Anda di halaman 1dari 103

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mahasiswa adalah kelompok sosial masyarakat yang mempunyai kapasitas

intelektual untuk memahami kondisi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara. Hal ini terjadi karena mahasiswa adalah orang-orang yang

mempunyai kesempatan lebih dalam mengenyam pendidikan sehingga

kemampuan berpikir kritis banyak dimiliki oleh kalangan ini. Menurut Indrayana

(2011) dalam Bastaman (2013:1) sikap kritis dalam diri mahasiswa tidak terlepas

dari kondisi negara serta pemerintah yang sedang berkuasa, keresahan sosial serta

dampak kebijakan pemerintah akan menjadi sorotan mahasiswa. Ketika kebijakan

pemerintah tidak lagi sesuai dengan konteks masyarakat dan tidak mampu

mewujudkan kesejahteraan masyarakat, maka sikap kritis mahasiswa akan

berkembang menjadi sebuah pergerakan mahasiswa.

Gerakan mahasiswa biasanya berupa sikap mengkritik dan menolak yang

direpresentasikan melalui tulisan dan aksi demonstrasi terhadap kebijakan

pemerintah. Gerakan mahasiswa di Indonesia adalah kegiatan kemahasiswaan di

dalam atau di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan

kecakapan, intelektualitas, dan kemampuan kepemimpinan mahasiswa yang

terlibat didalamnya. Gerakan ini merupakan suatu sikap yang terhimpun dalam

sebuah organisasi (Bastaman, 2013: 2). Organisasi adalah jaringan yang lebih

besar daripada kelompok dan dapat diartikan organisasi sebagai kelompok dari

kelompok-kelompok (Mulyana, 2005: 83).

1
Organisasi pergerakan mahasiswa nasional sudah berlangsung sejak zaman

kolonial Belanda yang ditandai dengan berdirinya Boedi Oetomo pada tahun 1908.

Lalu, pasca proklamasi berdiri sebuah organisasi pergerakan mahasiswa pertama,

yaitu Himpunan Mahasiswa Islam atau biasa disingkat HMI. Himpunan

Mahasiswa Islam (HMI) merupakan fenomena menarik dalam organisasi

pergerakan mahasiswa di Indonesia. HMI sebagai organisasi pergerakan

mahasiswa tertua di Indonesia mampu mempertahankan eksistensinya hingga saat

ini sejak berdiri pada 5 Februari 1947 (Munawar, 2006: 1193-1195).

Misi yang dibawa oleh HMI dalam menjalankan organisasi adalah untuk

mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta menegakkan dan

mengembangkan ajaran Islam. Motivasi dasar inilah yang menjadi wawasan dan

komitmen kebangsaan dan keummatan bagi pengembangan organisasi.

Berdasarkan pasal 4 Anggaran Dasar HMI, tujuan organisasi ini adalah terbinanya

insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung

jawab terhadap terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah

SWT.

HMI sebagai organisasi yang telah lama berdiri telah melakukan banyak hal

dalam mengikut jejak langkah bangsa Indonesia. HMI ikut serta melawan Belanda

dan mempertahankan kemerdekaan 17 Agustus 1945, HMI telah memberikan

kontribusinya melawan dan berhadapan dengan PKI beserta antek-anteknya yang

berusaha untuk mengkomuniskan Indonesia sehingga HMI ditempatkan sebagai

musuh utama PKI untuk dibubarkan sebelum meletusnya Gestapu/ PKI 1965, dan

HMI telah dapat menjadikan dirinya sebagai aset nasional alat perjuangan bangsa

2
yang harus dibina dan mendapat respon dari mahasiswa sehingga HMI menjadi

organisasi besar dengan jumlah pengikut yang besar pula (Sitompul, 2010: 5).

Namun, dewasa ini HMI mengalami kemunduran, sebagaimana yang

dituliskan secara gamblang oleh Prof. Dr. Sitompul, dalam bukunya 44 Indikator

Kemunduran HMI, kemunduran yang dialami oleh HMI sejak tahun 1980. Buku

menunjukkan banyak persoalan yang dihadapi HMI termasuk konflik internal.

Peristiwa yang terjadi baru-baru ini yang menandai kemunduran HMI adalah

kisruh yang terjadi pada kongres HMI ke-29 yang dilaksanakan di Pekanbaru pada

November 2015.

Kongres HMI di Pekanbaru menjadi sorotan media massa sehingga banyak

media yang memberitakan hal-hal negatif terhadap HMI. Hal ini terlihat dari media

Tempo.co yang memberitakan mengenai dana yang digunakan HMI untuk kongres

mencapai 3 milyar, akomodasi, transportasi, hingga kerusuhan yang disebabkan

oleh anggota HMI (Republica.co.id, November 2015).

Kemunduran yang dialami HMI menyebabkan munculnya stigma terhadap

organisasi ini. Stigma menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pandangan

negatif yang menempel pada diri seseorang karena pengaruh lingkungan atau

kelompoknya. Stigma terhadap HMI diungkapkan oleh salah seorang alumni HMI

bahwa HMI dituduh sebagai organisasi yang suka demonstrasi, biang keributan,

Islam kiri, tidak Islami, dan masih banyak lagi (SatelitPost.com, 2016). Hal ini

diperkuat oleh obeservasi peneliti dari beberapa mahasiswa yang mengetahui

tentang HMI menyatakan bahwa HMI merupakan organisasi yang berorientasi

pada kekuasaan, tergabung dalam partai politik, hingga ada menyebutkan bahwa

organisasi HMI tidak islami.

3
Kesadaran dari seluruh anggota HMI diperlukan untuk mengantisipasi

stigma tersebut. Hal ini dilakukan dengan menananamkan ideologi organisasi

secara simultan kepada anggota HMI. Hal ini dikarenakan ideologi HMI

merupakan nilai-nilai yang harus dimiliki oleh setiap anggota dan juga merupakan

pedoman setiap anggota dalam berorganisasi. Ideologi HMI adalah nilai-nilai yang

berlandaskan Al-Quran dan Hadist yang dijabarkan oleh Cak Nur dalam Nilai

Dasar Perjuangan (NDP). Dengan pemahaman ideologi yang baik, maka HMI

dapat membentuk anggotanya sebagaimana yang idealkan dan diinginkan oleh

HMI. Hal ini harus diaplikasikan oleh HMI Pusat, Cabang, hingga Komisariat.

Pada pengamatan awal, Maret 2016 peneliti berhasil menemukan HMI Cabang

Padang. HMI Cabang Padang memiliki 27 komisariat. Komisariat adalah satu

kesatuan organisasi di bawah Cabang yang dibentuk di satu perguruan tinggi atau

satu/ beberapa fakultas dalam satu perguruan tinggi. Jumlah anggota dalam 1

komisariat adalah 50-100 orang, jadi HMI Cabang Padang mengelola 1350-2700

orang. Dengan jumlah komisariat dan anggota yang banyak, maka HMI Cabang

Padang mengelola banyak budaya yang berbeda untuk ditanamkan nilai-nilai

ideologi yang diidealkan dan diinginkan oleh HMI.

Selain itu, HMI Cabang Padang juga telah mendapat pengakuan dari HMI

pusat sebagai salah satu cabang terbaik di Sumatera setara dengan cabang Aceh

dan Medan. Bahkan, Badan Koordinasi (Badko) Sumatera Barat mengakui bahwa

HMI Cabang Padang mempunyai proses perkaderan yang terbaik. Sebagai salah

satu cabang terbaik, peneliti tertarik ingin melihat bagaimana proses komunikasi

internal organisasi HMI Cabang Padang.

4
Komunikasi internal organisasi menjadi hal yang sangat penting dalam

menjalankan dan mewujudkan tujuan organisasi. Komunikasi internal merupakan

komunikasi yang terjalin di dalam organisasi demi mewujudkan tujuan organisasi.

Oleh karena itu, pengurus organisasi mempunyai peran penting dalam

menjalankan dan menggerakkan organisasi, serta mengelola anggotanya.

Pada penelitian ini pengurus HMI Cabang mempunyai peran penting dalam

mengelola anggotanya untuk tetap menjaga nilai-nilai ideologi HMI agar tetap

terbentuk anggota yang diidealkan dan diinginkan oleh HMI. Hal ini dikarenakan

pengurus merupakan regenerasi dan tulang rusuk organisasi. Anggota yang

dikelola oleh HMI Cabang Padang disebut anggota biasa.

Penjagaan nilai-nilai ideologi HMI terhadap seluruh anggota biasa HMI

adalah dengan perkaderan. Perkaderan ini dilakukan untuk membentuk anggota

biasa HMI yang memiliki nilai-nilai ideologi HMI atau bisa dikatakan perkaderan

adalah cara untuk tetap menjaga budaya HMI. Perkaderan ini bisa terlaksana

dengan baik jika pengurus HMI Cabang Padang dapat menjalankan organisasi

dengan baik. Jadi, komunikasi internal yang diterapkan oleh HMI Cabang Padang

sangat diperlukan dalam menjaga nilai-nilai ideologi HMI. Komunikasi yang

terjalin di internal HMI Cabang Padang mempunyai peran penting dalam

penanaman nilai-nilai ideologi organisasi. Hubungan baik yang di jalin oleh

sesama pengurus maupun pengurus terhadap anggota mampu meningkatkan

produktivitas organisasi.

Kegiatan yang dilakukan oleh struktural HMI Cabang Padang diharapkan

mampu mendistribusikan nilai-nilai ideologi HMI dan tetap menjaga kultur HMI

tersebut. Komunikasi yang terjalin di pengurus HMI Cabang Padang dalam

5
menetapkan dan menjalankan program kerja merupakan kunci dalam penjagaan

nilai-nilai ideologi HMI.

Proses perkaderan HMI Cabang Padang dimulai dari training formal yang

rutin dilakukan dalam menanamkan nilai-nilai ideologi, yaitu basic training

(Latihan Kader I). Setelah itu dilanjutkan dengan intermediate training (Latihan

Kader II), dan advanced training (Latihan Kader III). Selain itu training nonformal

juga dilakukan di HMI Cabang Padang, seperti Up-Grading, training instruktur,

pelatihan kekaryaan. Untuk menjalankan program ini dengan baik tentu didukung

dengan pengorganisasian yang baik oleh kader pengurus HMI Cabang Padang.

Komunikasi yang terjalin diantara sesama pengurus dan komunikasi dari pengurus

terhadap anggota menjadi hal yang paling ditekankan dalam hal ini.

Pesan-pesan komunikasi yang disampaikan dalam proses komunikasi yang

terjadi di HMI Cabang Padang diharapkan dapat membentuk pemahaman bagi

para anggota mengenai organisasinya serta memberikan makna mengenai realitas

organisasi. HMI Cabang Padang ini memberikan stimulus melalui pesan-pesan

komunikasi kepada anggotanya mengenai organisasi dan nilai-nilai yang

terkandung didalamnya, baik secara formal maupun nonformal.

Melihat fenomena yang muncul di tubuh HMI peneliti tertarik memilih HMI

sebagai subjek penelitian. Hal ini karena HMI sebagai organisasi yang telah lama

berdiri dan masih menjaga eksistensinya hingga saat ini. HMI juga mampu

mempertahankan organisasinya ditengah konflik internal yang sering dihadapinya

dan stigma terhadap organisasi ini. Oleh karena itu, disini peneliti tertarik meneliti

bagaimana komunikasi internal yang dilakukan HMI, hambatan komunikasi

internal HMI Cabang Padang, dan pesan-pesan komunikasi apa saja yang telah

6
membuat anggota HMI ini tetap solid dan mempertahankan organisasinya, dan

juga peneliti ingin melihat bagaimana peran ideologi dalam menjalankan

organisasi, dengan judul “Komunikasi Internal Himpunan Mahasiswa Islam

(HMI) dalam Menanamkan Ideologi kepada Anggota Biasa (Studi Deskriptif

HMI Cabang Padang)”.

1.2 Fokus Penelitian

Fokus pada penelitian ini adalah mengkaji bagaimana komunikasi internal

HMI Cabang Padang dalam menanamkan ideologi kepada anggotanya. Disini

peneliti ingin melihat bagaimana pengurus HMI Cabang Padang dalam

menanamkan nilai-nilai ideologi organisasi kepada anggotanya.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan

masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana komunikasi

internal Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Padang dalam menanamkan

ideologi kepada Anggota Biasa ?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalis komunikasi internal HMI Cabang Padang dalam

menanamkan ideologi kepada anggota biasa.

2. Menganalisis hambatan komunikasi internal HMI Cabang Padang

3. Menganalisis pesan komunikasi dalam menyikapi stigma terhadap HMI

Cabang Padang

7
1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini berguna untuk pengembangan ilmu komunikasi terhadap

eksistensi organisasi pergerakan mahasiswa. Kemudian sebagai pemahaman bagi

mahasiswa untuk melihat organisasi pergerakan mahasiswa, dilihat dari

komunikasi organisasinya.

1.5.2 Manfaat Praktis

Peneliti berharap hasil penelitian bisa berguna bagi para pembaca untuk dapat

mengetahui tentang komunikasi internal dalam menciptakan anggota yang

memegang teguh nilai-nilai ideologi organisasinya.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu termasuk salah satu faktor yang ikut mempengaruhi

dan mendukung sebuah penelitian yang lain. Penelitian terdahulu berperan sebagai

dasar acuan dan perbandingan dalam penelitian yang sedang dilaksanakan.

Beberapa penelitian terdahulu yang dapat menunjang penelitian ini dijelaskan pada

Tabel 2.1

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Kesimpulan Perbedaan/


Penelitian Persamaan
1 Purnomo Komunikasi Pimpinan atau pengurus Penelitian ini
(Skripsi Ilmu Organisasi Aremania lebih memiliki
Komunikasi Komunitas mengandalkan kesamaan
UIN Syarif Supporter komunikasi antarpribadi pada teori
Hidayatullah) Aremania dalam penyebaran yang
Malang informasi kepada para digunakan,
dalam anggota aremania dan yaitu Teori
Pembinaan komunikasi Hubungan
Akhlak antaranggota tidak Manusia dari
Anggota berjalan sendiri-sendiri Elton Mayo,
melainkan terstruktur. sedangkan
perbedaannya
terletak pada
subjek yang
diteliti.
2 Restu Dewi Komunikasi Bentuk komunikasi yang Penelitian ini
Pamungkas Internal ada didepartemen memiliki
dan Dwi Departemen Community Relation kesamaan
Pangastuti Community adalah komunikasi pada objek
Marhaeni Relation vertikal dan komunikasi yang diteliti,
(Jurnal dalam horizontal dalam yaitu
Mahasiswa Penyusunan menyusun dan komunikasi
Ilmu dan melaksanakan posdaya. internal,
Komunikasi Pelaksanaan sedangkan
Universitas Program Pos perbedaannya
Jendral Pemberdayaa terletak pada
Soedirman) n Keluarga subjek yang
PT Holcim diteliti.

9
No Nama Peneliti Judul Kesimpulan Persamaan/
Penelitian Perbedaan
Indonesia
Tbk-Cilacap
3 Zaky Albanna Peran Kultur Kegiatan yang Penelitian ini
(Skripsi Akademis dilaksanakan oleh HMI memiliki
Mahasiswa Himpunan UNJ mampu membentuk kesamaan
Ilmu Mahasiswa kultur akademis. Hal pada subjek
Komunikasi Islam sebagai tersebut dimulai dari yang
Universitas Budaya Maperca, Latihan Kader digunakan,
Negeri Organisasi I, dan Follow Up. Selain sedangkan
Jakarta) dalam itu, diskusi internal perbedaannya
Membentuk maupun publik, seminar terletak pada
Insan nasional, bakti sosial, objek dan
Akademis dan aksi demonstrasi teori yang
(Studi HMI juga mampu membentuk digunakan.
Korkom kultur akademis HMI
UNJ)

(sumber:data olahan peneliti)

2.2 Kerangka Konseptual

2.2.1 Komunikasi Organisasi

Menurut Goldhaber (1986) dalam Muhammad (2007:45) menyatakan bahwa

“organizational communications is the process of creating and exchanging

messages within a network of interdependent relationship to cope with

environmental uncertainty.” Hal ini dapat diartikan bahwa komunikasi organisasi

adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan

hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang

tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah.

Menurut Mulyana (2005) komunikasi organisasi terjadi dalam suatu

organisasi, komunikasi ini dapat bersifat formal dan dapat juga bersifat informal.

Komunikasi organisasi ini seringkali melibatkan komunikasi kelompok,

komunikasi antarpribadi dan juga komunikasi publik. Komunikasi yang formal

dalam sebuah organisasi adalah komunikasi yang berlangsung menurut struktur

10
organisasi tersebut, yaitu adanya komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, dan

komunikasi horizontal. Selanjutnya komunikasi yang tidak bergantung pada

struktur organisasi disebut komunikasi informal. Komunikasi ini seperti

komunikasi antarsejawat, dimana biasanya termasuk selentingan dan gosip.

Selentingan dan gosip terjadi diantara rekan sekerja yang biasanya bersifat pribadi,

hal ini muncul dan kemudian menjadi topik pembicaraan dalam sebuah organisasi

namun tidak berhubungan atau tidak menyangkut pekerjaan sama sekali.

2.2.2 Komunikasi Internal

Komunikasi internal adalah pertukaran gagasan diantara para administrator

dan pegawai dalam suatu organisasi atau instansi yang menyebabkan terwujudnya

organisasi tersebut lengkap dengan strukturnya yang khas dan pertukaran gagasan

secara horizontal dan vertikal dalam suatu organisasi (Effendy, 2011: 122). Pada

penelitian ini, komunikasi internal dapat diartikan sebagai pertukaran gagasan

antara orang-orang yang berada di dalam organisasi untuk menanamkan ideologi

organisasi demi mewujudkan tujuan organisasi dan juga meningkatkan loyalitas

anggota di dalam sebuah organisasi.

Di dalam lingkungan internal tentu dikenal tiga arus komunikasi yang bersifat

formal, yaitu komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, dan komunikasi

horizontal. Berikut penjelasannya menurut Muhammad (2007: 108-124) :

1. Komunikasi Ke Bawah (Downward Communication)

Pada tingkat ini, arus pesan dan informasi mengalir dari pimpinan atau

manajer yang berada pada struktur lapisan atau organisasi mengalir ke seluruh

lapisan bawah organisasi, kepada seluruh pegawai yang berada di bawah struktur

organisasi. Pada penelitian ini, arus komunikasi ke bawah adalah arus pesan dan

11
informasi dari hierarki yang lebih tinggi terhadap hierarki yang lebih rendah.

Secara umum komunikasi ke bawah dapat diklasifikasikan atas lima tipe, yaitu:

a.Intruksi tugas, yaitu pesan yang disampaikan kepada bawahannya

mengenai apa yang diharapkan dilakukan mereka dan bagaimana

melakukannya. Pesan itu mungkin bervariasi seperti perintah langsung,

deskripsi tugas, prosedur manual, program latihan tertentu, alat-alat bantu

melihat dan mendengar yang berisi pesan-pesan tugas dan sebagainya.

Intruksi tugas yang tepat dan langsung cendrung dihubungkan dengan

tugas yang sederhana yang hanya menghendaki keterampilan dan

pengalaman.

b. Rasional, yaitu pesan yang menjelaskan mengenai tujuan aktivitas dan

bagaimana kaitan aktivitas itu dengan aktivitas lain dalam organisasi atau

objektif organisasi, kualitas dan kuantitas dari komunikasi rasional

ditentukan oleh filosofi dan asumsi atasan mengenai bawahannya. Bila

atasan menganggap bawahannya pemalas, atau hanya mau bekerja bila

dipaksa maka pimpinan memberikan pesan yang bersifat rasional ini

sedikit. Tetapi bila atasan menganggap bawahannya orang yang dapat

memotivasi diri sendiri dan produktif maka biasanya diberikan pesan

rasional yang banyak.

c. Ideologi, pesan mengenai ideologi ini adalah perluasan-perluasan dari

pesan rasional. Pada pesan rasional, penekanannya ada pada tugas dan

kaitannya dengan perspektif organisasi. Sedangkan pada ideologi

sebaliknya, mencari sokongan dan antusias dari anggota organisasi guna

memperkuat loyalitas, moral dan motivasi.

12
d. Informasi, pesan informasi dimaksudkan untuk memperkenalkan

bawahan dengan praktik-praktik organisasi, peraturan-peraturan

organisasi, keuntungan, kebiasaan dan data lain yang tidak berhubungan

dengan instruksi dan rasional.

e. Balikan, yaitu pesan berisi informasi mengenai ketepatan individu dalam

melakukan pekerjaannya.

Semua bentuk komunikasi ke bawah tersebut dipengaruhi oleh struktur

hierarki dalam organisasi. Pesan ke bawah cenderung bertambah karena pesan itu

bergerak melalui tingkatan hierarki secara berturut-turut. Arus komunikasi ke

bawah ini tidak selalu berjalan lancar, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu keterbukaan, kepercayaan pada pesan tulisan, pesan yang berlebihan, timing,

dan penyaringan (Muhammad, 2007: 110-112).

2. Komunikasi ke Atas (Upward Communication)

Komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari bawahan kepada atasan

atau dari tingkatan yang lebih rendah kepada tingkatan yang lebih tinggi. Arus

pesan pada tingkatan ini berisikan tentang laporan (harian, mingguan, bulanan dan

tahunan), tugas-tugas yang telah diselesaikan, pertanyaan yang tidak atau kurang

jelas mengenai metode dan prosedur kerja, pertanggungjawaban karyawan kepada

atasan atau tugas yang dipercayakan padanya. Tujuan dari komunikasi ini adalah

untuk memberikan balikan, memberikan saran dan mengajukan pertanyaan.

Komunikasi ini mempunyai efek pada penyempurnaan moral dan sikap anggota,

tipe pesan adalah integrasi dan pembaharuan.

3. Komunikasi Horizontal (Horizontal Communication)

13
Komunikasi horizontal adalah pertukaran pesan diantara orang-orang yang

sama tingkat otoritasnya di dalam organisasi. Pesan ini biasanya berhubungan

dengan tugas-tugas atau tujuan kemanusiaan, seperti koordinasi, pemecahan

masalah, penyelesaian konflik dan saling membagi informasi. Ada beberapa tujuan

tertentu dari komunikasi horizontal diantaranya adalah :

a. Mengkoordinasikan tugas-tugas.

b. Saling memberikan informasi untuk perencanaan dan aktivitas-aktivitas.

c. Memecahkan masalah yang timbul diantara orang-orang yang berada dalam

tingkatan yang sama.

d. Menyelesaikan konflik diantara anggota yang ada dalam bagian organisasi dan

antara bagian dengan bagian yang lainnya.

e. Menjamin pemahaman yang sama antara unit-unit organisasi.

f. Mengembangkan sokongan interpersonal.

Selain itu dalam lingkungan internal mengalir arus komunikasi informal.

Komunikasi informal adalah bila anggota berkomunikasi dengan yang lainnya

tanpa memperhatikan posisinya dalam organisasi, maka pengarahan arus informasi

bersifat pribadi. Informasi ini mengalir ke atas, ke bawah atau secara horizontal

tanpa memperhatikan hubungan posisi, kalaupun ada kemungkinan sedikit. Hal ini

dikarenakan komunikasi informal ini muncul dari interaksi diantara orang-orang

dan mengalir keseluruh organisasi dengan arah yang tanpa dapat diduga.

