun terjadi
spekulasi terhada Mengingat secara geografis, letak wilayah aceh sangat
strategis dan memungkinkan untuk menjadi Bandar persinggahan kapal-
kapal ekspedisi yang melakukan perjalanan juga perdagangan. Awalnya
orang arab, bermukim di Malabar, daerah pantai barat india dengan laut
6
arab mereka dinamakan orang arab ma’bar . Terlepas dari perbedaan
pendapat tentang tempat asal, pembawa dan kapan masuknya islam ke
Nusantara, yang jelas bahwa penyebaran islam secara massal dan pesat ke
seluruh wilayah nusantara terjadi pada abad ke-13 masehi, yang dianggap
oleh ilmuan barat sebagai awal masuknya islam ke Indonesia. Ada
beberapa teori yang berkembang dalam masalah-masalah ini.salah satunya,
teori yang menyebutkan bahwa islam pertama kali masuk ke Nusantara
pada abad ke-12 dari Gujarat, bukan dari Persia atau Arabia. Teori ini
dikembangkan oleh Pijnappel pada tahun 1872 dan didukung umumnya
oleh sarjana-sarjana belanda, seperti Snouck Hurgronje dan Morrison.
Menurut pijnappel, seperti yang dikutip oleh azyumardi Azra, orang-orang
Arab yang bermazhab Syafi’I bermigrasi ke india dan kemudian

6
Yusuf Abdullah Puar, Masuknya Islam ke Indonesia, Jakarta: indradjaya 1984, hlm.22

6
7
membawanya ke Nusantara . Sementara Snouck Hurgronje yang
mendukung teori ini tidak secara eksplisit menyebutkan wilayah mana
yang di India yang dianggap sebagai asal kedatangan Islam.

B. Saluran Politik Islamisasi

Saluran Politik islamisasi salah satunya melalui perdagangan ini


sangat menguntungkan para pihak dalam hal ini adalah raja dan
bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan menjadi
pemilik kapal dan saham. Kedatangan islam yang mengikuti jalan
perdagangan dan pelayaran membawa peran tersendiri terhadap golongan
pedagang yang memainkan misi islamisasi dengan interaksi politik
perdagangan yang apabila saat pertama kali datang ke daerah-daerah
mereka bertujuan dagang, pada tahap berikutnya secara tidak langsung
8
mereka menyampaikan ajaran-ajaran Islam .

Saluran politik Islamisasidengan cepat dan strategis menyebar ke


wilayah Nusantara, analogi yang sangat mendasar ialah karena para
pedagang islam tersebut menguasai perdagangan dikalangan elemen
Nusantara atau Islam sudah memegang kendali atas ekonomi Nusantara
saat itu. Komunitas pedagang yang bermukim di Nusantara pada
umumnya tidak disertai oleh istri-istri mereka.Oleh karena itu terjadilah
hubungan akrab antara pedagang pendatang dan perempuan-perempuan
Bumiputera.Penguasaan perdagangan atau ekonomi yang menjadikan
adanya perubahan sosial masyarakat yang lebih mengarah pada
kebaikan.Hal ini menunjukkan bahwa dalam usaha islamisasi pada suatu
daerah maka hal yang paling utama dalam menerapkan strateginya adalah
dengan menguasai politik ekonomi daerah tersebut.

Politik ekonomi yang berpengaruh pada kebijakan suatu kerajaan


dan dapat mengatur kebijakan sang raja, maka perdagangan dalam saluran
islamisasi politik dengan memasukkan paham-paham yang
mengedepankan ajaran al-quran dan hadits dengan konsep kesederhanaan.

8Prof. Dr. Didin Saefudin Buchori, Sejarah Poltik Islam, Jakarta: Intermasa 2009, hlm. 277

7
C. Politik Filantropi.

Islam secara konsep politik sosial mengedepankan rasa keadilan


sesame manusia, tidak melihat status, warna kulit, harta dan
jabatan.Konsep politik sosial yang dibawakan oleh para pedagang Islam
memberikan kesan yang mampu membangkitkan hubungan emosional
dengan masyarakat setempat.Politik filantropi dalam islam sendiri
merupakan sebuah kewajiban antar sesame umat manusia untuk saling
tolong menolong. Politik filantropi dijalankan sebagaimana yang sering
kita kenal dengan zakat, sedekah dan wakaf yang sering disebutkan dalam
9
al-qur’an dan hadits Nabi .

Sedekah, zakat dan wakaf ini banyak digunakan oleh para


pedagang sebagai politik sosial dalam rangka islamisasi terhadap
penduduk suatu daerah. Para penduduk tersebut dalam berbagai literature
banyak dijumpai dalam keadaan yang miskin pada umumnya diakibatkan
oleh sistem kasta agama hindu. Sistem kasta tersebut dianggap membawa
kesengsaraan yang sangat mendalam bagi masyarakat yang tidak berada
pada kasta yang tinggi ataupun menengah.Masyarakat yang di dominasi
oleh mereka yang dari kasta kelas bawah hidup dibawah kemiskinan.
Konsep politik filantropi yang dibawakan oleh para pedagang yang
menyumbangkan hartanya dan kekayaannya untuk membantu oranglain
yang sedang kesulitan terkhusus mereka yang belum memeluk islam
menaruh empati kepada para pedagang islam tersebut dan melihat ajaran
yang dibawanya merupakan harapan yang sangat ditunggu oleh
masyarakat Nusantara pra-kedatangan islam.

Lebih lanjut Dr. Amelia Fauzia menjelaskan, terdapat tiga konsep


utama mengenai filantropi yang mengakar kuat dalam Al-quran dan
Hadits, yaitu konsep mengenai kewajiban agama, moralitas agama, dan

9Dr. Amelia Fauzia, Filantropi Islam, Yogyakarta: gading 2016, hlm. 34

8
10
keadilan sosial .Konsep pertama tersebut menjadi panduan umum,
konsep kedua berkaitan dengan moralitas sosial, dan konsep terakhir
menyentuh inti tujuan dari filantropi dan agama itu sendiri, yaitu keadilan
sosial.Banyaknya ayat-ayat Alqur’an tentang masing-masing konsep
tersebut memiliki korelasi dengan makna ide yang terkandung di dalamnya
secara hierarkis. Yang paling dasar adalah kewajiban agama., dimana
jumlah ayatnya yang paling banyak. Diatasnya ada ayat tentang moralitas
agama, dan yang paling sedikit ayatnya tentang keadilan sosial.Namun
bukan menjadikan keadilan sosial dikesampingkan, melainkan memiliki
nilai yang sangat fundamental untuk membangun masyarakat madani.

2.3 Hubungan Antara Independensi HMI Dengan Politik Islamisasi

A. Independensi sebagai Grundnorm

Dalam ilmu Hukum dikenal dengan Teori Stufenbau yang terdapat


istilah Grundnorm( norma yang paling mendasar ) didalamnya. Teori
tersebut dipopulerkan oleh Hans Kelsen dalam eksperimennya untuk
menemukan sebuah norma yang menjadi keharusan bagi sebuah
rechtpersoon (subjek hukum). Penulis mencoba mengambil analogi dari
istilah grundnorm tersebut untuk dijadikan hubungan antara Independensi
dengan politik islamisasi.

Di HMI terdapat Norma dan Nilai yang sangat mendasar bagi


seluruh kader HMI baik secara pemikiran personal maupun secara
aktivitas keorganisasian secara general.Hal tersebut dibuktikan dengan
adanya beberapa tafsir dan ideologi dari HMI.Diantaranya yang menjadi
perhatian penulis ialah Tafsir independensi dan Nilai Dasar
Perjuangan.Independensi seringkali di identifikasikan sebagai watak HMI
secara general. Watak azasi dari kader HMI teraktualisasi secara riil
melalui watak dan kepribadian serta sikap-sikap yang:

- Cenderung pada kebenaran (hanief)


- Bebas, terbuka dan merdeka

10
Ibid. hl. 37. Filantropi Islam

9
- Befikir rasional dan kritis
- Progresif dan dinamis
- Demokratis, jujur dan adil

Karakteristik tersebut sangat berpengaruh jika diantara masing-


masing indikator sikap diatas tercermin dalam perilaku kader HMI.Dewasa
ini sering sekali oknum di HMI kehilangan independensinya dengan
terseret arus kekuasaan yang menjadikan pelemahan terhadap eksistensi
dan marwah organisasi.Dalam konteks ini Independensi HMI adalah
11
institusionalisasi sikap, pandangan hidup, dan karakter pribadi .Karakter
pribadi itu sebagai modal sosial untuk berpendirian teguh sebagai watak
idealis HMI. Hal ini senada dengan ayat Al-qur’an, diantaranya:

“ Maka tetaplah kamu kepada jalan yang benar, sebagaimana


diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu
dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat
12
apa yang kamu kerjakan” (QS.Hud,11:112) .