Komunikasi ini lebih dikenal dengan desas-desus (grapevine) atau kabar angin

(Muhammad, 2007: 124).

2.2.3 Hambatan Komunikasi

14
Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari satu individu ke

individu lain. Seringkali proses penyampaian pesan dapat berlangsung secara

efektif sehingga pesan dapat tersampaikan dengan baik. Namun, ada kalanya

komunikasi tidak berlangsung sesuai dengan harapan. Bahkan beberapa ahli

komunikasi menyatakan bahwa tidak mungkin seseorang melakukan komunikasi

yang sebenar-benarnya efektif. Ada banyak hambatan yang bisa terjadi dalam

proses komunikasi. Menurut Effendy (2011) hambatan komunikasi yang harus

menjadi perhatian bagi komunikator adalah sebagai berikut:

1. Gangguan

Ada dua jenis gangguan terhadap jalannya komunikasi yang menurut sifatnya

dapat diklasifikasikan sebagai gangguan mekanik dan semantik:

a. Gangguan mekanik (mechanical channel noise), yang dimaksudkan

gangguan mekanik adalah gangguan yang disebabkan saluran

komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik.

b. Gangguan semantik (semantic noise), gangguan sematik bersangkutan

dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Gangguan

semantik tersaring ke dalam pesan melalui pengunaan bahasa. Lebih

banyak kekacauan mengenai pengertian suatu istilah atau konsep yang

terdapat pada komunikator akan lebih banyak gangguan sematik dalam

pesannya. Gangguan semantik terjadi dalam salah pengertian.

2. Kepentingan

Kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau

menghayati suatu pesan. Orang akan hanya memperhatikan perangsang yang ada

hubungannya dengan kepentingannya. Apabila kita tersesat dalam hutan dan

15
beberapa hari tidak menemukan makanan, maka kita akan lebih memperhatikan

perangsang-perangsang yang mungkin dapat dimakan daripada lainnya.

Kepentingan bukan hanya mempengaruhi perhatian kita saja tetapi juga

menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran dan tingkah laku kita. Seseorang akan

bersifat reaktif terhadap segala perangsang yang tidak bersesuaian atau

bertentangan dengan suatu kepentingannya.

3. Motivasi terpendam

Motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai degan

keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Keinginan, kebutuhan, dan kekurangan

seseorang berbeda dengan orang lainnya dari waktu ke waktu. Demikian pula

intensitas tanggapan seseorang terhadap suatu komunikasi.

Semakin sesuai komunikasi dengan motivasi seseorang semakin besar

kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan baik oleh pihak yang

bersangkutan. Sebaliknya, komunikan akan mengabaikan suatu komunikasi jika

tidak sesuai dengan motivasinya.Kadangkala seorang komunikator dapat tertipu

dengan sikap seorang komunikan yang seolah-olah mendengarkan komunikator

dengan sungguh, tapi sebenarnya sama sekali tidak menangkap pesan atau

mungkin menolak pesan yang disampaikan. Tanggapan semu dari komunikan ini

tentunya mempunyai motivasi terpendam.

4. Prasangka

Prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat bagi suatu

kegiatan komunikasi oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum

apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak

menyampaikan pesan.

16
Emosi seringkali membutakan pikiran dan pandangan kita terhadap data dan

fakta yang nyata yang disampaikan. Prasangka akan dapat membuat seseorang tak

akan dapat berpikir secara objektif dan segala apa yang dilihat dan didengarnya

akan selalu dinilai negatif. Sesuatu yang objektif pun akan dinilai negatif.

Prasangka bukan saja dapat terjadi terhadap suatu ras, tapi juga terhadap agama,

pendirian politik, ideologi, kelompok dan lainnya. Prasangka muncul karena

berbagai macam faktor seperti pengalaman atau pengajaran yang ditanamkan

dalam jangka waktu yang telah lama.

2.2.4 Ideologi

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan ideologi sebagai himpunan

nilai, ide, norma, kepercayaan, dan keyakinan yang dimiliki seseorang atau

sekelompok orang yang menjadi dasar dalam menentukan sikap terhadap kejadian

dan problem politik yang dihadapinya dan yang menentukan tingkah laku politik.

Jadi, dapat dikatakan bahwa ideologi adalah pedoman seseorang dalam

menjalankan segala bentuk perbuatan.

Ideologi adalah sebuah istilah yang lahir pada akhir abad ke-18 atau tahun

1796 yang dikemukakan oleh filsuf Perancis bernama Destutt de Tracy dan

kemudian dipakai Napoleon. Istilah itu berasal dari dua kata ideos yang berarti

gagasan, dan logos yang artinya ilmu. Dengan demikian, ideologi adalah sebuah

ilmu tentang gagasan. Adapun gagasan yang dimaksud adalah gagasan tentang

masa depan sehingga bisa disimpulkan bahwa ideologi adalah sebuah ilmu tentang

masa depan. Gagasan ini juga sebagai cita-cita atau kombinasi dari keduanya, yaitu

cita-cita masa depan. Ideologi ini tidak sekedar gagasan, melainkan gagasan yang

diikuti dan dianut oleh sekelompok besar manusia atau bangsa, sehingga ideologi

17
bersifat menggerakkan manusia untuk merealisasikan gagasan tersebut. Meskipun

gagasan seseorang, betapapun ilmiah, rasional atau luhurnya, belum bisa disebut

ideologi, apabila belum dianut oleh banyak orang dan diperjuangkan serta

diwujudkan dengan aksi-aksi yang berkesinambungan (Sarbini, 2005: 1).

2.2.5 Pesan Komunikasi

Pesan adalah apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan

merupakan seperangkat simbol verbal dan nonverbal yang mewakili perasaan,

nilai, gagasan atau maksud sumber. Pesan mempunyai tiga komponen, yaitu

makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk pesan

(Mulyana, 2005: 70). Pesan diperlukan karena pesan merupakan inti dari

komunikasi yang dilakukan. Pesan ini harus jelas, tepat, dan mudah dimengerti.

Dalam penelitian ini, pesan-pesan komunikasi yang digunakan adalah pesan

verbal. Pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau

lebih. Hampir semua rangsangan tutur kata yang kita sadari termasuk ke dalam

kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar

untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan (Mulyana, 2005: 260).

Pesan verbal dalam penggunaannya menggunakan bahasa. Bahasa dapat

didefinisikan seperangkat kata yang telah disusun secara berstruktur sehingga

menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti. Menurut Cangara (2012: 113),

bahasa memiliki tiga fungsi yang erat kaitannya dalam menciptakan komunikasi

efektif:

1. Untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita.

2. Untuk membina hubungan yang baik diantara sesama manusia.

3. Untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia.

18
Bahasa mengembangkan pengetahuan kita agar kita dapat menerima sesuatu

dari luar dan juga berusaha untuk menggambarkan ide-ide kita kepada orang lain.

Sebagai alat pengikat dan perekat dalam hidup bermasyarakat, bahasa dapat

membantu kita menyusun struktur pengetahuan menjadi logis dan mudah diterima

oleh orang lain. Sebab bagaimanapun bagusnya sebuah ide, kalau tidak disusun

dengan bahasa yang sistematis sesuai dengan aturan yang telah diterima, maka ide

yang baik itu akan menjadi kacau.

2.2.6 Gerakan Mahasiswa Islam di Indonesia

Rudianto (2010:1) menyatakan gerakan mahasiswa merupakan bagian dari

sejarah pergolakan politik di Indonesia dan sudah berlangsung lama sejak zaman

kolonial Belanda. Peranan kaum intelektual, termasuk mahasiswa dalam

perubahan sosial adalah kompleks dan penting tetapi tidak selalu menentukan.

Sepanjang sejarah, sebagian besar kaum intelektual berdampingan dengan gerakan

demokrasi dan nasionalis melawan kolonialisme, kediktatoran atau rezim fasis.

Dukungan mereka terhadap gerakan revolusi sosial bersifat tidak kekal,

bertentangan, dan terbatas.

Saidi (1985) dalam Arnando (2016: 2) menyatakan pemuda Islam sebagai

keompok sosial dan politik tidak dapat dipisahkan dari golongan Islam. Dalam

perjalanan sejarah peranan yang dibawa oleh pemuda Islam seringkali menonjol

sehingga merupakan alur tersendiri dalam arus sejarah Islam di Indonesia. Peranan

pemuda Islam, khususnya mahasiswa dalam pergerakan nasioanal tidak dapat

dipisahkan dari pergerakan nasional Indonesia yang diawali oleh Boedi Oetomo

tahun 1908. Pergerakan pembaharuan Islam dimulai oleh Sarekat Islam pada 1911,

Muhammadiyah pada 1912, serta Nahdatul Ulama pada 1926. Selain itu kelahiran

19
Jong Islamieten Bond sebagai organisasi pemuda Islam yang pertama di Indonesia

pada 1 Januari 1925 merupakan jawaban bagi pemuda Islam dalam menghadapi

tantangan-tantangan Islam. Pasca proklamasi, berdiri sebuah organisasi pemuda

Islam yang pertama, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang diprakarsai

oleh Lafran Pane di Yogyakarta pada 5 Februari 1947.

Kemudian, pada masa Orde Lama banyak organisasi kemahasiswaan dan

terpelajar lainnya berdiri, seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)

yang didirikan di Surabaya pada 17 April bertepatan dengan 17 Syawal 1379

Hijriah yang berafiliasi dengan Nahdatul Ulama, didirikannya Ikatan Mahasiswa

Muhammaditah di Yogyakarta pada 14 Maret 1964. Bangkitnya remaja remaja

masjid dan lembaga dakwah kampus (LDK) sebagai jawaban atas pembungkaman

politik terhadap pemuda Islam, khususnya mahasiswa pada masa orde baru hingga

orde reformasi ditandai dengan berdirinya Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim

Indonesia (KAMMI) di Malang sebagai organisasi yang lahir dari Lembaga

Dakwah Kampus.

2.2.7 Himpunan Mahasiwa Islam (HMI)

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan suatu organisasi mahasiswa

pertama dengan ruang lingkup Nasional. HMI berdiri pada masa Revolusi Fisik,

berselang dua tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. HMI berawal dari

beberapa kalangan mahasiswa yang diprakarsai oleh Lafran Pane seorang

mahasiswa STI yang menyadari akan kebutuhan rohani dari tiga kampus besar

dikota pelajar tersebut yaitu Sekolah Tinggi Teknik (STT), Sekolah Tinggi Islam

(STI), dan Balai Perguruan tinggi Gadjah Mada. HMI bediri pada 14 Rabiulawal

1366 atau bertepatan dengan 5 Februari 1947 (Sitompul, 2010: 11-12).

20
Pada mula berdirinya organisasi ini dihadapkan dengan kondisi

pemerintahan yang tidak stabil pada masa 1947 yang bergejolak akibat agresi

militer Belanda untuk kembali menguasai Indonesia. Agresi besar-besaran yang

dilakukan Belanda telah melanggar Perjanjian Linggarjati yang mengakui

bahwasannya Indonesia telah berdaulat dan menjadi suatu negara merdeka. Hal

inilah yang mengantarkan para penduduk Indonesia semua termasuk para pelajar

untuk kembali mempertahankan Indonesia dari cengkeraman pihak asing yang

ingin menguasai kembali Indonesia.

Pada 1960-an, HMI dihadapkan dengan pengaruh komunisme yaitu ideologi

yang bertolak belakang dengan HMI. Dampak dari perbedaan ideologi yang sangat

kuat antara pemahaman anti Tuhan dari filsafat komunis dengan pemahaman

keislaman dari organisasi HMI menjadikan PKI dan HMI selalu dalam posisi

bersebrangan. Pertengahan tahun 1965 saat PKI kembali menjadi partai yang

besar, perseteruan dengan HMI kembali muncul. Pada masa ini posisinya menjadi

terbalik, HMI adalah pihak yang ingin dibubarkan oleh PKI. PKI sangat gigih

berusaha membubarkan HMI dan dalam situasi ini HMI melakukan lobi politik

melalui banyak tokoh yang bersimpati terhadap HMI, baik dari kalangan militer,

politisi, maupun tokoh-tokoh agama (Sitompul, 2010: 211).

Himpunan Mahasiswa Islam pada awal berdirinya hanya berpusat di Jawa

dan Perguruan Tinggi sekitar Yogyakarta. Ada 4 fase perkembangan yang harus

dilalui yaitu fase pengokohan organisasi, mempertahankan keutuhan bangsa dan

Islam, perjuangan bersenjata, tantangan melawan PKI (1947-1965), fase

kebangkitan pelopor orde baru, modernisasi/ pembaharuan pemikiran keislaman

(1966-1984), fase saran dan kritik terhadap orde baru (1985-1997), dan fase

21
membangun Indonesia baru, mengawal proses reformasi 1998 sampai dengan

sekarang.

HMI merupakan organisasi mahasiswa yang berfungsi sebagai organisasi

kader. Tujuan dari organisasi ini berdasarkan Pasal 4 Anggaran Dasar HMI adalah

terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafasakan Islam dan

bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang dirihoi Allah

Subhanahu wata’ala.

Berbeda dengan fenomena umum gerakan Islam, HMI lahir dan tumbuh tidak

berasal dari kandungan seorang ulama dengan dukungan masyarakat agama, tetapi

HMI lahir dan tumbuh hanya oleh mahasiswa yang relatif awam terhadap

masalah-masalah keagamaan. Oleh karena itu, pada masa kelahiran HMI,

sebenarnya organisasi ini belum memiliki visi keagamaan yang jelas sebagai

landasan gerak dan gambaran masa depan yang akan dicapai (Sitompul, 1986:

11-13)

HMI sebagai organisasi berasaskan Islam maka setiap gerak langkah HMI

senantiasa dilandasi oleh ajaran Islam baik dalam kehidupan berorganisasi maupun

yang tercermin dalam pola pikir, sikap dan aktivitas kader HMI sehingga ajaran

Islam tidak hanya menjadi sumber inspirasi dan motivasi tetapi sekaligus menjadi

tujuan yang harus diwujudkan. Ajaran Islam bagi HMI harus diwujudkan dalam

kehidupannya, baik dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT, maupun dalam

tugas kekhalifahannya. HMI berusaha secara nyata untuk mewujudkan cita-cita

bangsa Indonesia, yaitu masyarakat adil dan makmur yang diridhoi oleh Allah

SWT, serta mampu menjaga eksistensi bangsanya ditengah interaksi

bangsa-bangsa di dunia. HMI merupakan wadah sekaligus instrumen yang harus

22
mampu memberikan sumbangan yang bermanfaat bukan hanya untuk para

anggotanya namun sekaligus untuk masyarakat, bangsa, negara dan agama serta

mampu menempatkan dirinya menjadi “Rahmatan lil A’lamin”. Hal ini sesuai

dengan mission HMI, yaitu keummatan dan kebangsaan.

2.2.7.1 Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Padang

Perkembangan perguruan tinggi diberbagai daerah di Indonesia,

menyebabkan HMI pun menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia, termasuk di

Padang, Sumatera Barat. HMI Cabang Padang didirikan pada tahun 1954, dan

pada saat itu Padang masuk ke Sumatera Tengah. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam

pendirian dan berkembangnya HMI Cabang Padang adalah Saidal Bahauddin,

Asnil Sahim, dan sekretaris Universitas Andalas yang pertama, yaitu Mr. Eziddin.

Pertumbuhan HMI di Padang terlihat begitu pesat hingga saat ini. Pada

awalnya HMI Cabang Padang hanya memiliki 2 komisariat yaitu, Teknik

Universitas Negri Padang dan Ekonomi Universitas Andalas. Namun kini jumlah

komisariat yang ada di HMI Cabang Padang berjumlah 27 komisariat, dengan

jumlah anggota 50-100 orang disetiap komisariat. HMI Cabang Padang mendapat

pengakuan dari HMI pusat sebagai salah satu cabang terbaik di Sumatera, setara

dengan cabang Aceh dan Medan. Bahkan, Badan Koordinasi (Badko) Sumatera

Barat mengakui bahwa HMI Cabang Padang mempunyai proses perkaderan yang

terbaik. HMI Cabang Padang melaksanakan proses perkaderan dan segala

rutinitasnya di wisma HMI di Jalan Hang Tuah, Padang, Sumatera Barat.

23
2.3 Kerangka Teoritis

2.3.1 Teori Budaya Organisasi

Greetz (1973) dalam Grifin (2012:62) menggambarkan bahwa budaya seperti

jaring yang dipintal oleh laba-laba yang terdiri dari desain yang rumit dan selalu

berbeda dengan yang lainnya. Begitu pula dengan budaya, Greetz menyimpulkan

budaya itu semuanya berbeda tidak ada yang sama dan di sinilah letak keunikan itu

yang patut dihargai. Budaya identik dengan image, karakter, atau iklim. Tetapi

Pacanowsky berkomitmen pada pendekatan simbolik Geertz dan

mempertimbangkan bahwa budaya lebih dari sebuah variabel dalam penelitian

organisasi. Budaya organisasi bukan sebuah potongan teka-teki. Dari

pandangannya, budaya bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh organisasi, namun

budaya adalah sesuatu yang merupakan organisasi itu sendiri. Para teoretikus

memberikan pemahaman mereka akan organisasi dengan menyatakan bahwa

budaya dikonstruksi secara komunikatif melalui praktik-praktik dalam organisasi

dan budaya adalah nyata di dalam organisasi.

Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo (1983) dalam Morissan (2013: 467)

menyatakan bahwa budaya adalah suatu cara hidup di dalam sebuah organisasi.

Budaya organisasi mencakup iklim atau atmosfer emosional dan psikologis. Hal ini

mencakup semangat kerja anggota, sikap, dan tingkat produktivitas. Pendekatan

budaya organisasi melihat pada makna dan nilai yang dimiliki oleh anggota

organisasi. Budaya organisasi meneliti pada cara-cara individu anggota organisasi

menggunakan berbagai cerita, ritual, simbol dan kegiatan lainnya untuk

menghasilkan kembali seperangkat pengertian. Gerakan budaya organisasi

24
mencakup aspek yang sangat luas yang menyentuh seluruh aspek kehidupan

organisasi.

Teori budaya organisasi sangat dipengaruhi oleh tradisi atau pemikiran

sosiokultural. Dalam tradisi ini, organisasi memberikan peluang bagi terjadinya

interpretasi budaya, organisasi menciptakan realitas bersama yang membedakan

mereka dengan organisasi yang memiliki budaya berbeda. Gareth Morgan (1986)

menjelaskan bahwa makna bersama, pengertian bersama, logika bersama

merupakan cara-cara yang berbeda dalam menjelaskan budaya organisasi

(Morissan, 2013: 468).

Perspektif interpretif (subjektif) melihat budaya organisasi sebagai

proses-proses pembentukan pemahaman yang membentuk realitas organisasi dan

dengan demikian memberi makna kepada anggotaannya. Konsep pembentukan

pemahaman ini penting bagi perspektif interpretif. Peraga dan indikator budaya

organisasi tidak muncul begitu saja. Semua ini harus dikonstruksi dan makna yang

diberikan kepada peraga dan indikator tersebut harus diulang-ulang dalam

interaksi. Pacanowsky dan O`Donnel-Trujillo (1982) berpendapat bahwa ketika

para anggota mewujudkan konstruk-konstruk, praktik-praktik, dan ritual. Hal

tersebut merupakan pencapaian dalam budaya organisasi (Morissan, 2013: 468).

2.3.2 Teori Hubungan Manusia Elton Mayo

Studi Howthorne (the Howthorme Studies) yang dikonsep dan dipimpin

Elton Mayo dengan bantuan Fritz Roethlisberger menyebut studi Hawthorne

sebagai “eksperimen ilmiah besar pertama dalam industri.” Dua kesimpulan yang

berkembang dari studi Hawthorne tersebut sering disebut Efek Hawtorne (The

Hawtorne Effect): (1) Perhatian terhadap orang-orang boleh jadi mengubah sikap

25
dan perilaku mereka. (2) Moral dan produktivitas dapat meningkat apabila para

pegawai mempunyai kesempatan untuk berinteraksi satu sama lainnya (Pace &

Faules, 2005: 60).

Semula peneliti mengasumsikan bahwa semakin baik penerangan, semakin

tinggi hasil pekerjaan. Maka mereka memutuskan untuk mengadakan dalam suatu

ruangan eksperimen dengan berbagai kondisi penerangan dan suatu ruangan

control dengan kondisi cahaya yang konstan. Dua kelompok pekerja dipilih untuk

melakukan pekerjaan mereka di dua tempat yang berbeda.

Melalui suatu periode waktu penerangan di ruangan eksperimen ditambah

hingga intensitas yang menyilaukan dan kemudian dikurangi hingga tingkat di

mana cahaya tidak ada. Hasilnya adalah ketika banyaknya penerangan bertambah,

bertambah juga efisiensi pekerja di ruangan eksperimen; tetapi, efisiensi pekerja di

ruangan control juga bertambah. Ketika cahaya berkurang di ruangan tes, efisiensi

kelompok tes juga kelompok kontrol bertambah dengan perlahan tetapi mantap.

Ketika penerangan setaraf dengan penerangan tiga lilin di ruangan tes, para

operator memprotes, mengatakan bahwa mereka hampir tidak dapat melihat apa

yang sedang mereka lakukan; pada saat itu angka produksi berkurang. Hingga saat

itu para pekerja dapat mempertahankan efisiensi meskipun terdapat hambatan.

Hasil eksperimen penerangan cahaya membangkitkan minat para peneliti,

juga minat terhadap manajemen. Maka dari tahun 1927 hingga 1929, sebuah tim

peneliti terkemuka mengukur pengaruh dari berbagai kondisi kerja terhadap

produktivitas pegawai. Hasilnya juga sesuai dengan eksperimen penerangan lampu

terlepas dari kondisi-kondisi kerja, produksi bertambah.

2.4 Kerangka Pemikiran

26
Mahasiswa merupakan agen perubahan sosial dengan kemampuan

intelektualnya mahasiswa mampu berpikir kritis terhadap isu-isu yang terjadi di

masyarakat. Ketika kebijakan pemerintah tidak sesuai lagi dengan konteks

masyarakat, mahasiswa kemudian melakukan pergerakan, yaitu gerakan

mahasiswa. Gerakan mahasiwa ini dalam mencapai tujuannya terhimpun dalam

sebuah organisasi pergerakan mahasiswa.

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan salah satu organisasi

pergerakan mahasiswa tertua di Indonesia. Dewasa ini, HMI mengalami

kemunduran dan hal ini memberikan stigma terhadap HMI. Stigma terhadap HMI

diungkapkan oleh salah seorang alumni HMI bahwa HMI dituduh sebagai

organisasi yang suka demonstrasi, biang keributan, Islam kiri, tidak Islami, dan

masih banyak lagi (SatelitPost.com, 2016). Hal ini diperkuat oleh observasi

peneliti dari beberapa mahasiswa yang mengetahui tentang HMI menyatakan

bahwa HMI merupakan organisasi yang berorientasi pada kekuasaan, tergabung

dalam partai politik, hingga ada menyebutkan bahwa organisasi HMI tidak islami.