B. Independensi HMI Wacana Politik Islamisasi, Hubungan Moralitas dan


Misi

Independensi yang berkaitan dengan moralitas HMI secara


normative menjadi marwah tersendiri terhadap ruang gerak dan lingkup
aktivitas HMI sehari-hari. Yang menjadi pokok pembahasan ialah
independensi yang menjadi moralitas HMI untuk terus bergerak secara
dinamis dan peogresif menghasilkan dinamika-dinamika yang berujung
pada misi HMI sebagai organisasi islam tentunya berbeda-beda di setiap
masa kepemimpinannya. HMI yang awalnya didirikan untuk
mengislamkan mahasiswaislam, dikarenakan dampak yang sangat terasa
akibat penjajahan yang dilakukan Belanda. Sub pembahasan yang sangat
menarik mengingat masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama islam
terkadang sulit menerima ajaran islam menurut tuntunan Al-Qur’an dan
Hadits dikarenakan masih terbelenggu oleh budaya-budaya yang
11 Lihat Catatan Azyumardi Azra Mengabdi Republik, Memberdayakan Umat.
12 Alquran terjemahan,.

10
bertentangan dengan syari’at. Bahkan dalam pembentukan karakter awal
yang diprakarsai oleh ayahanda Lafran Pane dengan mendirikan organisasi
HMI ini banyak menimbulkan kontroversi dikalangan mahasiswa islam
sendiri. Belum lagi dengan isu sekularisme yang telah ditanamkan di
tingkat perguruan tinggi. Dewasa ini hal serupa sangat sulit dihilangkan,
agaknya setiap zaman memiliki orang-orang yang islam namun masih jauh
dari kata berperilaku islam, baik dari kalangan mahasiswa ataupun
masyarakat umum. Contohnya di kalangan mahasiswa yang tidak perduli
dengan kondisi keummatan dan kondisi sosial bangsa yang kian hari kian
tergerus oleh zaman yang bergerak. Mahasiswa yang sejatinya di elu-elu
kan sebagai agent of change dan lain sebagainya tidak memiliki daya kritis
terhadap suatu permasalahan sosial baik itu dalam skala keummatan
maupun dari skala personal terhadap dirinya sendiri.

Proses islamisasi yang dilakukan HMI dengan memberikan


pemahaman independensi yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits
ataupun konsep-konsep yang secara menyeluruh mengenai target dari
proses tersebut. Independensi yang berkaitan dengan keteguhan dari setiap
kader HMI dan menciptakan dinamika politik islamisasi untuk sebuah
gerak sosial dengan menggunakan nilai-nilai islam. Di era Globalisasi
menyebabkan kalangan mahasiswa di dominasi dengan pola fikir
materialistik dan mengedepankan pembuktian secara empiric terhadap
suatu permasalahan yang muncul di setiap sendi kehidupan
keummatan.Moralitas secara etis juga berpengaruh terhadap jalannya
sebuah misi organisasi dengan tujuan menarik empati dari khalayak yang
berbeda dan tidak tergabung dalam HMI. Contoh kecil ketika HMI
berhasil melakukan politik Islamisasi ketika Pdt. Victor Tanja menerbitkan
buku dengan mengambil sampel HMI, hal ini menunjukkan bahwa
moralitas HMI dan kader-kadernya menjadikan adanya stigma positif yang
terbangun dikarenakan norma-norma Independensi masih sangat
dikedepankan.

11
Pengaruh moralitas terhadap misi yang digagas HMI untuk
“..terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Swt.” seperti
yang tercantum dalam Anggaran Dasar HMI menunjukkan gambaran HMI
dimasa yang akan datang sebagai “Man Of Future” dan “Intellectual
Community” pengembang nilai-nilai keislaman yang sudah kian memudar
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara demi terciptanya Indonesia
yang Baldatun Toyyibun wa Rabbul ghafur.