Namun, untuk tetap menjaga eksistensinya, HMI semakin menguatkan

pertahanan dengan konsisten melakukan perkaderan. Setiap anggota biasa

ditanamkan nilai-nilai ideologi organisasi selama proses perkaderan. Hal ini

dilakukan agar setiap anggota mampu menjalankan organisasi sesuai dengan

nilai-nilai ideal yang telah ada di ideologi organisasi. Proses perkaderan yang juga

merupakan budaya dari HMI dapat terlaksana dengan baik jika HMI Cabang

Padang melakukan pengorganisasian dengan baik. Oleh karena itu, komunikasi

internal yang dijalankan oleh HMI sangat berperan penting dalam penanaman

nilai-nilai ideologi organisasi.

27
Dalam hal ini, peneliti menggunakan Teori Budaya Organisasi.untuk melihat

bagaimana praktik-praktik komunikasi yang dilakukan HMI Cabang Padang dapat

menanamkan nilai-nilai ideologi organisasi. Selain itu peneliti juga menggunakan

Teori Hubungan Manusia Elton Mayo untuk melihat komunikasi internal yang

dibangun oleh HMI Cabang Padang dalam menjalankan organisasinya dalam

rangka meningkatkan produktivitas organisasi dengan menanamkan ideologi

secara simultan kepada seuruh anggota biasa. Untuk lebih detailnya, kerangka

pemikiran penelitian ini dijelaskan pada Gambar 2.1

28
Organisasi HMI

Komunikasi Organisasi

Komunikasi Internal
Organisasi

Arus Komunikasi Internal


Teori Budaya
Organisasi & Teori
Hubungan Manusia
Formal (Komunikasi ke Atas, ke Informal
Bawah, dan Horizontal)

Pesan-pesan
Komunikasi

Penanaman Ideologi
Organisasi

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran


(sumber: olahan peneliti)

29
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

Menurut Kriyantono (2007: 56-57), penelitian dengan pendekatan kualitatif

bertujuan menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan

data sedalam-dalamnya. Hal yang lebih ditekankan dalam penelitian ini adalah dari

segi kedalaman (kualitas) data dan bukan banyaknya (kuantitas) data. Instrument

utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, sehingga peneliti terjun

langsung ke lapangan untuk mengamati bagaimana proses komunikasi internal

yang dilakukan oleh informan.

Peneliti memilih menggunakan metode kualitatif karena peneliti ingin

meneliti secara mendalam bagaimana komunikasi internal HMI. Peneliti ingin

melihat bagaimana komunikasi internal yang dilakukan oleh pengurus HMI

Cabang Padang dalam menanamkan nilai-nilai ideologi kepada anggotanya.

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian deskriptif

adalah mendeskripsikan suatu situasi yang bersifat faktual secara sistematis dan

akurat. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk mendeskripsikan

seperangkat peristiwa saat ini. Studi deskriptif ini adalah alat untuk menemukan

makna baru, menjelaskan kondisi keberadaan, menentukan frekuensi kemunculan

sesuatu, dan mengategorikan informasi (Danim, 2002: 41).

Peneliti menggunakan pendekatan deskriptif untuk mendeskripsikan

mengenai bagaimana komunikasi internal yang dilakukan oleh pengurus HMI

30
Cabang Padang dalam menanamkan nilai-nilai ideologi kepada anggotanya secara

rinci, jelas, objektif dan apa adanya.

3.2 Paradigma Penelitian

Paradigma adalah pandangan yang mendasar dari ilmuan tentang apa yang

menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu disiplin ilmu

pengetahuan. Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus

dipelajari, persoalan-persoalan apa yang mesti dijawab, bagaimana seharusnya

menjawabnya, serta aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan

informasi yang dikumpulkan dalam menjawab persoalan tersebut. Dapat

disimpulkan paradigma adalah kumpulan longgar tentang asumsi yang secara logis

dianut bersama, konsep, atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan cara

penelitian (Endraswara, 2006: 9-11).

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma

konstruktivisme. Paradigma konstruktivisme beranggapan bahwa semesta

merupakan hasil konstruksi yang artinya semesta dikonstruksi secara sosial

(Ardianto, 2009: 154). Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran

Weber, menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku

alam, karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realitas

sosial mereka, baik itu melalui pemberian makna maupun pemahaman perilaku.

Paradigma perspektif konstruktivisme pada dasarnya bersifat

deskriptif-kualitatif dimana fokusnya adalah penggambaran secara menyeluruh

tentang bentuk, fungsi, dan makna ungkapan. Hal ini diungkapkan Bogdan dan

Taylor (1975) dalam Moleong (2004:3) yang menyatakan ”metodologi kualitatif”

sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

31
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian

deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang

berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang

hubungan-hubungan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang

sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena (Nazir, 2003:16).

Melalui kajian konstruktivisme ini, peneliti berusaha memahami dan

mendeskripsikan komunikasi internal yang dilakukan objek yang akan diteliti.

Selain itu peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme karena penelitian ini

menggunakan metode riset deskriptif kualitatif (wawancara dan observasi) yang

merupakan bagian dari pendekatan konstruktivisme.

3.3 Objek Penelitian

Sugiyono (2012: 38) menyatakan objek penelitian yaitu suatu atribut atau sifat

nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Berdasarkan definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa objek penelitian

merupakan suatu hal yang diteliti dengan harapan mendapatkan data untuk tujuan

tertentu dan kemudian dapat ditarik kesimpulannya. Adapun objek dalam

penelitian ini adalah komunikasi internal yang dibangun oleh HMI Cabang

Padang.

3.4 Informan Penelitian

Informan kunci dalam penelitian ini adalah Ketua Umum HMI Cabang

Padang yang memenuhi kriteria informan dan penelitian ini menggunakan teknik

Snowball Sampling. Teknik ini merupakan teknik penentuan sampel yang awalnya

berjumlah kecil, kemudian berkembang. Orang yang dijadikan sampel pertama

32
diminta memilih atau menunjuk orang lain untuk dijadikan sampel lagi, begitu

seterusnya sampai jumlahnya lebih banyak (Kriyantono, 2007:161).

Pada penelitian ini, informan yang ditentukan sebagai informan utama untuk

membuka gerbang dalam mendapatkan informasi dan data-data penting terkait

penelitian peneliti dimulai dari Rifki Fernanda sebagai Ketua Umum HMI Cabang

Padang periode 2015-2016. Ketua Umum periode saat ini belum resmi dilantik dan

oleh karena itu peneliti memilih Ketua Umum periode sebelumnya sebagai

informan karena memenuhi kriteria penelitian peneliti. Bersumber Rifki Fernanda

kemudian peneliti mendapatkan arahan selanjutnya untuk mewawancarai Matur

Prasojo selaku kepala bidang Pembinaan Anggota dan anggota Badan Pengelola

Latihan, Andrianto Effendi. Setelah peneliti mewawancarai kedua informan yang

disarankan Rifki Fernanda, peneliti tidak perlu lagi mencari informan selanjutnya,

karena menurut Rifki Fernanda, bidang yang berperan dalam penanaman

nilai-nilai adalah kedua bidang tersebut. Berdasarkan keterangan dari informan

tersebut, peneliti pun mencukupkan informan utama dalam peneltian ini hanya tiga

orang saja. Peneliti juga menggunakan dua informan pendukung dalam penelitian

ini, yaitu Arifki Chaniago sebagai anggota yang terus berproses di HMI dan Rafin

Chaniago sebagai anggota yang tidak berproses di HMI. Anggota biasa yang

berproses di HMI merupakan anggota yang berpartisipasi aktif dalam segala

kegiatan HMI, sedangkan anggota biasa yang tidak berproses di HMI merupakan

anggota yang hanya terdaftar secara administratif di HMI dan tidak berpartisipasi

dalam segala kegiatan HMI. Berikut tabel daftar informan yang digunakan dalam

penelitian ini:

Tabel 3.1 Informan Penelitian

33
No Nama Informan Jabatan Keterangan

1 Rifki Fernanda Ketua Umum Periode Informan Kunci


2015-2016
2 Matur Prasojo Kepala Bidang Pembinaan Informan Utama
Anggota
3 Andrianto Effendi Anggota Badan Pengelola Informan Utama
Latihan
4 Arifki Chaniago Anggota biasa yang Informan
berproses di HMI Sekunder
5 Rafin Chaniago Anggota biasa yang tidak Informan
berproses di HMI Sekunder

3.5 Sumber Data

3.5.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data pertama atau

tangan pertama di lapangan (Kriyantono, 2007:43). Data primer ini termasuk

data mentah (row data) yang harus diproses lagi sehingga menjadi informasi

yang bermakna. Data primer dalam penelitian ini adalah pada saat peneliti

melakukan observasi serta wawancara terhadap informan utama, yaitu Ketua

Umum, Kepala Bidang Pembinaan Anggota, dan Anggota Badan Pengelola

Latihan HMI Cabang Padang.

3.5.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua atau

sumber sekunder (Kriyantono, 2007: 44). Data ini dapat diperoleh dari data

primer penelitian terdahulu sehingga menjadi informasi bagi pihak lain. Data

sekunder ini bersifat melengkapi data primersehingga kita dituntut untuk

menyeleksi data sekunder jangan sampai data tersebut tidak sesuai dengan tujuan

riset atau mungkin terlalu banyak (overload). Data sekunder sangat membantu

bila data primer sulit diperoleh.

34
Data sekunder pada penelitian ini adalah saat peneliti menuliskan beberapa

literatur, jurnal, buku-buku yang terkait dengan penelitian, serta arsip HMI

Cabang Padang. Selain itu, peneliti juga mendapatkan data atau informasi dari

dua informan pendukung sebagai triangulator data.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang digunakan

peneliti untuk mengumpulkan data. Dalam metode kualitatif dikenal metode

pengumpulan data yang biasanya dilakukan oleh peneliti: observasi (field

observation), focus group discussion, wawancara mendalam (depth interview)

(Kriyantono, 2007: 93). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

3.6.1 Observasi

Observasi adalah kegiatan mengamati secara langsung suatu objek untuk

melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan oleh objek tersebut (Kriyantono,

2007: 110). Sugiyono (2012: 310) menyatakan bahwa observasi adalah dasar

semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja melalui data, yaitu

fakta yang diperoleh melalui observasi. Marshal (Sugiyono, 2012: 310)

mengungkapkan bahwa melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan

makna dari perilaku tersebut.

Observasi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian salah satunya

adalah observasi partisipatif. Observasi partisipatif merupakan observasi dimana

peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka

ucapkan dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka (Sugiyono, 2012: 312).

Penelitian ini akan menempatkan peneliti dalam observasi partisipatif, dimana

35
peneliti melibatkan diri dalam berproses di HMI Cabang Padang. Peneliti

mengikuti Latihan Kader (LK) I yang dilaksanakan oleh komisariat Tarbiyah

IAIN Imam Bonjol yang berlangsung selama 7 hari, yaitu 20 Mei-27 Mei 2016.

Oleh karena itu peneliti di baiat menjadi anggota biasa HMI. Selain Latihan

Kader (LK) I, peneliti juga melakukan observasi kegiatan silaturrahmi komisariat

ISIP dengan para alumni HMI komisariat ISIP dan Ilmu Budaya pada acara buka

bersama tanggal 28 Juni 2016. Lalu peneliti juga melakukan observasi terhadap

kegiatan diskusi non formal yang dilaksanakan baik di wisma HMI Cabang

Padang maupun di Komisariat ISIP Unand.

3.6.2 Wawancara

Mulyana (2007: 180) mengatakan bahwa wawancara merupakan bentuk

komunikasi antara dua orang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang

lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.

Sementara menurut Berger (2000) dalam Kriyantono (2007:98) menyatakan

wawancara adalah percakapan antara peneliti dan informan.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis wawancara pendahuluan

sebagai tahapan awal untuk membentuk kepercayaan informan.Wawancara

pendahuluan biasanya digunakan untuk mengenalkan peneliti kepada informan.

Hal ini tentu saja bertujuan agar informan bersedia meluangkan waktunya untuk

diwawancarai guna pemenuhan data atau informasi yang peneliti perlukan

(Kriyantono, 2007: 98).

Kemudian, peneliti juga menggunakan wawancara semistruktur. Dalam

wawancara semistruktur ini, pewawancara biasanya mempunyai daftar

pertanyaan tertulis namun memungkinkan untuk menanyakan

36
pertanyaan-pertanyaan secara bebas, yang terkait dengan permasalahan

(Kriyantono, 2007: 99). Peneliti mempersiapkan daftar pertanyaan sebelum

melakukan wawancara, namun pada saat wawancara berlangsung peneliti bisa

menambahkan pertanyaan baru yang terkait permasalahan, dimana wawancara ini

diajukan kepada pengurus HMI Cabang Padang. Kedua jenis wawancara ini juga

peneliti lakukan terhadap informan pendukung lainnya.

Wawancara pada informan pertama, peneliti lakukan pada hari Minggu,

tanggal 29 Mei 2016, pada pukul 21.00 WIB di X Mart, Tabing. Pada wawancara

terhadap informan pertama ini, peneliti melakukan wawancara pendahuluan,

dimana peneliti memperkenalkan diri peneliti dan tujuan peneliti agar informan

bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancara. Setelah itu, barulah peneliti

melakukan wawancara semiterstruktur, dimana awalnya peneliti mengajukan

pertanyaan pembuka .

Pada wawancara terhadap informan yang pertama ini, peneliti melakukan

wawancara pendahuluan, dimana peneliti memperkenalkan diri peneliti dan

maksud tujuan peneliti agar informan bersedia melungkan waktunya untuk peneliti

ajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan penelitian peneliti ini. Setelah

informan memberikan persetujuan untuk diwawancarai, barulah peneliti

menggunakan teknik wawancara semistruktur, dimana awalnya peneliti

mengajukan pertanyaan pembuka kepada informan yang kemudian data dan

informasi lainnya peneliti dapatkan setelah perbincangan mengalir begitu saja.

Setelah peneliti mendapatkan data yang diperlukan, peneliti mengucapkan terima

kasih .

37
Wawancara pada informan kedua dan ketiga peneliti lakukan pada hari Jumat,

tanggal 3 Juni 2016 di wisma HMI Cabang Padang. Peneliti bisa mewawancarai

informan dihari yang sama karena kedua informan memang sedang berada di

wisma HMI. Teknik wawancara yang peneliti lakukan pada informan ini sama

dengan teknik wawancara yang peneliti gunakan pada wawancara pertama kali

terhadap informan pertama, yaitu wawancara pendahuluan dan semistruktur.

Setiap akhir wawancara, peneliti tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih.

Adapun dalam mendapatkan data dan informasi, kegiatan wawancara berlangsung

secara informal dan mengalir begitu saja.

Sementara, wawancara terhadap informan pendukung pertama, yakni anggota

biasa HMI yang berproses di HMI, peneliti lakukan dihari selanjutnya, yaitu Sabtu,

4 Juni 2016. Wawancara dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara yang

sama, yaitu wawancara pendahuluan dan wawancara semistruktur. Namun

wawancara dilakukan via telephone karena informan sedang tidak berada di

Padang. Kemudian, wawancara terhadap informan pendukung kedua, yakni

kepada anggota biasa yang tidak berproses di HMI, yaitu pada Minggu, 5 Juni

2016. Wawancara menggunakan teknik yang sama dengan sebelumnya.

3.6.3 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan instrumen pengumpulan data yang bertujuan

untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data.

Dokumen ini mengungkapkan bagaimana subjek mendefenisikan dirinya sendiri,

lingkungan dan situasi, serta bagaimana kaitan antara defenisi diri tersebut dalam

hubungan dengan orang-orang disekelilingnya dengan tindakannya (Mulyana,

2007: 195).

38
Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan dokumentasi dari hasil

observasi di Wisma HMI Cabang Padang, lalu dokumentasi dalam penelitian ini

berupa transkrip wawancara peneliti dengan informan.

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi dengan cara

mengorganisasikan data ke dalam kategori, memilih mana yang penting dan yang

tidak penting, untuk kemudian dibuat kesimpulan sehingga dapat dipahami oleh

diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2012: 244). Pada penelitian ini analisis

data dimulai dengan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya berkaitan dengan

subjek. Data tersebut berasal dari hasil observasi dan wawancara tentang

komunikasi internal HMI. Selain itu penulis juga menggunakan buku-buku,

artikel-artikel, dan laporan penelitian yang berkaitan dengan objek penelitian.

Penulis mendeskripsikan seluruh pengalamannya hingga menemukan pernyataan

yang mendukung topik penelitian.

Pada penelitian ini teknik yang digunakan dalam menganalisa data adalah

dengan menggunakan teknik analisa data Miles dan Huberman. Teknik analisis

ini pada dasarnya terdiri dati tiga komponen, yaitu: reduksi data, penyajian data,

dan penarikan serta pengujian kesimpulan (Pawito, 2008: 104). Dan dilakukan

dengan cara deskriptif (non statistik), yaitu penelitian yang dilakukan dengan

menggambarkan data yang diperoleh dengan kata-kata atau kalimat yang

dipisahkan sesuai dengan kategori untuk memperoleh kesimpulan. Aktivitas

dalam analisis meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data

display), serta penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/

39
verification). Teknik analisa data Miles dan Huberman dijelaskan pada Gambar

3.1

Pengumpulan data Penyajian data

Penarikan/pengujian
Reduksi data
kesimpulan

Gambar 3.1 Analisa data Miles dan Huberman


(sumber: Pawito, 2008: 105)

3.7.1 Reduksi data

Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemfokusan, penyederhanaan,

abtraksi, dan pentranformasian data mentah yang terjadi dalam catatan lapangan

tertulis. Peneliti menyeleksi data yang didapat saat di lapangan untuk

dideskripsikan dalam tulisan yakni pada hasil dan pembahasan. Data tersebut

berupa hasil wawancara dengan informan dan observasi yang dilakukan peneliti.

Pada penelitian ini, peneliti mengelompokkan dan mengklasifikasikan data

dari hasil wawancara dan observasi berdasarkan fokus penelitian untuk

menajamkan dan menggolongkan data, sehingga dapat mempermudah dalam

menganalisa dan menarik kesimpulan. Setelah peneliti membuat transkrip

wawancara, peneliti memberikan kode untuk memisahkan data yang penting dan

tidak penting, serta data yang sesuai dengan kepentingan penelitian atau tidak.

3.7.2 Penyajian Data

40
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data biasa dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Miles

dan Huberman menyatakan bahwa yang paling sering digunakan untuk

menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat

naratif (Sugiyono, 2011:248).Peneliti akan menyajikan data dalam bentuk teks

uraian yang bercerita, bagan, tabel dan gambaran umum mengenai permasalahan

yang diteliti dalam penelitian ini.

3.7.3 Penarikan Kesimpulan (Verifikasi)

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan

berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap

pengumpulan data berikutnya. Namun, bila kesimpulan yang dikemukakan pada

tahap awal didukung oleh bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke

lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan

kesimpulan yang kredibel. Sementara itu, verifikasi dilakukan dengan cara

memikir ulang selama penulisan, tinjauan ulang catatan di lapangan, dan tukar

pikirian dengan orang lain (Sugiyono, 2012: 252).

Dalam tahap ini, peneliti membuat kesimpulan berdasarkan data-data awal

yang didapatkan dari proses pengamatan dan wawancara. Kesimpulan ini bersifat

sementara, dan penarikan kesimpulan berubah menjadi kesimpulan akhir yang

akurat karena kesimpulan diverifikasi berdasarkan bukti-bukti yang valid serta

konsisten yang mendukung data-data awal.

3.8 Uji Keabsahan Data

Setiap penelitian harus bisa dinilai, ukuran kualitas sebuah penelitian terletak

pada kesahihan atau validitas data yang dikumpulkan selama penelitian. Pada

41
penelitian kualitatif validitas data terletak pada proses sewaktu turun ke lapangan

mengumpulkan data dan sewaktu proses analisis data (Kriyantono, 2007 : 68).

Menurut Sugiyono (2012), triangulasi data terdiri dari triangulasi sumber,

triangulasi teknik, dan triangulasi waktu. Namun dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan triangulasi teknik dan triangulasi sumber.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber data,

dimana peneliti menggali kebenaran informasi tertentu dengan berbagai sumber

perolehan data. Peneliti menambahkan beberapa informan pendukung yaitu

Arifki Chaniago dan Rafin Chaniago untuk memperoleh data yang lebih banyak

dan bervariasi, sehingga data yang didapatkan nantinya akan menunjukkan bukti

yang sesuai dengan masalah penelitian. Peneliti melakukan wawancara dengan

informan triangulasi sumber pada tanggal 4 dan 5 Juni 2016.

3.9 Jadwal Penelitian

Berikut merupakan tabel untuk menjelaskan jadwal penelitian akan

dilakukan peneliti :

42
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

Jadwal Penelitian Tahun


2015-2016
Des Jan Feb Mar Ap Mei Jun Jul Ag Sep Okt Nov

Merancang
Flowchart
Pengumuman SK
Pembimbing
Penulisan
Proposal

Seminar Proposal

Penulisan Skripsi

Sidang Skripsi

43
BAB 1V

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Padang

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan organisasi mahasiswa tertua

di Indonesia. HMI berdiri pada tanggal 5 Februari 1947 bertepatan dengan

tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H di Yogyakarta yang diprakarsai oleh Lafran

Pane. HMI sampai saat ini masih menjaga eksistensinya dan memberikan

peranannya pada bangsa Indonesia. Berdasarkan data yang dicatat dalam Kongres

HMI XXVII pada tahun 2010 di Depok menyatakan bahwa jumlah cabang HMI

setingkat kabupaten kota di Indonesia mencapai 197 cabang dari Sabang sampai

Merauke, dengan jumlah anggota aktif sebanyak 399.000 mahasiswa

HMI merupakan organisasi mahasiswa yang berfungsi sebagai organisasi

kader dan berperan sebagai organisasi perjuangan. Berdasarkan Pasal 3 Anggaran

Dasar HMI, HMI merupakan organisasi yang berazaskan Islam. HMI meyakini

Islam merupakan ajaran yang haq lagi sempurna untuk mengatur umat manusia.

Tujuan HMI berdasarkan Pasal 4 Anggaran Dasar dalam konstitusi HMI adalah

terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafasakan Islam dan

bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang dirihoi Allah

Subhanahu wata’ala.

HMI mempunyai misi, yang biasa disebut dengan mission HMI, yaitu misi

kebangsaan dan keummatan. Motivasi dasar HMI adalah untuk mempertahankan

Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia serta

menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam. HMI memandang bahwa

44
Indonesia dan Islam adalah satu kesatuan integratif yang tidak perlu

dipertentangkan (Sitompul, 2010: 8).

HMI tersebar ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk di wilayah Padang,

Sumatera Barat. Reaksi disekitar berdirinya HMI dapat dipandang sebagai

keragaman pemikiran pembaruan ketika itu, dimana aspek ideologis maupun

politis dari lingkungan kian terasa. Reaksi ideologis yang tampil kepermukaan

adalah penentangan secara terbuka oleh PMJ (Persatuan Mahasiswa Yogyakarta)

yang notabene memiliki orientasi terhadap Partai Sosialis Indonesia. PMJ

beranggapan bahwa lahirnya organisasi Islam tersebut sebagai saingannya dalam

dunia kemahasiswaan, karena takut kehilangan anggota dan pengaruhnya.

Sementara reaksi politis datang dari Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII)

yang berorientasi pada Masyumi. Hal ini karena pada masa itu Masyumi

merupakan satu-satunya organisasi politik umat Islam yang diikrarkan pada

tanggal 7 November 1945. Maka sejak saat itu, seluruh kekuatan umat Islam

berada dibawah panji-panji Masyumi dan HMI dianggap sebagai pemecah

kekuatan umat Islam. Namun, pertentangan ini dapat dijembatani dalam sebuah

pertemuan setelah 10 bulan HMI berdiri (Rusvan, 2007: 124)

Perkembangan HMI awal tahun 50-an berjalan seiring dengan pertumbuhan

perguruan tinggi di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh unsur keanggotaan HMI

yang mana semua anggotanya adalah mahasiswa yang beragama Islam. Untuk

itu, HMI dapat bergerak di wilayah yang mahasiswanya Islam. Dengan

lingkungan seperti itu, HMI dapat berkembang menjalankan programnya.

Daerah-daerah di Indonesia yang memiliki perguruan tinggi pada umumnya

memiliki organisasi kemahasiswaan HMI, karena pengenalan mengenai HMI

45
diberikan oleh kader-kader HMI yang bergelut diberbagai bidang. Selanjutnya

HMI juga diperkenalkan melalui media cetak yang berupa buletin. Buletin yang

diterbitkan bernama Media. Ini merupakan hasil keputusan Kongres HMI di

Jakarta pada tanggal 30 Agustus-5 September 1953, dimana Majalah Bulanan

Media merupakan lanjutan dari Criterium dan Cerdas yang terbit tahun 1948.

Buletin ini disebarkan ke berbagai kampus di daerah termasuk Sumatera Tengah.

Dalam UU yang disahkan tahun 1950, secara keseluruhan Indonesia dibagi atas

10 provinsi, dan 3 diantaranya berada di Sumatera, yaitu Sumatera Utara,

Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Sumatera Barat merupakan residen di

Sumatera Tengah.

Masuknya HMI ke Sumatera Tengah tidak mempunyai sumber yang jelas

sehingga tidak mudah melacak sejarah berdirinya HMI di Sumatera Tengah.

Tetapi Agussalim Sitompul mencatat bahwa pada tanggal 26-28 Desember 1952

ketika Konferensi HMI di Jakarta terdapat 6 cabang yang hadir, yaitu

Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Padang (Rusvan, 2007:

84).

Istilah Sumatera Tengah digunakan karena saat itu HMI didirikan di Padang

pada tahun 1954, daerah ini masih berada dalam wilayah Sumatera Tengah.

Berdirinya HMI tidak terlepas dari perkembangan perguruan tinggi yang ada di

Sumatera Tengah ketika itu, dalam hal ini Padang, Sumatera Barat. Dalam hal itu,

HMI di Sumatera Tengah membentuk susunan kepengurusannya sebagai

organisasi mahasiswa di bawah kepemimpinan Asnil Sahim sebagai Ketua

Umum HMI Bukittinggi. Menurut Asnil Sahim, HMI pertama kali diperkenalkan

46
oleh Mr. Ezzidin, Sekretaris Universitas Andalas yang pertama. Pada Februari

1956, Asnil Sahim dilantik sebagai Ketua Umum Bukittinggi oleh Mr. Ezzidin.

Perkembangan HMI terkait juga dengan sistem perekrutan anggota yang

diterapkan ketika itu. Meski dengan sederhana, HMI yang berada di Sumatera

Tengah (biasa disebut HMI Padang) melakukan rekrutmen anggota dengan

menyelenggarakan kegiatan yang berhubungan dengan keislaman dan kegiatan

yang terkait dengan keilmuan dan kemasyarakatan. Melalui kegiatan maupun

forum seperti itu, rekrutmen anggota dilaksanakan (Rusvan, 2007: 90).

Pada masa awal pertumbuhan HMI di Padang, wacana yang dikembangkan

lebih banyak bersifat akademis yang berhubungan dengan disiplin keilmuan

maupun wawasan keislaman. Orientasi organisasi ini pada tahun 1956-1960

masih berupa wadah bagi grup diskusi yang bertema peningkatan keilmuan

anggotanya untuk menjadi seorang yang profesional, ahli dalam bidangnya

masing-masing sesuai dengan yang diajarkan di perkuliahan.

Pertumbuhan HMI di Padang terlihat begitu pesat hingga saat ini. Pada

awalnya HMI Cabang Padang hanya memiliki 2 komisariat yaitu, Teknik

Universitas Negri Padang dan Ekonomi Universitas Andalas. Namun kini

komisariat di HMI Cabang Padang berjumlah 27 komisariat yang tersebar ke

seluruh kampus di Padang. Jumlah anggota di setiap komisariat berkisar 50-100

orang.

Dalam perjalanannya HMI Cabang Padang pernah ikut serta dalam GEBAK

(Gerakan Bersama Anti Komunis) di Sumatera Barat tahun Dewan Banteng

Kolonel Dahlan Djambek. Dan hingga saat ini HMI Cabang Padang tetap

menjaga eksistensinya dengan mengikuti berbagai kegiatan. HMI Cabang Padang

47
pernah ikut serta dalam pengabdian ke beberapa desa untuk pembinaan desa,

HMI Cabang Padang juga sering menanggapi isu sosial dengan ikut demonstrasi

dan eksistensi HMI lebih menonjol dalam berbagai aksi demonstrasi di jalanan.

Ketika HMI hidup di dunia modern, mau tidak mau organisasi ini juga harus

mengembangkan diri untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman dengan

menjalankan AD/ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga). Dalam

AD/ART HMI pasal 4 AD HMI, tujuan HMI yaitu terbinanya insan akademis,

pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas

terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Subhanahu wata’ala.

HMI Cabang Padang mempunyai visi dan misi dalam menjalankan organisasinya,

yaitu:

1. Visi

Mengembalikan HMI Cabang Padang pada khittahnya

2. Misi

a. Meningkatkan solidaritas dan kekeluargaan sesama kader HMI Cabang

Padang

b. Mewujudkan kader HMI yang kreatif, inovatif, dan solutif dalam nilai

keislaman

c. Mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan tujuan HMI

d. Menjalin hubungan baik dan kerjasama dengan pihak eksternal dan

internal HMI Cabang Padang

e. Meningkatkan eksistensi HMI Cabang Padang

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Padang merupakan salah satu

bagian dari struktur organisasi HMI secara keseluruhan. Seperti yang telah

48
tercantum dalam Anggaran Dasar HMI bahwa terdapat beberapa struktur

kepemimpinan dalam HMI. Adapun struktur kepemimpinan tersebut adalah:

a. Pengurus Besar (PB) adalah badan/ instansi kepemimpinan tertinggi organisasi

HMI.

b. BADKO (Badan Koordinasi) adalah badan pembantu pengurus besar untuk

mengkoordinir beberapa cabang.

c. Pengurus Cabang adalah instansi kepemimpinan setelah Pengurus Besar (PB)

d. KORKOM (Koordinator Komisariat) adalah instansi pembantu pengurus

cabang dalam mengkoordinir beberapa komisariat.

e. Pengurus Komisariat adalah satu kesatuan organisasi di bawah Pengurus

Cabang yang dibentuk di satu perguruan tinggi atau satu/ beberapa fakultas

dalam satu Perguruan Tinggi. Untuk lebih jelas, struktur kepemimpinan HMI

dijelaskan pada Gambar 4.1

Pengurus Besar
(PB)
Badan
Koordinasi
Pengurus
Cabang
Koordinator
Komisariat
Pengurus
Komisariat

Gambar 4.1 Struktur Kepemimpinan HMI


(sumber: konstitusi HMI)

Melihat struktur kepemimpinan organisasi yang telah dipaparkan diatas,

dapat diketahui bahwa HMI Cabang Padang merupakan struktur kepemimpinan

yang berada dibawah Pengurus Besar (PB), serta dikoordinir oleh BADKO

(Badadan Koordinasi). Sama halnya dengan organisasi lainnya, HMI Cabang

49
Padang juga memiliki struktur kepengurusan. Struktur kepengurusan HMI

Cabang Padang dijelaskan pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Struktur Kepengurusan HMI Cabang Padang


(sumber: arsip HMI Cabang Padang)

Keterangan:

Sekum : Sekretaris Umum

Bendum : Bendahara Umum

Wabendum : Wakil Bendahara Umum

PA : Pembinaan Anggota

PAO : Penegak Aparatur Organisasi

KPP : Kewirausahaan Pengembangan Profesi

PPD : Partisipasi Pembangunan Daerah

LHAM : Lingkungan Hidup dan Hak Azazi Manusia

50
PU : Pemberdayaan Umat

PTKP : Perguruan Tinggi Kepemudaan

Litbag : Penelitian dan Pengembangan

PP : Pemberdayaan Perempuan

Dept : Departemen

Berdasarkan Gambar 4.2 tersebut, maka dijelaskan bahwa bentuk struktur

organisasi HMI Cabang Padang adalah bentuk garis dan fungsional, sama dengan

Pengurus Besar HMI. Dalam organisasi yang berbentuk garis dan fungsional,

wewenang ketua umum didelegasikan kepada satuan-satuan organisasi atau

bidang-bidang kerja yang dipimpin oleh para ketua dari setiap bidang-bidang

kerja yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas pelaksanaan tugas

bidangnya masing-masing dan kemudian secara fungsional tanggung jawab itu

dipertanggungjawabkan oleh ketua masing-masing bidang kerja kepada ketua

umum. Hal ini dibenarkan oleh Rifki Fernanda selaku Ketua Umum HMI Cabang

Padang bahwa:

“Struktur HMI di Cabang Padang itu sejajar, semua bidang itu sama
kedudukannya. Ya, kalau bisa dibilang seperti shaf di mesjid struktur
organisasinya. Jadi ketua umum memberikan bertanggung jawab atas
kepala bidangnya saja, dan setiap bidang bertanggung jawab itu kepala
bidangnya”. (wawancara pada 29 Mei 2016)

HMI Cabang Padang mempunyai komisariat yang paling banyak di Sumatera

Barat. Komisariat adalah satu kesatuan organisasi di bawah Cabang yang

dibentuk di satu perguruan tinggi atau satu/ beberapa fakultas dalam satu

perguruan tinggi. HMI Cabang Padang mengelola 27 komisariat, yaitu Teksas

Universitas Negeri Padang; Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang; Ilmu

Ekonomi Universitas Negeri Padang; IP MIPA Universitas Negeri Padang; ISIP

51
Universitas Andalas; Ekonomi Universitas Andalas; Hukum Universitas Andalas;

Pertanian Universitas Andalas; Peternakan Universitas Andalas; IB Universitas

Andalas; Kedokteran Universitas Andalas; MIPA Universitas Andalas; Teknik

Universitas Andalas; Tarbiyah IAIN Imam Bonjol; Ushuluddin IAIN Imam

Bonjol; Dakwah IAIN Imam Bonjol; Syariah IAIN Imam Bonjol; ADAB IAIN

Imam Bonjol; Institut Teknologi Padang; PIBTI Universitas Bung Hatta; STKIP

PGRI; UPI YPTK; Universitas Eka Sakti; STIKES; Ekonomi Sipil Universitas

Bung Hatta; Hukum PIK Universitas Bung Hatta; Universitas Baiturrahmah.

4.1.1 Ideologi Himpunan Mahasiswa Islam

Ideologi merupakan aspek terpenting yang dimiliki oleh setiap organisasi.

Ideologi adalah pedoman seseorang dalam menjalankan segala bentuk perbuatan.

HMI sebagai organisasi yang telah lama berdiri dan masih tetap menjaga

eksistensinya saat ini memiliki sebuah ideologi dalam menggerakkan

organisasinya. Ideologi HMI adalah nilai-nilai yang bersumber dari Al-Quran dan

Hadist yang dijabarkan oleh Cak Nur dalam Nilai Dasar Perjuangan (NDP).

HMI menjelaskan bahwa Islam bukan sebuah ideologi seperti halnya ideologi

Pancasila, komunis, liberalis, kapitalis, dan lain-lain. Islam merupakan wahyu

yang datang dari Allah SWT, sedangkan ideologi merupakan ciptaan atau buatan

dari manusia. Maka Islam sebagai wahyu tidak sama dengan ideologi yang dibuat

oleh manusia. Oleh karena itu Cak Nur menjabarkan nilai-nilai Al Quran dan

Hadist dalam Nilai Dasar Perjuangan (NDP) untuk dijadikan ideologi HMI. Hal

ini sebagaimana yang diungkapkan oleh salah satu anggota biasa dari komisariat

MIPA Unand pada saat peneliti sedang melakukan observasi di Wisma HMI.

Ideologi kita disini itu ya NDP. Islam itu bukan sebuah ideologi. Karena
secara definitif ideologi itu adalah sebuah ide atau gagasan. Ide dan

52
gagasan itu ya dari manusia. Ideologi itu buatan manusia. Jadi jangan
disamakan dengan Islam yang merupakan wahyu dari Allah. Makanya
Cak Nur itu kemudian menjabarkan nilai-nilai Al Quran dan Hadist ke
dalam NDP untuk dijadikan ideologi organisasi (diskusi pada 28 Mei
2016).

Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI memuat nilai-nilai ajaran Al-Qur’an

yang universal untuk memberi panduan bagi anggota HMI agar bisa memahami

Islam dengan baik dan bisa menerjemahkannya dalam dimensi ruang dan waktu.

Oleh karena itu dalam NDP HMI tidak ditemukan ajaran-ajaran yang bersifat

teknik fiqhiyah seperti pelaksanaan shalat, puasa, haji, dan sebagainya.

Secara garis besar, ada tujuh persoalan yang dibahas dalam NDP yaitu, 1)

Dasar-dasar Kepercayaan; 2) Pengertian-pengertian Dasar tentang Kemanusiaan;

3) Kemerdekaan Manusia (ikhtiar) dan Keharusan Universal (Takdir); 4)

Ketuhanan Yang Maha Esa dan Perikemanusiaan; 5) Individu dan Masyarakat; 6)

Keadilan Sosial dan Ekonomi; 7) Kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan. Tujuh

persoalan yang dibahas dalam NDP intinya adalah iman, ilmu, amal.

NDP pertama-pertama membahas tentang iman. Iman atau aqidah merupakan

hal yang paling utama ketika menjadi anggota biasa HMI. Namun, NDP tidak

menghendaki iman obsesif-kompulsif. Hal ini karena HMI memandang Islam

secara inklusif. Inklusifisme merupakan sikap yang berpandangan bahwa diluar

agama yang dipeluknya juga terdapat kebenaran dan jalan keselamatan, meskipun

tidak seutuh atau sesempurna agama yang di anutnya. Disini HMI melihat bahwa

semua agama adalah baik namun agama Islam yang paling sempurna.

Pemikiran inkulsifitik yang dianut oleh HMI ini memiliki ciri pemikiran

pembaharuan dalam Islam, dimana mereka beranggapan bahwa Islam itu bukan

hanya sekedar simbol namun juga esensi dari Islam itu sendiri. Hal ini juga yang

53
menjadi salah satu latar belakang dirumuskannya NDP, yaitu karena umat Islam

hanya mengedepankan simbol-simbol kejayaan Islam masa lalu dan

mengesampingkan esesnsi dari Islam itu sendiri. Hal ini sebagaimana dijelaskan

dalam sebuah wawancara pada tahun 1985 yang menjelaskan dasar pemikiran

tentang perumusan NDP, Cak Nur menyatakan bahwa:

“Kita menginginkan kader-kader yang lebih universalstik, tidak berpikir


sekretarian. Dalam istilah saya lainnya, adalah inklusifistik sikapnya
terhadap Islam, bahkan kalau mampu terhadap dunia. Jangan seperti
kelompok (ada di Indonesia) yang menyebut kelompok lainnya sebagai
ahli al-nar. Maka di HMI semua orang itu ada; anaknya NU bisa,
anaknya Muhammadiyah bisa, anaknya Masyumi bisa, bahkan anaknya
abangan, yang paling abangan juga ada. Al Quran banyak sekali memuat
pernyataan yang inklusifistik dan nabi Muhammad itu kan Kayyffatan li
al-’alamin. Jadi pernyataan orang Islam, bahwa Islam adalah agama
yang universal”.(Hasil Kongres HMI XXVII Depok pada 5-10
November 2010)

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa pemikiran

inklusifistik HMI bersifat terbuka dan memerlukan pembaharuan agama. Islam

Inklusif mengakui dan melindungi pluralitas atau keberagaman yang ada dalam

masyarakat saat ini. Islam inklusif juga menjujung cara perdamaian dalam

penyelasaian konflik karena pembenaran dapat dilakukan dengan cara yang benar

bukan dengan cara kekerasan.

NDP juga menjelaskan bahwa HMI menginginkan anggota yang memiliki

ilmu pengetahuan. Ilmu merupakan poin kedua setelah iman. Setiap anggota

harus memiliki pengetahuan agar mereka bisa mendapatkan kebenaran dengan

ilmu yang mereka miliki. Oleh karena itu, HMI menginginkan anggota yang

memiliki Islam intelektual.

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan pada saat melakukan Latihan

Kader I pada 20-27 Mei 2016 dijelaskan bahwa setiap anggota biasa HMI harus

54
mampu menjelaskan kebenaran-kebenaran dalam Islam berdasarkan dengan ilmu

pengetahuan yang mereka miliki bukan hanya menerima saja apa yang telah ada.

Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Instruktur Iqhwal pada saat pemberian

materi Latihan Kader I bahwa:

“ketika kita ditanya mengenai kebenaran Al Quran oleh orang non Islam,
maka kita harus mampu menjawab pertanyaan tersebut dengan ilmu
pengetahuan yang kita miliki. Kita tidak boleh menjawab seperti “ya
karena begitulah adanya, alquran itu sudah benar, sudah diwahyukan
Tuhan”, melainkan kita harus menjelaskan dengan ilmu kita untuk
meyakinkan mereka. Kita bisa menjelaskan bahwa Al Quran itu benar
akrna tidak ada pembandingnya. Kalau kitab-kitab sebelumnya ada
pembandingnya. Nah harus seperti itu, kit harus punya alasan, tidak
boleh menerima saja apa adanya”.(pemberian materi LK I pada 22 Mei
2016)

Hal ini dibenarkan oleh Rifki Fernanda bahwa:

Kita disini menginginkan anggota yang berilmu pengetahuan karena


dengan pengetahuan mereka mampu menemukan kebenaran. Dengan
ilmu yang mereka miliki mereka mampu menganilisis kebenaran
(wawancara pada 29 Mei 2016).

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa setiap anggota biasa

harus mampu menjelaskan kebenaran-kebenaran Islam menggunakan akal

mereka dengan bekal ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, HMI menginginkan

anggota dengan Islam intelektual.

Selain iman dan ilmu, setiap anggota HMI harus memiliki amal. Amal

merupakan usaha yang sungguh-sungguh yang secara esensinya menyangut

kepentingan manusia secara keseluruhan, yaitu menegakkan keadilan dalam

masyarakat. HMI mengajak kepada setiap anggotanya untuk menjadi insan yang

memberi manfaat. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan Fajar selaku alumni HMI

pada saat peneliti sedang melakukan observasi di Wisma HMI bahwa:

“Kita juga harus memberi manfaat sebagai anggota HMI yang telah
memiliki iman dan ilmu. Hal ini terlihat dari banyaknya alumni HMI

55
yang menjadi pejabat pemerintahan dan kelembagaan, wirasawasta, atau
bahkan mendirikan sebuah komunitas yang berguna bagi masyarakat
sekitarnya. Selain itu, anggota HMI juga aktif dalam melakukan
demonstrasi demi menegakkan keadilan bagi masyarakat”.(diskusi pada
19 Mei 2016)

Integrasi iman, ilmu, dan amal itulah yang membuat manusia akan mampu

memenuhi kodratnya, yaitu sebagai hamba dihadapan Tuhan dan sebagai khalifah

di hadapan alam, sebagaimana yang dijelaskan Rifki Fernanda selaku Ketua

Umum HMI Cabang Padang bahwa:

“Cita-cita ideal HMI kiranya tertuang dalam NDP, yaitu menjadi


manusia kreatif yang mampu berinovasi dalam kerja-kerja nyata demi
mempertinggi harkat kemanusiaan (amal saleh), disertai ilmu sebagai
alat untuk melakukan itu, dan tentu saja dilandasi oleh iman yang benar.
Dengan pemahaman NDP ini oleh para anggota kita, ya kita asti bisa
menjalankan organisasi dengan baik dan sampai ke tujuan
kita”.(wawancara pada 29 Mei 2016)

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa NDP merupakan

nilai-nilai yang harus menjadi pedoman bagi setiap anggota HMI. Hal ini karena

dengan pemahaman NDP yang baik, maka setiap anggota HMI mampu

menjalankan organisasi dan mencapai tujuan organisasi. Pemahaman dan

pengaplikasian NDP ini juga mampu mencerminkan kepribadian seorang anggota

biasa HMI.

Sebagaimana yang telah peneliti paparkan sebelumnya, bahwa ideologi HMI

pernah melawan ideologi anti Tuhan yang dibawa oleh PKI. Pada 1960-an, HMI

dihadapkan dengan pengaruh komunisme yaitu ideologi yang bertolak belakang

dengan HMI. Dampak dari perbedaan ideologi yang sangat kuat antara

pemahaman anti Tuhan dari filsafat komunis dengan pemahaman keislaman dari

organisasi HMI menjadikan PKI dan HMI selalu dalam posisi bersebrangan. Jadi,

dapat dikatakan bahwa misi keislaman dan kebangsaan HMI pada masa itu

56
sejatinya ialah ideologi yang menyerang kolonialisme dan memusuhi

komuniasme.

Namun, pada masa sekarang ideologi ini kemudian berubah bentuk yaitu

dalam rangka mendamaikan hubungan negara dengan Islam. Oleh karena itu,

pada saat ini ideologi di HMI digunakan untuk menyerang pemikiran organisasi

Islam tradisional yang ingin mendirikan negara Islam. Walaupun HMI

bernafaskan Islam, ia tidak berniat untuk mendirikan negara Islam. HMI sangat

berlawanan dengan ideologi yang dibawa oleh organisasi Islam tradisional. HMI

tidak setuju dengan konsep negara Islam yang dibawa oleh organisasi Islam

tradisional seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), ISIS, dan organisasi serupa

lainnya. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Muslimin pada saat peneliti

sedang terlibat diskusi dengan anggota biasa di komisariat ISIP Unand bahwa:

“Kita tidak ada yang dilawan secara fisik, namun kalau secara ideologis
kita sangat bersebrangan dengan organisasi Islam tradisional yang
mengusung konsep negara Islam yang bertentangan dengan Pancasila
dan NKRI, seperti Hizbut Tahri, ISIS itu. Karena itu bertentangan
dengan mision kita. Yah seperti yang sama-sama kita tahu, misi kita itu
untuk mempertahankan NKRI dan juga untuk mengembangkan ajaran
Islam”.(diskusi anggota biasa komisariat ISIP, 23 Juni 2016)

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ideologi NDP HMI

sangat berlawanan dengan ideologi organisasi Islam tradisional. Hal ini

dikarenakan sangat bertolak belakang dengan mission HMI, yaitu misi

kebangsaan dan keummatan. HMI sangat berlawanan dengan organisasi yang

ideologinya bertentangan dengan Pancasila dan NKRI.