2.4 Penerapan Politik Islamisasi Kontemporer

A. Pandangan Moh. Natsir


Sejak awal Natsir berpendirian bukan hanya sekedar agama pribadi
yang mengurus hubungan pribadi yang mengurus soal-soal hubungan
manusia kepada Tuhan.Islam tidak mengenal adanya pemisahan agama
dan politik bahkan politik merupakan alat yang digunakan untuk
memperjuangkan agama.Memang, kalau diteliti ayat-ayat Al-Qur’an
maupun Hadits Nabi, tidak ada satupun perintah untuk menegakkan
negara.Namun bagi Natsir, negara diperlukan baik ataupun tidak ada
perintah Islam. Menurutnya, tidak perlu ada perintah untuk mendirikan
negara. Yang diperlukan adalah nilai-nilai untuk mengatur negara supaya
negara menjadi subur dan kuat serta menjadi washilah bagi tercapainya
13
tujuan hidup manusia dan bagi keselamatan mereka .

Natsir bersama dengan Masyumi sebagai partai yang menjadi


motor pergerakan dalam tubuh parlemen berupaya untuk mengupayakan
adanya pengakuan secara konstitusional terhadap nilai-nilai Islam yang
selama ini dianggap bagian dari hukum adat. Akibat penjajahan Belanda,
hukum Islam oleh ilmuan-ilmuan Belanda yang sengaja ingin
mengkaburkan ajaran Islam dijadikan nilai hukum adat dan menjadi satu
14
dengannya .

13 Mohammad Natsir, Agama dan Negara dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia, 2001) hl. 83
14 Snouck Hurgronje, Adat Recht

12
Pandangan Natsir juga terlihat lebih modern dan realistis, karena ia
tidak memperdebatkan istilah negara kilafah universal seperti yang
dikemukakan oleh para pemikir Islam seperti Rashid Ridha (1865-1935)
atau Sayyid Quthb (1906-1966). Perkembangan negara pada masa nabi dan
Khulafaur Rashidin serta perkembangan pemikiran umat islam dalam
masalah-masalah tersebut memperlihatkan bahwa Islam memberi
kelonggaran kepada masyarakatnya untuk berevolusi dalam batas-batas
15
asas ajaran Islam . Perbedaan geografis dan etnis adalah kenyataan yang
tidak dapat dibantah dan merupakan suatu yang alami.Karena itu negara
Islam dapat berdiri sesuai dengan perbedaan-perbedaan tersebut.Hanya
saja mereka diikat oleh satu ikatan dalam akidah Islamiah.Natsir
mengemukakan menurutnya nasionalisme merupakan alat untuk
mewujudkan perjuangan bersama dan mencapai tujuan bersama. Ikatan
ikatan primordial yang melandasi nasionalisme tidak harus mengaburkan
pandangan manusia terhadap universalitas dan persaudaraan sesame umat
islam. Baginya, nasionalisme merupakan alat untuk mendekatkan diri
16
kepada tuhan, disamping juga pemersatu Dunia Islam .

B. Pasca Reformasi

Umat Islam menyatukan pandangan di era orde baru dengan


memfusikan diri dalam satu wadah perjuangan politik, namun seiring
berjalannya waktu banyak elemen-elemen masyarakat islam yang
tergabung dalam satu partai tersebut mengingkari wadah tersebut dengan
mendirikan partai masing-masing elemen. Terbukti pada pemilu 1999
umat Islam harus dihadapkan oleh pilihan yang sulit yaitu Nahdlatul
Ulama memunculkan kekuatan baru dengan PKB tampil dalam pemilu
tersebut. Secara sosiologis umat islam terpecah oleh dua pilihan yang
cukup sulit yaitu adanya PPP dan PKB.

15 Mohammad Natsir, Capita Selecta II, (Bandung: Sumur t.th)


16 DR. Muhammad Iqbal, M.Ag dan H. Amin Husein Nasution, M.A, Pemikiran Politik Islam “dari
masa klasik hingga Indonesia kontemporer” (Jakarta: Purnamedia, 2010) hl. 217

13
HMI yang turut serta dalam gerakan reformasi yang dimotori oleh
kalangan intelektual muda (mahasiswa) menjadikan HMI mau tidak mau
harus mengambil momentum dalam pergulatan tersebut. Namun tidak
sedikit pula kader-kader HMI yang terdegradasi oleh arus kekuasaan dan
kehilangan Independensinya sebagai kader HMI. Akibat dari mulai
banyaknya kader yang ikut tergerus dalam arus tersebut mau tidak mau
HMI di masa pasca reformasi menjadi semakin lama semakin hilang ciri
khas perjuangan politik Islamisasi yang pernah ditampilkan pada fase
tantangan (1964-1965) yang menjadi titik balik pengembangan organisasi
kearah yang lebih modern.