57
4.1.2 Anggota biasa HMI

Anggota merupakan publik internal yang berfungsi untuk menggerakkan

organisasi. Berdasarkan Pasal 1 Bagian I Anggaran Rumah Tangga HMI, terdapat

3 tingkatan anggota dalam HMI :

1. Anggota Muda, anggota yang telah mengikuti Masa Perkenalan Calon

Anggota (Maperca) yang ditetapkan oleh pengurus Cabang.

2. Anggota Biasa, anggota yang telah dinyatakan lulus mengikuti Latihan

Kader (LK) 1 atau basic training.

3. Anggota Kehormatan, anggota yang telah berjasa kepada HMI.

Pada penelitian subjek penelitian peneliti hanya pada tingkatan anggota

biasa. Hal ini dikarenakan HMI Cabang Padang tidak mengadakan Masa

Perkenalan Calon Anggota (Maperca) dan anggota kehormatan HMI sampai saat

ini hanya diberikan kepada Jendral Sudirman. Oleh karena itu, setiap anggota

yang berproses di HMI Cabang Padang adalah anggota biasa.

HMI Cabang Padang telah mengelola sebanyak 1350-2700 anggota biasa.

Hal ini dikarenakan HMI tidak mempunyai syarat khusus untuk menjadi

anggotanya, sebagaimana yang disampaikan oleh Matur Prasojo selaku Kepala

Bidang Pembinaan Anggota HMI Cabang Padang bahwa:

“ Syarat untuk jadi anggota HMI itu gampang kok. Cuma ada dua syarat
untuk jadi anggota HMI, pertama dia mahasiswa dan yang kedua dia
Islam., terserah dia dari backround apapun. Mau dia berandal, preman,
sampai yang paling alim boleh jadi anggota HMI. Asalkan mahasiswa
dan Islam”.(wawancara pada 3 Juni 2016)

Berdasarkan pasal 5 Anggaran Rumah Tangga HMI, masa keanggotaan

anggota biasa adalah sebagai berikut:

58
1. Masa keanggotaan Anggota Biasa adalah sejak dinyatakan lulus LK I atau

basic training hingga 2 tahun setelah berakhirnya masa studi S1, dan

hingga 1 tahun untuk S2 dan S3.

2. Anggota biasa yang habis masa keanggotaannya saat menjadi pengurus,

diperpanjang masa keanggotaannya sampai selesai masa kepengurusannya,

dan setelah itu dinyatakan habis masa keanggotaannya dan tidak dapat jadi

pengurus lagi.

3. Anggota biasa yang melanjutkan studi ke strata yang lebih tinggi lebih

dari dua tahun sejak lulus dari studi sebelumnya dan tidak diperpanjang

masa keanggotaannya karena menjadi pengurus, maka keanggotaannya

berakhir.

4. Masa keanggotaan berakhir apabila, a) telah berakhir masa

keanggotaannya; b) meninggal dunia; c) mengundurkan diri; d) menjadi

anggota partai politik e) diberhentikan atau dipecat.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa anggota biasa terdiri

dari pengurus HMI Cabang Padang hingga anggota yang dikelola oleh pengurus

HMI Cabang Padang itu sendiri, status mereka adalah sama, yaitu sebagai

anggota biasa HMI Cabang Padang. Namun terdapat perbedaan antara anggota

biasa dan kader HMI, sebagaimana yang dijelaskan oleh Matur Prasojo selaku

Kepala Bidang Pembinaan Anggota HMI Cabang Padang bahwa:

“Beda anggota dan kader kan begini, kalau anggota itu yang terdaftar
secara administrasi sedangkan kader itu kan yang menjalankan
organisasi ini. Misalnya para pengurus itu kan disebut kader karena dia
regenerasi kepengurusan di HMI. Setiap kader itu pasti anggota, tapi
setiap anggota itu belum tentu kader. Jadi sebenarnya kader ini kembali
kepada diirinya sendiri, bagaimana rasa kecintaannya, menjalankan visi
misi HMI. Kader secara definisi itu kan adalah tulang punggung
organisasi. Tapi orang yang terus mengkader dan menghasilkan

59
kader-kader organisasi pasti dia adalah kader”.(wawancara pada 3 Juni
2016)

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan ketika sedang menjalankan

Latihan Kader I pada 20 Mei-27 Mei di Wisma HMI Cabang Padang, alumni

HMI Cabang Padang, Emma Yohanna, menyampaikan pentingnya anggota biasa

dalam menjalankan organisasi. Hal ini sebagaimana yang dijelaskannya pada

pembukaan Latihan Kader (LK) I komisariat Tarbiyah IAIN Imam Bonjol pada

20 Mei 2016 bahwa:

“Kita HMI sebagai organisasi yang besar, maka dari itu kita butuh massa
yang besar pula, kita butuh anggota yang banyak dari segi kuantitas.
Anggota biasa sangat berperan dalam menggerakkan organisasi ini. Jadi
yang daftar itu, terima saja dulu. Kita rekrut sebanyak-banyaknya. Nanti
kan kita bisa bina di sini. Karena disini kita membina anggota, nanti bisa
kita arahkan di organisasi. Jadi rekrut saja dulu anggota, terima saja
dulu. Nanti kita bina dengan sistem training bukan doktrin”.(kata
sambutan alumni HMI, Emma Yohana, pada 20 Mei 2016)

Berdasarkan penjelasan diatas disimpulkan bahwa anggota biasa merupakan

publik internal yang berperan dalam menggerakkan organisasi. HMI sebagai

organisasi besar membutuhkan jumlah massa dan anggota biasa yang banyak dari

segi kuantitas untuk dibina di HMI.

4.2 Profil Informan Penelitian

4.2.1 Informan I

Nama : Rifki Fernanda

Panggilan : Rifki

Usia : 26 tahun

Pekerjaan : Mahasiswa dan Wiraswasta

Jabatan : Ketua Umum HMI Periode 2015-2016

Alamat : Padang

60
Rifki Fernanda adalah Ketua Umum HMI Cabang Padang periode

2015-2016. Rifki merupakan salah satu mahasiswa perguruan tinggi di Kota

Padang. Sebagai Ketua Umum, Rifki telibat aktif dalam seluruh proses dan

kegiatan yang dilaksanakan dalam lingkup HMI Cabang Padang. Selain itu

seluruh program yang dijalankan oleh HMI Cabang Padang merupakan kebijakan

yang dibuat oleh Rifki Fernanda berdasarkan visi dan misinya sebagai Ketua

Umum. Oleh karena itu peneliti menjadikan Rifki Fernanda sebagai informan

kunci dalam penelitian ini.

Proses wawancara dengan Rifki Fernanda dilakukan dengan tatap muka.

Setelah mendapatkan kontaknya, peneliti berusaha mencoba menghubungi via

sms dan langsung disetujui oleh informan. Wawancara dengan Rifki Fernanda

dilakukan di X Mart, Tabing, kota Padang.

4.2.2 Informan II

Nama : Matur Prasojo

Panggilan : Matur

Usia : 25 tahun

Pekerjaan : Mahasiswa

Jabatan : Kepala Bidang Pembinaan Anggota

Alamat : Padang

Matur Prasojo adalah Kepala Bidang Pembinaan Anggota di HMI Cabang

Padang. Matur merupakan salah satu mahasiswa perguruan tinggi di Padang.

Matur adalah anggota yang aktif dalam kepengurusan HMI Cabang Padang dan

pernah menjadi Calon Ketua Umum HMI Cabang Padang periode 2016-2017.

Sebagai Kabid Pembinaan Anggota, Matur adalah orang yang paling bertanggung

61
jawab terhadap anggota biasa. Selain itu bidang Pembinaan Anggota merupakan

bidang yang berfungsi menjaga ruh perkaderan dan menjaga NDP di HMI

Cabang Padang.

Proses wawancara dengan Matur Prasojo dilakukan dengan tatap muka.

Setelah mendapatkan kontaknya, peneliti berusaha mencoba menghubungi via

telepon dan langsung disetujui oleh informan. Wawancara dengan Matur Prasojo

dilakukan di wisma HMI Cabang Padang.

4.2.3 Informan III

Nama : Andrianto Effendi

Panggilan : Andri

Usia : 24 tahun

Pekerjaan : Mahasiswa

Jabatan : anggota Badan Pengelola Latihan

Alamat : Padang

Andrianto Effendi atau yang akrab disapa andri adalah salah satu anggota

Badan Pengelola Latihan HMI Cabang Padang. Andri merupakan salah satu

mahasiswa perguruan tinggi di Padang. Sebagai anggota Badan Pengelola

Latihan, Andri berperan aktif dalam segala kegiatan perkaderan yang dijalankan

oleh HMI Cabang Padang. Hal ini dikarenakan Badan Pengelola Latihan

menghandle seluruh perkaderan di HMI Cabang Padang. Selain menjadi anggota

Badan Pengelola Latihan, Andri juga berperan sebagai instruktur dalam kegiatan

training.

62
Proses wawancara dilakukan secara tatap muka. Peneliti menghubungi Andri

melalui telepon dan langsung disetujui. Wawancara dilakukan di wisma HMI

Cabang Padang.

4.2.4 Informan IV

Nama : Arifki Chaniago

Panggilan : Arifki

Usia : 23 tahun

Pekerjaan : Penulis

Jabatan : pengurus HMI Pusat / Pengurus Besar (PB)

Alamat : Jakarta

Arifki pernah menjadi pengurus HMI Cabang Padang dan kini telah menjadi

salah satu pengurus di HMI Pusat Jakarta atau PB HMI. Arifki merupakan

pemenang dari HMI menulis sehingga ia langsung diamanahkan untuk menjadi

pengurus di PB HMI. Arifki juga pernah dicalonkan menjadi Ketua Umum HMI

Cabang Padang periode 2015-2016. Arifki juga merupakan pemimpin redaksi

suara mahasiswa.org dan cadiak pandai.com. Selain berorganisasi, Arifki juga

seorang kolomnis media cetak dan online dalam lingkup lokal.

Proses wawancara dilakukan via telepon. Setelah mendapatkan kontak

Arifki, peneliti terlebih dahulu menghubungi melalui sosial media Line dan ia

setuju untuk diwawancarai via telepon. Hal ini dikarenakan jarak geografis yang

cukup jauh antara Padang dan Jakarta. Namun, informan tidak keberatan jika

wawancara harus dilaksanakan melalui telepon.

4.2.5 Informan V

Nama : Rafin Chaniago

63
Panggilan : Rafin

Usia : 21 tahun

Pekerjaan : Mahasiwa

Jabatan : Anggota biasa HMI

Alamat : Padang

Rafin merupakan salah satu anggota biasa HMI. Ia merupakan salah satu

mahasiswa perguruan tinggi di Padang. Karena kesibukannya, Rafin memilih

untuk tidak lagi berproses di HMI. Rafin mengikuti Latihan Kader I pada 2013

dan mengikuti seluruh proses pada Latihan Kader I tersebut. Alasan peneliti

mewawancarai, informan dapat menilai HMI secara objektif dengan wawasan

dan pengalamannya dengan HMI. Proses wawancara dilakukan dengan tatap

muka yang bertempat di FISIP Universitas Andalas.

4.3 Komunikasi Internal HMI Cabang Padang dalam Menanamkan Ideologi

kepada Anggota Biasa

Komunikasi yang terjalin diantara pengurus HMI Cabang Padang dalam

mewujudkan tujuannya merupakan komunikasi internal organisasi. Hubungan di

internal organisasi, baik sesama pengurus atau dari pengurus ke anggota

organisasi harus direkatkan dengan komunikasi sehingga terbentuk kebersamaan

yang memungkinkan organisasi dapat menjalankan fungsinya. Dengan adanya

komunikasi yang baik, maka suatu organisasi dapat berjalan lancar dan berhasil.

Komunikasi sebagai proses penyampaian informasi dan pengertian dari satu

orang ke orang lain merupakan satu-satunya cara memanajemen aktifitas dalam

suatu organisasi (Rusla, 1999: 80). Oleh karena itu, komunikasi internal atau

komunikasi yang berlangsung di dalam organisasi sangat berpengaruh terhadap

64
kinerja organisasi tersebut karena hakikatnya komunikasi internal ini adalah

untuk menjalin hubungan baik dikalangan publik internal untuk tercapainya

sinergi kerja. Pada penelitian ini, komunikasi internal yang dilakukan HMI

Cabang Padang mempunyai peran dalam menanamkan ideologi NDP kepada

anggotanya. Penanaman ideologi ini penting karena ideologi NDP HMI

merupakan landasan bergerak untuk mencapai tujuan organisasi.

Berdasarkan pasal 8 Anggaran Dasar HMI, HMI berfungsi sebagai organisasi

kader. Perkaderan dapat diartikan sebagai salah satu kegiatan primer yang

dilakukan HMI untuk pembinaan mahasiswa-mahasiswa muslim Indonesia yang

bertanggung jawab dan mampu berbuat sebanyak-banyaknya bagi kebaikan

rakyat dan kemanusiaan. Perkaderan adalah usaha organisasi yang dilaksanakan

secara sadar dan sistematis yang selaras dengan pedoman perkaderan HMI.

Seluruh proses perkaderan HMI diarahkan untuk mewujudkan tujuan HMI.

Tujuan HMI sendiri adalah terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang

bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil

makmur yang diridhoi Allah Subhanahu wata’ala.

Pola dasar perkaderan HMI dibuat secara nasional, dimana aspek

konsepsional dan praktis diterapkan secara menyeluruh oleh setiap cabang HMI

di seluruh Indonesia dalam menjalankan aktivitas perkaderannya. HMI Cabang

Padang juga terlihat konsisten melakukan perkaderan ini sejak awal berdirinya.

Hal ini terlihat dari jumlah komisariat yang terus bertambah higga saat ini, yaitu

berjumlah 27 komisariat.

Perkaderan di HMI merupakan sebuah budaya yang terus menerus dilakukan

oleh organisasi untuk melahirkan anggotanya. Dalam proses perkaderan inilah,

65
NDP ditanamkan kepada anggotanya. Dengan kata lain, perkaderan adalah cara

yang dilakukan HMI untuk menjaga NDP. Perkaderan ini dapat terlaksana

melalui kinerja dari struktual atau pengurus HMI. Seperti yang dikatakan oleh

Matur Prasojo selaku Kepala Bidang Pembinaan Anggota HMI Cabang Padang

bahwa:

“Yang menjaga nilai-nilai HMI itu tetap ada adalah budaya itu sendiri
yang kemudian dijalankan oleh kader pengurus. Kader pengurus disini
mempunyai peran dalam penanaman nilai-nilai ideologi HMI melalui
kinerja yang dibuat selama masa kepengurusan. Dan disini untuk HMI
cabang Padang, maka pengurus HMI cabang Padanglah yang punya
peran penting dalam menjaga budaya ini melalui kinerja dari para
pengurus untuk mengelola seluruh anggotanya.”(wawancara pada 3
Juni 2016)

Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pengurus HMI Cabang

Padang sebagai regenerasi di HMI dan tulang rusuk organisasi mempunyai peran

penting dalam mewujudkan tujuan organisasi dan menjaga nilai-nilai yang telah

ada di organisasi HMI Cabang Padang. Pengurus HMI Cabang Padang yang

bertanggung jawab dalam membentuk anggotanya yang memegang nilai-nilai

ideologi organisasi.

Pengurus HMI Cabang Padang dalam menanamkan ideologi terdapat dua

ranah, yaitu ranah struktural dan ranah kultural. Keduanya ini saling terkait dalam

hal penanaman nilai-nilai ideologi HMI, sebagaimana yang dijelaskan Rifki

Fernanda bahwa:

“Jadi kultural disini adalah bagaimana menjaga nilai-nilai yang ada di


HMI, yaitu dengan adanya perkaderan. Perkaderan ini ada jalur formal
dan nonformal. Dan ada badan khusus yang berperan disini, yaitu BPL
atau Badan Pengelola Latihan. Sedangkan struktural adalah yang
mengatur manajemen organisasi dan disana ada garis instruksi dan
koordinasi. Struktural dan kultural ini saling terkait”.(wawancara pada
29 Mei 2016)

66
Komunikasi di ranah kultural mempunyai peran menjaga nilai-nilai HMI

melalui proses perkaderan. Proses perkaderan dalam ranah kultural ini diarahkan

kepada anggota yang dikelola oleh pengurus HMI Cabang Padang. HMI

membentuk sebuah badan khusus dalam hal perkaderan ini, yaitu Badan

Pengelola Latihan (BPL). Berdasarkan Pasal 51 Anggaran Rumah Tangga HMI,

badan khusus adalah lembaga yang dibentuk atau disahkan oleh struktur

pimpinan sebagai wahana beraktivitas di bidang tertentu secara profesional di

bawah koordinasi bidang dan struktur pimpinan setempat. Jadi, disini BPL

berperan dalam hal perkaderan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Andrianto

Effendi, anggota BPL HMI Cabang Padang bahwa:

“BPL merupakan bagian dari HMI yang bertugas mengelola yang terkait
dengan perkaderan, BPL yang menghandle. Apapun jenis pelatihannya,
BPL yang menghandle. Mulai dari basic training, intermediate training
untuk tingkat cabang. Kalau untuk advance training itu yang
melaksanakan tingkat nasional, yaitu PB BPL. Nah, mulai dari pelatihan
formal, pelatihan nonformal tingkat cabang, BPL yang mengelola.
Misalnya sekarang kita lagi ada LK 1, itu dibawah naungan BPL untuk
mengelola trainingnya”.(wawancara pada 3 Juni 2016)

Komunikasi di ranah struktural berfungsi untuk mengelola dan mengatur

organisasi agar berjalan sesuai dengan tujuannya. Penanaman nilai-nilai ideologi

di struktural ini dilakukan oleh bidang Pembinaan Anggota (PA). PA mempunyai

peran untuk tetap menjaga nilai-nilai ideologi HMI tetap terjaga di pengurus

HMI. Namun, PA secara keseluruhan bertanggung jawab atas penanaman

nilai-nilai ideologi yang ada di HMI, karena BPL adalah badan khusus yang

dinaungi oleh PA, sebagaimana yang telah dijelaskan Andrianto Effendi bahwa:

“Kita merupakan badan khusus tapi kita punya pedoman tersendiri. Tapi
kita tidak terlepas dari konstitusi HMI. Tapi untuk pengelolaan, BPL
punya aturan khusus tersendiri. Karena BPL berkaitan dengan
perkaderan. Karena BPL difokuskan untuk mengelola training. Mulai
dari tarining formal sampai training nonformal. Emang sepenuhnya,

67
training, perkaderan diserahkan kepada BPL. Maka dari itu, BPL punya
aturan sendiri. Tapi bukan berarti PA Cabang tidak berperan dalam
perkaderan, yang didalamnya kita menanamkan nilai-nilai ideologi NDP,
PA cabang punya peran dalam perkaderan, tapi beda ranah. Bedanya
kalau PA itu lebih kepada perkaderan struktural, kalau kita BPL di
kultural.”(wawancara pada 3 Juni 2016).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa HMI Cabang Padang

mempunyai dua ranah dalam penanaman ideologi kepada anggota biasa, dimana

ranah kultural berperan dalam penanaman ideologi kepada anggota biasa yang

dikelola oleh pengurus HMI Cabang Padang, sedangkan ranah struktural

mempunyai peran terhadap anggota biasa yang berada di kepengurusan HMI

Cabang Padang.

Ada hal yang cukup penting untuk kita ketahui, yaitu tentang komunikasi

internal yang selama ini dibangun oleh HMI. HMI dalam komunikasi internalnya

mengedepankan kebebasan untuk setiap anggotanya. Kebebasan disini artinya

mereka bebas untuk bependapat asalkan sesuai dengan konteks yang sedang

dibahas. Hal ini dilakukan agar mereka bisa berpikir secara bebas untuk

mendapatkan kebenaran. Mereka diberi kebebasan untuk bisa berpikir kritis,

agamis, dan ideologis.

Kebebasan ini kemudian bisa berdampak kepada pola pikir, pola sikap, dan

pola laku setiap anggota HMI dalam menjalankan organisasi. Hal ini

sebagaimana yang dijelaskan oleh Matur Prasojo bahwa:

“Kita di HMI diberi kebebasan untuk berpendapat, berpikir karena HMI


adalah organisasi yang independen, ada yang namanya independensi etis
dan independensi organisatoris. Dalam independensi etis, dijelaskan
bahwa kita manusia adalah merdeka, berhak menentukan pilihan. Karena
setiap orang itu fitrahnya adalah cenderung kepada yang benar atau yang
hanief.Jadi diberilah kebebasan. Jadi kan kalau dia bebas, pasti dia bisa
berpikir kritis dan kemudian bisa mendapatkan nilai-nilai kebenaran
disana. Kalau di HMI itu yang dijunjung tinggi”. (wawancara pada 3
Juni 2016)

68
HMI juga menginginkan antara satu individu dengan individu yang lain

saling berkaitan secara aktif, dimana adanya komunikasi saling mengingatkan

diantara anggota dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil

berdasarkan interaksi yang dilakukan. Berdasarkan pembahasan internal yang

akhirnya membawa pada kebijakan bersama, sebagaimana yang disampaikan

oleh Rifki Fernanda bahwa:

“Dalam kegiatan rutin HMI, seperti rapat harian dan rapat presidium,
setiap anggota di forum rapat mempunyai peran aktif untuk berbicara.
Dan seluruh anggota diforum rapat punya peran yang saling
mengingatkan. Dalam tahapan evaluasi pun, semua anggota punya peran
aktif dalam mengevaluasi. Nah, itu cara mempertahankan nilai-nilai
yang ada di HMI. Misalkan nilai tanggung jawab, setiap bidang yang
telah menjanjikan minggu lalu melaksanakan program A, ketika
dilaporan tidak melaksanakan aktifitas, maka bidang lain berhak untuk
menuntutnya. Dan secara tidak langsung itu adalah salah satu kunci
untuk keberhasilan terhadap program-program yang ada di HMI. Karena
seluruh orang memberikan sanksi sosial terhadap satu bidang terlepas
dari bidang apa saja tergantung siapa saja yang datang
rapat”.(wawancara pada 29 Mei 2016)

Selain itu komunikasi internal yang dibangun HMI dalam proses

pengambilan keputusan adalah musyawarah. Hal ini sebagaimana yang telah

tertera di konstitusi HMI bahwa:

“Setiap keputusan Pengurus Cabang dilakukan secara musyawarah,


karena itu bersifat organisatoris dengan mengikat seluruh aparat HMI.
Cara yang demikian sesuai dengan firman Allah SWT. Dalam surat as
syuro ayat 38 yang berbunyi: “Dan (bagi) orang-orang yang yang
menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan sholat,
sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka; dan mereka menafkahkan sebagian rizki yang kami berikan
kepada mereka.” Dengan begitu setiap keputusan organisatoris pada
dasarnya adalah merupakan mufakat bersama karena setiap personalia
aparat HMI wajib menjunjung tinggi dan melaksanakannya dengan niat
luhur dan penuh tanggung jawab”. (Hasil Kongres HMI XXVII Depok
pada 5-10 November 2010)

Hal ini juga dibenarkan oleh Matur Parasojo selaku Kepala Bidang

Pembinaan Anggota HMI Cabang Padang bahwa:

69
“Di HMI itu kita sangat mengedepankan musyawarah dalam proses
pengambilan keputusan. Jadi segala proses keputusan yang diambil di
HMI itu ya harus dengan musyawarah. Karena disitu kita bisa melihat
pendapat-pendapat dari banyak sisi dan ada
pertimbangannya.”(wawancara pada 3 Juni 2016)

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan pada saat Latihan Kader I (LK)

1 pada 20-27 Mei 2016 pada saat pemberian materi Latihan Kader I dijelaskan

bahwa di HMI menuntut setiap anggota untuk aktif berbicara dan berpendapat

serta menyertakan kebebasan kepada setiap anggotanya untuk berpendapat. Hal

ini sebagaimana yang di sampaikan oleh Master Eeng pada saat Latihan Kader

(LK) 1 bahwa:

“kita disini dituntut untuk berbicara dan pandai berpendapat. Oleh karea
itu kita disini dituntut untuk banyak membaca. Kalau udah LK II nanti
itu setiap mereka udah bisa banyak berpendapat pakai referensi. Kita
bisa bebas berbicara apa saja, asal terarah, sesuai dengan konteksnya. Ya
bebas terarah. Oleh karena itu adik adik disini gak boleh malu-malu
untuk berbicara, berpendapat. Kita disini sangat mengedepakan
itu”.(pemberian materi LK 1 pada 22 Mei 2016)

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa komunikasi internal

yang dibangun oleh HMI Cabang Padang adalah bebas dan interaktif, dimana

antara satu individu dengan individu lain saling berkaitan secara aktif dalam

ruang lingkup formal maupun nonformal, atau dapat dikatakan dalam rapat

formal atau diskusi nonformal yang sering dilakukan oleh setiap anggota biasa

HMI. Pengurus HMI Cabang Padang memiliki hubungan timbal balik (feedback)

dalam berinteraksi sehingga mereka mampu mengembangkan potensi

manusiawinya melalui interaksi yang dilakukannya. Selain itu, setiap anggota

biasa diberi kebebasan untuk berpendapat, yaitu kebebasan yang terarah, dimana

pembicaraannya masih didalam konteks.