Meningkatnya arus perkembangan dengan ditandai oleh aktivitas


teknologi yang kian merasuki disegala sendi kehidupan tidak menafikan
peranan HMI dalam menjalankan politik Islamisasi yang dapat dijadikan
media politik Islamisasi untuk mengislamkan pemikiran umat Islam yang
sudah mulai kearah sekuler. Kondisi sosial akibat dari derasnya arus
Globalisasi menjadikan ummat Islam sangat rentan dengan isu-isu
perpecahan yang dilancarkan oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan
umat Islam bersatu dibawah sebuah kekuatan besar yang dibangun atas
dasar keyakinan dan cita-cita bersama untuk memperbaiki Islam baik dari
segi perekonomian dan kesejahteraan yang kian menunjukkan jurang
pemisah antara si kaya dengan si miskin. Meskipun kebanyakan tidak
disadari oleh masyarakat Islam dan HMI sendiri.

C. Formulasi Independensi HMI dan Politik Islamisasi Sebagai Gerakan


Modern

Sebagai umat yang berkarakter tersendiri, umat Islam sering kali


terjebak dengan pemikirannya sendiri yaitu antara ibadah dalam konteks
Hablumminallah dan Hablumminannas. Orientasi ummat islam di era
modern cenderung individualistik dan mengarah kepada liberalisme yang
seyogyanya jauh dari kata keadilan sosial. Muhammad Iqbal berpendapat,
”umat islam harus bergerak lebih dinamis dan kreatif dalam menghadapi

14
hidup dan menciptakan perubahan-perubahan dibawah tuntunan ajaran
17
Al-Qur’an” .

Dibandingkan organisasi lain, peluang HMI dalam menjalankan


eksperimen politik Islamisasi lebih besar dibandingkan dengan organisasi
lain. Independensi yang dimiliki HMI dikembangkan dalam gerak aktivitas
dan ruang lingkup yang lebih luas.Meskipun ditengah kekuasaan yang
tidak berpihak kepada HMI ataupun kekuasaan yang berniat
menjerumuskan HMI kedalam lingkaran sifat pragmatis-materialis.
Peranan dan tanggung jawab HMI dalam menegakkan nilai-nilai Islam
terkhusus menjaga Independensinya dihadapan para stake holder negara
nampaknya akan mengahadapi tantangan sulit yang akan melemahkan
kapasitas Independensi yang mandiri. Pengembangan potensi pendanaan
yang mandiri untuk menjalankan politik Islamisasi.

Karakteristik Islam di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri,


mulai dari pemahamannya tentang budaya dan agama serta proses
akulturasi pemikiran keislaman yang dimiliki oleh setiap elemen Islam
berbeda-beda namun tidak pernah berujung pada konflik, melainkan hanya
adu pemikiran termasuk HMI dengan pemahaman Islam keindonesiaan
dan Islam yang moderat secara universal. Secara teologis, Islam
mempunyai nilai-nilai universal yang menyangkut semua manusia yang
cukup relevan dengan pengembangan syi’ar Islam. Gerakan modern Islam
dalam batas-batas kemampuannya telah mewariskan kepada kita suatu
kerangka berfikir yang komprehensif, sekalipun jauh dari tuntas, baik
menyangkut pemikiran keagamaan dalam rti sempit maupun pemikiran
18
keagamaan dalam arti yang luas . Untuk merumuskan suatu kerangka
berfikir yang lebih tuntas tentang Islam dengan segala dimensi ajarannya
terletak tantangan yang mendesak dari generasi intelektual Islam yang
sedang menghadapi tantangan tersebut. HMI seharusnya mampu
meletakkan filter dalam diri setiap kader dan stake holder dalam struktural

17
Ibid,.hal. 93
18 Catatan Syafi’I Ma’arif, Pengaruh Gerakan Modern Islam Indonesia Terhadap Perkembangan
Pemikiran..(Bandung: Mizan, 1990).hl. 52

15
jabatan. Kalkulasi Independensi yang massif terhadap gerakan politik
Islamisasi akan menimbulkan reaksi syi’ar yang memiliki tingkat
keberhasilan yang menentukan.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sejauh ini telah dibahas mengenai Independensi HMI dan Politik