70
Di dalam lingkungan internal terdapat arus komunikasi formal (komunikasi

ke bawah, ke atas, horizontal) dan komunikasi informal. Berikut adalah

penjelasan arus komunikasi di HMI Cabang Padang:

1. Komunikasi formal

Komunikasi formal adalah komunikasi yang terjadi dalam ruang lingkup

formal. Komunikasi formal yang dilakukan oleh HMI Cabang Padang dalam

menanamkan ideologi kepada terdiri dari komunikasi ke atas, ke bawah, dan

horizontal yang akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Komunikasi ke bawah

Komunikasi ke bawah di HMI Cabang Padang ini yaitu aliran informasi yang

bergerak dari jabatan yang berotoritaskan lebih tinggi, yaitu dari Ketua Umum

HMI Cabang Padang terhadap bidang-bidang yang ada dibawahnya. Peran Ketua

Umum dalam proses penanaman ideologi ini adalah pada visi dan misi yang

dirumuskannya, dimana visi dan misi ini bersumber pada nilai-nilai ideologi yang

ada di HMI. Hal ini sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Rifki Fernanda

selaku Ketua Umum HMI Cabang Padang bahwa:

“Peran ketum ya ada di visi dan misinya. Seorang Ketua Umum harus
memiliki visi dan misi dalam menjalankan organisasi di masa
kepengurusannya. Visi dan misi dirumuskan berdasarkan pada nilai-nilai
ideologi yang ada di HMI. Kemudian ketum memberikan instruksi
terhadap bidang-bidang yang ada dibawahnya untuk membuat program
kerja berdasarkan visi dan misi yang telah dirumuskan.
Program-program kerja yang dibuat oleh masing-masing bidang
kemudian diajukan kepada ketua umum dan ketua umum punya
wewenang untuk mengeliminasi program kerja yang tidak sesuai dengan
visi dan misinya. Jadi disini ketua umum mempunyai peran dalam
memutuskan program kerja yang akan dijalankan selama masa
kepengurusan”.(wawancara pada 29 Mei 2016)

Peneliti telah menjelaskan pada sub bab gambaran umum HMI Cabang

Padang mengenai visi dan misi HMI Cabang Padang. Jika dilihat kembali, visi

71
dan misi tersebut terkandung nilai-nilai ideologi organisasi atau Nilai Dasar

Perjuangan (NDP). Jadi, Ketua Umum melalui instruksi kepada bidang-bidang

yang ada dibawahnya serta program-program kerja pengurus HMI Cabang

Padang berperan dalam mendistribusikan dan menanamkan NDP kepada seluruh

anggota biasa HMI Cabang Padang.

Selain itu, Ketua Umum juga bertanggung jawab dalam memberi sanksi

kepada anggota biasa yang tidak mencerminkan nilai-nilai ideologi atau dapat

dikatakan tidak mencerminkan kepribadian seorang anggota biasa HMI. Hal ini

dikarenakan masih ada beberapa pengurus HMI Cabang Padang yang tidak

mencerminkan NDP. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Matur Prasojo

bahwa:

“Di HMI itu beraneka ragam orangnya. Karena kita disini himpunan,
menghimpun bukan sebuah persatuan. Jadi ada banyak jenis orang yang
kita kelola disini. Ya, karena itu masih ada beberapa orang yang masih
belum memegang nilai-nilai NDP. Masih ada oknum-oknum yang masih
melanggar, dan bahkan ada pengurus”.(wawancara pada 3 Juni 2016)

Hal tersebut juga dijelaskan oleh Rifki Fernanda, Ketua Umum HMI Cabang

Padang, yang mengungkapkan pernah melakukan reshuffle terhadap kepala

bidangnya:

“Iya, jadi abang pernah melakkan reshuffle terhadap kabid abang, yaitu
kabid PA. Jadi kabid ini mempunyai aktifitas pacaran yang sangat
mengganggu kinerjanya dalam menjalankan organisasi. Sebenarnya
tidak terlalu banyak melanggar nilai-nilai, tapi sangat mengganggu
kinerjanya dalam menjalankan organisasi. Abang tau karna abang
ketemu tiap hari, sering tidur di sekretariat juga, jadi apapun aktivitas
kawan-kawan, secara emosional abang pahami.”(wawancara pada 29
Mei 2016)

Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa masih ada beberapa

anggota biasa yang belum memegang NDP sehingga tidak mencerminkan

kepribadian seorang anggota biasa HMI. Hal ini dapat terjadi karena keberagaman

72
setiap anggota biasa HMI tersebut. Oleh karena itu Ketua Umum sebagai orang

yang paling bertanggung jawab dalam hal penanaman nilai ideologi ini

memberikan instruksi kepada bidang Pembinaan Anggota (PA) karena yang

menjaga nilai-nilai ideologi di struktural HMI adalah bidang PA. Hal ini

diungkapkan oleh Rifki Fernanda bahwa:

“Untuk terus menjaga ideologi kita, ya nilai-nilai NDP di HMI, jadi ada
yang namanya bidang PA. Jadi disini Ketum memberikan instruksi
kepada bidang PA untuk penjagaan nilai-nilai NDP. Kalau ada pengurus
yang tidak menjalankan nilai-nilai, PA berfungsi menegur melalui PAO
(Penegak Aparatur Organisasi). Prosesnya, pertama secara emosional
yaitu peneguran, kedua memberi surat peringatan secara ideal. PA yang
memberi penilaian dan eksekusinya itu dilakukan oleh PAO. Tapi PAO
ini juga bisa menegur langsung tanpa rekomendasi dari PA, itu boleh. Itu
karena kan seluruh standarisasi segala aktifitas yang ada di HMI kan ada
di PAO. Nah PA nilai-nilai yang mana yang dilanggar”. (wawancara ada
29 Mei 2016)

Namun, ketika pelanggaran yang dilakukan sudah kronis, maka Ketua Umum

mempunyai hak khusus untuk menegur atau memberi surat peringatan langsung

tanpa harus melapor ke PA. Jika bidang PA dan PAO yang bertugas melaporkan

dan menindaki nilai-nilai yang dilanggar itu berdasarkan koordinasi dan sesuai

dengan konstitusi, namun Ketua Umum mempunyai hak veto untuk menegur

anggotanya walaupun tidak tertera dikonstitusi, sebagaimana yang djelaskan oleh

Rifki Fernanada bahwa:

“Kalau secara emosional abang hanya sebatas menegur, tapi kalau secara
profesional atau struktural tidak melalui PA, ketum langsung
menyampaikan kepada PAO melalui garis instruksi. Kemudian PAO
meminta Wasekum PAO untuk membuat surat peringatan dengan tanda
tangan PAO.Tapi kalau ketua umum mau langsung, Ketua umum bisa
langsung meminta kepada Sekretaris Umum untuk membuat surat
peringatan dengan tanda tangan ketum. Jadi ada dua jalur disini. Tapi
kalau udah ketum yang negur langsung berarti permasalahannya sudah
kronis. Kalau disini PAO itu masih ada hubungan koordinasinya dengan
bidang lain. Jadi atas nama minta izin dan berdasarkan landasan, ada
landasannya. Tapi kalau ketum, asalkan ada salah, tapi gak diatur dalam
konstitusi, gak diatur dalam anggaran rumah tangga, ketum boleh

73
langsung negur asalkan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di
HMI. Menegur secara langsung ataupun melalui PAO”.(wawancara pada
29 Mei 2016)

Berdasarkan penjelasan diatas, PA mendapatkan instruksi dari Ketua Umum

untuk penanaman dan penjagaan nilai-nilai ideologi di ranah struktural. Namun,

untuk ranah kultural, PA yang memberikan instruksi terhadap badan khusus yang

berada di bawah PA, yaitu Badan Pengelola Latihan (BPL) untuk mengelola

perkaderan terhadap anggota biasa yang dikelola oleh HMI Cabang Padang.

Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya BPL adalah badan khusus yang

berperan dalam segala bentuk perkaderan yang ada di HMI, mulai dari

perkaderan formal hingga perkaderan nonformal. Dalam menjalankan proses

perkaderan BPL dibantu oleh tim pengelola yang terdiri dari Master Of Training

dan instruktur. Hal ini sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Andrianto

Effendi bahwa:

“Untuk garis instruksinya BPL, itu dari PA cabang, cabang Padang ya.
Sebenarnya kita instruksi dalam hal program kerja. Kita merupakan
badan khusus tapi kita punya pedoman tersendiri. Tapi kita tidak terlepas
dari konstitusi HMI. Tapi untuk pengelolaan, BPL punya aturan khusus
tersendiri. BPL secara lembaga hanya sebagai fasilitator. Kalau materi
itu diberikan oleh tim pengelola. Tim pengelola ini terdiri dari Master of
Traning dan wakilnya beserta instruktur. Jadi selama proses perkaderan
Master of Training yang bertanggung jawab. Seluruh peserta perkaderan
dibawah naungan tim pengelolanya yaitu Master of training dan
instruktur. Peran BPL disini hanya memfasilitasi tim pengelola dan
meng SK kan pengelola yang bertugas selama proses perkaderan BPL
“.(wawancara pada 3 Juni 2016)

Dalam hal pelanggaran nilai-nilai NDP yang dilanggar oleh anggota yang

dikelola oleh pengurus HMI Cabang Padang, PA tetap berperan dalam

melaporkan nilai-nilai yang dilanggar tapi prosesnya berbeda dengan yang terjadi

di pengurus, sebagaimana yang dijelaskan oleh Rifki Fernanda,

74
“Kalau untuk anggota biasa yang dikelola pengurus, itu PA cabang yang
memberi laporan kepada PA komisariat dan kemudian PA komisariat
yang menegur atau memberi surat peringatan terhadap personal anggota
yang melakukan pelanggaran.”(wawancara pada 29 Mei 2016)

Proses penanaman ideologi dasar diberikan kepada calon anggota biasa pada

saat basic training atau Latihan Kader (LK) I yang berada pada ranah kultural dan

dikelola Badan Pengelola Latihan. Peneliti melakukan observasi langsung

terhadap proses Latihan Kader (LK) I yang dilaksanakan oleh komisariat

Tarbiyah IAIN Imam Bonjol pada 20-27 Mei 2016. Peneliti terlibat aktif dalam

seluruh proses LK I sehingga peneliti pun dibaiat menjadi anggota biasa HMI

Cabang Padang.

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan saat Latihan Kader (LK) I

komunikasi ke bawah ini bergerak dari Master Of Training kepada anggota biasa.

Hal ini dikarenakan Badan Pengelola Latihan (BPL) memberikan tanggung jawab

penuh kepada Master Of Training selama proses LK berlangsung.

LK I dimulai dengan acara pembukaan yang dibuka oleh pejabat komisariat,

pejabat cabang, dan alumni dari komisariat yang sedang menjalankan LK. Alumni

komisariat tarbiyah yang memberikan kata sambutan pada waktu itu adalah Ibu

Emma Yohana, seorang pejabat pemerintahan. Beliau memberikan pengarahan

kepada adik-adiknya di komisariat tarbiyah agar tetap terus menjaga komisariat

dan mengembangkan komisariat dengan baik. Selain itu, beliau juga mengkritisi

proses perkaderan yang kini telah sedikit bergeser. Hal ini sebagaimana yang

Emma Yohanna sampaikan pada pembukaan LK I komisariat tarbiyah bahwa:

“ Saya disini ingin sedikit berbagi bahwa sewaktu kami datang kesini ada
cabang yang sedang melaksanakan LK, kemudian kita datang ke cabang
membawa ketua BPKRI. Kalau sewaktu dulu kami menjadi anggota di
cabang, kalau ada alumni yang datang kami sambut. Tapi sewaktu itu,
kesan saya yang paling buruk, jangankan disambut, kita tidak boleh

75
masuk. Jadi saya harap ini tidak pernah terjadi lagi.”(kata sambutan
Emma Yohanna di pembukaan LK I komisariat tarbiyah IAIN Imam
Bonjol pada 20 Mei 2016)

Kegiatan LK I dimulai dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB.

Namun untuk acara penutupan dan pembukaan kegiatan bisa berlangsung hingga

pukul 05.00 WIB. Setiap peserta diberikan materi oleh instruktur dan setiap

materi memiliki porsi waktu 2 jam dan setiap peserta diberi istirahat pada saat jam

solat dan makan.

Materi disampaikan oleh instruktur dan alumni HMI. Materi pokok yang

disampaikan adalah sejarah HMI, konstitusi HMI, mission HMI, Nilai Dasar

Perjuangan, Kepemimpinan Manajemen dan Organisasi. Metode yang digunakan

dalam penyampaian materi ini adalah ceramah dan diskusi. Namun pada sesi

diskusi, para peserta terkesan pasif dalam diskusi dan mengajukan pertanyaan

diluar konteks atau tidak terarah. Selain itu materi yang disampaikan adalah

public speaking, karya tulis ilmiah. Metode yang digunakan dalam materi ini

adalah simulasi, dimana setiap peserta diharapkan mampu memjadi pembicara

yang baik di depan umum dan juga mampu menulis dengan baik. Lalu juga ada

materi Achievement Motivation Training (AMT), dimana setiap peserta mampu

mengenali dirinya masing-masing dan metode yang digunakan pada materi ini

lebih santai dan diiringi dengan musik-musik instrument. Lalu juga terdapat

materi Mahasiswa Sebagai Kekuatan Pembaharu (MSKP), Pengantar Ideologi

Gerakan, Filsafat Ilmu, Kesekretarian. Didalam penyampaian materi juga

diselingi dengan games agar setiap peserta bisa tetap fokus dala proses

penerimaan materi. Materi-materi yang disampaikan oleh instruktur dan alumni

HMI tersebut diberikan mulai pukul 08.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB. Setiap

76
akhir penyampaian materi, setiap instruktur dievaluasi oleh setiap peserta melalui

tulisan disebuah kertas yang telah disediakan.

Materi-materi yang disampaikan oleh instruktur memberikan pemahaman

kepada anggota biasa mengenai HMI dan nilai-nilai yang ada di HMI. Instruktur

memberikan pesan-pesan komunikasi kepada setiap anggota biasa untuk

membawa organisasi sesuai dengan khittahnya dan misi yang dibawa organisasi.

Setiap pembahasan yang diberikan mengandung nilai-nilai ideologi organisasi.

Hal ini terlihat dari setiap penyampaian materi terdapat unsur iman, ilmu, dan

amal.

Kegiatan yang dilaksanakan mulai pukul 19.30 WIB sampai pukul 24.00

WIB adalah evaluasi kegiatan oleh Master of Training yang dibantu Wakil Master

of Traning I dan Wakil Master of Training II. Selain evaluasi, kegiatan yang

dilakukan adalah membangun kedekatan sesama peserta. Pada saat proses LK

berlangsung, setiap peserta sering terlibat perselisihan karena tidak saling

menghargai antarasatu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, Master of Training

disini mempunyai peran dalam memperbaiki hubungan sesama peserta dan juga

memahami psikologis setiap peserta. Jadi dapat disimpulkan bahwa kegiatan

tersebut dilaksanakan untuk mempererat hubungan kekeluargaan di ruang ligkup

HMI. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Husni Setiawan dalam Latihan

Kader I bahwa:

“kita atas nama HMI , atas nama kader HMI, kita adalah keluarga. Mau
dimanapun keberadaannya kita adalah satu keluarga”. (penyampaian
materi oleh Master of Training pada 21 Mei 2016)

Selain itu kegiatan yang dilakukan untuk membangun kedekatan emosional

sesama peserta adalah outbond. Setiap permainan yang dilakukan mempunyai

77
nilai-nilai tertentu. Secara keseluruhan nilai yang disampaikan dalam permainan

tersebut adalah kekompakan dan kebersamaan dalam menjalankan sebuah

organisasi.

Setelah seluruh rangkaian acara selesai selama, maka diadakan penutupan

Latihan Kader I yang dihadiri pejabat komisariat, pejabat cabang, alumni HMI,

Master Of Training, instruktur, dan anggota biasa dari berbagai komisariat dan

cabang yang ada di Sumatera Barat. Acara yang dilakukan dalam penutupan

adalah makan bersama dan perkenalan peserta terhadap seluruh anggota biasa

yang hadir. Selain itu juga ada pemberian penghargaan tkepada peserta terbaik

dan juga instruktur terbaik selama proses LK berlangsung. Lalu setelah acara

selesai, maka seluruh peserta dibaiat atau dilantik dengan menggunakan Al Quran

menjadi anggota biasa yang dikelola oleh HMI Cabang Padang dengan

mengucapkan ikrar:

“Kami anggota HMI, dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab


berjanji dan berikrar: 1. Bahwa kami, dengan kesungguhan hati, akan
selalu menjalankan KetetapanKetetapan serta Keputusan-Keputusan
Himpunan. 2. Bahwa kami, dengan kesungguhan hati, akan senantiasa
menjaga nama baik Himpunan, dengan selalu tunduk dan patuh kepada
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), dan
Pedoman-Pedoman Pokok, beserta Ketentuan-Ketentuan HMI lainnya.
3. Bahwa apa yang kami kerjakan dalam keanggotaan ini adalah untuk
mencapai Tujuan HMI, dalam rangka mengabdi kepada Alllah, demi
tercapainya kebahagiaan ummat dan bangsa di dunia dan akhirat.”
(ikrar pelantikan anggota biasa pada 27 Mei 2016).

Setelah pelantikan, seluruh anggota biasa dikumpulkan kembali untuk

membentuk sebuah grup follow up. Dalam grup ini, setiap anggota biasa lebih

mendalami materi-materi yang diberikan selama LK I dan proses pemberian

materi pada saat follow up lebih santai dan kondusif.

78
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi

kebawah selama proses LK I mengalir dari Master of Training terhadap instruktur

dan peserta yang mengikuti LK I. Output yang diharapkan dalam LK I adalah

meningkatkan semangat ber-HMI, mengembangkan kesadaran keislaman, dan

meningkatkan kualitas organisasi.

b. Komunikasi ke Atas

Menurut Arni Muhammad (2005) komunikasi ke atas adalah pesan yang

mengalir dari bawahan kepada atasan atau dari tingkatan yang lebih rendah

kepada tingkatan yang lebih tinggi. Arus pesan pada tingkatan ini berisikan

tentang laporan (harian, mingguan, bulanan dan tahunan), tugas-tugas yang telah

diselesaikan, pertanyaan yang tidak atau kurang jelas mengenai metode dan

prosedur kerja, pertanggungjawaban anggota kepada atasan atau tugas yang

dipercayakan padanya.

Dalam penanaman nilai-nilai ideologi, maka yang berperan dalam

melakukan komunikasi ke atas adalah bidang PA kepada Ketua Umum. Hal ini

dikarenakan segala hal yang berkaitan dengan perkaderan adalah tanggung jawab

PA, baik diranah struktural maupun kultural. Walaupun didalam ranah kultural,

proses pengelolaan dilakukan oleh BPL dengan aturannya sendiri, namun BPL

sebagai badan khusus yang berada di bawah naungan PA bertanggung jawab

untuk memberikan laporan berkala terhadap PA yang terkait perkaderan. Hal ini

sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Matur Prasojo bahwa:

“Jadi PA disini bertanggung jawab terhadap perkaderan, baik diranah


kultural maupun struktural. Karena segala program kerja dan kegiatan
BPL itu lapornya ke kita. Kita yang bertanggung jawab atas kinerja
mereka karena BPL dibawah naungan kita. Nantinya PA yang
memberikan laporan terhadap Ketua Umum terkait perkaderan.”
(wawancara pada 3 Juni 2016)

79
Laporan yang diberikan ini mulai dari progress program kerja, permaslahan

yang ditemui dalam menjalankan program kerja hingga anggota-anggota yang

melanggar nilai-nilai ideologi. Laporan ini dilaporkan dalam beberapa rapat yang

rutin dilakukan HMI Cabang Padang, yaitu rapat harian cabang yang diadakan

dua kali seminggu dan rapat kerja yang dilakukan satu kali dalam satu semester.

Hal ini dijelaskan oleh Matur Prasojo bahwa:

“Ya kita memberikan laporan terkait segala hal yang menyangkut


perkaderan, baik di ranah struktural maupun kultural. Mulai dari
progress proker, kendala hingga adanya pelanggaran nilai-nilai. Ini
dilaporkan dalam forum formal seperti rapat kerja dan rapat harian yang
dilaksanakan cabang.”(wawancara pada 3 Juni 2016)

Selain melaporkan program kerja, bagian PA juga memberikan

pembaruan-pembaruan yang terkait masalah perkaderan agar perkaderan ini bisa

berjalan lebih baik. Pembaruan ini sebelumnya telah didiskusikan dalam rapat

bidang PA dan kemudian hasilnya ini kemudian disampaikan kepada Ketua

Umum, ini dijelaskan oleh Matur Prasojo bahwa:

“Kita juga menyampaikan inovasi-inovasi kita terkait perkaderan ini.


Inovasi ini sebelumnya telah didiskusikan pada rapat bidang PA.
Kemudian hasilnya dilaporkan kepada Ketua Umum pada rapat formal
rutin kita. Dan nati diterima atau tidak ya tergantung keputusan Ketua
Umum lagi.”(wawancara pada 3 Juni 2016)

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dengan

komunikasi ke atas ini, maka Ketua Umum dapat melihat kinerja dari bidang

yang ada dibawahnya dan membantu bidangnya jika terdapat kendala. Selain itu,

Ketua Umum juga dapat mendengarkan apa pendapat-pendapat dari bawahannya.

Hal ini dilakukan untuk melihat bagaimana nilai-nilai NDP telah tertanam dalam

setiap anggota biasa. Hal ini sesuai dengan tujuan komunikasi ke atas yaitu untuk

memberikan balikan, memberikan saran dan mengajukan pertanyaan.

80
c. Komunikasi Horizontal

Komunikasi horizontal adalah pertukaran pesan di antara orang-orang yang

sama tingkat otoritasnya di dalam organisasi. Di internal HMI Cabang Padang,

anggota yang otoritasnya sama di dalam kepengurusan dapat melakukan

hubungan koordinasi antara satu dengan lainnya. Hubungan koordinasi ini

dibatasi dengan etika komunikasi, sebagaimana yang dijelaskan oleh Rifki

Fernanda bahwa:

“Semua bidang di HMI posisinya itu sejajar. Walaupun posisinya itu


sejajar tapi harus ada etika komunikasi diantara mereka. Misalnya ketika
ada kesalahan di salah satu anggota, maka yang lain menanggapinya
dengan cara memapah kepada kesalahan mereka atau secara frontal juga
boleh asal tidak saling menjatuhkan. Hal seperti ini lah ya kalau menurut
abang sebagai ketua umum, hal ini adalah yang menjaga bagaimana
regulasi nilai nilai terjaga, regulasi bagaimana program bisa berjalan
secara maksimal. Mereka saling mengingatkan ketika ada yang satu
salah sehingga nilai nilai yang ada itu bisa tetap terjaga.”(wawancara
pada 29 Mei 2016)

Dalam penanaman nilai-nilai ideologi PA dibantu oleh bidang-bidang lain

dalam pembinaan anggota. Hal ini dilakukan agar nilai-nilai ideologi tetap

terjaga. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Matur Prasojo bahwa:

“Dalam penanaman nilai-nilai ya kita juga dibantu lah dengan bidang


lain. Karena pada dasarnya semua bidang punya peranlah dalam menjaga
nilai-nilai ideologi, NDP, yang ada di HMI. Tapi eksekusinya tetap kita
yang lakukan, karena kita kan yang punya anggotanya.”(wawancara
pada 3 Juni 2016)

Hal tersebut juga telah dijelaskan pada wewenang dan tanggung jawab

bidang Pembinaan Anggota Pengurus Cabang pada poin ke 7 bahwa:

“Bidang Pembinaan Anggota melakukan kerja sama dengan pihak lain


dalam rangka pembinaan anggota untuk meningkatkan kualitas sumber
daya anggota.”(Hasil Kongres HMI XXVII Depok pada 5-10 November
2010)

81
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa setiap

anggota saling mengingatkan ketika terjadi kesalahan dan tidak boleh

menjatuhkan antara satu dengan yang lain. Hal ini sebagaimana yang telah

dijelaskan diawal bahwa komunikasi yang diterapkan di internal HMI Cabang

Padang adalah komunikasi yang saling mengingatkan di antara anggota agar

menjalankan tugasnya sebagaimana seharusnya. Setiap bidang juga mempunyai

peran dalam mengevaluasi kerja bidang lainnya sehingga bisa dilihat bahwa

setiap anggota disini berperan aktif dalam menjaga dan menanamkan nilai-nilai

yang ada di HMI. Hal ini sesuai dengan tujuan dari komunikasi horizontal yaitu

untuk koordinasi penugasan, berbagi informasi, pemecahan masalah, dan

menjamin persamaan pengertian.

2. Komunikasi Informal

Bila anggota berkomunikasi dengan yang lainnya tanpa memperhatikan

posisi mereka dalam organisasi, maka pengarahan arus informasi bersifat pribadi.

Informasi ini mengalir ke atas ke bawah atau secara horizontal tanpa

memperhatikan hubungan posisi, kalaupun ada mungkin sedikit karena

komunikasi informal ini menyebabkan informasi pribadi muncul dari interaksi di

atara orang-orang dan mengalir keseluruh informasi tanpa dapat diperkirakan.

Hal ini lebih dikenal dengan desas-desus atau kabar angin.

Jika dalam komunikasi formal, BPL yang mempunyai peran dalam proses

perkaderan terhadap anggota biasa yang dikelola oleh pengurus HMI Cabang

Padang. Namun dalam komunikasi informal, semua elemen organisasi

mempunyai peran, baik struktural maupun kultural. Jadi komunikasi informal

dapat terjadi di antara pengurus dan pengurus ataupun pengurus dan anggota

82
yang dikelola. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Andrianto Effendi,

anggota BPL HMI Cabang Padang bahwa:

“Kita di HMI ini tidak membatasi berdiskusi dan berkomunikasi dengan


siapa saja. Karena kita HMI disini menginginkan terbinanya insan
akademis, membentuk insan yang sesuai dengan tujuann HMI. Dari
diskusi-diskusi kita bisa menanamkan wawasan, nilai-nilai NDP, banyak
hal yang bisa didapat. Jadi bagi mereka yang terus berproses pasti akan
lebih banyak mendapat dibanding yang bermalas-malasan. Kita juga
selalumengingatkan untuk selalu berproses di HMI.”(wawancara pada 3
Juni 2016)

HMI Cabang Padang mempunyai anggota yang sangat luas dan tersebar di

seluruh wilayah Padang bahkan di luar kota Padang, sehingga pesan-pesan

informal yang ditemukan sangat sering terjadi. Hal ini sebagaimana yang

diungkapkan Andrianto Effendi bahwa:

“Setiap keluar kosan, atau kemana aja kalau ketemu anak-anak HMI,
abang bisa berjam-jam. Kadang ketemu dijalan, ngobrol-ngobrol sering
bertukar pikiran. Solanya anak HMI itu suka diskusi. Jadi ya kita ladeni
diskusi. Itu juga buat buka wawasan jadi banyak tau.”(wawancara pada 3
Juni 2016)

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di wisma HMI Cabang Padang

anggota HMI cabang Padang ini sering melakukan diskusi informal antara

sesama pengurus ataupun pengurus terhadap anggota yang dikelolanya. Mereka

melakukan diskusi mengenai hal apa saja mulai dari masalah pribadi hingga

masalah organisasi.

Selain itu, anggota biasa HMI Cabang Padang juga sering terlibat diskusi

dengan para alumninya. Hal ini terlihat ketika peneliti melakukan observasi pada

acara buka bersama komisariat ISIP dengan alumni komisariat ISIP dan Ilmu

Budaya. Pada acara tersebut para anggota biasa terlibat diskusi nonformal dengan

para alumninya. Hal yang dibahas adalah mengenai kendala organisasi, program

yang organisasi kedepannya, dan membahas isu yang sedang terjadi. Hal ini

83
dilakukan untuk menambah wawasan dan mengembangkan pola pikir anggota

biasa HMI. Para alumni menegaskan bahwa mereka akan membantu

adik-adiknya dalam menjalankan organisasinya. Hal ini sebagaimana yang

dijelaskan salah satu alumni bahwa:

“Jadi nanti kita akan membantu adik-adik komisariat dalam menjalankan


organisasi. Kalau ada kendala nanti sharing saja ke kita. Kita nanti akan
bantu adik-adik untuk terus tetap bisa berproses di HMI dan menjaga
eksistensi organisasi.” (pernyataan salah satu alumni HMI, pada 28 Juni
2016)

Hal ini dibenarkan oleh Matur Prasojo selaku Kepala Bidang Pembinaan

Anggota HMI Cabang Padang bahwa:

“Selain LK dan training, penanaman ideologi ini juga ada dari


silaturahmi ke senior-senior, ke alumni dan itulah yang membuka
wawasan kita tadi”(wawancara dengan peneliti pada 3 Juni 2016)

Alumni HMI merupakan anggota HMI yang telah habis masa

keanggotannya. Namun mereka ikut serta dalam membantu HMI Cabang Padang

dalam merealisasikan tujuannya dan menanamkan nilai-nilai ideologi terhadap

anggota biasa. Alumni HMI ini dijadikan sebagai pemateri dan tamu dalam

perkaderan yang dilaksanakan HMI Cabang Padang. Selain itu pada acara

pembukaan LK I, Emma Yohanna sebagai alumni HMI memberikan bantuan

dana sebesar Rp2.500.000 untuk mengganti bunga dan bendera yang telah usang

di HMI Cabang Padang.

Peran alumni HMI juga dijelaskan dalam konstitusi HMI pada pasal 57

Anggaran Rumah Tangga HMI bahwa:

“Alumni HMI berkewajiban tetap menjaga nama baik HMI, meneruskan misi
HMI di medan perjuangan yang lebih luas dan membantu HMI dalam
merealisasikan misinya.”(Hasil Kongres HMI XXVII Depok pada 5-10
November 2010)

84
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa arus komunikasi

informal di internal HMI Cabang Padang dapat terjadi diantara sesama pengurus,

pengurus terhadap anggota biasa yang dikelolanya, alumni terhadap pengurus dan

anggota biasa yang dikelola oleh HMI Cabang Padang.

Merujuk pada penjelasan peneliti sebelumnya pada latar belakang masalah

terkait HMI yang kini mengalami kemunduran ternyata tetap konsisten dalam

melakukan proses perkaderan. Didalam proses perkaderan, HMI menanamkan

nilai-nilai ideologi agar setiap anggotanya mempunyai landasan untuk bergerak

dalam mewujudkan tujuannya. Perkaderan ini dapat terlaksana dengan baik

sesuai dengan kinerja dari struktural organisasi HMI Cabang Padang. Hal ini

merupakan salah satu penyebab peneliti tertarik meneliti komunikasi internal

HMI Cabang Padang dalam menanamkan ideologi kepada anggota biasa.

Berdasarkan konsep yang digunakan peneliti untuk melakukan penelitian ini,

peneliti menggunakan Teori Budaya Organisasi dan Teori Hubungan Manusia.

Teori Budaya Organisasi menjelaskan bahwa budaya sebuah organisasi

dikonstruksi secara komunikatif melalui praktik-praktik di dalam sebuah

organisasi. Menurut Pacanowsky dan O'Donnell Trujillo (1983), budaya adalah

suatu cara hidup di dalam sebuah organisasi. Sedangkan menurut Budiharjo (2011:

31) budaya organisasi diartikan sebagai seperangkat nilai dan norma yang

dipertahankan sebagai pedoman anggota untuk berperilaku. Berdasarkan konsep

budaya organisasi tersebut, maka budaya organisasi HMI adalah Nilai Dasar

Perjuangan (NDP) yang dijadikan sebagai landasan bagi setiap anggotanya untuk

bergerak dalam menjalankan organisasi.

85
Dalam kaitannya terhadap fenomena yang terjadi di HMI Cabang Padang, teori

budaya organisasi menjelaskan bahwa budaya dikonstruksi secara komunikatif

melalui praktik-praktik komunikasi yang dijalankan oleh organisasi. Pada penelitian

ini telah dijelaskan bahwa NDP dikonstruksi melalui komunikasi internal yang

diterapkan oleh pengurus HMI Cabang Padang. Interaksi yang dilakukan di internal

HMI Cabang Padang, baik formal maupun informal, diharapkan mampu

menanamkan NDP kepada anggota biasa.

Budaya organisasi meneliti pada cara-cara individu anggota organisasi

menggunakan berbagai cerita, ritual, simbol dan kegiatan lainnya untuk

menghasilkan kembali seperangkat pengertian. Cerita, ritual, simbol dan kegiatan

yang dilakukan HMI dapat membentuk budaya organisasi.

Ritual merupakan kegiatan yang terjadi secara berulang dan teratur. Ritual

yang dilakukan oleh HMI dalam membentuk kebudayaannya adalah perkaderan.

Ritual perkaderan ini merupakan kegiatan yang dijalankan dalam ranah kultural

HMI Cabang Padang. Perkaderan HMI telah memfokuskan diri pada konsep

mahasiswa dan kepemimpinan sehingga pada tatanan outputnya HMI dapat

menginternalisasi pada setiap anggota biasanya nilai-nilai ideologi organisasi

untuk mencapai tujuannya.

Selain perkaderan, ritual yang dilakukan oleh HMI Cabang Padang adalah

rapat dan diskusi. Sebagaimana yang telah peneliti paparkan sebelumnya pada

wawancara Rifki Fernanda dijelaskan bahwa rapat yang rutin dilaksanakan oleh

pengurus HMI Cabang Padang dapat menjaga budaya organisasi. Hal ini

dikarenakan dalam forum rapat setiap anggota mempunyai peran aktif untuk

menyampaikan aspirasi dan mengingatkan antara satu dengan yang lain untuk

86
tetap menjaga nilai-nilai ideologi organisasi, serta menjalankan tugas dengan

sebagaimana mestinya.

Kegiatan rutin yang dilakukan HMI Cabang Padang mampu membentuk

budaya organisasi. Hal ini memberikan pemahaman bagi anggota biasa mengenai

realitas organisasi. Apabila kegiatan rutin atau ritual organisasi ini dilakukan

secara tetap, maka nilai-nilai dasar perjuangan sebagai ideologi HMI akan

teraktualisasi dalam personal anggota. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh

Andrianto Effendi selaku anggota Badan Pengelola Latihan Cabang Padang

bahwa:

“Ideologi itu akan semakin tertanam di diri anggota ketika dia terus
berproses di HMI. Semakin banyak dia berproses, maka semakin banyak
dia mendapat. Selagi orientasinya baik, insya Allah NDP itu akan
mampu teraktualisasi dalam dirinya”.(wawancara d pada 3 Juni 2016)

Hal ini dibenarkan oleh Arifki Chaniago sebagai anggota biasa yang

berproses di HMI bahwa:

“Secara ideologis nilai-nilai itu sangat terasa. Tapi kalau dalam


struktural belum tentu karena struktural itu berhubungan dengan politik.
Bagi abang nilai yang paling berpengaruh itu itu bagian ke 6 dari NDP
itu sendiri yaitu keadilan sosial dan keadilan ekonomi terlepas dari
kemerdekaan berikhtiar dan takdir ya. Karena kan nilai-nilai itu lebih ke
individu. Jadi disitu dijelaskan bahwa seorang pemimpin harus bisa
berbuat adil sebagai pancaran rasa cinta kita terhadap Tuhan. Memimpin
adalah menegakkan keadilan dan menjaga agar setiap orang memperoleh
hak asasinya dan kita jga harus bisa menghormati kemerdekaan orang
lain. Ya seperti itu yang abang dapatkan terhadap nilai nilai NDP itu
sendiri kalau secara individu. Hal ini lebih kepada mission HMI.
”(wawancara pada 4 Juni 2016)

Nilai-nilai ideologi HMI ini juga dirasakan oleh anggota biasa HMI yang

tidak berproses di HMI. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Rafin

Chaniago sebagai anggota biasa HMI yang tidak berproses lagi di HMI bahwa:

“Rafin cukup merasakan nilai yang ada disana selama 7 hari. Terutama
mengenai keislaman, bahwa Islam itu tidak hanya simbol melainkan

87
esensi Islam itu sendiri. Jadi kita gak boleh nge judge orang yang
misalnya tidak pakai jilbab, tidak baik. Belum tentu mereka tidak baik
hanya dari simbolnya. Selama LK yang dilaksanakan selama 7 hari,
banyak nilai-nilai yang ditanamkan terhadap personal disana. Para
master dan instruksur menanamkan nilai-nilai HMI melalui materi yang
disampaikan. Kita di stimulus mengenai nilai-nilai kebenaran yang harus
diamalkan dalam kehidupan. Dan diorganisasi HMI cuma wadah dan
nilai-nilai itu harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Selama LK
7 hari kultur HMI cukup terasa dan tidak dipungkiri bahwa nilai-nilai
yang diberikan itu memang benar.”(wawancara pada 5 Juni 2016)

Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Matur Prasojo selaku Kepala

Bidang Pembinaan Anggota HMI Cabang Padang bahwa:

“walaupun dia anggota biasa, dan kemudian tidak berproses


lagi, nilai-nilai yang dibawa HMI itu sudah terasa karena
selama proses training itu ada berbagai metode yang digunakan
oleh HMI, HMI punya metode tersendiri selama proses training
dalam menanamkan nilai-nilai terhadap anggota. Kita
memberikan stimulus pesan-pesan mengenai organisasi. Kita
memperkenalkan dasar-dasar organisasi dan nafas kebenaran
organisasi HMI (wawancara dengan peneliti pada 3 Juni 2016)

Berdasarkan penjelasan tersebut disimpulkan bahwa Latihan Kader I yang

dilaksanakan selama 7 hari telah mampu memberikan pengertian kepada anggota

biasa mengenai realitas organisasi. Latihan Kader I merupakan perkenalan dasar

terhadap organisasi. Oleh karena itu, setiap anggota biasa yang terus berproses di

HMI Cabang Padang akan mampu memberikan makna dan pengertian mengenai

realitas organisasi, serta akan semakin merasakan kultur dan nilai-nilai ideologi

yang dibawa oleh organisasi.

Peneliti juga menggunakan Teori Hubungan Manusia menurut Elton Mayo,

yang menyatakan bahwa: 1). Perhatian terhadap orang-orang boleh jadi

mengubah sikap dan perilaku mereka. 2). Moral dan produktivitas dapat

meningkat apabila para pegawai mempunyai kesempatan untuk berinteraksi satu

sama lainnya. Teori ini memandang bahwa komunikasi itu penting, dalam rangka

88
meningkatkan produktivitas kerja anggota. Tanpa komunikasi yang baik proses

kerja tidak akan berjalan dengan lancar. Suasana kerja akan diliputi rasa takut,

saling tidak percaya, dan ini tentunya akan menghambat tercapainya visi misi dan

tujuan instansi serta instansi dapat menjadi kacau.

Dalam kaitannya dengan fenomena yang terjadi di HMI Cabang Padang,

teori hubungan manusia menjelaskan bahwa perhatian terhadap orang-orang

boleh saja akan mengubah sikap dan perilaku mereka serta produktivitas dapat

meningkat apabila para anggota mempunyai kesempatan untuk berinteraksi satu

sama lainnya. Secara keseluruhan praktik-praktik komunikasi internal yang

dijalankan HMI Cabang Padang, terlihat bahwa HMI Cabang Padang telah

menjalankan organisasinya sesuai dengan teori hubungan manusiawi yang

dikemukakan oleh Elton Mayo. Oleh sebab itu, memberikan kesempatan kepada

pengurus untuk ikut berpartisispasi dalam memberikan saran, masukan dalam

pembuatan keputusan bersama pada saat pertemuan yang sering dilakukan secara

berkala menjadi sangat penting. Sebagaimana yang telah peneliti paparkan

sebelumnya pada wawancara dengan Rifki Fernanda telah dijelaskan bahwa

komunikasi internal yang dibangun HMI yang melibatkan anggotanya secara

aktif merupakan kunci keberhasilan program-program yang dijalankan oleh HMI

Cabang Padang.

Hubungan baik yang dijalin oleh internal HMI juga dapat meningkatkan

produktivitas kerja. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Rifki Fernanda

selaku Ketua Umum HMI Cabang Padang bahwa:

“Ya jadi abang nginap selama 90 hari untuk membangun kedekatan


emosional dengan anggota abang. Kita sering diskusi, komunikasi yang
intens. Kita diskusiin apa aja mulai dari masalah pribadi sampai masalah
organisasi. Dari situ kita bisa tau bagaimana pribadinya, bagaimana dia

89
orangnya. Ya dengan membangun kedekatan emosional ini, alhasil
program yang abang jalankan 80 % jalan dan 20% tidak jalan.”
(wawancara pada 29 Mei 2016)

Disamping itu hubungan kekeluargaan diorganisasi juga dibangun dengan

mengadakan beberapa kegiatan di internal HMI Cabang Padang. Hal ini

sebagaimana yang telah peneliti jelaskan sebelumnya bahwa ketika masih

menjadi calon anggota biasa, mereka selalu disugesti untuk membangun

hubungan kekeluargaan dan solidaritas sesam a anggota HMI. Hal ini juga sesuai

dengan visi dan misi dari HMI Cabang Padang.

Selain itu interaksi yang sering dilakukan oleh anggota biasa HMI mampu

meningkatkan moral setiap anggota biasa. Interaksi yang intens mampu merubah

kepribadian dari anggota biasa yang terus berproses di HMI. Hal ini sebagaimana

yang diungkapkan oleh Rifki Fernanda

Dulu sebelum masuk HMI, abang sangat jauh dari solat atau bahkan hal
hal lainnya. Abang hobi ngerokok berandalan dan suka hal-hal yang
buruk jauh lah dari nilai-nilai Islam. Yah alhamduliilah semenjak ikut
HMI, abang udah solat, puasa dan menjalankan nilai-nilai Islam.
Melalui sering diskusi dan berproses di HMI, alhamdulillah bisa
menjalankan nilai-nilai Islam (wawancara pada 29 Mei 2016)

Hal-hal yang mendukung peningkatan produktivitas adalah adanya sikap

saling mengerti, saling memahami, rasa kekeluargaan yang tinggi dan ditambah

lagi seringnya HMI Cabang Padang mengadakan pertemuan dan diskusi sehingga

terciptalah team building yang kuat, kesetiaan pada pekerjaan dan organisasi serta

adanya rasa semangat karena adanya rasa kekeluargaan.

4.4 Hambatan Komunikasi Internal HMI Cabang Padang

Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari satu individu ke

individu lain. Seringkali proses penyampaian pesan dapat berlangsung secara

efektif sehingga pesan dapat tersampaikan dengan baik. Namun, ada kalanya

90
komunikasi tidak berlangsung sesuai dengan harapan. Bahkan beberapa ahli

komunikasi menyatakan bahwa tidak mungkinlah seseorang melakukan

komunikasi yang sebenar-benarnya efektif. Ada banyak hambatan yang bisa

terjadi dalam proses komunikasi. Menurut Effendy (2011) hambatan komunikasi

yang harus menjadi perhatian bagi komunikator ,yaitu 1) gangguan; 2)

kepentingan; 3) motivasi terpendam; 4) prasangka.

Hambatan komunikasi yang terjadi HMI cabang Padang adalah gangguan

mekanik (mechanical channel noise). Gangguan mekanik merupakan gangguan

yang berupa kegaduhan fisik, dimana setiap anggota tidak bisa bertemu secara

intens karena kesibukannya. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Matur

Prasojo bahwa:

“Di HMI itu setiap kita terutama pengurus itu punya kesibukan
masing-masing. Diantara mereka juga ada yang berada di lebih dari satu
organisasi. Ada juga yang wirausaha. Jadi intensitas buat ketemu juga
cukup sulit.”(wawancara pada 3 Juni 2016)

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa intensitas pertemuan

diantara pengurus cukup rendah. Hal ini disebabkan perbedaan kesibukan. Setiap

pengurus memiliki kesibukan yang bebeda-beda, banyak diantara mereka yang

memiliki lebih dari satu organisasi dan juga memiliki banyak kegiatan.