Islamisasi dari beberapa aspek dan sudut pandang ahli. Pembahasan tersebut
mengidetifikasikan dan menekankan pada i’tibar terhadap perjalanan sejarah dari
awal masuknya Islam, negara/kerajaan islam hingga pada era hampir berhasilnya
politik Islamisasi mencapai tujuannya. Jejak sejarah tersebut sudah menunjukkan
road map untuk HMI perjuangkan kedepannya dan menghasilkan beberapa poin
penting antara lain. Pertama, keterikatan independensi HMI sebagai karakteristik
untuk menjalankan politik islamisasi yang berdasarkan pada nilai-nilai islam
bersumberkan pada tuntunan Al-Qur’an dan Hadits. Kedua, perlunya terhadap
HMI sebagai organisasi perjuangan menyampaikan syi’ar dengan menggabungkan
beberapa konsep modern. Ketiga, pengaruh kebudayaan sekuler dan liberal
mengakibatkan tergerusnya nilai-nilai islam yang hidup ditengah masyarakat
secara umum, nilai tersebut akan mengganggu konstalasi norma agama yang
sedang berkembang.

3.2 Saran.

Sebagai organisasi yang di isi oleh kaum muda intelektual sudah


sepantasnya HMI meninggalkan budaya-budaya politik organisasi yang orthodoks
secara tematis, pada hakikatnya Independensi yang telah ditanamkan dalam norma
organisasi kiranya menjadi rujukan kembali untuk dijalankan sebaik-baiknya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya. Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, Jakarta.


1989.

Buchori, Didin Saefuddin. Sejarah Politik Islam, Jakarta: 2009.

Fauzia, Amelia. Filantropi Islam. Yogyakarta: Gading Publishing. 2016.

Hasil-Hasil Kongres Himpunan Mahasiswa Islam ke-28. Depok, 2012.

Iqbal, Muhammad dan Amin Husein Nasution. Pemikiran Politik Islam “dari
Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer”. Jakarta: Prenadamedia, 2015.

Mizan. Percakapan Cendikiawan Tentang Pembaharuan Pemikiran Islam,


Bandung: 1990.

Maududi, Abul A’la. Gerakan Kebangkitan Islam, Bandung: Risalah. 1984.

Puar, Yusuf Abdullah. Masuknya Islam ke Indonesia, Jakarta-Bandung: 1984.

Sitompul, Prof. Agussalim. Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam


(1947-1975), Jakarta: cetakan kedua 2008.

UIN Jakarta Press. 2012. Membingkai Perkaderan Intelektual Setengah Abad


HMI Cabang Ciputat. Ciputat.

18
Curriculum Vitae
Nama : Batara Abdullah Nasution

Tempat/ tanggal lahir : Medan, 15 Mei 1996

Asal cabang : HMI Cabang Medan

Fakultas/ stambuk : Hukum/2014

Alamat : Jl. Brigjend. Zein Hamid, Kec. Delitua, Kab. Deli

serdang
No. Hp. : 0821-6092-1882

Alamat email : bataraabdullahnst@gmail.com

Jenjang pendidikan

1. SD Swasta ERIA Medan


2. MTsN-1 Model Medan
3. SMA Swasta AL-AZHAR Medan

Jenjang Training HMI

1. MAPERCA HMI Cabang Medan/ Panpel. HMI Komisariat Fakultas


Sastra UISU tahun 2014
2. LK I HMI Cabang Langkat/ Panpel. HMI Komisariat F.Tarbiyah STAI-
JM tahun 2015

Pengalaman Organisasi

Di HMI

1. Dept. PTKP HMI Komisariat UISU periode 2014/2015


2. Wakil Sekretaris Umum bidang PPPA HMI Komisariat UISU periode
2016/2017
3. Ketua Bidang Penelitian, Pengembangan dan Pembinaan Anggota
HMI Komisariat UISU periode 2016/2017

19
Di luar HMI

1. Menteri Hubungan Universitas Badan Eksekutif Mahasiswa UISU


Kabinet Visioner periode 2016/2017
2. Sekjen. Partai Persatuan Mahasiswa periode 2016/2017
3. Ketua Remaja Mesjid As-Syuhada periode 2014/2015

Motto hidup : ”Lakukan yang berguna untuk Agama dan Ummat”

20

Anda mungkin juga menyukai