Selain itu, ganguan semantik juga merupakan hambatan komunikasi yang di

alami oleh HMI Cabang Padang. Gangguan semantik bersangkutan dengan pesan

komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Hal ini terjadi ketika media massa

memberitakan pemberitaan negatif terhadap HMI secara intens. Hal ini

sebagaimana yang dijelaskan Arifki Chaniago bahwa:

“Dinamika yang terjadi di HMI tidak terlepas dari sorotan media, baik
lokal maupun nasional. Cenderungnya dinamika yang diliput media
tentang HMI itu akan menyebabkan misskomunikasi terhadap anggota

91
jika tidak dikomunikasikan dengan baik. Jadi disini penyampaian
pesan-pesan komunikasi kepada anggota itu penting untuk menyikapi
dinamika yang telah dibingkai media tersebut. Ketika komunikasi bagus
maka akan berefek pada kekompakan dalam melakukan kegiatan.”
(wawancara pada 4 Juni 2016).

Berdasarkan penjelasan tersebut diketahui bahwa pemberitaan negatif

terhadap HMI yang dibingkai oleh media massa cenderung menyebabkan salah

pengertian terhadap anggotanya. HMI Cabang Padang perlu mengantisipasi

gangguan ini dengan mengkomunikasikan pesan-pesan komunikasi dengan baik

terhadap anggota biasanya.

Hambatan komunikasi internal HMI Cabang Padang selanjutnya adalah

adanya kepentingan. Kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam

menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang akan hanya termotivasi terhadap

sesuatu yang ada hubungannya dengan kepentingannya. Hal ini juga terjadi di

HMI Cabang Padang yang ditandai dengan kompleksnya orientasi anggota biasa

HMI Cabang Padang, sebagimana yang dijelaskan oleh Rifki Fernanda bahwa:

“Karena di HMI itu ada orientasi politik, orientasi ideologis, dan


orientasi perkaderan. Orientasi di HMI itu klimaks, banyak sehingga
didalam gak seindah yang diluar. Misalnya ketika ada orientasi politik
dalam hal jabatan, pasti ada sikut kanan sikut kiri. Pastilah, dinamikanya
sangat besar. Dinamika HMI dari pengurus besar sangat berdampak
terhadap kepengurusan abang. Sehingga 20% program kerja gak jalan”
(wawancara pada 29 Mei 2016)

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa HMI Cabang Padang

memiliki dinamika politik internal yang kompleks karena orientasi orang-orang

yang ada didalamnya itu beraneka ragam. Dampak dari dinamika politik internal

ini berpengaruh terhadap komitmen dan kinerja dari personal pengurus HMI

Cabang Padang.

92
Selain itu, kepentingan politik dari para alumni HMI juga mempengaruhi

kinerja dari HMI Cabang Padang. Para alumni HMI yang bekerja sebagai pejabat

publik atau tergabung dalam kelompok politik memberdayakan adik-adiknya

yang ada di HMI untuk menjalankan kepentingannya. Bahkan, ketika alumni

HMI tersebut memiliki seseorang yang berpengaruh didalam organisasi, maka ia

akan dengan mudah menggerakkan organisasi sesuai dengan kepentingannya.Ada

beberapa anggota biasa yang mempunyai orientasi berorganisasi yang keliru

menerima tawaran-tawaran tersebut. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh

Muslimin ketika peneliti terlibat diskusi dengan anggota biasa di komisariat ISIP

Unand bahwa:

“Di HMI itu beraneka ragam orangnya. Jadi ketika ada seorang anggota
biasa yang mempunyai orientasi organisasi yang salah atau keliru maka
dia akan terjerumus dalam kepentingan politik dari alumni. Seperti yang
kita tau bahwa alumni HMI itu banyak yang bekerja pada kelompok
politik tertentu bahkan menjadi pejabat pemerintahan. Bahkan, ketika
alumni ini mempunyai pegangan satu orang yang berpengaruh dalam
organisasi, ya dia bisa menggerakan organisasi tersebut. Jadi ya
tergantung orientasi mereka, kalau keliru ya pasti terjerumus dalam
kepentingan seperti itu. Itu juga salah satu hambata komunikasi
diorganisasi”( pernyataan Muslimin dalam diskusi informal pada 23 Juni
2016)

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa orientasi organisasi

yang keliru akan menjerumuskan anggota biasa HMI dalam kepentingan poitik.

Orientasi yang seperti ini yang mendasari orang sulit menerima pesan yang

diterimanya dan melalaikan program-program kerja mereka dan mereka lebih

mendahului kepentingannya.

Hambatan komunikasi diinternal HMI Cabang Padang berikutnya adalah

adanya prasangka. Orang yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah

bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak menyampaikan pesan.

93
Prasangka ini juga terjadi di HMI Cabang Padang. Hal ini sebagaimana yang

disampaikan oleh Arifki Chaniago bahwa:

“ Ada beberapa komisariat yang lebih memilih untuk menjadi pengurus


komisariat saja dibandingkan untuk melanjutkan menjadi pengurus
dicabang. Hal ini karena sebagian dari mereka beranggapan bahwa
dinamika politik di cabang terlalu besar jika. Sedangkan dikomisariat
jauh dari hal-hal tersebut, lebih murni dikomisariat. Hal-hal negatif yang
diberiakan oleh media tentang HMI, hal yang buruk-buruk ya, seperti
konflik yang rusuh, dinamika politik itu tidak akan ditemukan
dikomisariat karena dikomisariat prosesnya lebih murni.”(wawancara
pada 4 Juni 2016)

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa adanya prasangka

terhadap HMI Cabang Padang bahwa HMI Cabang Padang memiliki dinamika

politik yang kompleks. Hal ini menyebabkan setiap anggota biasa lebih memiliki

berproses di komisariat yang jauh dari dinamika politik dan lebih murni untuk

berproses.

Hambatan komunikasi selanjutnya yang terjadi di internal HMI Cabang

Padang adalah adanya motivasi terpendam. Semakin sesuai komunikasi dengan

motivasi seseorang semakin besar kemungkinan komunikasi itu dapat diterima

dengan baik oleh pihak yang bersangkutan. Sebaliknya, komunikan akan

mengabaikan suatu komunikasi jika tidak sesuai dengan motivasinya. Tanggapan

semu dari komunikan ini tentunya mempunyai motivasi terpendam. Hal ini

terlihat dari HMI Cabang Padang kurang memberdayakan sumber daya

manusianya yang berkompeten. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh

Arifki Chaniago bahwa:

“Jadi abang rasa di HMI itu sendiri terutama di Cabang mereka kurang
memberdayakan anggotanya yang punya kualitas yang bagus, ya bisa
dibilang berkompeten. Mereka kurang memberikan kesempatan lah.
Mungkin kalau HMI bisa lebih memberdayakan dan memberi
kesempatan HMI di cabang ya khususnya bisa berjalan dengan baik
dengan sumber daya manusianya tersebut. Jadi ide-ide mereka ini

94
nantinya bisa tersalurkan dalam wadah sebuah organisasi.”(wawancara
pada 4 Juni 2016)

4.5 Pesan Komunikasi dalam Menyikapi Stigma HMI Cabang Padang

Pesan adalah apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima.

Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan nonverbal yang mewakili

perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber. Pesan mempunyai tiga komponen,

yaitu makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk

pesan (Mulyana, 2005: 70). Pesan diperlukan karena pesan merupakan inti dari

komunikasi yang dilakukan.

Setiap komunikasi yang terjadi diantara anggota biasa HMI tentu saja berisi

pesan-pesan yang masuk dan keluar. Pesan diperlukan karena pesan merupakan

inti dari komunikasi yang dilakukan. Pesan ini harus jelas, tepat, dan mudah

dimengerti.

Dalam proses penanaman ideologi yang dilakukan kepada anggota biasa

HMI cabang Padang, ada pesan yang disampaikan terkait stigma atau pandangan

negatif terhadap HMI. Stigma menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

pandangan negatif yang menempel pada diri seseorang karena pengaruh

lingkungan atau kelompoknya.

HMI menyikapi stigma terhadap organisasinya melalui pesan-pesan

komunikasi yang disampaikan kepada anggota biasa. Hal ini dilakukan agar

ideologi dari HMI ini semakin tertanam kepada setiap anggota biasa, baik yang

berproses maupun yang tidak berproses di HMI, serta agar setiap anggota HMI

mampu memahami mengenai realitas organisasinya.

HMI sebagi organisasi pergerakan mahasiswa masih menjadi sorotan bagi

media lokal maupun nasional. Dinamika yang terjadi diinternal HMI pun sering

95
menjadi sorotan media sehingga membentuk stigma terhadap HMI. Stigma

terhadap HMI diungkapkan oleh salah seorang anggota HMI bahwa:

“...dilain pihak, organisasi ini juga begitu banyak menerima hinaan atau
cercaan. Media massa dan media sosial tanah airmemberitakan hal-hal
yang jelek tentang HMI. Misalnya dituduh tukang demo, biang
keributan, Islam kiri, tidak islami,tukang demo, dan masih banyak
lagi.”(SatelitPost.com, 6 Februari 2016)

Hal ini dibenarkan oleh Andrianto Effendi selaku anggota Badan Pengelola

Latihan HMI Cabang Padang bahwa:

“Kita di HMI memang sering mendapat persepsi negatif. Ya seperti anak


HMI itu sering konflik, terlibat politik, suka demo, tidak Islami. Ya
hal-hal seperti itu sering kita dapati.”(wawancara pada 3 Juni 2016)

Stigma terhadap HMI adalah hal-hal yang bertolak belakang dengan

nilai-nilai NDP. Oleh karena itu, pesan komunikasi untuk menyikapi stigma

tersebut dirasa perlu dikomunikasikan terhadap anggota biasa HMI. Hal ini

sebagaimana yang dijelaskan oleh Rifki Fernanda bahwa:

“Kita selalu memberikan penjelasan terhadap anggota terkait hal-hal


yang membingungkan bagi anggota. Kita kasih pemahaman agar mereka
mengerti dan tetap berproses di HMI dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai NDP. Yah, seperti kalau ada yang bilang HMI begini begitu
kita kasih penjelasanlah buat anggota kita.”(wawancara pada 29 Mei
2016)

Hal ini dibenarkan oleh Arifki Cahniago bahwa penyampaian pesan-pesan

komunikasi itu penting untuk menyikapi stigma yang telah dibingkai dan

diberitakan oleh media, sebagaimana yang telah disampaikannya bahwa:

“Dinamika yang terjadi di HMI tidak terlepas dari sorotan media, baik
lokal maupun nasional. Cenderungnya dinamika yang diliput media
tentang HMI itu akan menyebabkan misskomunikasi terhadap anggota
jika tidak dikomunikasikan dengan baik. Jadi disini penyampaian
pesan-pesan komunikasi kepada anggota itu penting untuk menyikapi
dinamika yang telah dibingkai media tersebut. Ketika komunikasi bagus
maka akan berefek pada kekompakan dalam melakukan kegiatan.”
(wawancara pada 4 Juni 2016).

96
HMI merupakan organisasi yang berazaskan Islam. Jadi ketika ada yang

menyampaikan bahwa HMI tidak Islami itu adalah hal yang keliru. Islam yang di

bawa oleh HMI adalah moderat, yaitu perihal logika (benar/salah) atau bisa

dikatakan bahwa HMI memandang Islam dengan menggunakan logika. Logika

didapat dari proses berfikir dan dari proses berfikir tersebut kebenaran akan

ditemukan. HMI tidak melihat Islam dari etika (baik atau buruk) dan tidak pula

memandang Islam dari estetika (indah atau tidak indah), melainkan melalui

logika (benar atau salah). Anggota HMI dituntut untuk tidak menerima begitu

saja atas apa yang telah ada. Mereka harus melalui proses befikir untuk

menemukan kebenarannya. Dalam ideolgi NDP telah dijelaskan, bagaimana

seorang anggota HMI memandang Islam bukan hanya dari simbolnya saja

melainkan adalah esensi dari Islam itu sendiri. Hal ini sebagiamana yang

dijelaskan oleh Rifki Fernanda bahwa:

“Kita selalu menerangkan kepada anggota kita bahwa di HMI itu


diajarkan bagaimana kita memandang Islam itu dengan logika, yaitu
perihal benar atau salah. Dari proses berfikir maka kita bisa
mendapatkan kebenaran karena fitrah manusia itusendiri adalah
cenderung kepada yang hanief. Jadi dengan logika ya, bukan dengan
estetikanya atau etikanya. Kita janganmenerima apa saja yang telah ada,
kita juga harus bisa membuktikannya kebenaran itu dengan logika kita,
denganilmu kita. Dan di HMI itu kita juga diajarkan untuk memahami
esensi dari Islam itu sendiri, bukan hanya sekedar simbol
saja.”(wawancara pada 29 Mei 2016)

Hal ini dibenarkan oleh Arifki Chaniago bahwa:

“ Jadi di HMI itu kita diajarkan berfikir menggunakan logika. Jadi kita
diajarkan tentang logika-logika seperti itu. Solanya kita kan mahasiswa
jadi kita juga dituntut untuk bisa berfikir kritis untuk menemukan
kebenaran.” (wawancarapada 4 Juni 2016)

HMI juga menegaskan bahwa Islam itu bukan budaya arab. Jadi kita

menjalani kehidupan sebagai orang Islam bukan berdasarkan budaya arab. Islam

97
itu rahmatan lil alamin. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa banyak diantara

anggota HMI yang bepenampilan tidak Islami seperti organisasi Islam yang

lainnya. HMI tidak memberikan kewajiban kepada anggotanya untuk

berpenampilan seperti organisasi Islam yang ada disekitar mereka. Hal ini

sebagaimana yang dijelaskan Rifki Fernanda bahwa:

“Yah bagi HMI Islam itu bukan budaya arab. Jadi ketika kita tidak
memakai seperti yang dipakai oleh orang Arab bukan berarti kita bukan
muslim. Ya seperti kita masih pakai jeans, kemeja, ya itu masih
wajarlah, gak papa. Islam itu kan rahmatan lil alamin, bukan budaya
arab” (wawancara pada 29 Mei 2016)

HMI dalam menjalankan organisasinya sering terlibat konflik internal. Hal

tersebut terjadi karena orientasi di HMI cabang Padang bisa terbilang begitu

kompleks. Oleh karena itu dinamika di HMI cabang Padang cukup besar. Namun

konflik yang terjadi di HMI Cabang Padang tersebut merupakan sebuah hal yang

wajar. Bagi HMI, konflik merupakan suatu proses pembelajaran agar kita terbiasa

dengan hal-hal yang berbau konflik dan mempunyai solusi untuk mengatasi

berbagai macam konflik yang ada. Hal-hal seperti inilah yang sering ditanamkan

terhadap anggota biasa bahwa konflik merupakan hal yang biasa terjadi di HMI,

sebagaimana yang dijelaskan oleh Matur Prasojo bahwa:

“Kalau mengenai konflik, konflik didalam organisasi itu ibaratnya kan


kita belajar. Jadi, di dunia nyata nanti kita akan terbiasan dengan hal-hal
yang berbau konflik dan kita nantinya tau apa solusinya, bagaimana cara
menyelesaikannya. Jadi konflik itu adalah hal yang biasa”(wawancara
pada 3 Juni 2016)

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan pada saat Latihan Kader (LK) I

komisariat Tarbiyah IAIN Iman Bonjol pada 20-27 Mei 2016, salah seorang

alumni HMI menjelaskan mengenai kasus korupsi yang melibatkan Anas

Urbaningrum selaku alumni HMI. Beliau menyampaikan kepada peserta LK

98
bahwa Anas tidak melakukan tindak korupsi. Hal ini sebagaimana yang telah

dijelaskannya bahwa:

“Saya tidak percaya hingga saat ini kalau anas itu korupsi ya karena saya
mengalaminya, saya memahaminya. Jadi seseorang itu tidak melakukan
korupsi tapi secara administratif dia melakukan korupsi dan kalau
diputuskan dipengadilan dia pasti korupsi karena secara administratif dia
korupsi. Anas sebagai ketum partai yang mempunyai banyak dan
setumpuk persoalan pasti ada kesalahan disana, kesalahan administrasi,
bukan personal. Mana mungkinlah yang mengurus dan mengetik
administrasi itu anas, pastilah anak anak bawahannya. Tapi tetap saja
bagi orang yang belum memahami, mereka beranggapan bahwa Anas itu
korupsi.”(pernyataan alumni HMI pada 23 Mei 2016)

Selain itu, Master of Training juga menjelaskan kepada para peserta LK

mengenai anggota biasa HMI yang masih belum Islami dan tidak memakai jilbab.

Belia berpendapat bahwa HMI tidak memaksakan seseorang tapi HMI hanya

memberikan stimulus untuk menjalankan nilai-nilai kebenaran. Hal ini

sebagaimana yang dijelaskannya pada saat memberikan materi LK I di komisriat

Trabiyah IAIN Imam Bonjol bahwa:

“Oh masih ada anak HMI yang tidak berjilbab. Yah itu tidak kita
paksakan. Kita tidak memaksakan orang untuk berjilbab atau menutup
aurat. Tapi kita memberikan masukan-masukan dan perbaikan. HMI
bukan Tuhan. HMI hanya memberikan kalian stimulus. Training ini
tidak menjanjikan kalian untuk pandai bicara, untuk menjadi orang
besar, untuk bisa berislam dengan baik. Kita tidak bisa menjamin, tapi
disini kita hanya memberi stimulus. Kita akan memberikan apa yang
kalian butuhkan disini dengan memberikan stimulus stimulus itu tadi.
Sekeras apapun HMI menjalankan misi keislamannya, kita tidak pernah
memaksakan. “(pernyataan Master of Training pada 22 Mei 2016)

Selain pesan-pesan yang seperti disampaikan diatas, terdapat pesan kunci

yang paling sering digunakan oleh pengurus HMI cabang Padang terhadap

anggota biasa yang dikelolanya dalam menyikapi stigma tersebut, yaitu untuk

ingin melihat bagaimana HMI, maka harus mengetahui proses-proses yang

99
dilakukan oleh HMI. dan memasuki ranah HMI. Hal ini sebagaimana yang

dijelaskan Andrianto Effendi bahwa:

“Ada yang bilang HMI tidak islami, sering konflik, nah itu kan persepsi
orang. Coba Maya tanya dia HMI atau bukan, jika dia bukan HMI, maka
dia tidak akan tau apa-apa soal HMI. Ibarat sebuah buku, dia hanya
mengetahui sampulnya saja. Kita sering membahasakan kepada peserta,
untuk membuktikan bahwasanya,benar-benar ada mutiara di dasar laut
kita harus menyelami lautan itu. Jika tidak, maka kita tidak bisa percaya
seutuhnya. Sama halnya dengan HMI, bila kita belum masuk seutuhnya
ke ranah HMI, maka kita tidak akan tau bagaimana HMI. Siapapun yang
masuk HMI kita berikan pemahaman yang sama, bahwa silahkan mereka
lihat sendiri bagaimana HMI setelah mereka memasuki ranahnya.
Mungkin secara umum tidak kita pungkiri bahwa HMI itu sering demo,
ada HMI itu berpolitik. Memang betul, karena merupakan bagian dari
HMI akan tetapi ada hal-hal tertentu yang orang tidak ketahui soal HMI,
terutama pengkaderannya. Hanya orang-orang tertentu diluar HMI yang
tau soal HMI. Itupun mereka belum tau sepenuhnya soal HMI. Ada
batasan yang harus diberitahu terhadap non HMI, karena rahasia hasil
training tidak bisa kita berikan. Kalau mereka hanya melihat hal-hal
yang hanya dilakukan oleh segelintir orang, maka HMI belum tentu
seperti itu. Jangan digeneralisir.” (wawancara pada 3 Juni 2016)

Hal ini dibenarkan oleh Arifki Chaniago sebagai anggota biasa yang

berproses di HMI bahwa:

“Ketika ada stigma terhadap HMI yang menganggap negatif terhadap


HMI karena perilaku segelintir orang, maka bukan berarti seluruh
anggota melakukan hal tersebut. Analoginya adalah ketika salah seorang
dosen unand melakukan pembunuhan bukan berarti bahwa dosen unand
itu buruk hanya karena ulah satu orang. Nah begitu juga di HMI. Hal ini
karena yang kita ketahui di HMI itu orangnya beraneka ragam,
orientasinya pun beraneka ragam. Jadi memang begitulah HMI. Tapi
hakikatnya idealnya aggota HMI itu sendiri telah tertera di NDP. Jadi
ketika NDP sudah melekat dan tertanam dalampersonal anggota maka
dia sudah mencerminkan bagaimana HMI.”(wawancara pada 4 Juni
2016)

Begitu juga Rafin Chaniago sebagai anggota yang tidak berproses di HMI

menjelaskan bahwa:

“Kalau alumni koruptor ya gimana lagi kak, itu kan personalnya. Tapi
kalau selama Rafin ikut LK dan dapat materi yang rafin rasain ya kayak
gini, “benar juga ya”. Selama LK rafin dikasih nilai-nilai kebenaran. Jadi
kalau ada yang bilang kayak gitu, ya rafin kurang tau juga kak. Tapi

100
yang rafin rasain, HMI gak pernah memberikan nilai-nilai seperti
itu.”(wawancara pada 5 Juni 2016)

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa hal-hal negatif

yang terjadi di HMI itu dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki orientasi

yang salah dalam menjalankan organisasi. Hal-hal tersebut tidak dapat

digeneralisir bahwa organisasi memiliki hal-hal negatif seperti itu karena dalam

seluruh proses yang diidealkan HMI sangat bertentangan dengan hal-hal

teersebut. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam Teori Budaya Organisasi

memahami satu organisasi lebih penting daripada menggeneralisasi sekelompok

perilaku atau nilai yang ada dalam organisasi tersebut.

101
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya mengenai

komunikasi internal HMI Cabang Padang dalam Menanamkan Ideologi kepada

Anggota Biasa maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Komunikasi internal yang dibangun HMI Cabang Padang dalam menanamkan

ideologi terhadap Anggota Biasa adalah bebas dan interaktif, karena HMI

memberikan kebebasan berpendapat dan berkomunikasi secara interaktif sesama

Anggota Biasa baik dalam komunikasi formal maupun nonformal. Komunikasi

internal yang dibangun HMI Cabang Padang mampu menanamkan ideologi

organisasi terhadap Anggota Biasa, baik yang terus berproses di HMI

maupun yang tidak berproses di HMI. Hal ini dapat tercapai ketika orientasi

setiap Anggota Biasa tersebut benar.

2. Hambatan komunikasi internal HMI adalah adanya gangguan semantik,

mekanik, adanya kepentingan, prasangka, dan motivasi terpendam dari setiap

anggota biasa di HMI Cabang Padang.

3. Pesan komunikasi yang diberikan oleh internal HMI Cabang Padang

terhadap anggotanya mampu menyikapi stigma terhadap HMI sehingga

Anggota Biasa HMI mampu memahami mengenai realitas organisasinya.

5.2 Saran

1.`Pengurus HMI Cabang Padang seharusnya memberikan kesempatan

terhadap Anggota Biasa yang berkompeten dalam mengelola organisasi. Hal

102
ini agar ide-idenya tdapat terealisasi dan mampu menggerakkan organisasi

menjadi lebih baik.

2. Kepada pihak-pihak yang berada diorganisasi HMI Cabang Padang

seharusnya dapat bekerjasama dengan media massa untuk memberikan

perhatian yang lebih besar terhadap keberadaan dan realitas organisasi

HMI.

3. Pengurus HMI Cabang Padang seharusnya mampu mengurangi orientasi

yang keliru dalam organisasi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas

kegitan yang dilaksanakannya.

103

Anda mungkin juga menyukai